Analisis Struktur Anatomi Dan Histokimia Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum Ruitz & Pav) Dan Sirih Rimau (Piper Porphyrophyllum N.E.Br)

ANALISIS STRUKTUR ANATOMI DAN HISTOKIMIA
TANAMAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruitz & Pav) DAN
SIRIH RIMAU (Piper porphyrophyllum N.E.Br)

IRWINA EKA DERAYA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Struktur
Anatomi dan Histokimia Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruitz & Pav) dan
Sirih Rimau (Piper porphyrophyllum N.E.Br)” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016

Irwina Eka Deraya
NIM G34110104

ABSTRAK
IRWINA EKA DERAYA. Analisis Struktur Anatomi dan Histokimia Tanaman
Sirih Merah (Piper crocatum Ruitz & Pav) dan Sirih Rimau (Piper
porphyrophyllum N.E.Br). Dibimbing oleh Yohana C. Sulistyaningsih dan Inggit
Puji Astuti.
Sirih merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan
obat. Secara morfologi Piper crocatum memiliki kemiripan dengan Piper
porphyrophyllum dalam hal bentuk daun dan batang, duduk daun serta warna
permukaan daun. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mempelajari struktur
anatomi, mengidentifikasi struktur sekretori, dan mengetahui kandungan dalam
struktur sekretori untuk membedakan kedua spesies Piper tersebut. Pengamatan
struktur anatomi, sekretori, dan uji histokimia dilakukan pada daun, tangkai daun,
dan batang. Daun Piper crocatum memiliki epidermis atas berbentuk kubus,

hipodermis atas tersusun atas 1 lapis jaringan, terdapat kanal lendir dan kristal.
Tangkai daun Piper crocatum memiliki bentuk epidermis yang bervariasi dari
persegi panjang hingga kubus. Daun Piper porphyrophyllum memiliki penonjolan
epidermis membentuk papil, memiliki 1-2 lapis jaringan hipodermis atas dan
terdapat trikoma non kelenjar berupa trikoma tektor. Tangkai daun Piper
porphyrophyllum memiliki epidermis berbentuk persegi panjang dan terdapat
trikoma tektor. Batang kedua spesies ini dibedakan berdasarkan keberadaan
trikoma non kelenjar. Trikoma non kelenjar berupa tektor hanya ditemukan pada
batang Piper porphyrophyllum. Struktur sekretori pada daun berupa trikoma
biseluler dan idioblas, sedangkan pada tangkai daun dan batang hanya ditemukan
sel idioblas. Hasil uji histokimia menunjukkan adanya senyawa alkaloid, terpenoid,
lipofilik, fenol, dan flavonoid yang terdapat pada trikoma kelenjar dan sel idioblas.
Kata kunci: histokimia, idioblas, Piper crocatum, Piper porphyrophyllum,
trikoma biseluler

ABSTRACT
IRWINA EKA DERAYA. Structure Analysis of Plant Anatomy and
Histochemistry Red Betel (Piper crocatum Ruitz & Pav) and Sirih Rimau (Piper
porphyrophyllum N.E.Br). Supervised by Yohana C. Sulistyaningsih dan Inggit
Puji Astuti.

Piper is one of numerous plants that widely used as a source of medicine.
Morphologically, Piper crocatum has similarities with Piper porphyrophyllum in
the form of leaves and stems, leaves structure and colour of the leaf surface. The
aim of this research is to study the anatomical structure, identify secretory
structures, and investigate the metabolite substances contained in the secretory
structures to distinguish those two species. Observation of anatomical structures,
secretory structures, and histochemical test was performed on the leaf, petiole and
stem. Leaves of Piper crocatum have cuboidal-shaped upper epidermis, onelayered upper hypodermic, and contain crystal and mucilage canals in certain
tissues. The epidermal cells the petiole are vary in shape, cuboidal to rectangular.
Leaves of Piper porphyrophyllum papillate epidermal cells, 1-2 upper hypodermal
layer and has non-glandular trichomes. The petiole has rectangular-shaped
epidermal cells and tector trichomes. The stem from these two species are
distinguished by the presence of non-glandular trichomes. Tector trichomes only
be found on the stem of Piper porphyrophyllum. Secretory structures on the leaf of
Piper are consist of biseluler trichomes and idioblast cells, while the petiole and
stem only has idioblast cells. Histochemical test indicate the presence of alkaloids,
terpenoids, lipophilic, phenols and flavonoids contained in the glandular trichomes
and idioblast cells.
Keywords: Histochemistry, idioblast, Piper crocatum, Piper porphyrophyllum,
biseluler trichomes


ANALISIS STRUKTUR ANATOMI DAN HISTOKIMIA
TANAMAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruitz & Pav) DAN
SIRIH RIMAU (Piper porphyrophyllum N.E.Br)

IRWINA EKA DERAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Analisis Struktur Anatomi dan Histokimia Tanaman Sirih Merah

(Piper crocatum Ruitz & Pav) dan Sirih Rimau (Piper
porphyrophyllum N.E.Br)
Nama
: Irwina Eka Deraya
NIM
: G34110104

Disetujui oleh

Dr Yohana C Sulistyaningsih, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dra Inggit Puji A, MSi

Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Februari hingga November 2015 dengan judul “Analisis
struktur anatomi dan histokimia tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruitz & Pav)
dan sirih rimau (Piper porphyrophyllum N.E.Br)”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Yohana C
Sulistyaningsih, MSi dan Ibu Dra Inggit Puji Astuti, MSi selaku pembimbing karya
ilmiah. Terima kasih kepada ibu Dr. Puji Rianti, MSi selaku penguji dari wakil Komisi
Pendidikan yang telah memberikan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Terima
kasih kepada Ibu Dr Khanti Arum W, MSi selaku pembimbing akademik yang telah
memberi arahan selama berada di IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sunaryo sebagai teknisi di
Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan yang telah membantu menyiapkan
bahan kimia dan peralatan selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Tini Wahyuni,
Ibu Maysyaroh Yasyri yang telah membantu dalam proses penyiapan alat dan bahan
yang digunakan. Terima kasih kepada Nadya Nurafifah, Risma rosmilawanti, Ratna
Pratiwi, Anita Aprilia, Evi Muliyah, Darius Rupa, serta teman-teman Biologi 48 yang

telah setia menemani dan membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ibu dan Ayah atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Irwina Eka Deraya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2


Bahan dan Alat

3

Pembuatan Sediaan Mikroskopis sediaan melintang dan paradermal untuk
pengamatan Struktur Anatomi

3

Pembuatan Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan Struktur Sekretori

4

Uji Histokimia

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Struktur Sayatan Paradermal P.crocatum dan P.porphyrophyllum

5

Tipe, Ukuran, dan Sebaran Stomata

5

Struktur Anatomi Daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum

6

Struktur Anatomi tangkai daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum

8

Struktur Anatomi batang P.crocatum dan P.porphyrophyllum


10

Identifikasi struktur sekretori

11

Uji histokimia daun, tangkai daun, dan batang P.crocatum dan
P.porphyrophyllum

13

SIMPULAN

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1. Ukuran sel epidermis, ukuran stomata, kerapatan stomata, indeks
stomata pada P.crocatum dan P.porphyrophyllum
2. Ukuran tebal kutikula, epidermis, hipodermis, mesofil, tebal daun
P.crocatum dan P.porphyrophyllum
3. Ciri pembeda struktur anatomi melintang daun P.crocatum dan
P.porphyrophyllum
4. Struktur jaringan tangkai daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
5. Struktur anatomi melintang batang P.crocatum dan P.porphyrophyllum
6. Ukuran struktur sekretori daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
7. Kerapatan trikoma dan idioblas daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
8. Ukuran struktur sekretori tangkai daun dan batang P.crocatum dan
P.porphyrophyllum
9. Hasil uji histokimia daun, tangkai daun, dan batang P.crocatum dan
P.porphyrophyllum

