Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta

REKRUTMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU
DI GOSONG PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DKI
JAKARTA

MUHAMMAD TAUHID

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Rekrutmen
Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Muhammad Tauhid
NIM C54090002

ABSTRAK
MUHAMMAD TAUHID. Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di Gosong
Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh BEGINER SUBHAN
dan ADRIANI SUNUDDIN.
Gosong Pramuka merupakan wilayah terumbu karang yang ada di pusat
perekonomian kawasan Kepulauan Seribu. Keberadaan substrat batu di sekeliling
Gosong Pramuka sebagai habitat potensial penempelan larva karang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui rekrutmen karang pada substrat batu di Gosong
Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan
April hingga Juni 2013 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu DKI
Jakarta, yang terdiri atas 4 stasiun: Terpapar I, Terpapar II, Terlindung I dan
Terlindung II. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati semua subtrat batu
untuk merekrut karang. Setiap rekrut karang difoto secara tegak lurus
menggunakan kamera bawah air dengan pengaturan makro, setelah itu
diidentifikasi sampai level genus. Foto yang telah diidentifikasi diolah dengan

Image J untuk mengukur diameter dan luas karang. Karang rekrut yang ditemukan
yaitu sebanyak 95 koloni, dengan koloni terbanyak terdapat di Stasiun Terpapar I
(35 koloni) yang termasuk dalam genus Acropora dan Porites. Bentuk
pertumbuhan karang Acropora terdiri atas tabulate, branching, digitate dan
encrusting, sedangkan Porites hanya sub massive dan massive. Rata-rata luas
koloni karang rekrut berkisar 25–50 cm2, sedangkan rata-rata diameter karang 9–
12 cm. Nilai indeks kesehatan karang adalah 2–3. Berdasarkan metode
CoralWatch, kondisi karang di stasiun tempat penelitian dalam keadaan stres.
Kepadatan karang rekrut yang diperoleh untuk Stasiun Terpapar I adalah 0,22
koloni/m2, Stasiun Terlindung I 0,11 koloni/m2, Stasiun Terpapar II 0,13
koloni/m2 dan di Stasiun Terlindung II 0,11 koloni/m2. Analisis korespondensi
menunjukkan bahwa keberadaan karang Porites dipengaruhi oleh kedalaman,
salinitas, pH, dan suhu, sedangkan Acropora dipengaruhi oleh jarak dari dasar.
Rata-rata Luas dan diameter Karang rekrut sangat berkaitan erat dengan
orthofosfat. Diameter karang rekrut juga sangat memengaruhi luas karang.
Kata kunci: Acropora, Gosong Pramuka, Porites, rekrutmen karang, substrat batu

ABSTRACT
MUHAMMAD TAUHID . Coral Recruitment on the Stony Substrate at Gosong
Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Supervised by BEGINER SUBHAN

and ADRIANI SUNUDDIN.
Gosong Pramuka is an area of coral reefs in the center of the Kepulauan
Seribu region economy. The existence of the stony substrate around Gosong
Pramuka as a potential habitat for coral larval settlement. Research aims to
determine the recruitment of coral stony substrate in the Gosong Pramuka,
Kepulauan Seribu. Research was conducted from April to June 2013 at Gosong
Pramuka, comprising four stations: Exposed I, Exposed II, Sheltered I, and
Sheltered II. Observations were conducted by observing all surface of stony
substrate for coral recruits. Each coral recruits were vertically photographed using
underwater camera with macro setting, thus identified until genus level. Images of
coral recruit were processed by Image J to measure coral diameter and width.
There were 95 colonies of coral recruits with the largest number of colony
observed at Station Exposed I (35 colonies) belonging to Acropora and Porites.
Lifeform of coral recruit for Acropora comprised of branching, digitate, tabulate
and encrusting, while for Porites was massive and submassive. Average width of
coral recruit was 25-50 cm2, while average diameter was 9-12 cm. Average index
of coral health was 2-3, referring to CoralWatch method, indicating stressed
colonies. Density of coral recruit for Station Exposed I was 0.22 colony/m2,
Sheltered I 0.11 colony/m2, Exposed II 0.13 colony /m2 and 0.11 colony /m2 at
Sheltered II. Correspondence analysis revealed that the presence of Porites coral

recruit was influenced by depth, salinity, pH, temperature, while Acropora by
distance from reef/stone bottom. Average diameter and width of coral recruits
were closely associated with orthophosphate. Diameter of coral recruit was
closely affecting the coral width.
Keyword: Acropora, coral recruit, Gosong Pramuka, Porites, stony substrate.

REKRUTMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU
DI GOSONG PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DKI
JAKARTA

MUHAMMAD TAUHID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi: Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka,
Kepulauan Seribu DKI Jakarta
Nama
: Muhammad Tauhid
NIM
: C54090002

Disetujui oleh

Beginer Subhan, SPi, MSi
Pembimbing I

Adriani Sunuddin, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 28 April 2014

PRAKATA

1.

2.
3.

4.
5.
6.

7.
8.

Puji syukur kepada Allah SWT untuk setiap petunjuk dan kemudahan

yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta Salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menjadi teladan bagi umat manusia.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Beginer Subhan, SPi, MSi selaku dosen pembimbing pertama dan Adriani
Sunuddin, SPi, MSi sebagai pembimbing kedua yang telah merelakan sebagian
waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan kemudahan kepada
penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga amal baik
bapak/ibu dapat melapangkan jalan di yaumil akhir nanti.
Dr Henry M. Manik, SPi, MT selaku Pembimbing Akademik atas saran dan
masukannya selama masa studi dan terlaksananya penelitian ini.
Kedua orangtua tercinta dan keluarga besar di Bima, Dompu, NTB atas kasih
sayang, perhatian, usaha, dukungan moril yang tulus dan do’a yang tiada putus
serta kerja keras semuanya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini.
Dr Ir Sri Pujiyati, MSi selaku dosen perwakilan dari Gugus Kendali Mutu yang
telah memberikan bimbingan, arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi selaku dosen penguji tamu dalam ujian skripsi.
Muhammad Mujahid sebagai rekan sepenelitian atas bantuan, kerjasama dan
kebersamaan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, Saudara-saudara saya

tercinta Imam, Zainuddin Lubis, Harahap, Irwan, Yudha, Rizal, Anggiat, Sancha
Sadewa, Norihiko Dzikrie, Eko Arif, Khalid dan Julian atas keceriaan,
kenyamanan dan persahabatan yang tulus, Teman-teman ITK angkatan 46 atas
kebersamaan yang telah mewarnai aktivitas penulis selama menjalani studi.
Seluruh staf dan pegawai Bagian Hidrobiologi Laut Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan FPIK IPB.
Seluruh staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan FPIK IPB atas bantuannya sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam penulisan
skripsi ini sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2014
Muhammad Tauhid

