Analisis Pola Aliran dan Perencanaan Saluran Drainase di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga, Bogor

ANALISIS POLA ALIRAN DAN PERENCANAAN SALURAN
DRAINASE DI SEKITAR JALAN MERANTI-TANJUNG
KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

MUHAMMAD CHANDRA YUWANA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pola Aliran dan
Perencanaan Saluran Drainase di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB
Darmaga, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014

Muhammad Chandra Yuwana
NIM F44100043

ABSTRAK
MUHAMMAD CHANDRA YUWANA. Analisis Pola Aliran dan Perencanaan
Saluran Drainase di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga, Bogor.
Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN
Banjir yang berada di beberapa kota di Indonesia sudah menjadi peristiwa
rutin yang selalu memberikan permasalahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pola aliran, keadaan eksisting saluran, dan perencanaan saluran
drainase. Pengolahan data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu pengolahan
data hujan harian maksimum 10 tahun, tahap kedua merupakan analisis pola aliran.
Langkah ketiga adalah perencanaan saluran drainase. Analisis pola aliran di daerah
penelitian sudah sesuai dengan kondisi eksisting. Koefisien limpasan berkisar 0.290.54 sedangkan debit rencana yang digunakan adalah periode ulang 2 tahun dengan
kisaran debit 0.2-2.2 m3/detik Hasil evaluasi saluran drainase untuk sub DTA 1C,
1E serta sub DTA 2A dan 2B harus direhabilitasi. Adapun gorong-gorong 1A-1B

harus direhabilitasi menjadi tipe bulat tenggelam dengan diameter 80 cm dan
dilengkapi bak kontrol untuk menghindari backwater pada saluran. Permasalahan
terjadi pada inlet saluran yang tidak sesuai dengan kriteria perencanaan yaitu jarak
maksimum pemasangan inlet pada saluran adalah 5 m. Berdasarkan hasil analisis
harga satuan pekerjaan, perencanaan saluran drainase di daerah sekitar Jalan
Meranti-Tanjung sebesar Rp. 512 juta.
Kata kunci: banjir, drainase, gorong-gorong, inlet, pola aliran

ABSTRACT
MUHAMMAD CHANDRA YUWANA. The Analysis of Flow Scheme and
Drainage Canal Planning Around Jalan Meranti-Tanjung, Bogor Agricultural
University, Darmaga Bogor. Supervised by BUDI INDRA SETIAWAN
Flood is routinely happen in several cities in Indonesia that always becomes
problems. The objectives of this research are to analyze scheme flow, drainage
canal exsisting condition, and drainage canal design. Data processing in this
research divided into three steps. First step, 10 years maximum daily rainfall was
processed and then flow pattern was analyze. Last step drainage canal was designed.
Base on analysis scheme flow is in conformity with existing condition. Run off
coeficient range 0.29 to 0.54, whereas two-years period was used as discharge plan
that range 0.2 to 2.2 m3/s. The results shows that drainage canal in sub catchment

1C, 1E, and 2A, 2B should be rehabilitated. As for a culvert in sub catchment 1A1B should be rehabilitated to be round type sinks with 80 cm for diameter and be
equiped with control box for prevent backwater in channel. Problems occurs at the
inlet which is not accordance with standard planning for inlet structure where
maximum spacing of inlet at canal is 5 m. Based from unit price analysis, drainage
canal planning arounds Jalan Meranti-Tanjung costs 512 Million IDR.
Keywords: culverts, drainage, floods, flow scheme, inlet

ANALISIS POLA ALIRAN DAN PERENCANAAN SALURAN
DRAINASE DI SEKITAR JALAN MERANTI-TANJUNG
KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

MUHAMMAD CHANDRA YUWANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Pola Aliran dan Perencanaan Saluran Drainase di Sekitar
Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga, Bogor
Nama
: Muhammad Chandra Yuwana
NIM
: F44100043

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan. M.Agr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan. M.Agr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya skripsi yang berjudul Analisis Pola Aliran dan Perencanaan Saluran
Drainase di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga, Bogor dapat
diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, diucapkan terimakasih kepada:
1. Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan. M.Agr selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan selama ini,
2. Bapak Sumarna,Ibu Sugiyati serta adik tercinta Novian Bagaskoro atas semua
cinta dan dukungannya,
3. Dr. Chusnul Arif, S.TP. MSi dan Muhammad Fauzan ST.MT atas
kesediaannya sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan nasihat,
4. Muhammad Ihsan, Cindhy Ade Hapsari, Hendy Kusuma Rajasa, Angga
Nugraha, dan Dodi Wijaya, teman sebimbingan atas bantuan yang diberikan,
5. Anton Soewito ST dan Joan Kartini Rossi ST yang telah banyak memberikan
arahan dan nasihat,

6. Panji Prasetyo Wicaksono, Mayasari, Zulkifli Faizal, Aris Pujiono, serta teman
seperjuangan SIL 47 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Disadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
saran dan kritik sangat diharapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk
perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2014

Muhammad Chandra Yuwana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Peralatan dan Bahan

3


Prosedur Penelitian

4

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Pola Aliran

11

Tata Guna Lahan

12


Debit Rencana

14

Perencanaan Saluran Drainase

15

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23


DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Nilai hubungan antara Q, h, b/h untuk saluran pembuang
2 Harga b untuk pipa bulat
3 Hasil perhitungan luas genangan yang terdapat di sekitar Jalan Meranti
dan Tanjung
4 Deskripsi kondisi fisik sub Daerah Tangkapan Air (DTA)
5 Hasil analisis probabilitas hujan rencana
6 Hasil perbandingan debit rencana aktual dengan debit rencana untuk
setiap sub daerah tangkapan air (DTA)
7 Hasil perbandingan debit rencana dengan debit eksisting rencana
8 Dimensi gorong-gorong pipa bulat tenggelam hasil analisis perhitungan
9 Hasil observasi permasalahan inlet Jalan Meranti-Tanjung
10 Hasil analisis dimensi inlet di sekitar ruas Jalan Meranti-Tanjung
11 Biaya bahan pembuatan saluran drainase di sekitar Jalan MerantiTanjung

