Enkapsulasi Ibuprofen Dengan Natrium Alginat-Pektin Menggunakan Metode Gelasi Ionik

ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN NATRIUM
ALGINAT-PEKTIN MENGGUNAKAN METODE
GELASI IONIK

YAYAT NURHIDAYAT SYAHRON

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKIRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Enkapsulasi Ibuprofen
dengan Natrium Alginat-Pektin Menggunakan Metode Gelasi Ionik adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Yayat Nurhidayat Syahron
NIM G44110007

ABSTRAK
YAYAT NURHIDAYAT SYAHRON. Enkapsulasi Ibuprofen dengan Natrium
Alginat-Pektin Menggunakan Metode Gelasi Ionik. Dibimbing oleh TETTY
KEMALA dan NOVIYAN DARMAWAN.
Ibuprofen merupakan obat anti inflamasi non-steroid yang memiliki waktu
paruh pendek dan dapat mengiritasi lambung. Enkaspulasi adalah salah satu cara
yang dapat digunakan untuk memperkecil risiko tersebut. Dalam penelitian ini
dipelajari enkapsulasi ibuprofen menggunakan natrium-alginat pektin
menggunakan metode gelasi ionik. Komposisi natrium alginat-pektin dan
konsentrasi CaCl2 digunakan sebagai variabel utama yang ingin dievaluasi
pengaruhnya pada efisiensi enkapsulasi dan profil disolusi. Rentang efisiensi
enkapsulasi yang diperoleh antara 71% dan 90%. Efisiensi enkapsulasi tertinggi
diperoleh pada komposisi natrium alginat-pektin 2:1 (% b/v) pada konsentrasi
CaCl2 10%. Kapsul yang dihasilkan memiliki bentuk yang semakin mendekati

bulat dengan berkurangnya jumlah pektin. Pola pelepasan ibuprofen pada formula
A1, A2, dan C1 menunjukkan pola pelepasan yang bertahap.
Kata kunci: enkapsulasi, gelasi ionik, ibuprofen, natrium alginat, pektin

ABSTRACT
YAYAT NURHIDYAT SYAHRON. Encapsulation of Ibuprofen with Sodium
Alginat-Pectin Using Ionotropic Gelation Method. Supervised by TETTY
KEMALA and NOVIYAN DARMAWAN.
Ibuprofen is a non-steroid anti-inflamatory drugs that has a short half-life
and may irritate stomach. Encapsulation is one way that can be used to minimize
the risk. In this experiment, ibuprofen encapsulated with sodium alginat-pectin
using ionotropic gelation method was studied. The composition of sodium alginatpectin and the concentration of CaCl2 were used as the main variable that would
be determined for the encapsulation efficiency and the dissolution profile. The
encapsulation efficiency was between 90% and 71%. The highest encapsulation
efficiency was exhibited by 2:1 (% b/v) composition of sodium alginat-pectin
with 10% of CaCl2 concentration. The produced capsules have merely spherical
with a reduced pectin constituent. The release pattern of ibuprofen on the A1, A2,
and C1 formula showed a gradual release pattern.
Key words: encapsulation, ibuprofen, ionotropic gelation, pectin, sodium alginate


ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN NATRIUM ALGINATPEKTIN MENGGUNAKAN METODE
GELASI IONIK

YAYAT NURHIDAYAT SYAHRON

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan. Tema

yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
penyalutan ibuprofen, dengan judul Enkapsulasi Ibuprofen dengan Natrium
Alginat-Pektin Menggunakan Metode Gelasi Ionik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Tetty Kemala, MSi selaku
pembimbing I dan Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku pembimbing II. Di
samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf
Laboratorium Kimia Anorganik (Bapak Sawal, Bapak Sunarsa, Bapak Mulyadi,
dan Kakak Rohmat) serta staf di Laboratorium Biofisika Material Departemen
Fisika IPB dan Laboratorium Jasa Pengujian dan Penelitian Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada
penulis selama penelitian. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada para murobbi luar biasa, Kakak Achmad Deni, Ustadz Syaefudin, dan
Ustadz Salahuddin El Ayyubi serta rekan-rekan dalam lingkaran tarbiyah
mubarokah, rekan-rekan satu bimbingan, keluarga Kimia Anorganik khususnya
Taufiq, Firdaus, Ahas, dan Erwa, keluarga besar Kimia angkatan 48, dan keluarga
satu perjuangan di IKMT 48, FSDMA 48, Serum-G Pelangi Inspirasi 1434H, dan
Serum-G Transformasi 1435H, serta para Ksatria Kujang PPSDMS NF Regional
V angkatan VI yang telah memberikan semangat, masukan, dan dukungan kepada
penulis. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu, Ayah,
dan segenap keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Yayat Nurhidayat Syahron

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Lingkup Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapsul Natrium Alginat-Pektin
Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar
Efisiensi Enkapsulasi
Pelepasan Ibuprofen
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
2
2
2
4
4
6
7
8
10
10
10
11
13

24

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi penetesan suspensi ibuprofen dalam larutan natrium
alginat- pektin ke dalam larutan CaCl2
2 (a) Kapsul natrium alginat-pektin basah, dan (b) kapsul natrium
alginat-pektin kering
3 Hasil pengamatan bentuk kapsul dengan mikroskop stereo
4 (a) Interaksi natrium alginat dengan Ca2+, (b) model egg-box pada
natrium alginat, dan (c) hasil gelasi pada pektin dengan derajat
metoksil tinggi
5 Efisiensi enkapsulasi kapsul natrium alginat-pektin dengan
konsentrasi CaCl2 5%, 7.5%, dan 10%
6 Pelepasan ibuprofen dari kapsul formula A1 dengan komposisi
natrium alginat-pektin 2:1 (% b/v) dan A2 dengan komposisi
natrium alginat-pektin 2.25:0.75 (% b/v) pada konsentrasi CaCl2
5%
7 Pelepasan ibuprofen dari kapsul formula A1 dengan konsentrasi
CaCl2 5% dan C1 dengan konsentrasi CaCl2 10%
8 Sisa kapsul (a) A1, (A2), dan (c) C1 setelah uji disolusi


2
5
5

6
8

9
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7.2

Absorbans larutan ibuprofena pada panjang gelombang maksimum
Konsentrasi dan absorbans larutan ibuprofen pada pembuatan
kurva standar ibuprofen (maks = 221.5 nm)
5 Efisiesnsi penyalutan ibuprofen dalam kapsul natrium alginatpektin
6 Persentase rerata pelepasan ibuprofen dalam uji disolusi medium
basa dari kapsul natrium alginat-pektin
7 Persentase pelepasan ibuprofen dalam kapsul pada waktu t

