Penilaian Postur Tubuh dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Industri Kayu Kusen dan Pintu Skala Mikro.

PENILAIAN POSTUR KERJA DAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA
INDUSTRI KAYU KUSEN DAN PINTU SKALA MIKRO

ARUM SETYANINGSIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Postur Tubuh
dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Industri Kayu
Kusen dan Pintu Skala Mikro adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
.
Bogor, Juni 2015
Arum Setyaningsih
NIM E14110010

ABSTRAK
ARUM SETYANINGSIH. Penilaian Postur Tubuh dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Pekerja Industri Kayu Kusen dan Pintu Skala Mikro.
Dibimbing oleh EFI YULIATI YOVI.
Pembuatan kusen dan pintu triplek diduga memiliki risiko musculoskeletal
disorders (MSDs). Musculoskeletal disorders merupakan gangguan pada jaringan
lunak berupa otot, sendi, ligament, tendon dan tulang rawan serta sistem saraf.
Adanya postur janggal saat bekerja dapat menimbulkan risiko MSDs. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis postur tubuh pada setiap unsur kerja dan
membandingkan besar risiko postur tubuh yang dapat menyebabkan keluhan
MSDs antara pembuatan kusen dan pembuatan pintu triplek serta mengetahui
besar keluhan MSDs yang dirasakan dan mengetahui hubungan antara postur
tubuh dan keluhan MSDs pada pekerja pembuatan kusen dan pintu triplek.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara.
Data dianalisis menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA).
Hasil analisis pada setiap unsur kerja menunjukkan risiko MSDs tingkat rendah
sampai tinggi. Bagian tubuh pekerja yang paling besar mendapatkan keluhan
MSDs adalah pinggang, serta terdapat hubungan antara postur tubuh yang janggal
dengan keluhan MSDs.
Kata kunci: MSDs, postur janggal, REBA

ABSTRACT
ARUM SETYANINGSIH. Assessment of Body Posture and Muculoskeletal
Disorders Complaints of manufacturing playwood frames and doors workers.
Supervised by EFI YULIATI YOVI.
The process of making window frames and plywood doors, is estimated to
have the risk of musculoskeletal disorders (MSDs). Musculoskeletal disorders are
disorders of soft tissues such as muscles, joints, ligaments, tendons and cartilages
and also the nerve system. The wrong body posture while working can cause the
risk of MSDs. The purposes of this study were to analyze the body posture at each
work element and to compare the risk of body posture which can cause MSDs
complaints among window frame workers and plywood door workers, also to
identify the MSDs complaints that workers feel and to identify the connection

between body posture and the MSDs complaint among window frame workers
and plywood doors workers. The Methods used in this study was observation and
interview. Data was analyzed by using Rapid Entire Body Assessment Method
(REBA). Analysis of each element of work showed the risk of MSDs in low level
to high level. The result of analysis proved that the part of worker’s body which is
likely to get MSDs complaint is waist and there was a connection between the
wrong body posture with the MSDs complaints.
Keywords: MSDs, REBA, wrong posture

PENILAIAN POSTUR TUBUH DAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA
INDUSTRI KAYU KUSEN DAN PINTU SKALA MIKRO

ARUM SETYANINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penilaian Postur Tubuh dan Keluhan Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada
Pekerja Industri Kayu Kusen dan Pintu Skala Mikro”.
Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan berupa doa,
bantuan, serta arahan atau saran dari berbagai pihak. Dengan demikian, penulis
mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta atas dukungan dan doanya.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Efi Yuliati
Yovi, SHut MLife Env Sc, sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing
dengan sabar selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada seluruh sahabat Pondok Annisa, MNH 48 dan FAHUTAN 48
yang telah memberikan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015
Arum Setyaningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian


3

METODE

3

Bahan

3

Alat

4

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


8

Proses Pembuatan Kusen

9

Proses Pembuatan Pintu Triplek

15

Perbandingan Keluhan MSDs dengan Hasil Penilaian Metode REBA

21

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan


23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Grup A dan beban
Grup B dan coupling
Tabel C dan skorng aktivitas
REBA action levels
Karakteristik dan jumlah responden
Rata-rata temperatur dan kelembaban udara
Skor A, Skor B dan Skor C pada proses pembuatan kusen
Skor REBA dan Action Level pada proses pembuatan kusen
Skor A, Skor B dan Skor C pada proses pembuatan pintu triplek

Skor REBA dan Action Level Pada proses pembuatan pintu triplek

7
7
8
8
9
9
10
11
16
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Grup A pergerakan pada punggung
Grup A pergerakan pada leher
Grup A pergerakan pada kaki
Grup B pergerakan pada lengan atas
Grup B pergerakan pada lengan bawah
Grup B pergerakan pada pergelangan tangan
Postur pekerja pada pengukuran kayu
Postur pekerja pada pemotongan kayu
Postur pekerja pada penyerutan kayu
Postur pekerja pada pembuatan variasi (skonengan)
Postur pekerja dalam pembuatan galur (propil)
Postur pekerja dalam pemahatan kayu
Postur pekerja dalam perakitan kayu
Postur pekerja dalam pengukuran kayu
Postur pekerja dalam pemotongan kayu
Postur pekerja dalam penyerutan kayu
Postur pekerja dalam pembuatan variasi (pupurus)
Postur pekerja dalam pemahatan
Postur pekerja dalam perakitan
Postur pekerja dalam pengepresan
Postur pekerja dalam pemasangan triplek
Keluhan yang dirasakan oleh pekerja pembuat kusen dan pintu triplek

4
4
5
5
5
5
11
11
12
13
13
14
14
16
17
17
18
18
19
19
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner analisis risiko musculoskeletal disorders (MSDs)

