Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) Dan Limbah Cair Surimi Terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair Dari Sargassum Sp

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR LAUT (REUSE)
DAN LIMBAH CAIR SURIMI TERHADAP KARAKTERISTIK
PUPUK ORGANIK CAIR DARI Sargassum sp

PUTRI WENING RATRINIA

PERNYATAAN
TESIS DAN
SEKOLAHMENGENAI
PASCASARJANA
INSTITUTSERTA
PERTANIAN
BOGOR HAK CIPTA
SUMBER INFORMASI
PELIMPAHAN
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Efektivitas

Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap
Karakteristik Pupuk Organik Cair dari Sargassum sp” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Putri Wening Ratrinia
NIM C351140201

RINGKASAN
PUTRI WENING RATRINIA. Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse)
dan Limbah Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari
Sargassum sp. Dibimbing oleh UJU dan PIPIH SUPTIJAH.
Pupuk organik sangat dianjurkan untuk tanah dan tanaman karena dapat
meningkatkan produktivitas dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi
tanah. Sargassum sp dan limbah cair surimi mengandung bahan organik dan

nutrisi seperti C-organik, nitrogen, fosfor, dan kalium yang dibutuhkan oleh tanah
dan tanaman. Penambahan bioaktivator laut yang mengandung bakteri isolat dari
serasah mangrove berfungsi untuk mempercepat waktu pengomposan dan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan bioaktivator laut
dan limbah cair surimi terhadap laju dekomposisi C-organik, N-total, rasio C/N,
P2O5, K2O, nilai pH dan konsentrasi unsur hara mikro yaitu Fe, Mn, Zn serta
kandungan bakteri penambat N dan pelarut P. Selain itu untuk menentukan
konsentrasi optimum penambahan limbah cair surimi dan waktu optimum
pengomposan.
Bahan baku yang digunakan adalah Sargassum sp dari Pameungpeuk,
Garut, bioaktivator laut (Reuse) dan limbah cair surimi ikan lele (Clarias sp).
Terdapat enam perlakuan yaitu, kontrol, Sargassum sp + bioaktivator laut, limbah
cair surimi, Sargassum sp + bioaktivator laut + limbah cair surimi dengan tiga
konsentrasi yang berbeda, 80%,90% dan 100% difermentasi selama 9 hari
kemudian diuji C-organik, N total, rasio C/N, P2O5, K2O, pH pada hari 0,3,6 dan 9
serta diuji Fe, Mn, Zn, bakteri penambat N dan bakteri pelarut P.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimal pengomposan dengan
menggunakan bioaktivator laut adalah 6 hari, sedangkan perlakuan tanpa
menggunakan bioaktivator laut, pengomposan masih tetap berjalan hingga

melewati hari ke-9. Penambahan bioaktivator laut dan limbah cair surimi
meningkatkan unsur hara makro dan mikro, serta meningkatkan jumlah mikroba
fungsional pada pupuk organik. Konsentrasi penambahan limbah cair surimi
terbaik adalah pada 90 %, yaitu dengan hasil C-organik 8033.3±0,0115 ppm; N
total 740,063±0,0862 ppm; rasio C/N 10,855±0,1562; P2O5 425,603±0,2329 ppm;
K2O 2738,627±0,2836 ppm; pH 7,34; unsur hara mikro Fe 0,98±0,0173 ppm; Mn
0,1833±0,0153 ppm, Zn 0,2067±0,0115 ppm; MPN 6,23x103±80 cfu/mL; MPP
5,98x103±189,29 cfu/mL.
Kata kunci: bioaktivator laut (Reuse), Clarias sp, limbah cair surimi
makromineral, pengomposan

SUMMARY
PUTRI WENING RATRINIA. The Effectivity of Marine Bio-activator (Reuse)
and Surimi Liquid Waste Addition of Characteristics Liquid Organic Fertilizer
from Sargassum sp. Supervised by UJU and PIPIH SUPTIJAH.
Organic fertilizer is highly recommended for soil and plant because it can
improve the productivity and repair physical, chemical, and biological of soil.
Sargassum sp and surimi liquid wastes contain organic matter and nutrient (C, N,
P, K) needed by plants and soils. The addition of marine bio-activator containing
bacterial isolates from litter mangrove served to accelerate the composting time

and increased the activity of microorganisms in the decomposition process. The
aim of this study was to determine the effect of marine bio-activator and surimi
liquid waste addition to decomposition rate C-organic, total N, C/N ratio, P2O5,
K2O, pH, Fe, Mn, Zn, and functional microorganism.
Raw materials used were waste of seaweed Sargassum sp, marine bioactivator (Reuse) and surimi liquid waste from catfish (Clarias sp). There were
six treatments namely control, Sargassum sp + marine bio-activator, surimi liquid
waste , Sargassum sp + marine bio-activator + surimi liquid waste 80%, 90%,
100% which were fermented for 9 days and tested for C-organic, total N, C/N
ratio, P2O5, K2O, pH on days 0,3,6 and 9, also tested for Fe, Mn, Zn, and
functional microorganism.
The results showed that the optimum fermentation period was on 6 days,
while the treatment without marine bio-activator was still running until passing
day 9. The addition of marine bio-activator and surimi liquid wastes improved
macro and micronutrients, as well as increasing the number of functional
microorganism of organic fertilizer. The most optimum concentration of surimi
liquid waste added was 90%, C-organic 8033.3±0.0115 ppm, total N 740.063±
0.0862 ppm, C/N ratio 10.855±0.1562, P2O5 425.603±0,2329 ppm, K2O 2738.627
±0.2836 ppm, pH 7.34, Fe 0.98±0.0173 ppm, Mn 0.1833±0.0153 ppm, Zn
0.2067±0.0115 ppm, MPN 6.23x103±80 cfu/mL, MPF 5.98x103±189.29 cfu/mL.
Keyword: Clarias sp, composting, macromineral, marine bio-activator (Reuse),

surimi liquid waste

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR LAUT (REUSE)
DAN LIMBAH CAIR SURIMI TERHADAP KARAKTERISTIK
PUPUK ORGANIK CAIR DARI Sargassum sp

