ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS SENYAWA ANTIOKSIDAN EKSTRAK SPONGA
(Skripsi)
Oleh GUNADI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
(2)
ISOLATION, CHARACTERIZATION, AND ACTIVITY TEST OF SPONGE EXTRACT ANTIOXIDANT COMPOUND
By Gunadi
Abstract
Isolation, characterization, and activity test has been conducted to sponge methanol extract antioxidant compound. Early screening result to some sponge extracts A13, C21, C25, F49, and G50 by using DPPH reagent indicated that a strong antioxidant characteristic in sponge A13. Further test for A13 methanol extract partition result in water- ethyl acetate solution showed that water fraction had stronger antioxidant activity compared with ethyl acetate fraction. Antioxidant compound in water fraction which was isolated through some stages of chromatography resulted in AG1 and AG2 compounds with 12.2 mg and 33.8 mg of weights respectively. Thin layer chromatography (TLC) test of AG1 and AG2 compounds by using stationary phase C18 and mobile phase MeOH : H2O (7:1) resulted in Rf values of 0.6 and 0.7 respectively. FTIR spectrum analysis of AG1 showed bending vibration absorption characteristic O-H in region 3150 cm-1 and stretching vibration C=C in region 1632 cm-1. The FTIR spectrum analysis of AG2 showed bending vibration O-H in region 3411 cm-1 and stretching vibration C=C in region 1671 cm-1. Antioxidant test to AG1 and AG2 compounds at concentration 2 mg/mL resulted in inhibition percentage of 40.36% and 51.43%. Based on aforementioned information, the conclusion is that sponge A13 has antioxidant compound content with structure characteristic showing hydroxyl group and double bond.
(3)
Oleh Gunadi
Abstrak
Telah dilakukan isolasi, karakterisasi, dan uji aktivitas senyawa antioksidan terhadap ekstrak metanol sponga. Hasil skrining awal terhadap beberapa ekstrak sponga A13, C21, C25, F49, dan G50 menggunakan pereaksi DPPH menunjukkan adanya sifat antioksidan yang kuat dari sponga A13. Uji lebih lanjut terhadap hasil partisi ekstrak metanol A13 dalam pelarut air-etil asetat menunjukkan fraksi air memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan fraksi etil asetat. Senyawa antioksidan pada fraksi air diisolasi melalui beberapa tahapan kromatografi hingga didapat senyawa AG1 dan AG2 masing-masing dengan berat 12,2 mg dan 33,8 mg. Uji kromatografi lapis tipis (KLT) senyawa AG1 dan AG2 menggunakan fasa diam C18 serta fasa gerak MeOH : H2O (7:1) menghasilkan nilai Rf masing-masing 0,6 dan 0,7. Analisis spektrum FTIR AG1 memperlihatkan karakteristik serapan vibrasi tekuk O-H pada daerah 3150 cm-1 dan vibrasi tarik C=C pada daerah 1632 cm-1. Sedangkan analisis spektrum FTIR AG2 memperlihatkan adanya vibrasi tekuk O-H pada daerah 3411 cm-1 dan vibrasi tarik C=C pada daerah 1671 cm-1. Uji antioksidan terhadap senyawa AG1 dan AG2 pada konsentrasi 2 mg/mL menghasilkan persen inhibisi masing-masing sebesar 40,36% dan 51,43%. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa sponga A13 memiliki kandungan senyawa antioksidan dengan karakteristik struktur adanya gugus hidroksil dan ikatan rangkap.
(4)
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS SENYAWA ANTIOKSIDAN EKSTRAK SPONGA
Oleh Gunadi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG 2012
(5)
Nama : Gunadi
NPM : 0717011006
Jurusan : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Andi Setiawan, Ph.D. NIP. 195809221988111001 2. a.n. Ketua Jurusan Kimia
Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T. NIP. 197407052000031001
(6)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Andi Setiawan, Ph.D. …………....
Penguji
Bukan Pembimbing :Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S. …………....
Penguji
Bukan Pembimbing :Dian Herasari, M.Si. …………....
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001
(7)
Penulis dilahirkan di Puron, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo pada tanggal 19 Februari 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Mulyoko dan Yani.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Gedong Tataan pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Gedong Tataan pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gedong Tataan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Kimia Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I Fakultas Pertanian, praktikum Kimia Dasar I dan II, Kimia Organik, dan Agroindustri di Fakultas MIPA. Pada tahun 2008-2010 penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia pada periode 2008-2009 dan sebagai anggota Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi pada periode 2009-2010. Beasiswa yang pernah diraih penulis antara lain Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) pada tahun 2008, beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik
(8)
(PPA) pada tahun 2009 dan 2010, serta beasiswa Pegadaian pada tahun 2011. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa kategori Penelitian pada tahun 2008dengan judul “PembuatanPapan Partikel Serba Guna dari Limbah Sekam Padi” sebagai anggota peneliti. Penulis juga pernah mengikuti Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ON-MIPA) di Bogor pada tahun 2009.
(9)
pikiranmu.
Lakukan yang terbaik di hidup yang hanya satu kali.
Tanda akal seseorang itu adalah pekerjaannya, dan tanda
ilmu seseorang itu adalah perkataannya.
(Imam Gozhali)
Dan ketahuilah bahwa di dalam kesabaran terhadap hal
yang engkau benci terdapat banyak kebaikan. Bahwa
pertolongan itu (datang) setelah kesabaran, dan
kelapangan itu (datang) setelah kesempitan serta bahwa
(10)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :
Bapak dan Ibu tercinta dan tersayang,
Adik-adikku tersayang
Segenap Keluarga besarku yang selalu mendoakan
keberhasilanku,
Sahabat dan teman-temanku yang selalu berbagi
kebahagiaan,
Seseorang yang kelak akan mendampingiku,
(11)
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkatrahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Senyawa Antioksidan Ekstrak Sponga”.
Atas terselesaikannya skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan FMIPA Unila.
2. Bapak Andi Setiawan, Ph.D. selaku pembimbing sekaligus Ketua Jurusan Kimia yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan dukungan dalam menyelasaikan skripsi ini.