7
9
12
13
14
15
17
19
20
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Diagram alir kerangka pemikiran
2
Daerah penelitian di sekitar Jalan Meranti-Tanjung
3
Tinggi jagaan untuk saluran pembuang (USBR)
7
Tinggi dan lebar genangan pada kereb (lubang drainase)
9
Jenis-jenis inlet
9
Inlet untuk kemiringan jalan > 4%
10
Tahapan analisis perencanaan saluran
10
Pola aliran air di wilayah penelitian
11
Peta sub DTA dan tata guna lahan lokasi penelitian
12
Kondisi eksisting saluran yang berada pada (a) sub DTA 1C
dan (b) sub DTA 1E
16
Kondisi eksisting saluran yang berada pada (a) sub DTA 2A
dan (b) sub DTA 2B
16
Potongan melintang tipe saluran drainase untuk (a) sub DTA 1C dan
(b) sub DTA 2B
17
Sketsa perencanaan saluran baru untuk daerah Jalan Meranti-Tanjung
18
Sketsa gorong-gorong melintang jalan yang berada di sekitar Jalan MerantiTanjung
18
Tipe gorong-gorong tenggelam pada Titik 1
19
Keadaan eksisting lubang drainase pada (a) sub DTA 1B
dan (b) 1C (c) 1E (d) sub DTA 2A-2B
21
Bangunan inlet (a) tipe berkisi dan (b) tipe kereb
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Sub DTA dan tata guna lahan pada Jalan Meranti-Tanjung
2 Data curah hujan harian maksimum 2004-2014 Stasiun Klimatologi
Darmaga
3 Data curah hujan harian maksimum Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan
4 Hasil perhitungan nilai koefisien limpasan dan luas tutupan lahan Jalan
Meranti-Tanjung
5 Hasil perhitungan intensitas hujan pada sub DTA 1 dan 2 berdasarkan
pengolahan data curah hujan harian maksimum
6 Evaluasi saluran drainase eksisting di sekitar Jalan Meranti-Tanjung
7 Hasil analisis perhitungan dimensi drainase di sekitar Jalan MerantiTanjung
8 Potongan detail saluran drainase berdasarkan hasil evaluasi bagian 1
9 Potongan detail saluran drainase berdasarkan hasil evaluasi bagian 2
10 Sketsa detail saluran 3D
11 Potongan memanjang saluran di sub DTA 1C dan 1E
12 Potongan memanjang saluran di sub DTA 2A dan 2B
13 Hasil evaluasi saluran gorong-gorong pada titik 1
14 Hasil evaluasi saluran gorong-gorong pada titik 2
15 Diagram kapasitas lubang pemasukan samping
16 Analisis harga satuan pekerjaan setiap m3 timbunan pasir sebagai
pemadatan tanah
17 Analisis harga satuan pekerjaan untuk setiap m3 pasangan batu dengan
mortar untuk saluran
18 Analisis harga satuan pekerjaan untuk setiap m gorong-gorong pipa
beton precast Ø 80 cm
19 Analisis harga satuan pekerjaan pemasangan 1 m2 teralis besi strip 2 x 3
mm
20 Analisis harga satuan pekerjaan pemasangan beton K-175 untuk penutup
saluran
21 Rekapitulasi rencana anggaran biaya bahan untuk pembuatan saluran
22 Rekapitulasi rencana anggaran biaya bahan untuk pembuatan goronggorong dia. 80 cm
23 Rekapitulasi rencana anggaran biaya bahan untuk pembuatan boks
kontrol

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
37
38
39
40
41
42
43
44
45
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banjir yang berada di beberapa kota di Indonesia sudah menjadi peristiwa
rutin yang selalu memberikan permasalahan setiap tahunnya. Kawasan kampus
berada di wilayah perkotaan pun turut terkena dampak dari banjir. Padahal
infrastruktur air yang terdapat di kawasan kampus sudah tertata dengan baik.
Permasalahan ini terjadi di setiap tahunnya dan tidak ada solusi yang dapat
meminimalisir luapan air.
Kampus IPB Darmaga Bogor merupakan salah satu kampus terbaik di
Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
akademik maupun non akademik. Sarana dan prasarana yang baik dapat menunjang
seluruh kegiatan tersebut. Namun berdasarkan hasil observasi, Kampus IPB
Darmaga masih memiliki beberapa titik genangan dan limpasan permukaan
diantaranya terdapat di sekitar daerah Jalan Meranti-Tanjung. Titik genangan dan
limpasan tertinggi terdapat pada Jalan Meranti merupakan pusat kegiatan akademik
IPB khususnya daerah Common Class Room dan Teaching Lab serta Jalan Tanjung
sebagai daerah pendukung akademik di IPB. Beberapa permasalahan tersebut
mengakibatkan selain terhambatnya kegiatan akademik, badan jalan yang rusak
akibat tergenangnya air menjadi permasalahan utama sehingga dilakukan evaluasi
dan rehabilitasi saluran untuk mengurangi luas daerah tergenang di sekitar kampus.
Oleh karena itu, diperlukan perencanaan sistem saluran drainase baru untuk
menanggulangi permasalahan genangan dan limpasan. Berkurangnya genangan dan
limpasan pada badan jalan sebenarnya tidak cukup sehingga perlu dilakukannya
penambahan kapasitas cadangan air tanah yang sedapat mungkin saluran baru
tersebut diarahkan ke dalam resapan-resapan untuk mengisi kapasitas tampung air
tanah. Selain itu, hal terpenting dari konsep ini adalah genangan dan limpasan air
yang sebelumnya menjadi hambatan dapat bermanfaat karena sudah mengisi
cadangan air tanah dan dapat digunakan kembali untuk keperluan civitas setempat.
Konsep ini dinamakan Zero Runoff System (ZROS) yang bertujuan untuk
meminimalisir adanya limpasan permukaan agar air dapat masuk ke dalam
cadangan air tanah dan tidak terbuang percuma ke luar wilayah.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
menganilisis apakah konsep zero runoff dapat diterapkan di sepanjang Jalan
Meranti-Tanjung sehingga limpasan yang terjadi dapat masuk baik ke badan air
maupun langsung mengisi cadangan air. Hasil observasi menunjukan terdapat
beberapa permasalahan yang dialami oleh drainase yang berada di sepanjang Jalan
Meranti-Tanjung yaitu sistem drainase yang kurang baik yang ditunjukan dari
dimensi yang tidak sesuai dan pola drainase yang tidak jelas sehingga limpasan
dengan kecepatan tinggi tidak dapat dihindari saat terjadi hujan lebat.

2

Riset dan Penelitian

Permasalahan :Arah
limpasan,terjadinya
genangan dan pola
drainase yang tidak
sesuai

Output rancangan
modifikasi bangunan
hidrolik pengendali
limpasan

Evaluasi serta
perbaikan bangunan
mengenai efektivitas
saluran drainase, inlet/
saluran penyadap dan
kondisi eksisting

Tidak
Bangunan hidrolika :
desain saluran
drainase,
inlet/bangunan sadap

Analisis kondisi
eksisting drainase

Analisis pola
aliran drainase

Efektivitas saluran
drainase dan inlet
dengan
menggunakan
konsep zero run off

Ya
Perawatan

Selesai

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola aliran drainase di daerah
sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga dan mengetahui keadaan
eksisting drainase di daerah sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga
serta serta membantu pihak IPB dalam mengatasi gangguan genangan dan limpasan
permukaan dengan cara menemukan rancangan baru sistem drainase dengan
menggunakan konsep zero runoff
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai
masukan bagi pimpinan IPB terutama bagian Sarana dan Prasarana untuk mengatasi
masalah limpasan yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir maupun genangan
yang terjadi di sekitar Jalan Meranti-Tanjung. Selain itu, penelitian ini diharapkan
menjadi acuan untuk mengatasi permasalahan banjir perkotaan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan merupakan pengamatan arah aliran
dan genangan yang terjadi dan mengidentifikasi sistem drainase berupa kondisi
eksisting saluran dan pola aliran air drainase yang terdapat di Sekitar Jalan MerantiTanjung. Kemudian, dilakukan analisis pada konsep zero runoff system sehingga
dapat dilakukan perencanaan anggaran biaya untuk mengetahui besarnya biaya
rehabilitasi saluran.