PUTRI WENING RATRINIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Desniar, SPi MSi

Judul Tesis

Nama
NIM

: Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah
Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari
Sargassum sp
: Putri Wening Ratrinia

: C351140201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Eng Uju, SPi MSi
Ketua

Dr Dra Pipih Suptijah, MBA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 8 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Efektivitas
Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap
Karakteristik Pupuk Organik Cair dari Sargassum sp” dapat terselesaikan. Karya
ilmiah ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
September 2015 hingga Januari 2016 di Institut Pertanian Bogor.
Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima
kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr Eng Uju, SPi MSi sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak
mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan
nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.
2. Dr Dra Pipih Suptijah, MBA sebagai anggota komisi pembimbing atas

bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
3. Ibu Dr Desniar, SPi MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan kritikan serta saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan tesis ini.
4. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku komisi GKM dan ketua program studi
S2 THP yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis.
5. Kedua orangtua Jamari SPd dan Slamet Urip Rahayu SPd serta kakak,
adik yang selama ini telah memberikan doa, perhatian, nasihat, motivasi
dan kasih sayang yang tulus kepada penulis selama ini.
6. Teman-teman Pascasarjana THP 2014 yang telah membantu serta
memberikan semangat dalam proses penelitian sampai selesainya tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang berlipat ganda kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan motivasi kepada Penulis.
Amin.
Bogor, November 2016
Putri Wening Ratrinia

i


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat
Hipotesis
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis dan Pengukuran Parameter
Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Konsentrasi C-organik
Konsentrasi N-total
Rasio C/N

Konsentrasi P2O5
Konsentrasi K2O
pH
Konsentrasi Fe
Konsentrasi Mn
Konsentrasi Zn
Mikroorganisme Fungsional
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
i
ii
1
2
3
3
4
4
4
8
14
15
15
17
18
20
21
23
24
25
25
26
28
28
29
34
35

DAFTAR TABEL
1 Rancangan penelitian
2 Konsentrasi makromineral pada Sargassum sp dan limbah cair surimi
(Clarias sp)
3 Konsentrasi mikromineral (Fe, Mn, dan Zn) pada berbagai perlakuan
pupuk organik cair setelah pengomposan 6 hari
4 Resume hasil penelitian perlakuan terpilih dibandingkan dengan
penelitian Sedayu et al. (2014) dan SNI 19-7030-2004

5
15
24
28

ii

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 Konsentrasi C-organik pada perlakuan yang berbeda selama
pengomosan 9 hari
3 Konsentrasi N-total pada perlakuan yang berbeda selama pengomosan 9
hari
4 Rasio C/N pada perlakuan yang berbeda selama pengomosan 9 hari
5 Konsentrasi P2O5 pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9
hari
6 Konsentrasi K2O pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9
hari
7 Nilai pH pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari
8 Kandungan bakteri fungsional a)penambat N b) pelarut P pada
pengomposan hari ke-6 dan ke-9

7
16
18
19
20
22
23
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi rumput laut yang melimpah. Menurut data
FAO (2014), produksi rumput laut di Indonesia setiap tahunnya mengalami
peningkatan yaitu dari 2,697 juta ton pada tahun 2010, menjadi 7,641 juta ton
pada tahun 2012. Salah satu jenis rumput laut yang sangat berpotensi dalam
bidang industri adalah Sargassum sp. Basmal (2010) melaporkan bahwa produksi
rumput laut jenis Sargassum sp mencapai 482.400 ton per tahun, namun
pemanfaatan rumput laut ini masih belum optimal. Rumput laut jenis ini
merupakan bahan baku pembuatan alginat, namun tidak semua hasil panen
Sargassum sp memenuhi kriteria kelayakan sebagai bahan baku alginat, sehingga
rumput laut yang tidak memenuhi kriteria dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik untuk meningkatkan nilai komersial.
Pupuk organik adalah pupuk yang mengandung senyawa organik yang
dibutuhkan oleh tanah dan tanaman serta tidak meninggalkan residu kimia yang
berbahaya seperti pada pupuk kimia. Iswandi et al. (2014) melaporkan bahwa
pupuk organik cair berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah. Pupuk organik cair dapat memperbaiki tanah yang tadinya keras dan sukar
untuk diolah, kemampuan tanah dalam menahan air kurang, kapasitas tukar kation
rendah, buffer capacity rendah, serta aktivitas dan keragaman biota tanah. Pupuk
organik cair tidak bersifat merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan
sesering mungkin karena tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya.
Selama ini telah banyak penelitian yang mengkaji potensi rumput laut sebagai
bahan baku pembuatan pupuk organik. Thirumaran (2009) dan Sundari (2014)
melaporkan bahwa rumput laut sangat potensial digunakan sebagai pupuk organik
karena substansinya mengandung unsur makromineral (nitrogen, fosfor, kalium)
dan mikro mineral seperti besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),
boron (B) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hasil penelitian Basmal (2010)
menunjukkan bahwa kombinasi hidrolisat rumput laut Sargassum sp dan limbah
ikan dapat dibuat sebagai pupuk organik yang mengandung unsur hara makro dan
mikro yang lengkap. Unsur hara makro dalam pupuk organik lebih kecil dari
pupuk kimia tetapi pupuk organik yang dibuat dari kombinasi antara hidrolisat
rumput laut dan limbah perikanan memiliki senyawa-senyawa organik yang tidak
dimiliki oleh pupuk kimia. Ratrinia (2014) melaporkan bahwa pupuk organik dari
rumput laut memiliki kandungan unsur hara makro yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pupuk organik lainnya seperti pada pupuk kompos dari
kotoran ayam hasil dari penelitian Darwati (2013). Vives et al. (2015) melaporkan
bahwa pupuk rumput laut yang ditambahkan dengan limbah ikan efektif
digunakan pada tanaman hortikultur tanaman tomat dan selada.
Efektifitas pupuk organik dapat ditingkatkan dengan penambahan
bioaktivator. Hasil penelitian Azmi et al. (2015) menunjukkan bahwa pupuk
organik yang dihasilkan dengan penambahan bioaktivator memiliki kandungan C,
N, P, K yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan
bioaktivator. Bioaktivator laut dapat diperoleh dari isolat bakteri simbion tanaman
mangrove. Menurut Pringgenies et al. (2015) kandungan bakteri yang terdapat