27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manajemen hutan adalah satu proses yang secara efektif mengintegrasikan
faktor biologi, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi keputusan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan adalah mengembangkan hutan secara komersial dan profesional
dalam kaitan dengan pengembangan industri pengolahan kayu guna memberi nilai
tambah kayu (Buongiorno & Gilles 1987). Di Indonesia banyak dikembangkan
pembangunan hutan yang berada di luar kawasan hutan yaitu hutan rakyat dengan
sistem pengelolaan yang sederhana. Pembangunan hutan rakyat ini bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu.
Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah barang mentah
atau barang setengah jadi seperti kayu, rotan dan lainnya menjadi barang jadi yang
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Industri pengolahan kayu dibagi menjadi
dua yaitu industri pengolahan kayu hulu yang mengolah kayu bulat menjadi
berbagai sortimen kayu dan industri pengolahan kayu hilir yang merupakan
industri yang menghasilkan produk kayu seperti dowel, moulding, pintu, jendela,
wood-flooring, dan sejenisnya (Greenomics 2004). Salah satu industri pengolahan
kayu hilir adalah industri pembuatan kusen dan pintu triplek. Pekerja pada industri
skala mikro ini memiliki latar belakang pendidikan yang rendah serta merupakan
pekerja tidak tetap yang benar-benar bergantung pada pekerjaan ini sebagai mata
pencaharian (Yovi et al 2012). Kombinasi seperti ini membuat pekerja lebih fokus
pada pekerjaannya untuk memperoleh upah yang tinggi daripada bekerja dengan
aman dan sehat (Yovi & Prajawati 2015). Di sisi lain, keselamatan dan kesehatan
kerja adalah upaya perlindungan yang bertujuan agar pekerja terhindar dari
kecelakaan alat kerja, bahan, dan proses produksi serta cara-cara melakukan
pekerjaan agar kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah (Suma’mur
1989). Upaya ini berlaku bagi seluruh pekerja industri baik skala mikro, kecil,
sedang maupun besar.
Kondisi kerja dengan praktek tidak ergonomi dapat menyebabkan risiko
terjadinya sakit atau kecelakaan dalam bekerja. Misalnya saja, seseorang yang
terbiasa bekerja dengan posisi membungkuk akan menyebabkan keluhan nyeri
atau pegal di daerah punggung. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian pekerja dengan pekerjaannya adalah musculoskeletal disorders
(MSDs). MSDs adalah penyakit atau gangguan pada jaringan lunak berupa otot,
sendi, ligamen, tendon dan tulang rawan serta pada sistem saraf. MSDs terjadi
ketika kemampuan fisik dari pekerja tidak sesuai tuntutan fisik dari pekerjaannya.
Adanya paparan yang berkepanjangan dari faktor risiko ergonomi dapat
menimbulkan kerusakan pada tubuh (OSHA 2000).
Terdapat suatu studi yang bertujuan untuk melihat hubungan antara
pekerjaan dengan risiko MSDs. Hasil dari studi tersebut menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara pekerjaan yang bersifat repetitif dengan melibatkan
pergerakan tangan dan lengan secara terus menerus dengan gangguan MSDs
(NIOSH 1997).

2
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedia dan
Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
RI pada tahun 2006 mengenai keluhan nyeri MSDs pada pekerja industri di
kawasan Pulo Gadung, terdapat 52,8% dari 950 pekerja yang diteliti mengalami
keluhan MSDs.
Kegiatan pembuatan barang-barang dari kayu seperti meja, kursi, jendela,
pintu dan lainnya membutuhkan waktu yang lama dan terkadang pekerja tidak
begitu mempedulikan kesehatan kerja mereka. Sehingga risiko gangguan
musculoskeletal disorders dapat dirasakan oleh para pekerja. Pada saat ini
penelitian mengenai keluhan dan tingkat risiko musculosketelal disorders (MSDs)
pada pekerja industri kayu skala mikro menggunakan teknik REBA masih kurang
sehingga data yang terkait dengan gangguan MSDs belum tersedia dengan
lengkap. Atas dasar fakta dan pemahaman pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja maka penelitian mengenai keluhan dan tingkat risiko musculosketelal
disorders (MSDs) pada postur tubuh setiap unsur kerja dalam pembuatan kusen
dan pintu triplek dengan menggunakan metode REBA ini perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Kegiatan industri pembuatan kusen dan pintu triplek berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan seperti musculoskeletal disorders (MSDs)
terkait dengan postur tubuh selama bekerja dan aktivitas pekerjaannya.
Ketidaksesuaian antara desain tempat kerja, aktivitas kerja dan peralatan yang
digunakan dengan ukuran tubuh pekerja dapat menimbulkan postur janggal
selama bekerja. Selanjutnya postur janggal ini dapat menyebabkan keluhan atau
gangguan pada otot pekerja sehingga dapat menimbulkan penyakit kerja. Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut maka perlu dilakukan tindakan pengendalian
terhadap faktor-faktor risiko yang terdapat di tempat kerja. Berkaitan dengan hal
tersebut, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Level risiko MSDs atas postur tubuh pekerja pada kegiatan industri
pembuatan kusen dan pintu triplek menggunakan teknik REBA.
2. Bagaimana keluhan subjektif pekerja pembuat kusen dan pintu triplek
terhadap MSDs yang dirasakan.
3. Perbedaan postur tubuh dalam kaitan dengan keluhan MSDs antara pembuatan
kusen dan pembuatan pintu triplek.
4. Bagaimana hubungan antara postur tubuh dan keluhan MSDs pada pekerja
pembuatan kusen dan pintu triplek.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis postur tubuh pada setiap unsur kerja dalam pembuatan kusen dan
pintu triplek.
2. Membandingkan besar risiko postur tubuh yang dapat menyebabkan keluhan
MSDs antara pembuatan kusen dan pembuatan pintu triplek.
3. Mengetahui besar keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja pembuatan
kusen dan pintu triplek.

3
4. Mengetahui hubungan antara postur tubuh dan keluhan MSDs pada pekerja
pembuatan kusen dan pintu triplek.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk semua pihak yang
memerlukan informasi. Bagi para pemilik dan pekerja industri pembuatan kusen
dan pintu triplek, hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk memperbaiki teknik kerja. Bagi institusi dapat dijadikan bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pekerja pada beberapa industri pembuatan kusen dan pintu triplek.
2. Kegiatan pembuatan kusen yaitu pengukuran, pemotongan, penyerutan,
pembuatan variasi (skonengan), pembuatan galur (propil), pemahatan dan
perakitan.
3. Kegiatan pembuatan pintu triplek yaitu pengukuran, pemotongan, penyerutan,
pembuatan variasi (pupurus), pemahatan, perakitan, pengepresan dan
pemasangan triplek.

METODE
Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November–Desember 2014. Lokasi
penelitian yaitu 12 industri pembuatan kusen dan pintu di wilayah Bogor, Jawa
Barat. Objek penelitian adalah pekerja pada proses pembuatan kusen dan pintu
triplek. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dengan
melakukan dua cara yaitu:
1. Observasi langsung
Observasi ini untuk mengetahui gambaran postur kerja pada setiap aktivitas.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik Rapid
Entire Body Assessment (REBA). REBA merupakan teknik penilaian risiko
pekerjaan yang berkaitan dengan cidera tulang belakang (musculoskeletal
disorders) ( Hignett & McAtamney 2000).
2. Kuisioner
Kuisioner digunakan untuk mendapatkan informasi langsung dari responden
guna mengetahui distribusi dan frekuensi keluhan MSDs pada pekerja. Data
keluhan pekerja terhadap gejala-gejala MSDs diolah dengan menggunakan
software microsoft excel 2007.
Bahan
Bahan yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh secara langsung melalui
observasi postur janggal dengan bantuan kamera digital dan busur derajat. Data

4
primer lain yang diperoleh melalui kuisioner keluhan MSDs yang dirasakan
pekerja.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kamera digital,
termometer dry and wet, alat tulis, busur, REBA worksheet, komputer dan
kuesioner.
Prosedur Analisis Data
Teknik penilaian Rapid Entire Body Assessment (REBA) digunakan untuk
mengolah data pada foto untuk memperoleh skor postur janggal pada pekerja.
Teknik ini secara khusus dikembangkan untuk menilai risiko MSDs atau postur
kerja. Tahapan yang dilakukan dalam menganalisis risiko ergonomi dengan
menggunakan metode REBA adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau
foto. Untuk mendapatkan gambaran postur pekerja dari leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja.
2. Setelah mendapatkan hasil rekaman atau foto postur tubuh dari pekerja lalu
dilakukan perhitungan besar sudut yang terbentuk dari postur tubuh tersebut.
Pada metode REBA bagian tubuh dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Grup A
dan Grup B ( Hignett & McAtamney 2000). Grup A meliputi punggung, leher,
dan kaki. Sementara Grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan. Berikut adalah instrumen gambar yang akan dianalisis
dan digunakan dalam penentuan skor REBA.