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Rekrutmen Berdasarkan Genus

6

Rekrutmen Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Lifeform)

7

Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter

9

Kesehatan Karang

11

Kepadatan Karang

12

Biota Bentik Lainnya

13

Kondisi Wilayah Penelitian

14

Analisis Statistik

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian serta fungsinya
2 Parameter fisik dan kimia perairan beserta alat yang digunakan
3 Kisaran luas karang rekrut di seluruh Stasiun tempat penelitian
4 Kisaran diameter karang rekrut di seluruh stasiun
5 Kepadatan karang rekrut di seluruh Stasiun tempat penelitian
6 Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 2013
7 Kondisi kimia perairan Gosong Pramuka 2013

3
5
10
11
13
14
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10

11
12

Lokasi penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu
Substrat batu tempat menempelnya karang rekrut (tanda panah) di
Gosong Pramuka
Pengukuran koloni karang (tanda bintang) dengan teknik foto
menggu-nakan penggaris dan tabel kesehatan karang (tanda
panah)
Jumlah Koloni Karang Rekrut Genus Acropora dan Porites di
tiap Stasiun Tempat Penelitian
Jumlah Koloni Karang Rekrut Lifeform Acropora di tiap Stasiun
Tempat Penelitian
Jumlah Koloni Karang Rekrut Lifeform Porites di tiap Stasiun
Tempat Penelitian
Rata-rata luas karang rekrut Acropora dan Porites di tiap Stasiun
Tempat Penelitian
Rata-rata diameter karang rekrut Acropora dan Porites di tiap
Stasiun Tempat Penelitian
Teknik pembacaan nilai kesehatan karang (tanda panah)
Biota bentik lainnya; (A) Bulu babi (Diadema sp.); (B) Anemon
pasir (Heteractis malu); (C) Ikan Black Tail Sergeant/Abudefduf
lorenzi (Pomacentridae) dan Crustaceae
Hubungan antara karang rekrut dengan parameter lingkungan
Hubungan antara diameter dan luas koloni karang rekrut genus
Acropora dan Porites

2
3

4
7
8
9
10
11
12

13
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
2 Pengolahan Data Foto Menggunakan Software Image Jv. 1. 46
3 Lembar Kerja Hasil Penelitian
4 Beberapa Genus dan Bentuk Pertumbuhan Karang Rekrut

20
21
24
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terumbu karang adalah salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi.
Ekosistem terumbu karang terbentuk melalui proses yang lama dan kompleks
(Sorokin 1993). Terumbu karang memiliki fungsi ekologis, sosial ekonomis dan
budaya yang sangat penting bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mata pencahariannya bergantung pada perikanan laut dangkal seperti di
Kepulauan Seribu.
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah terumbu
karang penting. Menurut Estradivari et al. (2007), Gosong Pramuka termasuk
salah satu pulau kecil di kepulauan Seribu dengan kondisi terumbu karang yang
cenderung menurun dari waktu ke waktu sejak tahun 2004-2005. Kerusakan
terumbu karang lebih banyak diakibatkan oleh eksploitasi batu karang dan pasir,
penggunaan sianida (menangkap ikan dengan metode pembiusan), sedimentasi
dasar laut dan kontaminasi disposal limbah (Rahmawati 2009). Kerusakan
terumbu karang semakin komplit oleh adanya berbagai tekanan dari daratan utama
pesisir Pulau Jawa terutama pesisir Jakarta dan Banten (Abrar 2011). Intensitas
polusi dan masukan sedimentasi yang tinggi telah menyebabkan kerusakan
terumbu karang di Kepulauan Seribu secara terus menerus terutama terumbu
karang pada pulau-pulau kecil yang berada dekat daratan utama (UNESCO 1997).
Menurut Obura dan Grimsditch (2009), secara alami respon terumbu
karang terhadap berbagai ancaman dan faktor-faktor penyebab kerusakan
diantaranya berusaha untuk bertahan (resistency), menunjukkan gejala pemulihan
(recovery) sampai terbentuknya komunitas yang stabil (resiliency). Di alam
pemulihan terumbu karang ditandai dengan kemunculan koloni-koloni karang
muda (juvenil) dengan ukuran koloni relatif kecil (Babcok dan Mundy 1996).
Pada dasarnya ekosistem terumbu karang dapat memperbaiki kondisinya sendiri
jika terjadi kerusakan apabila diberi perlindungan, hanya saja waktu
pemulihannya yang lama, Oleh karena itu terumbu karang yang menempel secara
alami di alam perlu dilestarikan.
Salah satu proses suksesi terumbu karang adalah rekrutmen karang,
dengan pendataan rekrutmen karang dapat dilihat karang yang dapat tumbuh
(dalam hal ini secara alami) beserta distribusi dan kelimpahan dari spesies
terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997). Rekrutmen karang dapat diartikan
sebagai penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat mata
telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari
keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekrutmen karang pada substrat
batu di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2013 hingga Juni 2013
bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat
5º44’12”LS – 5º44’18” LS dan 106º36’30” BT – 106º36’8” BT. Lokasi penelitian
dibagi kedalam empat stasiun yang berbeda yaitu Stasiun Terpapar I dan II,
Stasiun Terlindung I dan II. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka,
Kepulauan Seribu DKI Jakarta seperti yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu
Perbedaan antara stasiun yang terpapar dengan terlindung yaitu bagian
terpapar merupakan bagian permukaan substrat batu yang secara langsung terkena
ombak, sedangkan bagian terlindung tidak. Substrat batu tersebut merupakan batu
pemecah ombak yang mengelilingi Nusa Resto. Data yang diambil mencakup
pengukuran beberapa parameter kualitas perairan beserta karang rekrut yang ada
pada substrat batu yang berfungsi sebagai breakwater. Bentuk substrat yang
menjadi tempat menempelnya karang dapat dilihat pada Gambar 2.

