Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA, Kampus IPB Darmaga, Bogor

ANALISIS DAN RANCANGAN BANGUNAN RESAPAN AIR
HUJAN DI SEKITAR GEDUNG GRAHA WIDYA WISUDA
(GWW)-FEMA, KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

HENDY KUSUMA RAJASA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis dan Rancangan
Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)FEMA, Kampus IPB Darmaga, Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Hendy Kusuma Rajasa
NIM F44100010

ABSTRAK
HENDY KUSUMA RAJASA. Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air
Hujan di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA, Kampus IPB
Darmaga, Bogor. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN.
Jumlah curah hujan yang tinggi pada suatu daerah dan buruknya sistem
drainase dapat mengakibatkan terjadinya limpasan permukaan dan genangan,
seperti di Kampus IPB Darmaga, khususnya di sekitar Gedung Graha Widya
Wisuda (GWW)-FEMA. Tujuan penelitian ini adalah menentukan rancangan dan
jumlah bangunan resapan air hujan dalam upaya mengurangi genangan atau
limpasan permukaan. Penelitian dilakukan dengan analisis hujan rencana dan
pendugaan permeabilitas tanah. Perhitungan matematis dilakukan untuk
mengetahui volume andil banjir, jumlah sumur resapan, dan parit berorak, serta
efektifitas bangunan resapan tersebut. Setiap sumur resapan dapat menampung

curah hujan sebanyak 0.017 mm. Selain itu, parit berorak juga dirancang sejumlah
546 buah yang masing-masing mampu menampung curah hujan sebesar 0.009
mm. Bangunan resapan yang telah dirancang mampu mengurangi 88 % dari total
limpasan air hujan sebesar 63.65 mm. Sisa air limpasan sebesar 7.64 mm mampu
ditampung saluran drainase yang telah dirancang. Biaya bahan yang diperlukan
untuk membuat satu unit sumur resapan adalah sebesar Rp 3,100,000.00.
Kata kunci: banjir, drainase, parit berorak, sumur resapan, zero runoff

ABSTRACT
HENDY KUSUMA RAJASA. Analysis and Design of Raindrop Infiltration
Structure in Around Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA Building, Kampus IPB
Darmaga, Bogor. Supervised by BUDI INDRA SETIAWAN.
The high rainfall in an area and bad drainage systems can affected to surface
runoff and flood. For example is Kampus IPB Darmaga, especially around Graha
Widya Wisuda (GWW)-FEMA Building. The aims of this research is to design
rainwater infiltration structure to solve the problem. This research held by rainfall
analysis and soil permeability estimation. Mathematical calculation is performed
to determine the volume of flooding, amount of infiltration wells and perforated
ditch, and effectiveness of those infiltration structure. Every single infiltration
wells can accommodate 0.017 mm rainfall. On the other hand, perforated ditch

also designed much as 546 what can accommodate 0.009 mm of rainfall.
Designed of infiltration structure could decrease 88 % of total flood as much as
63.65 mm. Remaining surface runoff as much as 7.64 mm capable accommodated
drainage has been designed. Material costs needed to build a unit of infiltration
wells is Rp 3,100,000.00.
Keywords: flood, drainage, infiltration wells, perforated ditch, zero runoff

ANALISIS DAN RANCANGAN BANGUNAN RESAPAN AIR
HUJAN DI SEKITAR GEDUNG GRAHA WIDYA WISUDA
(GWW)-FEMA, KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

HENDY KUSUMA RAJASA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar
Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA, Kampus IPB
Darmaga, Bogor
Nama
: Hendy Kusuma Rajasa
NIM
: F44100010

Disetujui oleh,

Prof.Dr.Ir.Budi Indra Setiawan. M.Agr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,


Prof.Dr.Ir.Budi Indra Setiawan. M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar Gedung Graha
Widya Wisuda (GWW)-FEMA Kampus IPB Darmaga, Bogor.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Ir. Prastowo M.Eng. dan Bapak Allen Kurniawan S.T, M.T.
selaku dosen penguji atas masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah
ini.
3. Kedua orang tua tercinta (Bapak Asim dan Almarhum Ibu Astuti), atas doa
dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Teman-teman sebimbingan (Muhammad Ihsan, Cindhy Ade Hapsari,
Angga Nugraha, M. Chandra Yuwana, dan Dodi Wijaya) yang telah
bersama-sama berjuang selama penyusunan karya tulis ini.
5. Teman-teman Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2010
dan semua pihak terkait yang telah banyak memberi semangat, saran,
maupun bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Hendy Kusuma Rajasa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian




Manfaat Penelitian



Ruang Lingkup Penelitian



METODE



Waktu dan Tempat



Peralatan dan Bahan




Prosedur Pengumpulan Data



Prosedur Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN
Daerah Tangkapan Air dan Tata Guna Lahan




Analisis Hujan dan Volume Genangan

10 

Permeabilitas Tanah


12 

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan

14 

SIMPULAN DAN SARAN

18 

Simpulan

18 

Saran

18 

DAFTAR PUSTAKA


19 

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Parameter statistik analisis distribusi frekuensi
2 Persyaratan parameter statistik dan rumus hujan rencana tiap jenis
distribui frekuensi
3 Periode ulang untuk tipologi kota tertentu
4 Nilai daya serap tanah berdasarkan tata guna lahan
5 Kategori permeabilitas tanah
6 Perhitungan koefisien limpasan tiap DTA
7 Rekapitulasi hasil analisis curah hujan puncak selama periode ulang
tertentu
8 Perbandingan Nilai Cs, Ck, dan Cv hasil perhitungan dan persyaratan
9 Data curah hujan harian aktual maksimum
10 Hasil perhitungan jumlah sumur resapan dan kapasitas tampungan
11 Hasil perhitungan jumlah dan volume rorak







10 
11 
12 
14 
16 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir prosedur penelitian
Genangan yang terjadi di sekitar Gedung GWW dan FEMA
Peta kontur dan arah aliran air di lokasi penelitian
Peta DTA dan tata guna lahan lokasi penelitian
Lubang pengukuran laju infiltrasi
Perbandingan laju infiltrasi terukur dengan model Philips pada DTA 1
Perbandingan laju infiltrasi terukur dengan model Philips pada DTA 2
Tampak lubang sadap atau inlet





12 
13 
13 
17 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nilai koefisien limpasan C berbagai karakter permukaan
Data curah hujan harian maksimum tahun 2004-2013
Data curah hujan harian maksimum Januari-April 2014
Contoh perhitungan volume banjir total dan jumlah sumur resapan
Contoh perhitungan parit berorak dan efektifitas bangunan resapan
Rincian rencana anggaran biaya (RAB) bahan sumur resapan
Analisa harga satuan pekerjaan sumur resapan
Gambar teknik denah sumur resapan
Gambar teknik potongan sumur resapan
Gambar 3 (tiga) dimensi sumur resapan