Gambar 1 Grup A pergerakan pada punggung
Sumber: http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Gambar 2 Grup A pergerakan pada leher
Sumber: http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

5

Gambar 3 Grup A pergerakan pada kaki
Sumber: http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Gambar 4 Grup B pergerakan pada lengan atas
Sumber:http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Gambar 5 Grup B pergerakan pada lengan bawah
Sumber: http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

Gambar 6 Grup B pergerakan pada pergelangan tangan
Sumber: http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html

3. Memberi nilai pada grup A yang terdiri dari punggung, leher dan kaki.
 Postur punggung atau tulang belakang berdasarkan besar sudut yang
dibentuk batang tubuh terhadap garis lurus yang ditarik dari pinggang atau
pinggul. Jika tegak lurus diberi skor 1, flexion 0–200 diberi skor 2,
sedangkan jika mengalami flexion 20–600 atau extension > 600 maka diberi
skor 3 dan jika flexion > 600 mendapatkan skor 4. Apabila tulang belakang
mengalami perputaran atau miring ke samping maka diberi tambahan skor
sebanyak 1.
 Postur leher ditentukan berdasarkan besar sudut yang dibentuk leher
terhadap garis lurus yang ditarik dari batang tubuh. Nilai minimum yang

6

4.

5.
6.
7.

diperoleh dalam penilaian postur ini adalah 1, sedangkan nilai maksimum
yaitu 3 akibat adanya penambahan skor 1 apabila terdapat posisi leher
memutar atau miring ke samping.
 Postur kaki ditentukan berdasarkan Apabila tubuh bertumpu pada kedua
kaki, dalam posisi duduk atau berjalan maka mendapatkan skor 1.
Sebaliknya jika tubuh hanya bertumpu pada salah satu kaki atau dalam
keadaan tidak stabil maka mendapatkan skor 2, sedangkan apabila posisi
lutut ditekuk dengan sudut 300–600, maka mendapatkan tambahan skor 1.
Jika lutut ditekuk > 600 maka akan mendapatkan tambahan skor 2. Skor
minimum pada postur kaki adalah 1 dan maksimum adalah 4. (Prajawati
2012). Lalu nilai tersebut dimasukan ke dalam tabel A. Setelah mendapat
nilai dari tabel A maka dijumlahkan dengan berat beban yang diangkat.
Memberi nilai dari grub B yang terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan pada bagian tubuh kanan dan kiri.
 Penilaian postur lengan atas ini dilakukan dengan membedakan sisi kiri
dan sisi kanan. Nilai minimum yang diperoleh dalam penilaian postur ini
adalah 1, sedangkan nilai maksimum 6 jika ada penambahan skor 1
apabila posisi lengan atas memutar atau lengan atas yang diangkat.
Terdapat juga pengurangan skor sebanyak 1 jika tangan ditopang atau
bertumpu pada sesuatu.
 Postur lengan bawah atau siku ditentukan berdasarkan besar sudut yang
dibentuk oleh lengan bagian bawah terhadap perpanjangan garis lengan
bagian atas. Penilaiannya dibedakan bagian sisi kiri dan kanan. Nilai
minimum yang diperoleh adalah 1, sedangkan nilai maksimumnya adalah
2 tanpa adanya penambahan skor
 Postur pergelangan tangan ditentukan berdasarkan besar sudut yang
dibentuk oleh telapak tangan terhadap garis lurus yang ditarik dari lengan
bawah. Penilaiannya juga dibedakan antara sisi kiri dan kanan. Nilai
minimum yang diperoleh adalah 1, sedangkan maksimum adalah 3 akibat
adanya penambahan skor 1 apabila terdapat posisi pergelangan tangan
yang memutar atau menyilang ke samping (Prajawati 2012).
Setelah mendapat nilai maka dimasukkan ke tabel B, lalu dijumlahkan dengan
nilai genggaman tangan
Setelah mendapatkan nilai grup A dan grup B maka dimasukan ke tabel grup C.
Kemudian dijumlahkan dengan nilai aktivitas.
Setelah nilai grup C yang telah dijumlahkan dengan nilai aktivitas maka akan
diketahui skor REBA yang diperoleh

Berikut ini adalah instrumen tabel yang digunakan dalam penentuan skor REBA
untuk menentukan risiko ergonomi (Hignett & McAtamney 2000):

7
Tabel 1 Skor grup A dan beban
Tabel A
1
Kaki
Punggung
1
2
3
4
5

1
1
2
2
3
4

0
< 5 Kg

2

3

2
3
4
5
6

4

3
4
5
6
7

1

4
5
6
7
8

1
5–10 Kg

1
3
4
5
6
Beban
2
> 10 Kg

Leher
2
2
3
4
2
4
5
6
7

3
5
6
7
8

1

4
6
7
8
9

3
4
5
6
7

2
3
5
6
7
8

3
3

4

5
6
7
8
9

6
7
8
9
9

+1
Penambahan beban secara
tiba-tiba atau secara tepat

Sumber: Hignett & McAtamney (2000)

Tabel 2 Skor grup B dan coupling
Tabel B
Lengan Bawah
Pergelangan tangan
Lengan
Atas
1
2
3
4
5
6
0 (Good)
Pegangan pas
dan tepat
ditengah,
genggaman kuat

1

1
1
3
4
6
7
1 (Fair)
Pegangan tangan
bisa diterima tetapi
tidak ideal lebih
sesuai digunakan
oleh bagian tubuh
lain

Sumber: Hignett & McAtamney (2000)

1
2

3

2
2
2
3
4
5
5
5
7
8
8
8
Coupling
2 (Poor)
Pegangan tangan
tidak bisa diterima
walaupun
memungkinkan

1

2
2

3

1
2
4
5
7
8

2
3
5
6
8
9

3
4
5
7
8
9

3 (Unacceptable)
Dipaksakan, genggaman
tidak aman, tidak sesuai
digunakan oleh bagian
tubuh lain

8
Tabel 3 Skor C dan aktivitas
Skor C
Score B
6
7
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
9
10
10
10
11
11
11
12
12
12
12

1
2
3
4
5
8
9
10
11
12
S
1
1
1
1
2
3
5
6
7
7
7
c
2
1
2
2
3
4
6
6
7
7
8
o
3
2
3
3
3
4
7
7
8
8
8
r
4
3
4
4
4
5
8
8
9
9
9
e
5
4
4
4
5
6
8
9
9
9
9
6
6
6
6
7
8
9
10
10
10
10
A
7
7
7
7
8
9
10
10
11
11
11
8
8
8
8
9
10
10
10
11
11
11
9
9
9
9
10
10
11
11
12
12
12
10
10
10
10
11
11
12
12
12
12
12
11
11
11
11
11
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
Activity Score
+ 1 = jika 1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit
+ 1 = jika pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4
kali/menit (tidak termasuk berjalan)
+ 1 = jika gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran postur yang cepat dari
posisi awal
Sumber: Hignett & McAtamney (2000)

