Kajian Sebaran Suhu Di Sepanjang Reaktor Berpengaduk Statis Tipe Kontinyu

KAJIAN SEBARAN SUHU DI SEPANJANG REAKTOR
BERPENGADUK STATIS TIPE KONTINYU

MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Sebaran Suhu di
Sepanjang Reaktor Berpengaduk Statis Tipe Kontinyu adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016
Muhammad Shopia Ramdhan
NIM F14110137

ABSTRAK
MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN. Kajian Sebaran Suhu di Sepanjang Reaktor
Berpengaduk Statis Tipe Kontinyu. Dibimbing oleh ARMANSYAH H
TAMBUNAN.
Reaktor berpengaduk statis merupakan seperangkat elemen-elemen pengaduk
yang diletakkan di dalam pipa dengan tujuan untuk memanipulasi aliran fluida
dengan membagi, merekombinasi, dan menyebarkan, sehingga membentuk
campuran fluida saat melewati pengaduk. Pengaduk statis dapat digunakan untuk
produksi biodiesel secara kontinyu. Meskipun demikian, mekanisme pemanasan
harus didesain dengan tepat agar memperoleh suhu reaksi yang stabil di sepajang
pengaduk statis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sebaran suhu
di sepanjang reaktor berpengaduk statis dan menentukan kondisi perlakuan suhu
yang optimum untuk produksi biodiesel pada reaktor berpengaduk statis tipe
kontinyu. Metode yang digunakan adalah dengan mengalirkan minyak dengan set
poin suhu yang diinginkan hingga kondisi steady state dan mengalirkan minyak
dengan set poin suhu yang diinginkan hingga kondisi steady state, kemudian di

alirkan metoksin (metanol (meOH) yang dicampur dengan katalis KOH)
menghasilkan biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kehilangan
panas di sepanjang reaktor, semakin panjang reaktor semakin besar kemungkinan
terjadi kehilangan panas.
Kata kunci: Biodiesel, Metanol, Minyak, Pengaduk Statis, Suhu

ABSTRACT
MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN.The Study of Temperature Distribution in
the Static Mixing Reactor with Continous Type. Supervised by ARMANSYAH H
TAMBUNAN.
Stating mixing reactor is a set of static mixer elements which placed in a tube
to manipulate the fluid flow by dividing, recombining, and spreading, so as to
enhance the mixing of fluids flowing in the mixer. Static mixer can be used for
biodiesel production continuously. However, heating mechanism has to be designed
properly in order to obtain a constant reaction temperature along the static mixer.
The objectives of this research are to study the distribution temperature along a
static mixing reactor and to determine optimum condition of temperature treatment
for biodiesel production in a static mixing reactor with continuous type. The
methods used in this research were flowed palm oil set point desired temperature
until steady state conditions and flowed palm oil set point desired temperature until

steady state conditions then piped metoxin(metanol (MeOH) were mixed with the
catalyst KOH) produce biodiesel.The results showed that heatloss occurs along the
reactor, and the longer reactor the greater possibility of heat loss.
Keywords: biodiesel, methanol, palm oil, static mixer, temperature

KAJIAN SEBARAN SUHU DI SEPANJANG REAKTOR
BERPENGADUK STATIS TIPE KONTINYU

MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Judul Skripsi: Kajian Sebaran Suhu di Sepanjang Reaktor Berpengaduk Statis
Tipe Kontinyu
Nama

: Muhammad Shopia Ramdhan

NIM

: F14110137

Disetujui oleh

?
Prof Dr Ir Armansyah H Tambunan MAgr
Pembimbing

Tanggal Lulus:


2 8 MAR 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Sebaran Suhu di Sepanjang Reaktor Berpengaduk Statis Tipe Kontinyu”. Penulis
mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah mendukung
terselesaikannya skripsi ini dengan baik khususnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Bapak H Rakhman SAp dan Ibu Hj Dahriah
serta adik penulis Achmad Muhajir Musyaffa atas doa, dukungan dan
kasih sayangnya;
2. Prof Dr Ir Armansyah H Tambunan MSc selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah bersedia membimbing, membantu, serta memberikan
kritik dan saran selama proses penyelesaian skripsi;
3. Dr Nanik Purwanti STp MSc dan Dr Ir Edy Hartulistiyoso MSc selaku
dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis;
4. Meilia Rachmawati yang telah memberikan doa, bantuan dan
semangatnya untuk penulis;
5. Program
HIKOM

DIKTI
Nomor
Kontrak
:
157/SP2H/PL/DI.LITABMAS/2/2015 atas nama Prof Dr Ir Armansyah H
Tambunan dan kakak-kakak satu payung penelitian Kak Inge, Kak Sari,
Bang Irpan, dan Bang Sigit
6. PT Adaro Indonesia melalui kerja sama CSRnya dengan program BUD
IPB, yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis selama
menjalani perkuliahan hingga lulus dengan baik di IPB.
7. Teman dan kakak satu bimbingan Prof. Armansyah di Laboraturium
Pindah Panas dan Massa yaitu Holil, Jhon, Fidel, Muzakkir, Pak Jhon,
Pak Alimudin, Bang Haga, Bang Well, Bang Raju dan Bang Ilham atas
bantuan dan dukungannya.
8. Teman-teman penghuni kontrakan KOMET D19 ( Fajar, Holil, Aad,
Azzam, Ebis, Faisal, Romli dan Akmal), DH Squad (Miftah, Baba Rafli,
Bayu, Faisol, Davin, Ryan, Alm. Andi Bogar, Eja, Saepul Rohman,
Fahmibo), TRX-team (Bang Johan, Bayu, Ari”Otong”, Zaky), PKMCenter (Bang Bruds, Mastur, Ka Dewi, Ka Gesty), dan Jamhari Abidin
atas semangatnya.
9. Rizki Noor, Nova Riyanti, Bintoko Frizla Fahana atas semangatnya.