3

Substrat Batu

Substrat Batu

© Dzikrie 2012
Gambar 2 Substrat batu tempat menempelnya karang rekrut (tanda panah) di
Gosong Pramuka
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan terdiri atas alat dasar selam, Global Positioning
System, kamera underwater, meteran, penggaris, botol sampel, kertas newtop, alat
tulis, termometer, refraktometer dan coral watch. Adapun bahan yang digunakan
adalah sampel terumbu karang. Secara keseluruhan alat dan bahan yang
digunakan serta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian serta fungsinya
Alat dan Bahan
Alat dasar selam
Global Positioning System
Kamera underwater
Meteran dan penggaris
Botol sampel
Kertas newtop
Alat tulis
Termometer
Refraktometer
Coral Watch
Sampel

Keterangan
Alat bantu selam
Penentu titik lokasi pengambilan stasiun
Dokumentasi
Alat ukur
Untuk mengambil sampel air
Menulis data dan hasil pengamatan
Menulis data dan hasil pengamatan
Pengukur suhu
Pengukur salinitas
Untuk mengetahui kesehatan karang
Karang rekrut yang ada di lokasi penelitian

Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri atas persiapan alat dan bahan, pengamatan
karang rekrut, pengamatan kondisi wilayah penelitian dan pengolahan data serta
dilanjutkan dengan analisis statistik. Pengamatan karang rekrut meliputi
identifikasi (berdasarkan genus, lifeform, luas dan diameter), kesehatan karang
dengan menggunakan coral watch, kepadatan karang dan pencatatan biota bentik
lainnya. Pengamatan kondisi wilayah penelitian terdiri atas pengukuran kualitas
fisik (meliputi pengukuran terhadap suhu, tingkat kecerahan, kedalaman,

4

kecepatan arus) dan kualitas kimia (meliputi pengukuran terhadap salinitas,
derajat keasaman, orthofosfat, nitrat, ammonia). Selanjutnya, pengolahan data
dilakukan untuk mencari dan mengukur nilai luasan dan diameter karang rekrut
dari foto dengan Software Image J serta menampilkan data dalam grafik dengan
Software Microsoft Excel 2007. Data yang sudah diolah dianalisis secara statistik
untuk melihat hubungan dan pengaruh parameter pengamatan yang diukur
(analisis korespondensi dan regresi). Tahapan kegiatan penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Pengamatan Karang Rekrut
Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati tiap substrat batu dari awal
hingga ujung stasiun dan dicatat tiap karang ataupun biota bentik lain yang
ditemukan. Setiap karang rekrut yang polipnya terlihat secara kasat mata dihitung
dan difoto dengan menggunakan kamera underwater dengan pengaturan makro
beserta penggaris sebagai acuan ukuran. Teknik foto yang digunakan adalah
karang difoto secara tegak lurus bersamaan dengan penggaris disampingnya
sebagai acuan serta coral watch yang dapat dilihat pada Gambar 3. Jarak
penempelan karang dari dasar perairan diukur dengan meteran gulung.Luas
permukaan substrat merupakan tempat menempelnya karang. Bentuk substrat
yang berupa batuan beton padat berbentuk kubus diukur panjang dan lebarnya
dengan ulangan sebanyak sepuluh kali. Setelah karang rekrut difoto, hasilnya
akan diidentifikasi berdasarkan genus, lifeform, luas, dan diameter.

Koloni Karang

Penggaris dan Tabel Kesehatan Karang

Gambar 3 Pengukuran koloni karang (tanda bintang) dengan teknik foto menggunakan penggaris dan tabel kesehatan karang (tanda panah)
Data kesehatan karang diperoleh dengan menggunakan coral watch (grafik
kesehatan karang) yang akan dicocokan dengan warna karang sebagai indikator
kesehatan karang (Siebeck et al. 2008). Kepadatan karang di substrat batu
(breakwater) diperoleh dari perhitungan koloni karang hidup pada permukaan
batu breakwater disetiap stasiun dengan rumus (modifikasi dari English et al.
1997).

5

��
N=


Keterangan :
N = Kepadatan jenis karang (koloni/cm2)
ni = Jumlah koloni karang ke-i
a = Luas permukaan batu breakwater
Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur adalah parameter fisik dan kimia
dilakukan baik secara Insitu maupun melalui analisis laboratorium produktivitas
lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Prosedur pengambilan
data fisik seperti suhu, kecerahan, kedalaman. Suhu perairan diperoleh dengan
cara memasukkan termometer ke dalam air laut lalu membacanya, pengulangan
pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali di tiap stasiun. Kedalaman diukur
dengan menggunakan meteran gulung dengan tiga kali pengulangan di tiap
stasiunnya. Kecerahan diukur dengan menggunakan secchidisck yang
ditenggelamkan di tempat penelitian.
Pengambilan parameter kimia seperti salinitas dilakukan secara langsung
di tempat penelitian, sedangkan untuk pengukuran derajat keasaman (pH),
orthofosfat, nitrat dan amonia dilakukan di laboratorium dengan membawa sampel
air laut dari tempat penelitian. Sampel tersebut disimpan pada suhu dingin dan
terlindung dari cahaya matahari. Hal ini bertujuan agar sampel tidak rusak saat
diuji di laboratorium. Salinitas didapatkan dengan meneteskan sampel ke kaca
refraktometer lalu dilihat nilai salinitas dari perairan tersebut. Derajat keasaman
diperoleh dengan mengguanakan pH meter di laboratorium yang dicelupkan ke
dalam sampel. Parameter kimia lainnya seperti orthofosfat, nitrat dan ammonia
diperoleh dengan analisis laboratorium menggunakan spektrofotometer untuk
melihat nilai absorbansi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai
akhir. Parameter yang diamati baik fisik maupun kimia dapat dilihat secara
keseluruhan pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter fisik dan kimia perairan beserta alat yang digunakan
No
1
2
3

Parameter Fisik
Suhu
Kecerahan
Kedalaman

Satuan
°C
Meter
Meter

Pengukuran
Insitu
Insitu
Insitu

Alat / Metode
Termometer

No
1
2
3
4
5

Parameter Kimia
Salinitas
Derajat Keasaman(pH)
Orthofosfat
Nitrat
Amonia

Satuan
Ppm

Pengukuran
Insitu
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Alat / Metode
Refraktometer
pH meter
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer

mg/l
mg/l
mg/l

secchidisck
Meteran

Pengolahan Data
Pengolahan
data
foto
menggunakan
Software
Image
J
(www.imagej.gov/ij), sedangkan untuk pengolahan data berupa tampilan grafik