Tabel 4 Skor REBA dan action levels
Skor REBA
1
2–3
4–7
8–10
11–15

Action level
0
1
2
3
4

Level risiko
Bisa diabaikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Tindakan perbaikan
Tidak perlu
Mungkin perlu
Perlu
Perlu segera
Perlu saat ini juga

Sumber: Hignett & McAtamney (2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis kegiatan yang menjadi objek penelitian ini adalah pembuatan kusen
dan pintu triplek. Jumlah total responden yang diteliti adalah 30 orang yang
keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki dengan usia minimal 19 tahun dan
maksimal 37 tahun. Jumlah pekerja masing-masing industri berbeda-beda,
tergantung banyaknya pesanan yang diterima. Jika terdapat banyak pesanan, maka
akan semakin banyak orang yang dipekerjakan. Pendidikan terakhir dari
responden mayoritas adalah SMP dengan persentase 50%, lalu SD dengan
persentase 43,33% dan SMA sebesar 6,67%. Pada umumnya, responden tidak
bekerja sesuai dengan jam kerja pada umumnya melainkan berdasarkan pada
jumlah pesanan. Rata-rata responden bekerja selama 10–12 jam/hari dengan
pengalaman bekerja yang bervariasi dari masing-masing responden.

9
Tabel 5 Karakteristik dan jumlah responden
Variabel
Jenis Pekerjaan
Umur
Pendidikan

Pembuat Kusen
Pembuat Pintu
25
SD
SMP
SMA

Jumlah Orang
15
15
16
14
13
15
2

Persentase (%)
50,00
50,00
53,33
46,67
43,33
50,00
6,67

Kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman akan mengurangi konsentrasi
pekerja dalam beraktivitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan
seorang pekerja di lingkungan kerjanya adalah temperatur udara. Namun
temperatur udara tidak selalu dapat dijadikan tolak ukur kenyamanan pekerja.
Tabel 6 Rata-rata temperatur dan kelembaban udara
Tempat
Linggar Jati
Sri Mukti
Cahaya Abadi
Jaya Mukti
Sunarya
Sinar Jati
Sumber Jaya
Sultan
Salsabila
Jati Sekawan
Cahaya Kusen
Jaya Abadi

Temperatur (C°)
27,2
28,5
27,3
28,7
28,9
28,6
27,6
27,4
27,5
27,9
27,0
27,1

Kelembaban Udara (%)
92,8
85,2
90,6
87,8
90,6
91,0
89,9
88,4
88,0
83,5
84,1
90,1

Pada industri pembuatan kusen dan pintu triplek ini, pekerja rata-rata
bekerja mulai pukul 08.00–17.00 WIB. Temperatur udara rata-rata berkisar 27–
28°C dengan kelembaban rata-rata 83–90% (Tabel 6). Pada dasarnya, kelembaban
relatif berkisar antara 40–70% untuk di dalam ruangan sedangkan untuk kondisi di
luar ruangan bisa lebih dari 70% karena kondisi yang panas (Purnomo 2000).
Kondisi dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan
ketidaknyaman yang dapat mengurangi konsentrasi pekerja dalam melakukan
aktivitas sehingga cepat menimbulkan kelelahan. Jika kondisi seperti ini terus
dirasakan oleh pekerja maka dapat mempengaruhi mental dan kognitif dalam
jangka pendek dan kesehatan dalam jangka panjang (Purnomo 2000).
Proses Pembuatan Kusen
Kegiatan pembuatan kusen dan pintu triplek menggunakan peralatan yang
cukup lengkap namun tergolong sederhana. Terdapat 7 tahapan dalam proses
pembuatan kusen antara lain:
1. Pengukuran kayu
Bahan dasar yang berupa papan balok diukur sesuai dengan pesanan
2. Pemotongan kayu

10

3.

4.

5.

6.

7.

Setelah diukur, bahan dasar yang berupa papan balok tersebut dipotong sesuai
ukuran dengan alat potong yang disebut circle saw
Penyerutan kayu
Kayu yang telah dipotong kemudian diserut dengan alat serut yang bertujuan
untuk meluruskan permukaan kayu.
Pembuatan variasi (skonengan)
Pembuatan variasi (skonengan) dilakukan dengan alat pemotong biasa.
Pembuatan variasi ini merupakan salah satu variasi yang dibuat sesuai dengan
permintaan pemesan.
Pembuatan galur (propil)
Kegiatan ini dilakukan dengan mesin propil untuk membuat variasi ukiran yang
disesuaikan dengan permintaan pemesan, jika pemesan tidak menginginkan
adanya variasi ini maka proses ini dilewati.
Pemahatan kayu
Pemahatan kayu ini berfungsi untuk membuat lubang yang nantinya dijadikan
tempat untuk menyambungkan kayu saat perakitan.
Perakitan kayu
Kayu yang sudah dipahat kemudian disambungkan menjadi kusen. Setelah
perakitan, tahap terakhir adalah finishing yaitu dengan mengamplas agar
permukaan kayu menjadi halus.
Berikut adalah skor REBA yang diperoleh pada kegiatan pembuatan kusen.
Tabel 7 Skor A, Skor B dan Skor C pada proses pembuatan kusen
Kegiatan
Pengukuran kayu
Pemotongan kayu

Postur Janggal
Membungkuk dan
leher menunduk
Membungkuk dan
leher menunduk
Leher Menunduk

Penyerutan kayu
Pembuatan variasi
Leher Menunduk
(skonengan)
Pembuatan galur
Membungkuk dan
(propil)
leher menunduk
Membungkuk dan
Pemahatan kayu
kaki tidak tertopang
Membungkuk dan
Perakitan kayu
kaki tidak tertopang

Skor B
Skor
A
Kanan Kiri

Skor C
Kanan
Kiri

4

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

1

2*

3

4

3

2

2

3

3

4

1

3

3

4

6

4

4

7

7

8

4

4*

9

9

*Pengurangan skor sebanyak 1 karena lengan atas tidak menerima beban

11
Tabel 8 Skor REBA dan Action Level pada proses pembuatan kusen
Kegiatan
Pengukuran kayu
Pemotongan kayu
Penyerutan kayu
Pembuatan variasi
(skonengan)
Pembuatan galur (propil)
Pemahatan kayu
Perakitan kayu

Skor REBA
Kanan
Kiri
4
4
4
4
4*
5*

Level Risiko

Tindakan perbaikan

Sedang
Sedang
Sedang

Perlu
Perlu
Perlu

3

3

Rendah

Mungkin perlu

3
8*
9

4
8*
9

Sedang
Tinggi
Tinggi

Perlu
Perlu Segera
Perlu Segera

*Penambahan skor aktivitas sebesar 1 karena terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali per
menit serta terjadi pergeseran yang cepat dalam waktu yang singkat