3. Ibu Prof.Dr. Tati Suhartati, M.S. selaku penguji I atas bimbingan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan studi.
4. Ibu Dian Herasari, M.Si. selaku penguji II pada ujian skripsi atas kritik dan saran yang telah diberikan.
5. Bapak Mulyono, Ph.D. selaku pembimbing akademik atas bimbingan, dukungan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan studi.
6. Staf dosen dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA Unila 7. Keluarga besar Laboratorium Biomassa Unila.
(12)
8. Kedua orang tua saya, sahabat, dan rekan-rekan di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan studi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehkarena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga sekelumit ilmu yang tertuang dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis
(13)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.508 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, yaitu 81.209 km. Sekitar 60% wilayah Indonesia merupakan lautan (Nontji, 2004). Kondisi tersebut, menjadikan Indonesia memiliki sumber daya alam laut yang melimpah. Salah satu potensi sumber daya alam laut tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Sumber daya biota laut tersebut merupakan aset potensial yang dapat didayagunakan menjadi aneka produk untuk menunjang pengembangan industri farmasi.
Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2 - 3 kali lebih besar dibandingkan dengan biota laut di daerah subtropis dan daerah beriklim dingin (Van Soest,1994). Hal ini, dapat dibuktikan dengan melihat kecenderungan bahwa sumber utama keragaman substansi bioaktif berasal dari biota laut daerah tropis, khususnya daerah Indopasifik (Paul, 1992). Lebih lanjut, keragaman biota laut juga mencerminkan keanekaragaman struktur senyawa yang terkandung
(14)
2
dalam suatu biota laut. Biota laut dari jenis yang sama akan menghasilkan
senyawa metabolit sekunder analog dengan sedikit perbedaan gugus fungsi sesuai dengan karakteristik lingkungan hidupnya. Hal ini dapat terjadi karena
mekanisme pertahanan diri terhadap predator yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan hidupnya.
Biota laut (marine organism) merupakan sumber senyawa bahan alam yang sangat kaya dengan aktivitas biologi yang unik. Beberapa biota laut yang kaya dengan senyawa bioaktif adalah sponga, cnidaria, bryozoa, tunikata, dan alga (Irelandet al.,1988). Senyawa-senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh biota laut memperlihatkan sifat bioaktivitas yang beragam di antaranya sebagai
antimikrobial, antioksidan, dan antitumor. Selain itu ada juga yang mempunyai aktivitas sebagai stimulan kekebalan dan penghambat kerja enzim tertentu.
Sponga adalah salah satu biota laut yang memiliki kandungan senyawa bioaktif yang menarik dengan aktivitas yang beragam. Proses biosintesis pada sponga mampu menghasilkan senyawa-senyawa kimia dengan struktur dan aktivitas yang unik. Agosterol, yang disolasi darispongiasp., memperlihatkan sifat sebagai reversal agentdengan menghambat fungsi membran transporter P-gp (phospho glycoprotein) pada sel karsinoma KB-C2 dan MRP1 (multidrug resistant
associated protein) pada sel karsinoma KB-CV60. Sel KB-C2 diketahui resistan terhadap colcicin sedangkan sel KB-CV60 resistan terhadap colcicin dan
vincristine (Aokiet al., 1998). Aaptamine yang diisolasi dari spongaaaptossp., diketahui mampu mengaktifkan transkripsi gen p21 untuk menghambat
(15)
pertumbuhan gen p53 secara berlebihan (Aokiet al., 2006). Senyawa dysideamine dan bolinaquinone menunjukkan efek perlindungan melawan kematian sel akibat asam iodoasetat (Sunaet al., 2009). Alkaloid
halyclonacylamine A dan halyclonacylamine B yang diisolasi dari sponga
haliclonasp., menunjukkan aktivitas antimikrobakterial terhadapMycobacterium smegmatisdanM. bovis Bacille de Calmette et Guerin(BCG) (Araiet al., 2009). Namun demikian, sampai saat ini informasi kajian senyawa bioaktif dari sponga sebagai antioksidan masih sangat terbatas.
Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif dan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki elektron yang tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektron. Apabila radikal bebas terbentuk dalam tubuh, akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang jumlahnya terus bertambah. Kondisi ini berimplikasi pada inisiasi dan progresi berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, inflamasi jaringan, kelainan imunitas, infark miokard dan penuaan dini (Middletonet al., 2000).
Tubuh memerlukan senyawa antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini.
Senyawa antioksidan akan menyerahkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
(16)
4
Antioksidan dapat bersumber dari senyawa hasil sintesis atau senyawa alami hasil isolasi dari bahan alam. Antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksi anisol) dan BHT (butil hidroksi toluen) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E (Hanet al., 2004), akan tetapi antioksidan sintetik ini dapat menimbulkan karsinogenesis (Kikuzakiet al., 2002). Maka dari itu, diperlukan suatu antioksidan alami dengan aktivitas yang spesifik sehingga efek samping yang merugikan dapat dikurangi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilakukan isolasi senyawa bahan alam dalam upaya mencari sumber antioksidan baru, dengan harapan memperoleh senyawa antioksidan dengan aktivitas yang spesifik. Sponga dengan
keanekaragaman jenis, bentuk dan strukturnya, serta lingkungan hidupnya, mempunyai potensi kandungan senyawa bioaktif yang perlu dikaji dalam upaya mendapatkan senyawa antioksidan. Dalam penelitian ini telah dilakukan isolasi, karakterisasi, dan uji aktivitas senyawa antioksidan dari sponga. Melalui
penelitian ini diharapkan diperoleh senyawa antioksidan dengan karakteristik strukturnya dari isolat sponga.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
1. Mengisolasi senyawa antioksidan dari sponga. 2. Menguji aktivitas senyawa antioksidan dari sponga.
(17)
C. Manfaat Penelitian
Memperoleh informasi karakteristik struktur senyawa antioksidan dari isolat sponga yang diharapkan memberikan kontribusi dalam pengembangan obat dalam upaya mengurangi berbagai penyakit degeneratif yang disebabkan oleh radikal bebas.