13
14
15
16
17
18
20

PENDAHULUAN
Rematik merupakan salah satu penyakit peradangan atau inflamasi yang
berasal dari luka. Gejala yang timbul pada rematik antara lain timbulnya rasa
nyeri di bagian lutut, siku, pergelangan, dan bagian sendi lainnya. Orang yang

mengalami inflamasi biasanya memilih cara yang sederhana untuk mengatasinya,
salah satunya dengan mengonsumsi obat. Ibuprofen merupakan salah satu jenis
obat anti-inflamasi non-steroid atau AINS yang banyak digunakan sebagai obat
untuk menghambat peradangan (Tang et al. 2014). Selain untuk peradangan,
ibuprofen banyak juga digunakan sebagi obat pereda demam, kram menstruasi,
dan rasa nyeri pada sendi.
Ibuprofen dapat menimbulkan efek samping pada penggunanya, antara lain
dispepsia ringan hingga pendarahan pada lambung (Arica et al. 2005). Hal ini
terjadi karena kerja ibuprofen yang tidak selektif terhadap penghambatan enzim
siklooksigenase (COX) 1 dan 2. Penghambatan pada COX 2 memberikan efek
anti peradangan dari ibuprofen, sedangkan penghambatan pada COX 1
meninmbulkan efek iritasi pada saluran pencernaan (Febrianti dan Wahyuningsih
2013). Waktu paruh ibuprofen dalam plasma yang cukup singkat, yaitu sekitar 1
sampai 3 jam menjadi salah satu penyebab konsumsi ibuprofen yang cukup tinggi
(Saravanan et al. 2003). Dengan waktu paruh yang cukup singkat, konsumsi
ibuprofen menjadi lebih tinggi karena efeknya yang cepat berkurang. Untuk
mengatasi masalah tersebut, dilakukan inovasi sistem penghantaran obat yang
dapat mengontrol pelepasan ibuprofen secara perlahan di dalam tubuh.
Sistem penghantaran obat memiliki beberapa keunggulan, yaitu mengurangi
efek samping dari obat, memperpanjang waktu paruh, bioaktivitas obat yang

terkontrol, dan meningkatkan efisisensi terapeutik obat (Yu et al. 2009). Pada
penelitian ini, sistem penghantaran obat dilakukan dengan metode enkapsulasi
atau pengungkungan obat. Enkapsulasi obat banyak dilakukan dengan
menggunakan polimer yang memiliki sifat biodegradasi dan biokompatibel,
beberapa polimer yang dijadikan bahan penyalut obat antara lain poli(asam laktat)
(PLA) dan poli(asam laktat ko-glikolat) (PLGA) (Felder et al. 2003),
polikaprolakton (PCL) (Kim et al. 2010), PLA-PCL (Kemala et al. 2010), kitosan
(Estevinho et al. 2013), pektin (Jung et al. 2013) dan beberapa polimer alam lain
seperti natrium alginat, guar gum, dan xanthan gum (Vajpayee et al. 2011).
Polimer alam seperti natrium alginat dan pektin digunakan sebagai bahan
penyalut obat karena sifatnya yang biokompatibel, biodegradabel dan tidak
beracun. Natrium alginat merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersusun
dari ikatan residu asam 1,4 -D-mannuronat dan asam -D-guluronat. Madziva et
al. (2005) dan Goudanavar et al. (2010) menyatakan bahwa obat yang
dienkapsulasi dengan natrium alginat saja memiliki profil pelepasan obat yang
tidak terlalu baik, oleh karena itu digunakan polimer lain yang dapat
memperlambat pelepasan obat, salah satunya pektin. Pektin merupakan
polisakarida heterogen yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman yang
tersusun dari rantai lurus asam 1,4 -D-galakturonat. Pembentukan gel pada
pektin berjalan lebih lambat daripada natrium alginat sehingga dapat memperkuat
kapsul yang terbentuk (Madziva et al. 2010).

2

Metode enkapsulasi yang digunakan untuk penyalutan dengan polisakarida
seperti natrium alginat dan pektin adalah gelasi ionik. Metode ini didasarkan pada
kemampuan larutan polielektrolit untuk melakukan ikatan silang dengan
kehadiran ion yang memiliki muatan berlawanan untuk membentuk suatu hidrogel
(Patil et al. 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat kapsul dari
kombinasi natrium alginat-pektin yang memiliki waktu pelepasan yang lambat.
Kapsul yang terbentuk diuji efisiensi penyalutan dan waktu perilisannya dalam
simulan cairan usus.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibuprofen proanalis (PT Indofarma Tbk), natrium alginat (Setia Guna), pektin (HM USP Pectin
E440, Yantai Andre Pectin Co, Ltd. Jepang), CaCl2, akuades, dan larutan bufer
fosfat pH 7.2 (NaH2PO4-Na2HPO4). Alat-alat yang digunakan selama proses
penelitian antara lain alat gelas, neraca analitik, pengaduk magnetik, jarum suntik
21G, mikroskop, alat disolusi tipe dayung (Guoming RC-6) dan spektrofotometer
ultraviolet (Shimadzu UV-1601).
Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap (Lampiran 1), yaitu pembuatan
kapsul ibuprofen dengan natrium alginat dan pektin, kemudian kapsul yang
terbentuk diuji efisiensi penyalutan dan disolusinya dalam larutan bufer fosfat pH
7.2. Bentuk kapsul yang diperoleh diamati menggunakan mikroskop stereo.
Pembuatan Kapsul Ibuprofen dengan Metode Gelasi Ionik (Vajpayee et al.
2011 dengan modifikasi)
Sebanyak 10 mL larutan penyalut yang dibuat dari natrium alginat dan
pektin dengan total konsentrasi 3% (b/v) dicampurkan dengan bantuan
pengadukan menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit, ke dalam larutan
tersebut ditambahkan 100 mg ibuprofen dan terus diaduk sampai terdispersi.
Campuran yang telah terdipersi kemudian diteteskan ke dalam 30 mL larutan
CaCl2 menggunakan jarum suntik 21G (Gambar 1).