Penilaian pada Kegiatan Pengukuran Kayu

Gambar 7 Postur pekerja pengukuran kayu

Posisi punggung pekerja membungkuk dan tidak mengalami perputaran atau
miring. Sementara itu, posisi leher menunduk dan tidak memutar atau miring.
Kaki pekerja dalam kondisi tertopang. Alat yang digunakan yaitu penggaris
beratnya kurang dari 5 kg. Lengan atas pekerja tidak terangkat atau tertumpu pada
sesuatu. Lengan bawah tidak mengalami perputaran.
Skor REBA yang diperoleh dari kegiatan pengukuran sebesar 4 untuk
bagian tubuh kanan dan kiri. Berdasarkan klasifikasi REBA, skor 4 tergolong
pekerjaan dengan level risiko sedang sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan.
Tingkat risiko MSDs ini disebabkan karena postur tubuh yang janggal yaitu
membungkuk dan leher yang menunduk.
Penilaian pada Kegiatan Pemotongan Kayu

Gambar 8 Postur pekerja pemotongan kayu

12
Pada unsur kerja pemotongan kayu, bagian punggung membungkuk serta
leher menunduk dan keduanya tidak mengalami perputaran serta tidak bengkok ke
samping. Sedangkan kaki tertopang dan tidak menekuk. Alat yang digunakan
dalam kegiatan pemotongan kayu adalah circle saw yang memiliki berat 4 kg.
Lengan atas tidak mengalami perputaran atau miring. Pergelangan tangan tidak
memutar dan menyilang ke samping
Skor akhir REBA sebesar 4 untuk bagian kanan dan kiri. Berdasarkan teknik
REBA, skor 4 ini diklasifikan ke dalam level risiko sedang dan perlu dilakukan
tindakan perbaikan. Postur pekerja saat melakukan pemotongan kayu adalah
membungkuk dan menunduk sehingga menyebabkan kegiatan ini memiliki
tingkat risiko sedang.
Penilaian pada Kegiatan Penyerutan Kayu

Gambar 9 Postur pekerja penyerutan kayu

Pada unsur kerja ini punggung pekerja membungkuk dan leher menunduk,
keduanya tidak mengalami perputaran namun punggung miring ke samping. Lalu
kaki pekerja dalam keadaaan tertopang dan terhitung lurus. Alat yang digunakan
yaitu mesin serut dengan berat 4 kg. Lengan atas baik kanan dan kiri tidak
memutar dan menyilang ke samping.
Skor akhir REBA yang diperoleh sebesar 4 sebelah kanan dan 5 sebelah kiri.
Skor REBA ini diklasifikasikan ke dalam level risiko sedang dan perlu diadakan
perbaikan. Pekerja melakukan penyerutan kayu dengan postur berdiri dan terdapat
postur janggal yaitu membungkuk dan menunduk. Selain itu, pekerja juga
melakukan kegiatan yang berulang yang dialami oleh tangan kanan pekerja dalam
waktu yang lama.

13
Penilaian pada Kegiatan Variasi (Skonengan)

Gambar 10 Postur pekerja variasi (skonengan)

Pada kegiatan ini punggung pekerja membungkuk tidak memutar atau
bengkok ke samping. Begitu pula dengan leher yang menunduk tidak mengalami
perputaran atau bengkok dan kaki pekerja tertopang dengan baik. Alat yang
digunakan berupa circle saw mempunyai berat 4 kg.
Skor REBA yang diperoleh sebesar 3 untuk sebelah kanan dan kiri.
Berdasarkan teknik REBA, skor ini diklasifikasikan ke dalam level risiko rendah
dan mungkin perlu perbaikan. Kegiatan ini berlangsung dalam waktu singkat dan
tidak ada pengulangan gerakan yang dilakukan oleh pekerja.
Penilaian pada Kegiatan Pembuatan Galur (Propil)

Gambar 11 Postur pekerja pembuatan galur (propil)

Punggung pekerja membungkuk dengan leher menunduk dan tidak
mengalami perputaran atau miring. Alat yang digunakan beratnya 3 kg. Skor akhir
REBA yang diperoleh sebesar 3 untuk bagian kanan dan 4 untuk bagian kiri. Skor
REBA ini diklasifikasikan ke dalam level risiko sedang dan perlu diadakan
perbaikan.

14
Penilaian pada Kegiatan Pemahatan Kayu

Gambar 12 Postur pekerja pemahatan kayu

Pada saat melakukan pemahatan, punggung pekerja sedikit membungkuk
dan leher pekerja menunduk serta tidak ada perputaran atau miring. Sedangkan
posisi kaki pekerja tidak tertopang. Alat yang digunakan berupa pisau pahat yang
beratnya kurang dari 5 kg. Sementara itu, lengan atas tidak memutar atau
menyilang. Begitu pula dengan pergelangan tangan.
Nilai akhir REBA yang diperoleh sebesar 8 untuk bagian kanan dan kiri.
Skor REBA ini diklasifikasikan ke dalam level risiko tinggi dan perlu tindakan
perbaikan segera. Postur janggal pada kegiatan ini adalah kaki kanan pekerja yang
tidak tertopang serta posisi punggung pekerja yang membungkuk. Selain itu, pada
unsur kerja pemahatan ini dilakukan pengulangan gerakan dalam waktu yang
singkat.
Penilaian pada Kegiatan Perakitan Kayu

Gambar 13 Postur pekerja perakitan kayu

Pada unsur kerja perakitan kayu, punggung pekerja membungkuk serta kaki
pekerja tidak tertopang. Lengan atas dan pergelangan tangan pekerja tidak
memutar atau menyilang. Skor akhir REBA yang diperoleh sebesar 9 untuk tubuh
bagian kanan dan kiri. Dalam teknik REBA, skor ini digolongkan tinggi dan perlu
segera dilakukan perbaikan. Tingkat risiko MSDs yang tinggi ini diakibatkan oleh
postur janggal yaitu posisi punggung yang membungkuk dan kaki kanan yang
tidak tertopang serta menekuk.