(18)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sponga
1. Jenis-jenis Sponga
Menurut Ruppert dan Barnes (1991), sponga dikelompokkan dalam empat kelas, yaitu Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia. Kelas
Calcarea adalah kelas sponga yang semuanya hidup di laut. Sponga ini
mempunyai struktur sederhana dibandingkan sponga yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentukcalcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok sponga yang mendominasi Porifera. Sponga tersebar luas di alam, serta memiliki jenis yang beragam. Salah satu karakteristik sponga adalah berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran rumit yang dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikula sponga ada yang terdiri dari silikat dan beberapa diantaranya hanya terdiri serat spongin (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida), serat kolagen atau tanpa spikula. Kelas
Hexactinellida merupakan sponga gelas. Jenis ini kebanyakan hidup di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung spongin (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
(19)
Kelas Sclerospongia merupakan sponga yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan di terumbu karang. Semua jenis ini bertipeleuconoidyang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini di kelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Harrison dan De Vos, 1991). Morfologi luar sponga laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam sponga cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan dangkal.
Sponga dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis atau masif dan agak tidak teratur. Secara umum sponga terdiri dari segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang,
tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok sponga lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki sponga dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran sponga juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum
(20)
8
pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0,9 m dan tebalnya 30,5 cm. Jenis-jenis sponga tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya.
2. Senyawa Bioaktif dari Sponga
Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh sponga laut telah banyak diketahui manfaatnya. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai antibakteri, antijamur, antitumor, antivirus, antifouling dan menghambat aktivitas enzim. Senyawa antibakteri telah diisolasi dari sponga laut jenisDiscodea kiiensis, Cliona celata, Lanthella basta, Lanlhellcr ardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari sponga laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, Geodia sp. Senyawa anti tumor/anti kanker telah diisolasi dari sponga laut jenisAplysina fistularis, Aplysina aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari sponga laut jenisCryptotethya crypta, Ircinia
variabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari sponga laut jenisAxinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari sponga laut jenisPsammaplysilla purea(Irelandet al.,1989).
Kimuraet al. (1998) mengisolasi garam 1-Methyherbipoline sebagai inhibitor protease serin dari sponga jenisCoscinoderma mathewsi. Komponen bioaktif alami yang merupakan peptida makrosiklik berhasil diisolasi dari sponga jenis Theonella swinhoeiyang berasal dari perairan Jepang. Komponen ini
(21)
menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap serin protease seperti thrombin dan mempunyai dua bentuk utama, yaitu cyclotheonamida A (C36H45N9O81) serta cyclotheonamida B (C34H47N9O8) yang mengandung vinylogous tyrosine (V-Tyr) dan residuα–ketoarginin yang merupakan jenis asam amino yang belum diketahui secara pasti di alam. O’Keefeet al. (1998) berhasil mengisolasi adociavirin dari spongaadociasp., senyawa ini potensial sebagai antisitopatik dalam sel CEM-SS yang terinfeksi oleh HIV-1.
Aokiet al., (1998) telah berhasil mengisolasi agosterol darispongiasp. Agosterol memperlihatkan sifat sebagaireversal agentdengan menghambat fungsi membran transporter P-gp (phospho glycoprotein) pada sel karsinoma KB-C2 yang resistan terhadap colchicine dan MRP1 (multidrug resistanst associated protein) pada sel karsinoma KB-CV60 yang resistan terhadap colchicine dan vincristine. Begitu juga dengan aaptamine yang diisolasi dari spongaaaptossp., mampu
mengaktifkan transkripsi gen p21 (Aokiet al., 2006). Senyawa dysideamine dan bolinaquinone menunjukkan efek perlindungan melawan kematian sel akibat asam iodoasetat (Sunaet al., 2009). Alkaloid halyclonacylamine A dan
halyclonacylamine B yang diisolasi dari sponga,haliclonasp, menunjukkan aktivitas antimikrobakterial terhadapMycobacterium smegmatisdanM. bovis Bacille de Calmette et Guerin(BCG) (Araiet al., 2009).
(22)
10
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. Senyawa-senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dari sponga (a). Agosterol,(b). Aaptamin,(c). Halyclonacyclamine,(d).
Dysideamine dan Bolinaquinone
B. Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki elektron yang tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektron. Radikal bebas dapat terbentuk melalui mekanisme
metabolisme normal dalam tubuh (Desmarchelieret al., 1997) dan dapat juga bersumber dari luar tubuh. Di dalam tubuh, radikal bebas dihasilkan secara terus menerus oleh netrofil, makrofag dan sistem xantin oksidase (Khlifiet al., 2005).
N N H H H H H OH H H H OAc H HO AcO OAc HN N H3CO
(23)
Radikal bebas juga terbentuk karena peradangan, kekurangan gizi dan akibat respon terhadap pengaruh luar tubuh seperti polusi udara, sinar ultraviolet, asap kendaraan bermotor, dan asap rokok (Karyadi, 1997). Makanan tertentu seperti makanan cepat saji(fast food), makanan kemasan, makanan kalengan juga berpotensi sebagai sumber radikal bebas karena kandungan lemak dan pengawetnya (Sibuea, 2004).
Adanya radikal bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang disebut antioksidan (Suryohudoyo, 2000). Akan tetapi, pada saat level radikal bebas meningkat melebihi dari sistem pertahanan antioksidan tubuh, terjadilah stress oksidatif (Molleret al., 1996; Sharma dan Agarwal, 1996; Salehet al., 2003). Stress oksidatif merupakan kondisi terjadinya peningkatan radikal bebas yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ (Moller et al., 1996; Sharma dan Agarwal, 1996; Salehet al., 2003).
Kondisi stres oksidatif dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, inflamasi jaringan, kelainan imunitas, infark miokard dan penuaan dini (Middletonet al., 2000). Kelebihan produksi radikal bebas dapat juga menyebabkan infertilitas. Radikal bebas menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa seperti peningkatan hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran, penurunan morfologi, viabilitas, dan kemampuan spermatozoa (Twiget al., 1998).