Gambar 1 Ilustrasi penetesan suspensi ibuprofen dalam larutan natrium alginatpektin ke dalam larutan CaCl2

3

Setelah terbentuk butiran-butiran kapsul, pengadukan menggunakan
pengaduk magnetik dilanjutkan selama 3 jam. Setelah pengadukan selesai, kapsulkapsul tersebut disaring dan ditempatkan dalam wadah terbuka, kemudian
dikeringudarakan selama 48 jam. Kapsul yang diperoleh kemudian ditimbang
bobotnya. Komposisi natrium alginat, pektin, dan variasi konsentrasi CaCl2 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi pencampuran natrium alginat dan pektin
Formula Natrium Alginat
Kapsul
(% b/v)
A1
2.00
A2
2.25
A3
2.50
B1
2.00
B2
2.25
B3
2.50
C1
2.00
C2
2.25
C3
2.50

Pektin
(% b/v)
1.00
0.75
0.50
1.00
0.75
0.50
1.00
0.75
0.50

Kalsium Klorida
(% b/v)
5
5
5
7.5
7.5
7.5
10
10
10

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar
(Prihatiningsih 2008 dengan modifikasi)
Larutan ibuprofen dalam bufer fosfat pH 7.2 (Lampiran 2) dengan
konsentrasi 10 ppm diukur absorbansnya pada panjang gelombang (λ) 210−240
nm menggunakan spekrofotometer UV. Panjang gelombang maksimum (λmaks)
yang diperoleh digunakan untuk analisis selanjutnya. Kurva standar dibuat dengan
mengukur absorbans larutan ibuprofen dengan konsentrasi 0.1, 0.5, 1, 2, 4, 6, 8,
10, 12, 14, 16, 18, dan 20 ppm pada panjang gelombang maksimum. Hasil yang
diperoleh merupakan hubungan konsentrasi ibuprofen dengan absorbans.
Penentuan Efisiensi Penyalutan (Jelvehgari et al. 2014 dengan modifikasi)
Sebanyak 25 mg hasil enkapsulasi ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50
mL bufer fosfat pH 7.2. Campuran tersebut diaduk menggunakan pengaduk
magnetik selama 7 jam lalu disaring. Filtrat diencerkan sebanyak 5 kali dan
dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimum. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi
ibuprofen dengan menggunakan kurva standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Joshi et al. 2012 dengan modifikasi)
Sebanyak 200 mg hasil enkapsulasi ditimbang dan dimasukkan ke dalam
chamber disolusi. Uji disolusi dilakukan dalam 500 mL medium simulasi cairan
usus (larutan bufer fosfat pH 7.2) selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan
kecepatan pengadukan 100 rpm. Pengambilan alikuot dilakukan setiap 20 menit
dengan volume setiap kali pengambilan adalah 5 mL lalu diencerkan 5 kali. Setiap
kali pengambilan alikuot, volume medium yang terambil digantikan dengan
larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Konsentrasi

4

ibuprofen dalam larutan alikuot diukur menggunakan spektrofotometer UV pada
λmaks. Data yang diperoleh dibuat kurva hubungan antara persen pelepasan
ibuprofen dan waktu disolusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapsul Natrium Alginat-Pektin
Pembuatan kapsul natrium alginat-pektin pada penelitian ini dilakukan
dengan metode gelasi ionik. Prinsip dari metode ini adalah pembentukan hidrogel
dari bahan penyalut yang merupakan suatu polielektrolit. Metode ini sangat
bergantung pada kemampuan bahan penyalut untuk bertaut silang dengan muatan
ion yang berlawanan untuk membentuk hidrogel (Patil et al. 2012). Kapsul
hidrogel dapat terbentuk secara spontan dengan meneteskan bahan penyalut ke
dalam larutan yang mengandung ion dengan muatan berlawanan. Natrium alginat
dan pektin yang digunakan merupakan polielektrolit negatif, dengan gugus –COOpada rantai guluronat (natrium alginat) dan rantai galakturonat (pektin). Penaut
silang yang digunakan adalah Ca2+ dalam larutan CaCl2. Khazaeli et al. (2008)
sebelumnya telah melakukan enkapsulasi ibuprofen dengan metode yang sama
menggunakan beberapa jenis penaut silang, yaitu Mn, Co, Sn, Pb, Ba, dan Ca.
Kapsul yang diperoleh dari hasil taut silang dengan Mn, Co, dan Sn berbentuk
tipis dan rapuh. Sementara itu, kapsul yang dihasilkan dari taut silang dengan Pb,
Ba, dan Ca berbentuk bulat, tetapi Pb dan Ba tidak digunakan lebih lanjut karena
efek toksiknya terhadap tubuh.
Pencampuran natrium alginat dan pektin dilakukan melalui pencampuran
biasa menggunakan pengadukan dan dihasilkan larutan yang homogen. Ibuprofen
didisperikan ke dalam larutan natrium alginat-pektin sebelum dilakukan
penetesan. Dalam metode gelasi ionik, ada dua cara mencampurkan zat aktif
untuk dienkapsulasi. Mandal et al. (2010) menyebut kedua cara tersebut sebagai
cara berurutan dan cara simultan. Pada cara berurutan, zat aktif didispersikan pada
larutan yang mengandung bahan penyalut kemudian diteteskan ke dalam larutan
yang mengandung penaut silang. Sementara itu, pada cara simultan zat aktif
didispersikan pada larutan yang mengandung penaut silang, kemudian larutan
yang mengandung bahan penyalut diteteskan ke dalamnya. Mandal et al. (2010)
dan Khazaeli et al. (2008) yang melakukan kedua cara tersebut menemukan
bahwa cara simultan menghasilkan efisiensi enkapsulasi yang lebih kecil,
sehingga pada tahap selanjutnya digunakan cara berurutan untuk melakukan
enkapsulasi. Ketika penetesan berlangsung, dilakukan pengadukan dengan
pengaduk magnetik untuk menguatkan dan menambah stabilitas kapsul (Joshi et
al. 2012).
Selama proses pembentukan kapsul, ibuprofen terperangkap di dalam
hidrogel natrium alginat-pektin. Ibuprofen yang tidak terenkapsulasi akan terdapat
pada larutan CaCl2 dalam bentuk tidak larut (Wukirsari 2006). Kapsul yang
diperoleh berwarna putih dengan tekstur halus dan kenyal (Gambar 2a). Setelah
dikeringkan kapsul mengalami penyusutan massa dan pengerutan (Gambar 2b).

