Rekrutmen dan Kesehatan Karang (Scleractinia) pada Substrat Batu di Perairan Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

REKRUTMEN DAN KESEHATAN KARANG (Sceleractinia) PADA
SUBSTRAT BATU DI PERAIRAN GOSONG PRAMUKA, KEPULAUAN
SERIBU, DKI JAKARTA

NISA NURIL HUDHAYANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rekrutmen dan
Kesehatan Karang (Scleractinia) pada Substrat Batu di Perairan Gosong Pramuka,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Nisa Nuril Hudhayani
NIM C54100014

ABSTRAK
NISA NURIL HUDHAYANI. Rekrutmen dan Kesehatan Karang (Scleractinia)
pada Substrat Batu di Perairan Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Dibimbing oleh BEGINER SUBHAN dan HAWIS H. MADDUPPA.
Rekrutmen karang merupakan proses dan peristiwa kemunculan individuindividu karang muda yang dihasilkan melalui reproduksi, kemudian menempel
pada substrat dan menjadi bagian dari komunitas terumbu. Keberadaan substrat
batu di sekeliling Gosong Pramuka dapat dijadikan habitat untuk penempelan
larva karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rekrutmen karang
berdasarkan genus, bentuk pertumbuhan, variasi ukuran, kepadatan, dan kesehatan
karang rekrut yang terdapat di bagian terlindung maupun bagian yang tidak
terlindung pada substrat batu di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Juni 2014 bertempat di Gosong
Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta yang terdiri atas empat stasiun : STP 1,
STP 2, STL 1, dan STL 2. Setiap karang rekrut difoto secara tegak lurus
menggunakan kamera bawah air dengan pengaturan makro, setelah itu
diidentifikasi genus, bentuk pertumbuhan, variasi ukuran, kepadatan, dan
kesehatannya. Pengolahan foto karang rekrut menggunakan perangkat lunak
Image J untuk mendapatkan ukuran dimeter dan luas karang. Genus yang
ditemukan pada stasiun penelitian ialah Porites, Acropora, Goniastrea,
Montipora, Pavona, Caulastrea, Favia, dan Pocillopora. Bentuk pertumbuhan
terdiri dari Acropora (encrusting, branching, dan tabulate) dan non Acropora
(encrusting, submassive, massive, branching, dan foliose). Rata-rata diameter
karang rekrut baik yang hidup maupun yang mati (DCA) ialah 6-10 cm termasuk
kategori kecil dan rata-rata luas karang rekrut adalah 0-25 cm². Kesehatan karang
rekrut berdasarkan CoralWatch tergolong baik. Adapun gangguan kesehatan yang
ditemukan ialah sedimentasi, white plague, growth anomaly, competition
overgrowth,dan focal bleaching.
Kata kunci: CoralWatch, gosong Pramuka, karang, rekrutmen

ABSTRACT
NISA NURIL HUDHAYANI. Recruitment and Coral Health (Scleractinia) on

the Concrete Blocks at Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Supervised by BEGINER SUBHAN and HAWIS H MADDUPPA.
Coral recruitment is a process by drifting planulae (tiny coral larvae)
attach on the hard substrate and establish themselves as member of the reef
community. The existence of the concrete blocks around Gosong Pramuka could
be used as habitat for coral larvae settlement. The objective of this research was
to examine the coral recruitment by identification of genus, lifeform, size
variation, density, and coral health at exposed and unexposed part of the concrete
blocks in Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. This research was
conducted from April to June 2014 in Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta consisted of four stations: two at exposed and two at unexposed. Coral
recruits were taken by underwater camera, identified based on genus and lifeform.
Coral health was identified by Coral Watch. Photo processing of coral recruits
using Image J software to obtained diameter and the area of coral. A total of eight
genera were observed (Porites, Acropora, Goniastrea, Montipora, Pavona,
Caulastrea, Favia, and Pocillopora). Lifeform consisted of Acropora (encrusting,
branching, and tabulate) and non-Acropora (encrusting, submassive, massive,
branching and foliose). The average diameter of coral recruits was ranged
between 6-10 cm included of small category and the average area of coral recruits
was ranged between 0-25 cm². Densities of coral recruits were 68,6 colony/cm²

(exposed 1), 23,1 colony/cm² (exposed 2), 7,3 colony/cm² (unexposed 1), and 9,6
colony/cm² (unexposed 2). Most of coral recruits were in healthy condition. A
total of five diseases were found at study sites (sedimentation, white plague,
growth anomalies, overgrowth competition, and focal bleaching). This results
showed that the number of coral colonies on the exposed location was higher than
on the unexposed location.
Keywords: Coral, coral watch, gosong Pramuka, recruitment

REKRUTMEN DAN KESEHATAN KARANG (Sceleractinia)
PADA SUBSTRAT BATU DI PERAIRAN GOSONG PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

NISA NURIL HUDHAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Rekrutmen dan Kesehatan Karang (Scleractinia) pada Substrat
Batu di Perairan Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta.
Nama
: Nisa Nuril Hudhayani
NIM
: C54100014

Disetujui oleh

Beginer Subhan, S.Pi, M.Si
Pembimbing 1

Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan
skripsi dengan lancar. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April
hingga Juni 2014 ini ialah Rekrutmen dan Kesehatan Karang (Scleractinia) pada
Substrat Batu di Perairan Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada :
1.
Beginer Subhan SPi, MSi selaku dosen pembimbing pertama dan Dr.
Hawis H Madduppa SPi, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis dalam

pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
2.
Dr. Ir. Mujijat Kawaroe, M.Si selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah
memberikan arahan, saran, dan nasihat.
2.
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan.
3.
Dr. Ir. Nyoman Metta N Natih, MSi selaku pembimbing akademik atas
saran dan masukannya selama masa studi.
4.
Kedua orang tua dan kakak atas dukungan doa, perhatian, dan kasih
sayangnya.
5.
Muhammad Ramadhany dan Lucia Pamungkasih Santoso atas bantuan dan
dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.
6.
Keluarga ITK 47 atas segala dukungan, bantuan, dan kebersamaannya
selama masa studi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan evaluasi diri.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Nisa Nuril Hudhayani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian
Rekrutmen Karang berdasarkan Genus
Rekrutmen Karang berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Lifeform)
Rekrutmen Karang berdasarkan Variasi Ukuran

Kepadatan Karang
Kesehatan Karang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2
3
4
6
6
8
11
13

16
16
18
18
18
18
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Fungsi alat dan bahan yang digunakan
Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 2014

Kondisi kimia perairan Gosong Pramuka 2014
Pengukuran diameter karang rekrut
Diameter karang rekrut di seluruh stasiun
Pengukuran luas karang rekrut
Luas karang rekrut di seluruh stasiun
Kepadatan karang di Gosong Pramuka 2014