6
7
8
9
10
12
12
13
15

DAFTAR GAMBAR
1. Tanaman sirih merah (P.crocatum) dan sirih rimau
(P.porphyrophyllum)
2. Cara pengambilan sampel helaian daun, tangkai daun, dan batang
tanaman sirih
3. Sayatan paradermal daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
4. Sayatan transversal daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
5. Sayatan transversal tulang daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
6. Sayatan transversal tangkai daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
7. Sayatan transversal batang P.crocatum dan P.porphyrophyllum
8. Struktur sekretori daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
9. Struktur sekretori tangkai daun dan batang P.crocatum dan
P.porphyrophyllum
10. Hasil uji histokimia trikoma biseluler pada daun P.porphyrophyllum dan
P.crocatum
11. Hasil uji histokimia idioblas pada daun P.crocatum
12. Hasil uji histokimia idioblas pada daun P.porphyrophyllum
13. Hasil uji histokimia idioblas pada tangkai daun dan batang P.crocatum
14. Hasil uji histokimia idioblas tangkai daun dan batang P.porphyrophyllum

2
3
5
7
8
9
10
13

13
16
17
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Sayatan paradermal idioblas daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum

23

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lebih dari 9.609 spesies tumbuhan yang berkhasiat
sebagai obat, baik untuk pencegahan penyakit, penyembuhan dan peningkatan
kesehatan. Menurut Syukur dan Hernani (2003), sekitar 26% spesies tumbuhan
yang berpotensi sebagai obat telah dibudidayakan dan sisanya, 74% merupakan
tumbuhan liar di hutan-hutan Indonesia. Tanaman yang banyak dijadikan sebagai
obat salah satunya berasal dari genus Piper. Menurut Cronquist (1981), Piper
tergolong ke dalam divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Piperales,
famili Piperaceae dengan genus utama yaitu Piper dan Peperomia. Kedua genus
ini sering dimanfaatkan sebagai obat maupun rempah-rempah. Beberapa jenis
tanaman dari genus Piper yang dimanfaatkan sebagai obat diantaranya Piper
betle, Piper retrofractum, Piper sarmentosum, Piper crocatum, dan Piper
porphyrophyllum. Daun P.crocatum diketahui berperan dalam antihiperglikemia
(Safithri & Fahma 2008) dan buah Piper nigrum digunakan sebagai bumbu
masakan yang dikenal sebagai lada (Judd et al. 2008). Selain itu, Peperomia
pellucida yang merupakan genus Peperomia berkhasiat dalam menurunkan kadar
asam urat (Karyono & Rahmawati 2004).
Piperaceae merupakan tanaman semak atau perdu, seringkali merambat dan
sebagai epifit. Tanaman ini berdaun tunggal dengan tepi daun rata, bertulang daun
menyirip atau menjari, helaian daun berbentuk bulat telur hingga memanjang,
duduk daun berseling atau spiral, dan daun berbau aromatis atau dengan rasa
pedas. Bunga tanaman ini memiliki ciri-ciri yaitu kecil dalam bulir, biseksual atau
uniseksual, berumah satu (monoecious) atau dua (dioecious), tidak terdapat
perhiasan bunga (sepal dan petal), ovari superior, dan buah buni berbiji satu.
Tanaman ini tersebar di daerah tropis dan subtropis (Benson 1957; Steenis 2006;
Judd et al. 2008). Tanaman Piperaceae tumbuh baik di tanah yang mengandung
humus dengan pengairan air yang baik dan curah hujan yang cukup pada
ketinggian mulai dari 500 m dpl (diatas permukaan laut) (LIPI 1980).
Penggunaan Piper sebagai bahan obat terkait dengan senyawa metabolit
yang dikandungnya. Metabolit sekunder tersebut dapat terakumulasi di berbagai
organ seperti akar, batang, kulit batang, dan daun (Ogundare 2007). Kandungan
senyawa metabolit yang berhasil diisolasi dari spesies Piper adalah golongan
senyawa alkaloid, terpenoid, senyawa amida, piperolida, kalkon, dihidrokalkon,
kawapiron, lignin, steroid, flavon, dan flavonon (Sengupta & Ryan 1987;Jensen et
al.1993;Wu et al.1997). Penelitian mengenai manfaat senyawa metabolit sekunder
pada beberapa anggota jenis Piper juga telah dilakukan. Senyawa metabolit
tersebut diantaranya berperan sebagai antimikroba (Cowan 1999).
Piper crocatum (sirih merah) adalah tumbuhan asli Peru, Amerika Selatan.
Piper crocatum merupakan tumbuhan merambat atau menjalar dengan ciri batang
bulat dan beruas, batangnya berwarna hijau merah keunguan, bentuk daun
menjantung, kaku, warna dasar permukaan daun bagian atas hijau kemerahan
dengan garis-garis keperakan (merah jambu kemerahan) sedangkan permukaan
bagian bawah hijau merah tua keunguan, tangkai daun berwarna hijau merah
keunguan, dan pangkal tangkai daun pada helaian daun terletak agak ketengah
sekitar 0,7-1 cm dari tepi daun bagian bawah. Piper porphyrophyllum (sirih
rimau) adalah jenis tumbuhan yang ditemukan di Malaya dan Kalimantan. Sirih

2
rimau memiliki ciri-ciri yaitu perawakan merambat atau menjalar, batang bulat
dan beralur, berwarna coklat merah keunguan, beruas, bentuk daun menjantungmendelta, lemas, tipis, permukaan daun bagian atas cembung dan berwarna hijau
merah tua kecoklatan-hijau merah tua kehitaman dengan garis-garis di bagian
venanya berwarna putih keperakan-merah jambu, permukaan bagian bawah
mencekung dengan warna hijau merah keunguan. Tangkai daun berwarna coklat
hijau kemerahan dan pangkal tangkai daun terletak di bawah helaian daun (Astuti
& Munawaroh 2011).
Secara
morfologi
P.crocatum
memiliki
kemiripan
dengan
P.porphyrophyllum dalam hal bentuk daun dan batang, duduk daun serta warna
permukaan daun. Selain itu, kedua spesies ini mempunyai sifat heteroblastis yaitu
terdapat perubahan bentuk dari bentuk daun fase vegetatif ke fase generatif.
Identifikasi melalui struktur anatomi dapat membedakan beberapa jenis tumbuhan
dari genus Piper. Menurut penelitian Ravindran dan Remashree (1998), batang
P.colubrinum dan P.nigrum dapat dibedakan dari sklerenkima dan kanal lendir.
Penelitian Ravindran dan Remashree (1998) ini diperkuat oleh Gogosz et al.
(2012) yang menunjukkan bahwa daun dari 9 spesies Piper dapat dibedakan dari
jumlah lapis sel epidermis dan sel-sel palisade, kerapatan stomata, tipe dan ukuran
trikoma glandular, serta sel kolenkimanya. Identifikasi secara anatomi diharapkan
dapat membantu memperkuat dalam membedakan kedua jenis sirih merah ini
secara lebih rinci.