15
Aksi Ergonomi
Dari semua unsur kerja dalam pembuatan kusen, yang memiliki level risiko
tinggi dan perlu tindakan perbaikan segera adalah unsur kerja pemahatan kayu dan
perakitan kayu.
 Kegiatan pemahatan kayu
Pada kegiatan ini posisi pekerja duduk sejajar kayu yang akan dipahat dengan
kaki pekerja terangkat. Hal ini diduga terjadi karena pekerja merasa lelah saat
melakukan pekerjaan dengan posisi berdiri. Saat melakukan pemahatan,
pekerja melakukan banyak gerakan berulang sehingga dapat mengiritasi
tendon dan meningkatkan tekanan pada saraf. Postur dan cara kerja seperti ini
berisiko menimbulkan keluhan musculoskeletal disorders bila tidak segera
dilakukan tindakan perbaikan. Tindakan yang perlu dilakukan oleh pekerja
maupun pemilik industri adalah menyediakan kursi kerja untuk mempermudah
saat melakukan pekerjaan sehingga dapat meminimalisir kemungkinan pekerja
membungkuk atau kelelahan. Keuntungan bekerja dengan posisi duduk adalah
kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah,
berkurangnya pemakaian energi dan tingkat keperluan sirkulasi darah
(Suma’mur 1989).
 Kegiatan perakitan kayu
Saat kegiatan perakitan, posisi kayu yang akan dirakit menjadi kusen berada di
lantai (tanah) sehingga membuat pekerja membungkuk dengan kaki tidak
tertopang. Bekerja dengan posisi membungkuk cenderung lebih cepat
menimbulkan kelelahan dan nyeri pada tulang belakang. Hal ini dikarenakan
pada saat membungkuk, beban kerja akan tertumpu di ruas tulang belakang
dan membuatnya tertekan sehingga dapat menyebabkan cidera. Pekerja dan
pemilik industri dapat menyediakan meja kerja sebagai upaya mengurangi
risiko cidera. Dengan disediakannya meja dan kursi kerja, pekerja tidak perlu
lagi melakukan postur janggal membungkuk dan kaki yang menekuk. Selain
itu, menyediakan meja dan kursi kerja dapat mempermudah proses perakitan
kusen.
Apabila tidak dilakukan tindakan perbaikan segera, maka postur janggal seperti
membungkuk, menunduk dan kaki menekuk tidak dapat dihindari karena unsur
kerja pemahatan maupun perakitan tersebut akan memaksa pekerja melakukan
postur janggal. Menurut Suma’mur (1989), posisi kerja yang baik adalah
bergantian antara posisi duduk dengan berdiri tetapi lebih baik dalam posisi duduk.
Proses Pembuatan Pintu Triplek
Sementara itu, untuk pembuatan pintu triplek tahapannya tidak jauh berbeda
dengan pembuatan kusen. Terdapat 8 tahapan yaitu:
1. Pengukuran kayu
2. Pemotongan kayu
3. Penyerutan kayu
4. Pembuatan variasi (pupurus)
5. Pemahatan kayu
Pemahatan kayu pada pembuatan pintu triplek ini tidak dilakukan secara
manual tetapi menggunakan mesin pahat.
6. Perakitan kayu

16
7. Pengepresan
8. Pemasangan triplek
Tabel 9 Skor A, Skor B dan Skor C pada proses pembuatan pintu triplek
Kegiatan

Postur Janggal

Pengukuran kayu
Pemotongan kayu
Penyerutan kayu
Pembuatan variasi
(pupurus)

Membungkuk
Membungkuk
Membungkuk
Membungkuk dan
leher membungkuk
Membungkuk dan
kaki tidak tertopang
Membungkuk
Membungkuk

Pemahatan kayu
Perakitan
Pengepresan
Pemasangan triplek

Skor A

Skor B
Kiri
4
1
2

Skor C
Kanan Kiri
5
5
3
3
2
2

5
4
2

Kanan
4
1
2

4

1

1

3

3

9*

5

2

10

9

1
3
4

2
2
1

3
1
2

1
3
3

1
2
4

* Penambahan skor beban sebesar 2 karena pekerja memikul balok kayu yang beratnya lebih dari
10 kg.

Tabel 10 Skor REBA dan Action Level Pada proses pembuatan pintu triplek
Kegiatan
Pengukuran kayu
Pemotongan kayu
Penyerutan kayu
Pembuatan variasi
(pupurus)
Pemahatan kayu

Skor REBA
Kanan Kiri
5
5
3
3
3*
3*

Level
Risiko
Sedang
Rendah
Rendah

Tindakan perbaikan
Perlu
Mungkin perlu
Mungkin perlu

4*

4*

Sedang

Perlu

10

9

Perlu segera

Perakitan kayu

1

1

Pengepresan
Pemasangan triplek

3
3

2
4

Tinggi
Bisa
diabaikan
Rendah
Sedang

Tidak perlu
Mungkin perlu
Perlu

*Penambahan skor aktivitas sebesar 1 karena terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali per
menit.

Penilaian pada Kegiatan Pengukuran Kayu

Gambar 14 Postur pekerja pengukuran kayu

Pada kegiatan pengukuran kayu, pekerja melakukan postur janggal
membungkuk. Punggung dan leher tidak mengalami perputaran atau miring ke
samping. Lengan atas dan pergelangan tangan pekerja tidak memutar atau

17
menyilang. Sementara itu, kaki pekerja dalam keadaan tertopang baik. Alat yang
digunakan berupa penggaris dan alat tulis.
Skor akhir REBA yang diperoleh sebesar 5 untuk tubuh bagian kanan dan
tubuh bagian kiri. Dalam metode REBA, skor ini digolongkan ke dalam action
level sedang dan perlu dilakukan perbaikan. Namun postur janggal membungkuk
pada kegiatan ini memang merupakan keharusan untuk memperoleh pengukuran
yang akurat.
Penilaian pada Kegiatan Pemotongan Kayu

Gambar 15 Postur pekerja pemotongan kayu

Pada kegiatan pemotongan kayu, pekerja sedikit membungkuk dan
menunduk. Punggung dan leher pekerja tidak mengalami perputaran atau miring
ke samping, begitupula dengan lengan atas dan pergelangan tangan pekerja tidak
tertumpu ataupun menyilang. Alat yang digunakan untuk memotong kayu adalah
circle saw yang beratnya 4 kg. Skor akhir REBA yang diperoleh adalah sebesar 3
untuk bagian kanan dan kiri. Skor ini digolongkan ke action level rendah dan
mungkin perlu tindakan perbaikan.
Penilaian pada Kegiatan Penyerutan Kayu

Gambar 16 Postur pekerja penyerutan kayu

Pada kegiatan penyerutan kayu, pekerja sedikit membungkuk dan menunduk.
Punggung dan leher pekerja tidak mengalami perputaran atau miring ke samping,
begitupula dengan lengan atas dan pergelangan tangan pekerja tidak tertumpu
ataupun menyilang. Alat yang digunakan adalah mesin serut yang beratnya 4 kg.
Skor akhir REBA yang diperoleh adalah sebesar 3 untuk bagian kanan dan kiri.
Skor ini digolongkan ke action level rendah dan mungkin perlu tindakan
perbaikan.

18
Penilaian pada Kegiatan Pembuatan Variasi (Pupurus)

Gambar 17 Postur pekerja pembuatan variasi (pupurus)

Pada kegiatan pembuatan variasi (pupurus), alat yang digunakan sama
dengan kegiatan pemotongan kayu yaitu circle saw. Punggung dan leher pekerja
tidak memutar ataupun miring ke samping, namun sedikit membungkuk dan
menunduk. Lengan atas dan pergelangan tangan pekerja tidak dalam kondisi
tertumpu atau menyilang. Berdasarkan Tabel 10, skor akhir REBA yang diperoleh
sebesar 4 untuk bagian tubuh kanan dan kiri. Skor ini termasuk action level
sedang dan perlu tindakan perbaikan.
Penilaian pada Kegiatan Pemahatan

Gambar 18 Postur pekerja pemahatan

Pada kegiatan pemahatan, pekerja menggunakan mesin pahat dengan posisi
duduk. Mesin pahat yang digunakan beratnya lebih dari 10 kg namun tidak
diperhitungan dalam penambahan skor karena beban mesin tidak dipikul pekerja.
Beban yang diperhitungkan dalam penambahan skor adalah beban balok kayu
yang dipikul pekerja menuju lokasi mesin pahat. Berat balok kayu lebih dari 10 kg
sehingga skor yang ditambahkan sebesar 2 untuk skor A. Punggung dan leher
tidak memutar atau miring namun punggung dalam posisi membungkuk karena
memberi tekanan pada tangan untuk menggerakkan mesin. Lengan atas dan
lengan bawah tidak memutar atau menyilang sedangkan pergelangan tangan
pekerja mengalami perputaran. Kaki pekerja tidak memijak sempurna ke lantai
karena kursi yang digunakan terlalu tinggi. Skor REBA yang diperoleh sebesar 10
untuk bagian kanan dan 9 untuk tubuh bagian kiri. Skor ini digolongkan ke dalam
action level tinggi dan perlu tindakan perbaikan segera.