(24)
12
C. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat radikal bebas dalam tubuh. Tubuh memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini. Senyawa antioksidan akan menyerahkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Antioksidan primer (antioksidan endogen atau antioksidan enzimatis), contohnya enzim peroksidase dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk stabil. Reaksi ini disebut sebagaichain-breaking-antioxidant.
b. Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C,β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas (scavenger free radical), kemudian mencegah amplifikasi radikal.
(25)
c. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair, metionin sulfoksida reduktase, yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas (Winarsi, 2007).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ada beberapa teknik ekstraksi yang umum digunakan seperti maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap pelarut. Dalam ekstraksi, pelarut polar akan melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non polar. Dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut, pemilihan pelarut yang tepat akan memberikan efektivitas yang tinggi (Djarwis, 2004). Berikut ini adalah metode ekstraksi yang umum digunakan dalam isolasi senyawa bahan alam :
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Pada maserasi, akan terjadi kontak sampel dan pelarut yang cukup lama. Terdistribusinya pelarut organik yang terus menerus ke dalam sel sponga mengakibatkan perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sponga sehingga terjadi pemecahan dinding dan membran sel. Pemecahan dinding sel, mengakibatkan senyawa metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Metode maserasi ini sangat
(26)
14
menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder. Namun demikian, pada maserasi diperlukan waktu ekstraksi yang relatif lebih lama.
2. Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latinperyang artinya melalui dancolareyang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan pengekstrak melalui sampel yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel, 1989). Pada perkolasi, aliran cairan pengekstrak menyebabkan pergantian cairan dalam larutan dengan cairan yang konsentrasinya lebih rendah. Aliran tersebut menyebabkan meningkatnya derajat perbedaan konsentrasi sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung dengan lebih cepat, akan tetapi memerlukan pelarut yang relatif lebih banyak.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode/proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyarian berulang-ulang dengan menggunakan pelarut yang sesuai, sehingga semua komponen yang diinginkan terekstraksi. Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyarian yang berulang ulang dengan menggunakan pelarut yang mudah menguap, pelarut yang menguap kemudian diembunkan kembali. Proses ini berulang terus sehingga hasil yang didapat
(27)
sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyarian ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang terekstrak. Pada umumnya, metode sokletasi menggunakan pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Metode ini menguntungkan karena relatif lebih cepat dan pelarut yang digunakan relatif lebih sedikit, akan tetapi tidak baik digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tidak tahan panas.
E. Kromatografi
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang sederhana (Hortettmann, 1986). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, ataupun preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi/KCKT (Gritter, 1991). Analisis dari KLT dapat membantu menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan berapa perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak pada kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis sangat berhubungan dengan kromatografi kolom, hal ini karena fasa-fasa senyawa yang digunakan dalam teknik keduanya sama. Alumina dan silika gel adalah fasa diam yang biasa digunakan pada KLT dan kromatografi
(28)
16
kolom. Walaupun demikian, tetap terdapat perbedaan antara KLT dan
kromatografi kolom. Fasa gerak (cair) di dalam kromatografi kolom bergerak turun, sedangkan dalam KLT bergerak naik. Untuk tujuan preparatif teknik KLT dapat menggantikan kolom kromatografi dengan cara memilih ketebalan fasa diam KLT.
Pada KLT bahan-bahan dari gelas atau lembaran-lembaran alumunium dapat digunakan sebagai bahan pendukung fasa diam. Bahan pendukung alumunium lebih sering dipakai karena dapat dipotong dengan gunting menjadi lembaran-lembaran yang lebih kecil dengan berbagai ukuran. Biasanya lembaran-lembaran kecil itu berukuran 1×3 inci tetapi untuk lembaran yang lebih kecil juga dapat disesuaikan. KLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: waktu yang dibutuhkan tidak lama (2 - 5 menit) dan sampel yang dipakai relatif sedikit (2 - 20μg). Akan tetapi, KLT tidak efektif digunakan untuk teknik preparatif. Walaupun lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Mayo, 2000).
Teknik pengerjaan KLT dilakukan dengan menotolkan larutan cuplikan pada plat dengan pipet mikro atau injektor. Setelah proses pengeringan, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak sampai pada batas tertentu. Proses
pengembangan dikerjakan dalam wadah tertutup yang diisi eluen dan telah
dijenuhi uap eluen agar dihasilkan pemisahan yang baik (Anwar, 1994). Langkah selanjutnya yaitu mengeringkan sisa eluen dalam plat, kemudian melakukan identifikasi yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pengamatan
(29)
langsung (untuk noda/bercak yang tampak), dengan lampu ultraviolet, atau dengan pereaksi semprot penimbul warna (Anwar, 1994).
2. Kromatografi Kolom
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa diam (stationary) dan fasa bergerak (mobile). Pemisahan pada kromatografi dapat terjadi karena adanya perbedaan interaksi antara komponen sampel dengan kedua fasa tersebut. Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat dari fasa diamnya, yaitu berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal kromatografi serapan (absorption chromatography); jika fasa diam berupa zat cair, dikenal sebagai kromatografi partisi (partition chromatography). Kromatografi kolom termasuk ke dalam kromatografi serapan (Sastrohamidjojo, 2002).
Dalam pengerjaan kromatografi kolom, dibutuhkan tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorbsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda. Tabung
pemisah yang diisi dengan bahan sorbsi disebut kolom pemisah. Tergantung dari masalah pemisahan, kromatografi kolom dapat menggunakan tabung filter dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit atau tabung gelas yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi dengan keran.
Pengisian tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati. Alumunium oksida atau silika gel dapat diisikan
(30)
18
kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung setelah diisi kemudian divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini
menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarut elusi, kemudian dimasukan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorbsi digunakan bahan yang sama dengan
kromatografi lapis tipis yaitu silika gel, aluminium oksida, poliamida, selulosa, arang aktif, dan gula tepung.
Pada kromatografi kolom, zat yang berinteraksi lemah dengan fasa diam akan keluar dari kolom dengan lebih cepat. Zat yang keluar dari kolom disebut sebagai eluat. Eluat yang keluar kemudian ditampung dengan menggunakan sejumlah tabung reaksi sehingga menghasilkan beberapa fraksi.