3

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dimulai pada tanggal 10 Februari23 April 2014. Penelitian dilaksanakan di sepanjang Jalan Meranti-Tanjung
tepatnya di sekitar area Gedung Common Class Room, Teaching Lab, Gedung
Kornita, Gedung Asrama Putra, dan Pintu 3 Kampus IPB Darmaga. Lokasi
penelitian tersebut terletak di antara garis Lintang 6°33’10” Selatan hingga 6°33’25”
Selatan dan garis Bujur 106°43’32” Timur hingga 106°43’55” Timur seperti terlihat
pada Gambar 2.

Gambar 2 Daerah penelitian di sekitar Jalan Meranti-Tanjung

Peralatan dan Bahan
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain alat ukur panjang
(tapping), alat tulis, kalkulator, laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Autocad, Surfer, dan Microsoft Office serta GPS. Selain itu, pada penelitian kali
ini diperlukan kamera anti air untuk keperluan dokumentasi. Bahan - bahan yang
digunakan berupa data primer dan sekunder tentang kondisi lingkungan Kampus
IPB Darmaga seperti :
1. Peta Kampus IPB Darmaga,
2. Citra satelit Google Earth akuisisi 2 April 2014
3. Data curah hujan harian maksimum stasiun Klimatologi 2004-2014
4. Site Plan Kampus IPB Darmaga,
5. Dimensi saluran drainase dan inlet dan area sekitar Jalan Meranti-Tanjung.

4
Prosedur Penelitian
Prosedur yang harus dilakukan pertama kali dalam penelitian ini adalah
melakukan survei ke lapangan. Setelah itu dilakukan studi pustaka untuk
mengetahui cara-cara penyelesaian masalah yang ada dan menentukan tujuan serta
output dari penelitian tersebut. Perlunya dilakukan pengumpulan data primer yang
didapat dari hasil pengukuran/survei di lapangan serta data sekunder yang didapat
baik dari internet, buku, data curah hujan, hasil penelitan maupun referensi lainnya.
Prosedur Analisis Data
Analisis Curah Hujan
Menurut Prastowo (2010), curah hujan yang turun pada suatu wilayah akan
berproses dalam bentuk evapotranspirasi, limpasan dan airtanah. Proses dan
besaran evapotranspirasi sangat tergantung pada kondisi penggunaan lahan untuk
pertanian, hutan dan tumbuhan lain. Curah hujan dihitung bedasarkan data curah
hujan maksimum harian selama 10 tahun dari BMKG (Lampiran 2 dan Lampiran
3). Kemudian curah hujan tersebut dihitung dengan menggunakan metode Weibull
yang dapat dilihat melalui persamaan (1).
T =

+

(1)

Keterangan :
Tr
= periode ulang
m
= nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n
= banyaknya data atau jumlah kejadian (event)
Setelah dilakukan perhitungan dengan metode Weibull, langkah selanjutnya
digunakan persamaan statistik seperti rerata dan simpangan baku untuk
mendapatkan hasil perhitungan peluang curah hujan harian maksimum pada lokasi
penelitian. Curah hujan harian maksimum yang digunakan merupakan data curah
hujan harian maksimum selama 10 tahun sehingga untuk nilai untuk mendapatkan
intensitas hujan, digunakan metode Mononobe yang dapat dilihat melalui
persamaan (2)
I=

(2)

Keterangan:
I
= intensitas hujan (mm/jam)
t
= waktu konsentrasi / lamanya hujan (jam)
R24
= curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
Menurut Suripin (2004), curah hujan berlebih akan diturunkan dalam
bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan
proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut sedangkan besarnya pengisian
air tanah merupakan sisa nilai curah hujan yang tidak menjadi limpasan. Metode

5
untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum digunakan adalah
metode rasional. Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama
paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS. Persamaan matematik
metode rasional dinyatakan dalam persamaan (3).
Q=

.

xCxIxA

(3)

Keterangan :
Q
= debit maksimum (m3/detik)
C
= koefisien Limpasan
I
= intensitas hujan (mm/jam)
A
= luas daerah pengaliran (ha)
Pola Aliran Air
Pola aliran air ditentukan dengan pengamatan langsung pada kondisi di
lapangan maupun pengukuran serta pengolahan data yang diperlukan seperti :
1. Observasi daerah aliran air pada jalan sekitar Jalan Meranti-Tanjung dengan
menggunakan peta serta tinjauan secara langsung.
2. Observasi dan penentuan daerah tangkapan air berdasarkan arah/pola aliran air
mengalir dengan menggunakan peta, GPS dan Total Station serta software
surfer versi 10 dalam membuat peta kontur.
3. Mengidentifikasi masalah pola aliran air serta menentukan arah jalur aliran dan
arah aliran alternatif yang dapat digunakan dalam mengurangi limpasan.
Perencanaan Saluran Drainase
Dalam pengembangan aliran permukaan diperlukan adanya struktur-struktur
maupun desain praktis untuk mengubah jumlah, waktu, dan kualitas hasil air (water
yield) (Brooks et al. 2003). Salah satu faktor terpenting dalam pengembangan aliran
permukaan tersebut adalah adanya perencanaan hidrolika yang baik. Adapun
langkah-langkah perencanaan hidrolika pada daerah sekitar Jalan Meranti-Tanjung
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Saluran Drainase
Perencanaan saluran drainase dilakukan berdasarkan evaluasi keadaan
saluran drainase eksisting yang perlu dimodifikasi maupun ditambahkan dalam
mengurangi limpasan maupun genangan yang terjadi. Kapasitas saluran
eksisting daerah sekitar Jalan Meranti-Tanjung dihitung melalui persamaan (4),
(5), dan (6) yang merupakan dasar dalam menentukan dimensi saluran.
V = K. R ⁄ S ⁄ m/detik
Q = V. A m /detik
R=

A

m

(4)
(5)
(6)

6
Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan masalah
dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang rendah. Kecepatan aliran
rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan. Untuk
perencanaan saluran pembuang, aliran dianggap steady dan seragam (uniform)
seperti tertera pada persamaan (4). Perhitungan saluran rencana selanjutnya
dapat dilihat pada persamaan (7) s.d (13).
A= bh+zh = h w+z
P=b+ h
+z . =h w+
R = A/P
Q = A Km R I
F=

h =(

+

+z

.

+z

+z

.K .I

8

)

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

(12)

B = b + x h + FB x z

(13)

Δb x h = −Δh x B = −Δh x b + zh = −Δh w + z h

(14)

Nilai b yang didapatkan dari perhitungan biasanya harus dibulatkan ke
suatu angka yang secara praktis dapat dikerjakan di lapangan. Dengan
menambah atau mengurangi nilai b dan Δb, maka akan terjadi perubahan pada
h (Δh). Persamaan (14) dan (15) dibawah ini menunjukan bahwa dengan
penambahan Δb, maka luas penampang aliran (A) tidak boleh berubah. Untuk
nilai hubungan antara Q,h, b/h dalam kriteria perencanaan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Δh = −

Δb

+ z

Keterangan :
V = kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/detik)
K = koefisien kehalusan
R = radius hidrolis (m)
S = kemiringan rata-rata saluran (slope)
A = luas penampang basah saluran (m2)
P = keliling basah saluran (m)
Q = debit aliran (m3/det)
b = lebar saluran bawah (m)
B = lebar saluran atas (m)
h = kedalaman aliran (m)
w = b/h
z = kemiringan talud

(15)

7

Tabel 1 Nilai hubungan antara Q, h, b/h untuk saluran pembuang
Q (m3/det)
3.5

Sumber : Hindarko 2000

h (m)
1.00

b/h
1
2
2.5
3

Tinggi jagaan minimum (FB) yang diberikan pada saluran dikaitkan
dengan debit rencana saluran seperti diperlihatkan dalam Gambar 3.