20 
21 
22 
23
24
25
26
27
28
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hujan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Hujan sebagian
mengalir ke badan air secara langsung dan sebagian lain mengalami infiltrasi dan
perkolasi ke dalam tanah. Peresapan air ke dalam tanah tersebut berdampak pada
ketersediaan air tanah dalam akuifer. Air tanah dalam akuifer dapat dimanfaatkan
untuk keperluan manusia dan makhluk hidup lain dalam memenuhi kebutuhan.
Curah hujan tinggi mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan sekitar.
Hal ini dipengaruhi pula oleh sistem drainase yang diterapkan pada daerah
tersebut. Kualitas sistem drainase tidak baik disebabkan oleh pola aliran yang
tidak tepat dan sedimentasi. Selain itu, kesalahan penentuan dimensi saluran dan
kerusakan fisik di sepanjang saluran menyebabkan permasalahan serius.
Beberapa permasalahan tersebut mengakibatkan saluran drainase tidak
berfungsi dengan baik untuk menampung kelebihan air sehingga terjadi limpasan
dan genangan di sekitar saluran drainase. Limpasan dan genangan dapat
mengganggu kegiatan dari civitas akademik. Selain itu, limpasan dan genangan
juga dapat merusak badan jalan. Genangan air dalam waktu cukup lama akan
meresap pada lapisan jalan sehingga dapat merusak struktur jalan seperti lubanglubang yang dapat membahayakan pengguna jalan tersebut.
Limpasan dan genangan air hujan pada sistem drainase yang kurang baik
tersebut terjadi di Kampus IPB Darmaga Bogor. Kampus IPB Darmaga
merupakan salah satu kampus yang menerima cukup banyak curah hujan dengan
intensitas hujan tinggi. Infrastruktur kampus IPB dibangun untuk mendukung
kegiatan akademik maupun non akademik seluruh civitas. Namun, pembangunan
infrastruktur terkadang kurang mendapat perawatan yang cukup sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik.
Masalah limpasan dan genangan air hujan merupakan salah satu dampak
dari kurangnya perawatan infrastruktur kampus. Di dalam kampus IPB Darmaga,
beberapa titik genangan air terdapat di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda
(GWW) dan jalan Dekanat Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).
Berdasarkan pada kasus tersebut, tindak lanjut berupa penyelesaian masalah
limpasan dan genangan air yang terjadi di Kampus IPB Darmaga diperlukan
dengan menganalisis sistem drainase dan merancang bangunan hidrolika resapan
air hujan. Analisis ini bertujuan untuk mengurangi jumlah limpasan dengan cara
meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah. Dengan demikian, air limpasan masuk
ke dalam akuifer sebagai cadangan air tanah. Salah satu bangunan untuk resapan
air hujan adalah sumur resapan. Sumur resapan adalah sumur atau lubang pada
permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke
dalam tanah (Kusnaedi 2011).

Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
menganalisis penerapan konsep zero runoff di sekitar Gedung Graha Widya
Wisuda (GWW) dan FEMA sehingga limpasan dapat masuk baik ke badan air

2
secara langsung maupun infiltrasi ke dalam akuifer sebagai cadangan air.
Berdasarkan hasil observasi lapang, ketidaksesuaian dimensi saluran drainase dan
rusaknya sebagian jalan membuat proses penyerapan air menjadi terganggu.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan rancangan dan jumlah bangunan
resapan air hujan di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA dalam
upaya mengurangi terjadinya genangan dan limpasan permukaan pada saat hujan
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya banjir.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi rujukan untuk penyelesaian
masalah banjir di lokasi lain dengan konsep zero runoff. Selain itu, sebagai
masukan bagi pimpinan IPB terutama Bagian Sarana dan Prasana untuk mengatasi
masalah limpasan yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir di daerah tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah pengamatan arah aliran saluran drainase
dan genangan pada lokasi penelitian. Kemudian, analisis mengenai konsep zero
runoff dilakukan dengan cara penentuan arah aliran berdasarkan peta topografi,
penentuan curah hujan harian rata-rata, volume andil banjir, nilai permeabilitas
tanah, perancangan kesesuaian bangunan resapan air hujan, penentuan kapasitas
volume dari bangunan yang direkomendasikan, serta perhitungan rencana
anggaran biaya (RAB) dengan cakupan biaya bahan perancangan bangunan
resapan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan mulai tanggal 10 Februari 2014,
hingga 23 April 2014. Penelitian dilakukan di sekitar Gedung Graha Widya
Wisuda (GWW)-FEMA Kampus IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian tersebut
terletak di antara garis lintang 6°33’22” Selatan hingga 6°33’46” Selatan dan garis
bujur 106°43’32” Timur hingga 106°43’55” Timur. Tiga lokasi utama di IPB,
yaitu parkiran GWW, Jalan Dekanat FEMA, dan Jalan Ramin seringkali
mengalami banjir saat terjadi hujan.

3
Peralatan dan Bahan
Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan pengukuran seperti
Automatic Total Station, kompas, Global Positioning System (GPS), pita ukur,
penggaris, dan bor biopori. Peralatan lain untuk proses pengolahan data adalah
kalkulator dan laptop yang dilengkapi dengan software Microsoft Word,
Microsoft Excel, Google Earth, Surfer versi 10, ArcGIS versi 10, dan Google
Sketch Up 8 dan AutoCAD 2010.
Data primer berupa titik lokasi genangan, kondisi topografi lahan, dimensi
dan kondisi saluran drainase, serta permeabilitas tanah, digunakan sebagai bahan
pengolahan data. Selain itu, beberapa data sekunder juga diperlukan, antara lain
data curah hujan maksimum selama 10 tahun tahun 2004-2013 dari Stasiun
Klimatologi BMKG Darmaga, Bogor, data curah hujan harian tiap jam bulan
Januari 2014 hingga Maret 2014 dari stasiun cuaca milik Departemen Teknik Sipil
dan Lingkungan IPB, serta citra satelit Google Earth akuisisi 2 April 2014.

Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur penelitian ini diawali dengan survei lapangan untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi. Setelah itu, studi pustaka dilakukan untuk
mendapatkan teori yang mendukung dalam penyusunan penelitian. Selain itu,
dilakukan pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder, untuk diolah
pada tahap selanjutnya.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran dan survei
langsung di lapangan, antara lain lokasi dan volume banjir, topografi lahan,
dimensi saluran, serta permeabilitas tanah. Selain itu, data sekunder diperoleh dari
internet, buku, jurnal, data curah hujan, peta drainase, hasil penelitan maupun
referensi lainnya.
Prosedur Analisis Data
Data primer dan sekunder dianalisis dengan beberapa metode. Prosedur
pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan curah hujan rencana (R24)
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode distribusi
frekuensi. Distribusi frekuensi membantu untuk mengetahui hubungan
kejadian hidrologis ekstrim, seperti banjir dengan jumlah kejadian,
sehingga peluang kejadian ekstrim terhadap waktu dapat diprediksi
(Bhim 2012). Jenis distribusi frekuensi antara lain, distribusi Normal,
Log Normal, Log Person III, dan Gumbel. Parameter statistik yang
dihitung untuk menentukan jenis distribusi frekuensi tersaji pada Tabel
1 berikut.