6

menggunakan Software Microsoft Excel 2007. Pengolahan foto karang pada
Software Image J dilakukan untuk mendapatkan nilai luasan stasiun dan diameter
karang rekrut. Untuk mendapatkannya, dilakukan penentuan skala (Tool Bar Set
Scale) pada foto karang yang telah dibuka dalam Software Image J sesuai dengan
acuan ukuran yang ada (Lampiran 2). Setelah itu dilakukan proses digitasi dengan
memilih Polygon Selection pada Tool Bar kemudian buka Set Measurements lalu
pilih Stasiun dan Feret’s Diameter nya. Langkah terakhir adalah mengukur hasil
digitasi dengan memilih Measure pada Tool Bar. Hasil pengukuran akan
ditampilkan pada Results secara otomatis (Lampiran 2).
Analisis Statistik
Analisis statistik yang dilakukan adalah analisa statistik deskriptif yaitu
dengan analisis Korespondensi dan Regresi. Analisis korespondensi merupakan
analisis hubungan antara dua atau lebih variabel yang bersifat kualitatif. Metode
yang digunakan dalam analisis korespondensi adalah analisis komponen utama.
Adapun data-data yang akan diolah dalam bentuk tabulasi diantaranya data
banyaknya genus, lifeform, luasan dan diameter koloni karang, kondisi fisik dan
kimia perairan.
Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara diameter karang
dan luas koloni karang rekrut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekrutmen Berdasarkan Genus
Tahap identifikasi karang rekrut dilakukan hingga tahap genus. Identifikasi
karang rekrut dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi Veron. Genus
yang ditemukan adalah Acropora dan Porites. Total karang rekrut yang ditemukan
dari empat stasiun (Terpapar I, Terlindung I, Terpapar II dan Terlindung II) adalah
95 koloni. Grafik sebaran karang rekrut berdasarkan genus secara keseluruhan
dapat dilihat pada Gambar 4.

7

Jumlah Koloni Karang Rekrut
(koloni)

20
18

18

19
Acropora
Porites

17

16
13

14
11

12
10
7

8
6

6
4

4
2
0
Terpapar I

Terlindung I
Terpapar II
Stasiun Tempat Penelitian

Terlindung II

Gambar 4 Jumlah Koloni Karang Rekrut Genus Acropora dan Porites di tiap
Stasiun Tempat Penelitian
Sebanyak 18 koloni karang rekrut Acropora ditemukan di Stasiun
Terpapar I. Stasiun Terlindung I ditemukan 7 koloni karang rekrut Acropora,
Stasiun Terpapar II 19 koloni karang rekrut Acropora dan merupakan jumlah
terbanyak dibandingkan dengan stasiun yang lain. Sedangkan di Stasiun
Terlindung II 3 koloni karang rekrut Acropora.
Selain Acropora juga ditemukan genus Porites. Stasiun Terpapar I
memiliki 17 koloni karang rekrut Porites dan merupakan jumlah terbanyak, 11
koloni karang rekrut Porites pada Stasiun Terlindung I, pada Stasiun Terpapar II
ditemukan 4 koloni karang rekrut Porites dan pada Stasiun Terlindung II
ditemukan sebanyak 6 koloni karang rekrut Porites.
Proses rekrutmen berperan dalam penambahan individu-individu baru ke
dalam populasi dewasa sehingga eksistensi dan keberlanjutan populasi dapat
dipertahankan dan berlangsung secara terus-menerus (Erwin et al. 2008).
Menurut Edmunds (2008), rekrutmen karang ditandai dengan kemunculan kolonikoloni karang yang masih muda (juvenil).
Rekrutmen Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Lifeform)
Bentuk pertumbuhan pada karang rekrut genus Acropora yang ditemukan
di Stasiun penelitian seluruhnya adalah tabulate, branching, digitate dan
encrusting. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang rekrut Acropora dapat
dilihat pada Gambar 5.

8

Jumlah Koloni Karang Rekrut
(koloni)

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

9

6 6
5

Tabulate
Branching
Digitate
Encrusting

6

5
4
3 3

3
2

2
1

1

1

0
Terpapar I

Terlindung I

Terpapar II

Terlindung II

Stasiun Tempat Penelitian

Gambar 5 Jumlah Koloni Karang Rekrut Lifeform Acropora di tiap Stasiun
Tempat Penelitian
Karang rekrut dengan pertumbuhan tabulate ditemukan dengan jumlah
total 22 koloni. Sebanyak 9 koloni ditemukan di Stasiun Terpapar I, di Stasiun
Terlindung I ditemukan 2 koloni, 5 koloni pada Stasiun Terpapar II dan di Stasiun
Terlindung II ditemukan 6 koloni. Acropora branching hanya ditemukan di
Stasiun Terpapar I, Stasiun Terpapar II dan Stasiun Terlindung II dengan jumlah
total 4 koloni, sedangkan di Stasiun Terlindung I tidak ditemukan. Sebanyak 1
koloni ditemukan di Stasiun Terpapar I dan Stasiun Terlindung II, sedangkan di
Stasiun Terpapar II ditemukan 2 koloni. Bentuk pertumbuhan digitate ditemukan
dengan jumlah total 16 koloni. Sebanyak 3 koloni ditemukan di Stasiun Terpapar
I, di Stasiun Terlindung I ditemukan 4 koloni, 6 koloni pada Stasiun Terpapar II
dan di Stasiun Terlindung II ditemukan 3 koloni. Karang encrusting merupakan
bentuk awal pertumbuhan karang Acropora. Jumlah total bentuk pertumbuhan ini
adalah 15 koloni, yang terdiri atas 5 koloni di Stasiun Terpapar I, 1 koloni di
Stasiun Terlindung I, 6 koloni di Stasiun Terpapar II dan 3 koloni ditemukan di
Stasiun Terlindung II. Bentuk pertumbuhan yang dapat ditemui di seluruh stasiun
adalah tabulate, digitate dan encrusting. Bentuk pertumbuhan yang jumlah
koloninya paling banyak adalah tabulate dan ditemukan di Stasiun Terpapar I,
sedangkan yang jumlah koloninya paling sedikit adalah branching dan ditemukan
di Stasiun Terlindung I. Hal ini disebabkan oleh bentuk percabangan dan
pertumbuhan yang ramping umumnya terdapat pada Stasiun dengan energi
gelombang yang rendah.
Bentuk pertumbuhan pada karang genus Porites yang ditemukan adalah
sub massive dan massive. Bentuk pertumbuhan sub massive pada Stasiun Terpapar
I adalah 1 koloni, pada Stasiun Terlindung I terdapat 8 koloni, di Stasiun Terpapar
II terdapat 4 koloni dan di Stasiun Terlindung II terdapat 6 koloni. Jumlah total
karang rekrut genus Porites dengan bentuk sub massive dari seluruh stasiun
adalah 19 koloni. Porites massive ditemukan 16 koloni di Stasiun Terpapar I dan 3
koloni di Stasiun Terlindung I dengan jumlah total 19 koloni. Kedua bentuk

9

pertumbuhan ini memiliki jumlah total koloni yang sama. Grafik sebaran bentuk
pertumbuhan karang Porites dapat dilihat pada Gambar 6.