10. Teman-teman REGENBOOG 48 (Teknik Mesin dan Biosistem IPB
angkatan 48) atas bantuan dan semangatnya kepada penulis.
11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
Demikian ucapan terima kasih yang dapat disampaikan penulis, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2016

Muhammad Shopia Ramdhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

DAFTAR SIMBOL

vi

PENDAHULUAN

8

Latar Belakang

8

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel Menggunakan Reaktor
Berpengaduk Statis

2


Pengaruh Suhu pada Pembuatan Biodiesel

4

Penggunaan Elemen Pemanas pada Reaktor Berpengaduk Statis

5

Keseragaman Suhu di Sepanjang Reaktor

7

METODE

8

Tempat dan Waktu Penelitian

8


Alat

9

Bahan

10

Prosedur Penelitian

10

Prosedur Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Profil Suhu di Sepanjang Reaktor

14

Penentuan Kondisi Suhu Minyak di Tangki

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol (Perry 1986)
2 Perlakuan penelitian
3 Hasil rata-rata pengukuran langsung suhu akhir proses

5
12
21

DAFTAR GAMBAR
1 Elemen pengaduk statis (Panggabean 2011)
2 Elemen pemanas yang digunakan oleh Soolany (2014)
3 Elemen pemanas yang digunakan oleh Prastya (2015)
4 Diagram skematik reaktor berpengaduk statis dan posisi penempatan
thermocouple.
5 Perpindahan kalor secara konduksi (Lienhard IV 2008)
6 Konduksi pada silinder berongga (Cengel 2005)
7 Prototipe reaktor berpengaduk statis (Prastya 2015)
8 Diagram alir penelitian
9 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 60oC.
10 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 65oC.
11 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 70oC.
12 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 80oC.
13 Grafik peningkatan laju pemanasan terhadap suhu yang digunakan
14 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 65oC.
15 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 70oC.
16 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 75oC.
17 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.5% b/b dan set poin suhu sebesar 65oC.
18 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.5% b/b dan set poin suhu sebesar 70oC.
19 Persamaan penentuan set poin proses dengan katalis 0.3% b/b.
20 Persamaan penentuan set poin proses dengan katalis 0.5% b/b.

3
5
6
6
7
8
9
13
14
15
15
16
16
17
18
18
19
19
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Standar mutu biodiesel
Perhitungan laju aliran dan kebutuhan katalis
Perhitungan suhu pencampuran menggunakan Asas Black.
Dokumentasi penelitian

25
26
26
28

DAFTAR SIMBOL
A





L








rD
rL
Qme
Qmi
TD
T2
��

� �











ΔT

Luas penampang yang dialiri kalor secara konduksi yang diukur tegak
lurus dengan arah aliran (m2)
Kapasitas kalor (kJ/kgoC)
Kapasitas kalor metanol (kJ/kgoC)
Kapasitas kalor minyak (kJ/kgoC)
Gradien suhu (oC)
Konduktivitas termal bahan (W/moC)
Panjang silinder (m)
Laju aliran massa metanol (kg/s)
Laju aliran massa minyak (kg/s)
Massa jenis bahan (kg/m3)
Massa jenis metanol (kg/m3)
Massa jenis minyak (kg/m3)
Jari-jari (m2)
Jari-jari dalam silinder (m2)
Jari-jari luar silinder (m2)
Kalor metanol (Watt)
Kalor minyak (Watt)
Suhu permukaan dalam silinder (oC)
Suhu permukaan luar silinder (oC)
Suhu campuran minyak dan metanol (oC)
Suhu metanol (oC)
Suhu minyak (oC)
Suhu thermocouple sebelum modul (oC)
Suhu thermocouple setelah modul 1 (oC)
Suhu thermocouple setelah modul 2 (oC)
Suhu thermocouple setelah modul 3 (oC)
Suhu thermocouple setelah modul 4 (oC)
Suhu thermocouple setelah modul 5 (Hasil Proses) (oC)
Setting point suhu yang diberikan pada heater (oC)
Gradien suhu sepanjang waktu (oC)
Gradien suhu pada arah x (oC)
Perbedaan suhu bahan (Takhir – Tawal) (oC)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reaktor berpengaduk statis merupakan seperangkat elemen - elemen
pengaduk yang diletakan di dalam pipa dengan tujuan untuk memanipulasi aliran
fluida, yaitu membagi, rekombinasi, mempercepat atau memperlambat,
menyebarkan, mengaduk dan membentuk suatu lapisan saat melewati
pengaduknya. Bentuk elemen dari pengaduk statis menentukan karakter gerakan
fluida dan dengan demikian menentukan efektivitas pencampuran antara dua atau
lebih zat yang berbeda jenis. Penggunaan reaktor berpengaduk statis dirancang
bermacam - macam jenisnya sesuai dengan tujuan penggunaannya. Salah satu
penggunaan reaktor berpengaduk statis adalah untuk proses transesterifikasi dalam
produksi biodiesel. Menurut Knothe et al (2005) reaksi transesterifikasi merupakan
proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar dan bercabang dari
minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul hampir lurus,
dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau
lemak hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) dengan bantuan katalis
(biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester.
Proses transesterifikasi berlangsung pada suatu reaktor yang dirancang
khusus. Rancangan reaktor umumnya memerlukan sistem pengadukan yang kuat
karena sifat minyak nabati dan metanol yang sulit bercampur (immiscible). Proses
pengadukan memberi peran yang penting untuk berlangsungnya reaksi. Penelitian
sebelumnya telah memanfaatkan pengaduk statis untuk meningkatkan efektivitas
pencampuran minyak dengan alkohol dan meningkatkan laju reaksi. Menurut
Panggabean (2011) semakin besar tumbukan yang terjadi di dalam reaktor maka
reaksi antar partikel juga akan semakin besar karena kontak antar bidang
permukaan akan semakin sering. Hasil lain dari penelitian tersebut adalah bahwa
penggunaan pengaduk statis dapat mengurangi penggunaan katalis yang diperlukan
dalam reaksi tersebut.
Sebuah pengaduk statis dirancang khusus pada pembuatan reaktor untuk
memperbesar tumbukan partikel-partikel reaktan secara mekanik dan kontinyu.
Pencampuran reaktan diharapkan tidak hanya berasal dari pengadukan campuran,
tapi proses lain yang ikut meningkatkan energi yang diperlukan untuk mencapai
energi aktivasi untuk memproses biodiesel seperti pengaruh perlakuan suhu.
Kinerja reaktor berpengaduk statis pada mutu biodiesel yang dihasilkan dilihat dari
ragam suhu, mengacu pada parameter - parameter mutu biodiesel yang tertera
dalam SNI 7182-2012.
Pengadukan statis memungkinkan proses dilakukan secara kontinyu. Dalam
hal ini sejumlah pengaduk statis digunakan secara seri, dan pemanasan dilakukan
pada bagian pemasukan reaktor berpengaduk statis tersebut. Pemanasan dengan
cara ini menyebabkan terbentuknya sebaran suhu di sepanjang reaktor akibat mode
perpindahan panas yang terjadi dan akibat sifat eksotermik reaksi yang
menyebabkan pelepasan panas selama reaksi berlangsung. Sebaran suhu yang
terbentuk harus dioptimalkan, karena salah satu syarat yang mempengaruhi