5

(a)
Gambar 2

(b)

(a) Kapsul natrium alginat-pektin basah, dan (b) kapsul natrium
alginat-pektin kering

Hasil pengamatan menggunakan mikroskop stereo untuk masing-masing
formula (Gambar 3) menunjukkan bahwa semakin sedikit pektin yang digunakan,
kapsul yang terbentuk semakin mendekati bentuk bulat. Penggunaan pektin yang
semakin banyak menyebabkan kapsul yang dihasikan berbentuk lonjong dan
ukurannya relatif lebih besar jika dibandingkan dengan kapsul yang menggunakan
sedikit pektin. Struktur alami pektin yang memiliki gula netral seperti xylosa,
galaktosa, dan arabinosa menjadi penyebab terjadinya elongasi pada kapsul yang
terbentuk (Jaya et al. 2010). Secara fisik, kapsul yang dibuat dengan konsentrasi
CaCl2 yang lebih tinggi bersifat lebih kaku dan lebih keras. Hal tersebut terjadi
karena semakin banyak ion Ca2+ yang tersedia, semakin banyak ikatan taut silang
yang terjadi dengan natrium alginat-pektin sehingga strukturnya menjadi lebih
kompak (Jelvehgari et al. 2004).
A1

A2

A3

B1

B2

B3

C1

C2

C3

Gambar 3 Hasil pengamatan bentuk kapsul dengan mikroskop stereo

6

Kapsul natrium alginat-pektin dapat terbentuk karena terjadinya pertukaran
ion antara Na+ dari rantai natrium alginat dan H+ dari rantai pektin dengan Ca2+
dari larutan kalsium klorida sehingga terbentuk hidrogel dengan model egg-box.
Egg-box pada natrium alginat terbentuk karena tautan silang ion kalsium dengan
unit asam guluronat pada rantai natrium alginat (Fang et al. 2007). Gambar 4a dan
4b masing-masing menunjukkan ikatan yang terbentuk antara ion Ca2+ dengan
unit asam guluronat dan model egg-box yang terbentuk pada hidrogel natrium
alginat. Sementara itu, egg-box pada pektin terbentuk pada unit galakturonat. Pada
pektin dengan derajat metoksil tinggi Fang et al. (2008) menyatakan bahwa
pengikatan Ca2+ didominasi oleh interaksi elektrostatik sehingga hampir tidak ada
egg-box yang terbentuk. Hasil gelasi yang terbentuk pada pektin dengan derajat
metoksil tinggi diilustrasikan Morris et al. (2010) pada Gambar 4c.

Ca2+

(a)

(b)

(c)
Gambar 4 (a) Interaksi natrium alginat dengan Ca2+, (b) model egg-box pada
natrium alginat (Fang et al. 2007), dan (c) hasil gelasi pada pektin
dengan derajat metoksil tinggi (Morris et al. 2010)

Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar
Pelarut yang digunakan dalam pembuatan larutan ibuprofen adalah bufer
fosfat pH 7.2. Nilai pH tersebut digunakan untuk menyesuaikan dengan pH usus
dan biasa digunakan sebagai medium disolusi tablet ibuprofen (Depkes 1995).
Penentuan panjang gelombang dilakukan pada daerah ultraviolet karena larutan
ibuprofen memiliki serapan sinar ultraviolet akibat adanya struktur ikatan
terkonjugasi (Fachrurazie 2012). Pengukuran sampel dilakukan pada maks karena
memiliki perubahan serapan untuk setiap satuan konsentrasi paling besar. Dengan

7

demikian akan didapatkan kepekaan dan sensitivitas pengukuran yang maksimum.
Pada penelitian ini diperoleh nilai maks sebesar 221.5 nm (Lampiran 3). Nilai
tersebut mendekati nilai dari literatur sebesar 222 nm (Depkes 1995).
Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y = 0.047x - 0.0019 dengan
nilai r sebesar 0.9997 (Lampiran 4). Persamaan kurva standar tersebut digunakan
dalam perhitungan efisiensi enkapsulasi dan persentase pelepasan ibuprofen dari
kapsul natrium alginat-pektin. Linearitas suatu metode analisis merupakan ukuran
yang menunjukkan tingkat kesesuaian atau korelasi antara kadar analit dan sinyal
detektor, dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r) (Depkes 2001). Dengan nilai r
sebesar 0.9997, kurva standar yang digunakan telah memenuhi syarat kurva
standar yang telah ditetapkan menurut AOAC (2002) yaitu 0.9900. Nilai
koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan linear antara sinyal
detektor terukur dengan jumlah ibuprofen dalam sampel, sehingga galat sistematik
selama pengukuran dapat diabaikan.

Efisiensi Enkapsulasi
Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan
untuk menentukan keberhasilan suatu proses enkapsulasi. Parameter ini
menunjukkan persentase zat aktif (ibuprofen) yang berhasil dikungkung di dalam
kapsul yang dibuat. Hasil penentuan efisiensi enkapsulasi pada penelitian ini
(Lampiran 5) menunjukkan bahwa rentang efisiensi enkapsulasi yang diperoleh
berkisar antara 71% sampai 90%. Kapsul yang dibuat dengan komposisi natrium
alginat pektin 2:1 (% b/v) dan konsentrasi CaCl2 10% menghasilkan nilai efisiensi
sebesar 90.41%, sementara nilai efisiensi terkecil diperoleh pada kapsul dengan
komposisi natrium alginat pektin 2.5:0.5 (% b/v) dan konsentrasi CaCl2 5%.
Gambar 5 menunjukkan adanya kecenderungan efisiensi enkapsulasi yang
menurun seiring dengan penurunan jumlah pektin, tetapi meningkat dengan
kenaikan konsentrasi CaCl2.
Pada konsentrasi CaCl2 yang sama, efisiensi enkapsulasi menurun dengan
berkurangnya jumlah pektin. Ukuran kapsul yang terbentuk akibat pengaruh
jumlah pektin menjadi faktor yang mempengaruhi efisiensi enkapsulasi.
Jelvehgari et al. (2014) menyatakan bahwa butiran kapsul yang lebih besar dapat
mengungkung obat yang lebih banyak. Kapsul yang menggunakan lebih banyak
pektin menghasilkan ukuran yang lebih besar sehingga efisiensi enkapsulasinya
lebih besar. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Goudanavar et al. (2005)
dan Jelvehgari et al. (2014). Sementara itu, dengan konsentrasi CaCl2 yang
berbeda diperoleh efisiensi enkapsulasi yang meningkat dengan semakin
tingginya konsentrasi CaCl2 yang digunakan. Dengan ketersiediaan ion Ca2+ yang
lebih tinggi, jumlah ikatan taut silang dengan natrium alginat dan pektin pun
semakin banyak sehingga memungkinkan semakin banyaknya ibuprofen yang
terjerap ke dalam kapsul (Mandal et al. 2010; Jung et al. 2013). Dari hasil ini
diketahui bahwa penambahan pektin meningkatkan efisiensi enkapsulasi.