4
Tabel 1 Parameter statistik analisis distribusi frekuensi
Parameter

Rumus
1
x=
n

Rata-rata (x)

Simpangan baku (s)

s=

Koefisien variasi (Cv)

 

Sumber : Suripin 2004

i 1

xi

(1)
1
2

(xi -x)2

s
x
n ∑ni=1 (xi -x)3
Cs=
(n-1)(n-2)s3
Ck=

(2)

i=1

Cv=

Koefisien Skewness/ kemencengan (Cs)

Koefisien kortuis (Ck)

1
n-1

n

n

n2 ∑ni=1 (xi -x)4

(n-1)(n-2)(n-3)s4

(3)
(4) 

(5)

Hasil perhitungan parameter statistik di atas dibandingkan dengan
persyaratan tiap jenis distribusi frekuensi. Kemudian perhitungan hujan
rencana untuk periode ulang T tahun dilakukan melalui rumus pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2 Persyaratan parameter statistik dan rumus hujan rencana tiap jenis
distribui frekuensi
No Jenis Distribusi
Syarat
Rumus Hujan Rencana
1 Normal
Cs ≈ 0
XT = x + KT.s (6)
Ck ≈ 3
2 Log Normal
Cs = 3Cv + Cv3
Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4 Log XT = log x +KT.s (7)
+ 16Cv2+3
3 Gumbel
Cs ≤ 1.1396
XT = x + s.K (8)
Ck ≤ 5.4002
Log Pearson
4
Cs = 0
Log XT = log x +K.s (9)
Tipe III
Sumber: Suripin 2004

Keterangan:
XT = hujan rencana periode T tahun
X = hujan rata-rata contoh uji
K = faktor probabilitas
KT = faktor probabilitas (dari tabel Reduksi Gauss)
S = standar deviasi (simpangan baku)
Setelah itu, uji kecocokan dilakukan melalui metode SmirnovKolmogorov. Menurut B.Azeez (2012), uji Smirnov-Kolmogorov

5
digunakan untuk menentukan contoh uji berasal dari fungsi probabilitas
yang kontinu. Dari hasil plot ini, penyimpangan terbesar (Dmaks) dapat
diketahui. Penyimpangan ini dibandingkan dengan penyimpangan kritik
yang masih diijinkan (Do). Penentuan periode ulang mengacu pada tabel
materi drainase dari Kementrian Pekerjaan Umum seperti pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3 Periode ulang untuk tipologi kota tertentu
Tipologi Kota
Kota Metropolitan
Kota Besar
Kota Sedang
Kota Kecil

500
2-5 tahun 5-10 tahun 10-25 tahun
2-5 tahun 2-5 tahun
5-20 tahun
2-5 tahun 2-5 tahun
5-10 tahun
2 tahun
2 tahun
2-5 tahun

2. Perhitungan volume andil banjir total
Volume andil banjir digunakan untuk merancang sumur resapan.
Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan mengacu pada SNI 032453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan
untuk Lahan Pekarangan, melalui persamaan berikut.
Vab = 0.85 x C x A x R
(10)
Keterangan:
Vab = Volume andil banjir (lt)
C = Koefisien limpasan
A = Luas daerah pengaliran (m2)
R = Tinggi hujan harian rata-rata (lt/m2 hari)
Selain itu, volume banjir juga ditentukan berdasarkan pengukuran
langsung pada lokasi banjir saat terjadi hujan selama periode penelitian.
Hasil pengukuran volume banjir melalui metode grid diolah dengan
menggunakan software Surfer 10. Volume banjir dalam perhitungan
perencanaan sumur resapan adalah volume banjir terbesar saat hujan
maksimum.
3. Penentuan arah limpasan berdasarkan topografi lahan
Hasil pengukuran kontur lahan dengan alat Total Station digunakan
untuk penentuan arah aliran limpasan oleh software Google Earth dan
Surfer. Pengolahan data menggunakan metode interpolasi. Algarni dan
Hassan (2001) mendefinisikan metode interpolasi sebagai prosedur untuk
mengestimasi nilai suatu properti pada titik yang belum diuji dengan
menggunakan data yang telah ada. Penggunaan metode interpolasi
tergantung dari sebaran titik detail saat melakukan surveying. Kerapatan
dari data dengan interval sampling yang berbeda juga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi akurasi interpolasi (Chaplot et al. 2006;
Weng 2006). Hasil pengolahan data berupa peta topografi lahan dan arah
limpasan air digunakan untuk menentukan pembagian daerah tangkapan
air (DTA).

6
4. Penentuan nilai koefisien permeabilitas tanah
Hasil pengukuran laju infiltrasi tanah pada tiap DTA diolah dan
dibandingkan dengan model infiltrasi Philips. Kemudian, nilai koefisien
permeabilitas tanah diperoleh dengan metode trial and error. Menurut
SNI 03-2453-2002, permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk
dapat diresapi air. Dalam pengukuran kapasitas atau laju infiltrasi
digunakan model Philips. Geonadi et al, (2012) menyatakan bahwa
model infiltrasi Philips cukup sesuai digunakan dalam prediksi limpasan
permukaan. Secara empiris, model tersebut dituliskan dalam persamaan
berikut.
1

f t = S x t-0.5 + K

(11)

2

dengan :
f(t) = Fungsi laju infiltrasi terhadap waktu (cm/det)
S = Daya serap tanah
K = Konduktivitas hidrolik/ permeabiltas tanah
Berdasarkan Kusnaedi (2011), daya serap tanah terhadap air hujan
dikelompokkan sesuai dengan tata guna lahan. Nilai daya serap tanah
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Nilai daya serap tanah berdasarkan tata guna lahan
Tata Guna Lahan (Land Use)
Daya Serap Tanah
terhadap Air Hujan (%)
Daerah Hutan/Pekarangan Lebat
80-100
Daerah Taman Kota
75-95
Jalan Tanah
40-85
Jalan Aspal, Lantai Beton
10-15
Daerah dengan Bangunan Terpencar
30-70
Daerah Pemukiman agak Padat
15-30
Daerah Pemukiman Padat
10-30
Sumber : Kusnaedi 2011

Permeabilitas dapat juga diartikan sebagai kecepatan bergeraknya
suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Menurut
Arsyad (2010), permeabilitas tanah dapat dikelompokkan seperti pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Kategori permeabilitas tanah
Permeabilitas tanah (cm/jam)
< 0.5
0.5-2.0
2.0-6.25
6.25-12.5
>12.5

Tipe
P1
P2
P3
P4
P5

Kategori
Lambat
Agak lambat
Sedang
Agak cepat
Cepat

7
5. Perencanaan dimensi, jumlah, dan kapasitas bangunan resapan air hujan,
serta menentukan rencana anggaran biaya (RAB)
Bangunan resapan air hujan yang dirancang mengacu pada SNI 032453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan
untuk Lahan Pekarangan. Penentuan jumlah sumur resapan berdasarkan
volume andil banjir dari atap bangunan dan volume resapan air hujan,
sehingga diperoleh volume penampungan air hujan. Metode ini dilakukan
untuk meresapkan seluruh air limpasan atap ke dalam tanah. Sementara
itu, masalah banjir di lokasi penelitian diselesaikan dengan perancangan
sumur resapan berdasarkan volume genangan yang terjadi saat hujan
maksimum selama periode penelitian. Selain itu, perancangan parit
berorak disesuaikan dengan dimensi saluran drainase terukur.
Rencana anggaran biaya (RAB) disusun hanya mencakup biaya
bahan yang diperlukan dalam pembuatan sumur resapan dan
pelengkapnya. Sementara itu, pembuatan parit berorak tidak
membutuhkan biaya bahan karena hanya berupa lubang di sepanjang
saluran drainase.
Mulai

Identifikasi
masalah

Pengolahan
data

Studi literatur

Pengukuran
lapang

Curah hujan
rencana

Metode penelitian,
rumus perhitungan,
koefisien

Lokasi dan
kedalaman
banjir

Volume banjir

Topografi lahan

Arah aliran air
dan DTA

Dimensi saluran

Sistem resapan
air

Laju Infiltrasi

Permeabilitas
tanah

Sistem resapan air
hujan

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

8

HASIL DAN
N PEMBA
AHASAN
Pada lokaasi penelitiian terdapaat tiga titik
k genangan
n utama, aantara lain
Parkiiran GWW,, Depan Dekanat FEM
MA, dan Jalaan Ramin (R
Rektorat). S etiap turun
hujann, ketiga lookasi terseb
but selalu ddigenangi aiir. Hal tersebut disebaabkan oleh
beberapa faktor,, antara lain
n sistem draainase yang tidak memaadai dan konndisi lahan
resappan air yangg semakin berkurang.
b
T
Tampak gen
nangan yan
ng terjadi ter
erlihat pada
Gam
mbar 2 berikuut.