Jumlah Koloni Karang Rekrut
(koloni)

18

16

16

Sub massive
Massive

14
12
10

8

8

6

6
3

4
2

1

4

0

0

0
Terpapar I

Terlindung I

Terpapar II

Terlindung II

Stasiun Tempat Penelitian

Gambar 6 Jumlah Koloni Karang Rekrut Lifeform Porites di tiap Stasiun Tempat
Penelitian
Menurut English et al. (1997), bentuk pertumbuhan karang terbagi
menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Acropora, bentuk ini terdiri atas bentuk branching (bercabang seperti ranting),
encrusting (bentuk merayap, seperti Acropora yang belum sempurna),
submassive (bercabang lempeng dan kokoh), digitate (percabangan rapat
seperti jari tangan) dan tabular (percabangan arah mendatar).
2. Non-acropora, bentuk ini terdiri atas bentuk branching (bercabang seperti
ranting pohon), encrusting (merayap, menempel pada substrat), foliose
(menyerupai lembaran), massive (seperti batu besar), submassive (kokoh
dengan tonjolan), mushroom (seperti jamur), millepora (semua jenis karang
api, warna kuning di ujung koloni) dan heliopora (karang biru, adanya warna
biru pada skeleton).
Menurut Veron (1995), setiap jenis karang mempunyai respon yang
spesifik terhadap karakteristik lingkungannya. Faktor lingkungan, seperti
kedalaman, kuat arus dan gelombang dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan
karang. Bentuk pertumbuhan karang batu umumnya merupakan refleksi dari
kondisi lingkungan di sekitarnya, contohnya spesies karang dengan bentuk
percabangan dan pertumbuhan yang ramping umumnya terdapat pada stasiun
dengan energi gelombang yang rendah (Riegl et al. 1996).
Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter
Karang rekrut yang sudah diketahui nilai luasnya dikelompokkan
berdasarkan rentang nilai seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.

10

Tabel 3 Kisaran luas koloni karang rekrut Acropora dan Porites
Kisaran Luas
Koloni
(cm2)

Terpapar I

Terlindung I

Terpapar II

Terlindung II

Acropora

Porites

Acropora

Porites

Acropora

Porites

Acropora

Porites

1
6
1
1
0
3
1
0
5

2
3
3
3
1
0
3
1
1

1
0
1
0
2
0
0
1
2

3
5
1
0
1
0
1
0
0

5
6
0
1
0
3
1
3
0

0
2
1
0
1
0
0
0
0

0
2
1
3
3
0
1
0
3

1
3
1
1
0
0
0
0
0

0-25
25-50
50-75
75-100
100-125
125-150
150-175
175-200
>200

Jumlah

13
27
9
9
8
6
7
5
11

Kisaran luas koloni karang rekrut yang paling umum adalah 25–50 cm2,
yang teramati pada 27 koloni karang rekrut, sedangkan kisaran luas koloni yang
paling sedikit adalah 175–200 cm2 (Tabel 3). Merujuk pada jumlah koloni karang
rekrut yang terbanyak, dapat diduga bahwa ada satu periode pemijahan larva
karang yang berdekatan untuk jenis Acropora dan Porites. Di sisi lain, keberadaan
koloni karang rekrut Acropora pada masing-masing kisaran luas mengindikasikan
kemungkinan produksi larva karang yang berlangsung secara sekuensial tiap
bulannya. Gambar 7 menunjukkan rata-rata luas koloni karang rekrut untuk tiap
spesies di masing-masing stasiun. Dapat diketahui bahwa Stasiun Terpapar I
memiliki luas koloni karang rekrut Porites yang terbesar, sedangkan untuk
Acropora hal tersebut dijumpai di Stasiun Terlindung (I dan II).
Rata-rata Luas Karang (Cm2)

400.00
350.00
300.00
250.00

Terpapar 1

200.00

Terlindung 1

150.00

Terpapar II

100.00

Terlindung II

50.00
0.00
Acropora

Porites
Genus Karang

Gambar 7 Rata-rata luas karang rekrut Acropora dan Porites di tiap Stasiun
Tempat Penelitian

11

Tabel 4 Kisaran diameter karang rekrut Acropora dan Porites
Kisaran
Diameter
Karang
(cm)

Terpapar I

Terlindung I

Terpapar II

Terlindung II

Acropora

Porites

Acropora

Porites

Acropora

Porites

Acropora

Porites

0
0
2
6
1
2
3
4

0
0
4
2
5
1
3
2

0
0
1
1
1
1
1
2

0
2
4
2
1
1
0
0

1
2
4
4
0
4
3
1

0
0
1
2
1
0
0
0

0
0
1
2
4
2
2
3

0
0
1
4
1
0
0
0

0-3
3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
18-21
>21

Jumlah

1
4
18
23
14
11
12
12

Rata-rata Diameter Karang
(cm)

Kisaran diameter karang rekrut yang paling umum adalah 9-12 cm, yang
teramati pada 23 koloni karang rekrut, sedangkan kisaran diameter koloni yang
paling sedikit adalah 0-3 cm (Tabel 4). Gambar 8 menunjukkan rata-rata diameter
koloni karang rekrut untuk tiap spesies di masing-masing stasiun. Rataan diameter
koloni terbesar pada genus Acropora terdapat di Stasiun Terpapar II (12 cm),
sedangkan genus Porites terdapat di Stasiun Terpapar I (14 cm).
30.00
25.00
20.00

Terpapar 1

15.00

Terlindung 1

10.00

Terpapar II

5.00

Terlindung II

0.00
Acropora

Porites
Genus Karang

Gambar 8 Rata-rata diameter karang rekrut Acropora dan Porites di tiap Stasiun
Tempat Penelitian
Kesehatan Karang
Nilai maksimum hasil pengukuran kesehatan karang adalah 6 dan nilai
minimumnya 1 dari skala 0-6. Rata-rata kesehatan fragmen karang di seluruh
stasiun tempat penelitian didominasi oleh kisaran nilai 2-3. Kondisi kesehatan
karang di Stasiun Terpapar I dan Stasiun Terlindung I terbilang baik karena
didominasi oleh nilai 6 dengan jumlah 11 koloni karang pada Stasiun Terpapar I
dan 10 koloni karang pada Stasiun Terlindung I. Namun ada juga karang yang
memiliki nilai 3 dengan jumlah 8 koloni karang pada Stasiun Terpapar I dan 5
koloni karang pada Stasiun Terlindung I. Hal ini berarti di Stasiun Terpapar I dan
Stasiun Terlindung I terdapat karang yang kurang sehat dan berpotensi terjadi
bleaching. Karang yang berada di Stasiun Terpapar II didominasi oleh nilai 3
dengan jumlah 13 koloni karang. Hal ini menunjukan bahwa karang berada dalam
kondisi yang kurang sehat. Pada Stasiun Terpapar II adapula karang yang sehat
karena memiliki nilai 6 dengan jumlah 6 koloni karang. Kondisi karang pada
Stasiun Telindung II didominasi oleh nilai 3 dan 6 dengan jumlah masing-masing