pada bioaktivator laut memiliki sifat spesifik yang dapat meningkatkan unsur
hara, dimana bakteri tersebut merupakan jenis bakteri penambat N dan pelarut P.
Jenis bakteri yang terdapat pada bioaktivator tersebut adalah Bacillus,
Pseudomonas, Acinetobacter dan Flavobacterium.
Unsur hara N merupakan faktor pembatas pada pupuk organik yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman. Rumput laut memiliki kandungan unsur hara N yang
rendah, sehingga perlu ditambahkan bahan lain untuk meningkatkan konsentrasi
N-total pada pupuk organik cair Sargassum sp. Limbah cair surimi mengandung
protein terlarut yang tinggi sehingga unsur hara N yang terkandung di dalam
limbah cair tersebut cukup tinggi. Uju et al. (2009) dan Nurhayati et al. (2015)
melaporkan bahwa hasil analisis kimia air cucian surimi menunjukkan adanya
protein pada air cucian surimi, yaitu sebesar 0,41 % dan 0.88% dengan jenis ikan
yang berbeda. Penambahan limbah cair surimi diharapkan dapat meningkatkan
konsentrasi N-total pada pupuk organik cair.
Sargassum sp dan serasah mangrove memiliki kandungan senyawa yang
sama yaitu selulosa, sehingga diharapkan isolat bakteri serasah mangrove yang
terdapat dalam bioaktivator laut dapat berperan efektif dalam penguraian bahan
organik seperti C-organik pada Sargassum sp. Penelitian terkait penggunaan
bioaktivator laut sebagai aktivator dekomposer dan penambahan limbah cair
surimi pada ekstrak Sargassum sp belum pernah dilakukan.
Rumusan Masalah
Penggunaan pupuk anorganik dapat meninggalkan residu kimia yang
berbahaya sehingga pupuk organik merupakan alternatif yang tepat untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Pupuk organik memiliki kelemahan, yaitu
rendahnya unsur hara (N, P,dan K) jika dibandingkan dengan pupuk kimia, selain
itu proses pembuatan membutuhkan waktu yang lama. Penambahan bahan baku
lainnya yang mengandung unsur hara yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi
makro dan mikromineral, mempercepat proses pengomposan, serta meningkatkan
kualitas pupuk organik.
Unsur hara N di dalam pembuatan pupuk organik dipersyaratkan harus
ada, oleh sebab itu dalam pembuatan pupuk organik cair rumput laut dengan
limbah surimi, unsur hara N harus diperhitungkan. Rumput laut mempunyai
kandungan unsur hara N yang rendah sedangkan limbah surimi mempunyai unsur
hara N yang tinggi yang diperoleh dari protein. Limbah cair industri surimi yang
biasanya langsung dibuang ke lingkungan mengandung banyak protein dan
mengakibatkan nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik lengkap.
Bioaktivator berfungsi untuk mempercepat proses fermentasi. Bioaktivator
laut berasal dari bakteri simbion tanaman mangrove, yaitu jenis bakteri Bacillus,
Pseudomonas, Flavobacterium, Acinetobacter. Selain mempercepat proses
fermentasi, bakteri ini berfungsi mengikat nitrogen dan menguraikan fosfat.
Sehingga penggunaan bioaktivator laut dapat meningkatkan kualitas pupuk baik
unsur hara maupun mikrobiologi.
Berbagai penelitian mengenai pupuk rumput laut telah banyak dilakukan
dan diekspose, tetapi penelitian yang komprehensif tentang perubahan unsur hara
makro selama proses fermentasi, kandungan unsur hara mikro serta kandungan
bakteri fungsional dari pupuk rumput laut ini masih belum banyak dilakukan.