Gambar 2 Genangan yang terjaddi di sekitarr Gedung GW
WW dan FE
EMA
Daerah Ta
angkapan A
Air dan Ta
ata Guna Lahan
h penelitiaan diperoleeh dari pengukuran
p
langsung
Peta konntur daerah
mengggunakan alat
a total sta
ation TOPC
CON GTS 235N.
2
Peta kontur
k
terseebut diolah
untukk menentukkan arah aliiran air. Haasil pengolaahan data beerupa peta kkontur dan
arah aliran air teersaji pada Gambar
G
3 bberikut.

Gambbar 3 Peta kontur
k
dan arah aliran air di lokasi penelitiann

9
kapan
Berddasarkan peeta kontur ddan arah alirran air di atas, batas ddaerah tangk
air (DTA)) dan sub-D
DTA ditentuukan untuk perencanaaan sistem reesapan air hujan.
h
Selain ituu, hasil citraa satelit dipperoleh berrupa peta taata guna laahan pada setiap
s
DTA. Daeerah penelittian terbagii menjadi 3 DTA, den
ngan genanngan yang cukup
c
besar terjaadi pada DT
TA 1 dan D
DTA 2. Petta DTA dan
n tata gunaa lahan disaajikan
pada Gam
mbar 4 beriku
ut.

Gambar 4 Peta DTA
A dan tata guna
g
lahan lokasi penellitian
Peta DTA diibagi menjaadi beberap
pa jenis tatta guna lahhan yaitu aspal/
a
paving bloock, bangun
nan, danau, lahan koso
ong, dan veg
getasi. Luass masing-m
masing
diukur denngan softwa
are ArcGIS 10. Peta tatta guna lahaan tersebut ddigunakan untuk
u
menentukaan nilai koefisien limppasan tiap sub-DTA. Nilai
N
koefissien limpassan C
berbagai karakter
k
perrmukaan terrsaji pada Lampiran 1. Hasil perhiitungan koefisien
limpasan dan
d luas sub
b-DTA dapaat dilihat paada Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Perhitunngan koefissien limpasaan tiap DTA
A
DTA

SubDTA
S
SubDTA
1A

DTA 1

S
SubDTA
1B

S
SubDTA
1C

S
SubDTA
2A
DTA 2
S
SubDTA
2B

Tutupan laahan
Aspal/Pavinng

Luas (Ha)
0.3
30

C
1

Luas x C
0.30

C SubDTA

Bangunan

0.0
05

1

0.05

0.58

Vegetasi

0.5
51

0.3

0.15

Aspal/Pavinng

0.5
54

1

0.54

Bangunan

0.1
17

1

0.17

Vegetasi

0.2
27

0.3

0.08

Aspal/Pavinng

0.3
32

1

0.32

Vegetasi

0.3
34

0.3

0.10

Aspal/Pavinng

0.6
62

1

0.62

Bangunan

0.1
11

1

0.11

Vegetasi

0.5
52

0.3

0.15

Aspal/Pavinng

0.6
65

1

0.65

Vegetasi

0.9
92

0.3

0.28

0.81

0.64

0.71

0.59

10
DTA

SubDTA
SubDTA 2C
SubDTA 2D

SubDTA 2E
DTA 2

SubDTA 2F

SubDTA 2G
SubDTA 2H
SubDTA 2I
DTA 3

SubDTA 3A

Tutupan lahan
Vegetasi
Aspal/Paving
Bangunan
Danau
Vegetasi
Bangunan
Danau
Vegetasi
Aspal/Paving
Bangunan
Vegetasi
Aspal/Paving
Bangunan
Vegetasi
Aspal/Paving
Vegetasi
Aspal/Paving
Vegetasi
Vegetasi

Luas (Ha)
0.93
0.51
1.11
0.27
1.62
0.22
0.23
0.80
0.63
1.30
1.94
0.94
2.63
1.00
0.04
1.26
0.76
1.54
2.55

C
0.3
1
1
0
0.3
1
0.3
0.3
1
1
0.3
1
1
0.3
1
0.3
1
0.3
0.3

Luas x C
0.28
0.51
1.11
0.00
0.48
0.22
0.07
0.24
0.63
1.30
0.58
0.94
2.63
0.30
0.04
0.38
0.76
0.46
0.77

C SubDTA
0.30
0.60

0.43

0.65

0.85
0.32
0.53
0.30

Nilai koefisien limpasan ditentukan oleh tata guna lahan pada tiap
subDTA. Nilai koefisien limpasan terbesar terdapat pada subDTA 2G sebesar
0.85. Hal ini disebabkan oleh luas bangunan dan jalan aspal yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan luas lahan vegetasi. Nilai C terkecil terjadi pada subDTA
2C dan 3A yaitu sebesar 0.3 karena hanya terdapat lahan vegetasi.

Analisis Hujan dan Volume Genangan
Analisis hujan menggunakan data curah hujan harian maksimum selama 10
tahun dari tahun 2004 hingga 2013 milik Stasiun Klimatologi BMKG Darmaga,
Bogor (Lampiran 2). Kemudian, data curah hujan tersebut diolah melalui analisis
distribusi frekuensi. Jenis distribusi frekuensi yang dilakukan adalah distribusi
Normal, Log Normal, Log-Pearson III, dan Gumbel untuk periode ulang 2, 5, 10,
25, dan 50 tahun. Hasil analisis distribusi frekuensi terlihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Rekapitulasi hasil analisis curah hujan puncak selama periode ulang
tertentu
Analisis Probabilitas Hujan Rencana (mm/hari)

Periode
Ulang
(T tahun)

Normal

Log Normal

Log Person III

Gumbel

2
5
10
25
50

128.16
143.57
151.65
159.54
165.78

126.93
143.78
153.47
163.59
172.05

128.76
144.13
151.71
159.35
164.01

125.68
147.58
162.09
180.41
194.01

11
Untuk mengetahui jenis distribusi frekuensi terpilih, uji parameter statistik
dan uji kecocokan perlu dilakukan. Uji parameter statistik menghasilkan nilai
standar deviasi (S), koefisien kemencengan (Cs), koefisien kurtosis (Ck), dan
koefisien variasi (Cv) dan dibandingkan dengan syarat pada masing-masing
parameter. Hasil analisis tersaji pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8 Perbandingan Nilai Cs, Ck, dan Cv hasil perhitungan dan persyaratan
No
1
2