Efisiensi Enkapsulasi (%)

8

100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Formula kapsul natrium alginat-pektin

Gambar 5 Efisiensi enkapsulasi kapsul natrium alginat-pektin dengan konsentrasi
CaCl2 5% ( ), 7.5% ( ), dan 10% ( )

Pelepesan Ibuprofen
Disolusi merupakan proses masuknya zat padat ke dalam larutan. Menurut
Kemala (2010), disolusi merupakan proses melarutnya zat padat yang
dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Pengujian disolusi
yang dilakukan secara in vitro pada penelitian ini menggunakan medium disolusi
dengan pH 7.2 tanpa enzim selama 6 jam. Kapsul yang digunakan untuk uji
disolusi adalah kapsul dengan formula A1 (2:1, CaCl2 5%), A2 (2.25:0.75, CaCl2
5%), dan C1 (2:1, CaCl2 10%). Data hasil uji disolusi untuk ketiga kapsul tersebut
ditunjukkan pada Lampiran 6 dan 7.
Kapsul dengan formula A1 dan A2 digunakan untuk membandingkan
pengaruh komposisi natrium alginat-pektin terhadap pola pelepasan ibuprofen.
Kedua kapsul tersebut dibentuk pada konsentrasi CaCl2 yang sama, tetapi
menggunakan komposisi natrium alginat-pektin yang berbeda. Gambar 6
menunjukkan pola pelepasan ibuprofen pada kapsul dengan formula A1 dan A2.
Pola tersebut menunjukkan bahwa ibuprofen lepas secara bertahap pada kapsul
A1 dan A2. Dalam waktu 360 menit, kapsul formula A2 yang menggunakan
pektin lebih sedikit menunjukkan persentase pelepasan obat yang lebih tinggi
dibandingkan kapsul formula A1. Ukuran kapsul A2 yang lebih kecil
dibandingkan dengan A1 menjadi penyebab lebih besarnya persentase ibuprofen
yang keluar. Hal ini sesuai dengan penelitian Arica et al. (2005) yang menemukan
bahwa ukuran kapsul mempengaruhi persentase pelepasan obat. Ukuran kapsul
yang semakin besar membuat ibuprofen membutuhkan waktu lebih lama untuk
berdifusi ke dalam medium disolusi.

Persentase pelepasan ibuprofen
(%b/b)

9

5.0

2.5

A2
A1

0.0
0

40

80

120

160 200 240
Waktu (menit)

280

320

360

400

Gambar 6 Pelepasan ibuprofen dari kapsul formula A1 dengan komposisi natrium
alginat-pektin 2:1 (% b/v) dan A2 dengan komposisi natrium alginatpektin 2.25:0.75 (% b/v) pada konsentrasi CaCl2 5%
Kapsul dengan formula A1 dan C1 digunakan untuk membandingkan
pengaruh konsentrasi CaCl2. Gambar 7 menunjukkan pola pelepasan ibuprofen
pada kapsul formula A1 dan C1. Kedua formula kapsul tersebut menggunakan
komposisi natrium alginat-pektin yang sama (2:1) tetapi dibentuk pada
konsentrasi CaCl2 yang berbeda. Dalam waktu yang sama, kapsul dengan formula
C1 yang dibentuk pada konesntrasi CaCl2 lebih tinggi daripada kapsul A1
menunjukkan persentase pelepasan ibuprofen yang lebih sedikit. Tingginya
konsentrasi Ca2+ menyebabkan banyaknya ikatan taut silang dengan natrium
alginat dan pektin, sehingga kapsul yang terbentuk menjadi kokoh dan kaku (Jung
et al. 2013; Jelvehgari et al. 2014). Hal tersebut menyebabkan ibuprofen lebih
sulit untuk keluar menuju media disolusi.

Persentase pelepasan ibuprofen
(% b/b)

5.0

2.5

C1
A1

0.0
0

40

80

120

160 200 240
Waktu (menit)

280

320

360

400

Gambar 7 Pelepasan ibuprofen dari kapsul formula A1 dengan konsentrasi CaCl2
5% dan C1 dengan konsentrasi CaCl2 10%

10

Rendahnya persentase pelepasan ibuprofen pada ketiga formula kapsul
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi CaCl2 yang
tinggi (Jung et al. 2013; Jelvehgari et al. 2014) dan lamanya waktu gelasi atau
waktu pengadukan (Joshi et al. 2012). Kedua faktor tersebut membuat kapsul
yang terbentuk menjadi kaku dan kokoh. Selain itu, waktu pengeringan juga dapat
membuat polimer menyusut dan rapat sehingga penetrasi medium disolusi lebih
sulit. Gambar 8b menunjukkan sisa kapsul A2 yang mengalami kerusakan lebih
banyak dibandingkan kapsul A1 (Gambar 8a). Sementara itu, Gambar 8c
menunjukkan bahwa kapsul C1 sebagian besar masih utuh dan hanya mengalami
pembenkakan setelah pengujian disolusi. Profil disolusi pada kapsul formula A1
dan A2 menunjukkan pola pelepasan yang bertahap pada menit ke 20 sampai
menit ke-360. Waktu eliminasi ibuprofen komersial pada umumnya sekitar 2 jam
(Sinuhaji 2012), sehingga hasil penelitian ini telah memperlambat pelepasan
ibuprofen.

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Sisa kapsul (a) A1, (b) A2, dan (c) C1 setelah uji disolusi

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Enkapsulasi ibuprofen dengan natrium alginat-pektin menggunakan metode
gelasi ionik berhasil dilakukan. Dengan berkurangnya komposisi pektin, kapsul
yang dihasilkan berbentuk bulat dan lebih. Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh
berkisar antara 71.22% sampai 90.41% yang dipengaruhi oleh komposisi pektin
dan konsentrasi CaCl2. Profil disolusi menunjukkan pelepasan ibuprofen yang
berjalan lambat kapsul dan persentase pelepasannya dipengaruhi oleh komposisi
pektin dan konsentrasi CaCl2.
Saran
Waktu gelasi dan waktu pengeringan perlu dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap persentase pelepasan ibuprofen pada uji
disolusi. Ukuran kapsul yang terbentuk perlu ditentukan secara tepat. Medium
disolusi pada pH yang sesuai dengan kondisi cairan lambung perlu dilakukan
untuk mendapatkan profil disolusi yang lebih lengkap.