Pengalaman empiris perlu dibuktikan sehingga diperlukan penelitian yang lebih
lengkap untuk menentukan kandungan unsur hara makro (C-organik, N, P, dan
K), unsur hara mikro (Mn, Zn, dan Fe) serta kandungan bakteri penambat N dan
pelarut P.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan
bioaktivator laut dan limbah cair surimi terhadap laju dekomposisi C-organik, Ntotal, P2O5, K2O, nilai pH selama proses pengomposan dan konsentrasi unsur hara
mikro yaitu Fe,Mn, Zn serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P. Selain
itu untuk menentukan konsentrasi optimum penambahan limbah cair surimi dan
waktu optimum pengomposan.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang karakteristik unsur hara makro yang meliputi nilai C-organik, N, P, dan K,
unsur hara mikro (Fe,Mn,Zn) serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P
pada pupuk rumput laut Sargassum sp, dan memberikan informasi ilmiah dalam
bidang perikanan dan pertanian sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, dan
mengangkat potensi sumber daya laut Indonesia.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah perlakuan penggunaan bioaktivator laut
dan limbah cair surimi dengan konsentrasi yang optimum memberikan hasil yang
sesuai atau mendekati standar pupuk organik dibandingkan tanpa penggunaan
bioaktivator laut dan limbah cair surimi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen
Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Tanah
Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan September 2015 – Januari 2016.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut
Sargassum sp dengan kualitas rendah yang berasal dari perairan Pamengpeuk,
Garut. Bahan yang digunakan meliputi bioaktivator laut (Reuse), limbah cair
surimi ikan Lele (Clarias sp), gula merah, dan aquades. Bahan kimia yang
digunakan untuk analisis adalah H2SO4 (Merck, pekat), K2Cr2O7 (Merck, pekat),
Indikator PDA (Merck), dan FeSO4 (Merck, 0,5). Campuran garam K2SO4 :
CuSO4 (Merck, 20:4), NaOH (Merck, 45%), H3BO3 (Merck, 4%), Indikator
Campuran (MR dan BCG), HCl 0,1 N (Merck), Butir Zn (Merck), HNO3 (Merck,
pekat), HClO (Merck, pekat), Amonium Heptamolibdat Venadat (Merck), HNO3
2 N (Merck), larutan standar KH2PO4 25 ppm, aquades. Alat-alat yang digunakan
antara lain kjeldahl sistem, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Shimadzu tipe AA 6300, dan spektrofotometer UV-Vis berkas ganda 1700 PC
(Shimadzu).
Prosedur Penelitian
Prosedur pengolahan pupuk organik pada penelitian ini mengikuti
prosedur Sunarpi et al. (2010) dengan sedikit modifikasi yaitu menggunakan
rumput laut Sargassum sp, bioaktivator laut (Reuse), dan limbah cair surimi.
Terdapat dua tahap dalam pengolahan pupuk organik ini yaitu preparasi bahan
baku dan proses pengomposan.
Preparasi bahan baku
Penanganan bahan baku dilakukan dengan sortasi dan pencucian. Rumput
laut jenis Sargassum sp dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan air selama
kira-kira 5 menit. Rumput laut dicuci dengan air untuk menghilangkan kandungan
garam yang menempel. Pengecilan ukuran bahan baku dilakukan dengan
mencacah rumput laut menjadi potongan kecil untuk memudahkan proses
dekomposisi bahan organik dari bahan baku (Lampiran 1a).
Preparasi pembuatan bahan baku limbah cair surimi dilakukan dengan cara
membuat surimi dari ikan lele (Clarias sp) kemudian diambil limbah cair hasil
pencucian pertama pada surimi. Pembuatan surimi dilakukan berdasarkan metode
Suzuki (1981) dengan modifikasi. Kulit, tulang, dan isi perut ikan lele dibuang,
selanjutnya daging dihaluskan dengan menggunakan grinder. Daging lumat dicuci
dengan air dingin (suhu ± 5 °C) dengan penambahan garam pada akhir pencucian
sebesar 0.1%. Daging lumat yang telah dicuci selanjutnya dipisahkan airnya

dengan cara disaring menggunakan kain blacu. Air cucian yang telah dipisahkan
kemudian disimpan untuk tahap penelitian selanjutnya (Lampiran 1b).
Pengomposan (Sunarpi et al., 2010)
Pengomposan dilakukan dengan cara mencampur semua bahan sesuai
dengan komposisi masing-masing yang telah ditentukan ke dalam wadah tertutup.
Pengomposan dilakukan selama 9 hari, dan setiap hari dilakukan pengadukan
pada kompos agar terjadi pergantian oksigen. Perlakuan yang diberikan pada
percobaan ini adalah perlakuan pertama yaitu Sargassum sp tanpa bioaktivator
laut (Lampiran 1c) dan limbah cair surimi sebagai kontrol, perlakuan kedua
adalah Sargassum sp dengan bioaktivator laut tanpa limbah cair surimi (RL+BL),
perlakuan ketiga adalah limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan bioaktivator
laut (LCS), perlakuan keempat adalah Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan
limbah cair surimi konsentrasi 80% (RL+BL+LCS 80%), perlakuan kelima adalah
Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi konsentrasi 90%
(RL+BL+LCS 90%), dan perlakuan yang keenam adalah Sargassum sp dengan
bioaktivator laut dan limbah cair surimi konsentrasi 100% (RL+BL+LCS 100%).
Tabel rancangan penelitian disajikan pada Tabel 1.

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 1 Rancangan penelitian
Perlakuan
Sargassum sp tanpa bioaktivator laut dan
limbah cair surimi
Sargassum sp dengan bioaktivator laut
tanpa limbah cair surimi
Limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan
bioaktivator laut
Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan
limbah cair surimi konsentrasi 80%
Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan
limbah cair surimi konsentrasi 90%
Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan
limbah cair surimi konsentrasi 100%

Label
Kontrol
RL+BL
LCS
RL+BL+LCS 80%
RL+BL+LCS 90%
RL+BL+LCS 100%

Deskripsi setiap perlakuan diuraikan sebagai berikut :
1. Sargassum sp tanpa bioaktivator laut dan limbah cair surimi (Kontrol)
Sargassum sp sebanyak 300 g ditambahkan dengan 15 gram, 600 mL
aquades. Kemudian dilakukan fermentasi atau pengomposan selama 9 hari dan
dilakukan pengukuran C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses
fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.
2. Sargassum sp dengan bioaktivator laut tanpa limbah cair surimi (RL+BL)
Perlakuan kedua yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan
dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan larutan gula
sebanyak 15 gram, dan 600 mL aquades. Fermentasi atau pengomposan selama 9
hari kemudian dilakukan pengukuran C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH
selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

3. Limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan bioaktivator laut (LCS)
Perlakuan ketiga yaitu sebanyak 600 mL limbah cair surimi kemudian
ditambahkan larutan gula 15 gram. Fermentasi atau pengomposan dilakukan
selama 9 hari dan dilakukan pengukuran C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta
pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.
4. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 80%
(RL+BL+LCS 80%)
Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan
dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan larutan gula 15
gram, selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 480 mL dan aquades
sebanyak 120 mL. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur
kandungan C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi
berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.
5. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 90%
(RL+BL+LCS 90%)
Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan
dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan gula 15 gram,
selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 540 mL dan aquades
sebanyak 60 mL. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur
kandungan C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi
berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.
6. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 100%
(RL+BL+LCS 100%)
Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan
dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan gula 15 gram,
selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 600 mL. Fermentasi atau
pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur kandungan C-organik, N-total,
P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke
0, 3, 6 dan 9.
Pengomposan pupuk organik cair dilakukan selama 9 hari. Selama
pengomposan, akan didapatkan waktu optimum pengomposan. Analisa
konsentrasi mikromineral (Fe, Mn, dan Zn) dan bakteri fungsional pada pupuk
organik cair dilakukan saat waktu optimum pengomposan pada masing – masing
perlakuan. Diagram alir prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Prosedur Analisis dan Pengukuran Parameter
Parameter pengamatan dalam penelitian ini antara lain konsentrasi Corganik, konsentrasi N-total, konsentrasi P2O5, konsentrasi K2O, nilai pH, kara
mikromineral Fe, Mn, Zn, serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P.
a. Analisis Bahan Organik (C-organik)
Pengujian konsentrasi bahan organik berdasarkan metode Walkey and Black
(Horwitz, 2000). Sampel pupuk organik dimasukkan ke dalam labu takar,
kemudian ditambahkan H2SO4 pekat dan larutan K2Cr2O7 1 N. Larutan didiamkan
selama 30 menit dan ditambahkan larutan H3PO4 pekat serta diencerkan dengan
aquades hingga homogen, kemudian diendapkan. Larutan disaring dan bagian
yang bening diambil, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan aquades. Larutan ditambahkan dengan 2 tetes indikator DPA.
Campuran dititrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga terjadi perubahan warna menjadi
kehijauan sampai biru, dengan blanko sebagai pembanding. Perhitungan
konsentrasi C-organik adalah sebagai berikut:

Bahan Organik = C organik (%) x 100/58
Keterangan:
a
= mL titran contoh dan blanko
b
= normalitas larutan baku H2SO4
ka
= konsentrasi air
3
= bobot setara C organik
10
= bobot atom karbon
100 = konversi ke %
77
= bobot molekul FeSO4
b. Analisis N-total
Pengujian konsentrasi N-total berdasarkan metoda Kjeldahl (Page, 1982).
Pengujian N-total dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan
titrasi.
Destruksi
Sampel pupuk organik ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung
Kjeldahl, kemudian ditambahkan campuran garam dan larutan H2SO4 pekat,
selanjutnya dipanaskan hingga larutan berwarna kehijauan, didinginkan kemudian
di tambahkan aquades sebanyak 30 mL.
Destilasi
Larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian
ditambahkan larutan NaOH 45% dan 2 butir Zn, selanjutnya dipanaskan. Destilat
ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi larutan H3BO3 4% dan indikator
campuran (MR dan BCG).

Titrasi

Titrasi dilakukan dengan larutan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
dari biru, kehijauan sampai kuning. Penentuan konsentrasi N-total dilakukan
dengan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan:
A
= mL titar contoh dan blanko
b
= normalitas larutan baku H2SO4
ka
= konsentrasi air
14
= bobot setara nitrogen
100
= konversi ke %
0,1
= bobot atom HCl
c. Analisis P2O5
Pengujian
konsentrasi
fosfor
dilakukan
berdasarkan
metode
Spectrophotometry (Horwitz, 2000). Sampel pupuk organik cair dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan HNO3 pekat dan larutan
HClO pekat, kemudian didiamkan selama 30 menit dan dipanaskan, selanjutnya
didinginkan dan disaring (ekstrak pekat). Ekstrak jernih diambil dan dimasukkan
ke dalam beaker glass, di tambahkan aquades, HNO3 2 N dan larutan Amonium
Heptamolibdat Vanadat, dan didiamkan selama 30 menit. Sampel kemudian
diamati dengan Spectrophotometer pada panjang gelombang 650 nm dan
dibandingkan dengan larutan standar yang telah dibuat. Larutan standar dibuat
dengan konsentrasi (0; 2,5; 5,0; 7,5; 10; 12,5; 15 ppm). Penentuan konsentrasi
P2O5 dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
P

= (a+bx) x pengenceran

P2O5 (%) = P x 2,2914
Keterangan:
a
= mL titar contoh dan blanko
bx
= normalitas larutan baku HNO3
P
= bobot setara phosfor
2,2914 = konversi ke %
d. Analisis K2O
Pengujian konsentrasi kalium dilakukan dengan menggunakan metode
Flamephotometry (Horwitz, 2000). Ekstrak pekat dari pengujian (P) diambil dan
diencerkan. Sampel diamati dengan Flamephotometer, kemudian dilakukan
pembuatan larutan standar K(0;5;10;15;20 ppm). Hasil pengamatan sampel
dibandingkan dengan larutan standar. Penentuan konsentrasi K2O dilakukan
dengan perhitungan sebagai berikut :

Keterangan:
Ppm kurva

fp
fk

= konsentrasi contoh yang didapat dari kurva regresi
hubungan antara konsentrasi deret standart dengan
pembacaannya dikurangi blanko.
= faktor pengenceran
= faktor koreksi konsentrasi air =

100

= faktor konversi ke %

e. Analisis nilai pH
Pengujian nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sampel
pupuk organik ditambahkan aquadest dengan perbandingan sampel : aquadest
(1:2). Sampel diujikan dengan menggunakan pH meter dan dicatat nilai yang
tertera pada monitor.
f. Analisis Konsentrasi Fe
Pengujian konsentrasi Fe dilakukan dengan metode SSA (06-6989.4-2004).
Pengujian konsentrasi Fe dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL pupuk
organik yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL
asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang
telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga
tepat 100 mL.
Pembuatan larutan baku logam Fe 100 mg/L
Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan
induk Fe 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan
dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji
selanjutnya.
Pembuatan larutan baku logam Fe 10 mg/L
Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 50 mL larutan induk Fe 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan
tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera. Larutan
digunakan untuk uji selanjutnya.
Pembuatan larutan kerja logam Fe
Pembuatan larutan kerja logam Fe dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 0 mL; 1 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL larutan baku Fe
10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudan
ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh
konsentrasi logam besi 0,0 mg/L; 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1 mg/L; 2,0 mg/L; 3 mg/L
dan 4 mg/L. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengoptimalkan alat SSA
sesuai petunjuk penggunaan alat. Larutan kerja yang telah dibuat kemudian diukur
dengan panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat untuk mendapatkan
persamaan garis regresi yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan
konsentrasi Fe. Sampel diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran
larutan kerja, yaitu dengan panjang gelombang 279,5 nm.
Perhitungan Konsentrasi logam Fe
Fe (mg/L) = C x fp
Keterangan :
C
= konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L);
Fp
= faktor pengenceran.
g. Analisis Konsentrasi Mn
Pengujian konsentrasi Mn dilakukan dengan metode SSA (SNI 06-6989.52004). Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL
pupuk yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL
asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang
telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga
tepat 100 mL.
Pembuatan larutan baku logam mangan, Mn 100 mg/L
Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan
induk Mn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan
dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji
selanjutnya.
Pembuatan larutan baku logam mangan, Mn 10 mg/L
Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 50 mL larutan induk Mn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.
Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.
Pembuatan larutan kerja logam mangan, Mn
Pembuatan larutan kerja logam Mn dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 0 mL; 1 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL larutan baku Mn
10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh
konsentrasi logam Mn 0,0 mg/L; 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1 mg/L; 2 mg/L; 3 mg/L
dan 4 mg/L. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.
Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengoptimalkan alat SSA
sesuai petunjuk penggunaan alat. Larutan kerja yang telah dibuat kemudian
diukur dengan panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat untuk