19
Penilaian pada Kegiatan Perakitan Kayu

Gambar 19 Postur pekerja perakitan kayu

Pada kegiatan perakitan, punggung pekerja lurus dan leher menunduk serta
tidak mengalami perputaran atau miring. Lengan atas tidak tertumpu, memutar
atau menyilang. Kaki pekerja tertopang dengan baik. Dalam pengerjaannya,
kegiatan ini tidak menggunakan alat. Skor akhir REBA yang diperoleh sebesar 1
untuk bagian tubuh kanan dan kiri. Skor ini digolongkan action level bisa
diabaikan dan tidak perlu tindakan perbaikan.
Penilaian pada Kegiatan Pengepresan

Gambar 20 Postur pekerja pengepresan

Pada kegiatan ini, punggung pekerja sedikit membungkuk. Punggung dan
leher tidak mengalami perputaran atau miring, lengan atas dan pergelangan tangan
tidak memutar ataupun menyilang. Kaki pekerja tertopang dengan sempurna. Alat
yang digunakan adalah alat pengepresan sederhana. Skor REBA sebesar 3 untuk
bagian kanan dan 2 untuk bagian kiri. Skor ini dikategorikan rendah dan mungkin
perlu tindakan perbaikan.

20
Penilaian pada Kegiatan Pemasangan Triplek

Gambar 21 Postur pekerja pemasangan triplek

Pekerja melakukan kegiatan ini dengan posisi membungkuk dan tidak
memutar atau miring. Lengan atas maupun pergelangan tangan tidak mengalami
perputaran atau menyilang. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah palu.
Skor REBA yang diperoleh sebesar 3 untuk bagian kanan dan 3 untuk bagian kiri,
skor ini tergolong sedang dan perlu tindakan perbaikan.
Aksi Ergonomi
Dari semua unsur kerja pada pembuatan pintu triplek, unsur kerja yang
memiliki action level tertinggi dan perlu tindakan perbaikan segera adalah
pemahatan. Unsur kerja ini mengharuskan pekerja melakukan postur janggal
membungkuk karena memberi tekanan pada tangan untuk menggerakkan mesin
pahat sehingga memusatkan tenaga pada bagian kecil dari tubuh. Hal ini dapat
mengurangi aliran darah dan trasmisi saraf yang dapat merusak tendon dan
selubung tendon. Selain itu, lokasi mesin pahat ini tidak berada dekat dengan
lokasi kerja sehingga pekerja harus memikul kayu balok ke lokasi mesin pahat.
Kegiatan mengangkat, memikul dan getaran dapat menyebabkan peradangan
tendon dan sendi yang akan menekan dan merusak saraf sehingga menimbulkan
nyeri, kesemutan dan kelelahan (Lusianawaty et al 2009). Kaki pekerja juga tidak
tertopang sempurna karena kursi yang digunakan terlalu tinggi (tidak ergonomi).
Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah mengganti kursi yang sesuai
dengan ukuran tubuh pekerja dan memindahkan mesin pahat ke lokasi yang lebih
dekat dengan lokasi kerja sehingga jarak yang ditempuh pekerja untuk memahat
tidak terlalu jauh.
Unsur kerja pada pembuatan pintu triplek tidak jauh berbeda dengan
kegiatan pembuatan kusen. Tingginya risiko MSDs disebabkan karena pekerja
dipengaruhi oleh faktor-faktor ergonomi selama bekerja. Pada Tabel 9, dapat
dilihat bahwa unsur kerja yang memiliki action level tertinggi terdapat pada unsur
kerja pemahatan yaitu sebesar 10 untuk bagian tubuh sebelah kanan dan 9 untuk
bagian tubuh sebelah kiri. Sementara itu, untuk action level terendah terdapat pada
unsur kerja perakitan kayu. Terdapat perbedaan dengan proses pembuatan kusen
yang memiliki action level tertinggi pada unsur kerja perakitan. Hal ini
dikarenakan posisi pekerja pembuat kusen membungkuk dan hampir jongkok.
Berdasarkan Canadian Centre of Occupational Health and Safety (CCOHS),
bekerja dengan posisi membungkuk dapat menyebabkan stres pada punggung
bagian bawah. Penyebab pekerja melakukan postur janggal ini dapat dikarenakan

21
tempat kerja yang kurang sesuai misalnya area kerja terlalu rendah sehingga
pekerja harus menunduk, membungkuk maupun jongkok.
Berdasarkan analisis tingkat risiko MSDs diatas, dapat diketahui bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat risiko MSDs pada
pembuatan kusen dan pintu triplek yaitu:
1. Postur Janggal
Kegiatan pembuatan kusen dan pintu triplek mengharuskan pekerja
melakukan beberapa postur janggal seperti posisi punggung yang
membungkuk, posisi leher yang menunduk atau bekerja dengan posisi
berjongkok. Bekerja dengan posisi jongkok dapat menyebabkan tekanan yang
besar pada lutut untuk mempertahankan posisi dan menahan berat tubuh.
Postur tubuh seseorang ketika bekerja dipengaruhi oleh tiga hal yaitu
karakteristik pekerjaan, desain tempat kerja dan faktor individu (Bridger 1995).
2. Gerakan berulang
Gerakan berulang menjadi berisko ketika melibatkan otot dan sendi yang sama
secara terus menerus dalam waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan
kelelahan dan ketegangan pada otot karena tidak memiliki waktu untuk
pemulihan. Kegiatan pemahatan merupakan unsur kerja yang paling banyak
melakukan gerakan berulang dimana tangan melakukan gerakan yang sama
dan terus menerus.
Perbandingan Keluhan MSDs dengan Hasil Penilaian Metode REBA
Perhitungan tingkat risiko MSDs tidak hanya dengan penilaian postur tubuh
saja tetapi juga dengan analisis lain berupa pernyataan pekerja dibidang itu terkait
yang mereka rasakan terhadap keluhan-keluhan MSDs. Berdasarkan perhitungan
postur tubuh pada setiap unsur kerja dengan teknik REBA, terlihat bahwa ada
hubungan antara postur tubuh dengan keluhan MSDs. Tingkat risiko MSDs
dengan metode REBA, diperoleh level risiko sedang sampai dengan tinggi untuk
pembuatan kusen maupun pintu triplek sehingga diperlukan adanya perbaikan.
Keluhan pegal dan sakit sebagian besar yang dirasakan oleh pekerja pembuatan
kusen dan pintu triplek adalah pada bagian pinggang. Sedangkan keluhan yang
paling sedikit dirasakan berbeda-beda untuk setiap jenis pekerjaan. Berikut adalah
gambaran keluhan yang dirasakan oleh pekerja.