Cs ≈ 0

Hasil
Perhitungan
0.156

Ck ≈ 3

3.209

Jenis Distribusi
Normal
Log Normal

Syarat

Cs = 3Cv + Cv3
Cs = 0.41903569
Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4+
16Cv2+3
Ck=3.313799695

3

4

Gumbel
Log Pearson Tipe
III

Keterangan
Tidak Memenuhi

0.156
Tidak Memenuhi
3.209

Cs ≤ 1.1396

0.156

Ck ≤ 5.4002

3.209

Cs = 0

0.156

Memenuhi
Tidak Memenuhi

Dari hasil tersebut, hasil perhitungan parameter statistik yang memenuhi
syarat adalah jenis distribusi Gumbel. Kemudian, uji kecocokan dilakukan melalui
metode Smirnov-Kolmogorov pada masing-masing distribusi frekuensi. Pada
distribusi Log Normal dan Log Pearson III untuk jumlah data (N) sebanyak 10
dan α sebesar 5%, diperoleh harga D0 5% sebesar 0,41. Dengan demikian, Dmaks
sebesar 0,885 lebih besar dibandingkan D0 5%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa distribusi tersebut tidak dapat diterima. Sementara itu, pada distribusi
Normal dan Gumbel diperoleh Dmaks diperoleh sebesar 0.0805 lebih kecil
dibandingkan D0 5%, sehingga distribusi tersebut dapat diterima. Berdasarkan
hasil uji parameter statistik dan uji kecocokan tersebut dapat diketahui bahwa
distribusi yang digunakan adalah distribusi Gumbel. Pada tabel 1, luas tiap DTA
10-100 ha dengan jenis tipologi terlihat setara dengan kota sedang, sehingga nilai
curah hujan rencana menggunakan periode ulang 2 tahun sebesar 125.68 mm/hari.
Volume andil banjir pada daerah penelitian dihitung berdasarkan SNI 032453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk
Lahan Pekarangan. Luas wilayah 25.5929 Ha dengan koefisien limpasan sebesar
0.5923, serta curah hujan rencana sebesar 125.68 mm/hari diperoleh volume
banjir sebesar 16,291.09 m3 atau setara dengan 63.65 mm. Selain itu, volume
genangan juga diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran
dilakukan setiap hujan selama periode penelitian. Data curah hujan harian
maksimum dapat dilihat pada Lampiran 3. Data curah hujan harian maksimum
disajikan tiap minggu pada Tabel 9 berikut.

12

Bulan
Januuari
Februari
Marret
Aprril

T
Tabel
9 Daata curah huujan harian aktual
a
makssimum
Curah Huj
ujan (mm)
Minggu
uI
Minnggu II
Minggu III
Minnggu IV
34.4
773.4
86.8
37
31.2
222.4
5.2
25.8
35.4
13.2
40.2
56
113.4
1.6
-

Data voluume genang
gan yang diigunakan ad
dalah data tanggal 5 A
April 2014
saat terjadi hujaan sangat leebat dengann curah hujaan harian teertinggi sebbesar 113.4
mm. Volume geenangan di lokasi parkkiran GWW
W diperoleh sebesar 266.62 m3, di
depaan dekanat FEMA
F
sebesar 28.07 m3, dan dii jalan Ram
min (Rektoraat) sebesar
3
5.79 m . Keduaa data volum
me banjir teersebut dijaadikan dasaar perancanggan sistem
resappan air hujann dalam upaaya mengurrangi limpassan permuk
kaan.
Permeaabilitas Tan
nah
Faktor jennis tanah merupakan faaktor yang berpengaru
uh terhadap efektivitas
sumuur resapan. Menurut Johnson
J
(19986), jenis tanah liat kurang pottensial dan
mem
miliki kondduktivitas hidraulik
h
vvertikal rendah. Infiltrasi adallah proses
masuuknya air ke dalam tanah meelalui perm
mukaan tan
nah. Prosess infiltrasi
meniingkatkan kadar
k
air daalam tanah . Laju infilltrasi dipengaruhi olehh koefisien
perm
meabilitas taanah (K) yaang tergantuung pada distribusi
d
uk
kuran partikkel, bentuk
partikkel, dan struktur
s
tan
nah. Penguukuran perrmeabilitas tanah dilaakukan di
beberapa lokasi yang meewakili maasing-masing
g DTA. Pengukuran dilakukan
denggan mencataat waktu penurunan muuka air pad
da lubang beerdiameter 10 cm dan
kedaalaman 30 cm
c hingga penurunanny
p
nya konstan.. Lubang teersebut sepeerti tampak
padaa Gambar 5 berikut.

n laju infiltrrasi
Gambar 5 Lubang pengukuran
Hasil penggukuran terrsebut diolaah dan diban
ndingkan deengan modeel infiltrasi
Philiips. Hasil pengolahan data laju innfiltrasi pad
da DTA 1 tersaji pada Gambar 6
berikkut.

Laju Infiltrasi (cm/s)

13
0,020
0,018
0,016
0,014
0,012
0,010
0,008
0,006
0,004
0,002
0,000
0

50

100

150

200

250

300

Waktu (s1/2)
Infiltrasi Terukur

Model Philips

Gambar 6 Perbandingan laju infiltrasi terukur dengan model Philips pada DTA 1

Laju Infiltrasi (cm/s)

Gambar di atas menunjukkan bahwa kedua grafik hampir berhimpit
mendekati sumbu X yang menunjukkan laju infiltrasi konstan karena kondisi
tanah yang mulai jenuh. Perhitungan nilai permeabilitas tanah pada model
infiltrasi Philips dilakukan melalui metode trial and error dengan nilai daya serap
tanah untuk daerah bangunan terpencar sebesar 0.3. Dari perhitungan, nilai
permeabilitas tanah pada DTA 1 diperoleh sebesar 0.00062128 cm/dtk atau
2.2366 cm/jam. Nilai rata-rata error pada perhitungan ini sebesar 0.0007 cm/dtk.
Pengukuran yang sama juga dilakukan pada DTA 2 dengan hasil pengolahan
tersaji pada Gambar 7 berikut.
0,030
0,028
0,026
0,024
0,022
0,020
0,018
0,016
0,014
0,012
0,010
0,008
0,006
0,004
0,002
0,000
0

50

100

150

200

250

Waktu (s1/2)
Infiltrasi Terukur

Model Philips

Gambar 7 Perbandingan laju infiltrasi terukur dengan model Philips pada DTA 2
Berdasarkan gambar di atas, nilai permeabilitas tanah pada DTA 2 diperoleh
sebesar 0.0005822 cm/dtk atau 2.0962 cm/jam dengan nilai rata-rata error sebesar
0.0007 cm/dtk. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai pada DTA 1 karena
kedua lokasi berdekatan dan jenis tanah seragam. Kedua nilai permeabilitas tanah

14
tersebut termasuk dalam kelompok P3 atau permeabilitas sedang menurut Arsyad
(2010). Selain itu menurut Suripin (2004), nilai tersebut memenuhi syarat
permeabilitas tanah untuk perencanaan sumur resapan.