2
rancangan reaktor yang baik adalah tercapainya suhu fluida campuran yang sesuai
dengan kebutuhan proses transesterifikasi, sehingga perlu dipelajari serta dianalisis.
Perumusan Masalah
Proses pengadukan pada reaktor berpengaduk statis dan pemanasan memberi
tingkat energi reaktan yang lebih tinggi. Suhu reaktan yang lebih tinggi dapat
membantu mengurangi kebutuhan katalis atau pada jumlah katalis yang sama dapat
meningkatkan laju reaksi. Proses pemanasan menyebabkan terbentuknya sebaran
suhu di sepanjang reaktor. Sebaran suhu tersebut akan mempengaruhi rancangan
reaktor yang baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat suhu yang diperlukan dalam reaksi dan keseragaman suhu di sepanjang
modul reaktor berpengaduk statis sebagai akibat dari posisi elemen pemanas yang
ditempatkan pada tangki minyak dan perambatan panas dari elemen pemanas ke
sepanjang modul.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mempelajari sebaran suhu di
sepanjang reaktor berpengaduk statis dan 2) menentukan setting point suhu yang
tepat pada tangki minyak reaktor berpengaduk statis tipe kontinyu untuk produksi
biodiesel.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi untuk merancang sistem
pemanasan yang tepat untuk reaktor berpengaduk statis dalam produksi biodiesel
secara kontinyu.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup profil sebaran suhu disepanjang reaktor, laju
pemanasan pada reaktor, pengaturan suhu tangki minyak, kondisi suhu reaksi pada
reaktor sebesar 65ºC.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel Menggunakan Reaktor
Berpengaduk Statis
Pengaduk statis merupakan rangkaian elemen di dalam reaktor yang
memanfaatkan aliran fluida untuk proses pengadukan. Jenis pengaduk statis
bermacam-macam sesuai dengan tujuan penggunaannya. Salah satu jenis pengaduk
statis yang digunakan adalah pengaduk statis dengan bentuk elemen yang dipuntir
180o seperti bentuk helik dan diletakkan di dalam reaktor. Fluida yang mengalir
melalui setiap elemen pengaduk statis akan menjadi dua bagian sehingga
mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang
dihasilkan) sebesar 2e dimana ‘e’ adalah jumlah elemen dari pengaduk. Selain itu,

3
bentuk geometri pengaduk statis juga menyebabkan terbentuknya aliran turbulen
mikro, pencampuran radial (sirkulasi dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik) dan
transfer momentum di setiap saluran pengaduk. Proses pencampuran dan
pengadukan yang terjadi di saluran pengaduk statis akan mengurangi atau
menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan, dan komposisi bahan (Admix
1998)
Mekanisme pengadukan di dalam reaktor berpengaduk statis dapat
mengintensifkan pengadukan melalui pembagian elemen. Mekanisme
pencampuran fluida melalui beberapa tahap pembagian (splitting), peregangan
(streching), pembalikan (reordering), dan pencampuran (recombine) (Kandhai et
al. 1999).

Gambar 1 Elemen pengaduk statis (Panggabean 2011)
Cara kerja reaktor berpengaduk statis adalah membentuk atau meningkatkan
turbulensi aliran campuran free fatty acid (FFA)/trigliserida dan metanol/etanol,
sehingga partikel-partikel dari campuran ini menjadi lebih kecil (luas permukaan
kontak partikel menjadi lebih besar) dan dapat bercampur dengan baik.Turbulensi
aliran yang terbentuk pada kondisi temperatur yang sesuai dengan pemakaian
sedikit katalis diharapkan dapat mempercepat terjadinya reaksi antara
FFA/trigliserida dan metanol/etanol karena frekuensi tumbukan yang terjadi dalam
reaktor semakin besar sehingga jumlah partikel energik bertambah. Semakin besar
tumbukan yang terjadi, maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar karena
kontak antar bidang permukaan partikel akan semakin sering (Panggabean 2011).
Salah satu penelitian yang menggunakan pengadukan statis adalah Alamsyah
et al. (2010) yang membandingkan kinerja penggunaan blade agitator dan
pengadukan statis dengan menggunakan katalis KOH 1% (b/b) pada proses
produksi biodiesel. Hasil percobaan menunjukkan energi transesterifikasi rata-rata
menggunakan pengaduk statis sebesar 84.53 kJ/kg sedangkan menggunakan blade
agitator sebesar 484.2 kJ/kg. Penggunaan pengaduk statis dalam proses
transesterifikasi dapat menurunkan total konsumsi energi yang digunakan untuk
mengoperasikan alat.
Penelitian Thompson dan He (2007) menyebutkan bahwa pengaduk statis
dapat digunakan untuk produksi biodiesel dari minyak kedelai secara kontinyu
dengan suhu 60°C dan katalis 1.5% (b/b) selama 30 menit. Sedangkan Panggabean
(2011) menggunakan pengaduk statis untuk produksi biodiesel dari minyak sawit
dengan suhu 60°C dan jumlah katalis dapat diturunkan menjadi 0.5% (b/b)
diperoleh nilai konversi tertinggi sebesar 95.82 % (b/b) dengan sistem batch.

4
Aritonang (2013) melakukan optimasi terhadap penggunaan prototipe pengaduk
statis untuk menghasilkan konversi metil ester yang sesuai dengan SNI.Soolany
(2014) melakukan penambahan jumlah elemen pengaduk statis dari 6 menjadi 12
yang terbagi dalam 2 modul dengan menggunakan KOH 0.5 % pada suhu 65oC
sehingga menghasilkan nilai konversi metil ester sebesar 98.26 % (b/b)
menggunakan sistem semi-kontinyu. .
Pengadukan merupakan proses penting dalam pembuatan biodiesel agar
reaktan dapat bercampur, bertumbukan dan bereaksi. Hal ini diakibatkan oleh sifat
trigliserida dan metanol yang immiscible (tidak mudah bercampur). Konsep
pengadukan pada reaktor berpengaduk statis dapat mengintensifkan proses fisik dan
kimia serta menciptakan aliran turbulensi untuk meningkatkan efektifitas
pencampuran. Energi kinetik yang tebentuk dari aliran yang disebabkan oleh
geometri pengaduk statis, akan menyebabkan partikel-partikel fluida yang
terbentuk menjadi lebih kecil, luas permukaan menjadi besar, sehingga frekuensi
tumbukan yang terjadi dalam reaktor akan semakin besar pula (Clark 2004). Pada
kondisi suhu yang sesuai akan mempercepat terjadinya reaksi antar partikel
campuran fluida (trigliserida dan biodiesel).
Pengaruh Suhu pada Pembuatan Biodiesel
Transesterifikasi dapat dilakukan pada berbagai tingkatan suhu tergantung
dari jenis minyak nabati yang digunakan. Pada metanolisis minyak jarak menjadi
metil risinoleat (asam lemak penyusun utama minyak jarak), reaksi akan
berlangsung memuaskan apabila dioperasikan pada suhu 20 – 35oC dengan rasio
molar 6:1 dan 12:1 menggunakan NaOH sebagai katalis (Fredman et al. 1984).
Kemudian transesterifikasi minyak kedelai dengan metanol rasio molar 6:1 dengan
1 % NaOH untuk berbagai suhu transesterifikasi pada penelitian yang dilakukan
Fredman et al. (1986). Setelah satu jam proses, ester yang terbentuk adalah 94.87 %
dan 64 % untuk suhu 45 oC dan 32oC. Pada penelitian yang lain, suhu reaksi
mempengaruhi laju reaksi dan ester yang terbentuk. Yamazaki et al. (2007)
menjelaskan laju aliran produksi FAME meningkat dari 0.1 g/menit mulai pada
suhu 250oC menjadi 1.0 g/menit pada suhu 330oC tanpa menggunakan katalis.
Arrhenius menyatakan bahwa, semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka
semakin banyak konversi yang dihasilkan. Bila suhu naik maka harga k
(konduktivitas termal panas bahan) akan semakin besar sehingga reaksi berjalan
cepat dan hasil konversi semakin besar. Reaksi transesterifikasi pada pembuatan
biodiesel secara katalitik dapat dilakukan pada suhu 30 - 65°C (titik didih metanol
sekitar 65°C). Tabel 1 menunjukkan sifat sifat fisika dan kimia metanol yang
menurut Perry (1986).

