Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR
BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI
BIODIESEL SECARA KONTINYU

SIGIT EKO PRASTYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun dan
Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Prof Dr Ir Armansyah H.
Tambunan dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Sigit Eko Prastya
NIM F14100069

ABSTRAK
SIGIT EKO PRASTYA. Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk
Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu. Dibimbing oleh ARMANSYAH
H. TAMBUNAN
Proses produksi biodiesel secara katalitik memerlukan pengadukan kuat untuk
mengatasi sifat imisibel TG dan methanol. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa penggunaan pengaduk statis pada proses tersebut dapat meningkatkan reaksi,
bahkan dapat mengurangi penggunaan katalis. Penggunaan pengaduk statis juga
memberi keuntungan terhadap penerapan sistem kontinyu karena hanya
membutuhkan rancangan yang lebih ringkas dan sederhana. Hasil rancang-bangun
reaktor berpengaduk statis terdiri atas 6 komponen utama, yaitu tangki methanol,
tangki minyak, pompa pengalir methanol, pompa pengalir minyak, pipa pereaksi
yang di dalamnya terdapat pengaduk statis, serta pemanas listrik. Reaktor hasil
rancangan dapat bekerja secara kontinyu dengan panjang pipa pereaksi yang dapat

diubah sesuai kebutuhan. Rasio molar metanol terhadap minyak dapat diatur dengan
pengaturan debit pompa. Pengujian terhadap reaktor berpengaduk statis hasil
rancangan menunjukkan bahwa suhu campuran yang dapat dicapai di sepanjang
pipa pereaksi adalah 48 oC. Pengujian terhadap ketercampuran metanol dan minyak
di dalam pipa pereaksi dilakukan secara tidak langsung melalui pengamatan suhu di
sepanjang pipa. Beda peningkatan suhu campuran antara menggunakan katalis dan
tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam pipa
pereaksi.
Kata kunci: reaktor berpengaduk statis, biodiesel, rancang bangun, sistem kontinyu

ABSTRACT
SIGIT EKO PRASTYA. Design and Performance Test of Continuous Type Static
Mixing Reactor for Biodiesel Production. Supervised by ARMANSYAH H.
TAMBUNAN
Catalytic process of biodiesel production requires rigorous stirring to
overcome the immiscible characteristic of TG and MeOH. According to previous
study, application of static mixer in the process can enhance the reaction rate due to
improved mixing of the reactants and even further can reduce the requirement of
catalyst. The application of static mixing reactor in continuous mode also gives
advantages in terms of simplicity of the design. This study is aimed to the design

and performance test of a continuous type static mixing reactor. The design consists
of 6 main components, namely methanol tank, oil tank, methanol circulating pump,
oil circulating pump, reaction tubes containing the static mixer elements, and heater.
The design can work continuously with flexible length of the mixing tubes to meet
the specific requirement. Molar ratio of methanol to oil can be adjusted by
regulating the circulating pumps of oil and methanol. Performance test of the design
shows that the achievable reaction temperature was only 48 oC. Mixing
performance was evaluated indirectly through temperature profile of the mixture
along the tubes. Temperature difference between the test using catalyst and without
catalyst indicated the occurance of proper mixing inside the tubes.
Keywords: static mixing reactor, biodiesel, design, continuous type

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR
BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI
BIODIESEL SECARA KONTINYU

SIGIT EKO PRASTYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis
untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu
Nama
: Sigit Eko Prastya
NIM
: F14100069

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah biodiesel dengan judul Rancang Bangun dan Pengujian
Reaktor Berpengaduk Statis Untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H.
Tambunan selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah
diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan pada orang
tua yang selalu memberikan do'a dan semangat hingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2015
Sigit Eko Prastya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah

2

Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel

3

Reaktor Berpengaduk Statis

5

Prosedur Desain

7

METODE

8


Waktu dan Tempat Penelitian

8

Alat dan Bahan

8

Tahapan Perancangan

9

Perhitungan Analisis Prototipe SMR

10

Prosedur Pengujian

12


HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Perencanaan Desain

13

Pengembangan Desain

14

Desain Detail

17

Prototyping

20


Uji Komisioning

21

Uji Kinerja

22

Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu

27

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

28

DAFTAR ISI (lanjutan)
DAFTAR PUSTAKA

28

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Koefisien kerugian pada jalur pipa
Daftar spesifikasi kebutuhan
Alternatif design
Penilaian alternatif desain

11
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991)
Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240o
Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995)
Dudukan pengaduk statis
Pengaduk statis
Y tube dan pipa pemanas
Tangki penampung bahan minyak metanol dan katalis
Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe
Mesin puntir
Elemen pengaduk statis
Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis
Heater
Teflon
Retakan pada pipa acrylic
Goresan pada flow meter
Prototipe SMR dan komponen
Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol
Sebaran suhu dari berbagai set point heater
Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis
Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis
Hasil biodiesel
Pencucian biodiesel
Hasil Pengendapan biodiesel dari pengujian SMR tanpa katalis
Hasil Pengendapan biodiesel pengujian SMR dengan katalis

6
6
10
17
18
18
19
19
20
20
20
21
21
22
22
23
23
24
25
25
26
26
26
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Syarat mutu biodiesel
Diagram Moody
Analisis teknik
Perhitungan densitas
Perhitungan viskositas 40 oC
Komposisi asam minyak jelantah
Komponen SMR dalam desain
Desain orthogonal SMR
Gambar orthogonal dan potongan SMR
Dokumentasi saat pabrikasi
Dokumentasi saat pengujian