A

B

Gambar 1 Tanaman sirih merah (P.crocatum) (A) dan sirih rimau
(P.porphyrophyllum) (B)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur anatomi, struktur
sekretori dan kandungan struktur sekretori pada Piper crocatum dan Piper
porphyrophyllum.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-November 2015.
Pengambilan sampel daun, tangkai daun, dan batang dilakukan di Kebun Raya

3
Bogor. Pemotongan sampel daun dilakukan di Laboratorium Zoologi-LIPI,
Cibinong. Pembuatan sediaan mikroskopis, pengamatan struktur anatomi, dan uji
histokimia dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan
Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah dua spesies sirih, yaitu sirih merah
(P.crocatum) dengan umur 2 tahun dan sirih rimau (P.porphyrophyllum) dengan
umur 3-5 tahun. Daun, tangkai daun, dan batang diambil pada posisi keempat dan
kelima dari pucuk (Gambar 2). Bahan kimia untuk pengamatan struktur anatomi
adalah alkohol 70%, HNO3 50%, safranin 1%, sodium hipoklorit 5,25% (Bayclin),
anilin sulfat, dan gliserin 30%. Bahan untuk uji histokimia menggunakan reagen
Wagner, tembaga asetat 5%, asam tartarat 10%, sudan IV 0,03%, larutan feri
triklorida 10%, sodium karbonat, dan AlCl3 5%. Pembuatan sayatan anatomi dan
histokimia menggunakan mikrotom beku dan silet. Pengamatan dilakukan
menggunakan mikroskop fluoresen Tipe BX 51, mikroskop cahaya (Olympus
CH20) yang dilengkapi dengan kamera optilab. Pengujian histokimia
menggunakan waterbath.

D1
D2

Daun
Tangkai daun
Batang

D3
D4

Gambar 2 Cara pengambilan sampel helaian daun, tangkai daun, dan batang
pada tanaman sirih. (D: daun)
Pembuatan Sediaan Mikroskopis Sayatan Melintang dan Paradermal untuk
Pengamatan Struktur Anatomi
Pengamatan struktur anatomi helaian daun, tangkai daun, dan batang pada
kedua spesies Piper dilakukan sebanyak tiga ulangan tanaman pada ruas keempat
dan kelima. Sampel daun disayat melintang menggunakan mikrotom beku,
sedangkan tangkai daun dan batang disayat menggunakan silet. Sediaan
paradermal daun disayat menggunakan silet. Pengamatan anatomi daun pada
sayatan paradermal dan sayatan melintang menggunakan dua helaian daun setiap
ulangan dengan tiap ulangannya diamati pada lima bidang pandang. Pada sediaan
paradermal struktur anatomi helaian daun yang diamati meliputi kerapatan
trikoma, tipe, ukuran, kerapatan, dan indeks stomata, sedangkan pada sayatan
melintang meliputi keberadaan trikoma, tipe dan ukurannya, tebal kutikula, tebal
dan jumlah lapis sel epidermis, tebal hipodermis dan mesofil serta keberadaan
kristal dan kanal lendir. Nilai kerapatan stomata (KS) dan indeks stomata (IS)

4
dihitung menurut Wilmer (1983). Pada sayatan melintang tangkai daun dan
batang diamati bentuk sel epidermis, keberadaan trikoma, susunan dan tipe
kolenkima, tipe berkas pembuluh, dan kanal lendir. Nilai KS dan IS dihitung
menurut rumus berikut:
KS =

IS =
Pembuatan Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan Struktur Sekretori
Pengamatan struktur sekretori pada daun, tangkai daun, dan batang
dilakukan dengan membuat sediaan paradermal dalam bentuk semi permanen
dengan metode Wholemount (Sass 1951). Pada sayatan paradermal diamati letak,
tipe, ukuran, dan kerapatan struktur sekretori. Pengamatan dilakukan pada 3
ulangan tanaman. Kerapatan struktur sekretori (KSS) dihitung menurut Lestari
(2006) dengan rumus sebagai berikut:
KSS=
Uji Histokimia
Sampel tanaman yang digunakan pada uji histokimia berupa daun, tangkai
daun, dan batang. Sampel daun disayat mikrotom beku dengan ketebalan 25-30
mikron, sedangkan sampel tangkai daun dan batang disayat menggunakan silet.
Hasil sayatan diuji menggunakan beberapa jenis reagen.
Uji Senyawa Terpenoid. Sayatan sampel direndam selama dua hari dalam
larutan tembaga asetat 5%. Sampel kemudian diamati dengan mikroskop cahaya.
Kandungan terpenoid ditandai dengan warna kuning kecokelatan (Harbone 1987).
Uji Senyawa Alkaloid. Sayatan sampel direndam selama dua hari dalam reagen
Wagner. Sampel kemudian diamati dengan mikroskop cahaya. Hasil positif
ditandai dengan warna merah kecokelatan (Furr & Mahlberg 1981). Sebagai
kontrol negatif, sayatan segar direndam selama dua hari dalam larutan asam
tartarat 10%, selanjutnya ditetesi dengan reagen Wagner.
Uji Senyawa Lipofilik. Sayatan sampel dimasukkan dalam alkohol 70% selama
satu menit, kemudian diwarnai dengan sudan IV 0,03% dan dipanaskan dengan
waterbath 40°C selama 30 menit. Sampel kemudian diamati dengan mikroskop
cahaya. Hasil positif ditandai dengan warna kuning hingga jingga (Boix et al.
2011).
Uji Senyawa Fenol. Sayatan sampel ditetesi larutan feri triklorida 10% kemudian
ditambahkan beberapa butir natrium karbonat dan didiamkan selama 15 menit.
Sampel kemudian diamati dengan mikroskop cahaya. Hasil positif ditandai
dengan terbentuknya warna hijau gelap atau hitam (Johansen 1940).
Uji Senyawa Flavonoid. Sayatan sampel ditetesi larutan AlCl3 5% kemudian
diamati dengan mikroskop fluoresen menggunakan lampu ultraviolet (UV)

5
(Guerin et al. 1971). Kandungan senyawa flavonoid ditandai dengan pendaran
berwarna kuning, kuning kehijauan atau biru.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Sayatan Paradermal Daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar dari suatu organ tumbuhan yang
berfungsi sebagai pelindung jaringan di dalamnya. Epidermis pada sisi adaksial
dan abaksial kedua spesies Piper memiliki bentuk sel poligonal dengan dinding
sel lurus berlekuk (Gambar 3a,b,e,f). Bentuk dinding sel lurus berlekuk dapat
dijumpai pada spesies P.dahlstedtii dan P.diospyrifolium (Souza et al. 2004) serta
pada P.sarmentosum (Raman et al. 2012). P.crocatum dan P.porphyrophyllum
memiliki ukuran lebar sel epidermis lebih besar pada sisi adaksial dibandingkan
sisi abaksial, sedangkan panjangnya relatif tidak jauh berbeda pada kedua sisi
(Tabel 1). Pada epidermis kedua spesies ini dijumpai adanya stomata dan trikoma
kelenjar. Idioblas berbentuk poligonal terletak diantara sel-sel epidermis yang
terdapat pada kedua permukaan dan hanya ditemukan pada spesies P.crocatum
(Gambar 3a).
tb

ie

st

A

B

C

D

st
tb
tb
E

F

G

H

Gambar 3 Sayatan paradermal P.crocatum (A-D) dan P.porphyrophyllum
(E-H). Sayatan adaksial (A dan E), sayatan abaksial (B dan F),
struktur stomata staurositik (C dan G) serta struktur stomata
tetrasitik (D dan H) (ie:idioblas epidermis, st:stomata, tb:trikoma
biseluler). Bar= 50µm.
Tipe, Ukuran, dan Sebaran Stomata
Stomata merupakan suatu celah pada epidermis yang berfungsi sebagai
tempat pertukaran gas. Stomata pada kedua spesies ini hanya ditemukan pada sisi