Sumber : DPU 1986

Gambar 3 Tinggi jagaan untuk saluran pembuang (USBR)
2. Perencanaan gorong-gorong
Menurut Mawardi (2007), gorong-gorong adalah salah satu bangunan
air pada persilangan untuk menyalurkan air yang lewat dari satu sisi jalan yang
lain atau untuk mengalirkan air pada persilangan dua buah saluran dengan
tinggi muka air yang berbeda pada kedua saluran tersebut. Pengaliran dalam
gorong-gorong dapat bersifat aliran terbuka atau dalam pipa.
Kecepatan aliran di dalam gorong-gorong yaitu berkisar antara 1.5-2.0
m/detik dengan diameter minimum 0.7 dan maksimum 1.00 m. Pengaliran di
dalam gorong-gorong dapat sebagai pengaliran terbuka (bebas) selama
bangunan tidak tenggelam (Mawardi 2007). Rumus pengaliran gorong-gorong
yang bersifat saluran terbuka dapat menggunakan rumus melalui persamaan
(4) s.d (15). Untuk gorong-gorong yang tenggelam, kehilangan tekanan dalam
gorong-gorong dapat dihitung melalui persamaan (16)

8
h=

+ α + bL

(16)

A

Keterangan :
S
= keliling basah lubang (m)
A
= luas basah lubang (m2)

= koefisien kehilangan tekanan akibat dari gesekan di bagian mulut
lubang dan perubahan arah arus = − ; u = 0.80-0.83

L
= panjang pipa (m)

Ød = diameter pipa bulat


Berdasarkan KP-04 (DPU 1986) untuk gorong-gorong pendek (L < 20
m) dapat dianggap benar melalui persamaan (17) di bawah ini.
(17)

Q = µA √ gz

Keterangan :
Q = debit (m3/detik)
µ = koefisien debit (0.8-0.9)
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong (m)

Tabel 2 Harga b untuk pipa bulat

Ød (m)
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.--

b
0.0324
0.0318
0.0313
0.0310
0.0309
0.0308
0.0307
0.0306

Ød
1.2
1.5
2.-

b
0.0305
0.0303
0.0302

Sumber : Mawardhi 2007.

3. Drainase Inlet
Saluran inlet merupakan saluran yang menghubungkan aliran air dari
perkerasan jalan menuju saluran (DPU 2006). Perencanaan saluran inlet
sebaiknya dihubungkan dengan menggunakan saluran kecil yang biasa disebut
gutter. Gutter dibuat di antara kereb dan badan jalan untuk menyalurkan air
hujan yang jatuh di atas permukaan jalan ke saluran samping jalan. Lebar
genangan (zd) dibatasi seperti terlihat pada Gambar 4 yaitu maksimum 2 m.
Beberapa jenis inlet diantaranya adalah inlet got tepi (gutter inlet) dengan
lubang bukaan terletak mendatar secara melintang pada dasar got tepi,
berbatasan dengan batu tepi (Gambar 5). Selain itu, untuk inlet kereb tepi (curb
inlet), lubang bukaan terletak pada bidang batu/kereb tepi dengan arah masuk
tegak lurus pada arah aliran got tepi, sehingga kereb tepi bekerja sebagai
pelimpah samping (DPU 2006).

9

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2006

Gambar 4 Tinggi dan lebar genangan pada kereb (lubang drainase)
Jumlah saluran inlet yang direkomendasikan maksimal setiap 5 meter
dengan lebar saluran selebar kereb. Kapasitas inlet samping (side inlet) didapat
dari 80% kapasitas sesuai dengan Lampiran 15 yang merupakan kurva
kapasitas lubang pemasukan samping.

Sumber : USDT 2009

Gambar 5 Jenis jenis inlet
Dalam perencanaan dimensi inlet samping terutama jenis kereb, dapat
dilakukan dengan menggunakan metode kontinuitas pada persamaan (5).
Menurut Queensland Department of Transport and Main Road (2010), batas
kecepatan aliran yang berada di jalan raya untuk periode ulang tahun < 10 tahun
dapat menggunakan persamaan (18) di bawah ini :
zd. Vag ≤ .4

Keterangan :
zd
= lebar genangan pada jalan (≤ 2m) (m)
Vag
= kecepatan rata-rata di jalan raya (m/detik)

(18)

10
Perencanaan bentuk ataupun dimensi saluran inlet tergantung kondisi
lapang (datar,turunan/tanjakan). Berikut pada Gambar 6 ditampilkan beberapa
contoh gambar saluran inlet pada jalan menurun/tanjakan.

(a)

(b)

Sumber : DPU 2006

Gambar 6 Inlet untuk kemiringan jalan > 4% (a) tampak atas (b) tampak samping
4. Rencana Anggaran Biaya
Perencanaan anggaran biaya ditentukan dengan menggunakan harga
satuan dasar bangunan, upah, dan alat untuk daerah Kabupaten Bogor tahun
2014. Untuk analisis harga satuan pekerjaan dapat dilihat pada Lampiran 16
s.d 20

Evaluasi eksisting

Analisis dimensi
eksisting (b,y)
Kemiringan lahan (s)
Koef Stickler (km)

Plotting peta
kontur (Arcgis
10)

Kontur
(Surfer)
Pola aliran
(water flow)

Analisis dimensi
(A,R,P,V)

Koef limpasan
per sub DTA
(c)

Luas landuse
(A)

Debit eksisting
(Qeks)

Debit Rencana
Q = C. I. A)

Intensitas
hujan (i)

Qeks>
Qr

RAB
Analisis bangunan
Inlet
Analisis
Perhitungan
gorong-gorong

Evaluasi
saluran
Qr>Qe
ks

Analisis head (h)

Analisis nilai
z,w, dan F
Analisis nilai A,R,p,b

Data topografi
(x,y,z)

Analisis pola
aliran

Waktu
konsentrasi
(tc)

Curah hujan harian
maksimum (10 tahun)

Perencanaan
Saluran

V = Qr/A
Ya

V≤ V izin

b’ dan h’
(baru)

Tidak
?