30
31
32
34
35
36
37
38
39
40
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biodiesel merupakan monoalkil ester yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani melalui proses transesterifikasi antara minyak dengan metanol.
Proses transesterifikasi tersebut berlangsung pada suatu reaktor yang dirancang
khusus. Salah satu indikator di dalam merancang reaktor adalah mekanisme
pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat
immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan
metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator.
Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu
pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi
tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode
untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan
statis.
Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statis hanya
memanfaatkan aliran fluida dan tumbukan. Fluida yang mengalir di dalam reaktor
akan terbagi dua layer pada setiap elemen dan proses pencampuran diakibatkan
oleh tumbukan mikro di dalam reaktor. Menurut Panggabean (2011) semakin
besar tumbukan yang terjadi di dalam reaktor maka reaksi antar partikel juga akan
semakin besar karena kontak antar bidang permukaan akan semakin sering.
Proses terjadinya tumbukan di dalam reaktor selain dipengaruhi oleh
kecepatan aliran, juga bisa dipengaruhi oleh sudut puntir elemen pengaduk statis.
Sudut puntir elemen pengaduk statis mempengaruhi keseragaman aliran fluida di
dalam reaktor. Menurut Nitawati (2013) sudut puntir 240o memiliki hasil
pencampuran yang baik karena semakin besar sudut puntir elemen maka
kecepatan aliran menjadi seragam.
Reaktor berpengaduk statis yang telah dilakukan penelitian selama ini masih
menggunakan sistem batch, dimana sistem batch masih memiliki kekurangan
yaitu waktu reaksi yang terjadi di dalam reaktor relatif lama dan tidak efisien
untuk produksi biodiesel skala industri. Salah satu metode untuk memecahkan
masalah tersebut dengan merancang reaktor berpengaduk statis untuk produksi
biodiesel secara kontinyu. Produksi biodiesel secara kontinyu dibutuhkan panjang
pengaduk statis yang sesuai, agar biodiesel yang dihasilkan memenuhi SNI 71822012 biodiesel, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Proses perancangan yang
baik diharapkan dapat menghasilkan reaktor biodiesel berpengaduk statis yang
efisien untuk mencapai standar mutu biodiesel yang diproduksi.

Perumusan Masalah
Proses reaksi transesterifikasi biodiesel dipengaruhi oleh reaktan (minyak
dan metanol) yang sulit bercampur sehingga perlu suatu mekanisme pencampuran
fluida untuk meningkatkan homogenisasi campuran, laju reaksi dan meningkatkan
waktu reaksi. Dengan demikian perlu dilakukan alternatif perancangan reaktor
biodiesel berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun prototipe reaktor
berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu dan melakukan uji
kinerja reaktor berpengaduk statis hasil rancangan.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah tersedianya prototipe reaktor berpengaduk
statis yang dapat beroperasi secara kontinyu dan bekerja dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah
Biodiesel merupakan metil ester (fatty acid methyl ester) yang diproses
dengan cara transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak nabati
atau lemak hewan dengan alkohol rantai pendek terutama metanol untuk
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Knothe 2005). Komponen utama
minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida (TG). Trigliserida minyak
nabati dan lemak hewan biasanya berisi beberapa asam lemak yang berbeda,
tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Komposisi asam lemak
merupakan parameter paling penting yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia
biodiesel yang dihasilkan.
Minyak jelantah, yaitu minyak goreng bekas pakai dari kebutuhan rumah
tangga, merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk
menghasilkan biodiesel. Penggunaan minyak goreng secara berulang- ulang akan
menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh kemudian membentuk gugus
peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif
bagi yang mengkonsumsinya, yaitu berbagai gejala keracunan. Pemanfaatan
minyak goreng bekas untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi, seperti
biodiesel, diharapkan dapat mengurangi pengulangan penggunaan minyak goreng
untuk pangan.
Meskipun demikian, bila dibandingkan bahan bakar diesel berbasis minyak
bumi, biodiesel minyak jelantah memiliki stabilitas oksidasi yang lebih
rendah begitu pula blending biodiesel dengan solar. Stabilitas oksidasi
menentukan stabilitas penyimpanan bahan bakar dan stabilitas oksidasi yang
memadai terhadap bahan bakar apapun merupakan persyaratan dasar untuk
menjamin pengoperasian fuel injection (injeksi bahan bakar) mesin diesel yang
baik dan bebas dari kerusakan. Oleh sebab itu, konversi minyak goreng bekas
menjadi biodiesel memerlukan proses yang lebih baik untuk mengurangi
kelemahan tersebut.
Biodiesel mengandung racun yang sangat rendah, biodegradabilitas yang
baik dimana biodiesel dapat didegradasi secara biologis empat kali lebih cepat
daripada bahan bakar diesel minyak bumi, yakni mencapai 98% dalam tiga

3

minggu. Biodiesel memiliki titik bakar (flash point) yang lebih tinggi dibanding
bahan bakar minyak bumi petrodiesel/solar sehingga tidak secara spontan meletup
atau menyala dalam keadaan normal. Bahan bakar ini lebih sedikit mengandung
racun dibanding garam meja dan lebih aman bagi kulit dibandingkan dengan
sabun (Renaldi 2009).
Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima
alasan pengembangan biodiesel, antara lain:
1. Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan
2. Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam
mengimpor petroleum.
3. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi
dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis
siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO2 berkurang
sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum.
4. Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi
partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar diesel.
5. Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah
1 – 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar
diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima.

Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel
Teknologi produksi biodiesel pada umumnya dengan proses
transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan proses reaksi kimia antara
minyak dan metanol. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu secara katalitik dan non katalitik. Metode katalitik merupakan proses reaksi
transesterifikasi di dalam reaktor menggunakan bantuan katalis pada tekanan
atmosfer dan suhu rendah dibawah 65 oC. Semakin tinggi suhu yang digunakan
untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang diperlukan (Noureddin dan
Zhu 1997). Sedangkan kerugiannya adalah harga katalis mahal dan rantai
pemurnian lebih panjang karena harus memisahkan katalis dari produk yang
dihasilkan.
Metode non katalitik merupakan proses reaksi transesterifikasi di dalam
reaktor tanpa menggunakan katalis, yaitu pada proses supercritical methanol
transesterification menggunakan tekanan dan suhu tinggi. Kelebihan dari metode
non katalitik adalah proses pemurnian dan pemisahan menjadi lebih sederhana,
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor
sehingga tidak memerlukan proses pra-esterifikasi meskipun memiliki kandungan
FFA (free fatty acid) tinggi (Tambunan dan Purwanto 2007).
Kelemahan dari metode non katalitik adalah memiliki resiko tinggi karena
produksi biodiesel dilakukan dengan suhu dan tekanan tinggi. Untuk mengurangi
resiko yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi maka dilakukan pengembangan
teknologi produksi biodiesel non katalitik pada kondisi super-heated methanol
vapor (SMV) yaitu dengan menggunakan temperatur tinggi dan tekanan rendah.
Penelitian SMV dengan bubble column reactor telah dilakukan oleh Joelianingsih
et al. (2007) yaitu pada suhu 523, 543, and 563 K. Sistem ini masih memiliki