6
abaksial (hipostomata). Hipostomata pada jenis Piper lainnya dapat ditemukan
diantaranya pada P.betle L (Raman et al. 2012) dan P.amalago L ( Dos santos
2015). Berdasarkan bentuk dan susunan sel tetangga, P.crocatum dan
P.porphyrophyllum memiliki dua tipe stomata yaitu tetrasitik dan staurositik
(Gambar c,d,g,h). Menurut Metcalfe & Chalk (1979), tipe tetrasitik adalah
stomata dikelilingi oleh empat sel tetangga dengan ciri dua dari sel tetangga
tersebut sejajar dengan sel penjaga dan tipe staurositik adalah stomata dikelilingi
oleh tiga sampai lima sel tetangga yang sama dengan ciri sel tetangga tersebut
tidak sejajar dengan sel penjaga. Tipe stomata tetrasitik dapat ditemukan pada
spesies P.lepturum var. lepturum dan P.lepturum var. angustifolium (Machado et
al. 2015), sedangkan tipe staurositik ditemukan pada P.arboreum Aubl. (Souza et
al. 2009). Ukuran panjang dan lebar stomata P.crocatum lebih besar dibandingkan
pada P.porphyrophyllum, namun kerapatannya lebih rendah. P.porphyrophyllum
memiliki indeks stomata dan kerapatan stomata 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan P.crocatum (Tabel 1). Menurut Upretty et al. (2002), penurunan ukuran
stomata sering disertai dengan peningkatan kerapatan stomata. Semakin kecil
ukuran stomata maka semakin tinggi kerapatannya.
Tabel 1 Ukuran sel epidermis, ukuran stomata, kerapatan stomata, dan indeks stomata
pada P.crocatum dan P.porphyrophyllum
Spesies
P.crocatum
P.porphyroPhylum

Posisi
Adaksial
Abaksial
Adaksial
Abaksial

Ukuran epidermis
(µm)
Panjang
Lebar
44,4±4,0 31,7±4,4
41,0±3,4 26,7±1,6
45,6±2,6 35,3±2,3
43,9±3,9 27,2±1,9

Ukuran stomata
(µm)
Panjang
Lebar
24,8±1,0 7,8±0,6
17,2±0,6 5,3±0,5

Kerapatan
stomata
(mmˉ²)
0
59,8±13,8
0
89,1±11,4

Indeks
stomata
0
5,3±0,0
0
7,8±0,0

Struktur Anatomi Daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum pada Sayatan
Transversal
Jaringan daun Piper terdiri atas tiga bagian utama yaitu epidermis, mesofil,
dan berkas pembuluh. Epidermis daun kedua spesies ini memiliki perbedaan
dalam hal keberadaan papil dan trikoma non kelenjar serta tebal kutikula. Sel – sel
penyusun epidermis adaksial P.crocatum berbentuk kubus (Gambar 4a),
sedangkan pada P. porphyrophyllum sel epidermis mengalami penonjolan
membentuk papil (Gambar 4b). P.crocatum memiliki lapisan kutikula pada sisi
adaksial dan abaksial lebih tebal dibandingkan dengan P.porphyrophyllum.
Kutikula sisi adaksial P.crocatum memiliki ketebalan 1,5 kali lebih tebal daripada
kutikula P.porphyrophyllum, sedangkan kutikula bawah P.crocatum memiliki
ketebalan 2,5 kali lebih tebal daripada kutikula P.porphyrophyllum (Tabel 2).
Trikoma non kelenjar jenis tektor hanya ditemukan pada P.porphyrophyllum di
kedua permukaan daun terutama di dekat tulang daun. Kedua spesies ini memiliki
jaringan hipodermis adaksial dan abaksial. Hipodermis adaksial P.crocatum
terdiri atas 1 lapis sel yang berbentuk bulat dan kubus serta pada bagian-bagian
tertentu tidak dijumpai jaringan ini. Hipodermis pada P.porphyrophyllum terdiri
atas 1-2 lapis sel berbentuk kubus. Menurut Tihurua et al. (2011), beberapa jenis

7
Piper yang memiliki dua lapis jaringan hipodermis di bagian dekat tulang tengah
daun diantaranya P.acutilimbum dan P.caninum.
epl

ead
had
pal

had
pal

bk

bk

hab
eab

(A)

hab
eab
(B)

Gambar 4 Sayatan transversal daun P.crocatum (A) dan P.porphyrophyllum (B).
(ead:epidermis adaksial, eab:epidermis abaksial, epl: epidermis
berpapil, had:hipodermis adaksial, hab:hipodermis abaksial,
pal:palisade, bk:bunga karang). Bar= 200µm.
Tabel 2 Ukuran tebal kutikula, epidermis, hipodermis, mesofil, dan tebal daun
P.crocatum dan P.porphyrophyllum
Karakter
Tebal Kutikula (µm)
Tebal Epidermis (µm)
Tebal Hipodermis (µm)
Tebal Palisade (µm)
Tebal Jar. Bunga Karang (µm)
Tebal daun (µm)

Posisi
Adaksial
Abaksial
Adaksial
Abaksial
Adaksial
Abaksial

P.crocatum
5,5±0,7
4,9±0,9
39,5±3,9
28,5±2,2
34,9±3,8
40,7±2,7
23,3±2,7
50,9±3,5
215,4±13,4

P.porphyrophyllum
3,8±0,2
2,0±0,3
47,7±0,3
24,3±1,9
43,7±2,5
41,2±3,2
32,6±3,7
50,1±5,3
245,8±12,9

P.crocatum dan P.porphyrophyllum memiliki jaringan mesofil yang
terdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Jaringan
palisade pada dua spesies Piper ini terdiri atas satu lapis. Lapisan palisade pada
P.crocatum lebih tipis dibandingkan palisade pada P.porphyrophyllum (Tabel 2).
Jaringan bunga karang pada P.crocatum tersusun oleh 3-5 lapis, sedangkan pada
P.porphyrophyllum 2-3 lapis. Tebal daun lebih tinggi dimiliki oleh
P.porphyrophyllum (Tabel 2). Tebal epidermis adaksial, tebal hipodermis
adaksial, dan tebal palisade mempengaruhi ketebalan daun pada spesies ini (Tabel
2). Karakter pembeda lain yang diamati pada anatomi daun yaitu keberadaan
kristal dan kanal lendir (Tabel 3). Kristal jenis prismatik ditemukan pada bagian
epidermis, hipodermis, dan mesofil daun P.crocatum, sedangkan pada
P.porphyrophyllum tidak ditemukan adanya kristal. Kristal serupa ditemukan
pada sel parenkima dan kolenkima tangkai daun P.dahlstedtii (Souza et al. 2004).
Menurut Franceschi & Horner-Junior (1980) dan Nakata (2003), kristal kalsium
oksalat memiliki tipe dan ukuran yang bervariasi. Jenis-jenis kristal diantaranya
prismatik, rapid, kristal pasir, dan drus. Karakter berikutnya adalah keberadaan
kanal lendir. Kanal lendir hanya ditemukan pada P.crocatum di tulang daun

8
(Gambar 5b). Kanal lendir juga dapat ditemukan pada spesies P.betle L. kultivar
India (Lakshmi & Naidu 2010).
Tabel 3 Karakter Pembeda Struktur Daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
P.crocatum
Sel tidak berpapil
Hipostomata
Biseluler
Tidak ada

Karakter
a. Epidermis atas
b. Trikoma kelenjar
c. Trikoma Non kelenjar
d.
e.
f.
g.

