Identifikasi Molekuler Spesies Btm 11, Isolasi, Karakterisasi, Dan Uji Aktivitas Inhibisi Protein Lektin

IDENTIFIKASI MOLEKULER SPESIES BTM 11,
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS INHIBISI
PROTEIN LEKTIN

RHESTU ISWORO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Identifikasi Molekuler
Spesies BTM 11, Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Inhibisi Protein Lektin”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada IPB dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Bogor, Desember 2016

Rhestu Isworo
NRP C351130331

RINGKASAN
RHESTU ISWORO. Identifikasi Molekuler Spesies BTM 11, Isolasi,
Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Inhibisi Protein Lektin. Dibimbing oleh MALA
NURILMALA dan APON ZAENAL MUSTOPA.
BTM 11 merupakan kode untuk mikroalga yang diisolasi dari perairan laut
Batam, dengan lokasi spesifik yaitu pada titik/stasiun ke-11 di area pengamatan.
BTM 11 telah dikembangkan oleh Laboratorium Biorekayasa Lingkungan Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong Bogor. Mikroalga ini memiliki senyawa
bioaktif polisakarida dan flavonoid. Salah satu protein yang terdapat dalam
mikroalga adalah protein lektin. Lektin merupakan protein non-imunoglobulin
(bukan antibodi) yang mengikat secara spesifik bagian karbohidrat tertentu. Hasil
penelitian sebelumnya melaporkan bahwa lektin mampu bersifat antikarsinogenik
dan antivirus. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi spesies BTM 11,
mengisolasi, mengkarakterisasi, dan menguji aktivitas inhibisi enzim RNA
helikase hepatitis C serta antibakteri potein lektin.

Kultivasi pada media Sea Water Batam (SWBT) 10 L menghasilkan
biomassa kering 7.24 gram selama 7 hari. Biomassa kering digunakan sebagai
sampel untuk identifikasi molekuler melalui tahapan isolasi DNA dan amplifikasi
DNA menggunakan gen 16S-rRNA. Produk PCR yang diamplifikasi dengan
primer 16S-rRNA menunjukkan ukuran 1500 bp. Tahapan selanjutnya adalah
purifikasi gel dan proses sekuensing. Hasil analisis data sekuensing menunjukkan
BTM 11 memiliki homologi terhadap Geitlerinema sp sebesar 98%. Biomassa
kering hasil kultivasi BTM 11 diisolasi protein lektinnya. Isolasi protein lektin
menggunakan pengendapan amonium sulfat 75%. Ekstrak kasar hasil
pengendapan amonium sulfat dimurnikan menggunakan kolom filtrasi gel
Sephadex G-50. Hasil kromatogram terbaik adalah fraksi 6 dan 7. Hasil isolasi
protein lektin menunjukkan nilai aktivitas hambat paling tinggi terdapat pada
metabolit ekstraksi yaitu 439.6 mm2/mL. Total protein tertinggi juga terdapat pada
metabolit ekstraksi yaitu 288 mg. Aktivitas spesifik tertinggi 11.32 AU/mg
dengan kelipatan kemurnian 7.42 pada tahap purifikasi Sephadex G-50. Aktivitas
spesifik menunjukkan jumlah aktivitas hambat dalam 1 mg. Nilai kelipatan
kemurnian meningkat selama proses ekstraksi sampai dengan purifikasi.
Karakterisasi protein lektin dengan Sodium Dodesil Sulfat Poliakrilamid
Gel (SDS-PAGE)
menunjukkan bobot molekul sebesar 17 kDa. Uji

hemaglutinasi bertujuan mengetahui aktivitas aglutinasi protein terhadap darah
yang menunjukkan adanya protein lektin. Hasil uji hemaglutinasi dengan sampel
darah golongan O menunjukkan nilai titer uji 64 (tanpa dilusi). Aktivitas protein
lektin stabil pada suhu 50 oC. Perlakuan penambahan MgCl2 dan CaCl2
menunjukkan aktivitas inhibisi protein lektin tetap stabil. Aktivitas inhibisi diuji
menggunakan penghambatan enzim RNA helikase hepatitis C dan antibakteri.
Hasil uji penghambatan enzim RNA helikase hepatitis C adalah sebesar 57.90%
(dilusi 40x) dan 27.55% (dilusi 80x). Uji antibakteri menunjukkan protein lektin
mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Salmonella
typhii ATCC 25241.
Kata kunci: mikroalga BTM 11, 16S-rRNA, lektin, RNA helikase hepatitis C,
antibakteri

SUMMARY
RHESTU ISWORO. Molecular Identification of BTM 11, Isolation,
Characterization, and Inhibition Activity of Lectin. Supervised by MALA
NURILMALA and APON ZAENAL MUSTOPA
BTM 11 is a code for microalga isolated from Batam sea, with a specific
location of station number 11 in observation area. Research of BTM 11 has been
developing by the Laboratory of Environmental Bioengineering, Research Center

for Biotechnology, Indonesian Institute of Science, Cibinong, Bogor. It has
bioactive compounds such as polysaccharides and flavonoids. One of proteins
produced by microalgae is a lectin which is non-immunoglobulin protein having
ability to specifically bind carbohydrate molecules. Lectin is reported as
anti-carcinogenic and antiviral properties. Therefore, this study is aimed to
identify microalga BTM 11 species using molecular approach, to isolate, and
characterize lectin protein as well as to test its inhibitory activity.
Cultivation conducted on 10 L SWBT produced dry biomass
approximately 7.24 gram for 7 days. Dry biomass was used as sample for
molecular identification through DNA isolation and DNA amplification by
16S-rRNA gene. The PCR product with size of 1500 bp was purified and
sequenced to obtain its genetics information. Microalga BTM 11 depicted species
homology with Geitlerinema sp (98%). Protein lectin was isolated from dry
biomass of microalga BTM 11. Protein isolation was precipitized by ammonium
sulfate 75%. The crude extract was purified by gel filtration chromatography
using Sephadex G-50. The best result were 6 and 7 fractions. The stage of protein
isolation showed the highest inhibitory activity in the metabolites extraction of
439.6 mm2/mL. The highest total protein was obtained from metabolite extraction
of 288 mg. The highest specific activity of 11.32 AU/mg with a purity level of
7.42 was obtained from purification Sephadex G-50. Spesific activities illustrated

the number of inhibitory activity in 1 mg. The degree of purity has been increased
started from extraction until the purification steps.
Lectin characterization by SDS-PAGE showed that molecular weight was
17 kDa. Lectin protein of BTM 11 had hemagglutination activity which the
highest hemagglutination activity on O blood type of 64 titer test (without
dilution). The titer values indicated the presence of lectin protein. Characterization
of lectin protein showed stable with temperature treatment at 50 oC. The addition
of metal treatment MgCl2 and CaCl2 showed inhibitory activity of protein lectin
remaining stable. Inhibitory activity was analyzed by RNA helicase hepatitis C
enzyme and antibacterial. The results of RNA helicase enzyme inhibition
amounted to 57.90% (40x dilution) and 27.55% (80x dilution). Antibacterial tests
showed lectin protein was able to inhibit Staphylococcus aureus ATCC 6538 and
Salmonella typhii ATCC 25241.
Keywords: microalga BTM 11, 16S-rRNA, lectin, RNA helicase hepatitis C,
antibacterial

© Hak Cipta Milik IPB dan LIPI, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB dan LIPI
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB dan LIPI

IDENTIFIKASI MOLEKULER SPESIES BTM 11,
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS INHIBISI
PROTEIN LEKTIN

RHESTU ISWORO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Asadatun Abdullah, SPi MSi MSM

Judul Tesis: Identifikasi Molekuler Spesies BTM I 1, Isolasi, Karakterisasi, dan
Uji Aktivitas krhibisi Protein Lektin
Nama : Rhesfu Isworo
NIM
: c3s1r30331

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

(,.4
. Dr MalaNurilmala.