3
7
8
14
14
15
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu
DKI Jakarta
Substrat batu tempat menempelnya karang rekrut di Gosong Pramuka
Pengukuran koloni karang dengan teknik foto menggunakan penggaris
dan
Contoh tampilan penentuan skala pada Perangkat lunak Image J
Jumlah koloni karang rekrut berdasarkan genus di tiap stasiun
penelitian
Jumlah koloni karang rekrut lifeform Acropora di tiap stasiun
penelitian
Jumlah koloni karang rekrut lifeform non Acropora di tiap stasiun
penelitian

2
3
4
5
9
11
112 12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Lembar kerja hasil penelitian
Diameter karang rekrut di seluruh stasiun
Luas karang rekrut di seluruh stasiun
Diameter dan luas DCA di seluruh stasiun
Pengolahan data perangkat lunak Image J
Gambar genus dan lifeform karang rekrut

22
29
30
30
31
32

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem laut tropis yang memiliki
produktivitas organik tinggi dan kaya akan keanekaragaman biota di dalamnya.
Terumbu karang sebagai ekosistem khas laut tropis yang terbuka dan kompleks
memiliki struktur, fungsi, keanekaragaman hayati, dan resiliensinya rentan
terhadap perubahan kualitas air dan biogeokimia serta aliran hidrologi (Hughes
1992). Bagi kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, terumbu karang
memiliki fungsi ekologis, sosial ekonomis, dan budaya yang sangat penting.
Ekosistem terumbu karang penting di perairan barat-utara pulau Jawa,
salah satunya ialah Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kepulauan Seribu memiliki
kepadatan penduduk sebesar 2.422 jiwa/km2 yang mendiami 11 pulau dari 105
pulau-pulau yang ada. Kehidupannya sangat bergantung pada ekosistem dan
sumber daya pesisir terutama terumbu karang. Kondisi terumbu karang di dunia,
termasuk di Kepulauan Seribu berada dalam kondisi rusak (Zikrie 2012).
Menurut Estradivari et al. (2007), beberapa pulau kecil di Kepulauan Seribu
dengan kondisi terumbu karang yang cenderung menurun dari waktu ke waktu
sejak tahun 2004-2005. Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh dua hal
yaitu aktivitas manusia dan faktor alami (Dahuri 2006). Intensitas polusi dan
sedimentasi yang tinggi telah menyebabkan kerusakan terumbu karang di
Kepulauan Seribu secara terus-menerus, terutama pada pulau-pulau kecil yang
berada dekat daratan utama (UNESCO 1997).
Melihat pentingnya peranan terumbu karang baik secara ekologi maupun
ekonomi, maka perlu dijaga kelestariannya. Beberapa upaya yang telah diterapkan
untuk rehabilitasi ekosistem terumbu karang, antara lain: artificial reef,
transplantasi karang dan ecoreef (Siregar 2012). Artificial reef atau terumbu
buatan merupakan suatu kerangka atau bangunan fisik yang sengaja
ditenggelamkan ke dalam perairan yang kurang produktif dan diharapkan dapat
berfungsi layaknya ekosistem terumbu karang. Upaya tersebut dapat digunakan
untuk melihat rekrutmen karang di suatu kawasan perairan. Rekrutmen menjadi
bagian penting dalam proses pembentukan, pertumbuhan, dan perkembangan
komunitas dalam suatu ekosistem terumbu karang di alam.
Keberadaan substrat batu yang terdapat di perairan Gosong Pramuka
dapat dijadikan area untuk proses rekrutmen karang. Menurut Zikrie (2012),
substrat batu di perairan Gosong Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat
yang baik untuk rekrutmen karang scleractinia, karena terbentuk dari kalsium
karbonat dan memiliki permukaan yang kompleks.
Proses rekrutmen karang diawali dengan penempelan larva planula setelah
melewati masa hidupnya sebagai larva planktonik. Larva planula yang telah
menempel, selanjutnya akan mengalami proses metamorfosis menjadi satu
individu hewan karang (polip). Individu tersebut akan terus-menerus tumbuh
menjadi banyak individu hewan karang melalui reproduksi aseksual pertunasan
(budding) (Richmon 1997). Proses rekrutmen berperan dalam penambahan
individu-individu baru ke dalam populasi dewasa sehingga eksistensi dan

2

keberlanjutan populasi dapat dipertahankan dan berlangsung secara terus-menerus
(Erwin et al. 2008).
Informasi mengenai status rekrutmen karang di kawasan pesisir sangat
penting untuk diketahui. Informasi tersebut dapat menunjukkan anakan karang
yang dapat hidup tumbuh dan berkembang di suatu perairan. Untuk itu, penelitian
rekrutmen karang perlu dilakukan untuk melihat eksistensi, distribusi, dan
kepadatan terumbu karang yang ada sebagai informasi potensi pemulihan karang
maupun keberlanjutan kehidupan biota karang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji rekrutmen karang berdasarkan genus,
bentuk pertumbuhan, variasi ukuran, kepadatan, dan kesehatan karang rekrut yang
terdapat di bagian terlindung maupun bagian yang tidak terlindung pada substrat
batu di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak April 2014 hingga Juni
2014 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan
koordinat 5o44’11”LS–5o44’18”LS dan 106o36’29”BT–106o36’41”BT. Lokasi
penelitian terbagi menjadi empat stasiun yang berbeda yaitu stasiun terpapar 1
(STP 1), stasiun terpapar 2 (STP 2), stasiun terlindung 1 (STL 1), dan stasiun
terlindung 2 (STL 2). Stasiun terpapar merupakan bagian permukaan substrat batu
yang secara langsung terkena ombak sedangkan stasiun terlindung tidak terkena
ombak secara langsung. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Substrat batu yang berfungsi sebagai breakwater atau batu pemecah
ombak yang mengelilingi rumah makan Nusa Resto tersebut dibuat pada tahun
2007 dan 2008. Substrat batu tempat karang rekrut menempel dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta

3

Gambar 2 Substrat batu tempat menempelnya karang rekrut di Gosong Pramuka
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat dasar
selam, Global Positioning System (GPS), kamera underwater, penggaris, botol
sampel, kertas newtop, alat tulis, refraktometer, thermometer, digital multimeter,
floating dredge, dan coral watch. Adapun bahan yang digunakan ialah aquades.
Fungsi alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Sampel air yang telah diperoleh dianalisa di laboratorium Produktivitas
Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, sehingga didapatkan kandungan
nitrat, amonia, dan orthofosfat.
Tabel 1 Fungsi alat dan bahan yang digunakan
Alat dan bahan
Fungsi
Alat dasar selam
Alat bantu selam
Global Positioning
Menunjukkan titik koordinat
System (GPS) 76CSX
pengambilan data
Kamera underwater
Dokumentasi sampel
Canon G12
Acuan pengolahan data
Penggaris
gambar
Botol sampel
Pengambilan sampel air
Kertas newtop
Media pencatatan data
Alat tulis
Mencatat data pengamatan
Refraktometer prisma
Alat pengukur salinitas
Water checker digital
Alat pengukur kualitas air
HI 8915
DO meter Lutron 5510
Alat pengukur DO
Floating dredge
Alat pengukur arus
Acuan indeks kesehatan
Coral watch
karang
Aquades
Kalibrasi alat