4

kekurangan diantaranya metanol yang dibutuhkan lebih banyak, dan waktu reaksi
masih relatif lama.
Pada Reaksi transesterifikasi terjadi tiga tahapan sebelum terbentuknya
FAME dan gliserol. Tahapan pertama adalah Trigliserida yang bereaksi dengan
metanol akan membentuk FAME dan Digliserida yang ditunjukkan pada
persamaan 1. Digliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan
Monogliserida ditunjukkan pada persamaan 2. Selanjutnya monogliserida bereaksi
dengan metanol menghasilkan FAME dan Gliserol pada persamaan 3. Reaksi
keseluruhan ditunjukkan pada persamaan 4 (Kusdiana dan Saka 2001).
TG + MeOH
DG + MeOH
MG + MeOH
TG + 3MeOH

FAME +DG………………………………(1)
FAME +MG ……………………………...(2)
FAME +Gliserol………………………….(3)
3FAME +Gliserol ………………………..(4)

Variabel yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi, diantaranya: efek
asam lemak bebas dan kelembaban, jenis katalis dan konsentrasi, molar rasio
alkohol untuk minyak dan alkohol, efek dari waktu reaksi dan suhu, intensitas
pencampuran, efek menggunakan organik cosolvents (Biktashev et al. 2011)
Produksi biodiesel selain dibagi berdasarkan metode secara katalitik dan
non katalitik, produksi biodiesel juga dibagi berdasarkan sistem, yaitu sistem
batch dan kontinyu. Secara umum, sistem yang banyak digunakan dalam produksi
biodiesel adalah sistem batch, baik secara katalitik maupun non katalitik. Proses
produksi biodiesel dengan sistem batch dilakukan dengan mensirkulasikan bahan
atau reaktan secara terus menerus sampai mencapai kondisi yang diinginkan,
selanjutnya biodiesel dapat dihasilkan. Sedangkan sistem kontinyu, reaktan yang
disirkulasikan hanya sekali proses kemudian dihasilkan biodiesel.
Penelitian dengan sistem kontinyu terus dikembangkan karena sistem
kontinyu memiliki kelebihan dibandingkan sistem batch yaitu lebih efisien dari
tenaga kerja, energi, sangat cocok untuk skala industri dibandingkan tipe batch
dan biodiesel akan terus menurus dihasilkan selama masih ada metanol dan
minyak yang diumpankan.
Perkembangan teknologi produksi biodiesel secara katalitik dimulai dari
pengembangan reaktor yang digunakan. Reaktor konvensional umumnya
menggunakan blade agitator, yaitu pengaduk berbentuk batang dengan impeler
semacam pisau (blade) yang digerakkan oleh motor. Impeler tersebut membentuk
pola aliran yang menyebabkan terjadinya proses pencampuran reaktan.
Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu
pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi
tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode
untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengaduk
statis.
Sistem kerja pengaduk statis ialah mencampur dua fluida dalam reaktor
dengan memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida serta bentuk geometri dari
pengaduk statis. Menurut Admix (1991) di dalam reaktor berpengaduk statis
terjadi pembagian aliran laminer dan turbulen. Pada aliran laminer fluida akan
terbagi 2e dimana ‘e’ merupakan jumlah elemen pengaduk statis. Pada aliran
turbulen terjadi proses pembalikan inersia dengan membentuk aliran turbulen

5

mikro sehingga terjadi pencampuran radial dan transfer momentum yang
memaksa reaktan berotasi pada pusat hidroliknya.
Penggunaan SMR memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses
reaksi yaitu dapat menurunkan waktu reaksi transesterifikasi pada setiap tingkat
perlakuan suhu, frekuensi tumbukan pada pengaduk statis lebih tinggi dari blade
agitator, energi transesterifikasi menggunakan SMR lebih kecil dibandingkan
blade agitator dan kebutuhan energi rata-rata menggunakan SMR lebih rendah
dibandingkan blade agitator. Selain itu, penggunaan SMR dapat menurunkan
persentasi penggunaan katalis.
Penelitian Panggabean (2011) penggunaan katalis basa kuat KOH dapat
diturunkan dibawah 1 % menggunakan SMR dengan 6 elemen pengaduk statis
dalam 1 modul. Pada waktu reaksi 30 menit, suhu 60 oC, dan katalis KOH 0.5 %
diperoleh nilai konversi metil ester sebesar 95.82 % (mol/mol). Selain itu
penggunaan KOH 0.4 % dan 0.5 % tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai konversi metil ester yaitu 95.48 % (mol/mol) dan 95.82 %
(mol/mol). Nilai konversi yang dihasilkan ini masih belum sesuai dengan standar
SNI yang ditetapkan yaitu 96.5 %.
Selanjutnya Aritonang (2013) melakukan optimasi terhadap penggunaan
SMR yang sama dengan Panggabean (2011) diperoleh kondisi optimum reaksi
pada waktu reaksi 45 menit, suhu 30 oC dan katalis KOH 0.4 % menghasilkan
kadar metil di atas SNI yaitu 97.41 %. Waktu reaksi untuk produksi biodiesel
yang dilakukan Panggabean (2011) dan Aritonang (2013) masih relatif lama
karena masih menggunakan sistem batch dan tidak cocok dikembangkan dalam
kapasitas besar (industri)
Pengembangan SMR selanjutnya dilakukan oleh Soolany (2014) dengan
perancangan ulang SMR tipe batch menjadi semi kontinyu. SMR yang digunakan
dua modul dengan enam elemen setiap modul, suhu reaksi 65 oC dan katalis KOH
0.5 %. Penelitian Soolany (2014) menunjukkan waktu reaksi dapat diturunkan
menjadi 3.6 menit dengan 4 kali dilewatkan SMR, nilai konversi metil ester sudah
diatas SNI.