SPi


MSi

Dr Apon Zaenal Mustopa. SPt MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Pascasarjana

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Tanggal Ujian: 2 September 2016
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

ranggal r*us: {J 1 DEC 2016
(tanggal penandatmganan tesis
Dekan Sekolah Pascasarjana)

f:
ir
I'
I

Iil

I

lr'
t:
i
I

I
i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya, sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan

baik. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah “Identifikasi Molekuler Spesies
BTM 11, Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Inhibisi Protein Lektin”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan
Dr Apon Zaenal Mustopa SPt MSi selaku komisi pembimbing, atas bimbingan,
arahan, dan masukan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Selain itu, terimakasih penulis ucapkan kepada ketua Departemen THP dan
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua program studi S2 THP. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi selaku
perwakilan dari Gugus Kendali Mutu dan Dr Asadatun Abdullah, SPi MSi MSM
selaku dosen penguji luar komisi pada sidang tesis. Terima kasih kepada
Dr Ir Bambang Sunarko sebagai Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang
sudah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Rekayasa
Genetika dan Desain Protein, Puslit Bioteknologi LIPI.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta
seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perikanan
dan kelautan.

Bogor, Desember 2016
Rhestu Isworo


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Kerja
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Mikroalga BTM 11
Hasil Identifikasi Secara Molekuler Spesies Mikroalga BTM 11
Hasil Konstruksi Pohon Filogeni Berdasarkan Analisis Gen
16S-rRNA
Hasil Isolasi dan Purifikasi Protein Lektin Mikroalga BTM 11
Karakteristik Protein Lektin Mikroalga BTM 11
Aktivitas Inhibisi Protein Lektin Terhadap Enzim RNA Helikase
Hepatitis C
Aktivitas Antibakteri Protein Lektin Mikroalga BTM 11
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi
xi
xii
1
3
3
3
3
4
4
4
9
10
11
12
14
17
19
21
22
26
34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 175 µl
Analisis homologi sekuen gen 16S-rRNA mikroalga BTM 11
menggunakan program BLASTn
Matriks jarak genetik fragmen gen 16S-rRNA berdasarkan metode
pairwise distance
Pemurnian protein lektin
Titer uji hemaglutinasi
Karakteristik suhu protein mikroalga
Karakteristik protein lektin terhadap logam
Aktivitas antibakteri protein mikroalga BTM 11
Zona hambat aktivitas antibakteri

8
11
11
14
16
17
17
20
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Kultur mikroalga BTM 11
Hasil konfirmasi elektroforesis
Hasil rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen 16S-rRNA
menggunakan metode Maximum Likelihood bootstrap 500x
Grafik purifikasi gel Sephadex G-50 protein lektin mikroalga BTM 11
SDS-PAGE protein lektin mikroalga BTM 11
SDS-PAGE pemurnian enzim RNA helikase HCV
Struktur genom virus hepatitis C

5
10
10
12
13
15
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Komposisi media SWBT mikroalga BTM 11
Komposisi media nutrient broth
Komposisi media nutrient agar
Tabel konsentrasi amonium sulfat
Komposisi gel SDS-PAGE (akrilamid 12%)
Komposisi larutan elektroforesis SDS-PAGE
Komposisi reagen BCA assay
Analisis BLASTn data sekuensing DNA 16S-rRNA
Kurva standar BSA
Nilai absorbansi kolom filtrasi gel
Kurva standar bobot molekul
Karakteristik suhu protein lektin
Gambar aktivitas antibakteri hasil karakterisasi suhu dan logam
Karakteristik logam protein lektin
Hasil uji ATPase
Aktivitas antibakteri protein lektin mikroalga BTM 11

28
28
28
28
29
29
30
30
30
31
32
31
32
32
33
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepastian taksonomi merupakan suatu langkah awal yang perlu
diperhatikan dalam suatu kegiatan penelitian. Burja et al. (2001) menyatakan
identifikasi morfologi merupakan langkah umum yang dilakukan dalam proses
identifikasi makhluk hidup. Penggunaan sifat morfologi seringkali menimbulkan
keraguan ataupun kesalahan, sehingga diperlukan dua pendekatan lain untuk
menghilangkan keraguan dalam proses identifikasi tersebut. Schubart et al. (2001)
menyatakan pendekatan secara molekuler merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk meminimalkan peluang terjadinya kesalahan identifikasi.
Penggunaan teknik molekuler untuk tujuan identifikasi suatu organisme memiliki
keunggulan yaitu lebih akurat dan lebih cepat. Studi mengenai identifikasi
molekuler suatu spesies dan hubungan kekerabatannya tidak terlepas dari isolasi
DNA dan amplifikasi gen. Gen 16S-rRNA adalah gen dari genom mitokondria
yang sering digunakan sebagai gen standar dalam studi identifikasi molekuler.
Sekuen 16S-rRNA merupakan materi genetika yang terletak pada ribosom subunit
kecil (Cole et al. 2013).
Mikroalga adalah organisme mirip tumbuhan berukuran seluler yang tidak
memiliki akar, batang, dan daun. Habitat hidup mikroalga di wilayah perairan.
Beberapa mikroalga jenis cyanobacteria memiliki variasi morfologi dalam
filament yang dipengaruhi oleh sedimen habitatnya (Hasler et al. 2012).
Mikroalga memiliki klorofil sebagai pigmen fotosintesis untuk memproduksi
senyawa makanan yang dibutuhkan selama pertumbuhan (Kawaroe et al. 2010).
Ye et al. (2008) dan Sanchez et al. (2007) menjelaskan dalam mikroalga terdapat
komposisi kimia yang potensial seperti protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan
karotenoid), asam amino, lipid, dan hidrokarbon. Komponen bioaktif tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk memproduksi produk turunannya.
BTM 11 merupakan kode untuk mikroalga berwarna hijau yang diisolasi
dari perairan laut Batam, dengan lokasi spesifik yaitu pada titik/stasiun ke-11 di
area pengamatan. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa sel BTM
11 berbentuk filamen panjang berwana hijau. Mikroalga BTM 11 sedang
dikembangkan karena diketahui memiliki komponen aktif polisakarida dan
flavonoid yang memiliki banyak manfaat untuk bidang kesehatan. Terkait dengan
potensi BTM 11 tersebut, belum dilakukan identifikasi spesies secara molekuler
untuk mikroalga BTM 11.
Penelitian BTM 11 telah dilakukan oleh Mustopa et al. (2015) yang
menyatakan ekstrak BTM 11 dengan pengujian kolorimetri Adenosin Tri
Phospate (ATP) menunjukkan aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap
aktivitas enzim RNA helikase virus hepatitis C (HCV). Selain itu BTM 11
memiliki komponen flavonoid yang berpotensi untuk terapi antivirus, khususnya
sebagai anti HCV. Hasil purifikasi polisakarida BTM 11 menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap enzim RNA helikase HCV sekitar 87.7% sedangkan pada
ekstrak kasar sebesar 64,65%. Pada tahapan proses ekstraksi polisakarida yaitu
dengan maserasi, deproteinasi Trichloroacetic acid (TCA), dan pemekatan freeze
dryer menunjukkan aktivitas inhibisi enzim RNA helikase paling rendah dengan