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan
Menurut Wahyuningtyas dkk (2011), seluruh air hujan yang jatuh di suatu
wilayah harus dibuang secepatnya ke sungai. Filosofi membuang air genangan
secepatnya ke sungai mengakibatkan sungai menerima beban melampaui
kapasitas, sementara tidak banyak air yang dapat meresap ke dalam tanah.
Sebaiknya, limpasan air hujan di permukaan tanah diusahakan untuk meresap ke
dalam tanah sebelum dibuang ke sungai melalui saluran drainase. Berdasarkan
observasi lapang dan pengolahan data sebelumnya, masalah genangan pada
beberapa titik di sekitar gedung GWW dapat disebabkan oleh kontur jalan yang
bergelombang, dimensi saluran yang tidak mencukupi, serta kondisi tanah yang
mulai jenuh. Oleh karena itu, sistem penampungan dan peresapan air hujan perlu
dilakukan untuk menyalurkan air hujan dalam waktu yang lebih singkat.
Sumur Resapan
Beberapa bangunan penampungan dan peresapan air hujan yang akan
dibangun adalah sumur resapan dan parit berorak. Analisis dan rancangan
bangunan resapan berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara
Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Dimensi dan
kebutuhan jumlah sumur sangat tergantung pada nilai permeabilitas tanah, luas
daerah penutupan, dan karakteristik hujan. Sumur resapan dirancang dengan
diameter 1 m dan kedalaman 2.5 m. Perhitungan jumlah sumur resapan dan
kapasitas tampungan berdasarkan luas bangunan pada tiap sub-DTA di daerah
penelitian. Hasil perhitungan tersaji pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10 Hasil perhitungan jumlah sumur resapan dan kapasitas tampungan
DTA

Sub-DTA
1A
1B
1C
2A
2B
2C
2D
2E
2F
2G
2H
2I

DTA 1

DTA 2

Total

Luas Bangunan
(m2)
489.24
1665.39
1102.35
11096.95
2240.19
13006.19
26276.61
55876.92

Jumlah Sumur
Resapan (buah)
27
91
61
607
123
712
1438
3059.00

CH Tertampung
(mm)
0.46
1.54
1.03
10.26
2.08
12.03
24.30
51.70

15
Berdasarkan hasil perhitungan sumur resapan, seluruh curah hujan yang
jatuh sebanyak 51.70 mm mampu ditampung sumur resapan sebanyak 3,059 buah.
Masing-masing sumur resapan mampu menampung curah hujan sebanyak 0.017
mm. Selain itu, perhitungan juga dilakukan pada setiap gedung. Selain itu,
pengnentuan jumlah sumur resapan juga didasarkan pada tiap gedung. Gedung
GWW seluas 3,366 m2 memerlukan sumur sebanyak 185 buah agar dapat
menampung semua volume andil banjir. Pada gedung perkuliahan dengan sistem
Wing seperti gedung FEMA, Faperta, dan Fateta dengan luas sebesar 803 m2,
jumlah kebutuhan sumur sebanyak 44 buah. Gedung lain yang dihitung adalah
gedung perkuliahan dengan bentuk segitiga seluas 591 m2 diperlukan sumur
resapan sebanyak 33 buah sumur.
Sumur resapan juga dirancang berdasarkan volume genangan maksimal
yang pernah terjadi selama periode penelitian. Jumlah sumur yang diperlukan di
sekitar gedung GWW dengan volume genangan sebesar 26.62 m3 adalah 14 buah
sumur. Selain itu, di depan dekanat FEMA dengan volume genangan 28.07 m3
diperlukan sumur resapan sebanyak 15 buah, serta di jalan Ramin (Rektorat)
diperlukan tiga buah sumur resapan untuk mengatasi volume banjir sebesar 5.789
m3. Oleh karena itu, jumlah total sumur resapan untuk mengatasi genangan adalah
sebanyak 32 buah sumur. Contoh perhitungan sumur resapan terdapat pada
Lampiran 4.
Waktu yang dibutuhkan oleh air hujan dalam sumur resapan untuk meresap
habis ke dalam tanah adalah selama 12.1 jam. Rancangan sumur resapan
dilengkapi dengan saluran pelimpah yang berfungsi membuang kelebihan air ke
saluran drainase. Sumur resapan ditempatkan tepat di lokasi genangan.
Persyaratan jarak minimum sumur resapan terhadap bangunan mengacu pada SNI
03-2453-2002 adalah 1 m dari pondasi bangunan, 5 meter dari septic tank dan 3
meter dari sumur air bersih.
Konstruksi sumur resapan ini digunakan pasangan bata merah adukan 1:5
dengan jarak kosong 10 cm tanpa plester sebagai dinding, sedangkan alasnya
menggunakan batu pecah sedalam 50 cm yang berfungsi meredam energi dan
menyaring air yang masuk. Konstruksi pengisi sumur tidak perlu dirancang
seperti tangki septik karena kualitas air hujan tidak seburuk air limbah. Penutup
sumur menggunakan plat beton bertulang setebal 10 cm dengan campuran 1
semen: 2 pasir: 3 kerikil. Saluran air dari talang menuju ke sumur menggunakan
pipa PVC dengan diameter 110 mm. Konstruksi sumur resapan tersaji pada
Lampiran 8 dan 9.
Parit Berorak dan Lubang Resapan Biopori (LRB)
Saluran drainase yang tidak mampu menampung air hujan juga
menyebabkan terjadinya limpasan permukaan dan banjir. Sistem parit berorak
lebih mudah diterapkan untuk menambah kapasitas saluran drainase dibandingkan
dengan mengubah dimensi saluran. Parit berorak merupakan model sumur resapan
yang meresapkan air melalui parit-parit dengan sumur atau rorak penampung air
(Ridhoatmaji 2013). Sistem ini dibangun dengan membuat lubang-lubang pada
saluran dengan dimensi dan jarak tertentu. Dimensi rorak dirancang dengan
kedalaman dua meter serta panjang satu meter dan lebar sesuai dimensi saluran.
Jumlah total parit yang direncanakan sebanyak 546 buah dengan setiap rorak ratarata mampu menampung curah hujan (CH) sebesar 0.009 mm. Total curah hujan

16
yang ditampung oleh parit berorak adalah 4.32 mm. Berdasarkan Direktorat
Pengolahan Lahan, Departemen Pertanian (2006) mengenai standar teknis
pembuatan rorak, kemiringan lahan atau saluran yang diperbolehkan antara 330 %. Hal ini bertujuan untuk menjamin keberhasilan penggunaan rorak dalam
menampung air. Contoh perhitungan parit berorak terdapat pada Lampiran 5.
Hasil perhitungan jumlah rorak dan volume tertampung pada setiap saluran tersaji
pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Hasil perhitungan jumlah dan volume rorak
DTA

DTA
1

DTA
2

Panjang
Saluran
(m)
1250

Lebar
Saluran
(m)
0.25

Jumlah
Parit
(buah)
209

CH
Tertampung
per Unit (mm)
0.005

76.2

0.56

13

0.010

0.129

83.13

0.59

14

0.011

0.147

377

0.55

63

0.010

0.621

364

0.5

61

0.009

0.550

190

0.6

32

0.011

0.339

246

0.77

41

0.014

0.554

Jalan Ramin (kanan)

346

0.46

58

0.008

0.484

Jalan Ramin (kiri)

330

0.45

55

0.008

0.453

3262.33

-

546

-

4.32

Saluran
Parkiran GWW
Samping Toilet
GWW
Selatan GWW
Depan Faperta
(kanan)
Depan Faperta (kiri)
Depan FEMA
(kanan)
Depan FEMA (kiri)