Hipodermis atas
Jaringan palisade
Jaringan bunga karang
Sel sekretori di palisade
dan bunga karang
h. Kanal lendir
i. Kristal

1 lapis
1 lapis
3-5 lapis
Idioblas berbentuk bulat
Ada
Terdapat di sel epidermis,
hipodermis dan mesofil

P.porphyrophyllum
Sel berpapil
Hipostomata
Biseluler
Ada, jenis tektor
1-2 lapis
1 lapis
2-3 lapis
Idioblas berbentuk bulat
Tidak ada
Tidak ada

kl

(A)

(B)

tt

Gambar 5 Sayatan transversal tulang daun P.crocatum (A) dan
P.porphyrophyllum (B). (kl:kanal lendir, tt:trikoma tektor).
Bar= 200µm.
StrukturAnatomi Tangkai Daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
Pada sayatan transversal tangkai daun kedua spesies ini memiliki bentuk
yang berbeda (Gambar 6). Tangkai daun P.crocatum memiliki tonjolan kecil di
permukaan atas, sedangkan P.porphyrophyllum beralur. Struktur anatomi tangkai
daun Piper terdiri atas epidermis, korteks, silinder pusat, dan empulur. Epidermis
kedua jenis Piper ini memiliki perbedaan dalam hal bentuk dan keberadaan
trikoma non kelenjar (Tabel 4). P.crocatum memiliki epidermis dengan bentuk
bervariasi dari persegi panjang hingga berbentuk kubus, sedangkan
P.porphyrophyllum hanya memiliki bentuk persegi panjang. Trikoma non kelenjar
jenis tektor ditemukan pada P.porphyrophyllum, sedangkan pada P.crocatum
tidak ditemukan trikoma jenis ini. Trikoma ini berbentuk kerucut dengan ujung
yang meruncing, umumnya multiseluler dengan jumlah sel 1-7, dan tersusun
uniseriat. Trikoma non kelenjar dengan jenis seperti ini ditemukan pula
diantaranya pada P.betle kultivar India berupa trikoma multiseluler dan uniseriat
yang terdapat pada tulang daun maupun daerah tangkai daun (Lakshmi & Naidu
2010), pada tangkai daun P. amalago dengan ciri multiseluler dengan jumlah 5 sel

9
dan tersusun uniseriat (Dos santos 2015) serta pada daun, tangkai daun, dan
batang P.sarmentosum dengan jumlah sel yang bervariasi (Raman et al. 2012).
Korteks merupakan jaringan dasar yang terletak diantara epidermis dan
silinder pusat. Korteks tersusun atas sel-sel parenkima dengan bentuk yang
bervariasi. Jaringan korteks pada akar dan batang Piperaceae ditemukan
kolenkima. Kolenkima merupakan jaringan yang berfungsi memberikan kekuatan
pada daun dan batang serta ditemukan biasanya pada jaringan yang belum
dewasa. Kolenkima pada P.crocatum dan P.porphyrophyllum bertipe angular
yaitu memiliki penebalan pada sudut-sudut sel. Kolenkima kedua Piper ini
tersusun secara diskontinyu. Kolenkima dengan tipe yang sama ditemukan pada
P.amalago L. (Dos santos et al. 2015). Silinder pusat pada batang dan akar Piper
terdiri atas berkas pembuluh dan empulur. Berkas Pembuluh kedua spesies Piper
ini tersusun melingkar dan memiliki ukuran yang tidak sama. Berkas pembuluh
ini bertipe kolateral dengan jumlah pembuluh yang bervariasi. Pada empulur
beberapa jenis Piper terdapat kanal lendir. Kanal lendir pada tangkai daun dan
batang kedua spesies ini berjumlah satu buah dan berada di bagian tengah
empulur. Menurut Lakshmi & Naidu (2010), kelenjar sekresi yang terdapat pada
Piper merupakan saluran yang terbentuk secara skizogen.
ep

kor

ep
bp

bp

kl

t

kl
kol

(A)

em

em

kol

(B)

kor

Gambar 6 Sayatan transversal tangkai daun P.crocatum (A) dan
P.porphyrophyllum (B). (ep: epidermis, t: trikoma non
kelenjar, kol: kolenkima, kor: korteks, bp: berkas pembuluh,
em: empulur, kl: kanal lendir). Bar= 700µm.
Tabel 4 Struktur jaringan tangkai daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Karakter
Epidermis
Trikoma kelenjar
Trikoma Non kelenjar
Kolenkima
Berkas pembuluh
Kanal lendir

P.crocatum
Persegi panjang dan kubus
Tidak ada
Tidak ada
Angular
Kolateral
1 buah dan
berada di tengah

P.porphyrophyllum
Persegi panjang
Tidak ada
Ada
Angular
Kolateral
1 buah dan
berada di tengah

10
Anatomi Batang P.crocatum dan P.porphyrophyllum
Struktur batang kedua spesies Piper ini tersusun oleh epidermis, korteks,
silinder pusat, dan empulur. Epidermis pada P.crocatum dan P.porphyrophyllum
terdiri atas selapis sel yang dilapisi oleh kutikula. Trikoma non kelenjar jenis
tektor hanya ditemukan pada batang P.porphyrophyllum (Tabel 5), trikoma
tersebut tersusun oleh 2 sel. Pada jaringan korteks P.crocatum dijumpai
kolenkima bertipe lamelar, ditandai dengan penebalan dinding sel pada sisi
tangensial. Pada jaringan korteks P.porphyrophyllum dijumpai kolenkima yang
berdiferensiasi menjadi sklerenkima dan bersifat diskontinyu. Silinder pusat
kedua spesies ini terdiri atas berkas pembuluh, sklerenkima, dan empulur. Berkas
pembuluh kedua Piper ini tersusun melingkar dan bertipe kolateral. Berkas
pembuluh pada P.crocatum dan P.porphyrophyllum terbagi atas dua kelompok,
yaitu berkas pembuluh perifer dan berkas pembuluh medular. Berkas pembuluh
perifer terletak diantara korteks dan sklerenkima, sedangkan berkas pembuluh
medular terletak di bagian empulur. Menurut Simpson (2006), dua kelompok
berkas pembuluh merupakan ciri khas anggota Piperaceae. Sklerenkima yang
berada diantara empulur dan pembuluh perifer pada kedua spesies Piper ini
berbentuk seperti untaian yang berlekuk-lekuk mengelilingi berkas pembuluh
medular. Empulur pada kedua spesies Piper ini dijumpai adanya kanal lendir
(Gambar 7). Kanal lendir tidak hanya ditemukan pada empulur saja. Ravindran &
Remashree (1998) menyebutkan bahwa P.nigrum memiliki kanal lendir di korteks
bagian luar.
Tabel 5 Struktur jaringan batang P.crocatum dan P.porphyrophyllum
a.
b.
c.
d.