2

perlakuan deproteinasi TCA. Penurunan aktivitas inhibisi tersebut dikarenakan
lebih banyaknya senyawa yang mengendap (non polisakarida), termasuk
kemungkinan di dalamnya adalah senyawa protein.
Salah satu protein yang terdapat dalam mikroalga adalah protein lektin.
Lektin merupakan protein non-imunoglobulin (bukan antibodi) yang mengikat
secara spesifik atau mengaglutinasi pada bagian karbohidrat tertentu (Huskens dan
Dominique 2012). Lektin ditemukan tersebar di berbagai organisme seperti spons,
alga, prokariot, ikan, tanaman, fungi, serealia, sayuran, dan buah-buahan. Lektin
pada mikroalga memiliki karakteristik umum yaitu bersifat monomerik, berat
molekul proteinnya rendah, kandungan asam amino tinggi akan asam, tidak
membutuhkan ion logam untuk aktivitas biologisnya, dan sebagian besar
menunjukkan spesifitas untuk glikoprotein (Hori et al. 1990). Spesifitas lektin
dalam mengikat karbohidrat membuat zat bioaktif ini digunakan dalam bidang
biokimia dan biomedis. Nascimento et al. (2006) menyatakan bahwa struktur
lektin mikroalga berukuran kecil dan memiliki ikatan disulfida sehingga
digunakan sebagai alat untuk penanda sel dalam mendiagnosis suatu penyakit dan
sebagai target obat.
Lektin adalah protein yang banyak digunakan dalam penelitian biomedis.
Protein lektin pada mikroalga memiliki banyak manfaat untuk biomedis
diantaranya sebagai antitumor, anti Human Immunodeficiency of Virus (HIV), anti
inflammantory, antijamur, antibakteri, dan antivirus (Nascimento et al. 2012;
Teixera 2012; Hori et al. 2009). Lektin bekerja sebagai antivirus dengan cara
mencegah fusi antara virus dengan membran sel dengan cara mengikat glikan
yang kaya mannosa dan bagian glikoprotein virus (Moura et al. 2006). Lektin dari
mikroalga laut diketahui banyak sebagai produk antivirus (Triveleka et al. 2003).
Lektin dari cyanobacteria dan makroalga laut lainnya dapat digunakan untuk
pencegahan proses transmisi dari berbagai macam virus dari permukaan selnya
seperti HIV, influenza, HCV, Ebola, dan Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus (SARS-CoV) (Ziolkowska dan Wlodawer 2006). Beberapa
penelitian lektin mikroalga hijau yang telah dilakukan yaitu pada Boodlea coacta
sebagai anti-HIV (Sato et al. 2011). Lektin Kappaphycus alvarezii mampu
menghambat kerja virus influenza. Griffithsia sp mampu menghasilkan lektin
yang menghambat siklus hidup virus SARS. Lektin pada jenis alga yang bersifat
antikarsinogenik adalah Enteromorpha (Ambrosio et al. 2003), Ulva lactuva
(Wang et al. 2004), dan Codium barbatum (Praseptiangga et al. 2012) dengan
mekanisme kerjanya mampu mengikat bagian monosakarida sel inang.
Aktivitas protein lektin mikroalga juga dapat diterapkan sebagai antibakteri.
Aplikasi protein sebagai antibakteri sangat bermanfaat sejak dapat diterima oleh
tubuh dan hanya memiliki sedikit efek samping untuk kesehatan. Oleh karena itu
penelitian menggunakan protein sebagai sumber antibakteri kesehatan terus
berkembang. Lektin bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dan merusak
sel permukaan membran dari bakteri dan membunuh sel dengan mekanisme yang
kompleks. Mikroalga merah jenis Gellidium amansiii menghasilkan protein lektin
yang mampu menghambat kerja bakteri Gram-negatif dan positif (Massi dan
Ahmad 2012).

3

Perumusan Masalah
Mikroalga di Indonesia adalah sumber alami yang potensial untuk
dimanfaatkan sebagai produk farmasi. Mikroalga BTM 11 telah ditemukan dan
memiliki beberapa kandungan senyawa bioaktif. Namun demikian kepastian
taksonomi dari mikroalga BTM 11 belum diketahui, oleh karena itu perlu
dilakukan identifikasi spesies BTM 11 secara molekuler. Eksplorasi protein dari
mikroalga belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya pada protein
lektinnya. Karakteristik protein lektin mikroalga BTM 11 perlu diteliti lebih lanjut
serta aktivitas penghambatannya terhadap beberapa bakteri patogen dan virus
penyebab penyakit.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi secara molekuler spesies
mikroalga BTM 11, mengisolasi, dan mengkarakterisasi protein lektin BTM 11,
serta menguji aktivitas inhibisi protein lektinnya terhadap bakteri dan enzim RNA
helikase HCV.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis
spesies mikroalga BTM 11, informasi mengenai karakteristik dan kemampuan
aktivitas inhibisi protein lektin serta studi bioinformatika sebagai dasar
pengembangan riset lanjutan dalam aplikasi bidang medis.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dimulai dari identifikasi molekuler yang
dilakukan untuk mendapatkan sampel DNA dan hasilnya disekuensing untuk
mengkonfirmasi susunan gen dan penentuan identitas spesiesnya. Tahap
selanjutnya isolasi ekstrak kasar protein lektin sampai tahap pemurnian. Kajian
karakteristik isolasi protein lektin dilakukan untuk mengetahui sifat protein
tersebut. Ekstrak kasar juga diujikan aktivitas inhibisinya terhadap enzim RNA
helikase hepatitis C dan beberapa bakteri patogen.