Analisis slope (i)

Gambar 7 Tahapan analisis perencanaan saluran

FB
dan B

(baru
Debit
Eksisting
rencana

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Aliran
Menurut Suripin (2004), dalam perencanaan saluran drainase jalur (trase)
saluran sedapat mungkin mengikuti pola jaringan yang telah ada, kecuali untuk
saluran tambahan, dan/atau saluran drainase di daerah perluasan kota. Sistem
drainase yang ada berdasarkan perencanaan awal, semua limpasan air yang
melewati saluran drainase utama tepatnya di Jalan Meranti dan Jalan Tanjung ke
badan sungai Ciapus yang berada di bagian hilir.
Beban aliran yang diterima oleh drainase pada Jalan Meranti dan Tanjung
dibagi menjadi beberapa bagian. Jalan Meranti menerima beban yang berasal dari
sub DTA 1A,1B, dan 1E. Khusus untuk sub DTA 1C, drainase yang berada di
Gedung Kuliah Fahutan diarahkan ke dalam sumur resapan yang terdapat di
samping gedung Sylva Pertamina. Jalan Tanjung menerima beban aliran yang
berasal dari sub DTA 2A s.d 2C ditambah aliran yang berasal dari sub DTA 1D.
Pola aliran pada daerah Jalan Meranti-Tanjung dapat dilihat pada Gambar 8 di
bawah ini.

Gambar 8 Pola aliran air di wilayah penelitian
Hasil observasi menunjukan bahwa untuk aliran air yang berada di setiap sub
DTA sudah sesuai dengan kondisi topografi yang ada. Namun keadaan eksisting
saluran yang tidak sanggup untuk menampung besarnya debit membuat aliran
drainase melimpas ke badan jalan dan menyebabkan terjadinya genangan.
Beberapa titik genangan diantaranya terdapat di sekitar Gedung CCR dan Gedung
Kornita. Genangan yang terjadi mengakibatkan kerusakan di beberapa ruas jalan
salah satunya seperti pada ruas Jalan Tanjung tepatnya di depan Gedung Kornita
Hasil perhitungan luas genangan dengan metode gridding dapat dilihat hubungan
antara luas genangan dengan curah hujan (Tabel 3).

12
Tabel 3 Hasil perhitungan luas genangan yang terdapat di sekitar Jalan MerantiTanjung
Luas Genangan Air (m2)
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Daerah CCR
Fahutan
Kornita
6.95
60.72

Bulan

Tanggal

Curah
Hujan
(mm)

Feb

25

10.60

16

13.20

72.00

8.66

35.62

17

27.20

72.00

17.32

106.07

19

40.20

72.00

26.37

147.53

27

54.60

79.20

35.82

137.78

5

113.40

131.50

74.40

162.92

Mar

Apr

Tata Guna Lahan
Menurut Jayadinata (1999), tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan
lahan. Hakikat dari tata guna lahan, yaitu untuk menata suatu lahan sesuai dengan
peruntukannya. Tata guna lahan beserta topografi pada akhirnya akan
mempengaruhi koefisien limpasan. Menurut Raji (2011), koefisien limpasan
merupakan perbandingan antara limpasan dan curah hujan. Berdasarkan citra satelit
Google Earth akuisisi 22 April 2014 yang telah diolah dan dianalisis menggunakan
program Arcgis versi 10, wilayah studi kali ini memiliki luas sebesar 14.81 Ha.
Daerah sekitar Jalan Meranti-Tanjung memiliki persentase 56.13 % vegetasi,
bangunan kosong 31 %, 6% digunakan aspal/paving, dan 7% merupakan lahan
kosong.

Gambar 9 Peta sub DTA dan tata guna lahan lokasi penelitian

13
Hasil observasi menunjukan bahwa daerah penelitian dibagi menjadi dua
Daerah Tangkapan Air (DTA) atau catchment area yang masing-masing wilayah
dibagi lagi menjadi beberapa sub DTA. Pembagian sub DTA area harus sesuai
dengan arah aliran yang masuk ke dalam setiap saluran dan dilakukan guna
menghindari perencanaan dimensi yang terlalu besar. Selain itu, peta tutupan lahan
yang terdapat pada Gambar 9 digunakan untuk menentukan koefisien limpasan (C)
yang berpengaruh pada perhitungan debit (Q). Analisis perhitungan luas area dan
koefisien limpasan pada setiap wilayah terdapat pada Lampiran 4. Sub DTA 1A
dan 1B merupakan pusat kegiatan akademik TPB sehingga penggunaan lahan di
daerah ini merupakan lahan terbangun, sedangkan daerah 1E dan 2C sebagian besar
merupakan vegetasi tanaman bertajuk tinggi dan daerah ini memiliki topografi yang
relatif curam pada hilir. Kondisi fisik sub DTA pada wilayah studi dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Deskripsi kondisi fisik sub Daerah Tangkapan Air (DTA)
Sub Daerah
Tangkapan
Air (DTA)
Sub DTA 1A 
Sub DTA 1B 
Sub DTA 1C 

Sub DTA 1D 
Sub DTA 1E 
Sub DTA 2A 
Sub DTA 2B 
Sub DTA 2C 

Deskripsi
Kondisi topografi relatif bergelombang, kondisi tanah
lempung berpasir dan vegetasi yang terdapat di lokasi adalah
padang berumput dan terdapat bangunan di sekitar DTA.
Kondisi topografi relatif datar, sebagian besar penggunaan
lahannya adalah vegetasi jenis padang rumput dan lahan
terbangun.
Kondisi topografi relatif datar, jenis tanah lempung berpasir
dan sebagian besar digunakan untuk lahan terbangun. Bukan
merupakan drainase utama karena sebagian aliran ditampung
pada sumur resapan.
Kondisi topografi yang relatif datar. Tidak memiliki saluran
drainase utama. Aliran permukaan mengalir ke saluran yang
berada di DTA 2C.
Kondisi topografi relatif curam. Lokasi berada di bagian hilir
drainase sehingga air hujan akan langsung menuju ke Sungai
Ciapus.
Kondisi topografi relatif bergelombang, kondisi tanah
lempung berpasir dan vegetasi yang terdapat di lokasi adalah
padang berumput dan terdapat bangunan di sekitar DTA .
Kondisi topografi relatif bergelombang, jenis tanah lempung
berpasir dan sebagian besar penggunaan lahannya dipakai
untuk hutan.
Kondisi topografi relatif curam, jenis tanah lempung berpasir
dan vegetasi sebagian besar merupakan hutan. Air yang
berasal dari lokasi langsung mengalir ke Sungai Ciapus.