Total

CH Total
(m3)
1.045

Selain parit berorak, lubang resapan biopori (LRB) juga dapat diterapkan
sebagai alternatif bangunan resapan air hujan. Biopori merupakan salah satu
teknologi eko-drainase yang berupa lubang berdiameter 10-30 cm dengan
kedalaman 80-100 cm (R. Kamir 2009). Dimensi lubang biopori relatif kecil
dibandingkan dengan dimensi sumur resapan. LRB dengan diameter 10 cm dan
kedalaman 80 cm hanya mampu menampung curah hujan sebesar 0.0001 mm.
Volume tampungan satu sumur resapan setara dengan 170 lubang biopori. Oleh
karena itu, LRB tidak direkomendasikan pada penelitian. Namun demikian, LRB
dapat ditempatkan di beberapa lokasi genangan kecil dengan konstruksi sangat
sederhana dan biaya yang relatif murah.
Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Efektifitas Bangunan Resapan
Pembuatan sumur resapan juga perlu disertai dengan perencanaan anggaran
biaya. Penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) berdasarkan Jurnal Harga
Satuan Bahan Bangunan, Konstruksi, dan Interior Kabupaten Bogor Tahun 2014.
Selain itu, analisis harga satuan pekerjaan mengacu pada SNI 6897-2008 tentang
Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Dinding untuk Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan, serta SNI 7394-2008 tentang Tata Cara
Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung
dan Perumahan.
Rencana anggaran biaya hanya mencakup harga bahan atau material sumur
resapan. Total biaya bahan yang diperlukan untuk pembuatan satu buah sumur

17
3
00. Dalam upaya men
ngatasi maasalah genaangan,
adalah sebesar Rp 3,100,000,0
diperlukann jumlah su
umur resapaan sebanyak
k 32 buah di sekitar llokasi genaangan.
Oleh kareena itu, dipeerlukan biayya bahan keseluruhan
k
sebesar Rpp 99,200,00
00,00.
Rincian RAB
R
dan an
nalisis hargaa satuan pekerjaan dap
pat dilihat ppada Lampiiran 6
dan 7.
Peraancangan siistem resappan air hujaan dilakukaan dalam uupaya meng
gatasi
masalah banjir
b
pada daerah pennelitian. Sum
mur resapan
n mampu m
meresapkan curah
hujan sebbesar 51.69
9 mm dan parit bero
orak mamp
pu menamppung 4.32 mm.
Kapasitas total bangu
unan resapaan dapat menampung
m
curah hujaan sebesar 56.01
mm. Banggunan resap
pan yang tellah dirancan
ng mampu menguranggi 88 % darii total
limpasan air hujan sebesar 63.665 mm. Sissa curah hu
ujan sebesarr 7.64 mm akan
cukup ditaampung oleh
h saluran drrainase.
Berddasarkan peengamatan langsung di
d lokasi pen
nelitian, ban
anjir yang teerjadi
juga disebbabkan oleh dimensi lubang sad
dap atau in
nlet yang kkurang mem
madai
sehingga air limpasaan membutuuhkan wak
ktu yang cu
ukup lama uuntuk masu
uk ke
dalam saaluran drain
nase. Hal ini diperp
parah deng
gan adanyaa sampah yang
menyumbat lubang saadap tersebuut. Selain ittu, konstruk
ksi jalan yanng kurang miring
m
dan adanyya lubang pada
p
jalan m
menyebabkaan genangan
n semakin bbanyak. Tampak
lubang saddap dapat diilihat pada G
Gambar 8 berikut.
b

Gambar
G
8 T
Tampak lubaang sadap attau inlet
Peniingkatan efe
fektifitas banngunan resaapan air hujjan dapat ddilakukan deengan
memperbaaiki kompon
nen lain sepperti lubang
g sadap dan konstruksi jalan. Selaiin itu,
perawatann rutin juga perlu dilakuukan khusu
usnya untuk mengatasi masalah sampah
yang seriing menyu
umbat dann juga end
dapan lum
mpur di saaluran draiinase.
Berdasarkkan hasil dii atas, konssep zero ru
unoff telah dapat diterrapkan di lokasi
l
penelitian sebagai upaya mengurrangi volum
me banjir. Zero
Z
runoff m
merupakan suatu
g cukup efekktif untuk menahan
m
dan menyerapp air limpassan ke
konsep draainase yang
dalam tanaah sehinggaa tidak terjaadi limpasan
n permukaan
n atau biasaa disebut ban
njir.

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pada observasi lapang mengenai sistem drainase dan kondisi
lahan, penerapan konsep zero runoff di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda
(GWW)-FEMA adalah membangun sumur resapan dangkal dan parit berorak.
Sumur resapan dirancang dengan diameter satu meter dan kedalaman 2.5 meter.
Keseluruhan sumur resapan dapat menampung curah hujan sebesar 51.69 mm.
Selain itu, parit berorak dirancang dengan kedalaman dua meter, panjang satu
meter dan lebar menyesuaikan tiap saluran. Jumlah rorak total sebanyak 546 buah
mampu menampung curah hujan sebesar 4.32 mm. Bangunan resapan yang telah
dirancang mampu mengurangi 88 % dari total limpasan air hujan sebesar 63.65
mm. Sisa air limpasan sebesar 7.64 mm mampu ditampung saluran drainase.
Biaya bahan yang diperlukan untuk membuat satu unit sumur resapan adalah Rp
3,100,000.00.

Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ujicoba sumur
resapan untuk mengetahui efektivitas resapan air hujan. Selain itu, pihak terkait
dalam hal ini IPB sebaiknya segera membangun sumur resapan dan parit berorak
untuk menyelesaikan masalah genangan yang terjadi. Kemiringan jalan juga harus
diperhatikan agar air tidak menggenang di jalan, serta lubang sadap atau inlet
perlu diperbesar dengan dilengkapi jaring penahan sampah agar air dapat dengan
cepat masuk ke dalam saluran drainase.

19

DAFTAR PUSTAKA
Algarni D, Hassan I. 2001. Comparison of thin plate spline, polynomial Cfunction and Shepard’s interpolation techniques with GPS derived DEM.
International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation.
3(2): 155-161.
Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Revisi. Bogor (ID) : IPB Press
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia Nomor
03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan
Untuk Lahan Pekarangan. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia Nomor
6897-2008 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Dinding
untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia Nomor
7394-2008 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton
untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Jakarta (ID): BSN.
Bhim S, Deepak R, Amol V, Jitendra S. Probability analysis for estimation of
annual one day maximum rainfall of Jhalarapatan area of Rajasthan, India.
Plant Archives. 12(2) : 1093-1100. ISSN : 0972-5210.
Chaplot V, Darboux F, Bourennane H, Leguedois S, Silvera N, Phachomphon K.
2006. Accuracy of interpolation techniques for the derivation of digital
elevation models in relation to landform types and data density.
Geomorphology. 77 : 126-141.
Direktorat Pengolahan Lahan. 2006. Pedoman Teknis Pembuatan Rorak dalam
Rangka Upaya Konservasi Tanah dan Air. Jakarta (ID): Departemen Pertanian
Geonadi S, Mawardi M, Ritawati S. 2012. Kesesuaian Model Infiltrasi Philips
untuk Prediksi Limpasan Permukaan Menggunakan Metode Bilangan Kurva.
AGRITECH 32(3):331.
Johnson A.I, Moston R.P, Versaw S.F. 1966. Laboratory study of aquifer
properties and well design for an artificial recharge site. US Geological
Survey Water Supply Paper, No. 1615-H, 41p.
Kusnaedi. 2011. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
R. Kamir B. 2009. Lubang Resapan Biopori untuk Mitigasi Banjir, Kekeringan
dan Perbaikan. Prosiding Seminar Lubang Biopori (LBR) di Gedung BPPT,
Jakarta.
Ridhoatmaji, Dinda. 2013. Analisis dan Desain Bangunan Hidrolika dengan
Konsep Zero Runoff di Perumahan Taman Sari Persada, Bogor [skripsi].
Bogor (ID): IPB Press
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi.
Wahyuningtyas, Ayu Dkk. 2011. Strategi Penerapan Sumur Resapan Sebagai
Teknologi Ekodrrainase di Kota Malang (Studi Kasus: Sub Das Metro). Jurnal
Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