4

Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri atas persiapan alat dan bahan, pengamatan
karang rekrut, pengamatan kondisi lokasi penelitian dan pengolahan data, yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik. Pengamatan karang rekrut
meliputi identifikasi berdasarkan lifeform, genus, variasi ukuran, kesehatan
karang, kepadatan karang, dan identifikasi gangguan kesehatan karang.
Pengamatan kondisi lokasi penelitian terdiri atas pengukuran kualitas parameter
fisik meliputi pengukuran suhu, tingkat kecerahan, kedalaman, dan kecepatan arus
dan kualitas parameter kimia perairan meliputi pengukuran salinitas, derajat
keasaman, kandungan amonia, nitrat, dan orthofosfat. Selanjutnya, pengolahan
data menggunakan perangkat lunak Image J dilakukan untuk mencari dan
mengukur nilai luasan dan diameter karang rekrut berdasarkan foto sampel yang
telah didapatkan. Data yang telah diolah, kemudian ditampilkan dalam bentuk
grafik dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007.
Pengamatan karang rekrut
Data koloni karang rekrut pada permukaan batu diperoleh dari pengamatan
langsung dan pengambilan gambar menggunakan kamera underwater.
Pengamatan karang rekrut dilakukan dengan cara mengamati tiap substrat batu
dari awal hingga ujung dan mencatat tiap karang rekrut yang ditemukan. Setiap
karang rekrut yang polipnya terlihat secara kasat mata, baik yang masih hidup
maupun yang sudah mati, dihitung, dicatat, dan difoto dengan menggunakan
kamera underwater dengan pengaturan makro beserta penggaris sebagai acuan
ukuran. Teknik foto yang digunakan adalah karang difoto secara tegak lurus
bersamaan dengan penggaris disampingnya serta coralwatch untuk melihat indeks
kesehatan karang. Setelah karang rekrut difoto, hasilnya akan diidentifikasi
berdasarkan genus, lifeform, luas, dan diameternya.
Data kesehatan karang diperoleh dengan menggunakan coralwatch (grafik
kesehatan karang) yang akan dicocokkan dengan warna karang sebagai indikator
kesehatan karang (Siebeck et al. 2008). Foto karang rekrut diolah dengan
menggunakan perangkat lunak Image J untuk mendapatkan nilai luasan dan
diameter karang. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto menggunakan
penggaris dan grafik kesehatan karang dapat dilihat pada Gambar 3.

Koloni
Karang

Penggaris

Grafik Kesehatan Karang

Gambar 3 Pengukuran koloni karang dengan teknik foto menggunakan
penggaris dan grafik kesehatan karang

5

Pengukuran parameter lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur terdiri atas parameter fisika dan kimia.
Parameter fisika seperti suhu, kecerahan, kedalaman, dan kecepatan arus
dilakukan secara insitu. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan water
checker digital HI 8915 dalam tiga kali ulangan. Kecerahan perairan diukur
dengan menggunakan sechidisk yang ditenggelamkan ke dalam perairan,
kemudian diukur rata-rata antara kedalaman ketika sechidisk mulai tak terlihat
dengan kedalaman sechidisk terlihat ketika diangkat ke permukaan. Kecepatan
arus diukur dengan menggunakan floating dredge.
Parameter kimia seperti salinitas, derajat keasaman, dan oksigen terlarut
diukur secara insitu dengan menggunakan refraktometer, water checker digital HI
8915, dan DO meter dalam tiga kali ulangan. Adapun parameter lainnya seperti
amonia, nitrat, dan orthofosfat didapatkan melalui analisis di Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Analisis laboratorium
dilakukan terhadap sampel air dengan menggunakan spektrofotometer untuk
memperoleh nilai absorbansi. Nilai tersebut kemudian akan digunakan sebagai
dasar perhitungan untuk menentukan nilai parameter kimia tersebut.
Pengolahan Data
Pengolahan foto dengan menggunakan perangkat lunak Image J dan untuk
pengolahan data tampilan grafik menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel
2007. Pengolahan foto karang pada perangkat lunak Image J dilakukan untuk
mendapatkan nilai luasan area dan diameter karang rekrut. Penentuan skala (Tool
Bar Set Scale) pada foto karang, perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai luasan
area dan diameter yang sesuai dengan acuan ukuran yang ada. Proses selanjutnya
ialah digitasi dengan memilih Polygon Selections pada Tool Bar, kemudian buka
Set Measurements, lalu pilih Area dan Feret’s Diameter. Langkah terakhir ialah
mengukur hasil digitasi dengan memilih Measure pada Tool Bar, lalu hasil
pengukuran akan tampil secara otomatis. Pengolahan data dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Contoh tampilan penentuan skala pada perangkat lunak Image J

6

Kepadatan karang rekrut
Kepadatan karang rekrut di substrat batu diperoleh berdasarkan
perhitungan koloni karang yang hidup pada permukaan batu di setiap stasiun
dengan menggunakan rumus (modifikasi dari English et al. 1997) :

Keterangan :
N = Kepadatan jenis karang (koloni/cm²)
n i = Jumlah koloni karang ke-i
a = Luas permukaan batu breakwater (cm²)
Analisis Statistik
Penyajian data dilakukan dengan analisa statistik deskriptif. Analisis ini
dilakukan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil
pengamatan yang telah dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di perairan Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta dengan koordinat 5o44’11”LS–5o44’18”LS dan 106o36’29”BT–
106o36’41”BT. Profil dasar perairan berupa patahan karang, kerikil, dan pasir.
Kondisi lingkungan sekitar sangat mempengaruhi pertumbuhan ekosistem karang.
Substrat batu yang dijadikan tempat rekrutmen karang berada berdekatan dengan
lokasi rumah makan Nusa Resto dan pabrik industri ikan bandeng. Aktivitas dari
tempat-tempat tersebut dapat mempengaruhi kondisi fisik dan kondisi kimia
perairan terhadap pertumbuhan karang rekrut. Secara umum, kondisi lingkungan
perairan masih mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan karang rekrut
dan biota bentik lainnya.
Kondisi fisik perairan lokasi penelitian
Suhu perairan merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran terumbu
karang. Hasil pengukuran suhu perairan di keempat stasiun berkisar antara 2829oC, hal ini berarti suhu tersebut masih berada dalam kisaran normal dan
mendukung perkembangan rekrutmen karang. Suhu yang optimal bagi
pertumbuhan biota karang yaitu berkisar antara 25-30oC (Nybakken 1988).
Kedalaman di keempat stasiun termasuk kedalaman yang dangkal dan optimal,
yaitu berada dalam kisaran 70-98 cm. Menurut Bengen (2002), kedalaman yang
optimal bagi perkembangan karang yaitu kurang dari 25 m. Hasil pengukuran
kondisi fisik perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan dapat dilihat pada
Tabel 2.