5
Tabel 1 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol (Perry 1986)
Massa molar
Wujud
Specific gravity
Titik leleh
Titik didih
Kelarutan dalam air
Keasaman

32.04 g/mol
Cairan tidak berwarna
0.7918 N/m3
-97oC, -142.9oF (176K)
64.7oC, 148.4oF (337.8K)
sangat larut
pH 15.5

Selanjutnya, menurut Clark (2004) laju suatu reaksi kimia bertambah
dengan naiknya suhu, biasanya kenaikan sebesar 10oC akan melipatkan dua atau
tiga laju suatu reaksi antara molekul-molekul. Kenaikan laju reaksi ini dapat
diterangkan sebagai lebih cepatnya molekul-molekul bergerak semakin aktif ke
segala arah (pergerakan molekul) pada temperatur yang lebih tinggi dan karenanya
akan lebih sering bertabrakan satu sama lain. Pada temperatur yang lebih tinggi,
persentase tabrakan yang mengakibatkan reaksi kimia akan lebih besar, karena
semakin banyak molekul yang memiliki kecepatan lebih besar dan karenanya
memiliki energi cukup untuk bereaksi.
Penggunaan Elemen Pemanas pada Reaktor Berpengaduk Statis
Elemen pemanas (heater) merupakan seperangkat elemen yang digunakan
untuk memanaskan suatu bahan atau media yang diinginkan. Bentuk dan tipe dari
elemen pemanas bermacam-macam sesuai dengan fungsi, tempat pemasangan dan
media yang akan dipanaskan. Panas yang dihasilkan oleh elemen pemanas
bersumber dari kawat ataupun pita bertahanan listrik tinggi (resistance wire). Bahan
yang digunakan adalah niklin yang dialiri arus listrik pada kedua ujungnya dan
dilapisi isolator listrik yang mampu meneruskan panas dengan baik hingga aman
digunakan.
Penggunaan elemen pemanas pada reaktor berpengaduk statis sudah pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian Soolany (2014) menggunakan elemen pemanas
tipe turbular dengan panjang 1.3m, diameter 8mm dan daya terpasang sebesar
800W. Penelitian Prastya (2015), menggunakan elemen pemanas tipe selimut
(band heater) dengan panjang 300mm dan daya 900W.

Gambar 2 Elemen pemanas yang digunakan oleh Soolany (2014)

6

Gambar 3 Elemen pemanas yang digunakan oleh Prastya (2015)

(a) Reaktor yang digunakan oleh Prastya (2015)

(b) Reaktor yang digunakan dalam penelitian
Gambar 4 Diagram skematik reaktor berpengaduk statis dan posisi penempatan
thermocouple.
Penelitian ini menggunakan elemen pemanas tipe turbular yang ditempatkan
di dalam tangki minyak. Hal ini telah merubah konsep pemanasan bahan yang telah
dirancang oleh Prastya (2015) dimana pada penelitian sebelumnya, rancangan
sistem pemanasan dilakukan dengan menempatkan dua buah band heater yang di
tempatkan pada pipa sebelum masuk ke modul dan ditempatkan di bagian luar pipa
modul pertama. Merubah posisi penempatan elemen pemanas dilakukan agar

7
mempermudah pengontrolan suhu reaksi yang diinginkan saat melakukan proses
produksi biodiesel.
Keseragaman Suhu di Sepanjang Reaktor
Perpindahan kalor adalah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang
terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Energi yang
dipindah itu dinamakan kalor. Kalor telah diketahui dapat berpindah dari tempat
dengan temperatur lebih tinggi ke tempat dengan temperatur lebih rendah. Terdapat
beberapa macam proses atau mekanisme dari perpindahan kalor yang terjadi
diantaranya konduksi. Konduksi dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan
kalor atau panas dari satu daerah bertemperatur lebih tinggi ke daerah yang
bertemperatur lebih rendah didalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara
medium yang berlainan yang berkontak fisik secara langsung (Cengel 2005).
Perpindahan kalor konduksi pada akhirnya akan menuju kesetimbangan
temperatur. Hubungan dasar perpindahan kalor secara konduksi diusulkan oleh
seorang ilmuan fisika yang bernama Joseph Fourier (Holman 1986). Hubungan ini
menyatakan bahwa laju aliran kalor secara konduksi dalam suatu material

merupakan hasil perkalian dari tiga buah besaran, yaitu : k, A dan . Menurut
Incropera et al (2007), secara sistematis persamaan dalam arah satu dimensi dengan
kondisi steady dapat ditulis :

= −�. �
(1)

Gambar 5 Perpindahan kalor secara konduksi (Lienhard IV 2008)
Banyak permasalahan pada konduksi yang dihadapi dalam aplikasi teknik
yang melibatkan beberapa variabel bebas sehingga perlu sebuah upaya analisis
untuk mengeliminasi variabel tersebut agar persamaan dapat diselesaikan.
Kemudian tujuan akhirnya adalah untuk menentukan variasi suhu melalui
persamaan fungsi posisi dan waktu, T(x,t) pada sebuah benda. Persamaan (2)
merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah khusus yang terdapat pada benda
yang terkena kalor konduksi secara umum. Persamaan tersebut harus sesuai dengan
kondisi batas yang berlaku sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

8




= ∆. �∆� + �

(2)

Gambar 6 Konduksi pada silinder berongga (Cengel 2005)
Luas bidang aliran kalor dalam sistem silinder ini adalah laju perpindahan
kalor konduksi yang dapat dinyatakan oleh Persamaan (3). Apabila sistem bekerja
pada sistem koordinat silinder seperti pada Gambar 6 maka aliran kalor hanya
berlangsung ke arah radial (arah r) saja sehingga Hukum Fourier untuk konduksi
kalor untuk silinder berongga dapat dinyatakan oleh Persamaan (4) (Incropera et al
(2007).