14
Besar kecilnya limpasan sangat ditentukan oleh penggunaan lahan yang
berada di setiap sub DTA. Koefisien pengaliran bervariasi antara 0.28-0.54 yang
disebabkan karena adanya penggunaan lahan yang seragam. Sub DTA yang
memiliki koefisien limpasan terendah adalah sub DTA 1E yaitu sebesar 0.28 karena
wilayah vegetasi yang sangat luas dan memiliki persentase wilayah terbangun
paling kecil. Sub DTA 1A memiliki koefisien limpasan paling besar yaitu 0.54
karena selain wilayah yang relatif datar, persentase wilayah terbangun pada daerah
ini paling tinggi.
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi C diantaranya semakin
besar persentase lahan terbangun maka semakin besar limpasan, semakin besar
kemiringan lahan maka semakin besar limpasan. Jenis tanah juga mempengaruhi
limpasan. Semakin liat tanah, semakin besar limpasan (Rossi 2012).
Debit Rencana
Metode yang digunakan untuk menghitung debit puncak limpasan antara lain
metode rasional, Soil Conservation Service (SCS) , dan rasional yang dimodifikasi
(Needhidasan 2013). Perhitungan debit rencana dapat dilakukan dengan
menggunakan metode rasional seperti pada persamaan (1). Menurut Suripin (2004),
untuk luas DTA antara 10-100 ha, maka periode ulang yang digunakan dalam
perencanaan adalah dua tahun. Perhitungan debit rencana menggunakan metode
analisis probablitas yang kemudian diketahui bahwa metode yang memiliki error
paling kecil adalah perhitungan dengan metode Gumbel (Tabel 5). Debit yang
memiliki nilai paling besar adalah sub DTA 1E dan 2C. Hal ini dikarenakan kedua
sub DTA tersebut menampung beban aliran yang berada di hulu saluran.
Tabel 5 Hasil analisis probabilitas hujan rencana
Analisis Probabilitas Hujan Rencana (mm/hari)

Periode
Ulang
(T tahun)

Normal

Log Normal

Log Pearson
III

Gumbel

2
5
10
25
50

128.16
143.57
151.65
159.54
165.78

126.93
143.78
153.47
163.59
172.05

128.76
144.13
151.70
159.35
164.01

125.69
147.58
162.08
180.41
194.00

Selanjutnya, untuk memastikan debit yang didapat dari periode ulang sesuai
dengan kondisi aktual, maka diperlukan analisa perbandingan antara debit rencana
dengan debit aktual. Hasil analisis didapat bahwa debit rencana yang dihitung telah
sesuai dengan keadaan aktual dikarenakan nilai yang didapat pada debit aktual
dengan curah hujan 113.4 mm selalu lebih kecil dari debit rencana yang sudah
dihitung sebelumnya. Perbandingan debit rencana dengan debit aktual dapat dilihat
pada Tabel 6 di bawah ini.

15
Tabel 6 Hasil perbandingan debit rencana aktual dengan debit rencana untuk setiap
sub daerah tangkapan air (DTA)
Sub DTA
Sub DTA 1A
Sub DTA 1B
Sub DTA 1C
Sub DTA 1D
Sub DTA 1E
Sub DTA 2A
Sub DTA 2B
Sub DTA 2C

Debit aktual (m3/detik)
CH = 113.4 mm
0.481
0.290
0.159
0.374
1.654
0.160
0.301
0.689

Debit rencana Periode 2
tahunan
0.533
0.322
0.176
0.414
1.833
0.226
0.334
1.467

Perencanaan Saluran Drainase
Menurut Guo (2004), saluran drainase yang paling efisien dapat diperoleh
dengan meminimalisir penampang saluran sehingga sesuai dengan debit rencana
atau mendesain jaringan drainase sehingga diperoleh debit rencana yang sesuai
dengan kemampuan konstruksi saluran pada dimensi penampang tertentu.
Debit rencana yang sudah didapat sebelumnya, digunakan untuk perhitungan
dalam perencanaan saluran. Rencana rehabilitasi atau perbaikan saluran drainase
dimaksudkan untuk mengantisipasi luapan air dari saluran yang menyebabkan
timbulnya genangan pada titik tertentu. Hasil evaluasi kapasitas saluran terhadap
debit banjir rancangan dapat diketahui bahwa ada saluran yang yang perlu
mengalami perbaikan. Saluran yang lama direhabilitasi agar mampu menampung
debit banjir rancangan dengan periode ulang dua tahun.
Evaluasi Saluran Eksisting
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan persamaan (4) s.d (13)
untuk sub DTA 1A dan 1B saluran drainase yang dimiliki sudah memadai sehingga
tidak perlu dilakukan perbaikan pada saluran ini. Dimensi saluran yang tidak sesuai
mengakibatkan saluran tidak dapat menampung debit yang masuk sehingga tanah
yang berada di sepanjang saluran tergerus dan mengakibatkan sedimentasi yang
sangat tinggi (Gambar 10). Dalam kondisi normal, saluran dapat menampung debit
sebesar 0.178 m3/detik. Namun dengan adanya sedimentasi sebesar 15 cm, maka
saluran hanya mampu menampung debit sebesar 0.114 m3/detik. Sub DTA 1D
berada di daerah sekitar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(KSHE) Fakultas Kehutanan. Sub DTA ini tidak memiliki drainase utama sehingga
diarahkan menuju sub DTA 2C. Sub DTA 1E memiliki jenis saluran yaitu saluran
terbuka dengan dimensi 30 x 30 cm. Debit yang terdapat pada sub DTA ini cukup
besar dikarenakan menerima beban debit yang berasal dari sub DTA 1A dan 1B.
Selain itu, kemiringan lahan yang besar dan tidak berfungsinya inlet saluran
membuat air tidak dapat masuk ke dalam badan saluran lalu dimensi yang kecil
menyebabkan air meluap sehingga harus dilakukan evaluasi saluran drainase. Hal
ini dibuktikan dengan adanya limpasan yang terjadi di sepanjang jalan terutama di
sub DTA 1C dan 1E (Lampiran 6).

16

(a)
(b)
Gambar 10 Kondisi eksisting saluran yang berada pada (a) sub DTA 1C dan (b)
sub DTA 1E
Saluran yang berada di Jalan Tanjung belum mencukupi debit yang masuk.
Genangan yang terjadi di daerah ini terbilang cukup tinggi, sehingga perlu
dilakukan perencanaan saluran yang baik. Daerah yang berada di Jalan Tanjung
merupakan DTA 2 yang memiliki 3 tiga sub DTA. Dimensi yang kecil, dan
tingginya sedimentasi yang berada di sub DTA 2A selalu terjadi genangan di setiap
hujan (Gambar 11). Dimensi saluran pada sub DTA ini adalah 30 x 20 cm, dibuat
dengan pasangan batu. Dalam keadaan normal, saluran ini dapat menampung debit
sebesar 0.158 m3/detik. Namun, karena adanya sedimentasi setinggi 15 cm maka
saluran hanya dapat menampung debit sebesar 0.022 m3/detik. Pada sub DTA 2B,
saluran yang dimiliki sub DTA ini adalah 30 x 30 cm. Permasalahan pada daerah
ini adalah tidak memiliki inlet yang cukup baik sehingga limpasan permukaan tidak
dapat masuk ke badan saluran. Debit eksisting pada saluran yang berada di sub DTA
2B dapat dikatakan belum memadai, sedangkan untuk saluran yang berada di sub
DTA 2C dari hasil analisis sudah dapat menampung aliran debit yang masuk. Hasil
evaluasi saluran drainase eksisting di sekitar Jalan Meranti-Tanjung dapat dilihat
pada Lampiran 6.