11

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2002. AOAC International
methods committee guidelines for validation of qualitative and quantitative
food microbiological official methods of analysis. [terhubung berkala]. J
AOAC Int. 85:1-5
Arica B, Calis S, Atilla P, Durlu NT, Cakar N, Kas HS, Hincal AA. 2005. In vitro
and in vivo studies of ibuprofen-loaded biodegradable alginate beads. J
Microencapsulation. 22(2):153-165.doi:10.1080/02652040400026319.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Reppublik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia. Ed ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Petunjuk
Operasional Penerapan CPOB. Ed ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Estevinho BN, Rocha F, Santos L, Alves A. 2013. Microencapsulation with
chitosan by spray drying for industry applications - a review. Trends Food
Sci Technol. 31:138-155.doi:10.1016/j.tifs.2013.04.001.
Fachrurazie. 2012. Mikroenkapsulasi ibuprofen tersalut poli(asamlaktat)-lilin
lebah dengan pengemulsi poli(vinil alkohol) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fang Y, Al-Assaf S, Phillips GO, Nishinari K, Funami T, Williams PA, Li L.
2007. Multiple steps and critical behaviors of the binding of calcium to
alginate. J Phys Chem. 111(10): 2456-2462.doi:10.1021/jp0689870.
Fang Y, Al-Assaf S, Phillips GO, Nishinari K, Funami T, Williams PA. 2008.
Binding behavior of calcium to polyuronates: comparison of pectin with
alginate. Carbohydr Polym. 72:334–341.doi:10.1016/j.carbpol.2007.08.021.
Febrianti RV, Wahyuningsih I. 2013. Efek ulcerogenic dispersi padat ibuprofenpolivinilpirolidon (PVP) pada tikus putih jantan. Pharmaciana. 3(2):29-36.
Felder CHB, Blanco-Prieto MJ, Heizmann J, Merkle HP, Gander B. 2003.
Ultrasonic atomization and subsequent polymer desolvation for peptide and
protein
microencapsulation
into
biodegradable
polyesters.
J
Microencapsulation. 20(5):553-567.doi:10.3109/02652040309178346.
Goudanavar PS, Bagali RS, Chandrashekhara S, Patil SM. 2010. Design and
characterization of diclofenac sodium microbeads by ionotropic gelation
technique. Int J Pharm Bio Sci. 1(2):1-10.
Jaya S, Durance TD, Wang R. 2010. Physical characterization of drug loaded
microcapsules and controlled in vitro release study. The Open Biomaterial
J. 2:9-17.doi:10.2174/1876502501002010009.
Jelvehgari M, Mobaraki V, Montazam SH. 2014. Preparation and evaluation of
mucoadhesive beads/discs of alginate and algino-pectinate of piroxicam for
colon-specific drug delivery via oral route. Jundishapur J Nat Pharm Prod.
9(4):1-10.doi:10.17795/jjnpp-16576.
Joshi S, Patel P, Lin S, Madan PL. 2012. Development of cross-linked alginate
spheres by ionotropic gelation technique for controlled release of naproxen
orally. Asian J Pharm Sci. 7(2):134-142.

12

Jung J, Arnold RD, Wicker L. 2013. Pectin and charge modified pectin hydrogel
beads as a colon-targeted drug delivery carrier. Colloids and Surf, B:
Biointerfaces. 104:116-121.doi:10.1016/j.colsurfb.2012.11.042.
Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan poli(asam laktat) dengan poli(ɛkaprolakton) sebagai pelepasan terkendali ibuprofen secara in vitro
[disertasi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Khazaeli P, Pardakhty A, Hassanzadeh F. 2008. Formulation of ibuprofen beads
by ionotropic gelation. Iranian J Pharm Research. 7(3):163-170.
Kim HJ, Kim TH, Kang KC, Pyo HB, Jeong HH. 2010. Microencapsulation of
rosmarinic acid using polycaprolactone and various surfactants. Int J
Cosmetic Sci. 32:185–191.doi:10.1111/j.1468-2494.2010.00526.x.
Madziva H, Kailasapathy K, Phillips M. 2005. Alginate–pectin microcapsules as a
potential for folic acid delivery in foods. J Microencapsulation. 22(4):343–
351.doi:10.1080/02652040500100931.
Mandal M, Kumar SS, Krishnamoorthy B, Basu SK. 2010. Development and
evaluation of calcium alginate beads prepared by sequential and
simultaneous methods. Brazilian J Pharm Sci. 46(4):785793.doi:10.1590/S1984-82502010000400021.
Morris GA, Kok MS, Harding SE, Adams GG. 2010. Polysaccharide drug
delivery system based on pectin and chitosan. Biotechnol Gen Eng review.
27:257-284.doi:10.1080/02648725.2010.10648153.
Patil P, Chavanke D, Wagh M. 2012. A review on ionotropic gelation method:
novel approach for controlled gastroretentive gelispheres. Int J Pharmacy
Pharmaceutical Sci. 4(4):27-32.
Saravanan M, Bhaskar K, Srinivasa RG, Dhanaraju D. 2003. Ibuprofen-loaded
ethylcellulose/polystyrene microspheres: an approach to get prolonged drug
release with reduced burst effect and low ethylcellulose content. J
Microencapsulatiion. 20(3):289-302.doi:10.1080/0265204031000093087.
Sinuhaji Putriana M. 2012. Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut
Paduan Lilin Lebah dan Poli(Asam Laktat) Secara In Vitro [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Tang C, Guan YX, Yao SJ, Zhu ZQ. 2014. Preparation of ibuprofen-loaded
chitosan films for oral mucosal drug delivery using supercritical solution
impregnation. Int J Pharm. 473:434–441.doi:10.1016/j.ijpharm.2014.07.039.
Wukirsari T. 2006. Enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Vajpayee A, Fartyal S, Singh AP, Jha SK. 2011. Formulation and evaluation of
colon targeted curcumin microspheres using natural polymers. J Pharm
Research Opinion. 1(4):108-112.
Yu CY, Cao H, Zhang XC, Zhou FZ, Cheng SX, Zhang XZ, Zhuo RX. 2009.
Hybrid nanospheres and vesicles based on pectin as drug carriers.
Langmuir. 25(19):11720-11726.doi:10.1021/la901389v.

13

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pengadukan

Natrium alginat

Pektin

Komposisi natrium
alginat:pektin (% b/v):
2:1, 2.25:0.75, 2.5:0.5
Larutan penyalut
Ibuprofen

CaCl2 5%

CaCl2 7.5%

CaCl2 10%

Kapsul Natrium Alginat-Pektin

Pengamatan bentuk kapsul
dengan mikroskop stereo

Penentuan panjang gelombang
maksimum dan pembuatan
kurva standar

Uji efisiensi penyalutan

Uji disolusi

14

Lampiran 2 Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7.2
Larutan bufer fosfat yang digunakan pada penelitian ini dibuat dari
campuran NaH2PO4.H2O dan Na2HPO4.7H2O dengan konsentrasi 0.2 M untuk
masing-masing larutan. Larutan NaH2PO4.H2O 0.2 M (larutan A) dibuat dengan
melarutkan 27.598 g kristal NaH2PO4.H2O dalam akuades, kemudian volumenya
ditepatkan dengan pelarut yang sama menjadi 1000 mL dalam labu takar. Larutan
Na2HPO4.7H2O 0.2 M (larutan B) dibuat dengan melarutkan 53.614 g kristal
Na2HPO4.7H2O dalam akuades, kemudian volumenya ditepatkan dengan pelarut
yang sama menjadi 1000 ml dalam labu takar. Larutan bufer fosfat pH 7.2 dengan
volume 1000 mL diperoleh dengan mencampurkan 280 mL larutan A dan 720 mL
larutan B.