4

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2015 sampai dengan bulan
Mei 2016 di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat BTM 11 dari Laboratorium
Biorekayasa Lingkungan Puslit Bioteknologi LIPI Cbinong Bogor , media SWBT,
nitrogen cair, bufer Tris Buffer Saline (TBS), amonium sulfat (Merck), Sephadex
G-50 (GE Healtcare), bufer Cetyltrimethyl Ammonium Bromide (CTAB),
chloroform, isoamilalkohol, isopropanol, sodium asetat, etanol 70%, ddH2O,
RNAase, primer forward dan reverse, tris-aminometana (Merck), kloramfenikol
(Gold Bio), Sodium Dodesil Sulfat (SDS) (Sigma), metanol (Merck), etanol
(Merck), asam asetat glasial (Merck), TEMED (Sigma), akrilamid (Bio Basic
Inc), amonium persulfat (APS) (MP Biomedicals), alkohol teknis, DNA Leader
Gene Ruler 1 kb (Thermo Scientific), SpectraTM Multicolor Low Range Protein
Ladder (Thermo Scientific), dan akuades steril.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifus (Hermle), set
elektroforator SDS-PAGE (ATTO), shaker inkubator (N-Biotek Inc.), inkubator
(Firlabo), rocker (N-Biotek Inc.) Laminar Air Flow (ESCO), pH meter (Eutech
Instruments), neraca analitik (ACIS), microplate 96-well (Apogent), ELISA
reader (Thermo multiscan ex), stirrer (Cimarec), magnetic stirrer (Scienceware),
vorteks (Barnstead), capsulefuge (Tomy), mikropipet (Gilson), tip (Axygen),
tabung sentrifus (Corning), dan alat-alat gelas lainnya (Pyrex).
Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
kultivasi mikroalga BTM 11. Tahapan selanjutnya yaitu isolasi DNA mikroalga,
konfirmasi hasil isolasi, dan dilanjutkan dengan PCR gen 16S-rRNA mikroalga
BTM 11. Produk PCR dikonfirmasi dengan elektroforesis dan purifikasi gel
kemudian disekuensing dan pengolahan data hasil sekuen. Bioamassa dari hasil
kultivasi diisolasi protein lektin mikroalga dengan pengendapan amonium sulfat.
Tahapan selanjutnya ekstrak yang diperoleh setelah pengendapan, dimurnikan lagi
dengan kolom filtrasi gel. Ekstrak dan hasil pemurnian protein lektin BTM 11 di
lakukan beberapa karakterisasi sifat protein. Pengujian aktivitas protein lektin
mikroalga BTM 11 dengan cara uji inhibisi terhadap enzim RNA helikase HCV
dan beberapa bakteri patogen. Gambar 1 adalah tahapan prosedur kerja dalam
penelitian ini.

5

Isolat Mikroalga BTM 11

Kultivasi pada media
SWBT 10L

Biomassa kering

Isolasi DNA

Isolasi
Protein Lektin

Konfirmasi kuantitatif
dan kualitatif

Purifikasi
Kolom Filtrasi Gel

Karakterisasi

PCR 16S-rRNA

Uji kualitas dan
kuantitas protein

Uji Aktivitas Inhibisi

Purifikasi Gel

Uji Antibakteri

Bobot molekul,
konsentrasi protein,
hemaglutinasi protein,
perlakuan suhu
dan logam

Uji Enzim RNA
Helikase Hepatitis C

Sekuensing

Analisis Sekuensing

Data Spesies mikroalga
BTM 11

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian
Kultivasi Mikroalga BTM 11 (Mustopa et al. 2015)
Isolat mikroalga BTM 11 dari Laboratorium Biorekayasa Lingkungan
Puslit Bioteknologi LIPI dikulturkan selama 7 hari pada media SWBT sebanyak
10 L. Komposisi media SWBT dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses kultur pada
kondisi penyinaran matahari suhu ruang dengan aerasi. Kultur dipanen dengan
bantuan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 8500 g. Pelet diambil dan
dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24-48 jam. Biomassa kering disimpan pada
-20 oC.
Identifikasi Molekuler Mikroalga BTM 11 (Alvarez et al. 2006)
Sampel 30 mg digerus dengan nitrogen cair dalam tabung 2 mL. Buffer
CTAB ditambahkan 1 mL kemudian inkubasi 65 oC selama 1 jam. Sampel
ditambahkan 1 mL kloroform-isoamil alkohol (24:1). Tabung divortex selama
1-5 menit sampai homogen. Proses selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan
12000 rpm selama 15 menit. Fase paling atas dipindahkan ke dalam tabung baru
1.5 mL. Selanjutnya ditambahkan sodium asetat 3M dan isopropanol. Inkubasi
dalam -20 oC selama 2 jam. Tabung disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit.
Cuci pelet dengan etanol dingin 70% dan dilakukan sentrifugasi 12000 rpm

6

selama 5 menit. Pelet dikeringkan satu malam dan diresuspensi dengan ddH2O
dan RNA-ase. Kemudian DNA diidentifikasi dengan primer 16S-rRNA. Kualitas
hasil isolasi DNA dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarose 0.8%
dilanjutkan menghitung konsentrasi dan kemurnian dengan spektrofotometer.
Tahap selanjutnya produk DNA dilakukan PCR 16S-rRNA dengan pradenaturasi
suhu 94 oC selama 3 menit. Denaturasi pada suhu 94 oC selama 1 menit,
annealing pada suhu 50 oC selama 1 menit, extension pada suhu 72 oC selama
2 menit. Reaksi PCR tersebut dilakukan sebanyak 30 siklus dan terakhir
ditambahkan dengan final extension pada suhu 72 oC selama 5 menit. Reaksi
PCR dalam 10 µL menggunakan Mix Dream Taq terdiri 10 x Dream Taq Buffer,
dNTPs (10 mM), Dream Taq DNA Polymerase, primer 16S-rRNA (Mustopa et al.
2014), dan ddH2O. Primer yang digunakan adalah primer foward 8F (5’-AGA
GTTTGA TCA TGGCTC AG-3’) dan primer reverse 15R (5’-AAGGAG GTG
ATC CAA CA-3’). Hasil PCR selanjutnya divisualisasi dengan teknik
elektroforesis menggunakan gel agarose 1%. Tahap selanjutnya adalah purifikasi
gel dan sekuensing. Data sekuensing yang didapatkan kemudian dianalisis
nukleotidanya menggunakan beberapa software diantaranya MEGA5, ClustalW,
Bioedit dan software tools NCBI dari data yang terdapat di Genbank.
Isolasi dan Pemurnian Protein Lektin (Modifikasi Praseptiangga et al. 2012)
Biomassa kering sebanyak 6 gram ditumbuk dengan bantuan nitrogen
cair. Sampel distirer dalam 4 oC dengan 60 mL bufer Tris Buffer Saline (TBS).
Perlakuan sonikasi pada amplitude 45%, cycle 0.5, waktu 20 detik selama tiga
kali. Sampel disentrifugasi 13500 g selama 30 menit kemudian supernatan
dilakukan pengendapan amonium sulfat 75%. Konsentrasi ammonium sulfat yang
ditambahkan sebesar 75% dapat dilihat pada Lampiran 4. Supernatan hasil
pengendapan disentrifugasi 13500 g selama 30 menit dan elusi dengan bufer TBS.
Pelet pengendapan dimurnikan lagi dengan kromatografi gel filtrasi Sephadex
G-50 yang sudah diekuilibrasi dengan eluen buffer TBS. Sebanyak 2 mL ekstrak
ditambahkan secara perlahan ke dalam kolom dengan meneteskan pada bagian
atas permukaan gel. Setiap fraksi kolom menampung ±2 mL sampai pada fraksi
ke-21.
Analisis Bobot Molekul dengan Sodium Dodesil Sulfat Poliakrilamid (SDS
PAGE) (LaemmLi 1970)
Sampel berupa metabolit, ekstrak kasar protein lektin, dan fraksi hasil
kolom dianalisis bobot molekulnya dengan elektroforesis gel sodium dodesil
sulfat poliakrilamid (SDS-PAGE). Gel poliakrilamid ukuran 12% (separating gel)
dan 3.9% (stacking gel) dibuat dengan mencampurkan sukrosa, poliakrilamid,
akuades, TEMED, dan amonium persulfat (Lampiran 5). Selanjutnya, sampel
dicampurkan dengan loading dye dan didenaturasi pada suhu 95 °C selama
10 menit. Setelah perangkat elektroforesis disiapkan, sampel dan penanda bobot
molekul (sebagai pembanding) dimasukkan ke sumur elektroforesis. Setelah
elektroforesis selesai, gel diwarnai dengan commasie brilliant blue hingga muncul
pita-pita yang menandakan bobot molekul (Lampiran 6).
Uji Hemaglutinasi (Praseptiangga et al. 2012)
Aktivitas hemaglutinasi menggunakan 2% eritrosit manusia (RBC) yang
sudah dicuci dengan 0.85% NaCl. Pengenceran serial 0.85% NaCl sebanyak