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas dalam isolasi senyawa bahan alam.
(31)
1. Kelebihan KCKT
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan kromatografi konvensional, yaitu :
a. Kecepatan
Dengan KCKT waktu analisis dapat dilakukan hanya dalam 15-30 menit. Bahkan untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 15 menit.
b. Daya Pisah
Jika dibandingkan dengan kromatografi konvensional, KCKT memiliki daya pisah yang lebih baik. Dalam KCKT dapat dilakukan elusi dengan metode gradien yang dapat meningkatkan daya pisah
komponen-komponen senyawa dalam sampel. c. Kepekaan
Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram (10-9g). Detektor fluoresensi dan elektrokimia dapat mendeteksi dalam jumlah pikogram (10-12g).
d. Kolom yang dapat dipakai kembali
Berbeda dengan Kromatografi konvensional, kolom KCKT dapat dipakai kembali. Banyak analisis dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan tetapi, kolom tersebut turun mutunya, laju penurunan mutu itu bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut dan jenis pelarut yang dipakai.
(32)
20
e. Mudah memperoleh kembali cuplikan
Sebagian besar detektor yang dipakai pada KCKT tidak merusak sehingga komponen cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika mereka melewati detektor.
2. Sistem Peralatan KCKT
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas: wadah fasa gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan fasa gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam. Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :
Gambar 2. Sistem peralatan KCKT
1. Wadah Fasa gerak dan Fasa gerak
Wadah fasa gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fasa gerak. Wadah ini
(33)
biasanya dapat menampung fasa gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fasa gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fasa diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fasa normal (fasa diam lebih polar dari pada fasa gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fasa terbalik (fasa diam kurang polar dari pada fasa gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.
Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari adanya partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fasa gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Fasa gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fasa terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fasa normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau
(34)
22
menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fasa normal ini kurang umum dibanding dengan fasa terbalik.
2. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fasa gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fasa gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fasa gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fasa gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fasa gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fasa gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fasa gerak yang konstan sejauh ini lebih umum
dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.
3. Tempat penyuntikan sampel
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fasa gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.
(35)
Posisi pada saat memuat sampel Posisi pada saat menyuntik sampel Gambar 3. Posisi injektor pada saat penyuntikkan sampel
4. Kolom dan Fasa diam
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fasa diam untuk
berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni:
1. Konsumsi fasa gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fasa gerak lebih lambat (10 -100μL/menit).
2. Adanya aliran fasa gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
(36)
24
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. Maka dari itu, kolom konvensional lebih banyak digunakan dalam analisis KCKT karena dapat digunakan secara berulang.
Kebanyakan fasa diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fasa diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.
5. Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu, detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
(37)
tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel 2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi.
3. Stabil dalam pengoperasiannya.
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak.
G. Evaporative Light Scattering Detector(ELSD)
Pendeteksian senyawa secara ELSD masih relatif baru bila dibandingkan dengan teknik indeks bias. Konsep dasar pendeteksian detektor ini pada dasarnya
melibatkan tiga tahapan proses. Tahap pertama adalah proses nebulasi pelarut dan sampel memanfaatkan aliran gas inert seperti nitrogen sehingga diperoleh tetesan
halus yang homogen. Tahap kedua adalah penguapan dari fasa gerak sehingga di
dapat tetesan patikel zat terlarut yang tidak mudah menguap. Tahap ke tiga
(38)
26
cahaya sebanding dengan massa zat terlarut yang melewati ruang pendeteksian
optik.
Proses Nebulasi
Efisiensi proses nebulasi atau pengkabutan fasa gerak sangat bergantung
kemampuan/rancangan alat untuk mengatur proses pengkabutan dengan aliran gas
inet serendah mungkin. Pengaturan temperatur secara independen dan pencatatan
aliran gas secara digital memungkinkan untuk mendapatkan kestabilan
pengukuran serta kedapatan ulang. Untuk mengatasinoisedaribaselinemaka
pengkabutan yang tidak sempurna dibuang melalui aliran pembuangan.
Evaporasi
Aliran pengkabutan dilewatkan melali tabung penguap yang temperaturnya diatur
secara independen yang kemudian pelarut di hilangkan pada pemanasan
temperatur tinggi, dan meninggalkan partikel zat terlarut. Melalui perkembangan
teknologi saat ini sangat dimungkinkan untuk melakukan proses penguapan
dengan cepat sehingga pendeteksian hasil pemisahan tidak terganggu.
Pendeteksian
Setelah proses evaporasi, senyawa dalam sampel yang telah memisah dari pelarut
ditembaki dengan LED. Dalam proses ini, terdapat cahaya yang dipantulkan dan
cahaya yang diteruskan. Banyaknya cahaya yang dipantulkan berbanding lurus
(39)
Secara sederhana diagram alat ELSD dapat terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Diagram alat ELSD
H. DPPH (1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl)
Uji DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylehydrazyl) adalah suatu metode yang cepat dan efektif untuk memperkirakan aktivitas antiradikal. Uji kimia ini telah digunakan secara luas pada penelitian fitokimia untuk menguji aktivitas penangkap radikal dari ekstrak atau senyawa murni. DPPH adalah suatu radikal stabil yang
mengandung nitrogen organik, berwarna ungu gelap dengan absorbansi yang kuat
pada λmaks517 nm. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan warna larutan akan berkurang dan berubah menjadi kuning. Senyawa antioksidan menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan perubahan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni, 2005). Perubahan warna ini dapat diukur secara spektrofotometri (Reynertson, 2007).
Gambar 5. Struktur DPPH (Ionita, 2005). gas masuk
eluen masuk
pembuangan cairan
Sumber cahaya
(40)
28
Kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur dari peredaman warna ungu merah dari DPPH pada panjang gelombang 492 nm. Perhitungan kapasitas antiradikal bebas sebagai persen inhibisi dihitung berdasarkan nilai absorbansi pada puncak 492 nm menggunakan persamaan :
% inhibisi = [(C-S)/C] x 100 % dengan C=absorbansi blanko
S=absorbansi sampel
Nilai persen inhibisi dapat dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier untuk menentukan nilai IC50dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y. Nilai IC50merupakan konsentrasi larutan yang dapat meredam 50% radikal bebas. Suatu senyawa dapat dikatakan aktif sebagai antioksidan apabila memiliki nilai IC50lebih kecil atau sama dengan 200 µg/mL (Blois, 1958).