7

Tabel 2 Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 2014
Stasiun
STP 1
STP 2
STL 1
STL 2

Suhu (°C)
29,0±0,46
28,7±0,26
28,7±0,17
28,8±0,10

Kedalaman (cm) Kecerahan (cm) Arus (m/s)
98
98
0,1824
89
89
0,1164
78
78
0,0618
83
83
0,0637

Kecerahan air merupakan faktor penting bagi pertumbuhan terumbu
karang. Terumbu karang membutuhkan air laut yang bersih dan jernih untuk
hidup dan berkembang. Hasil pengukuran nilai kecerahan pada setiap stasiun
penelitian memiliki nilai yang sama yaitu 100%. Nilai kecerahan 100%
berhubungan dengan kedalaman pada setiap stasiun yang relatif dangkal yaitu 7098 cm. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa cahaya matahari dapat menembus
sampai ke dasar perairan. Cahaya matahari yang masuk dapat digunakan untuk
proses fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya matahari yang
masuk ke dalam kolom perairan, mengakibatkan semakin rendah laju fotosintesis
(Bengen 2002).
Kondisi arus pada stasiun terpapar berbeda dengan stasiun terlindung.
Kondisi arus pada stasiun terpapar dinamis, sedangkan pada stasiun terlindung
cenderung statis atau stagnan. Arus pada STP 1 ialah 0,1824 m/s, STP 2 ialah
0,1164 m/s, STL 1 ialah 0,0618 m/s, dan STL 2 ialah 0,0637 m/s. Kecepatan arus
penting bagi populasi karang terutama pemencaran larva dan keberhasilan
penempelan pada substrat (Richmond 1997). Arus juga sangat diperlukan bagi
pertumbuhan karang untuk mendatangkan makanan berupa plankton,
membersihkan diri, dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas (Ilahude 2002).
Kondisi kimia perairan lokasi penelitian
Nilai parameter derajat keasaman (pH) yang didapat pada stasiun terpapar
dan terlindung berturut-turut ialah 7,94 dan 8,02. Nilai ini menunjukkan kisaran
nilai yang optimal untuk kelangsungan hidup biota. Berdasarkan Kepmen LH
No.51 tahun 2004, kisaran pH yang optimal ialah 7–8,5. Kandungan oksigen
terlarut (DO) yang terukur ialah 6,3 mg/l pada stasiun terpapar dan 6,4 mg/l pada
stasiun terlindung. Menurut Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut dengan
nilai lebih dari 5 mg/l dapat dikatakan baik untuk organisme laut. Salinitas yang
diperoleh pada semua stasiun berkisar antara 30-31 ppt. Kisaran salinitas yang
diperoleh ini menunjukkan bahwa salinitas di setiap stasiun masih berada dalam
kisaran toleransi bagi pertumbuhan karang. Menurut Dahuri (2003), pada
umumnya karang tumbuh dengan baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas 3035 ppt. Hasil pengukuran kondisi kimia perairan Gosong Pramuka secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.

8

Tabel 3 Kondisi kimia perairan Gosong Pramuka 2014

Stasiun
Terpapar
Terlindung

Nitrat
(mg/l)
0,0586
0,087

Orthofosfat
(mg/l)
0,0204
0,0125

Amonia
(mg/l)
0,0417
0,0376

pH

Salinitas
(ppt)

DO
(mg/l)

7,94±0,1
8,02±0,1

30,5±0,5
31,0±1,3

6,3±0,4
6,4±0,1

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan alga (Effendi 2003). Pengaruh sedimentasi yang
diikuti oleh peningkatan nutrien berlebih di perairan terumbu karang dapat
meningkatkan pertumbuhan makroalga dan hewan bioeroder, sehingga dapat
menimbulkan penyakit pada karang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
kandungan nitrat pada stasiun terpapar dan terlindung ialah 0,0586 dan 0,087
mg/l, nilai tersebut berada di atas kisaran baku mutu yaitu 0,008 mg/l (Kepmen
LH No. 51 Tahun 2004). Kandungan nitrat pada stasiun terlindung lebih tinggi
dibandingkan dengan stasiun terpapar. Tingginya nilai nitrat pada stasiun
terlindung dikarenakan berhubungan dengan kondisi kawasan yang berada di
sekitarnya. Stasiun terlindung berada dekat dengan rumah makan Nusa Resto dan
pabrik industri ikan bandeng. Limbah organik dari kedua tempat tersebut sangat
memungkinkan masuk ke dalam perairan sekitarnya.
Nilai orthofosfat pada stasiun terpapar dan terlindung adalah 0,0204 dan
0,0125 mg/l. Nilai pada stasiun terpapar berada di atas kisaran baku mutu yaitu
0,015 mg/l (Kepmen LH No. 51 Tahun 2004). Orthofosfat merupakan bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik (Hamdani
2006). Keberadaan fosfor dan nitrogen di perairan memiliki peran penting bagi
ekosistem terumbu karang.
Kandungan amonia pada stasiun terpapar dan terlindung adalah 0,0417 dan
0,0376 mg/l. Kadar amonia yang optimal bagi pertumbuhan karang adalah 0,3
mg/l (Kepmen LH No. 51 Tahun 2004). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
kadar kandungan amonia pada setiap stasiun masih berada di bawah kisaran baku
mutu. Amonia di perairan dapat berasal dari proses pemecahan nitrogen
anorganik oleh mikroba dan jamur, selain itu juga dapat berasal dari hasil ekskresi
zooplankton dan ikan. Menurut Effendi (2003), amonia akan bersifat racun
apabila tidak terionisasi dengan baik dan tingkat racun yang berlebihan tersebut
akan menyebabkan penurunan kadar oksigen, derajat keasaman (pH), dan suhu.

Rekrutmen berdasarkan Genus
Rekrutmen karang merupakan proses dan peristiwa kemunculan individuindividu karang muda yang dihasilkan melalui reproduksi, kemudian menempel
pada substrat dan menjadi bagian dari populasi. Rekrutmen karang ditandai
dengan kemunculan koloni-koloni karang yang masih muda (juvenil) (Erwin et al.
2008). Pada proses rekrutmen karang, terdapat dua hal penting yang sangat
menentukan yaitu ketersediaan larva dan substrat yang cocok (Muliari 2011).