7

25 µL pada plate dan ditambahkan 25µL RBC. Kemudian homogenkan perlahan
selama 30 detik dan inkubasi suhu ruang selama 1 jam. Uji positif ditunjukkan
dengan RBC menyebar di dasar well sedangkan negatif jika RBC mengendap satu
titik di dasar well.
Penentuan Kadar Protein (Pierce Biotechnology 2013)
Sampel dari fraksi dengan aktivitas inhibisi tertinggi diukur kadar
proteinnya secara kuantitatif menggunakan uji Bicinchoninic Acid (BCA)
menggunakan kit bovine serume albumine (BSA). Konsentrasi BSA yang
digunakan sebagai standar yaitu 0, 25, 125, 250, 500, 750, 1000, 1500, dan
2000 g/mL. Working reaction dibuat dengan mencampurkan reagen A dan B
dengan perbandingan 50:1. Komposisi reagen uji BCA dapat dilihat pada
Lampiran 7. Sampel dan working reaction ditambahkan dalam microplate 96-well
dengan perbandingan sampel:working reaction (1:20). Microplate diinkubasi
pada suhu 37 °C selama 30 menit, kemudian hasil reaksi dibaca pada panjang
gelombang 540 nm dengan menggunakan EIA reader.
Karakterisasi Suhu dan Logam Protein Lektin (Modifikasi Praseptiangga et
al. 2012)
Karakterisasi suhu dilakukan pada sampel dengan menggunakan
perlakuan pemanasan suhu (30, 50, 70, 90 °C). Sampel diuji aktivitas inhibisinya
dengan metode uji antibakteri. Penentuan pengaruh logam MgCl2 dan CaCl2
dengan menambahkan ke dalam sampel masing-masing volume yang sama.
Inkubasi dalam suhu ruang selama 2 jam. Uji aktivitas penghambatan dengan uji
antibakteri.
Aktivitas Inhibisi Protein Lektin Mikroalga BTM 11
a. Ekspresi dan purifikasi RNA helikase HCV (Utama et al. 2000)
Sebanyak 25 mL stok bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS yang membawa
vektor ekspresi pET-21b/HCV NS3 helikase diinokulasi ke dalam 400 mL
medium LB cair yang mengandung 400 μg/mL ampisilin, kemudian diinkubasi
dalam inkubator goyang (shaker incubator) pada suhu 37 °C dengan kecepatan
150 rpm hingga OD600 mencapai ±0.3 maka ditambahkan 0.3 M isopropil
β-D-thiogalaktopiranosidase (IPTG). Kultur diinkubasi kembali hingga OD600
mencapai ±1. Hasil kultur disentrifugasi 4 °C dengan kecepatan 4000 rpm selama
10 menit. Pelet yang diperoleh disimpan pada suhu -20 °C. Pelet dengan metode
freeze & thaw sebanyak 3 kali kemudian diresuspensi dengan 20 mL larutan bufer
B (Tris HCl 10 mM pH 8.5; NaCl 100 mM, Tween 20 0.25%). Kemudian
disonikasi (Amplitudo 40; siklus 0.5; waktu 3x15 detik; interval waktu 1 menit).
Suspensi sel disentrifugasi 10000 rpm suhu 4 °C selama 20 menit untuk
mendapatkan supernatan. Enzim RNA helikase diduga dalam supernatan
dipurifikasi menggunakan metode kromatografi afinitas (resin TALON) selama
3 jam dalam suhu 4 °C. Kemudian disentrifugasi 3500 rpm selama 7 menit. Pelet
resin dicuci dengan buffer B sebanyak 2 kali. Hasil resin dielusi untuk
melepaskan enzim dengan 150 μl larutan bufer elusi (imidazol 400 mM dalam
buffer B), dalam rotator 4 °C selama satu malam. Sampel disentrifugasi pada suhu
4 °C dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Supernatan sebagai enzim RNA

8

b. Uji Aktivitas ATPase RNA Helikase HCV (Utama et al. 2000)
Sistem reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel dengan volume total
175 μL dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 175 µl
Blanko
Enzim
Kontrol (-)
Sampel
Sampel
5
Pelarut
5
H2O
43.5
38.5
33.5
Bufer (MOPS)
5
5
5
5
Kofaktor (MgCl2)
0.5
0.5
0.5
0.5
Substrat (ATP)
1
1
1
1
RNA helikase
5
5
5
Inkubasi pada suhu ruang selama 45 menit
Dye Solution
100
100
100
100
Inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit
Na-Sitrat
25
25
25
25
*H2O : hijau malakit : polivinil alkohol : amonium molibdat (2 : 2 : 1 : 1)
Persentase aktivitas penghambatan senyawa inhibitor terhadap RNA helikase
ditentukan dengan rumus:
% Inhibisi = A-1 x 100%
A
Keterangan :
A
= Absorbansi RNA helikase tanpa senyawa inhibitor
I
= Absorbansi RNA helikase dengan adanya senyawa inhibitor
Aktivitas Antibakteri Protein Lektin Mikroalga BTM 11 (Arief et al. 2013)
Uji aktifitas antibakteri terhadap patogen Staphylococcus aureus ATCC
6538 dan Salmonella typhii ATCC 25241 dilakukan dengan metode difusi agar
(Arief et al. 2013). Patogen dikulturkan pada nutrient broth (NB) ditumbuhkan
semalam (Lampiran 2). Patogen diencerkan dengan menggunakan larutan
fisiologis NaCl 0.85% mengandung 108 CFU/mL bakteri uji pada media nutrient
agar (NA). Komposisi media dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebanyak 50 μl
sampel diteteskan pada papper disk berdiameter 6 mm dan kemudian diletakkan
pada media agar. Petri disimpan pada suhu 4 °C selama 1 jam agar sampel sampel
berdifusi ke agar dan kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C. Pengamatan aktivitas
antibakteri dilakukan dengan menghitung zona bening yang terbentuk pada jam
ke-2, 4, 6, dan overnight. Aktivitas antimikroba protein lektin diekspresikan
sebagai Arbitary Units per mL (AU/mL) (Simonova dan Leukova 2007). AU/mL
merupakan luas daerah hambat per satuan volum sampel protein lektin (mm2/mL)
dan dirumuskan oleh Tagg dan McGiven (1971) sebagai berikut:
Aktivitas protein lektin (mm2/mL) = 1 AU/mL
= Lz – Ls
V
2
Keterangan: Lz = Luas zona bening (mm )
V = Volum sampel (mL)
Ls= Luas paper disk (mm2)