I. SpektrofotometerInfra Red(IR)
Bila sinar IR dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi yang lain akan diteruskan. Karena atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi, maka penyerapan energi ini mengakibatkan terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi. Metode ini juga digunakan dalam mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran (Day and Underwood, 1989).
Secara praktik dalam kimia organik pemakaian panjang gelombang dibatasi antara 4000 sampai 400 cm-1. Daerah antara 14.290–4000 cm-1disebut IR dekat dan
(41)
700–200 cm-1IR jauh. Radiasi IR antara 10.000 –100 cm-1diserap dan dirubah oleh molekul organik menjadi energi molekular vibrasi. Penyerapan ini juga terkuantisasi, tetapi spektrum vibrasi menunjukan ikatan-ikatan sebagai garis-garis dikarenakan perubahan suatu energi vibrasi tunggal diikuti dengan
perubahan energi rotasi. Sebagian besar terjadi antara 4000 sampai 400 cm-1, di sinilah yang perlu menjadi pusat perhatian. Frekuensi atau panjang gelombang absorpsi tergantung pada massa relatif atom-atom, tetapan gaya dari ikatan-ikatan, dan geometri atom-atom (Silversteinet al., 1991).
Spektrum IR mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap molekul maka dalam spektrum ini juga akan memberikan pita-pita serapan yang khas juga. Daerah yang mengandung sejumlah besar vibrasi tertentu yang tak dapat ditelaah yang berkisar dari 900–1400 cm-1sering disebut juga daerahfinger print. Untuk mengidentifikasi senyawa yang tak dikenal, seorang hanya perlu membandingkan spektrum IR dengan sederet spektrum standar yang dibuat pada kondisi yang sama. Dengan pengujian sejumlah besar senyawa terhadap senyawa-senyawa yang sudah diketahui mengandung gugus fungsional yang dimilikinya, maka dapat diketahui serapan-serapan IR yang dikaitkan dengan gugus
fungsional, dapat juga diperkirakan kisaran frekuensi dalam mana setiap serapan harus muncul. Sekarang bekerja dengan cara sebaliknya, jika mempunyai senyawa yang tidak diketahui yang memiliki gugus-gugus fungsional yang ingin diidentifikasi, maka dapat dilakukan dengan menguji struktur IR nya dan
menggunakan data korelasi untuk mendeduksi gugus fungsional apa yang terdapat pada senyawa (Sastrohamidjojo, 1991).
(42)
30
Tabel 1. Data Korelasi Spektra IR
Tipe Vibrasi
Frekuensi (cm-1)
Panjang
Gelombang (µ) Intensitas C-H Alkana (Rentangan)
-CH3 (Bengkokan) -CH2 (Bengkokan) Alkena (Rentangan)
(Serapan ke luar Bidang) Aromatik (Rentangan)
(Serapan ke luar Bidang) Alkuna (Rentangan)
Aldehid
C=C Alkena Aromatik C≡C Alkuna C=O Aldehid
Keton Asam Karboksilat Ester Amida Anhidrida Asam Klorida
C-O Alkohol, Ester, Eter, Asam Karboksilat, Anhidrida O-H Alkohol, fenol
-bebas Ikatan–H Asam Karboksilat
N-H Amida primer dan sekunder dan amina (Rentangan)
(Bengkokan) C-N Amina
C=N Imin dan Oksim C≡N Nitril
X=C=Y Allen, Keten, Isosianat, Isotiosianat
N=O Nitro (R-NO2) S-H Merkaptan S=O Sulfoksida
Sulfon, Sulfonil Klorida Sulfat, Sulfonamida C-X Florida
Klorida
Bromida, Iodida
3000–2850 1450 dan 1375
1465 3100–3000
900–650 3159–3050
900–650 ±330 2900–2800 2800–2700 1680–1600 1600–1475 2250–2100 1740–1720 1725–1705 1725–1700 1750–1730 1670–1640 1810 dan 1760
1800 1300–1000
3650–3600 3500–3200 3400–2400 3500–3100 1640–1550 1350–1000 1690–1640 2260–2240 2270–1950 1550 dan 1350
2550 1050 1375–1300 1200 - 1140 1400–1000 800–600
667
3,33–3,51 6,90 dan 7,27
683 3,23–3,33 10,0–15,3 3,17–3,28 11,1–14,5
+3,03 3,45–3,57 3,57–3,70 5,95–6,25 6,25 dan 6,78
4,44–4,75 5,75–5,81 5,80 5,87 5,80–5,88 5,71–5,78 6,00–6,10 5,52 dan 5,68
5,56 7,69–10,0
2,74–2,78 2,86–3,13 2,94–4,17 2,68–3,23 6,10–6,45 7,4–10,0 5,92–6,10 4,42–4,46 4,40–5,13 6,45 dan 7,40
3,92 9,52 7,27–7,69 8,33–8,77 7,14–10,0 12,5–16,7
15,0 s m m m s s s s w w m-w m-w m-w s s s s s s s s m m m m m-s m-s m-s m m-s s w s s s s s s (Sastrohamidjojo, 1991)
(43)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Juni 2012 di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Karakterisasi struktur dengan spektroskopi IR dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah botol timbang, pipet tetes, gelas ukur, gelas beaker, labu ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong pisah, neraca Wigen Hauser 210, mesin pemutar vakum BUCHI rotavapor R210, LC-ELSD Varian 385, HPLC Varian 940, FT-IR Varian 2000.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kertas tissu, plastik wrap, alumunium foil, kapas, sponga, metanol, diklorometana, aquadest, metanol HPLC grade, aquabidest, pereaksi serium sulfat, pereaksi DPPH, pereaksiDragendorf.