9

Kondisi lingkungan perairan juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses
rekrutmen karang.
Rekrutmen karang pada penelitian ini diidentifikasi hingga tahap genus.
Jenis karang yang ditemukan pada stasiun penelitian sebanyak 8 genus yaitu
Porites, Acropora, Goniastrea, Montipora, Pavona, Caulastrea, Favia, dan
Pocillopora. Total karang rekrut adalah 204 koloni karang hidup dan 67 koloni
karang mati. Hasil penelitian menunjukkan jumlah koloni karang rekrut pada
stasiun terpapar lebih banyak dibandingkan stasiun terlindung. Grafik sebaran
karang berdasarkan genus secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan karang genus Porites dan Acropora merupakan
karang yang ditemukan di seluruh stasiun. Karang rekrut genus Porites
merupakan karang rekrut yang paling banyak ditemukan di seluruh stasiun. STP 1
ditemukan sebanyak 66 koloni karang, STP 2 sebanyak 31 koloni karang, STL 1
sebanyak 10 koloni karang, dan STL 2 sebanyak 15 koloni karang. Genus Porites
dominan di setiap stasiun, hal ini berkaitan dengan sumber larva dan kondisi
geografis lingkungan perairan yang sangat mendukung larva karang yang tersedia.
Ekosistem terumbu karang yang menjadi sumber larva di sekitar stasiun penelitian
didominasi oleh genus Porites. Kondisi geografis suatu lingkungan perairan juga
berpengaruh terhadap jenis terumbu karang, oleh karena itu genus yang banyak
ditemukan ialah genus Porites. Menurut Muliari (2011), pada daerah rataan
terumbu yang terkena arus kuat, Porites merupakan jenis karang yang paling
banyak dijumpai. Hal ini sesuai dengan Gambar 5 yang menunjukkan bahwa
genus Porites lebih banyak ditemukan pada stasiun terpapar dibandingkan dengan
stasiun terlindung. Porites memiliki kemampuan beradaptasi dan memiliki
toleransi terhadap tekanan fisik lingkungan seperti kekeruhan, sedimentasi,
fluktuasi salinitas, dan suhu serta aksi gelombang dengan tingkat intensitas yang
berbeda (Hamdani 2006).
70

Jumlah Koloni Karang Rekrut (Koloni)

60

Porites
50

Acropora
Goniastrea

40

Montipora
Pavona
30

Caulastrea
Favia
20

Pocillopora
10

0

STP 1

STP 2

STL 1

STL 2

Stasiun Penelitian

Gambar 5 Jumlah koloni karang rekrut berdasarkan genus di tiap stasiun
penelitian. STP = Stasiun Terpapar; STL = Stasiun Terlindung

10

Genus Acropora merupakan jenis kedua setelah Porites yang banyak
ditemukan pada setiap stasiun. STP 1 memiliki 54 koloni karang, STP 2 memiliki
1 koloni karang, STL 1 memiliki 1 koloni karang, dan STL 2 memiliki 2 koloni
karang. Acropora merupakan salah satu jenis karang yang paling banyak
ditemukan di Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar area yang berbatasan
dengan lokasi Gosong Pramuka (Siregar 2012). Koloni Acropora umumnya
tumbuh pada perairan yang jernih dan berlokasi di daerah pecahan ombak
(Muliari 2011). Acropora banyak ditemukan pada STP 1 dibandingkan dengan
stasiun lainnya. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan dan sumber larva yang
mendukung untuk pertumbuhan Acropora. STP 1 berada dekat dengan ekosistem
terumbu karang buatan (biorock) yang telah dibuat dan diteliti oleh Siregar sejak
tahun 2012. Hasil penelitian (Siregar 2012) menunjukkan bahwa Acropora
merupakan jenis genera karang yang memiliki kelimpahan tertinggi, baik pada
biorock (47%) maupun non-biorock (73%). Tingginya kelimpahan Acropora juga
diduga disebabkan oleh densitas larva yang tinggi, serta memiliki kemampuan
rekrut yang lebih baik. Panggabean (2007) menyatakan kondisi lingkungan yang
optimum bagi dominasi karang genus Acropora ialah daerah yang berarus sedang,
memiliki kecerahan yang tinggi, bersubstrat pasir dan kerikil, dan memiliki kontur
yang landai.
Dominasi karang genus Porites dan Acropora disebabkan oleh kondisi
lingkungan perairan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan
perkembangan karang.
Pada rataan terumbu yang berarus kuat, Porites
merupakan jenis karang yang paling banyak dijumpai dan biasanya berasosiasi
dengan Acropora sp. atau Pavona sp. Hal ini sejalan dengan Stoddart (1971)
yang mengatakan bahwa komunitas Acropora banyak terdapat di terumbu yang
menghadap angin dan komunitas Porites memiliki toleransi yang tinggi terhadap
perairan yang keruh serta arus yang kuat (Nasir et al. 2004). Kedua genus karang
ini juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan perairan secara cepat (Panggabean 2007).
Genus karang dengan jumlah koloni rendah adalah Goniastrea, Montipora,
Pavona, Caulastrea, Favia, dan Pocillopora. Karang genus Goniastrea hanya
ditemukan di tiga stasiun yaitu pada STP 1 sebanyak 5 koloni karang, STP 2
ditemukan sebanyak 7 koloni karang , dan pada STL 1 ditemukan sebanyak 1
koloni karang. Karang genus Pavona juga hanya ditemukan di dua stasiun, yaitu
STP 1 sebanyak 2 koloni karang dan STL 1 sebanyak 1 koloni karang.
Karang genus Montipora ditemukan di STP (1 dan 2) yaitu sebanyak 2
koloni karang dan 1 koloni karang. Genus Montipora merupakan ciri khas karang
yang terletak di perairan terbuka (wind ward) dengan sirkulasi air yang baik dan
arus yang kuat serta berhadapan dengan arah datangnya angin (Panggabean 2007).
Genus Favia dan Caulastrea hanya ditemukan pada STP 1 yaitu sebanyak 1
koloni karang. Karang genus Pocillopora ditemukan pada STP (1 dan 2), serta
STL 1 sebanyak 1 koloni karang pada masing-masing stasiun.
STL 2 merupakan stasiun dengan tingkat keanekaragaman terendah
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Pada stasiun ini hanya ditemukan karang
genus Porites dan Acropora. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan perairan
yang tidak mendukung pertumbuhan karang untuk genus lainnya. STL 2 berada
di dalam areal rumah makan Nusa Resto. Hal ini mengakibatkan pasokan arus
dan gelombang sangat minim, sehingga transportasi larva, nutrien, dan suplai

11

oksigen sangat sedikit. Lokasi STL 2 juga tertutup dan jauh dari ekosistem
terumbu karang alami, yang dapat menjadi sumber larva karang.