�=

=�� −





= −�

(3)




(4)

Pada reaktor berpengaduk statis dilakukan isolasi di sepanjang reaktor agar
mengurangi atau bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya kehilangan panas
secara radial. Fungsi isolasi diharapkan bekerja secara optimal dan mampu
membuat efek kehilangan panas secara radial menjadi hilang atau diabaikan
sehingga diperlukan sebuah pengaturan kondisi agar suhu di sepanjang reaktor
lebih seragam dan sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan pada reaktor
berpengaduk statis yang digunakan.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan terhitung dari bulan Maret 2015
sampai dengan November 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah
Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian.

9
Alat
Alat yang digunakan untuk memproduksi Biodiesel secara katalitik pada
penelitian ini adalah prototype reaktor berpengaduk statis tipe kontinyu dengan 12
elemen yang terbagi dalam 5 modul reaktor. Foto alat dan diagram skematik reaktor
berpengaduk statis yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan oleh Gambar
4b dan Gambar 7.

Gambar 7 Prototipe reaktor berpengaduk statis (Prastya 2015)
Reaktor berpengaduk statis terdiri dari beberapa bagian utama meliputi:
1) Tangki minyak: berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan
sebelum bahan dialirkan melewati reaktor. Tangki berbentuk silinder
dengan ukuran diameter 175 mm dan tinggi 990 mm serta terbuat dari bahan
SS 304.
2) Tangki metanol: berfungsi sebagai penampungan bahan metanol + KOH
sebelum dialirkan melewati reaktor dengan ukuran diameter 155 mm dan
tinggi 300 mm. Tangki terbuat dari bahan SS 304.
3) Heater (elemen pemanas) berfungsi untuk menyediakan panas yang
dibutuhkan dalam proses transesterifikasi dan memanaskan minyak
sebelum di alirkan menuju reaktor. Pemanas yang digunakan adalah elemen
pemanas yang dipasangkan pada tangki 1 (tangki minyak) Tipe pemanas
yang dipakai adalah tipe turbular (celup) yang mempunyai panjang 175mm,
240V dan daya 1000W.
4) Termostat digital: berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam
penyediaan panas untuk reaktor.
5) Pompa minyak: berfungsi untuk mengalirkan minyak dari tangki minyak ke
reaktor dengan kapasitas 53 l/menit. Pompa yang digunakan bermerk
PENTAX tipe U3S-100/5
6) Pompa metanol: berfungsi untuk mengalirkan minyak dari tangki minyak
ke reaktor dengan kapasitas 40 l/menit. Pompa yang digunakan bermerk
FIRMAN tipe FWP 61.
7) Flow meter (2 unit): berfungsi untuk mengatur perbandingan antara minyak
dan metanol dengan rasio 1 : 6.
8) Kran: berfungsi untuk mengatur besarnya aliran yang masuk ke flow meter

10
9) Kran sampel: berfungsi untuk mengambil sampel hasil proses di sepanjang
reaktor berpengaduk statis.
10) Reaktor dan modul berpengaduk statis: berfungsi sebagai sebagai tempat
bereaksinya trigliserida dengan alkohol/metanol secara katalitik dengan
katalis KOH. Reaktor yang digunakan berupa pipa dengan diameter dalam
25.4 mm dengan panjang pipa 200 mm, terbuat dari pipa SS304. Reaktor
berjumlah 5 buah pada tiap ujung keluaran reaktor terdapat kran untuk
mengambil sampel hasil pencampuran dan pipa untuk dihubungkan ke alat
ukur tekanan guna mengukur head loss dalam reaktor. Pengaduk statis:
terdiri dari 12 elemen pengaduk berbentuk heliks. Bentuk heliks tersebut
dihasilkan melalui proses pemuntiran dengan sudut puntir 180o pada
masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan pembuat
pengaduk statis dan dipuntir dengan arah yang berlawanan.
11) Termokopel: berfungsi sebagai sensor temperatur pada reaktor. Termokopel
yang digunakan adalah tipe C/C dan tipe K
12) Display suhu (Hybrid Recorder): berfungsi untuk membaca data suhu
termokopel
13) Pressure gage : digunakan untuk mengetahui besarnya tekanan yang terjadi
selama proses reaksi transesterifikasi di sepanjang reaktor berpengaduk
statis
14) kWh meter: berfungsi untuk mengetahui jumlah kWh yang digunakan
selama proses reaksi transesterifikasi di sepanjang reaktor berpengaduk
statis
15) Kran keluaran: sebagai pengatur besarnya aliran yang keluar setelah
melewati reaktor berpengaduk statis.
16) Isolator: berfungsi mengurangi kehilangan panas ke lingkungan. Bahan
yang digunakan adalah glass wool dan sumbu kompor.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak goreng curah
(minyak kelapa sawit), metanol (MeOH), katalis kalium hidroksida (KOH), dan
Aquades.
Prosedur Penelitian
Mekanisme Kerja Alat
Pada Gambar 7 menunjukkan bagian-bagian utama yang terdapat di reaktor
berpengaduk statis yang digunakan untuk mempermudah penjelasan mengenai
mekanisme kerja alat. Mekanisme kerja reaktor berpengaduk statis dimulai dengan
memasukkan bahan ke dalam tangki pengumpan (1) dan (2), kemudian heater (3)
pada tangki minyak (1) dihidupkan untuk memanaskan bahan minyak. Setelah suhu
yang diinginkan tercapai maka pompa minyak (5) dihidupkan. Kran tangki
pengumpan (8) dibuka penuh lalu bahan akan mengalir melewati pipa kemudian
terjadi perpindahan panas di sepanjang pipa. Setelah suhu di sepanjang reaktor (10)
steady kemudian pompa metanol (6) dihidupkan sehingga kedua bahan di dalam
reaktor akan mengalir bersamaan. Proses pengadukan bahan terjadi di dalam
reaktor berpengaduk statis (10). Mekanisme pengadukan yang terjadi saaat
menggunakan pengaduk statis adalah bahan yang mengalir akan terbagi dua saluran