(44)
32
C. Metode Kerja
1. Sampel Sponga
Sampel sponga yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari koleksi deposit sponga Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Sampel sponga tersebut diperoleh dari perairan Teluk Kupang dengan menggunakan teknikscuba dive.
2. Skrining awal antioksidan ekstrak kasar sponga
Ekstrak kasar dari kelima jenis sponga C21, C25, F49, A13, dan G50 dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh konsentrasi 2 mg/mL. Terhadap masing-masing ekstrak kasar dilakukan uji antioksidan dengan metode cepatmicroplate reader DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylehydrazyl) 0,2 mM. Sebagai kontrol positif digunakan larutan vitamin C dengan konsentrasi 10, 50, dan 100 ppm. Ekstrak sponga diambil 100 µL dan dimasukkan ke dalamplate wells kemudian
ditambahkan pereaksi DPPH sebanyak 100 µL di setiapwellssehingga
konsentrasi akhir pereaksi DPPH dalam larutan adalah 0,1 mM. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap vitamin C sebagai kontrol positif dan metanol sebagai blanko. Perubahan warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm. Larutan DPPH 0,2 mM dibuat dengan melarutkan DPPH sebanyak 0,4 mg ke dalam 5 mL metanol (modifikasi dari metode Marxen et al., 2007). Untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran, maka larutan DPPH dibuat dalam keadaan segar dan ditutup dengan aluminium foil untuk
(45)
mencegah kerusakan DPPH akibat pengaruh cahaya. Kemudian dihitung persen inhibisi yang dihasilkan oleh masing-masing ekstrak kasar.
% inhibisi = [(C-S)/C] x 100 % dengan C = absorbansi blanko
S = absorbansi sampel
3. Ekstraksi Sponga
Sponga dengan aktivitas antioksidan paling kuat dilakukan ekstraksi dalam jumlah besar. Sponga sebanyak 150 g dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan. Sampel sponga yang sudah kering kemudian dimaserasi dengan merendamnya dalam 1 L metanol (Aokiet al., 2005). Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil maserasi kemudian disaring untuk mendapatkan filtratnya. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan mesin pemutar vakum BUCHI rotavapor 210 hingga diperoleh ekstrak kasar sponga. Ekstrak kasar tersebut kemudian dipartisi cair-cair menggunakan pelarut air-etil asetat.
4. Isolasi Senyawa Antioksidan
a. KLT Kualitatif Senyawa Antioksidan
Terhadap ekstrak kasar sponga A13 dilakukan KLT menggunakan fasa diam SiO2dan fasa gerak kombinasi DCM-MeOH. KLT ini dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen senyawa dalam sampel dan untuk memperoleh pola pemisahan yang paling baik. Dengan KLT diharapkan
(46)
34
akan diperoleh kombinasi eluen untuk memisahkan senyawa antioksidan dari komponen senyawa lainnya. Untuk identifikasi senyawa bioaktif dilakukan visualisasi menggunakan lampu UV pereaksi serium sulfat,dan pereaksi DPPH.
b. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom dilakukan menggunakan SiO2sebagai fasa diam dan kombinasi DCM-MeOH sebagai fasa gerak. Hasil KLT digunakan sebagai referensi kombinasi eluen pada kromatografi kolom. Fraksi yang keluar kemudian ditampung dalam botol fraksi. Terhadap masing-masing fraksi kemudian dilakukan analisis kualitatif antioksidan dengan metode KLT. Visualisasi senyawa antioksidan dilakukan dengan menggunakan pereaksi DPPH. Pereaksi DPPH dibuat dengan melarutkan 5 mg DPPH dalam 2,5 mL MeOH sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,2 % (Mohammadet al., 2004).
c. Analisis KCKT
Untuk analisis kemurnian senyawa antioksidan hasil isolasi dilakukan dengan KCKT (Varian) menggunakan kolom fasa terbalik (reverse phase) C18, 125 x 4,6 mm (varian,prepacked), fasa gerak metanol-air, detektor PDA (photo dioda array)dan ELSD (evaporative light scattering detector) (Varian-385).
(47)
5. Uji Aktivitas Antioksidan
Setelah diperoleh senyawa murni, maka dilakukan uji aktivitas antioksidan terhadap senyawa hasil isolasi. Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan pereaksi DPPH dan diukur denganmicroplates readerpada λ=492 nm. Sebagai kontrol positif digunakan larutan standar vitamin C dengan konsentrasi 1, 5, 10, 25, dan 50 ppm.
6. Karakterisasi dengan FT-IR
Senyawa hasil isolasi dari ekstrak metanol sponga dikarakterisasi menggunakan FT-IR (Varian 2000). Analisis menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa. Analisis gugus fungsi senyawa hasil isolasi didasarkan pada spektrum serapan FT-IR pada daerah bilangan gelombang 4000-600 cm-1.
(48)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sponga A13 mengandung senyawa antioksidan yaitu senyawa AG1 dan
senyawa AG2.
2. Senyawa AG1 dan senyawa AG2 memiliki persen inhibisi pada konsentrasi 2 mg/mL berturut-turut sebesar 40,36 % dan 51,43 %. 3. Analisis FTIR menunjukkan bahwa senyawa AG1 dan senyawa AG2
memiliki karakteristik struktur adanya gugus hidroksil dan ikatan rangkap.
B. Saran
Agar dapat memanfaatkan senyawa AG1 dan AG2 sebagai antioksidan, untuk penelitian selanjutnya disarankan:
1. Melakukan analisis struktur menggunakan spektroskopi C RMI dan H RMI untuk mengetahui informasi struktural mengenai atom hidrogen dan karbon dalam kedua senyawa tersebut, spektoskopi massa untuk mengetahui bobot molekul senyawa AG1 dan senyawa AG2.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antioksidan senyawa AG1 dan senyawa AG2 secarain vivo.
(1)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Juni 2012 di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Karakterisasi struktur dengan spektroskopi IR dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah botol timbang, pipet tetes, gelas ukur, gelas beaker, labu ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong pisah, neraca Wigen Hauser 210, mesin pemutar vakum BUCHI rotavapor R210, LC-ELSD Varian 385, HPLC Varian 940, FT-IR Varian 2000.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kertas tissu, plastik wrap, alumunium foil, kapas, sponga, metanol, diklorometana, aquadest, metanol HPLC grade, aquabidest, pereaksi serium sulfat, pereaksi DPPH, pereaksiDragendorf.