9

Analisis data
Data kuantitatif dari aktivitas protein lektin dari penelitian ini diolah
menggunakan nilai rata-rata data perlakuan dan menggunakan standar deviasi.
Data kualitatif diolah dengan menganalisis hasil pengamatan yang ada. Data
tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Mikroalga BTM 11
Nama BTM diambil dari tempat asal pengambilan mikroalga yaitu
perairan laut Batam. Angka 11 merupakan kode lokasi pengambilan mikroalga.
Mikroalga BTM 11 tumbuh pada media modifikasi yang mengandung mineral
seperti NaNO3, Na2HPO4, KH2PO4, ferric ammonium citrate, Na2EDTA, asam
sitrat, CaCl22H2O, dan air laut steril. Optimasi kultivasi BTM 11 telah dilakukan
Mustopa et al. (2015) dengan kondisi lingkungan yang ekstrim cahaya, suhu, dan
kadar garam. Ketersediaan kondisi pertumbuhan yang ekstrem meningkatkan
produksi metabolit sekunder yang berpotensi memiliki aktivitas biologis.
Mikroalga lebih mudah ditumbuhkan dalam skala laboratorium untuk
menghasilkan senyawa bioaktif dibandingkan dengan tanaman darat, akan tetapi
komposisi senyawa bioaktif tergantung pada jenis mikroalganya (Borowitzka dan
Borowitzka 1988).
Kultivasi mikroalga BTM 11 membutuhkan derajat keasaman sekitar 7-8
dengan bantuan proses aerasi. Aerasi menyebabkan pertukaran gas
karbondioksida sehingga dapat menjaga stabilitas pH. Suhu selama pertumbuhan
adalah 25-30 oC berada dalam kondisi cahaya ruang. Keberadaan cahaya
menentukan kurva pertumbuhan mikroalga yang melakukan fotosintesis.
Intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroalga berbeda-beda.
Mikroalga BTM 11 membutuhkan intensitas cahaya matahari dalam suhu ruang.
Li et al. (2011) menjelaskan bahwa intensitas cahaya matahari dan suhu
dipengaruhi oleh keadaan iklim selama kultivasi. Reynolds (1990) menyatakan
nilai maksimum kecepatan proses fotosintesis terjadi pada kisaran suhu 25-40 oC.
Berbagai proses dalam sel sangat tergantung pada suhu. Kecepatan suatu
proses akan terus bertambah dengan peningkatan suhu. Temperatur tinggi
yang melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan proses metabolisme
sel terganggu.
Pertumbuhan mikroalga BTM 11 ditandai dengan terbentuknya sel yang
berfilamen dan berwarna hijau (Gambar 2). Masa panen dilakukan pada waktu
mendekati fase stasioner awal yaitu 7 hari. Kondisi fase tersebut mikroalga
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang diperkirakan mempunyai
aktivitas untuk inhibisi. Proses kultivasi mikroalga yang telah dilakukan dalam
media sebanyak 10 L menghasilkan biomassa basah yang kemudian dikeringkan
menjadi biomassa kering sebanyak ± 7.24 gram. Biomassa kering yang dihasilkan
bewarna hijau (Gambar 2).

10

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Kultur mikroalga BTM 11 (a) BTM 11 kultivasi media 10 L
(b) biomassa basah (c) biomassa kering
Hasil Identifikasi Secara Molekuler Spesies Mikroalga BTM 11
Proses identifikasi molekuler mikroalga BTM 11 terlebih dahulu
dilakukan dengan tahap isolasi DNA. Pengukuran konsentrasi DNA dengan
spektrofotometer didapatkan nilai rasio OD260/OD280 1,80 dengan konsentrasi
67 ng/µL. DNA yang telah diisolasi dapat dikategorikan memiliki kemurnian
yang tinggi apabila memiliki rentang rasio OD260/OD280 1,8-2,0. DNA terlihat
sebagai pita tunggal yang berukuran >3000 bp apabila dielektroforesis dalam gel
agarosa 0.8-1% (Gambar 3a). Sampel DNA dijadikan sebagai cetakan untuk
amplifikasi gen 16S-rRNA menggunakan teknik PCR. Amplifikasi fragmen DNA
gen 16S-rRNA (Mustopa et al. 2014) telah dilakukan dengan penempelan primers
8F (5’-AGA GTTTGA TCA TGGCTC AG-3’), dan 15R (5’-AAGGAG GTG
ATC CAA CA-3’). Produk hasil PCR menunjukkan pita berukuran 1500 bp
(Gambar 3b) kemudian dipurifikasi gel untuk dilanjutkan dengan sekuensing.

4000 bp

4000 bp

1500 bp

1500 bp

(a)

(b)

Gambar 3 Hasil konfirmasi elektroforesis (a) isolasi genom,
(b) produk PCR 16s-rRNA
Gen 16s-rRNA adalah gen dari genom mitokondria yang sering digunakan
sebagai gen standar dalam studi identifikasi molekuler. Sekuen 16S ribosomal
DNA merupakan materi genetika yang terletak pada ribosom subunit kecil
(Cole et al. 2013). Mikroalga spesies sianobakteria umum dilakukan identifikasi

11

dengan gen 16S-rRNA. Amer et al. (2013) mengisolasi blue green alga yang
diperoleh dari perairan sungai nil kemudian identifikasi dengan 16S-rRNA.
Karakteristik fenotip mikroalganya berfilamen dan warna sesuai habitatnya.
Spesies lain dari blue-green algae yang diidentifikasi dengan 16S-rRNA adalah
Microcystis, Nostoc, Anabaena, Sytonema.
Pohon Filogenetik Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA
Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan analisis data sekuen dari gen
16S-rRNA. Hasil BLASTn sekuensing gen 16S rRNA menunjukkan mikroalga
BTM 11 memiliki hubungan kekerabatan dengan Geitlerinema sp yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis data sekuen menggunakan software dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 2 Analisis homologi sekuen gen 16S-rRNA mikroalga BTM 11
menggunakan program BLASTn
Hasil Analisis
Geitlerinema sp.