(a)
(b)
Gambar 11 Kondisi eksisting saluran yang berada pada (a) sub DTA 2A
dan (b) sub DTA 2B

17
Perencanaan Saluran dan Rencana Anggaran Biaya
a. Saluran
Hidrolika saluran dirancang dengan trial and error dan mempertimbangkan
topografi lahan. Saluran drainase merupakan saluran yang dirancang dengan
penampang segi empat dan menggunakan jenis pasangan batu dengan nilai n
sebesar 0.025 (Hindarko 2000) (Gambar 12). Berdasarkan Kriteria Perencanaan
untuk saluran (KP-03) (DPU 1986), kecepatan maksimum untuk saluran dengan
menggunakan jenis pasangan batu adalah 2 m/detik.
Hasil observasi mempelihatkan bahwa saluran pada sub DTA 1A,1B, dan 2C
tidak perlu di analisis kembali karena sudah dapat menampung debit yang masuk.
Berdasarkan evaluasi kapasitas saluran terhadap debit banjir rencana dapat
diketahui bahwa ada saluran yang perlu mengalami rehabilitasi seperti pada saluran
yang berada pada sub DTA 1C, 2E, 2A dan 2B (Gambar 13). Saluran dirancang
agar dapat menampung banjir dengan periode ulang dua tahun. Hasil analisis
perencanaan saluran dapat dilihat pada Lampiran 7 sedangkan hasil perbandingan
debit rencana dengan debit eksisting rencana beserta dapat dilihat pada Tabel 7

(a)

(b)

Gambar 12 Potongan melintang tipe saluran drainase untuk (a) sub DTA 1C dan
(b) sub DTA 2B
Tabel 7 Hasil perbandingan debit rencana dengan debit eksisting rencana
DTA

DTA 1
DTA 2

Sub DTA
Sub DTA 1C
Sub DTA 1E
Sub DTA 2A
Sub DTA 2B

Saluran
baru
b
y
(m)
(m)
0.60 0.70
0.80 0.52
0.40 0.50
0.65 0.50

Q eksisting
(m3/detik)

Q rencana
(m3/detik)

Evaluasi

0.397
2.229
0.348
0.589

0.352
1.833
0.226
0.334

Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi

18

Gambar 13 Sketsa perencanaan saluran baru untuk daerah Jalan Meranti-Tanjung
b. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran
bawah jalan, atau jalan kereta api) (KP-04) (DPU 1986). Kecepatan aliran yang
dipakai dalam perencanaan gorong-gorong bergantung pada jumlah kehilangan
energi yaitu sebesar 1.5 m/detik.
Terdapat dua gorong-gorong di sekitar Jalan Meranti-Tanjung yang
terhubung melintang jalan yaitu pada Titik 1 yang menghubungkan antara sub DTA
1A dengan 1B dan Titik 2 yang menghubungkan antara sub DTA 2A dengan 2C
(Gambar 14). Gorong-gorong yang berada pada Titik 2 tidak mengalami masalah
karena hasil observasi dimensi dari gorong-gorong berbentuk lingkaran dengan
diameter 90 cm sudah mampu menampung debit sebesar 0.65 m3/detik (Lampiran
14).

Gambar 14 Sketsa gorong-gorong melintang jalan yang berada di sekitar Jalan
Meranti-Tanjung

19
Beberapa permasalahan diantaranya terletak pada gorong-gorong yang
berada di Titik 1 yaitu dimensi sebesar 60 x 60 cm belum dapat mencukupi debit
yang masuk sebesar 0.675 m3/detik. Debit yang dapat ditampung pada goronggorong ini hanya dapat mencapai 0.54 m3/detik sehingga air yang melimpas ke
badan jalan sebesar 0.13 m3/detik (Lampiran 13). Selain kecilnya dimensi, tidak
adanya bak kontrol pada saluran percabangan menyebabkan terjadinya backwater
sehingga ketinggian muka air bertambah dan mengakibatkan meluapnya aliran ke
badan jalan. Analisis perhitungan dimensi gorong-gorong dengan panjang < 20 m
dapat menggunakan persamaan (4) s.d (17). Hasil perhitungan didapat bahwa
saluran tersebut harus memiliki dimensi 75 cm. Gorong-gorong yang baru dengan
menggunakan tipe tenggelam dengan penampang lingkaran yang direncanakan
memiliki panjang 12 m dapat menampung debit sebesar 0.74 m3/detik (Tabel 8)
serta pada titik tersebut harus dilengkapi dengan boks kontrol untuk menghindari
terjadinya backwater (Gambar 15). Kedalaman dari boks kontrol dianjurkan adalah
sebesar dua kali (2x) dari kedalaman tinggi muka air sehingga limpasan yang berada
di badan saluran sementara dapat tertampung dan secara tidak langsung beban
aliran dapat berkurang. Adapun rancangan gambar dalam bentuk 3 dimensi yang
seperti pada Lampiran 10.

Gambar 15 Tipe gorong-gorong tenggelam pada Titik 1
Tabel 8 Dimensi gorong-gorong pipa bulat tenggelam hasil analisis perhitungan
Parameter Hidrolik
Qr (m3/detik)
V (m/detik)
A (m2)
d (m)
P (m)
g (m/detik2)
α
L (m)
Ød
B
Hf (m)
Qeks (m3/detik)

Nilai
0.67
1.50
0.45
0.75
2.37
9.81
0.25
12.00
1.33
0.03
0.19
0.75

20
c. Inlet Drainase
Air yang menggenang di badan jalan dapat merusak dan mengganggu
pengguna jalan terutama civitas akademik. Sebagai contoh permasalahan yang
terjadi pada sub DTA 1C,1E, 2A, dan 2B ketika hujan, air yang berada di badan
jalan tidak dapat masuk ke dalam saluran karena di sepanjang ruas jalan tidak
terdapat lubang pemasukan (inlet). Selain itu inlet yang berada di sepanjang saluran
belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh DPU melebihi batas maksimum
sebesar 5 meter dan dimensi yang terlalu kecil pada setiap inlet serta ditambah
tingginya sedimentasi mengakibatkan lubang inlet tertutup (Gambar 16). Tinggi
bahu jalan yang lebih besar dibandingkan badan jalan serta tipe bahu jalan yang
masih berupa padatan tanah menyebabkan air tidak dapat masuk sehingga terjadi
limpasan dan mengakibatkan genangan pada titik tertentu. Kondisi inlet yang
terbuka dan tidak terdapatnya inlet dalam satu ruas jalan tertentu juga menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, diperlukan konstruksi lubang tertentu untuk dapat mempercepat
aliran permukaan masuk ke dalam saluran drainase. Hasil observasi kondisi
eksisting inlet dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil observasi permasalahan inlet Jalan Meranti-Tanjung
Sub DTA

Dimensi (cm)

Jarak antar inlet
(m)

Sub DTA 1A

15 x 10

4.3

Sub DTA 1B

15 x 10

5.1- 9.1

Sub DTA 1C
Sub DTA 1E

Tidak terdapat
inlet
Tidak terdapat
inlet (Jalan
Meranti)

Sub DTA 2A

30 x 10

Sub DTA 2B

50 x 20

Sub DTA 2C

20 x 15

-

Kondisi eksisting
Sebagian lubang masih tertutup
sedimentasi
Sedimentasi,Dimensi terlalu kecil dan
jarak inlet terlalu besar
Tidak ada bangunan inlet di
sepanjang saluran

5.4-6.6 (Jalan
Pinus)

Tidak dapat bangunan inlet di bagian
hulu saluran.