Reaktor Berpengaduk Statis
Pengaduk statis merupakan rangkaian elemen di dalam reaktor yang
memanfaatkan aliran fluida untuk proses pengadukan. Jenis pengaduk statis
bermacam-macam sesuai dengan tujuan digunakannya. Salah satu jenis pengaduk
statis yang digunakan adalah pengaduk statis dengan bentuk elemen yang dipuntir
180o seperti bentuk helik dan diletakkan di dalam reaktor. Fluida yang mengalir
pada setiap elemen pengaduk statis akan menjadi dua bagian sehingga
mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang
dihasilkan) sebesar 2e dimana ‘e’ adalah jumlah elemen dari mixer. Selain itu,
bentuk geometri pengaduk statis juga menyebabkan terbentuknya aliran turbulen
mikro, pencampuran radial (sirkulasi dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik)
dan transfer momentum di setiap reaktor berpengaduk statis (Admix 1991).
Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

6

Gambar 1 Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991)
Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di dalam reaktor
berpengaduk statis akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur,
kecepatan, dan komposisi bahan. Menurut Nitawati (2013) reaksi transesterifikasi
di dalam reaktor lebih baik, berdasarkan analisis CFD. Pola aliran di dalam
reaktor berpengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240o
Mekanisme pengadukan pada reaktor berpengaduk statis dapat
mengintensifkan pengadukan melalui pembagian elemen. Mekanisme
pencampuran fluida melalui beberapa tahap diantaranya pembagian (splitting),
peregangan (streching), pembalikan (reordering), pencampuran (recombine)
(Kandhai et al. 1999).
Berdasarkan karakteristik fluida yang dicampur, terdapat beberapa jenis
pengaduk statis antara lain:
1. Blade design static mixer
Dirancang untuk fluida dengan viskositas rendah hingga sedang.
2. Helical design static mixer
Dirancang untuk dua aliran fluida dengan viskositas tinggi atau blending
(mencampur) dua atau lebih ingredients (bahan).

7

3. Non-clogstatic mixer
Digunakan untuk mencampur bahan-bahan yang fibrous materials (berserat).
4. Wafer style mixer
Diaplikasikan untuk pencampuran aliran bahan yang mempunyai kecepatan
tinggi atau bahan-bahan yang dicampur mempunyai masalah dengan
kepanjangan pipa (Kenics 1998).
Keberhasilan dalam proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel
diantaranya sifat fluida, kecepatan aliran, diameter dalam tabung, jumlah elemen,
dan desain geometri pengaduk statis. Desain geometri pengaduk statis yang tepat
dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran secara radial
sekaligus. (Admix 1991).

Prosedur Desain
Semua tahapan kasus prosedur desain harus diterapkan berdasarkan
prosedur yang sesuai. Menurut (Pahl et al. 2007) empat tahap utama perancangan
produk sebagai berikut.
1. Perencanaan dan tugas klarifikasi
Perencanaan diperlukan untuk memperjelas tugas yang diberikan secara lebih
rinci sebelum memulai pengembangan produk. Tugas klasifikasi ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh
produk, dan juga tentang kendala yang ada untuk kepentingan mereka. Fase
konseptual desain dan fase berikutnya harus didasarkan pada dokumen ini,
yang harus diperbarui secara terus menerus (ini ditandai oleh loop umpan
balik informasi).
2. Konsep desain
Tahap desain konseptual terdiri dari beberapa langkah. Perwujudan
berikutnya adalah detail desain, tahap ini sangat sulit atau tidak mungkin
untuk memperbaiki kelemahan mendasar dari prinsip solusi. Varian solusi
yang telah diuraikan sekarang akan dievaluasi. Varian yang tidak memenuhi
tuntutan daftar persyaratan harus dihilangkan. Selama fase ini, kriteria utama
adalah yang bersifat teknis, meskipun kriteria ekonomi yang kasar juga mulai
memainkan peranan. Berdasarkan evaluasi ini, konsep terbaik dapat sekarang
dipilih.
3. Perwujudan desain
Selama fase ini, desainer, mulai dari konsep (struktur bekerja, prinsip solusi),
menentukan struktur konstruksi (tata letak keseluruhan) sistem teknis sesuai
dengan kriteria teknis dan ekonomi. Hasil desain perwujudan dalam
spesifikasi tata letak. Hal ini sering diperlukan untuk menghasilkan beberapa
layout awal untuk skala simulasi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
tentang keuntungan dan kerugian dari berbagai varian. Fase desain ini juga
berakhir dengan evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomi. Hal ini
menghasilkan pengetahuan baru pada tingkat informasi yang lebih tinggi.
Dengan kombinasi dan penghapusan titik-titik lemah, akan memberikan letak
yang terbaik.

8

4. Detail desain
Ini adalah tahap proses desain, di mana sifat pengaturan, bentuk, kandungan
dimensi, dan permukaan semua bagian-bagian individu yang finally ditetapkan.
Penting bahwa desainer harus tidak bersantai kewaspadaan mereka pada tahap ini,
kalau tidak mereka ide-ide dan rencana mungkin mengubah dari semua
pengakuan
Menurut Bejan et al. (1995) proses desain pada umumnya terdapat 5 tahap
yaitu:
1. Pemahaman terhadap permasalahan
2. Pengembangan konsep
3. Detail desain
4. Project engineering
5. Service
Proyek desain dimulai dengan ide bahwa sesuatu layak untuk dilakukan.
Dengan demikian, pada tahap pertama perencanaan produk adalah indentifikasi
kebutuhan dan pemahaman terhadap permasalahan. Pada tahap dua merupakan
pengembangan konsep untuk menerapkan ide yang berlangsung. Tahapan ini
merupakan tahapan yang sangat penting karena keputusan-keputusan yang dibuat
disini dapat menentukan hingga 80% dari total biaya modal proyek. Konseptual
desainer sangat bergantung pada pengalaman praktis dan kreativitas bawaan, dan
kualitas ini tidak mudah dipindahkan ke orang lain. Konsep penciptaan dan
evaluasi merupakan kegiatan desain benar-benar berkelanjutan tidak terbatas pada
setiap tahap tertentu dari proses desain. Pada tahap tiga, merinci bagian komponen
dan interkoneksi sub-fungsi. Kegiatan paralel terjadi pada tahap ini yang
berhubungan dengan analisis lebih lanjut,ukuran dan biaya peralatan, optimalisasi,
dan teknik kontrol. Tujuannya adalah untuk menggabungkan beberapa potongan
komponen ke dalam satu sistem yang berjalan lancar. Data- data yang akurat
diperlukan untuk menyelesaikan desain pada tahap ini. Selanjutnya proses desain
berjalan ke tahap empat project engineering, yang mana desain rinci berubah
menjadi daftar aktual peralatan yang akan dibeli dan dibuat. Hasil akhir dari
proses desain adalah tahap lima, operasi yang aman dari sistem.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Desember
2014. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak jelantah yang diperoleh dari Badan
Lingkungan Hidup Kota Bogor, metanol teknis dan katalis basa kuat KOH PA
(pro analysis). Pembuatan desain dalam proses perancangan digunakan software