11
yang diciptakan oleh bentuk elemen pengaduk (heliks). Kemudian mengalami
pembagian lagi pada elemen berikutnya sehingga mengalami peningkatan
eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan) sebesar 2e dimana
‘e’ adalah jumlah elemen dari mixer (Admix 1991). Hasil akhir dari proses
pengadukan berupa FAME (fatty acid metil ester) dan gliserol melalui kran
keluaran(15).
Kondisi Perlakuan
Proses produksi biodiesel menggunakan reaktor berpengaduk statis yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sistem kontinyu, dimana masing-masing
bahan diletakkan dalam tangki terpisah dan proses produksi berjalan sekaligus.
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola sebaran suhu reaktor
berpengaduk statis tipe kontinyu sehingga perlu dibuat suatu kondisi demi
tercapainya tujuan tersebut.
Kondisi-kondisi tersebut meliputi tiga perlakuan utama yaitu, pertama,
percobaan menggunakan bahan minyak yang telah dipanaskan dengan setting point
suhu sebesar 60oC, 65oC, 70oC dan 80oC, kemudian dialirkan hingga mencapai
kondisi steady. Perlakuan kedua dengan mengalirkan bahan minyak yang telah
dipanaskan terlebih dahulu di sepanjang reaktor dengan setting point suhu sebesar
65oC, 70oC dan 75oC hingga mencapai kondisi steady dan mengalirkan metanol
yang sudah dicampur dengan katalis KOH sebesar 0.3% b/b. Perlakuan ketiga
dengan mengalirkan bahan minyak yang telah dipanaskan terlebih dahulu di
sepanjang reaktor dengan setting point suhu sebesar 65oC dan 70oC hingga
mencapai kondisi steady dan mengalirkan metanol yang sudah dicampur dengan
katalis KOH sebesar 0.5% b/b. Perbandingan molar antara minyak dan metanol
sebesar 1:6, sehingga dapat dihitung untuk laju kecepatan aliran minyak sebesar 9
l/menit dan laju kecepatan aliran metanol sebesar 2.3 l/menit. Perhitungan laju
aliran bahan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengambilan sampel bertujuan untuk
mengetahui profil sebaran suhu yang terjadi di sepanjang reaktor. Suhu 65oC
merupakan tingkatan suhu yang diinginkan untuk melakukan proses
transesterifikasi pada reaktor berpengaduk statis. Diagram alir penelitian secara
lengkap ditunjukkan pada Gambar 8. Pengambilan sampel dilakukan pada kondisi
perlakuan yang sudah ditentukan sesuai dengan Tabel 2.

12
Tabel 2 Perlakuan penelitian
Suhu di tangki (oC)
Laju Aliran
Metanol (l/menit)
0 (tanpa metanol)
2.3 (rasio molar 1:6), KOH 0.3% b/b
2.3 (rasio molar 1:6), KOH 0.5% b/b
Catatan: laju aliran minyak: 9 l/menit

65

65

70

75

80


-










-


-

Suhu pada masing masing modul 1,2,3,4, dan 5 diukur untuk melihat sebaran
suhu yang terjadi pada masing-masing modul. Selain untuk melihat pola sebaran
suhu yang terjadi pada reaktor, pengukuran suhu juga dilakukan untuk melakukan
perhitungan nilai koefisien pindah panas yang terdapat pada setiap modul di
reaktor. Pengukuran suhu dilakukan dengan menempatkan termokopel pada
bagian-bagian modul yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Prosedur Analisis Data
Analisis data meliputi menghitung laju aliran, kebutuhan katalis dan suhu
campuran fluida. Untuk menghitung suhu campuran digunakan persamaan Asas
Black sebagai berikut (Cengel 2005):
Qmi = Qme
dapat dijabarkan melalui persamaan dibawah ini:
ṁ ��� � � � −�� = ṁ
ṁ��

� ��

ṁ��

��� + ṁ��

� �� + ṁ��

(5)
��

� �� ���
� ��

= ��

�� −�

(6)
(7)

Kemudian untuk menghitung laju aliran dan suhu campuran digunakan persamaan
berikut:
Massa minyak
= mol minyak x berat massa minyak
(8)
Massa metanol
= mol metanol x berat massa metanol
(9)
�� � �� �

Volume minyak
=
(10)
��
Volume metanol

=

Konsumsi katalis (0.3%)

=

Konsumsi katalis (0.5%)

=

� �
�3
�� � � �
. %

� �
a a

��
�3

i



ak g

ka a k u ia KOH
. %
a a i ak g

ka a k

u

ia KOH

(11)

(12)
(13)

13

Gambar 8 Diagram alir penelitian

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Suhu di Sepanjang Reaktor

Suhu (ºC)

Berdasarkan Gambar 9 hingga Gambar 12 menunjukkan profil sebaran suhu
di sepanjang reaktor melalui pengukuran selama proses hingga mencapai steady
dengan bahan minyak yang sudah dipanaskan terlebih dahulu sesuai dengan suhu
yang ditentukan. Proses pengukuran suhu berakhir saat kondisi sudah stabil untuk
kemudian dilakukan analisis terhadap data yang didapatkan. Setelah fluida
dialirkan diperlukan waktu beberapa saat untuk mencapai kondisi steady,
dikarenakan ada upaya dinding reaktor untuk menyerap kalor yang dibawa oleh
fluida yang sudah dikondisikan pada suhu tertentu.
Hasil pengujian pada suhu sebesar 60oC yang ditunjukkan oleh Gambar 9
menunjukkan bahwa untuk mencapai kondisi steady diperlukan waktu hingga 100
detik. Suhu di sepanjang reaktor terlihat stabil setelah mencapai suhu 59-61oC
hingga akhir proses pengujian. Pada suhu sebesar 65oC yang ditunjukkan Gambar
10 diperlukan waktu hingga 60 detik untuk mencapai kondisi steady dan stabil
setelah mencapai suhu 64-69oC. Pengujian pada suhu sebesar 70oC ditunjukkan
pada Gambar 11, kondisi steady dicapai pada waktu 40 detik dan suhu stabil saat
mencapai suhu 64-66oC dan pengujian pada suhu sebesar 80oC yang ditunjukkan
pada Gambar 12 mencapai kondisi steady diperlukan waktu hingga 20 detik dan
stabil pada suhu 75-77oC. Hal tersebut menunjukan, semakin tinggi setting point
suhu yang diberikan maka waktu pemanasan yang digunakan untuk mencapai
kondisi steady akan semakin singkat. Hal ini berpengaruh terhadap laju pemanasan
yang akan semakin besar jika setting point suhu yang diberikan semakin tinggi.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Unsteady
0

Steady-State

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Tmi

T0

T1

T2

T3

T4

T5

Gambar 9 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 60oC.

Suhu (ºC)

15

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Steady-State

Unsteady

0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Tmi

T0

Waktu (detik)
T1
T2

T3

T4

T5

Suhu (ºC)

Gambar 10 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 65oC.

100
90
80
70
60
50
40
30
Steady-State
20 Unsteady
10
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Tmi

T0

Waktu (detik)
T1
T2

T3

T4

T5

Gambar 11 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 70oC.