Rekrutmen berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Lifeform)
Bentuk pertumbuhan karang pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh
faktor kondisi lingkungan perairan. Adapun bentuk pertumbuhan karang menurut
English et al. (1997) terbagi atas karang Acropora dan non Acropora. Karang
Acropora terbagi menjadi digitate, branching, encrusting, tabulate dan
submassive.
Karang non Acropora terbagi menjadi digitate, branching,
encrusting, submassive, massive, foliose, mushroom, karang api, dan karang biru.
(Veron 1995).
Acropora
Bentuk pertumbuhan pada karang Acropora yang ditemukan di stasiun
penelitian di antaranya adalah encrusting, branching, dan tabulate. Grafik
sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora dapat dilihat pada Gambar 6.

Jumlah Koloni Karang Rekrut (Koloni)

60

50

40

30

Encrusting
Branching

20

Tabulate
10

0

STP 1

STP 2

STL 1

STL 2

Stasiun Penelitian

Gambar 6 Jumlah koloni karang rekrut lifeform Acropora di tiap stasiun
penelitian. STP = Stasiun Terpapar; STL = Stasiun Terlindung
Acropora encrusting ditemukan dengan jumlah total terbanyak yaitu 50
koloni karang. Bentuk pertumbuhan encrusting ditemukan di STP 1 dengan
jumlah koloni karang sebanyak 49 koloni karang dan 1 koloni karang pada STL 1.
Karang encrusting merupakan bentuk awal pertumbuhan karang Acropora yang
nantinya dapat berubah bentuk (Zikrie 2010). Acropora branching ditemukan di
STP 1 sebanyak 3 koloni karang dan 2 koloni karang pada STL 2. Acropora

12

Tabulate merupakan bentuk pertumbuhan yang paling sedikit ditemukan. Bentuk
pertumbuhan ini hanya ditemukan pada STP (1 dan 2) masing-masing sebanyak 2
dan 1 koloni karang.
Non Acropora
Bentuk pertumbuhan karang rekrut non Acropora yang ditemukan di
stasiun penelitian ialah encrusting, submassive, massive, branching, dan foliose.
Bentuk pertumbuhan yang ditemukan di seluruh stasiun hanya bentuk encrusting,
submassive, dan massive. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang non
Acropora dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya bentuk pertumbuhan
pada setiap stasiun ialah encrusting dan submassive. Jumlah karang rekrut
encrusting pada STP 1 sebanyak 67 koloni karang, STP 2 sebanyak 4 koloni
karang, STL 1 sebanyak 3 koloni karang, dan STL 2 sebanyak 9 koloni karang.
Total jumlah karang non Acropora bentuk encrusting dari seluruh stasiun ialah 83
koloni karang.

Jumlah Koloni Karang Rekrut (Koloni)

80
70
60
50

Encrusting
40

Submassive

30

Massive
Branching

20

Foliose

10
0

STP 1

STP 2

STL 1

STL 2

Stasiun Penelitian

Gambar 7 Jumlah koloni karang rekrut lifeform non Acropora di tiap stasiun
penelitian. STP = Stasiun Terpapar; STL = Stasiun Terlindung
Bentuk pertumbuhan encrusting merupakan bentuk paling dominan yang
ditemukan pada masing-masing stasiun. Rekrutmen karang identik dengan
karang-karang yang berukuran kecil secara visual. Pada awal pertumbuhan,
karang rekrut yang menempel pada permukaan batu ini umumnya memiliki
pertumbuhan encrusting. Hal ini merupakan bentuk adaptasi karang rekrut
terhadap medium penempelan dan kondisi lingkungan. Karang rekrut lebih
terfokus untuk melakukan kalsifikasi menyebar dan memanjang pada permukaan
batu.
Bentuk pertumbuhan terbanyak kedua ialah submassive. Total jumlah
karang berbentuk submassive ialah 48 koloni karang. Pada STP 1 ditemukan

13

sebanyak 8 koloni karang, STP 2 sebanyak 30 koloni karang, dan masing-masing
pada STL (1 dan 2) sebanyak 5 koloni karang.
Bentuk pertumbuhan massive yang ditemukan pada STP 1 ialah 1 koloni
karang, STP 2 ialah 5 koloni karang, STL 1 ialah 4 koloni karang, dan STL 2 ialah
1 koloni karang. Total jumlah karang berbentuk massive ialah 11 koloni karang.
Tipe karang massive merupakan tipe karang yang dapat bertahan hidup pada
kondisi lingkungan ekstrim (Veron 1989). Hal ini sejalan dengan (Panggabean
2007) bahwa karang massive merupakan karang yang mampu beradaptasi pada
berbagai kondisi lingkungan perairan dan merupakan tipe karang yang banyak
ditemukan pada daerah dengan tutupan karang mati yang tinggi dan bersifat
sebagai salah satu Scleractinia perintis. Tipe karang berbentuk massive lebih
tahan terhadap arus dan ombak yang keras dibandingkan dengan karang yang
bentuknya bercabang (Muchlis 1998).
Bentuk pertumbuhan branching hanya ditemukan masing-masing 1 koloni
karang pada STP 1, STP 2, dan STL 1. Bentuk ini tidak ditemukan pada STL 2.
Bentuk pertumbuhan branching yang sangat sedikit disebabkan oleh faktor
kondisi lingkungan perairan. Kemampuan hidup branching lebih rendah
dibandingkan dengan massive (Abrar 2011).
Bentuk pertumbuhan foliose hanya ditemukan di STP 1 dengan jumlah
koloni sebanyak 1 koloni karang. Bentuk ini merupakan yang paling sedikit jika
dibandingkan dengan bentuk lainnya.
Bentuk pertumbuhan karang encrusting, massive, submassive, dan foliose
merupakan suatu cara bagi karang untuk mentoleransi kondisi kecepatan arus
permukaan yang dapat menyebabkan perairan yang keruh (Panggabean 2007).
Hal ini dilakukan agar zooxanthellae dapat menyerap sinar matahari untuk
kegiatan fotosintesis. Bentuk pertumbuhan karang encrusting, massive, dan
submassive dapat mentoleransi kondisi permukaan air yang keruh bila
dibandingkan dengan karang yang berbentuk branching.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa encrusting merupakan bentuk
pertumbuhan yang paling dominan baik karang Acropora maupun non Acropora.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pertumbuhan koloni karang rekrut
umumnya masih dalam tahap awal pertumbuhan dan perkembangan karang rekrut.