(2)
C. Metode Kerja
1. Sampel Sponga
Sampel sponga yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari koleksi deposit sponga Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Sampel sponga tersebut diperoleh dari perairan Teluk Kupang dengan menggunakan teknikscuba dive.
2. Skrining awal antioksidan ekstrak kasar sponga
Ekstrak kasar dari kelima jenis sponga C21, C25, F49, A13, dan G50 dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh konsentrasi 2 mg/mL. Terhadap masing-masing ekstrak kasar dilakukan uji antioksidan dengan metode cepatmicroplate reader DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylehydrazyl) 0,2 mM. Sebagai kontrol positif digunakan larutan vitamin C dengan konsentrasi 10, 50, dan 100 ppm. Ekstrak sponga diambil 100 µL dan dimasukkan ke dalamplate wells kemudian
ditambahkan pereaksi DPPH sebanyak 100 µL di setiapwellssehingga
konsentrasi akhir pereaksi DPPH dalam larutan adalah 0,1 mM. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap vitamin C sebagai kontrol positif dan metanol sebagai blanko. Perubahan warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm. Larutan DPPH 0,2 mM dibuat dengan melarutkan DPPH sebanyak 0,4 mg ke dalam 5 mL metanol (modifikasi dari metode Marxen et al., 2007). Untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran, maka larutan DPPH dibuat dalam keadaan segar dan ditutup dengan aluminium foil untuk
(3)
mencegah kerusakan DPPH akibat pengaruh cahaya. Kemudian dihitung persen inhibisi yang dihasilkan oleh masing-masing ekstrak kasar.
% inhibisi = [(C-S)/C] x 100 % dengan C = absorbansi blanko
S = absorbansi sampel
3. Ekstraksi Sponga
Sponga dengan aktivitas antioksidan paling kuat dilakukan ekstraksi dalam jumlah besar. Sponga sebanyak 150 g dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan. Sampel sponga yang sudah kering kemudian dimaserasi dengan merendamnya dalam 1 L metanol (Aokiet al., 2005). Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil maserasi kemudian disaring untuk mendapatkan filtratnya. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan mesin pemutar vakum BUCHI rotavapor 210 hingga diperoleh ekstrak kasar sponga. Ekstrak kasar tersebut kemudian dipartisi cair-cair menggunakan pelarut air-etil asetat.
4. Isolasi Senyawa Antioksidan
a. KLT Kualitatif Senyawa Antioksidan
Terhadap ekstrak kasar sponga A13 dilakukan KLT menggunakan fasa diam SiO2dan fasa gerak kombinasi DCM-MeOH. KLT ini dilakukan untuk
mengetahui komponen-komponen senyawa dalam sampel dan untuk memperoleh pola pemisahan yang paling baik. Dengan KLT diharapkan
(4)
akan diperoleh kombinasi eluen untuk memisahkan senyawa antioksidan dari komponen senyawa lainnya. Untuk identifikasi senyawa bioaktif dilakukan visualisasi menggunakan lampu UV pereaksi serium sulfat,dan pereaksi DPPH.
b. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom dilakukan menggunakan SiO2sebagai fasa diam dan
kombinasi DCM-MeOH sebagai fasa gerak. Hasil KLT digunakan sebagai referensi kombinasi eluen pada kromatografi kolom. Fraksi yang keluar kemudian ditampung dalam botol fraksi. Terhadap masing-masing fraksi kemudian dilakukan analisis kualitatif antioksidan dengan metode KLT. Visualisasi senyawa antioksidan dilakukan dengan menggunakan pereaksi DPPH. Pereaksi DPPH dibuat dengan melarutkan 5 mg DPPH dalam 2,5 mL MeOH sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,2 % (Mohammadet al., 2004).
c. Analisis KCKT
Untuk analisis kemurnian senyawa antioksidan hasil isolasi dilakukan dengan KCKT (Varian) menggunakan kolom fasa terbalik (reverse phase) C18, 125 x 4,6 mm (varian,prepacked), fasa gerak metanol-air, detektor
PDA (photo dioda array)dan ELSD (evaporative light scattering detector) (Varian-385).
(5)
5. Uji Aktivitas Antioksidan
Setelah diperoleh senyawa murni, maka dilakukan uji aktivitas antioksidan terhadap senyawa hasil isolasi. Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan pereaksi DPPH dan diukur denganmicroplates readerpada λ=492 nm. Sebagai kontrol positif digunakan larutan standar vitamin C dengan konsentrasi 1, 5, 10, 25, dan 50 ppm.
6. Karakterisasi dengan FT-IR
Senyawa hasil isolasi dari ekstrak metanol sponga dikarakterisasi menggunakan FT-IR (Varian 2000). Analisis menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa. Analisis gugus fungsi senyawa hasil isolasi didasarkan pada spektrum serapan FT-IR pada daerah bilangan gelombang 4000-600 cm-1.
(6)
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sponga A13 mengandung senyawa antioksidan yaitu senyawa AG1 dan
senyawa AG2.
2. Senyawa AG1 dan senyawa AG2 memiliki persen inhibisi pada konsentrasi 2 mg/mL berturut-turut sebesar 40,36 % dan 51,43 %. 3. Analisis FTIR menunjukkan bahwa senyawa AG1 dan senyawa AG2
memiliki karakteristik struktur adanya gugus hidroksil dan ikatan rangkap.
B. Saran
Agar dapat memanfaatkan senyawa AG1 dan AG2 sebagai antioksidan, untuk penelitian selanjutnya disarankan:
1. Melakukan analisis struktur menggunakan spektroskopi C RMI dan H RMI untuk mengetahui informasi struktural mengenai atom hidrogen dan karbon dalam kedua senyawa tersebut, spektoskopi massa untuk mengetahui bobot molekul senyawa AG1 dan senyawa AG2.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antioksidan senyawa AG1 dan senyawa AG2 secarain vivo.