Suhu (ºC)

16
100
90
80
70
60
50
40
30
Unsteady
Steady-State
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Tmi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 12 Profil sebaran suhu minyak di sepanjang reaktor berpengaduk statis
hingga kondisi steady dengan set suhu sebesar 80oC.

Laju pemanasan (ºC/detik)

Kemudian Gambar 9 hingga Gambar 12 juga menunjukan terjadinya
penurunan suhu di sepanjang reaktor. Hal tersebut dikarenakan adanya panas yang
hilang di sepanjang reaktor. Fenomena tersebut dapat dilihat bahwa T0 selalu lebih
tinggi daripada T1, kemudian T1 lebih tinggi dibandingkan T2, dan seterusnya
hingga T5. Namun pada T0 dengan setting point 60oC lebih rendah dibandingkan
dengan T2 hingga T5 yaitu steady pada suhu sebesar 55oC. Nilai tersebut tidak
sesuai dengan yang diharapkan dan terjadi error pada saat pengukuran, hal tersebut
dikarenakan ada kemungkinan thermocouple yang terpasang tidak menempel
langsung ke fluida.
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.0024e0.0936x
R² = 0.9928

0

20

40
60
Setting point suhu(ºC)

80

100

Gambar 13 Grafik peningkatan laju pemanasan terhadap suhu yang digunakan
Selama proses berlangsung, terdapat upaya dari dinding dinding reaktor untuk
menyerap panas yang dibawa oleh fluida, dan menyebabkan suhu fluida mengalami

17
penurunan sehingga diperlukan waktu untuk mencapai kondisi steady. Hal ini dapat
dilihat melalui hasil pengukuran yang menunjukkan penurunan suhu beberapa saat
hingga mencapai kondisi steady, sehingga fenomena tersebut dapat digambarkan
dalam fungsi laju pemanasan. Laju Pemanasan diperlukan untuk mengetahui berapa
lama waktu yang digunakan untuk memanaskan reaktor hingga mencapai kondisi
steady dengan setting point suhu yang sudah ditentukan.
Pada setiap perlakuan set poin suhu, terdapat perbedaan laju pemanasan yang
diperoleh. Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan nilai laju pemanasan pada setiap
setting point suhu di perlakuan pertama, dimana hanya digunakan minyak saja
untuk pengujian. Terlihat pada setting point suhu 60oC, nilai laju pemanasannya
sebesar 0.6oC/detik, kemudian pada setting point suhu 65oC dan 70oC
menunjukkan nilai laju pemanasan sebesar 1.08oC/detik dan 1.75/detik. Pada
setting point suhu 80oC terdapat peningkatan laju pemanasan sekitar 2 kali lipat
yaitu sebesar 4oC/detik hal ini menunjukkan, semakin besar suhu yang digunakan
pada bahan minyak, akan membuat laju pemanasan semakin meningkat secara
eksponensial sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi steady
semakin singkat, seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Laju pemanasan yang
diperoleh dari berbagai setting point suhu perlakuan dapat digambarkan melalui
bentuk Persamaan (14).
y = 0,002e0,093x

Suhu (ºC)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

(14)

Unsteady

0

Steady-state

Metanol
mengalir

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
TMi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 14 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 65oC.

18
100
90
80
70
Suhu (ºC)

60
50
40
30
20

Unsteady Steady-state

Metanol
mengalir

10
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Tmi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 15 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 70oC.
100
90
80

Suhu (ºC)

70
60
50

Steady-State

40
30 Unsteady

Metanol mengalir

20
10
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Tmi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 16 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.3% b/b dan set poin suhu sebesar 75oC.

19
100
90
80
Suhu (ºC)

70
60
50
40
30

Unsteady Steady-state Metanol
mengalir

20

10
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Tmi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 17 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.5% b/b dan set poin suhu sebesar 65oC.
100

90
80
Suhu (ºC)

70
60
50
40
30
20 Unsteady Steady-state
10

Metanol
mengalir

0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu(detik)
Tmi
T0
T1
T2
T3
T4
T5

Gambar 18 Profil sebaran suhu produksi biodiesel di sepanjang reaktor dengan
katalis 0.5% b/b dan set poin suhu sebesar 70oC.
Pengujian kedua adalah dengan mengalirkan bahan minyak dengan suhu
setting point sebesar 65oC, 70oC dan 75oC, dan debit aliran minyak sebesar 9
l/menit hingga mencapai kondisi steady state, kemudian mengalirkan metanol
dengan debit aliran sebesar 2.3 l/menit. Penentuan debit masing-masing aliran

20
ditentukan berdasarkan acuan rasio molar dalam proses yang digunakan yaitu 1:6
untuk minyak dan metanol. Perhitungan rasio mol diperlihatkan pada Lampiran 2.
Katalis yang digunakan yaitu sebesar 0.3% dan 0.5%
Berdasarkan Gambar 14 hingga Gambar 16 diketahui bahwa setelah
dilakukan pencampuran dengan metanol, terjadi penurunan suhu secara cepat pada
ketiga perlakuan set poin suhu yang dilakukan, yaitu pada suhu 65oC, 65oC, dan
70oC. Hal tersebut terjadi karena adanya penyesuaian suhu antara kedua fluida
bahan minyak yang bersuhu lebih tinggi dengan metanol yang memiliki suhu lebih
rendah yaitu (18ºC) serta adanya kemungkinan kehilangan panas yang terjadi di
sepanjang reaktor.
Gambar 14 menunjukkan bahwa diperlukan waktu selama 60 detik untuk
mencapai kondisi steady, kemudian stabil di suhu 64-65oC. Hal tersebut sudah
sesuai dengan setting point suhu yang diberikan yaitu sebesar 65oC. Kemudian
dialirkan metanol, dan fluida campuran mengalami penurunan suhu sebesar 15oC,
sehingga suhu fluida akhir proses steady state pada suhu 49-50oC. Gambar 15
merupakan perlakuan setting point sebesar 70oC, dan diperlukan waktu selama 40
detik untuk mencapai kondisi steady serta stabil pada suhu 69-71oC. Setelah
dialirkan metanol, suhu mengalami fenomena yang sama, yaitu mengalami
penurunan sebesar 15oC, dan suhu stabil di sepanjang reaktor pada 54-57oC.
Gambar 16 merupakan setting point suhu sebesar 75oC, dan memerlukan waktu
hingga 30 detik untuk mencapai kondisi steady, dengan kondisi steady di sepanjang
reaktor sebesar 72-75oC dan suhu fluida campuran setelah dialirkan metanol
sebesar 60-63oC.
Pada Gambar 17
dan Gambar 18 merupakan perlakuan dengan
menggunakan jumlah katalis yang berbeda, yaitu sebesar 0.5%. Pada setting point
suhu 65oC diperlukan waktu hingga 70 detik untuk mencapai kondisi steady seperti
ditunjukkan pada gambar 17, dan suhu stabil pada 62-64oC. Setelah dialirkan
metanol mengalami penurunan suhu dan mencapai kondisi stabil pada 49oC.
Kemudian pada setting point suhu 70oC yang ditunjukkan pada gambar 18,
diperlukan waktu selama 40 detik untuk mencapai kondisi steady dan suhu minyak
di sepanjang reaktor stabil pada 67-69oC. Setelah dialirkan metanol, suhu reaksi
stabil pada suhu 54-56oC.
Penentuan Kondisi Suhu Minyak di Tangki
Penentuan kondisi tangki minyak dilakukan untuk mencapai tingkatan suhu
reaksi yang diperlukan untuk menghasilkan biodiesel menggunakan reaktor
berpengaduk statis. Penentuan kondisi suhu tangki minyak dapat dilakukan dengan
metode pengukuran langsung (apparent) terhadap suhu proses setelah dilakukan
pencampuran dengan metanol. Setelah dicampur dengan metanol, suhu minyak
yang mengalir di sepanjang modul akan mengalami penurunan suhu dan perlahan
akan mencapai kondisi steady di suhu tertentu. Fenomena yang terjadi
menunjukkan adanya kalor yang lepas dan kalor yang diserap oleh kedua bahan
yang bercampur.
Asas Black menyatakan bahwa dalam sistem tertutup terisolasi, kalor yang
dilepaskan oleh benda bersuhu tinggi sama dengan kalor yang diserap oleh benda
bersuhu rendah (Cengel 2005). Kondisi reaktor diasumsikan dalam keadaan
tertutup terisolasi menyebabkan Asas Black berlaku pada fenomena penurunan