Karakter
Trikoma kelenjar
Trikoma non kelenjar
Kolenkima
Sklerenkima

e. Berkas pembuluh
f. Kanal lendir

P.crocatum
Tidak ada
Tidak ada
Lamelar
Untaian berlekuk dengan
lapisan 5-9 lapis sel

P.porphyrophyllum
Tidak ada
Ada, 2 sel
Tidak Ada
Untaian berlekuk dengan lapisan
6-8 lapis sel

Kolateral
1 buah dan berada di tengah

Kolateral
1 buah dan berada di tengah

ep
ep
kol
kor
bpr
p
sk

bm

(A)

kl

bm

kor
em
sk

em

(B)

kl

bpr

Gambar 7 Sayatan transversal batang P.crocatum (A) dan P.porphyrophyllum
(B). (ep:epidermis, kol:kolenkima, kor:korteks, bpr:berkas
pembuluh perifer, em:empulur, sk:sklerenkima, bm: berkas
pembuluh medular, kl: kanal lendir). Bar= 700µm.

11
Identifikasi Struktur Sekretori
Struktur Sekretori Pada Daun
Struktur sekretori pada tumbuhan obat memiliki bentuk, ukuran, dan
kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda. Menurut Fahn
(1979), senyawa metabolit dapat dihasilkan oleh suatu struktur sekretori berupa
hidatoda, kelenjar garam, nektar, sel-sel mirosin, trikoma kelenjar, dan latisifer.
Struktur sekretori yang berhasil diidentifikasi pada daun, tangkai daun, dan batang
P.crocatum dan P.porphyrophyllum meliputi trikoma kelenjar dengan jenis
biseluler dan idioblas (Gambar 8). Trikoma biseluler hanya dijumpai pada daun,
sedangkan idioblas dapat dijumpai pada daun, tangkai daun, dan batang. Trikoma
biseluler terdiri atas sel basal yang pendek dan sel kepala berbentuk lonjong.
Trikoma seperti ini dapat dijumpai diantaranya pada P.amalago L. (Dos santos
2015) dan pada P.sarmentosum (Raman et al. 2012). Idioblas pada P.crocatum
dan P.porphyrophyllum berupa sel dengan bentuk bulat yang berada di palisade
dan jaringan bunga karang. Selain itu, pada P.crocatum idioblas dapat dijumpai di
jaringan epidermis adaksial maupun abaksial dengan bentuk poligonal dan berupa
idioblas yang terdapat diantara sel-sel hipodermis. Pada P.porphyrophyllum
idioblas juga terdapat diantara sel-sel hipodermis. Menurut Esau (1977), idioblas
adalah sel-sel yang terspesialisasi dan menyebar diantara sel-sel lainnya serta
menghasilkan senyawa metabolit. Idioblas biasanya dikelompokan berdasarkan
kandungannya.
Ukuran dan kerapatan trikoma serta idioblas kedua spesies Piper bervariasi.
Trikoma biseluler P.crocatum memiliki ukuran yang lebih pendek dibandingkan
P.porphyrophyllum pada bagian adaksial maupun abaksial, sedangkan lebarnya
relatif tidak jauh berbeda (Tabel 6). Idioblas pada epidermis P.crocatum memiliki
ukuran yang lebih panjang di bagian adaksial (Tabel 6). Idioblas pada palisade
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan idioblas pada jaringan bunga
karang. Idioblas pada jaringan bunga karang P.crocatum berukuran 9 kali lebih
besar dibandingkan idioblas di palisade, sedangkan idioblas pada jaringan bunga
karang P.porphyrophyllum berukuran 5 kali lebih besar dibandingkan idioblas
pada jaringan palisade (Tabel 6). Kerapatan trikoma biseluler pada kedua spesies
ini lebih tinggi pada sisi abaksial dibandingkan sisi adaksial. P.porphyrophyllum
memiliki kerapatan trikoma biseluler dan idioblas jaringan bunga karang lebih
tinggi dibandingkan P.crocatum. Kerapatan trikoma biseluler P.porphyrophyllum
pada sisi abaksial 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan pada P.crocatum, sedangkan
kerapatan idioblas jaringan bunga karang P.porphyrophyllum 2 kali lebih tinggi
dibandingkan P.crocatum (Tabel 7). Kerapatan idioblas epidermis P.crocatum
lebih tinggi pada sisi abaksial (Tabel 7).

12
ip

ip

ib

ie
A

ib
C

B

D

E

Gambar 8 Struktur sekretori pada daun P.crocatum (A-C) dan P.porphyrophyllum
(D-E). Trikoma biseluler (A dan D), idioblas epidermis (C), idioblas di
palisade (ip) dan bunga karang (ib) (B dan E). (ib:idioblas bunga
karang, ie: idioblas epidermis, ip:idioblas palisade). Bar=50µm.
Tabel 6 Ukuran struktur sekretori pada helaian daun P.crocatum dan P.porphyrophyllum

Struktur
Sekretori
Trikoma
Kelenjar
Idioblas di
epidermis

P.crocatum
Adaksial
Abaksial
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
(µm)
(µm)
(µm)
(µm)
17,8±2,7
15,8±0,4 17,5±3,4 15,5±1,5
45,8±0,8

Idioblas
palisade
Idioblas
bunga karang

36,7±1,8

37,5±2,1

P.porphyrophyllum
Adaksial
Abaksial
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
(µm)
(µm)
(µm)
(µm)
21,9±2,7 14,3±0,6 22,4±0,9
13,6±0,7

35,4±1,9

-

-

-

Diameter Idioblas

Dimeter Idioblas

3,5±0,5

5,2±0,6

31,6±2,0

29,5±0,8

Tabel 7 Kerapatan trikoma dan idioblas pada daun P.crocatum dan
P.porphyrophyllum
Struktur sekretori
Trikoma kelenjar
Idioblas epidermis
Idioblas bunga
Karang

Posisi
Adaksial
Abaksial
Adaksial
Abaksial

P.crocatum
10,0±3,0
19,0±4,1
7,6±1,8
11,8±2,6
140,9±33,6

P.porphyrophyllum
17,2±1,9
30,5±4,5
295,2±34,8

Struktur Sekretori Pada Tangkai Daun dan Batang
Idioblas pada tangkai daun dan batang memiliki bentuk dan ukuran yang
bervariasi. Berdasarkan bentuknya idioblas dibagi menjadi tiga tipe yaitu idioblas
I memiliki bentuk bulat, idioblas II berbentuk lonjong, dan idioblas III berbentuk
poligonal (Gambar 9). Idioblas I pada tangkai daun dan batang P.crocatum
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan pada P.porphyrophyllum,
sedangkan idioblas pada batang relatif tidak berbeda (Tabel 8). Idioblas pada
tangkai daun dan batang P.crocatum terdapat di bagian epidermis, korteks, dan
empulur, sedangkan pada P.porphyrophyllum hanya tersebar pada bagian korteks
dan empulur.