mendapatkan persamaan garis regresi yang nantinya akan digunakan dalam
perhitungan konsentrasi Mn. Sampel diukur dengan metode yang sama seperti
pengukuran larutan kerja, yaitu dengan panjang gelombang 279,5 nm.
Perhitungan Konsentrasi logam mangan, Mn
Mn (mg/L) = C x fp
Keterangan :
C
= konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L);
Fp = faktor pengenceran.
h. Analisis Konsentrasi Zn
Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan metode SSA (06-6989.7-2004)
Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL pupuk
organik yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL
asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang
telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga
tepat 100 mL.
Pembuatan larutan baku logam Zn 100 mg/L
Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan
induk Zn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan
dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji
selanjutnya.
Pembuatan larutan baku logam Zn 10 mg/L
Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 50 mL larutan induk Zn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.
Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.
Pembuatan larutan kerja logam Zn
Pembuatan larutan kerja logam Zn dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 0 mL; 1 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL larutan baku Zn
10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh
konsentrasi logam Zn 0,0 mg/L; 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1 mg/L; 2 mg/L; 3 mg/L dan
4 mg/L. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.
Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengoptimalkan alat SSA
sesuai petunjuk penggunaan alat. Larutan kerja yang telah dibuat kemudian diukur
dengan panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat untuk mendapatkan
persamaan garis regresi yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan
konsentrasi Zn. Sampel diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran
larutan kerja, yaitu dengan panjang gelombang 279,5 nm.

Perhitungan Konsentrasi logam Zn
Zn (mg/L) = C x fp
Keterangan:
C
Fp

= konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L);
= faktor pengenceran.

i. Analisis Bakteri Penambat N (Krieg & Dobereiner, 1984)
Pembuatan media NFB (Nitrogen Free Bromthymol Blue)
Pembuatan media seleksi Azotobacter dilakukan dengan cara menimbang
sukrosa 20 g; K2HPO4 0,05 g; KH2PO4 0,15 g; CaCL2 0,01 g; MgSO4.7H2O 0,20
g; Na2MoO4.2H2O 2 mg; FeCl2 0,01 g; bromtimol biru (0,5% larutan dalam
etanol) 2 mL; CaCO3 1 g; agar 15 g dan akuades 1000 mL.
Penghitungan jumlah bakteri
Penghitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara memasukkan 10 g
pupuk organik cair ke dalam 90 mL larutan garam fisiologis steril, kemudian
dilakukan pengenceran dengan seri pengenceran dari 10-1 hingga 10-7. Media
seleksi Azotobacter diinokulasi dengan sampel yang telah diencerkan pada seri
pengenceran 10-1 hingga 10-7, kemudian larutan tersebut diinkubasi pada suhu
30° C. Koloni Azotobacter chroococcum tampak setelah diinkubasi 24 jam
dengan ciri-ciri berwarna putih basah, kemudian setelah diinkubasi selama 3-5
hari koloni tersebut berubah menjadi berwarna coklat gelap. Ciri morfologi koloni
Azotobacter vinelandii dan Azomonas sama seperti ciri koloni Azotobacter
chroococcum akan tetapi tidak berubah menjadi cokelat gelap. Koloni
Azotobacter paspali memiliki ciri – ciri morfologi yaitu pusat koloni berwarna
kuning yang disebabkan asimilasi bromtimol biru dan pengasaman medium.
j. Analisis Bakteri Pelarut P (Subba-Rao, 1981)
Pembuatan media agar Pikovskaya
Pembuatan media agar Pikovskaya dilakukan dengan cara menimbang
bahan kimia berikut ini masing-masing seberat: 10 g glukosa; 5 g Ca3(PO4)2
(Ca3(PO4)2; 0,5 g (NH4)2SO4; 0,1 g MgSO4. 2H2O; sedikit MnSO4; sedikit
FeSO4; 0,5 g ekstrak ragi; dan 15 g agar. Larutkan dalam akuades hinggavolume
1 L.
Penghitungan jumlah bakteri
Penghitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara melarutkan 1 g pupuk
organik cair ke dalam 9 mL akuades steril, kemudian dilakukan pengenceran
dengan seri pengenceran 10−1 , 10−2 , 10−3 , dan 10−4 . Biosida (fungisida untuk
isolasi bakteri atau bakterisida untuk isolasi fungi) ditambahkan pada setiap deret
pengenceran larutan tersebut, kemudian memipet masing-masing 1 mL larutan
dari pengenceran 10−2 , 10−3 , dan 10−4 dan secara aseptik larutan tersebut dituang
ke dalam cawan petri yang berisi media agar Pikovskaya. Larutan disebarkan
dengan cara cawan petri diletakkan di atas permukaan meja, kemudian digeser ke
kanan dan ke kiri atau digeser memutar hingga larutan merata. Larutan diinkubasi
pada suhu kamar selama 3-6 hari, kemudian dilakukan perhitungan koloni yang
memiliki ciri terdapat zona bening (halozone) pada koloni tersebut.