21
suhu yang terjadi pada kedua bahan yang bereaksi dan dapat diterapkan dalam
analisis. Tabel 3 menunjukkan terjadi penurunan suhu rata rata sebesar 15oC pada
berbagai perlakuan setelah dialirkan metanol sehingga suhu fluida campuran
masing masing proses jika dirata-ratakan menjadi 49.33oC pada perlakuan setting
point suhu sebesar 65oC dan 54.83oC pada setting point suhu 70oC serta 61.833
o
C pada setting point suhu 75oC dengan katalis sebesar 0.3%
Tabel 3 Hasil rata-rata pengukuran langsung suhu akhir proses
Setting
Katalis
Katalis
Point
0,3%
0,5%
Perhitungan
(Asas Black)
Suhu
(Rata-rata) (Rata-rata)
o
o
o
65 C
49.333 C
49.167 C
54.247 oC
70 oC
55.833 oC
54.833 oC
58.169 oC
75 oC
61.833 oC 61.833 oC*
62.079 oC
Catatan : *= Menggunakan data perhitungan katalis 0.3%
.

Suhu akhir proses (ºC)

Pada produksi biodiesel menggunakan katalis sebesar 0.5%, terjadi
penurunan suhu yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan menggunakan
katalis sebesar 0.3%, yaitu dengan setting point suhu sebesar 65oC didapatkan suhu
rata-rata di sepanjang modul sebesar 49.1 oC dan 54.8oC untuk setting point suhu
sebesar 70oC. Hal ini sudah mendekati dugaan yang dihasilkan dari perhitungan
rumus pencampuran (Asas Black) secara teoritis, dimana jika diasumsikan keadaan
reaktor tertutup terisolasi, maka saat dicampurkan kedua bahan akan menghasilkan
penurunan suhu sebesar 54.2oC untuk setting point suhu bahan minyak sebesar
65oC dan suhu sebesar 58,1oC untuk setting point suhu bahan minyak sebesar 70oC
sedangkan untuk setting point sebesar 75oC didapatkan suhu 62.079oC .
Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

y = 1.25x - 31.833
R² = 0.9995

60

65

70

75

80

Setting point suhu (ºC)
Gambar 19 Persamaan penentuan set poin proses dengan katalis 0.3% b/b.

Suhu akhir proses (ºC)

22
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

y = 1.2667x - 33.389
R² = 0.9963

60

65

70

75

80

Setting point suhu (ºC)
Gambar 20 Persamaan penentuan set poin proses dengan katalis 0.5% b/b.
Melalui pengukuran langsung, diperoleh data yang dapat digunakan untuk
menentukan persamaan-persamaan yang digunakan sebagai pengatur kondisi suhu
tangki minyak yang sesuai. Dalam penelitian ini 65oC merupakan suhu yang ingin
dicapai karena pada suhu tersebut merupakan tingkatan suhu reaksi yang paling
efektif untuk reaksi transesterifikasi. Pada suhu tersebut diharapkan metanol tidak
mengalami perubahan fase atau menguap. Apabila kecenderungan yang dihasilkan
melalui data penelitian diatas dapat digambarkan melalui persamaan linier, maka
dapat diperoleh persamaan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Melalui kedua
persamaan diatas suhu bahan minyak yang tepat untuk mendapatkan suhu reaksi
sebesar 65oC adalah 78oC. Setelah diketahui pengaturan suhu tangki yang
digunakan, maka laju pemanasan dapat dicari melalui Persamaan (9), yaitu sebesar
2.82 oC/detik dan lama untuk memanaskan reaktor hingga mencapai kondisi steady
adalah 27.6 detik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
1. Penurunan suhu terjadi di sepanjang reaktor selama proses di semua
perlakuan, sehingga T0 yang berada pada posisi terdekat dengan tangki,
dimana pemanasan dilakukan, memiliki suhu tertinggi, sedangkan T5
memiliki suhu terendah kecuali pada perlakuan 65 oC dimana T0 lebih tinggi
dibandingkan dengan T1.
2. Semakin tinggi setting point suhu yang diberikan, akan meningkatkan laju
pemanasan dan mempersingkat waktu untuk mencapai kondisi steady.

23
3. Untuk mencapai suhu rata-rata reaksi 65 oC di sepanjang reaktor, maka
minyak dalam tangki harus dipanaskan hingga suhu 78 oC sebelum proses
dimulai. Pada kondisi tersebut, laju pemanasan dalam reaktor akan mencapai
2.82 oC/detik, dan waktu pemanasan 27.6 detik.
Saran
Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui panas yang hilang di
sepanjang reaktor, sehingga dapat mengoptimalkan reaktor saat dioperasikan dan
melakukan produksi biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA
Admix. 1991. AdmixerTM theory of operation [catatan penelitian]. Tech Note: 101
Admix. 1998. Sizing the admixerTM Static mixer and sanitary static blender.
[catatan penelitian].Tech Note: 102
Alamsyah R, Tambunan AH, Purwanto YA, Kusdiana D. 2010. Comparison of
static-mixer and blade agitator reactor in biodiesel production. Agricultural
Engineering Internation