9

Solidwork 2011. Peralatan yang digunakan beberapa bengkel untuk
mengkontruksi. Peralatan untuk pengujian komisioning yaitu pengukuran debit
aliran menggunakan flowmeter, pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe
C/C dan tipe K, sedangkan untuk pembacaan suhu digunakan Hybrid Recorder.
Sedangkan peralatan untuk pengujian hasil biodiesel pada penelitian ini yaitu
gelas ukur 250 ml dan 500 ml, labu reaksi, timbangan digital tipe GF-3000,
corong pemisah 300 ml dan 500 ml, corong, pH indikator, viskometer Ostwald .

Tahapan Perancangan
Tahapan perancangan ini dimulai dari planning, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4. Planning merupakan tahap awal dalam perencanaan project yang
meliputi indentifikasi masalah dan spesifikasi kebutuhan. Jika perencanaan
project telah sesuai maka akan menghasilkan konsep, kemudian konsep tersebut
dilakukan pengembangan melalui konseptual desain.
Konseptual desain ini bersifat iteratif (berulang), sehingga akan banyak
gambar konsep yang akan menjadi alternatif desain. Selanjutnya dilakukan
analisis desain secara struktural dan fungsional, didasarkan pada kebutuhan yang
harus ada dan kebutuhan yang diinginkan.
Sehingga disinilah akhirnya dipilih satu yang paling optimal dan dianggap
layak. Tahap selanjutnya meliputi detil gambar teknik yang meliputi detail proses
dan desain perlengkapan. Pada tahap ini dilakukan analisis teknik yang terdiri dari
mekanisme kerja, pemilihan bahan, dimensi SMR, biaya dan optimalisasi. Setelah
pembuatan detail gambar, masuk pada tahap project engineering yang meliputi
pembelian bahan, pabrikasi dan kontruksi alat SMR. Selanjutnya dilakukan uji
kinerja dari SMR yang telah dirancang.
Melalui uji kinerja akan dilakukan perbandingan dan analisis apakah SMR
ini telah sesuai dengan target awal yang telah ditentukan sebelumnya. Parameterparameter yang diukur dalam tahap pengujian ini adalah:
1. Debit aliran untuk perbandingan minyak dan metanol 1:6
2. Suhu fluida yang mengalir sepanjang SMR
3. Waktu proses produksi biodiesel

10

Masalah

P
l
a
n
n
i
n
g

Indentifikasi masalah,
spesifikasi kebutuhan
Perencanaan project

Perancangan konsep
Tinjauan desain

Project berhenti

Detail
desain

Perancangan bentuk
Sintesis ↔ Analisis ↔ Optimalisasi

Detail proses & desain perlengkapan

Tinjauan desain

Analisis ↔ Ukuran&biaya ↔
Optimalisasi ↔ kontrol

Project berhenti

Flowsheet akhir

Pilot plan

Tinjauan desain

Pembelian, pabrikasi dan kontruksi

Membangun
konsep

Project
Engineering
Project berhenti

Tinjauan desain

Servi
ce

Start up, Operation,
Retirement

Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995)
Perhitungan Analisis Prototipe SMR
1. Luas penampang aliran fluida
A  0.25D 2 ………………………………………………….......(5)
Keterangan:
A : Luas penampang (m2)
D : Diameter (m)

11

2. Kecepatan aliran fluida
Q
v
………………………………………………………………(6)
A
Keterangan:
v : Kecepatan (m/s)
Q : Debit (m3/s)
A : Luas penampang (m2)
3. Bilangan reynold
vD
…………………………………………………………..(7)
Re 
µ
Keterangan:
Re : Bilangan reynold
ρ : Densitas (kg/m3)
v : Kecepatan (m/s)
D : Diameter (m)
µ : Viskositas dinamis (kg/ms)
4. Kehilangan tekanan
a. Akibat gesekan
L v2
hf  f
……………………………………………….(9)
D 2g
Keterangan:
hf : Kerugian tinggi-tekan (m)
f : Suatu faktor tanpa dimensi, dicari melalui diagram moody
pada Lampiran 2
L : Panjang pipa (m)
D : Diameter dalam pipa (m)
v : Kecepatan rata-rata (m/s)
g : Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
b. Pada Jalur Pipa (hfp)

…………………………….(10)

Keterangan:
hfp : Kerugian tinggi-tekan pada jalur pipa (m)
f : Koefisien kerugian berbagai jalur pipa
v : Kecepatan rata-rata (m/s)
g : Percepatan gravitasi (9.81 m/s2)
Tabel 1 Koefisien kerugian pada jalur pipa
Jalur pipa
Ujung masuk pipa
Belokan
Pembesaran penampang secara mendadak
Pengecilan penampang secara mendadak
Ujung keluar pipa
Pada Katup
(Sularso dan Tahara 2000)

f
0,5
1.129
1
0.48
1
0.09

12

c. Akibat pengaduk statis
Hfm  Hfsm. f

………………………………….(11)
f  57,16 ( Admix 1998)
Keterangan:
Hfm : Kerugian tinggi-tekan pada modul (m)
Hfsm : Kerugian tinggi-tekan pada pengaduk statis (0.128 m)

d. Statis
Nilai kehilangan tekanan statis didapatkan dari mengukur
perbedaan tinggi muka fluida di sisi hisap dan di sisi keluar
(Panggabean 2011)
5. Daya pompa

………………………………………………..(12)
Keterangan:
P : Daya pompa (kW)
γ : Berat air per satuan volume (kgf/l)
Q : Kapasitas (m3/mnt)
Httl : Head total pompa (m)

6. Perhitungan daya heater (Ph)=

…………………………………(13)