Homologi
98%

Kode Akses
FJ042947.1

Daerah Penemuan
Brasil, Spanyol

Tabel 2 menunjukkan homologi spesies mikroalga BTM 11 sebesar 98%
dengan Geitlerinema sp. Sistem klasifikasi makhluk hidup menyebutkan spesies
Geitlerinema masuk dalam phylum Cyanobacterium. Mikroalga BTM 11 dapat
digolongkan dalam phylum Cyanobacterium dengan kemiripan pada Geitlerinema
sp. Carmo et al. (2009) menyebutkan memiliki koleksi Geitlerinema sp termasuk
dalam kelompok ganggang yang banyak hidup di perairan daerah Brazil dan
Spanyol.
Tabel 3 Matriks jarak genetik fragmen gen 16S rRNA berdasarkan metode pairwise
distance
BTM 11
Geitlerinema sp.
Microcoleus sp.
Oscillatoria sp.
Phormidium sp.
Phormidiaceae
Lyngbya sp.
Jaaginema sp.
Scytonema sp.
Spirulina sp.
Dunaliella_

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0.00
0.05
0.05
0.05
0.05
0.07
0.08
0.17
0.10

0.04
0.04
0.05
0.05
0.07
0.08
0.16
0.10

0.00
0.00
0.01
0.07
0.07
0.16
0.10

0.01
0.01
0.06
0.08
0.16
0.09

0.01
0.07
0.07
0.16
0.10

0.07
0.07
0.16
0.10

0.09
0.15
0.10

0.17
0.08

0.15

1.37

1.38

1.30

1.31

1.30

1.32

1.31

1.34

1.46

10

1.28

Matriks jarak genetik dapat dilihat pada Tabel 3 yang digunakan untuk
analisa hubungan kekerabatan berdasarkan pohon filogenetik. Jarak genetik
mikroalga BTM 11 paling dekat dengan Geitlerinema sp. yaitu 0.00, sedangkan
paling jauh dengan Dunaliella 1.37. Kedekatan BTM 11 juga pada Microcoleus
sp., Oscillatoria sp., Phormidium sp., Phormidiaceae, Lyngbya sp., Jaaginema sp.
Konstruksi pohon filogenetik dilakukan untuk mengetahui kelompok dan
hubungan kekerabatan spesies. Pohon filogenetik dirancang menggunakan sekuen
16S-rRNA hasil BLASTn mikroalga BTM 11 dan spesies lain seperti

12

Scytonema sp., Spirulina sp., dan Dunaliella. Angka di setiap titik percabangan
pohon filogenetik menunjukkan nilai bootstrap yang berfungsi untuk mengetahui
stabilitas hasil dan selang kepercayaan (confidence intervals). Pohon filogenetik
pada Gambar 4 menunjukkan bahwa mikroalga BTM 11 memiliki kekerabatan
yang sangat dekat dengan Geitlerinema sp. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
bootstrap dalam percabangan pohon filogenetik antara mikroalga BTM 11 dengan
Geitlerinema sp sebesar 100. Artinya antara BTM 11 dengan Geitlerinema sp
sangat kuat dalam satu kelompok/kelas yang didukung oleh nilai konsistensi
bootstrap sampai 100%. Semakin rendah nilai bootsrap menunjukkan hubungan
kekerabatan/kelompok spesies semakin jauh (Dharmayanti, 2011).

Gambar 4 Hasil rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen 16S-rRNA
menggunakan metode Maximum Likelihood bootstrap 500x
Hasil Isolasi dan Purifikasi Protein Lektin Mikroalga BTM 11
Teknik isolasi protein lektin yang digunakan mengacu kepada metode
Praseptiangga et al. (2012) dengan modifikasi. Isolasi bertujuan untuk
memisahkan satu atau lebih senyawa yang diinginkan dalam suatu larutan atau
padatan yang mengandung campuran senyawa-senyawa tersebut. Sampel isolasi
protein lektin mikroalga BTM 11 berbentuk biomassa kering. Sampel ditumbuk
dengan nitrogen cair agar menjadi serbuk sehingga memudahkan kontak antara
pelarut dengan sampel. Isolasi protein lektin dilakukan dengan cara maserasi pada
suhu dingin untuk menghomogenkan sampel dengan pelarut TBS. Proses isolasi
protein lektin dimodifikasi dengan perlakuan sonikasi untuk membantu memecah
dinding sel mikroalga. Sani et al. (2014) menyatakan sonikasi membantu
pemecahan sel dengan suara pada panjang gelombang tertentu. Proses isolasi
protein lektin mikroalga dilakukan pada suhu 0-4 oC karena aktivitas protein
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan agar tidak terjadi kerusakan.
Pemurnian menjadi tahapan yang penting sebelum proses karakterisasi.
Pemurnian protein lektin bertujuan memisahkan protein lektin dari komponen
karbohidrat, isoflavon, air, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan proses
pemurnian protein dengan pengendapan garam ammonium sulfat dan
kromatografi kolom filtrasi gel. Pengendapan protein menggunakan garam

13

ammonium
sulfat
telah
banyak
digunakan
oleh
para
peneliti
(Tokuyasu et al. 1996). Selain karena kelarutan ammonium sulfat yang tinggi,
garam ini tidak toksik, dan ekonomis. Prinsip presipitasi ammonium sulfat
berdasarkan kompetisi pengikatan air antara garam dan protein. Amonium sulfat
terlarut akan terionisasi menjadi ion NH4+ dan SO42-. Ion garam menarik air yang
berikatan dengan protein, sehingga kelarutan protein menurun. Protein selanjutnya
membentuk agregat dan mengendap (Sinatari et al. 2013). Protein lektin dapat
diendapkan menggunakan ammonium sulfat 75% (Lampiran 4). Diduga, protein
lektin memiliki lebih banyak asam amino hidrofilik. Protein dengan asam amino
hidrofilik membutuhkan garam ammonium sulfat yang lebih banyak untuk
mengganggu interaksi yang kuat antara air dengan asam amino hidrofilik
(Bintang, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Praseptiangga et al. (2012)
menyebutkan pengendapan amonium sulfat protein lektin alga hijau Barbatum
codium efektif pada 75% ammonium sulfat. Hasil pengendapan amonium sulfat
merupakan ekstrak kasar protein lektin kemudian dielusi dengan bufer TBS.
Warna ekstrak kasar hasil isolasi protein adalah hijau pekat.
Penentuan konsentrasi protein pada Tabel 4 ditentukan dengan uji asam
bicinchoninat (BCA-bicinchoninic acid assay). BCA mudah digunakan,
sensitifitasnya tinggi, dan toleran terhadap senyawa pengganggu dari lingkungan.
Uji ini didasarkan pada dua reaksi kimia. Reaksi pertama adalah reduksi ion Cu2+
menjadi ion Cu+ oleh ikatan peptida dalam kondisi alkali (reaksi biuret). BCA
dikenal sebagai reaksi biuret karena bentuk kompleksnya serupa dengan senyawa
biuret organik (NH2-CO-NHCONH2) dan ion tembaga (Smith et al. 1985).
Pengujian konsentrasi protein menggunakan kurva standar pada Lampiran 9.