15

Absorbans

Lampiran 3 Absorbans larutan ibuprofen* pada panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang (nm)

maks (nm)
221.5

Absorbans
0.4560

Keterangan: * = larutan ibuprofen dengan konsentrasi 10 ppm

16

Lampiran 4 Konsentrasi dan absorbans larutan ibuprofen pada pembuatan kurva
standar ibuprofen (maks = 221.5 nm)
Absorbans
0.0055
0.0271
0.0442
0.0906
0.1908
0.2770
0.3737
0.4639
0.5553
0.6477
0.7423
0.8477
0.9502

1.00
y = 0.047x - 0.0019
R² = 0.9997

0.80
Absorbans

[Ibuprofen]
(ppm)
0.1
0.5
1
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20

0.60
0.40
0.20
0.00
0

2

4

6

8 10 12 14 16 18 20 22
[Ibuprofen] (ppm)

17

Lampiran 5 Efisiensi penyalutan ibuprofen dalam kapsul natrium alginat-pektin
Bobot (g)

Formula
kapsul

Ibuprofen

A

B

A1
A2
A3
B1
B2
B3
C1
C2
C3

0.1001
0.1002
0.1006
0.1004
0.1004
0.1003
0.1005
0.1002
0.1003

0.9306
0.8098
0.7399
1.1753
0.9433
0.8994
1.6559
1.4455
1.4430

0.0254
0.0269
0.0279
0.0266
0.0269
0.0257
0.0250
0.0259
0.0265

C

[Ibuprofen]
(mg/L)

0.3760
0.4510
0.5060
0.3640
0.4470
0.4440
0.2560
0.2960
0.2960

8.0404
9.6362
10.8064
7.7851
9.5511
9.4872
5.4872
6.3383
6.3383

Efisiensi
penyalutan
(%)
73.57
72.38
71.22
85.65
83.40
82.76
90.41
88.26
86.03

Keterangan:
A : bobot total kapsul yang diperoleh
B : bobot kapsul yang digunakan untuk penentuan efisiensi mikroenkapsulsi
C : absorbans filtrat hasil disolusi kapsul setelah diencerkan 5 kali
Contoh perhitungan (Sampel A1):
y = 0.047x-0.0019
0.3760 = 0.047x-0.0019
x = 8.0404
[

= 73.57 %

]

18

Lampiran 6 Persentase rerata pelepasan ibuprofen dalam uji disolusi medium
basa dari kapsul natrium alginat-pektin
Kapsul formula A1
Waktu (menit)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
340
360

Persentase pelepasan ibuprofen (% b/b)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rerata
0.0000
0.0000
0.0000
1.3456
1.3574
1.3515
1.9361
1.6880
1.8120
1.5997
0.9838
1.2917
1.5617
0.9011
1.2314
1.9745
1.0042
1.4894
2.3487
1.2665
1.8076
2.2359
1.6355
1.9357
2.0382
1.2965
1.6674
2.6265
1.4224
2.0244
1.9465
1.4380
1.6922
2.1150
2.0339
2.0744
2.4180
1.3634
1.8907
2.2952
1.2329
1.7640
2.6012
1.2441
1.9226
2.5945
1.6322
2.1134
2.4695
1.4941
1.9818
2.6563
1.5946
2.1254
3.2839
1.6385
2.4612

Kapsul formula A2
Waktu (menit)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
340
360

Persentase pelepasan ibuprofen (% b/b)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rerata
0.0000
0.0000
0.0000
1.6321
0.9199
1.2760
1.3725
1.8957
1.6341
1.1234
2.7919
1.9576
1.2892
1.8288
1.5590
1.9365
2.1663
2.0514
1.9623
2.5887
2.2755
2.9843
3.4014
3.1928
2.3177
3.2736
2.7957
1.9254
3.5097
2.7175
1.7963
3.2586
2.5275
1.1774
3.9128
2.5451
2.2162
3.7228
2.9695
2.2619
3.6692
2.9656
2.3502
3.6235
2.9868
2.5754
4.0396
3.3075
2.9545
4.3879
3.6712
3.2168
3.9350
3.5759
3.0381
3.9601
3.4991

19

Lanjutan Lampiran 6
Kapsul formula C1
Waktu (menit)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
340
360

Persentase pelepasan ibuprofen (% b/b)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rerata
0.0000
0.0000
0.0000
0.5465
0.8228
0.6846
0.5493
0.5035
0.5264
1.5836
1.1840
1.3838
0.2161
1.1636
0.6898
0.6467
0.1566
0.4016
0.3938
0.5441
0.4689
0.0847
0.1262
0.1055
0.3737
0.2098
0.2918
0.3951
0.0831
0.2391
0.2216
0.1188
0.1702
0.4775
0.5392
0.5083
0.4889
0.2667
0.3778
0.6542
0.1019
0.3780
0.2104
0.1031
0.1567
0.2591
0.4968
0.3779
0.7491
0.4219
0.5855
0.4990
0.8037
0.6514
0.2429
0.0794
0.1612

20

Lampiran 7 Persentase pelepasan ibuprofen dalam kapsul pada waktu t
Kapsul formula A1 (Ulangan 1)
Bobot
kapsul (g)

0.2012

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0490
1.0830
40
0.0706
1.5426
60
0.0574
1.2617
80
0.0554
1.2191
100
0.0698
1.5255
120
0.0825
1.7957
140
0.0776
1.6915
160
0.0698
1.5255
180
0.0895
1.9447
200
0.0651
1.4255
220
0.0701
1.5319
240
0.0795
1.7319
260
0.0745
1.6255
280
0.0837
1.8213
300
0.0825
1.7957
320
0.0775
1.6894
340
0.0825
1.7957
360
0.1012
2.1936

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
1.3456
1.9361
1.5997
1.5617
1.9745
2.3487
2.2359
2.0382
2.6265
1.9465
2.1150
2.4180
2.2952
2.6012
2.5945
2.4695
2.6563
3.2839