Analisa Data
Data kuantitatif pada penelitian ini diolah dengan menggunakan Microsoft
Excel untuk menentukan nilai rata-rata dan standar deviasi. Data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang dianalisis adalah Sargassum sp dan limbah cair surimi
dari ikan lele (Clarias sp). Analisis kimia yang dilakukan terhadap bahan baku
adalah analisis konsentrasi C-organik, N-total, P2O5, dan K2O. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan makromineral awal sebelum
dilakukan pengomposan. Konsentrasi makromineral Sargassum sp dan limbah
cair surimi disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi makromineral pada Sargassum sp dan limbah cair surimi
(Clarias sp)
Sampel
Sargassum sp
Limbah cair
surimi

C-organik
(ppm)
117200

N-total
(ppm)
30

P2O5
(ppm)
100

K2O
(ppm)
730

4800

380

200

1700

Proses pengomposan merupakan proses dekomposisi senyawa organik oleh
mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kesuburan tanah dan tanaman. Bahan organik tidak dapat
digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan rasio C/N dalam
bahan tersebut tidak sesuai dengan rasio C/N pada tanah. Rasio C/N tanah
berkisar antara 10-20. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati
atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan
tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N
tinggi. Hamastuti et al. (2012) melaporkan bahwa pengomposan adalah proses
dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Konsentrasi C-organik
C-organik merupakan komponen utama dari bahan organik. Bahan organik
sangat dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Pemberian bahan organik terhadap
tanah dan tanaman akan memberikan respon yang positif karena bahan organik
menyediakan zat pengatur tumbuh bagi tanaman serta memperbaiki sifat fisika,
kimia, biologi pada tanah. Penyerapan C-organik pada tanaman adalah sekitar
25.000 ppm. Apabila tanah kekurangan bahan organik maka yang akan terjadi
adalah tanah tidak subur sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan optimal.
Konsentrasi C-organik cenderung mengalami penurunan pada semua perlakuan
selama proses pengomposan berlangsung (Gambar 2). Penurunan konsentrasi Corganik dikarenakan adanya penggunaan karbon oleh mikroorganisme sebagai
sumber energi untuk mendekomposisi bahan organik. Hasil konsentrasi C-organik
disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Konsentrasi C-organik pada perlakuan yang berbeda selama
pengomposan 9 hari
Hasil konsentrasi C-organik pada perlakuan kontrol dan perlakuan LCS
mengalami penurunan hingga hari ke-9, sedangkan pada perlakuan RL+BL
mengalami penurunan dari hari ke-0 hingga hari ke-6 kemudian naik setelah hari
ke-6 hingga hari ke-9 (Gambar 2). Hal tersebut diduga karena pada perlakuan
kontrol dan LCS proses dekomposisi bahan organik masih berjalan hingga hari
ke-6, sedangkan pada perlakuan RL+BL sudah selesai pada hari tersebut. Lebih
cepatnya waktu pengomposan pada perlakuan RL+BL disebabkan karena
pengaruh penambahan bioaktivator laut yang mengandung isolat bakteri serasah
mangrove. Menurut Paturau (1982), proses penguraian C-organik oleh
mikroorganisme mengubah senyawa glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida
dengan enzim invertase dengan persamaan reaksinya adalah:
bakteri

C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2
enzim invertase

Konsentrasi C-organik pada perlakuan RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS
90%, dan RL+BL+LCS 100% mengalami penurunan dari hari ke-0 hingga hari
ke-6 kemudian meningkat pada hari ke-9 (Gambar 2). Hal tersebut diduga karena
proses dekomposisi telah mencapai waktu optimum pengomposan yaitu pada hari
ke-6. Selain itu, hasil konsentrasi C-organik pada RL+BL+LCS 80%,
RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% menunjukkan bahwa ketiga
perlakuan tersebut memiliki konsentrasi C-organik yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan perlakuan kontrol, RL+BL, dan LCS. Tingginya konsentrasi
C-organik pada perlakuan RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan
RL+BL+LCS 100% disebabkan karena limbah cair perikanan mengandung bahan
organik yang cukup tinggi. Seperti yang dilaporkan Ibrahim (2005), limbah cair
industri perikanan memiliki bahan organik yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi limbah cair surimi yang ditambahkan maka
semakin tinggi pula konsentrasi C-organik yang dihasilkan oleh pupuk organik
cair. Standar konsentrasi C-organik pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-

30-2004 yaitu 9800 - 32000 ppm. Hasil analisis konsentrasi C-organik
menunjukkan bahwa perlakuan yang telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004
adalah perlakuan RL+BL+LCS100% yaitu dengan konsentrasi C-organik 11800
ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS100% merupakan perlakuan terpilih
berdasarkan dari konsentrasi C-organik.
Konsentrasi N-total
Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga
bila kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh
dengan normal. Nitrogen merupakan faktor pembatas utama produksi. Nitrogen
sangat penting karena merupakan penyusun utama protein dan beberapa molekul
biologi lainnya pada tanaman serta berperan penting dalam proses sintesis protein
pada tanaman (Patti et al., 2013). Penyerapan unsur hara nitrogen pada tanaman
yaitu sekitar 10.000-50.000 ppm. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan
mengalami klorosis, pertumbuhan kerdil, perkembangan buah yang tidak
sempurna, serta daun mudah mengering. Hasil konsentrasi N-total yang didapat
pada semua perlakuan cenderung mengalami peningkatan selama proses
pengomposan (Gambar 3). Adiyana (2004) melaporkan bahwa kenaikan kadar
nitrogen disebabkan adanya N sebagai produk penguraian protein dari proses
dekomposisi. Peningkatan kadar N di akhir proses juga disebabkan adanya
proses amonifikasi, yaitu proses pembentukan amonium
dari
bentuk
teroksidasinya yaitu nitrit. Berikut adalah reaksi pembentukan amonium oleh
bakteri perombak nitrogen :
Bakteri