12

9 koloni karang, artinya di stasiun ini tersebar merata karang yang kurang sehat
dan sehat hal ini dibuktikan dengan kondisi diseluruh stasiun penelitian
mempunyai suhu berkisar antara 30–32 °C dimana suhu tersebut berada pada
kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan karang, kandungan nitrat pada keempat
stasiun tempat penelitian berkisar antara 0,213–0,455 mg/l. Nilai tersebut berada
di atas kisaran baku mutu yaitu 0,008 mg/l yang berarti nilai yang optimum bagi
pertumbuhan karang rekrut, berbeda halnya dengan yang kurang sehat disebabkan
oleh adanya peningkatan nutrien di perairan dapat meningkatkan pertumbuhan
makro alga, sehingga menimbulkan penyakit pada karang. Pertumbuhan
makroalga yang cepat akan menjadi kompetitor ruang bagi pertumbuhan karang.
Kemudian secara dominan karang rekrut yang terdapat di semua stasiun penelitian
menempel pada bagian tengah dari breakwater dengan rata-rata jarak dari dasar
perairan adalah lebih dari 10 cm2 dan Data kesehatan karang seluruh stasiun dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Menurut Siebeck et al. (2008), nilai 0-2 dari hasil pengukuran menggunakan
skala warna menunjukan bahwa fragmen karang kritis dan mulai terjadi
bleaching. Nilai 3-4 menunjukan kondisi karang yang kurang sehat, sedangkan
nilai 5-6 berarti karang berada pada kondisi sehat.

Gambar 9 Teknik pembacaan nilai kesehatan karang (tanda panah)
Kepadatan Karang
Nilai kepadatan pada Stasiun Terpapar I adalah 0,22 koloni/m2, di Stasiun
Terlindung I nilainya 0,11 koloni/m2, di Stasiun Terpapar II nilainya 0,13
koloni/m2 dan di Stasiun Terlindung II nilainya 0,11 koloni/m2 (Tabel 5). Nilai
kepadatan karang di Stasiun Terpapar I adalah yang paling besar dibandingkan
ketiga Stasiun lainnya, sedangkan nilai kepadatan yang paling rendah adalah pada
Stasiun Terlindung I. Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai
standar untuk mengukur tingkat rekrutmen karang pada suatu tempat. Nilai
kepadatan di Stasiun tempat penelitian masih terbilang rendah (Engelhardt 2000).
Nilai kepadatan yang rendah tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat
rekrutmen di seluruh stasiun disebabkan oleh semakin banyak jumlah koloni
karang maka akan menambah nilai kepadatan karang akan tetepi luas permukaan
substrat pada Stasiun penelitian akan berkurang. Akan tetapi, permukaan substrat
yang masih luas dapat menyebabkan tingkat rekrutmen meningkat. Menurut
Connell et al. (1997), terdapat korelasi positif antara jumlah karang rekrut dengan
luas permukaan substrat yang kosong dan tersedia.

13

Tabel 5 Kepadatan karang rekrut di seluruh Stasiun tempat penelitian
Keterangan
Jumlah Batu
Luas Permukaan
Batu (m2)
Luas Permukaan
Total (m2)
Kepadatan
(koloni/m2)

Stasiun
Terpapar I
262
0,58±0,05

Stasiun
Terlindung I
279
0,58±0,05

Stasiun
Terpapar II
300
0,58±0,05

Stasiun
Terlindung II
272
0,58±0,05

153,32

163,27

175,56

159,17

0,22

0,11

0,13

0,11

Biota Bentik Lainnya
Permukaan batu yang menjadi tempat menempel karang tidak hanya
ditempeli oleh karang saja, namun terdapat biota lain yang menempel dan dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup karang. Biota penempel lain yang ditemukan
adalah bulu babi (Diadema sp.), anemon pasir (Heteractis malu), ikan
(Pomacentridae) dan Crustaceae (Gambar 10).
Keberadaan hewan-hewan perumput (grazer) seperti bulu babi (Diadema
sp.) dapat memfasilitasi penempelan larva dan meningkatkan tingkat rekrutmen
karang (Harrison and Wallace 1990). Namun perumputan yang intensif dapat
menghancurkan karang rekrut yang hidup diantara alga tersebut. Karang rekrut
juga mengalami kerusakan dan terluka akibat pemangsaan oleh ikan dan bulu babi
(Engelhardt 2000). Tutupan tubuh anemon pasir (Heteractis malu) dapat
menghambat penempelan larva karang rekrut atau menurunkan kelulusan hidup
karang rekrut karena kompetisi ruang.

Gambar 10 Biota bentik lainnya; (A) Bulu babi (Diadema sp.); (B) Anemon pasir
(Heteractis malu); (C) Ikan Black Tail Sergeant/Abudefduf lorenzi
(Pomacentridae) dan Crustaceae

14

Kondisi Wilayah Penelitian
Substrat batu berada berdekatan dengan rumah makan Nusa Resto dan
juga pabrik industri Ikan Bandeng. Kondisi fisik dan kimia perairan sekitar dapat
dipengaruhi oleh aktivitas dari tempat-tampat tersebut. Kondisi area sangat
mempengaruhi pertumbuhan ekosistem karang, sehingga pada area yang banyak
terjadi ancaman akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan karang (Richmond
and Hunter 1990).
Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian
Suhu di keempat Stasiun berkisar antara 30–32 °C, suhu tersebut berada
pada kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan karang. Suhu yang optimal bagi
pertumbuhan biota karang yaitu berkisar antara 25–32 °C (Sorokin 1993; Veron
1995; Nybakken 1992). Kebanyakan karang kehilangan kemampuan menangkap
makanan pada suhu lebih dari 33,5 °C dan kurang dari 16 °C (Mayor 1915 dalam
Supriharyono 2007). Peningkatan suhu perairan akan meningkatkan kerusakan
dan kematian terumbu karang (Bramanti et al. 2005). Menurut Bengen (2002),
terumbu karang ditemukan di perairan dangkal daerah tropis dengan suhu perairan
rata-rata tahunan lebih dari 18 °C.
Kedalaman di keempat Stasiun berada dalam kisaran 70–98 cm, yang
berarti bahwa stasiun tempat penelitian masih berada pada kedalaman optimal.
Kedalaman yang optimal bagi perkembangan karang yaitu kurang dari 25 m
(Bengen 2002). Nilai kecerahan di seluruh stasiuntempat penelitian memiliki nilai
yang sama yaitu 100%. Hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang
terlihat jelas. Nilai kecerahan 100% dapat disebabkan oleh kedalaman yang relatif
dangkal yaitu antara 70-98 cm sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat
menembus hingga dasar perairan. Salah satu faktor fisik lingkungan yang
berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah perairan yang cerah,
bergelombang besar dan bebas dari sedimen. Kecerahan dapat mempengaruhi
masuknya cahaya pada wilayah perairan, cahaya yang masuk dapat digunakan
untuk proses fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya yang
masuk dalam kolom perairan mengakibatkan semakin rendah laju fotosintesis
(Bengen 2002). Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 2013
Stasiun