Gambar 5 Grafik purifikasi gel Sephadex G-50 protein lektin mikroalga
BTM 11
Pemurnian selanjutnya menggunakan kromatografi filtrasi gel.
Berdasarkan pada Gambar 5 jumlah fraksi yang tertampung oleh kolom sebanyak
21 buah dengan volum masing-masing 2 mL (Lampiran 10). Purifikasi kolom
filtrasi gel Sephadex G-50 menunjukkan kromatogram menunjukkan adanya dua
puncak protein, yaitu pada fraksi 6 dan 7. Fraksi 6 dan 7 menunjukkan pita paling
tebal saat uji bobot molekul SDS-PAGE dengan nilai total konsentrasi proteinnya

14

12.16 mg/mL. Hasil proses purifikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai aktivitas
hambat paling tinggi terdapat pada metabolit ekstraksi yaitu 439.6 mm2/mL. Total
protein paling tinggi juga terdapat pada metabolit ekstraksi yaitu 288 mg
(penentuan total protein dengan metode BCA). Aktivitas spesifik tertinggi 11.32
AU/mg dengan kelipatan kemurnian 7.42 pada tahap purifikasi Sephadex G-50.
Aktivitas speseifik menunjukkan jumlah aktivitas hambat dalam 1 mg. Tahapan
isolasi sampai pemurnian menggambarkan kemurnian protein lektin telah
mengalami peningkatan signifikan Tahap purifikasi Sephadex G-50 menunjukkan
paling efektif dalam memberikan aktivitas hambat.
Prinsip pemisahan protein menggunakan kromatografi kolom filtrasi gel
adalah perbedaan bobot molekul protein. Kromatografi kolom filtrasi gel
menggunakan gel Sephadex G-50 sebagai fasa diam. Sephadex adalah butiran gel
makroskopis yang terbuat dari turunan polisakarida, yaitu dekstran. Sephadex
G-50 mampu memisahkan molekul protein dengan BM 1.5-30 kDa. Penggunaan
Sephadex G50 sudah sesuai untuk pemisahan protein lektin yang memiliki bobot
molekul kurang dari 30 kDa (Soczewinski dan Wawrzynowicz 2003).
Sampel protein yang dielusi dalam kolom filtrasi gel dipisahkan
berdasarkan ukuran bobot molekul protein. Protein dengan bobot molekul besar
akan terelusi pada fraksi awal. Protein dengan bobot molekul kecil akan tertahan
dalam gel dan terelusi pada fraksi akhir. Eluen kromatografi yang terfraksinasi
berdasarkan bobot molekul selanjutnya dihitung absorbansi dengan panjang
gelombang 280 nm untuk menentukan konsentrasi protein. Kromatogram
menunjukkan bahwa protein lektin terdapat pada fraksi awal (fraksi 6-7) diduga
karena besarnya bobot molekul protein lektin mendekati ukuran 30 kDa yang
selanjutnya dibuktikan dengan elektroforesis SDS-PAGE.
Tabel 4 Pemurnian protein lektin
Tahap
Purifikasi

Total Aktivitas Aktivitas
Vol Protein
Kelipatan Rendemen
Protein
Unit
Spesifik
(mL) (mg/mL)
Kemurnian
(%)
(mg)
(AU)
(AU/mg)

Metabolit
Ekstraksi

30

9.60

288

439.60

1.52

1

100

Ekstrak
pengendapan
ammonium
sulfat

7

7.51

52.57

317.95

6.04

3.96

72.32

Purifikasi
Sephadex
G-50

4

3.04

12.16

137.75

11.32

7.42

31.33

Karakteristik Protein Lektin Mikroalga BTM 11
Bobot Molekul Protein
Analisis bobot molekul protein lektin mikroalga BTM 11 dilakukan
dengan menggunakan metode elektroforesis gel poliakrilamid (SDS-PAGE).
Metode ini memisahkan protein berdasarkan bobot molekulnya (Bintang, 2010).
Gel akrilamid terbentuk akibat terjadinya proses polimerisasi akrilamida dan
metilenbisakrilamida. Proses polimerisasi dikatalisis oleh ammonium persulfat

15

sebagai katalisator (Janson dan Ryden 1998). SDS berperan mengikat bagian
hidrofobik pada protein, sehingga molekul terurai dari lipatannya dan muatan
protein tersebut sama. Hal ini bertujuan agar protein terpisah berdasarkan
perbedaan bobot molekul. Protein yang memiliki bobot molekul lebih kecil akan
bermigrasi lebih cepat daripada protein yang berbobot molekul lebih besar.
Proses pewarnaan gel menggunakan Commasie brilliant blue R-250.
260 kDa
140 kDa
95 kDa
72 kDa
52 kDa
42 kDa
34 kDa
26 kDa

17 kDa

17 kDa
10 kDa

Gambar 6 SDS-PAGE protein mikroalga BTM 11 (1: metabolit. 2: ekstrak kasar
protein lektin hasil pengendapan 3: protein hasil purifikasi)
Hasil penelitian Gambar 6 menunjukkan bahwa terdapat banyak pita
protein pada metabolit ekstraksi, meski terlihat satu pita yang tebal. Nilai kurva
standar bobot molekul uji SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 11. Begitu
pula dengan hasil fraksinasi ammonium sulfat dan kolom filtrasi gel. Hal ini
menunjukkan banyaknya protein lain selain protein target yang ikut terekstraksi
selama isolasi protein lektin. Perbedaannya, metabolit ekstraksi memiliki pita
yang smear lebih tebal. Banyaknya pengotor berupa mineral, karbohidrat, dan
komponen lain menjadi salah satu penyebab. Protein lektin hasil fraksinasi
ammonium sulfat dan kolom filtrasi gel memiliki tipe pita yang hampir sama.
Hasil kolom filtrasi gel lebih jernih dan berkurang beberapa pita band pengotor
selain protein target. Hal ini menunjukkan bahwa proses kromatografi kolom
filtrasi gel masih memerlukan optimasi untuk memisahkan dengan protein lain.
Lebarnya puncak kurva protein pada hasil kromatografi (fraksi 6-7), diperkirakan
karena masih terdapat lebih dari satu protein. Keberadaan pita protein yang tebal
dari metabolit ekstraksi, ekstrak kasar ammonium sulfat, dan protein purifikasi
pada 17 kDa menguatkan dugaan bahwa pita tersebut merupakan target protein
lektin. Purifikasi pada penelitian ini merupakan proses purifikasi parsial.
Berdasarkan Hori et al. (2009) protein lektin pada beberapa mikroalga memiliki
berat molekul rendah. Penelitian Praseptiangga et al. (2012) pada alga hijau
Codium barbatum menunjukkan berat molekul protein lektin 9 kDa dengan
perlakuan penambahan 2-merchaptoetanol dan 18 kDa tanpa penambahan 2merchaptoetanol. Han (2012) menyebutkan hasil purifikasi lektin alga hijau
Bryopsis plumosa memiliki berat molekul 12.8 kDa. Berat molekul beberapa
protein lektin alga hijau rendah tergantung dari spesies masing-masing alga.

16

Aktivitas Hemaglutinasi
Uji aktivitas hemaglutinasi merupakan cara untuk mendeteksi ada tidaknya
lektin (Hori et al. 2007). Aktivitas hemaglutinasi dilakukan dengan menentukan
titer hemaglutinasi, yaitu jumlah minimal sampel yang dapat menyebabkan
aglutinasi pada darah (eritrosit) dan diamati secara makroskopis. Semakin banyak
sampel yang digunakan untuk mengaglutinasi eritrosit menunjukkan aktivitas
hemaglutinasinya semakin rendah. Pengamatan uji hemaglutinasi secara
makrokopis yang dikatakan (+) ditandai dengan adanya karpet pada sumuran
microplate, hasil (-) jika ditandai dengan eritrosit darah mengendap di bawah
membentuk titik (Teixeria et al. 2012). Pengujian hemaglutinasi menggunakan
sampel golongan darah O. Menurut Hung et al. (2012) eritrosit yang dapat
digunakan adalah darah manusia golongan darah A, B, O, kelinci, domba, dan
ayam. Setiap samp