22
30

Besar Keluhan

25
20
15
10
Kusen
5
Pintu
0

Bagian Tubuh
Gambar 22 Keluhan yang dirasakan oleh pekerja pembuat kusen dan pintu triplek

Gambar 22 menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh pekerja
pembuatan kusen dan pintu triplek. Bagian tubuh yang paling banyak merasakan
keluhan oleh pembuat kusen maupun pintu triplek adalah pinggang sebanyak 23
dan 24 keluhan. Bagian tubuh lain seperti leher, punggung, lengan atas, dan bahu
juga mendapat penilaian di atas 20. Pada pembuatan kusen, pekerja cenderung
bekerja dengan posisi punggung membungkuk serta leher menunduk terutama
pada kegiatan perakitan (Gambar 7), sehingga sering dirasakan pegal dan sakit
pada bagian tubuh tersebut. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
membungkuk dapat menyebabkan stres pada punggung bagian bawah sehingga
akan menyebabkan sakit pada pinggang. Pada pembuatan pintu triplek, unsur
kerja yang memiliki action level tertinggi yaitu pemahatan. Hal ini dikarenakan
kayu yang akan dipahat harus diangkat menuju mesin pahat yang berada di dalam
ruangan. Bahu menerima beban yang berat ketika mengangkat kayu serta dalam
pemahatan pekerja dalam posisi duduk dan tangan yang mengoperasikan mesin
pahat. Menurut pengakuan dari pekerja berdasarkan hasil wawancara, keluhan
pegal dan sakit pada bagian punggung, pinggang dan leher biasanya dirasakan
malam hari setelah bekerja. Sementara itu untuk bagian tubuh lainnya, keluhan
MSDs biasanya dirasakan pada saat bekerja. Rasa pegal dan sakit pada pinggang
akan berkurang jika pekerja beristirahat selama kurang lebih satu hari setelah
mereka bekerja.
Untuk mengetahui rata-rata nilai pada setiap bagian tubuh masing-masing
jenis pekerjaan, maka dilakukan perhitungan rata-rata dari data keluhan MSDs ini
dengan menggunakan microsoft excel. Berdasarkan perhitungan rata-rata keluhan
MSDs yang dirasakan oleh pekerja, diketahui bahwa ada bagian tubuh yang
mengalami pegal dan sakit. Hal ini dapat menunjukan bahwa setiap unsur kerja
dalam pembuatan kusen dan pintu triplek ini memiliki risiko MSDs dari action
level rendah sampai tinggi sehingga selain perlu tindakan perbaikan, juga

23
diperlukan tindakan pengendalian. Menurut Kurniawidjaja (2011), tindakan
pengendalian tersebut dapat didasarkan pada masing-masing faktor yaitu
a. Postur janggal
Misalnya persendian diletakan pada posisi netral, hindari posisi membungkuk
dan perputaran tulang belakang, hindari bekerja dengan tangan di atas bahu,
hindari posisi yang sama dalam waktu yang lama serta modifikasi tinggi
tempat kerja.
b. Gerakan berulang
Misalnya pengaturan pekerjaan untuk menghindari gerakan yang tidak perlu,
hindari pergerakan yang sama dalam waktu yang lama serta modifikasi pola
kerja.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis risiko MSDs dengan metode REBA, proses pembuatan
kusen dan pembuatan pintu triplek sama-sama dapat menyebabkan risiko MSDs.
Pada pembuatan kusen, unsur kerja yang memiliki tingkat risiko MSDs paling
tinggi adalah pemahatan dan perakitan dengan skor 8–9 sedangkan untuk
pembuatan pintu triplek unsur kerja yang memiliki tingkat risiko paling tinggi
adalah pemahatan dengan skor 10 sehingga perlu tindakan perbaikan segera.
Terdapat perbedaan action level antara proses pembuatan kusen dan pintu triplek,
hal ini dikarenakan posisi pekerja pembuat kusen membungkuk dan hampir
jongkok Bagian tubuh yang memiliki keluhan terbanyak adalah pinggang,
punggung, leher dan bahu untuk pembuatan kusen maupun pembuatan pintu
triplek. Berdasarkan hasil perhitungan postur tubuh dengan menggunakan metode
REBA dan berdasarkan hasil dari distribusi keluhan pekerja terhadap gejala-gejala
MSDs menunjukkan adanya keselarasan antara hasil perhitungan postur tubuh
dengan keluhan pekerja. Dengan adanya tindakan perbaikan sederhana yaitu
penambahan fasilitas kerja seperti kursi dan meja dapat membantu menurunkan
risiko MSDs pekerja.
Saran
1. Memberikan saran kepada pemilik industri pembuatan kusen dan pintu triplek
untuk menyediakan meja kerja bagi pekerja agar pekerja tidak melakukan
pekerjaan dengan posisi membungkuk.
2. Memberikan saran kepada pemilik industri untuk menciptakan desain tempat
kerja yang efektif dan efisien.
3. Memberikan saran kepada pekerja agar semua alat yang diperlukan dalam
pembuatan kusen dan pintu diletakkan ditempat yang datar atau mudah
dijangkau.
4. Memberikan saran kepada pekerja agar melakukan peregangan otot terlebih
dahulu sebelum melakukan pekerjaannya.

24

DAFTAR PUSTAKA

Bridger RS. 1995. Introdution to Ergonomic CCOSH. Work-related
Musculoskeletal Disorders. [internet]. [diacu 2015 Mei 5]. Tersedia dari
http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html#top.
Buongiorno J, Gilles J K. 1987. Forest Management and Economics. A Primer in
Quantitative Methods. Macmillan Publishing Company – New York,
Collier Macmillan Publishers – London, 285 S.
[CCOSH] Canadian Center for Occupational Safety and Health. Work-related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs)- Risk Factors. [internet]. [diacu
2015
Mei
5].
Tersedia
pada
http://www.ccohs.ca/oshanswers/ergonomics/risk.html.
Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehata

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Analisis Postur Kerja Terhadap Gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Dengan Menggunakan Metode Quick Exposure Checklist (QEC) di PT. Kharisma Abadi Jaya

5 58 156

Hubungan Sikap Kerja Dengan Musculoskeletal Disorders Pada Penjahit Di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015

10 61 112

ANALISIS FAKTOR RISIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) DENGAN METODE QUICK EXPOSURE CHECKLIST (QEC) PADA PEKERJA LAUNDRY

2 18 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

HUBUNGAN POSTUR KERJA DAN FAKTOR LAIN TERHADAP KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) PADA SOPIR BUS ANTAR PROVINSI DI BANDAR LAMPUNG

2 18 75

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

Pengaruh Peregangan Senam Ergonomis terhadap Skor Nyeri Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Pembuat Kaleng Alumunium

0 3 8

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BATIK DI SOKARAJA

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musculoskeletal Disorders (MSDs) - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MSDs (Musculosceletal Disorders) PADA PEKERJA MEBEL (Studi di CV. X Semarang) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 28