Hanya 1 inlet
(terbuka)
Hanya 1 inlet
(terbuka)

Inlet tipe terbuka dan tidak sesuai
standar perencanaan
Inlet tipe terbuka dan tidak sesuai
standar perencanaan
Inlet tipe terbuka dan tidak sesuai
standar perencanaan

5.4-6.6

Hasil analisis perhitungan dimensi inlet dapat direkomendasikan bahwa inlet
yang digunakan adalah jenis kereb (curb) dengan tinggi 20 cm. Hasil ini diperoleh
dengan menggunakan trial and error yang berdasarkan observasi, genangan
tertinggi pada Jalan Meranti-Tanjung sebesar 10 cm sehingga diharapkan air dapat
masuk dengan cepat ke dalam lubang kereb (Tabel 10). Selain itu elevasi pada
lubang drainase dibuat rendah daripada permukaan jalan agar genangan dapat
masuk dengan cepat ke dalam badan saluran (Gambar 17). Perencanaan inlet
khususnya untuk daerah yang memiliki kemiringan > 4% juga harus diperhatikan
yaitu pada sub DTA 1E dan 2C (Jalan Pinus). Bentuk inlet yang dibuat tegak lurus
arah jalan mengakibatkan limpasan air yang berada di badan jalan tidak dapat
masuk ke dalam lubang sehingga perlu adanya perbaikan terutama pada lubang
dengan membuat kemiringan sebesar 60-75º.

21

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 16 Keadaan eksisting lubang drainase pada (a) sub DTA
1B dan (b) 1C (c) 1E (d) sub DTA 2A-2B

(a)

(b)

Gambar 17 Bangunan inlet (a) tipe berkisi dan (b) tipe kereb
Sumber : Linsley dan Franzini 1985

Tabel 10 Hasil analisis dimensi inlet di sekitar ruas Jalan Meranti-Tanjung
Sub DTA
Sub DTA 1A
Sub DTA 1B
Sub DTA 1C
Sub DTA 1E
Sub DTA 2A
Sub DTA 2B
Sub DTA 2C

ij
0.013
0.011
0.002
0.068
0.022
0.020
0.062

d (m)
0.010
0.010
0.020
0.010
0.100
0.100
0.010

v (m/s) Q (m3/s) Q 80%
0.200
0.019
0.015
0.200
0.017
0.014
0.200
0.042
0.034
0.200
0.010
0.008
0.133
0.018
0.015
0.133
0.019
0.015
0.200
0.010
0.008

A m2
0.076
0.068
0.168
0.040
0.109
0.111
0.039

t (cm)
20
20
20
20
20
20
20

l (cm)
40
40
75
20
50
50
20

22
d. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Dalam pelaksanaan suatu proyek, diperlukan perencanaan yang baik agar
waktu pelaksanaan proyek dapat selesai tepat waktu dengan biaya yang efisien.
Besarnya biaya pelaksanaan suatu proyek dapat dihitung dari analisis harga satuan
pekerjaan. Untuk melakukan analisis ini diperlukan harga satuan dasar tenaga
Perhitungan rencana anggaran biaya dilakukan dengan menggunakan metode
pendugaan biaya nyata (estimate real of cost) yang secara umum tidak memerlukan
biaya izin mendirikan bangunan, keuntungan, biaya perencanaan, biaya
pengawasan. Metode ini menggunakan susunan yang merupakan hasil perkalian
volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan. Biaya pembuatan bahan
berdasarkan kebutuhan rehabilitasi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Biaya bahan pembuatan saluran drainase di sekitar Jalan MerantiTanjung
No

1
2
3
4
5

Uraian Bahan
Timbunan pasir
sebagai pengisi
dengan pemadatan
Pasangan batu
dengan mortar
untuk saluran
Beton K-175 untuk
tutup saluran
Buis beton diameter
80 cm
Penutup saluran
terali besi strip 2x3
mm

Total
Volume
85.68
504.24
13.90
24.00
6.00

Sat
uan

Harga Satuan

Harga Pekerjaan

m3

Rp

242 411.40

Rp

m3

Rp

835 488.17

Rp 421 289 896.79

m3

Rp 1 327 595.22

Rp

18 448 263.19

m3

Rp 2 083 863.96

Rp

50 012 735.12

m2

Rp

Rp

1 165 929.30

Total Biaya

194 321.55

20 769 663.31

Rp 511 686 487.71

Hasil evaluasi saluran menunjukan bahwa total biaya bahan yang digunakan
untuk membuat saluran baru pada sub DTA 1C, 1E, 2A, dan 2B tepatnya di sekitar
Jalan Meranti-Tanjung adalah Rp. 512 juta. Biaya ini sudah termasuk pembuatan
gorong-gorong yang berada di Titik 1 dan pembuatan boks kontrol. Selain itu,
terdapat biaya tambahan yang digunakan untuk membuat penutup saluran beton
dengan tebal 6 cm yang akan diletakan di daerah sub DTA 1C dan 1E. Penutup
saluran berupa terali besi strip ukuran 2x3 mm digunakan selain untuk
mempermudah pengecekan dan pemeliharan juga digunakan sebagai penutup boks
kontrol. Susunan rancangan anggaran biaya nyata secara detail dapat dilihat pada
Lampiran 21 s.d Lampiran 23.

23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pola aliran air yang berada di setiap sub DTA sudah sesuai dengan kondisi
topografi yang ada. Namun keadaan eksisting saluran yang tidak sanggup untuk
menampung besarnya debit sehingga air melimpas ke badan jalan dan
menyebabkan genangan yang mengakibatkan kerusakan jalan dibeberapa titik
tertentu. Daerah Jalan Meranti-Tanjung memiliki koefisien limpasan berkisar 0.290.54 dengan debit rencana yang digunakan adalah periode ulang 2 tahun dengan
kisaran debit 0.2 s.d 2.2 m3/detik. Terdapat permasalahan pada kondisi eksisting
diantaranya pada gorong-gorong sub DTA 1A-1B lalu permasalahan sedimentasi
pada sub DTA 1C dan 2A serta permasalahan terlalu kecilnya dimensi yang terdapat
di sub DTA 1C, 1E, 2A dan 2B. Penempatan inlet yang tidak baik di setiap ruas
jalan pada daerah penelitian merupakan salah satu penyebab terjadinya genangan.
Rehabilitasi di setiap saluran yang tidak dapat menampung debit rencana serta
perubahan bentuk gorong-gorong sub DTA 1A-B menjadi lingkaran dengan tipe
tenggelam dan bak kontrol agar dapat menampung debit yang berasal dari saluran
kolektor. Selain itu disarankan menggunakan tipe inlet jenis kereb (curb) dengan
tinggi yaitu 20 cm dan lebar yang disesuaikan. Selain itu kriteria perencanaan
disarankan untuk penempatan inlet maksimum di setiap 5 m dan dapat mengurangi
genangan yang terjadi di badan jalan. Hasil evaluasi saluran menunjukan total
biaya bahan yang digunakan untuk membuat saluran baru pada sub DTA 1C, 1E,
2A, dan 2B tepatnya di sekitar Jalan Meranti-Tanjung adalah Rp. 512 juta. Biaya
ini sudah termasuk pembuatan gorong-gorong yang berada di Titik 1 dan
penempatan boks kontrol yang rencananya akan ditempatkan pada lima titik.
Saran
1

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menge