20
Lampiran 1 Nilai koefisien limpasan C berbagai karakter permukaan
Deskripsi lahan/ karakter permukaan
Business
Perkotaan
Pinggiran
Perumahan
Rumah tunggal
Multiunit, terpisah
Multiunit, tergabung
Perkampungan
Apartemen
Industri
Ringan
Berat
Perkerasan
Aspal dan beton
Batu bata, paving
Atap
Halaman, tanah berpasir
Datar, 2%
Rata-rata, 2-7%
Curam, 7%
Halaman, tanah berat
Datar, 2%
Rata-rata, 2-7%
Curam, 7%
Halaman kereta api
Taman tempat bermain
Taman, perkuburan
Hutan
Datar, 0-5 %
Bergelombang, 5-10%
Berbukit, 10-30 %
Sumber: McGuen 1989 dalam Suripin 2004

Koefisien limpasan, C
0.70-0.90
0.50-0.70
0.30-0.50
0.40-0.60
0.60-0.75
0.25-0.40
0.50-0.70
0.50-0.80
0.60-0.90
0.70-0.95
0.50-0.70
0.75-0.95
0.05-0.10
0.10-0.15
0.15-0.20
0.13-0.17
0.18-0.22
0.25-0.35
0.10-0.35
0.20-0.35
0.10-0.25
0.10-0.40
0.25-0.50
0.30-0.60

21

Lampiran 2 Data curah hujan harian maksimum tahun 2004-2013
Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2004

98.5

48.3

66.2

83.4

78.3

102.2

65.6

141.6

86.4

133

64.4

101.6

2005

115

126.5

107.5

76

105.5

101.5

44.8

58.1

95.5

62.6

79.6

57.5

2006

136.4

66

24

66.5

93.3

78.2

7.6

73.8

23

44.3

81.5

38.7

2007

114.3

83

36.5

155.5

27.4

41.5

35.5

57.5

115

50.4

79.3

77

2008

82.1

75.5

104.5

67.5

70

45.5

102.2

32.7

95.5

59.1

89.4

58.2

2009

93

37.5

40.5

62.2

115.1

94.3

40.6

15.7

35.5

63

78.2

48

2010

48.6

81.2

75.6

14.6

71.3

101.1

66.3

100

144.5

91.2

48

21.4

2011

58.8

15.6

27.5

49.5

97.6

75.5

88.2

56.6

23.9

67

74.3

57.8

2012

42

85.3

34.5

116

44.1

36.8

79.3

58.2

57.5

86.4

123.1

76.7

2013

74.2

96.5

71.5

42

95.6

36.5

92.7

86.7

136.8

60.2

46.1

97.4

Sumber: Stasiun BMKG Dramaga Bogor

21

22
Lampiran 3 Data curah hujan harian maksimum Januari-April 2014
Curah Hujan (mmm)
Tanggal
Bulan
Januari
Februari
Maret
1
10
0
35.4
2
2.2
16.6
0.4
3
0.2
31.2
0
4
2.2
10.6
0
5
4
13.8
6.2
6
0
1.2
1.8
7
6.4
0.2
19.8
8
34.4
6.8
3
9
0
22.4
0
10
4.2
22.4
0
11
57.4
0
0
12
73.4
0
0
13
6.4
0
2.8
14
1.4
0
0
15
23.8
2.2
0
16
16.6
3.8
13.2
17
86.8
0.4
27.2
18
33.6
0
5.2
19
21.6
0
40.2
20
20.4
0.8
23
21
41.2
5.2
1.6
22
6.2
25.8
0
23
10
12.4
14.4
24
18.6
19.2
7.8
25
0.2
10.6
1.6
26
1.4
21.2
0
27
3.4
1.4
56
28
34.2
14.8
14.8
29
37
10.4
30
2.4
0
31
4.4
4.8
Sumber : Stasiun Cuaca Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

April
9.2
4
0.4
5.6
113.4
6.2
0.2
0
0.4
1.6
0.8
0
1.2
1.6
0

23
Lampiran 4 Contoh perhitungan volume banjir total dan jumlah sumur resapan
1. Perhitungan volume andil banjir total :
Diketahui: Luas total DTA = 25.59 ha = 255 929.4 m2
Koefisien limpasan (C) = 0.59
Curah hujan rencana (R) = 125.68 mm/hari
Perhitungan : Va = 0.855 CAR
= 0.855 x 0.59 x 255 929.4 x 125.68
= 16 291.09 m3
2. Perhitungan volume andil banjir sub-DTA 1 :
Diketahui: Luas atap bangunan
= 489.24 m2
Koefisien tadah (C)
=1
Curah hujan rencana (R)
= 125.68 mm/hari
Perhitungan : Vab = 0.855 CAR
= 0.855 x 1 x 489.24 x 125.68
= 52.57 m3
3. Perhitungan volume penampungan (storasi) dan jumlah sumur :
Ditetapkan: Diameter sumur (D)
=1m
Kedalaman sumur (Hrencana) = 2.5 m
Koefisien permeabilitas tanah = 2.2366 cm/jam (0.537 m/hari)
Durasi hujan (tc) = 0.9 R0.92
= 0.9 x 125.680.92
= 76.84 menit ≈ 1.28 jam
AH = Luas alas sumur
= 3.14 x 0.52
= 0.786 m2
AV = Luas dinding sumur = 3.14 x 1 x 2.5 = 7.857 m2
Atotal = Luas permukaan total
= 8.643 m2
Air yang meresap selama hujan dengan durasi (tc) 1.28 jam, maka :
Vrsp = (tc.Atotal.K) / 24
= (0.5 x 8.643 x 0.537) / 24 = 0.055 m3
Vstorasi = Vab - Vrsp
= 52.57 – 0.055 = 52.34 m3
Maka :
H = Vstorasi / Ah
= 52.34 / 0.786 = 66.61 m
Untuk Hrencana = 2.5 m, diperlukan 27 buah sumur.

24
Lampiran 5 Contoh perhitungan parit berorak dan efektifitas bangunan resapan
1. Perhitungan volume resapan saat hujan dan volume penampungan pada
gedung GWW:
Diketahui
: Durasi hujan tc
= 1.28 jam
Curah hujan rencana = 125.68 mm/hari
Direncanakan : Kedalaman rorak (H)
Panjang
Lebar
antar rorak

=2m
=1m
= 0.56 m (sesuai dimensi saluran) Jarak
=5m

Ah = Luas alas rorak
= 0.56 x 1
= 0