……………………………………………………….(14)
Keterangan:
q : Energi panas (kj)
m : Massa (kg)
Cp : Kapasitas panas (kj/kg oC)
∆T : Perubahan suhu (oC)
t : Waktu (s)

Prosedur Pengujian
Sistem produksi biodiesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sistem kontinyu dengan menggunakan 2 pompa. Satu pompa untuk mengalirkan
minyak, satu pompa untuk mengalirkan metoksin (metanol yang dicampur dengan
katalis KOH). Bahan dimasukan pada masing-masing tangki penampung,
kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas. Setelah suhu pipa
dalam kondisi seragam yaitu sekitar 60 oC maka pompa dihidupkan. Kran tangki
pengumpan dibuka dan diatur sesuai perbandingan mol minyak dan metanol yaitu
1:6, kemudian dilakukan pengujian terhadap kinerja pompa dan heater terhadap
biodiesel yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dibuat suatu kondisi demi
tercapainya tujuan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut meliputi temperatur awal
(set point) (60 oC, 90 oC, 100 oC, 110 oC, 120 oC, 130 oC) , debit pompa 1 untuk
minyak (5 l/mnt, 9.5 l/mnt, 15 l/mnt) pompa 2 untuk metanol (2 l/mnt, 2.5 l/mnt,
4 l/mnt), bahan (metanol, metanol; minyak, minyak; minyak, metanol)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan Desain
Indentifikasi Masalah
Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari minyak goreng.
Minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang ulang pada suhu tinggi
akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Bila dibuang begitu saja
kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu minyak jelantah akan
mencemari lingkungan berupa, turunnya kadar COD (Chemical Oxygen
Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand). Minyak jelantah sebagai
bahan baku biodiesel dapat mengurangi limbah dan meningkatkan nilai tambah
minyak jelantah tersebut.
Kendala dalam produksi biodiesel terletak pada proses pencampuran antara
minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat immiscible (tidak
mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada
reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator. Pencampuran
menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya
terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal
bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah
tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis. Menurut Panggabean
(2011) penggunaan reaktor berpengaduk statis dapat mengefektifkan pengadukan
reaktan dan mengurangi penggunaan katalis.
Reaktor yang selama ini digunakan menggunakan reaktor tipe batch.
Kelemahan dari reaktor tipe batch yaitu waktu reaksi masih relatif lama dan tidak
cocok digunakan dalam sekala industri. Salah satu solusi yaitu dengan
menggunakan reaktor tipe kontinyu sehingga dapat mempercepat waktu reaksi
dan produksi biodiesel akan terus menerus selama ada bahan pengumpan.

Spesifikasi Kebutuhan
Spesifikasi kebutuhan merupakan proses analisis desain yang meliputi
target-target spesifik untuk SMR yang akan di rancang, seperti diberikan pada
Tabel 2. Setiap spesifikasi dikelompokkan berdasarkan dua kriteria. (1) Kriteria
utama (A) yaitu spesifikasi yang muncul berdasarkan hasil indentifikasi
kebutuhan pengguna dan merupakan target yang harus dipenuhi. (2) Kriteria
tambahan (B) yaitu spesifikasi yang merupakan tambahan dari hasil pemikiran
dan keinginan perancang atas pertimbangan tertentu.

14

Tabel 2 Daftar spesifikasi kebutuhan
No

1

2

3
4
5
6
7

Daftar spesifikasi
Kontruksi
Dirancang untuk skala kecil menengah
Ukuran Panjang = 2 m, Lebar = 0.5 m, Tinggi= 1 m
SMR dirancang sistem kontinyu
Terdapat kran sampel, pengukur tekanan,
Mudah dalam pergantian pengaduk statis
Target Operasi
Debit berdasarkan perbandingan mol minyak dan metanol 1:6
0

Suhu fluida mengalir 60 C
Pencampuran fluida dalam kondisi steady state
Sekali proses menghasilkan biodiesel
Material
Bahan reaktor terbuat dari acrylic
Tangki dan pipa saluran terbuat dari bahan Stainless steel
Energi
Menggunakan energi listrik satu fase
Keselamatan dan ergonomika
Tidak membahayakan saat dioperasikan
Tidak membahayakan saat pelepasan dan pemasangan
Pengoperasian
Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasian
Perawatan
Mudah dalam melakukan perawatan

A/B
A
B
A
A
A
A
A
A
A
B
A
A
A
A
A
B

Pengembangan Desain
Rancangan Fungsional
1. Pompa berfungsi untuk mensirkulasikan bahan dari tangki pengumpul ke
reaktor.
2. Pipa berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida.
3. Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pencampuran bahan.
4. Pengaduk statis berfungsi sebagai alat pengaduk fluida yang statis.
5. Heater berfungsi sebagai penyedia panas yang dibutuhkan dalam proses
produksi biodiesel secara katalitik.
6. Pipa pemanas berfungsi sebagai tempat pemanasan bahan sebelum masuk ke
reaktor.
7. Tangki pengumpul berfungsi sebagai tempat mengumpulkan bahan sebelum
dialirkan di dalam reaktor berpengaduk statis.
8. Tangki pengumpan berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan.

15

9. Termostat digital berfungsi sebagai pengontrol heater dalam penyediaan
panas pada pipa pemanas.
10. Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur yang dipasang pada pipa
pemanas.
11. Isolator berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas yang terjadi
disepanjang pipa.
12. Control panel berfungsi tempat tombol on-off pompa dan termostat