Suhu (°C)

Kedalaman (cm)

Kecerahan (%)

Terpapar I

31

98

100

Terlindung I

32

87

100

Terpapar II
Terlindung II

30
31

70
84

100
100

Kondisi arus di Stasiun Terpapar dinamis, namun di stasiun terlindung
cenderung stagnan atau statis. Kondisi tersebut biasanya kurang disukai oleh
karang yang membutuhkan arus yang cukup untuk distribusi nutrien, larva dan
sedimen serta untuk membersihkan kotoran dan sampah (Veron 1995). Menurut

15

Dahuri (2003), arus dan sirkulasi air berperan dalam proses sedimentasi. Sedimen
dari partikel lumpur padat yang dibawa oleh aliran permukaan (surface run off)
akibat erosi menutupi permukaan terumbu karang. Sehingga tidak hanya
berdampak negatif terhadap hewan karang, tetapi juga terhadap biota yang hidup
berasosiasi dengan habitat tersebut.
Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian
Kandungan nitrat pada keempat stasiun tempat penelitian berkisar 0,213
mg/l. Nilai tersebut berada di atas kisaran baku mutu yaitu 0,008 mg/l (Kepmen
LH No. 51 Tahun 2004). Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan. Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan alga (Effendi 2003). Peningkatan nutrien di
perairan dapat meningkatkan pertumbuhan makro alga, sehingga menimbulkan
penyakit pada karang. Pertumbuhan makroalga yang cepat akan menjadi
kompetitor ruang bagi pertumbuhan karang (MacDonald dan Perry 2003).
Nilai orthofosfat yang diperoleh adalah berkisar 0,337 mg/l. Nilai tersebut
berada di atas kisaran baku mutu yaitu 0,015 mg/l (Kepmen LH No. 51 Tahun
2004). Orthofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan aquatik. Fosfor total menggambarkan total fosfor baik
berupa partikulat maupun terlarut, organik dan anorganik dalam bentuk
orthofosfat (Effendi 2003). Keberadaan fosfor dan nitrogen di perairan memiliki
peran penting sebagai nutrien bagi ekosistem terumbu karang. Keberadaan fosfor
dan nitrogen yang berlebihan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga
(Partini 2009).
Kadar amonia keempat Stasiun berkisar 0,125 mg/l. Hal ini berarti kadar
amonia di Stasiun Terpapar I, Stasiun Terpapar II dan Stasiun Terlindung II masih
berada dibawah kisaran baku mutu, sedangkan di Stasiun Terlindung I kadar
amonia berada diatas kisaran baku mutu yaitu 0,316. Kadar amonia yang optimal
bagi pertumbuhan karang adalah 0,3 mg/l (Kepmen LH No. 51 Tahun 2004).
Amonia adalah salah satu bentuk nitrogen anorganik lainnya selain nitrat dan
fosfat. Amonia di perairan berasal dari proses pemecahan nitrogen anorganik oleh
mikroba dan jamur. Selain itu, juga berasal dari hasil ekskresi zooplankton dan
ikan. Amonia akan bersifat racun apabila tidak terionisasi dan tingkat racun
tersebut berlebihan seiring dengan penurunan kadar oksigen, derajat keasaman
dan suhu (Effendi 2003).
Parameter pH menunjukkan nilai yang berada pada kisaran yang cukup
aman untuk kelangsungan hidup biota yaitu 7–8. Berdasarkan Kepmen LH No. 51
Tahun 2004, kisaran pH yang optimal adalah 7–8,5. Salinitas di stasiun penelitian
berkisar antara 30–32 ppt. Hal ini berarti nilai tersebut masih berada dalam batas
toleransi hidup karang. Menurut Dahuri (2003) bahwa umumnya karang tumbuh
dengan baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas 30–35 ppt. Meskipun karang
mampu bertahan pada salinitas kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi kurang
baik bila dibandingkan pada salinitas normal. Kondisi kimia perairan Gosong
Pramuka secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.

16

Tabel 7 Kondisi kimia perairan Gosong Pramuka 2013
Nitrat
(mg/l)

Orthofosfat
(mg/l)

Amonia
(mg/l)

pH

Salinitas
(ppt)

Terpapar I

0,213

0,337

0,125

7

31

Terlindung I

0,284

0,143

0,316

8

32

Terpapar II
Terlindung II

0,359
0,224

0,172
0,753

0,065
0,096

7

30

8

32

Stasiun

Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan unuk mengkaji lebih jauh hubungan antara
beberapa variabel karang rekrut dan parameter lingkungan perairan. Gambar 11
menunjukkan hasil analisis korespondensi antara karang rekrut dengan beberapa
faktor lingkungan yang memengaruhinya. Variabel karang rekrut yang diteliti
adalah genus, luas rata-rata dan diameter rata-rata sedangkan variabel lingkungan
yang ditinjau adalah kedalaman, salinitas, pH, suhu dan orthofosfat.
Faktor 1 yang bernilai 51,94% dan Faktor 2 (31,41%) menunjukkan berapa
besar pengaruh antara satu variabel dengan variabel lain di dalam dimensi faktor
yang sama.
Setiap parameter saling berkaitan, genus Porites sangat dipengaruhi oleh
kedalaman, salinitas, pH, suhu sedangkan genus Acropora dipengaruhi oleh jarak
dari dasar. Luas dan diameter rata-rata sangat berkaitan erat dengan orthofosfat.