Sargassum sp.
NH3 + H2O

Pembusukan
Nitrosococus
Amonifikasi
Nitrosomonas

NH4OH + 3O2

Nitrifikasi

-

2NO2 + O2

Nitrobacter
Nitratasi

NH3
NH4OH
NO2- + 2H2O + 4H- + Energi
2NO3- + Energi

Hasil konsentrasi N-total pada perlakuan kontrol dan LCS mengalami
peningkatan selama proses pengomposan hingga hari ke-9, sedangkan pada
RL+BL mengalami peningkatan hingga hari ke-6 kemudian menurun setelahnya.
Hasil yang diperoleh pada perlakuan kontrol dan LCS diduga belum mencapai
waktu optimum dekomposisi, sedangkan pada RL+BL telah mencapai waktu
optimum yaitu pada hari ke-6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
N-total pada kontrol lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil pada
RL+BL. Hasil penelitian Pringgenies et al. (2015) menunjukkan bahwa
kandungan bakteri yang terdapat pada bioaktivator laut adalah Bacillus,
Pseudomonas, Acinetobacter dan Flavobacterium. Bakteri tersebut memiliki sifat
spesifik dalam meningkatkan unsur hara nitrogen. Konsentrasi N-total pada
perlakuan LCS lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RL+BL. Hal tersebut
terjadi karena jumlah nitrogen pada limbah cair surimi lebih besar dari pada
Sargassum sp. Hasil uji karakteristik bahan baku menunjukkan bahwa konsentrasi

N-total pada Sargassum sp yaitu sebesar 30 ppm sedangkan pada limbah cair
surimi mencapai 380 ppm.

Gambar 3. Konsentrasi N-total pada perlakuan yang berbeda selama
pengomposan 9 hari
Konsentrasi N-total pada RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan
RL+BL+LCS 100% cenderung mengalami peningkatan hingga hari ke-6
kemudian menurun setelahnya (Gambar 3). Konsentrasi N-total tertinggi yaitu
pada RL+BL+LCS 90%, sedangkan konsentrasi N-total pada RL+BL+LCS 80%
dan RL+BL+LCS 100% lebih kecil. Hal tersebut diduga karena konsentrasi
penambahan limbah cair surimi yang paling optimum adalah 90%. Konsentrasi Ntotal pada RL+BL+LCS80%, RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan RL+BL. Limbah cair surimi
memiliki konsentrasi nitrogen yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap proses
penguraian nitrogen pada pengomposan pupuk organik cair. Nurhayati et al.
(2015) melaporkan bahwa hasil analisis kimia air cucian surimi menunjukkan
adanya protein pada air cucian surimi, yaitu sebesar 0.88%. Standar konsentrasi
N-total pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 4000 ppm.
Hasil analisis konsentrasi N-total menunjukkan bahwa perlakuan yang mendekati
standar SNI 1970-30-2004 adalah perlakuan RL+BL+LCS90% yaitu dengan
konsentrasi N-total sebesar 740 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90%
merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari konsentrasi N-total.
Rasio C/N
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N
tanah. Tujuan dari proses pengomposan adalah menurunkan rasio C/N pada
kompos hingga mendekati rasio C/N tanah (10-20) sehingga dapat diserap oleh
tanaman. Hasil rasio C/N disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Rasio C/N pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rasio C/N pada perlakuan kontrol
dan perlakuan LCS mengalami penurunan terus menerus hingga hari ke-9,
sedangkan rasio C/N pada perlakuan RL+BL hanya mengalami penurunan hingga
hari ke-6 kemudian meningkat setelahnya (Gambar 4). Nilai rasio C/N pada
perlakuan kontrol awalnya sangat tinggi dan masih tetap tinggi hingga hari ke-9,
hal tersebut membuktikan bahwa proses pengomposan belum matang sempurna
karena tingginya rasio C/N pada bahan baku. Semakin tingginya C/N rasio bahan,
maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan.
Sedangkan hasil rata-rata rasio C/N pada RL+BL lebih rendah dibandingkan
dengan rasio C/N pada perlakuan kontrol. Hal tersebut disebabkan tingginya
konsentrasi nitrogen pada bakteri yang terkandung dalam bioaktivator laut.
Stanbury et al. (2003) melaporkan bahwa nitrogen merupakan komponen utama
dalam asam amino yang digunakan bagi makhluk hidup sebagai dasar pembentuk
asam nukleat, seperti DNA dan RNA yang nantinya membawa sifat keturunan.
Selain itu Azmi (2015) menyebutkan bahwa rata-rata kandungan nitrogen pada
produk bioaktivator laut adalah 8000 ppm. Sedangkan nilai rasio C/N pada
perlakuan LCS lebih rendah apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan
perlakuan RL+BL. Hal tersebut dikarenakan limbah cair surimi memiliki
kandungan N-total yang cukup tinggi sehingga rasio C/N pada perlakuan LCS
rendah.
Hasil analisis rasio C/N pada RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan
RL+BL+LCS 100% mengalami penurunan hingga hari ke-6 kemudian meningkat
kembali setelahnya. Nilai rasio C/N pada RL+BL+LCS 80% dan RL+BL+LCS
90% pada hari ke-6 sudah mencapai standar rasio C/N pupuk organik, sedangkan
pada RL+BL+LCS 100% belum memenuhi standar karena masih terlalu tinggi.
Nilai C/N yang masih tinggi diduga disebabkan karena terlalu banyaknya
konsentrasi limbah cair surimi yang ditambahkan sehingga kelebihan nitrogen
tidak dipakai oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi dan akan
dilepaskan dan menyebabkan konsentrasi N-total pada pupuk menjadi rendah.
Selanjutnya rasio C/N pada RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan
RL+BL+LCS 100% lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan RL+BL

(Gambar 4). Penambahan limbah cair