-

13

B

A

C

Gambar 9 Struktur sekretori pada tangkai daun dan batang
P.crocatum dan P.porphyrophyllum. Idioblas I (A),
idioblas II (B), dan idioblas III (C). Bar=50µm.
Tabel 8 Ukuran struktur sekretori pada tangkai daun dan batang P.crocatum dan
P.porphyrophyllum

Struktur
organ

P.crocatum

Sekretori
Panjang
(µm)

Lebar
(µm)

P.porphyrophyllum
Panjang
(µm)

Diameter

Lebar
(µm)

Diameter

Tangkai daun
Idioblas I

-

-

36,0±0,3

-

-

41,4±10,2

Idioblas II

43,6±13,3

30,2±7,8

-

41,8±10,5

27,1±7,0

-

Idioblas III

34,2±6,8

26,9±4,7

-

41,4±14,2

36,9±9,3

-

Idioblas I

-

-

38,7±9,9

-

-

39,0±11,5

Idioblas II

39,5±12,1

27,2±5,0

-

42,1±11,4

31,0±8,5

-

Idioblas III

37,9±9,2

34,1±8,5

-

37,9±11,5

31,1±9,4

-

Batang

Uji Histokimia Daun, Tangkai Daun, dan Batang P. crocatum dan P.
porphyrophyllum
Histokimia merupakan pengujian yang berguna untuk mengetahui lokasi
suatu senyawa metabolit yang disekresikan oleh tanaman (Kolb & Muller 2004).
Hasil histokimia pada jaringan daun P.crocatum menunjukkan bahwa trikoma
biseluler dan sel idioblas epidermis mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid
(Tabel 9), sedangkan pada P.porphyrophyllum trikoma biseluler mengandung
senyawa alkaloid, terpenoid, fenol, dan flavonoid (Gambar 10h-m,Tabel 9).
Penelitian Rupa (2014) yang menguji kandungan alkaloid dan terpenoid pada
tumbuhan ini menyatakan bahwa trikoma biseluler pada spesies
P.porphyrophyllum mengandung ke dua senyawa tersebut. Selain pada trikoma,
senyawa fenol dapat ditemukan pula di jaringan mesofil dan hipodermis bawah
P.crocatum. Menurut Gogosz et al. (2012), senyawa fenolik pada kebanyakan
Piper diakumulasi di jaringan mesofil, parenkima tulang daun, tangkai daun, dan
batang. Pada tumbuhan senyawa fenolik berfungsi sebagai perlindungan terhadap
mikroorganisme dan hama, sedangkan untuk pengobatan berfungsi sebagai
antioksidan dalam penghambatan proses penyakit kardiovaskular dan diabetes

14
(Rocha et al. 2011). Sel idioblas di jaringan palisade kedua spesies Piper ini
hanya mengandung senyawa lipofilik (Gambar 11j dan 12h), akan tetapi sel
serupa di jaringan bunga karang mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, dan
flavonoid (Gambar 11D,F, K dan 12A,C,F, Tabel 9). Selain kandungan senyawa
tersebut, pada P.crocatum sel ini juga mengandung senyawa lipofilik (Gambar
11i). Sel idioblas dapat mensekresikan lebih dari satu jenis metabolit. Penelitian
Bosabalidis (2014) menunjukkan bahwa sel idioblas Teucrium polium yang
berada di jaringan mesofil dengan bentuk bulat atau oval mensekresikan
polisakarida dan protein. Hasil uji flavonoid pada daun P.crocatum menunjukkan
bahwa trikoma biseluler, sel-sel epidermis abaksial dan adaksial serta idioblas
hipodermis adaksial positif mengandung flavonoid dengan pendaran hijau,
sedangkan idioblas epidermis, idioblas hipodermis abaksial dan idioblas di antara
jaringan bunga karang positif mengandung flavonoid dengan pendaran biru. Liu et
al. (2011) yang menguji senyawa flavonoid pada trikoma peltat dan kapitat pada
Isodon rubescense menyebutkan, pendaran warna yang dihasilkan menggunakan
pereaksi AlCl3 pada kedua trikoma ini yaitu biru dan hijau. Perbedaan pendaran
warna ini mengindikasikan bahwa adanya perbedaan struktur dari flavonoid
tersebut. Pada daun P.porphyrophyllum, trikoma biseluler positif mengandung
flavonoid dengan pendaran biru dan kuning, idioblas hipodermis adaksial dan
idioblas di jaringan bunga karang positif mengandung flavonoid dengan pendaran
biru serta idioblas hipodermis abaksial positif mengandung flavonoid dengan
pendaran kuning. Menurut Guerin et al. (1971) uji flavonoid dengan larutan
AlCl3 menunjukkan bahwa warna kuning kehijauan, kuning, dan biru berturutturut menunjukkan adanya flavon, flavonol, dan flavanon.
Hasil uji histokimia pada idioblas I tangkai daun P.crocatum menunjukkan
positif mengandung alkaloid, terpenoid, fenol lipofilik, dan flavonoid (Tabel 9,
Gambar 13), idioblas II tidak mengandung senyawa terpenoid dan fenol akan
tetapi mengandung ketiga senyawa lainnya. Idioblas III tidak mengandung
senyawa fenol dan lipofilik akan tetapi mengandung ketiga senyawa lainnya.
Persebaran ketiga idioblas tersebut paling banyak di daerah korteks dibandingkan
di daerah epidermis dan empulur. Idioblas I pada batang P.crocatum mengandung
semua metabolit yang diuji (Tabel 9, Gambar 13), sedangkan Idioblas II dan
idioblas III tidak mengandung senyawa fenol. Idioblas tipe I dan II tersebar di
daerah korteks dan empulur, sedangkan idioblas tipe III lebih banyak dijumpai di
daerah empulur dibandingkan di epidermis dan korteks. Hasil uji flavonoid yang
terkandung pada tangkai dan batang P.crocatum positif mengandung flavonoid
dengan pendaran hijau dan biru. Selain idioblas, sel-sel epidermis pada tangkai
daun dan batang P.crocatum juga menghasilkan flavonoid. Idioblas I dan idioblas
III tangkai daun P.porphyrophyllum mengandung semua metabolit yang diuji
(Tabel 9, Gambar 14), sedangkan idioblas II tidak mengandung lipofilik. Ketiga
jenis idioblas ini lebih banyak dijumpai di daerah korteks dibandingkan daerah
empulur. Idioblas I batang P.porphyrophyllum tidak mengandung senyawa
lipofilik, idioblas II tidak mengandung senyawa flavonoid, dan idioblas III
mengandung semua metabolit yang di uji (Tabel 9, Gambar 14). Idioblas tipe I
dan II ini banyak tersebar di daerah korteks dari pada daerah empulur, sedangkan
idioblas tipe III banyak tersebar di daerah empulur. Flavonoid pada tangkai dan
batang P.porphyrophyllum mengandung jenis flavonon dan flavonol. Rajudin et
al. (2010) yang meneliti kandungan flavonoid mengunakan metode sokletasi

15
bertahap dan kromatografi menyebutkan, flavonoid yang teridentifikasi pada
P.porphyrophyllum adalah jenis flavon dan flavonon.
Tabel 9 Hasil Uji histokimia daun, tangkai daun, dan batang P. crocatum dan P.
porphyrophyllum
Spesies

Struktur sekretori organ

Alkaloid

Terpenoid

Uji
Fenol

Lipofilik

Flavonoid

+

-

-

-

+

+

-

-

-

+

-

-

-

-

+

-

-

-

+

-

+

+

-

+

+

-

-

-

-

+

-

-

+

-

+

+
+
+

+
+

+
-

+
+
-

+
+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
-

+
+
+

+
+
+
+

+
-

+
-

+
-

+

+
-

+

+

-

-

+

-

-

-

-

+

-

-

-

-

+

+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+

+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+

+
+

P.crocatum
Daun
Biseluler
Idioblas
Epidermis
Sel-sel epidermis
adaksial dan
abaksial
Idioblas Palisade
Idioblas Bunga
Karang
Idioblas
hipodermis adaksial
Idioblas
hipodermis abaksial
Tangkai daun
Sel-sel epidermis
Idioblas I
Idioblas II
Idioblas III
Batang
Sel-sel epidermis
Idioblas I
Idioblas II
Idioblas III
P.porphyrophyllum