Rancangan Struktural
1. Tangki pengumpul
Berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan sebelum bahan
dialirkan melewati reaktor yang dilengkapi oleh pengaduk statis dan heater,
tangki berbentuk silinder
2. Tangki pengumpan
Tangki pengumpan yang berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan (minyak,
metanol, KOH) dengan ukuran diameter 155 mm dan tinggi 300 mm. Tangki
terbuat dari bahan SS 304.
3. Pompa
Berfungsi untuk mengalirkan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor dengan
kapasitas 53 l/mnt dan 40 l/mnt. Pompa yang digunakan bermerk FIRMAN
tipe FWP 81 SS dan FWP 61 SS
4. Reaktor
Berfungsi sebagai sebagai tempat bereaksinya trigliserida dengan
alkohol/metanol secara katalitik dengan katalis KOH. Reaktor yang
digunakan berupa pipa dengan diameter dalam 25.4 mm dengan panjang pipa
200 mm, terbuat dari pipa SS304. Reaktor berjumlah 5 buah pada tiap ujung
keluaran reaktor terdapat kran untuk mengambil sampel hasil pencampuran
dan pipa untuk dihubungkan ke alat ukur tekanan guna mengukur head loss
dalam reaktor.
5. Pengaduk statis
Pengaduk statis yang digunakan terdiri dari 12 elemen pengaduk berbentuk
heliks. Bentuk heliks tersebut dihasilkan melalui proses puntir dengan sudut
puntir 180o pada masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan
pembuat pengaduk statis dan dipuntir dengan arah yang berlawanan.
6. Heater
Heater berfungsi untuk menyediakan panas yang dibutuhkan dalam proses
transesterifikasi. Pemanas yang digunakan berupa selimut (band heater) yang
menyelubungi dan dipasang pada pipa pemasukan sebelum menuju reaktor,
mempunyai panjang 300mm dan daya 900 watt yang dipasang melilit pada
pipa pemanas.
7. Termostat digital
Termostat digital berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam
penyediaan panas untuk reaktor.
8. Termokopel
Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur pada reaktor. Termokopel
yang digunakan adalah tipe C/C dan tipe K

16

9. Hybrid recorder
Hybid recorder berfungsi untuk membaca data suhu termokopel
10. Flow meter
Flow meter yang digunakan berjumlah 2 unit berfungsi untuk mengatur debit
aliran berdasarkan rasio molar antara minyak dan metanol.
11. Isolator
Isolator digunakan dengan menyelimuti reaktor yang berfungsi mengurangi
kehilangan panas ke lingkungan. Bahan yang digunakan adalah glass wool
dan sumbu kompor.
12. Control panel
Control panel berfungsi untuk menempatkan tombol on-off pompa dan
termostat.

Alternatif Desain
Altenatif desain merupakan beragam desain yang mengakomodasi fungsifungsi yang telah disebutkan pada bagian perancangan SMR yang direncanakan.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Alternatif design
Kriteria

Alternatif 1 (X)

Alternatif 2 (Y)

Alternatif 3 (Z)

Pompa
Daya heater
Modul

1 pompa
900 watt
8 modul;
1 modul 6 elemen

Tangki
pengumpan

1 tangki
pengumpan

1 pompa
900 watt
4 modul;
1 modul 12
elemen
1 tangki
pengumpan

2 pompa
900 watt
5 modul;
1 modul 12
elemen
3 tangki
pengumpan
(minyak, MeOH,
KOH)

Tangki
penampung
Pengaturan debit
Pengambilan
Sampel
Pengukuran
Tekanan
Material modul

1 tangki
penampung
-

1 tangki
penampung
Flow meter

Flow meter

6 kran sampel

6 kran sampel

6 kran sampel

6 manometer

6 manometer

6 manometer

reaktor bahan
ss314

reaktor bahan
acrylic

reaktor bahan
acrylic

Skema alternatif
desain SMR

Material hopper
dan pipa saluran

Stainless steel

Stainless steel

-

Stainless steel

17

Setelah ditentukan alternatif desain selanjutnya dianalisis dengan
membandingkan masing-masing alternatif dengan memberikan nilai, jika baik
diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0 dan kurang diberi nilai -1 sehingga dihasilkan
satu desain yang dirasa baik yaitu alternatif desain 3 dengan total nilai 5. Seperti
ditunjukkan pada Tabel 4. Selanjutnya dilakukan detail desain.
Tabel 4 Penilaian alternatif desain
Parameter
Harus ada

0

Yang di inginkan

Kriteria

ketercapaian suhu 60 C
ketercapaian pencampuran
headloss rendah
pengambilan sampel
pengukuran tekanan
kemudahan pabrikasi
Biaya
Inlet
Outlet
Daya
Pengaturan debit
kuat dan tahan lama
Total nilai

X
1
0
-1
-1
-1
1

Alternatif
Y
1
0
0
1
1
-1

Z
1
1
1
1
1
0

1
-1
1
1
0
1
2

0
-1
1
0
1
-1
2

0
1
-1
0
1
-1
5

keterangan: tiap alternatif desain dibandingkan melalui parameter penilain. Jika baik diberi
nilai 1, cukup diberi nilai 0, kurang diberi nilai -1

Desain Detail
Rancangan Bentuk
Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing - masing sub-fungsi
SMR adalah sebagai berikut:
1. Dudukan SMR
Dudukan atau rangka penyangga SMR ini berukuran 2 m x 0.5 meter dengan
bahan besi hollow 30 x 30 x .2.6. Bentuk rangka diberikan pada Gambar 4

Gambar 4 Dudukan pengaduk statis

18

2. Pengaduk statis
Pengaduk statis didesain berdasarkan literatur Noritake (2010) dengan ukuran
yang disesuaikan dengan diameter dalam pipa acrylic yaitu 3.6 cm. Sehingga
satu elemen pengaduk statis berukuran 3.6 cm x 5.4 cm. Untuk panjang satu
modul pengaduk statis dengan 12 elemen sebesar 64.8 cm. Bentuk pengaduk
statis ditunjukkan pada Gambar 5. Pipa yang digunakan berbahan acrylic
agar dapat melihat proses pencampuran fluida.

Gambar 5 Pengaduk statis
3. Y tube dan pipa pemanas
Berdasarkan hasil analisis desain, maka ditentukan bentuk dan ukuran Y tube
dan pipa pemanas 55.8 cm yang ditentukan berdasarkan keinginan perancang.
Gambar 6 menunjukkan bentuk Y tube dan pipa pemanas yang dililitkan
heater dengan panjang 30 cm.

Gambar 6 Y tube dan pipa pemanas
4. Tangki penampung
Tangki penampung disesuaikan dengan kapasitas yang dinginkan berdasarkan
perhitungan 1 maka ditentukan ukuran tangki penampung masing masing
bahan yaitu minyak Ø30 cm x 72 cm, volume 50 liter; metanol Ø23 cm x 32
cm, volume 13 liter; KOH Ø10 cm x 32 cm, volume 2.5 liter. Gambar 7
menunjukkan bentuk tangki penampung masing-masing bahan

19

Gambar 7 Tangki penampung bahan minyak metanol dan katalis

Gambar 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe
Gambar 8 menunjukkan bentuk akhir SMR hasil rancangan yang
menggabungkan seluruh sub-fungsi struktur. Sebelah kiri desain dan sebelah
kanan prototipe.

Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja SMR dimulai dengan memasukkan bahan ke dalam tangki
pengumpan, kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas.
Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka pompa dihidupkan. Kran tangki
pengumpan dibuka penuh lalu bahan akan mengalir melewati pipa pemanas
menuju reaktor. Di dalam reaktor bahan mengalami proses pengadukan.
Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statis yaitu bahan yang mengalir
akan terbagi dua saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks),
kemudian mengalami pembagian lagi pada elemen berikutnya sehingga
mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang
dihasilkan) sebesar 2e dimana ‘e’ adalah jumlah elemen dari mixer) (Admix 1991).
Hasil akhir dari proses pengadukan berupa FAME (fatty acid metil ester) dan
gliserol.

20

Prototyping
Prototyping dimulai dari pembelian bahan, pada tahap ini beberapa ukuran
dalam desain tidak sesuai dengan bahan yang standar di pasaran sehingga
prototipe SMR harus disesuaikan dengan bahan yang standar di pasaran. Selain
itu membuat pengaduk statis di bengkel tidak mudah seperti mendesain pada
CAD (Computer Aided Design). Rencana awal pembuatan pengaduk statis
dilakukan menggunakan alat cetak pengaduk statis tetapi bentuk geometri
pengaduk statis yang sulit untuk dicetak sehingga proses pembuatan pengaduk
statis dilakukan secara manual dengan memuntir plat yang sudah di ukur sesuai
desain awal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil dari proses
pemuntiran secara manual dihasilkan pengaduk statis yang tidak seragam satu
dengan yang lainnya. Disamping itu sudut puntir yang diinginkan tidak tercapai,
seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 9 Mesin puntir

Gambar 10 Elemen pengaduk statis

Gambar 11 Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis
Penyambungan elemen pengaduk statis menggunakan las kusus stainless
karena pengaduk statis berbahan stainless steel. Penyambungan elemen pengaduk
statis cukup sulit untuk menghasilkan kualitas penyambungan yang baik.
Penyambungan yang kurang baik menyebabkan panjang pengaduk statis bisa
lebih dari yang direncanakan dan panjang pengaduk statis pun tidak seragam,
seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Heater yang akan digunakan adalah heater tubular, namun pabrikasi
pemasangan heater tubular sulit dan tidak sesuai untuk pipa sehingga heater
tubular diganti menggunakan band heater. Band heater yang digunakan sebanyak

21

3 unit karena panjang heater yang dibutuhkan 30 cm sedangkan panjang band
heater di pasaran 10 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Penyambungan acrylic dengan stainless cukup sulit karena standar diameter
dalam pipa keduanya berbeda, sehingga digunakan bahan teflon dalam
menyambungkan kedua pipa menjepit acrylic dan pipa stainless. Penggunaan
teflon ini juga memudahkan dalam mengganti pengaduk statis dengan sudut puntir
yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 12 Heater

Gambar 13 Teflon

Uji Komisioning
Uji komisioning merupakan kegiatan di dalam proses perancangan sebelum
dilakukan uji kinerja. Uji komisioning meliputi beberapa subsistem diantaranya
uji komisioning pompa, reaktor, dan heater. Pada saat melakukan uji komisioning
pompa dilakukan dengan pengaturan debit dari beberapa variasi debit (2.5, 3, 4, 5,
9.5, 15 dan maksimal). Penguji menggunakan air dengan debit maksimal pada
masing-masing pompa memberikan tekanan yang tinggi, sehingga dibutuhkan
pengunci di belokan pipa agar pipa belokan tidak terlepas. Karena penyambungan
pipa stainless dengan pipa acrylic hanya menggunakan teflon. Teflon tersebut
berfungsi untuk menjepit pipa acrylic.
Pada komisioning reaktor dilakukan dengan mengalirkan fluida ke dalam
reaktor. Fluida yang digunakan yaitu metanol. Debit aliran yang digunakan pada
pompa 1 sebesar 5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2 l/mnt, dimana pada masingmasing tangki pengumpan berisi metanol. Setelah melakukan beberapa kali
pengulangan reaktor terlihat goresan-goresan kecil yang cukup banyak. Pada
pengujian ke 3 pipa acrylic mulai terlihat retak disepanjang pipa, dan akhirnya
terjadi kebocoran pada pipa acrylic yang disebabkan retakan. Retakan pertama
terlihat pada pipa acrylic ke tiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 14, kemudian
proses dihentikan. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap pipa acrylic,
terlihat hampir semua pipa acrylic mengalami retak dari dalam. Akhirnya SMR
harus diperbaiki dengan mengganti acrylic dengan pipa stainless steel yang
diameter dalamnya sama dengan diameter pengaduk statis. Faktor yang
menyebabkan pipa acrylic mengalami retak yaitu metanol. Metanol bereaksi
dengan pipa acrylic sehingga pipa acrylic mengalami retak. Selain pipa acrylic,
flow meter yang digunakan juga mengalami goresan-goresan dari dalam
ditunjukkan pada Gambar 15. Penggantian flow meter juga dilakukan agar flow
meter tidak retak.

22

Gambar 14 Retakan pada pipa acrylic

Gambar 15 Goresan pada flow meter

Pada uji komisioning heater, dilakukan dengan mengatur set point pada
heater dengan beberapa variasi yaitu 60, 90, 100, 110, 120, 130 oC. Pengujian
heater dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang steady state. Dari hasil
pengujian panas tidak mampu untuk mengalirkan panas di sepanjang pipa.
Sehingga diperlukan fluida untuk membantu mengalirkan panas di sepanjang pipa
agar tercapai kondisi yang steady state. Fluida yang digunakan untuk membantu
mengalirkan panas adalah minyak. Karena pada umumnya sebelum dilakukan
proses produksi biodiesel minyak dilakukan pemanasan terlebih dahulu.
Setelah melakukan beberapa uji komisioning maka SMR perlu diperbaiki
dan dimodifikasi agar saat melakukan uji kinerja dengan minyak dan metanol
sudah memperoleh data yang akurat. Sebelum