Kapsul formula A1 (Ulangan 2)
Bobot
kapsul (g)

0.2069

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0509
1.1234
40
0.0631
1.3830
60
0.0356
0.7979
80
0.0321
0.7234
100
0.0356
0.7979
120
0.0449
0.9957
140
0.0579
1.2723
160
0.0450
0.9979
180
0.0490
1.0830
200
0.0490
1.0830
220
0.0693
1.5149
240
0.0453
1.0043
260
0.0403
0.8979
280
0.0402
0.8957
300
0.0527
1.1617
320
0.0475
1.0511
340
0.0502
1.1085
360
0.0510
1.1255

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
1.3574
1.6880
0.9838
0.9011
1.0042
1.2665
1.6355
1.2965
1.4224
1.4380
2.0339
1.3634
1.2329
1.2441
1.6322
1.4941
1.5946
1.6385

21

Lanjutan Lampiran 7
Kapsul formula A2 (Ulangan 1)
Bobot
kapsul (g)

0.2063

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0614
1.3468
40
0.0508
1.1213
60
0.0408
0.9085
80
0.0466
1.0319
100
0.0702
1.5340
120
0.0704
1.5383
140
0.1069
2.3149
160
0.0817
1.7787
180
0.0668
1.4617
200
0.0615
1.3489
220
0.0392
0.8745
240
0.0746
1.6277
260
0.0753
1.6426
280
0.0774
1.6872
300
0.0840
1.8277
320
0.0955
2.0723
340
0.1029
2.2298
360
0.0959
2.0809

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
1.6321
1.3725
1.1234
1.2892
1.9365
1.9623
2.9843
2.3177
1.9254
1.7963
1.1774
2.2162
2.2619
2.3502
2.5754
2.9545
3.2168
3.0381

Kapsul formula A2 (Ulangan 2)
Bobot
kapsul (g)

0.2018

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0330
0.7426
40
0.0693
1.5149
60
0.1019
2.2085
80
0.0654
1.4319
100
0.0770
1.6787
120
0.0914
1.9851
140
0.1194
2.5809
160
0.1136
2.4574
180
0.1206
2.6064
200
0.1106
2.3936
220
0.1317
2.8426
240
0.1238
2.6745
260
0.1206
2.6064
280
0.1177
2.5447
300
0.1299
2.8043
320
0.1396
3.0106
340
0.1235
2.6681
360
0.1228
2.6532

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
0.9199
1.8957
2.7919
1.8288
2.1663
2.5887
3.4014
3.2736
3.5097
3.2586
3.9128
3.7228
3.6692
3.6235
4.0396
4.3879
3.9350
3.9601

22

Lanjutan Lampiran 7
Kapsul formula C1 (Ulangan 1)
Bobot
kapsul (g)

0.2005

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0187
0.4383
40
0.0186
0.4362
60
0.0566
1.2447
80
0.0060
0.1681
100
0.0215
0.4979
120
0.0122
0.3000
140
0.0011
0.0638
160
0.0112
0.2787
180
0.0118
0.2915
200
0.0057
0.1617
220
0.0143
0.3447
240
0.0145
0.3489
260
0.0198
0.4617
280
0.0050
0.1468
300
0.0065
0.1787
320
0.0221
0.5106
340
0.0139
0.3362
360
0.0057
0.1617

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
0.5465
0.5493
1.5836
0.2161
0.6467
0.3938
0.0847
0.3737
0.3951
0.2216
0.4775
0.4889
0.6542
0.2104
0.2591
0.7491
0.4990
0.2429

Kapsul formula C1 (Ulangan 2)
Bobot
kapsul (g)

0.2017

Waktu
[Ibuprofen]
Absorbans
(menit)
(ppm)
0
0.0000
0.0000
20
0.0293
0.6638
40
0.0170
0.4021
60
0.0421
0.9362
80
0.0409
0.9106
100
0.0038
0.1213
120
0.0177
0.4170
140
0.0026
0.0957
160
0.0055
0.1574
180
0.0010
0.0617
200
0.0022
0.0872
220
0.0165
0.3915
240
0.0071
0.1915
260
0.0015
0.0723
280
0.0015
0.0723
300
0.0143
0.3447
320
0.0117
0.2894
340
0.0237
0.5447
360
0.0006
0.0532

FP media
1.0000
1.0000
1.0101
1.0204
1.0309
1.0417
1.0526
1.0638
1.0753
1.0870
1.0989
1.1111
1.1236
1.1364
1.1494
1.1628
1.1765
1.1905
1.2048

Persentase pelepasan
Ibuprofen (% b/b)
0.0000
0.8228
0.5035
1.1840
1.1636
0.1566
0.5441
0.1262
0.2098
0.0831
0.1188
0.5392
0.2667
0.1019
0.1031
0.4968
0.4219
0.8037
0.0794

23

Keterangan:
FP media : faktor pengenceran media bufer fosfat 7.2
Contoh perhitungan (Kapsul A1 ulangan 1, menit ke-20)
[

]

= 1.3456 % b/b

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur, 26 September1992. Penulis merupakan putra
ke-7 dari 8 bersaudara dari ayah Oon Syahroni dan ibu Mimin. Tahun 2011
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sukaresmi. Pada tahun tersebut pula, penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.
Selama perkuliahan, mahasiswa aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah
Pendidikan Agama Islam untuk Tingkat Persiapan Bersama (semester ganjil tahun
ajaran 2013-2014, semester ganjil tahun ajaran 2014-2015, dan semester genap
tahun ajaran 2014-2015), Kimia B (semester genap tahun ajaran 2014-2015),
Kimia Biologis (semester genap tahun ajaran 2014-2015), dan Teknik Sintesis
Bahan Anorganik (semester ganjil tahun ajaran 2015-2016). Penulis juga pernah
mengikuti kegiatan praktik lapang di Pusat Penelitian Biomaterial LIPI Cibinong
pada tahun 2004. Penulis juga aktif dalam beberapa organisasi, yaitu sebagai staf
syiar Forum Silaturahim Dewan Mushola Asrama (FSDMA) TPB IPB (20112012), staf divisi Dakwah Kelas Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) IPB
(2011-2012), kepala divisi Public Relation Lembaga Dakwah Fakultas Serambi
Ruhiyah Mahasiswa FMIPA (Serum-G) kabinet Pelangi Inspirasi (2013),
koordinator wilayah III (DKI, Jawa Barat, Banten) Jaringan Rohis MIPA Nasional
(2013), ketua Lembaga Dakwah Fakultas Serum-G (2014), dan koordinator media
Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) IPB 2015.