Gambar 11 Hubungan antara karang rekrut dengan parameter lingkungan

17

Gambar 12 Hubungan antara diameter dan luas koloni karang rekrut genus
Acropora dan Porites
Gambar 12 menunjukkan hubungan antara diameter dan luas koloni
karang rekrut, baik untuk Acropora maupun Porites yang dinyatakan dalam
analisis regresi linier. Hubungan antara diameter terhadap luas koloni karang
bersifat positif, yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai diameter maka luas
koloni karang juga semakin besar. Koefisien determinasi (R2) yang tinggi untuk
kedua persamaan tersebut, yaitu 0,881 untuk Acropora dan 0,847 untuk Porites,
menunjukkan bahwa diameter sangat erat memengaruhi luas koloni karang rekrut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rekrutmen karang yang menempel pada substrat batu di Gosong Pramuka
untuk bulan Juni 2013 didominasi oleh Acropora dan Porites. Adapun tipe
lifeform untuk karang rekrut Acropora adalah tabulate, digitate, encrusting,
sedangkan Porites adalah submassive dan massive. Kisaran luas karang rekrut
adalah 25-50 cm2 dan kisaran diameter karang rekrut 9-12 cm, faktor yang paling
mempengaruhi penempelan karang genus Porites adalah Kedalaman, Salinitas,
pH dan Suhu, sedangkan genus Acropora lebih dipengaruhi oleh Jarak dari dasar.
Saran
Terkait dengan kondisi fisik dan kimia lingkungan yang terpengaruh oleh
adanya aktivitas masyarakat di sekitar meliputi adanya karamba dan industri,
perlu dilakukan pengamatan pertumbuhan, mortalitas dan karang rekrut baru pada
periode yang berbeda.

18

DAFTAR PUSTAKA
Abrar M. 2011. Coral Recruitment, Survival and Growth of Coral Species at Pari
Island, Thousand Islands, Jakarta : A Case Study of Coral Resilience. J. of
Indonesia Coral Reefs. 1(1) (2011) 7-14
Babcock RC, Mundy CP. 1996. Coral recruitment: consequences of settlement
choice for early growth and survivorship of two scleractinians. J. Exp. Mar.
Biol. Ecol (206): 179-201.
Bengen DG. 2002. Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya [Sinopsis]. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bramanti L, Magagnini G, Maio LD, Santangelo. 2005. Recruitment, early
survival and growth of the Mediterranean red coral Corallium rubrum
(L1758), a 4-year study. Department of Ethology, Ecology and Evolution,
University of Pisa, Italy. Journal of Experimental Marine Biology and
Ecology 314: 69-78. [Januari 2014].
Connell JH, Hughes TP, Wallace CC. 1997. A 30-year study of coral abundance,
recruitment, and disturbance at several scales in space and time.Ecological
Monographs. Vol. 67: 461-488. [Desember 2013].
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dzikrie N. 2012. Rekruitmen Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka,
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Edmunds PJ. 2008. Biology of early life stage of tropical reef corals in Coral
reefs, Marine Ecology and Oceans: John Bruno (rev). In: Birkeland C (eds).
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Engelhardt U. 2000. Monitoring protocol for assessing the status and recovery
potential of scleractinian coral communities on reefs affected by major
ecological disturbances. www.mcss/sc/coral. [Agustus 2013].
English S, Wilkinson, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine
Resources.Ed. Ke-2. Australia Institute of Marine Science.
Erwin PM, Song B, Szmant AS. 2008. Settlement behavior of Acropora palmat
planulae: Effects of biofilm age and crustose coralline algal cover.
Proceedings of the 11 th International Coral Reef Symposium. Ft Lauderdale
Florida, 7-11 July 2008.
Estradivari MS, Nugroho S, Safran Y, Silvanita T. 2007. Terumbu Karang
Jakarta: Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu
(2004-2005). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta. 87
pp.
Harrison RL, Wallace CC. 1990. Reproduction, dispersal and recruitment of
scleractinian corals. In: Ecosystem of the world. Z. Dubinsky (Ed). Elsevier,
Amsterdam: 133-207.

19

MacDonald IA, Perry CT. 2003. Biological Degradation of Coral Framework in
Turbid Lagoon Environment, Discovery Bay, North Jamaica. Coral Reefs
(22): 523-535.
[KEPMENLH]. 2004. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Nomor 51
Tahun 2004 tentang Nilai Baku Mutu Air laut untuk Biota Laut.
Moulding AL. 2005. Coral Recruitment Patterns in The Florida Keys. Revista de
Biologia Tropical. Vol 53 (1): 75-82. [Agustus 2013].
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Obura D, Grimsditch G. 2009. Resilience assessment of coral reefs: Rapid
assessment protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal
stress. IUCN. Gland. Switzerland. 70 pp.
Partini. 2009. Efek Sedimentasi terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur
Kabupaten Bintan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati F. 2009. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Pulau Sekati
dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu Jakarta [Tesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Richmond RH, Hunter CL. 1990. Reproduction and recruitment of corals:
comparisons among the Caribbean, the Tropical Pacific, and the Red sea.
Marine Laboratory, University of Guam, Mangilao, USA.Marine Ecology
Progress Series. Vol.60: 185-203. [Januari 2014].
Riegl B, Heine C, Branch GM. 1996. Function of Funnel-Shaped Coral Growth in
A High Sedimentation Environment. Marine Ecology Progress Series (145):
87-93. [September 2013].
Siebeck UE, Logan D, Marshall NJ. 2008. Coral Watch–a flexible coral bleaching
monitoring tool for you and your group. Proceedings of the 11th
International Coral Reef Symposium, Ft. Lauderdale, Florida Session
number 16. Sensory Neurobiology Group, School of Biomedical Sciences,
University of Queensland, Brisbane, Australia. [Agustus 2013].
Sorokin YI. 1993. Coral Reef Ecology. Ecological Studies 102. Springer-Verlag.
Berlin. 465 pp.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir
dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
UNESCO. 1997. The missing island of Pulau Seribu (Indonesia).
www.unesco.org./csi/act. [Agustus 2013].
Veron JEN. 1995. Corals in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
TheSclerectinia. Sidney (AU): UNSW Press. 75 pp.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

21

Lampiran 2 Pengolahan Data Foto Menggunakan Software Image Jv. 1. 46
1. Contoh Tampilan Penentuan Skala

2. Contoh Tampilan Hasil Pengukuran Luas dan Diameter

22

Lampiran 3 Lembar Kerja Hasil Penelitian
1. StasiunTerpapar I

Kode
Karang
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7

Genus
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Acropora
Porites
Porites
Porites
Porites
Porites
Porites
Porites

Lifeform
Tabulate
Tabulate
Digitate
Encrusting
Branching
Tabulate
Tabulate
Tabulate
Tabulate
Tabulate
Encrusting
Tabulate
Tabulate
Digitate
Digitate
Encrusting
Encrusting
Encrusting
Massive
Massive
Massive
Massive
Massive
Massive
Massive

Posisi
Breakwater
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tepi Kiri
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah

Jarak Dari
Dasar (cm)
20,5
22
15,5
10
33
24
31
4
21
5
9
11
3
7
5
8
15