Rekrutmen berdasarkan Variasi Ukuran
Rekrutmen karang berdasarkan variasi ukuran pada penelitian ini meliputi
pengukuran diameter dan luasan karang rekrut. Pengukuran terhadap diameter
karang rekrut berdasarkan klasifikasi (Obura 2009) dibedakan dalam dua kelas
ukuran koloni yaitu kecil (≤10 cm) dan besar (>10 cm). Hasil pengukuran
diameter karang rekrut menunjukkan kisaran diameter yang paling umum ialah 610 cm dengan jumlah 87 koloni karang. Kisaran ini termasuk dalam kategori
ukuran karang rekrut yang kecil (Obura 2009). Kisaran diameter karang rekrut
yang paling sedikit ialah 21-40 cm, dengan jumlah 7 koloni karang untuk seluruh
stasiun. Hasil pengukuran diameter karang rekrut dapat dilihat pada Tabel 4.

14

Tabel 4 Pengukuran diameter karang rekrut
Diameter
(cm)
0-2.5
3-5
6-10
11-20
21-40

Jumlah
9
50
87
51
7

STP 1, STL 1, dan STL 2 didominasi oleh karang rekrut berdiameter 6-10
cm. Jumlah koloni karang rekrut pada masing-masing stasiun ialah 54 koloni
karang, 7 koloni karang, dan 10 koloni karang. Hal ini berbeda dengan STP 2
yang didominasi oleh karang rekrut berdiameter 11-20 cm yang dapat
dikategorikan dalam ukuran besar, dengan jumlah 19 koloni karang. Genus
karang rekrut pada STP 2 didominasi oleh genus Porites dengan bentuk
pertumbuhan submassive. Secara keseluruhan hasil pengukuran diameter karang
rekrut hidup dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Diameter karang rekrut di seluruh stasiun

21- 40

2

9

18

2

0

0

6

4

0

0

4

9

2

0

6

1

0

0

1

0

0

0

0

1

0

0

0

0

1

1

0

0

2

1

2

0

0

1

6

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

1

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

6-10

0

22 21

0-2.5
3-5

11-20

21- 40

11-20

13 32 14 2

4

6-10

11-20

5

0-2.5
3-5

6-10

21- 40

STL 2

0-2.5
3-5

Porites
Acropora
Goniastrea
Montipora
Pavona
Caulastrea
Favia
Pocillopora

0-2.5
3-5

Genus

DIAMETER
STL 1

STP 2

6-10
11-20
21- 40

STP 1

Selain pengukuran diameter karang rekrut, dilakukan juga pengukuran luas
karang rekrut. Kisaran luas koloni karang rekrut yang paling umum adalah 0-25
cm² dengan jumlah 93 koloni karang, sedangkan kisaran luas yang paling sedikit
ialah 150-175 cm² dengan jumlah 1 koloni karang (Tabel 6).

15

Tabel 6 Pengukuran luas karang rekrut
Luas (cm²)
0-25
25-50
50-75
75-100
100-125
125-150
150-175
175-200
>200

Jumlah
93
63
12
10
9
2
1
4
10

Pada STP 1, STL 1, dan STL 2 kisaran luas koloni karang rekrut yang
dominan adalah 0-25 cm². Hal ini berarti mayoritas karang pada ketiga stasiun
tersebut masih dalam ukuran yang kecil. Kisaran luas koloni karang rekrut yang
dominan pada STP 2 adalah 0-25 cm² dan 25-50 cm² dengan jumlah koloni
masing-masing 10 koloni karang. Hasil pengukuran luas karang rekrut secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.
Karang rekrut yang mati dikategorikan sebagai DCA (Dead Coral with
Algae). Diameter karang rekrut yang telah mati (DCA) umumnya berada pada
kisaran 6-10 cm dengan jumlah koloni sebanyak 34 koloni karang (Lampiran 4).
Hal ini mengindikasikan masa kritis karang rekrut yaitu pada ukuran kecil
merupakan periode rentan untuk kelangsungan hidup karang rekrut. Kisaran luas
untuk DCA di seluruh stasiun yaitu 0-25 cm².
Genus Porites dan Acropora merupakan genus karang rekrut yang
ditemukan di seluruh stasiun penelitian. Namun, genus yang paling dominan ialah
genus Porites. Genus Porites yang ditemukan umumnya berbentuk encrusting
dan submassive dengan ukuran sedang yaitu 6-10 cm. Hasil penelitian
menunjukkan genus Porites memiliki rataan luas koloni terbesar yang terdapat
pada STP 2, sedangkan genus Acropora memiliki rataan luas koloni terbesar di
STL 2.
Tabel 7 Luas karang rekrut di seluruh stasiun
LUAS

Porites
Acropora
Goniastrea
Montipora
Pavona
Caulastrea
Favia
Pocillopora

>200

175-200

150-175

125-150

75-100

100-125

50-75

25-50

0-25

>200

175-200

150-175

STL 2
125-150

75-100

100-125

50-75

25-50

0-25

>200

175-200

150-175

STL 1
125-150

75-100

100-125

50-75

25-50

0-25

>200

175-200

STP 2
150-175

125-150

75-100

100-125

50-75

25-50

Genus

0-25

STP 1

33 23 2 3 2 0 0

0

3

4

8 8 1 3

2

0

2 3

3

3 0 2 2 0 0 0 0

7

3

2

1

0

0

0

2

0

30 22 0 1 0 0 0

0

1

0

0 0 1 0

0

0

0 0

1

0 0 0 0 0 0 0 0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

2 1 0 0 1 0 0

0

1

5

2 0 0 0

0

0

0 0

0

0 0 0 0 0 0 0 1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0 1 0 0 0 0 0

0

1

0

0 0 1 0

0

0

0 0

0

0 0 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1 0 0 0 1 0 0

0

0

0

0 0 0 0

0

0

0 0

0

0 0 0 0 0 1 0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0 0 0 0

0

0

0 0

0

0 0 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0 0 0 0

0

0

0 0

0

0 0 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1 0 0 0 0 0 0

0

0

1

0 0 0 0

0

0

0 0

1

0 0 0 0 0 0 0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

16

Kepadatan Karang
Nilai kepadatan pada STP 1 ialah 68,6 koloni/cm², di STP 2 ialah 23,1
koloni/cm², di STL 1 ialah 7,3 koloni/cm², dan di STL 2 ialah 9,6 koloni/cm²
(Tabel 8).
Tabel 8 Kepadatan karang di Gosong Pramuka 2014
Keterangan

STP 1

Jumlah Batu
385
Luas Permukaan 5000±0,05
Batu (cm²)
Luas Permukaan
1925000
Total (cm²)
Kepadatan
68,6
(Koloni/cm²)