Daun
Biseluler
Idioblas palisade
Idioblas bunga
Karang
Idioblas hipodermis
Adaksial
Idioblas hipodermis
Abaksial
Tangkai daun
Idioblas I
Idioblas II
Idioblas III
Batang
Idioblas I
Idioblas II
Idioblas III

Keterangan: (+) Senyawa terdeteksi; (-) Senyawa tidak terdeteksi

16

A

H

B

C

D

I

J

K

E

L

FF

G

M

N

Gambar 10 Hasil uji histokimia trikoma biseluler pada daun P.crocatum (A-G) dan P.porphyrophyllum (H-N). Uji
alkaloid (A dan H), uji negatif alkaloid (B dan I), uji terpenoid (C dan J), uji fenol (D dan K), uji
lipofilik (E dan L), uji flavonoid (F dan M), kontrol air (F dan L). Bar=50µm.

17

A

B

C

D

E

F

G

H

I

K

L

Gambar 11 Hasil uji histokimia idioblas pada daun P.crocatum. Uji alkaloid
(A,D), uji negatif alkaloid (B,E), uji terpenoid (F), uji fenol (H),
kontrol (C,G), uji lipofilik (I-J), uji flavonoid (K). Idioblas
ditunjuk dengan anak panah. Bar=50µm.

A

E

B

F

C

D

G

H

Gambar 12 Hasil uji histokimia idioblas pada daun P.porphyrophyllum.Uji
alkaloid (A), uji negatif alkaloid (B), uji terpenoid (C),uji fenol
(D), kontrol air (E), uji flavonoid (F), uji lipofilik (G-H). Idioblas
ditunjuk dengan anak panah. Bar=50µm.

18

A

B

C

E

F

G

D

Gambar 13 Hasil uji histokimia idioblas pada tangkai daun (E-G) dan batang
(A-D) P.crocatum. Uji alkaloid (A), uji negatif alkaloid (B), kontrol
air (C), uji terpenoid (D), uji fenol (E), uji lipofilik (F), uji flavonoid
(G). Idioblas ditunjuk dengan anak panah. Bar=50µm.

A

B

C

E

F

F

D

Gambar 14 Hasil uji histokimia idioblas pada tangkai daun (E-G) dan batang
(A-D) P.porphyrophyllum. Uji alkaloid (A), uji negatif alkaloid (B),
kontrol air (C), uji terpenoid (D), uji fenol (E), uji lipofilik (F), uji
flavonoid (G). Idioblas ditunjuk dengan anak panah. Bar=50µm.
Berdasarkan hasil uji histokimia, trikoma biseluler daun P.crocatum
mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Selain kedua senyawa tersebut,
idioblas pada daun juga mengandung senyawa terpenoid dan lipofilik. Senyawa
fenol pada daun terdapat di jaringan mesofil. Idioblas pada tangkai daun dan
batang P.crocatum mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, lipofilik, fenol, dan

19
flavonoid. Pada daun P.porphyrophyllum, trikoma biseluler mengandung senyawa
alkaloid, terpenoid, fenol, dan flavonoid. Idioblas pada daun mengandung
senyawa alkaloid, terpenoid, lipofilik, dan flavonoid. Pada tangkai daun dan
batang P.porphyrophyllum senyawa alkaloid, terpenoid, lipofilik, fenol, dan
flavonoid hanya terdapat pada sel idioblas. Secara umum, metabolit yang
terkandung pada organ daun, tangkai daun, dan batang kedua spesies ini
mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, lipofilik, fenol, dan flavonoid. Pada
trikoma biseluler daun P.crocatum, senyawa metabolit yang ditemukan terdiri dari
dua jenis, sedangkan pada P.porphyrophyllum bervariasi. Idioblas pada jaringan
bunga karang kedua spesies ini mengandung alkaloid, terpenoid, dan flavonoid.
Idioblas pada tangkai daun dan batang P.crocatum memiliki variasi dalam
keberadaan kandungan senyawa metabolit, sedangkan pada P.porphyrophyllum
hampir setiap jenis idioblas mengandung kelima senyawa tersebut. Berdasarkan
hal ini, tanaman P.porphyrophyllum berpotensi tinggi sebagai bahan obat.
Menurut Parmar et al. (1997), senyawa piperin yang tergolong dalam kelompok
alkaloid pada Piper berfungsi sebagai obat antidepresi, analgesik, dan anti
inflamasi. Penelitian Wiart et al. (2004) melaporkan bahwa daun
P.porphyrophyllum memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, Rajudin et al. (2010) menyebutkan bahwa
tanaman ini memiliki manfaat dalam menyembukan penyakit kusta dan sakit
perut.

SIMPULAN
Struktur anatomi daun pada kedua spesies Piper dapat dibedakan
berdasarkan bentuk epidermis atas, keberadaan trikoma non kelenjar, kanal lendir,
dan kristal serta jumlah lapis sel hipodermis atas. Piper crocatum memiliki
epidermis atas berbentuk kubus, tidak memiliki trikoma non kelenjar, hipodermis
atas tersusun atas 1 lapis jaringan, memiliki kanal lendir dan terdapat kristal pada
jaringan epidermis, hipodermis, dan mesofil. Piper porphyrophyllum memiliki
epidermis atas berupa papil, memiliki trikoma non kelenjar, jaringan hipodermis
atas terdiri atas 1-2 lapis, dan tidak ditemukan adanya kristal. Tangkai daun
P.crocatum dan P.porphyrophyllum dapat dibedakan berdasarkan keberadaan
trikoma non kelenjar dan bentuk sel epidermis. Trikoma non kelenjar hanya
ditemukan pada P.porphyrophyllum. Struktur sekretori pada daun berupa trikoma
biseluler dan idioblas, sedangkan pada tangkai daun dan batang hanya terdapat
idioblas. Hasil uji histokimia menunjukkan bahwa trikoma kelenjar pada daun
P.crocatum hanya senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan P.porphyrophyllum
mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, fenol, dan flavonoid. Idoblas pada daun
kedua spesies ini mengandung alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan senyawa
lipofilik. Kandungan metabolit idioblas pada tangkai daun dan batang P.crocatum
lebih bervariasi dibandingkan pada spesies P.porphyrophyllum.

20

DAFTAR PUSTAKA
Astuti IP, Munawaroh E. 2011. Karakteristik morfologi daun sirih merah: Piper
crocatum Ruitz & Pav dan Piper porphyrophyllum N.E.Br. koleksi Kebun
Raya Bogor. Berk Penel Hayati. 7A:83-85.
Benson L. 1957. Plant Classification. Boston(US): DC Heath and Co.
Bosabalidis AM. 2014. Idioblastic mucilage cells in Teucrium polium leaf
anatomy and histochemistry. Mod Phytomorphol. 5:49-52.
Boix YF, Victorio CP, Defaveri ACA, Arruda R, Sato A, Lage CLS. 2011.
Grandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.: anatomical and
phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst. 145(4): 848-856.
Cronquist A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants.
New York (US): Columbia Univ Pr.
Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clin Microbiol. 4(12):
564-582.
Dos santos VLP, Franco CRC, Amano EMessias-Reason IJ, Budel JM. 20