STP 2

STL 1

STL 2

355
5000±0,05

385
5000±0,05

355
5000±0,05

1775000

1925000

1775000

23,1

7,3

9,6

STP 1 memiliki nilai kepadatan karang tertinggi dibandingkan dengan
ketiga stasiun lainnya, namun nilai tersebut masih terbilang rendah untuk
kepadatan karang (Engelhardt 2000). Nilai kepadatan terendah terdapat pada STL
1. Penelitian Zikrie (2010), kepadatan rekrutmen karang di substrat batu Gosong
Pramuka tergolong rendah. Nilai kepadatan yang rendah dapat mengindikasikan
rendahnya tingkat rekrutmen di seluruh stasiun, namun permukaan substrat yang
masih luas dapat membuat tingkat rekrutmen meningkat (Zikrie 2010). Terdapat
korelasi positif antara jumlah karang rekrut dengan luas permukaan substrat yang
kosong dan tersedia (Connel et al. 1997).
Kesehatan Karang
Kondisi karang pada setiap stasiun berbeda-beda. Pada penelitian ini,
dilakukan identifikasi terhadap kesehatan karang dan juga gangguan kesehatan
pada karang rekrut. Identifikasi kesehatan karang pada substrat batu dilihat
berdasarkan indeks kesehatan coral watch. Coral watch memiliki indeks
kesehatan dengan skala nilai 0-6. Menurut Siebeck et al. (2008), nilai 0-2 hasil
pengukuran skala warna menggunakan coral watch menunjukkan fragmen karang
kritis dan mulai terjadi bleaching. Nilai 3-4 menunjukkan kondisi karang yang
kurang sehat, dan nilai 5-6 menunjukkan karang berada pada kondisi sehat. Hasil
pengamatan kesehatan karang di setiap stasiun penelitian didominasi oleh kisaran
nilai 5-6. Nilai ini menunjukkan kondisi kesehatan karang rekrut di setiap stasiun
tergolong dalam kondisi sehat, namun terdapat beberapa koloni karang yang
kurang sehat dan juga kritis. Data kesehatan karang seluruh stasiun dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Kondisi karang pada STP 1 berturut-turut ialah sebanyak 115 koloni
karang sehat, 15 koloni karang kurang sehat, dan 2 koloni karang yang berpotensi
terjadi bleaching. Pada STP 2 berturut-turut ialah sebanyak 31 koloni karang

17

sehat, 9 koloni karang kurang sehat, dan 1 koloni karang yang berpotensi terjadi
bleaching.
Kondisi karang pada STL 1 ditemukan karang sehat sebanyak 12 koloni
karang dan 2 koloni karang kurang sehat. Pada STL 2 ditemukan karang sehat
sebanyak 16 koloni karang dan 1 koloni karang kurang sehat.
Pada penelitian ini, teridentifikasi beberapa gangguan kesehatan pada
karang rekrut namun tidak menyebabkan kematian. Gangguan kesehatan tersebut
ialah compromised health in hard coral, white plague, growth anomaly,
competition overgrowth, dan focal bleaching. Gangguan kesehatan seperti white
plague, growth anomaly, competition overgrowth, dan focal bleaching hanya
ditemukan pada stasiun terpapar dengan jumlah yang sangat sedikit.
Gangguan kesehatan compromised health in hard coral merupakan
gangguan yang paling banyak ditemukan pada koloni karang. Gangguan
kesehatan ini disebabkan oleh sedimentation damage. Karang tertutup sedimen
(sedimentation damage) disebabkan oleh laju sedimentasi yang cukup tinggi,
sehingga hampir menutupi permukaan karang rekrut. Jenis gangguan kesehatan
ini terdapat di seluruh stasiun penelitian, baik stasiun terpapar maupun stasiun
terlindung. Sedimentasi pada setiap stasiun dapat dilihat melalui keberadaan biota
indikator seperti bulu babi dan tunikata yang cukup melimpah. Menurut
Raymundo et al. (2008), karang yang tertutup sedimen telah hilang jaringannya
akibat akumulasi sedimen di permukaan karang, polip, dan jaringan karang serta
biasa ditemukan pada perairan yang keruh.
Sedimentasi mengakibatkan
pertumbuhan terganggu karena menurunnya ketersediaan cahaya, abrasi, dan
meningkatnya pengeluaran energi selama penolakan terhadap sedimen (Hamdani
2006). Tingkat tutupan sedimentasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
pada karang dalam beberapa hari saja, sedangkan tingkat tutupan sedimentasi
yang rendah hanya dapat mengakibatkan penurunan hasil fotosintesis pada karang
(Fabricius 2005).
STP (1 dan 2) memiliki jumlah karang terbanyak yang teridentifikasi
gangguan kesehatan tersebut. Gangguan kesehatan pada stasiun terpapar lebih
beragam dibandingkan stasiun terlindung. Hal ini disebabkan karena kondisi
lingkungan fisik pada stasiun terpapar lebih kompleks dibandingkan dengan
stasiun terlindung. Karang yang berada pada stasiun terpapar relatif lebih
terekspos terhadap arus dan sedimentasi, oleh karena itu sedimen yang
terperangkap lebih tinggi dibandingkan pada stasiun terlindung. Sedimen tersebut
berasal dari dasar perairan dan pengadukan akibat adanya pasang surut, dan
gelombang serta baling-baling kapal.
Total gangguan kesehatan pada karang rekrut di STP 1 ialah 19 koloni
karang. Gangguan tersebut di antaranya ialah sedimentation damage sebanyak 16
koloni karang dan (growth anomaly, competition overgrowth, focal bleaching)
masing-masing berjumlah 1 koloni karang.
Gangguan kesehatan pada STP 2 teridentifikasi sebanyak 16 koloni
karang. Gangguan kesehatan tersebut di antaranya ialah sedimentation damage
sebanyak 15 koloni karang dan white plague sebanyak 1 koloni karang.
Pada STL (1 dan 2) hanya ditemukan sedimentation damage masingmasing berjumlah 2 koloni karang dan 4 koloni karang. Data gangguan kesehatan
karang seluruh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.

18

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Substrat batu yang terdapat di Gosong Pramuka masih memiliki potensi untuk
rekrutmen karang.
2. Karang rekrut pada stasiun terpapar lebih banyak dibandingkan dengan stasiun
terlindung. STP 1 memiliki keanekaragaman karang rekrut tertinggi
dibandingkan ketiga stasiun lainnya.
3. Dominansi genus Porites dan Acropora mengindikasikan sebagai karang pionir
di lokasi penelitian.
4. Dominansi bentuk pertumbuhan encrusting baik pada karang Acropora maupun
non Acropora mengindikasikan bentuk awal pertumbuhan karang rekrut.
5. Kelas ukuran memberikan indikasi masa kritis karang rekrut yaitu pada ukuran
kecil merupakan periode rentan dalam kelangsungan hidup karang.
6. Kondisi kesehatan karang rekrut di seluruh stasiun umumnya tergolong kategori
sehat atau baik. Namun, terdapat beberapa ga