Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula)

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM
PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)

ARDIYANSAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi
Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia
auricula) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Ardiyansah
NIM F24090051

ABSTRAK
ARDIYANSAH. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk
Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula). Dibimbing oleh MAGGY
THENAWIDJAJA SOEHARTONO.
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok
masyarakat Indonesia, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Data produksi ubi
jalar, pada tahun 2004 hingga 2012, meningkat dengan laju 2,63%, tetapi
konsumsi ubi jalar diantara tahun 2005 hingga 2009 menurun hingga -11,99%.
Terdapat banyak cara untuk meningkatkan peggunaan ubi jalar dalam industri
pangan selain dikonsumsi secara langsung. Tujuan penelitian ini adalah
memanfaatkan hasil olahan ubi jalar yaitu pati ubi jalar dalam produk sup instan
jamur kuping. Bahan-bahan penyusun sup instan adalah susu skim, air, gula,
jamur kuping, minyak, garam, lada, bawang putih, penyedap masakan dan pati ubi
jalar. Konsentrasi pati ubi jalar yang digunakan adalah 1,83% dan 3,33%. Setelah

dilakukan uji organoleptik yang mengiktusertakan sup instan pati jagung dengan
formula dan proses yang sama, diketahui bahwa hasil uji rating hedonik dari
ketiga sup instan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Karena hasil
yang tidak berbeda nyata ini, maka sup instan yang dikarakterisasi adalah sup
instan pati ubi jalar 1,83%. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sup instan pati
ubi jalar 1,83% yang dibandingkan karakternya terhadap sup instan pati jagung
1,83% serta kesesuaiannya terhadap standar mutu sup instan yang ada. Sup instan
pati ubi jalar formula terpilih memiliki kadar air 3,10±0,03%(bb), abu
9,87±0,17%(bb), protein 23,04±0,14%(bb), lemak 1,30±0,02%(bb), karbohidrat
62,69±0,08%(bb) dan total serat makanan 2,461±0,056%. Selain itu, sup instan
pati ubi jalar formula terpilih juga memiliki rendemen 11,22%, daya rehidrasi
2,23 ml/g dan viskositas 510 cP. Karakteristik ini lebih baik daripada beberapa
karakteristik sup instan yang mengandung pati jagung. Sup instan ubi jalar
memiliki polisakarida dari jamur kuping dan kandungan serat yang berpotensi
baik bagi kesehatan.
Kata kunci: sup instan, ubi jalar

ABSTRACT
ARDIYANSAH. Utilization of sweet potato (Ipomoea batatas) starch in instant
mushroom (Auricularia auricula) soup. Supervised by MAGGY

THENAWIDJAJA SOEHARTONO.
Sweet potato (Ipomoea batatas) is one of the staple foods in Indonesia.
However, the utilization of sweet potato is not yet optimal. The sweet potato
production in 2004 until 2012, had increased 2,63%, but it’s consumption between
2005 and 2009, declined by -11,99%. There are many ways to increase it’s
utilization in food industry beside direct consumption. The objective of this
research was to utilize the sweet potato starch in instant mushroom soup products.
The materials needed for making instant soup were skim milk, water, sugar,
mushrooms, oil, salt, pepper, garlic, food flavoring and sweet potato starch. The
sweet potato starch concentrations used was 1,83% and 3,33%. After the
organoleptic test with instant corn starch soup with the same formula and process,
it is known that the results of the rating hedonic test at 95% confidence interval
were not significantly different between these three instant soup formulas.
Because of this result, instant soup with 1,83% sweet potato starch was
characterized. Further, analysis of the instant soup with 1,83% sweet potato starch
compared to instant soup with 1,83% corn starch and conformed to instant soup
quality standards. Selected formula of instant sweet potato starch soup has
3,10±0,03%(bb) moisture content, 9,87±0,17%(bb) ash, 23,04±0,14%(bb) protein,
1,30±0,02%(bb) fat, 62,69±0,08%(bb) carbohydrate and 2,461±0,056% total
dietary fiber. In addition, instant sweet potato soup formula showed 11,22% yield,

2,23 ml/g rehydration power and 510 cP viscocity. These characteristics were
better than some characteristics of soup containing corn starch. Instant sweet
potato soup contained polysaccharides from mushroom and fiber that good for
health.
Key words : instant soup, sweet potato

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM
PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)

ARDIYANSAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup
Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula)
Nama
: Ardiyansah
Nim
: F24090051

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir. Maggy Thenawidjaja Soehartono
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penyusunan skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam
Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) dapat diselesaikan.
Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan Januari-April 2013 di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium
SEAFAST Center IPB. Dengan selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini, penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ayahanda Anwar Mallega, Ibunda Yulia Yunus Rahman serta
Andryansah, Rizki Yuliana dan Annisa A yang telah memberikan doa,
perhatian dan dukungan selama ini.
2. Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Soehartono sebagai dosen
pembimbing akademik dan tugas akhir yang telah memberikan segala
ilmu, perhatian serta kasih sayang kepada penulis.
3. Bapak Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri
Palupi, MSi sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan
pikiran demi perbaikan skripsi ini.
4. Stella Denissa, Tante Siti Purwanti dan Denis Satria atas segala

kesabaran, dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis.
5. Teman-teman baik penulis selama perkuliahan Doddy Aryanto,
Ananditya N, Alviane B, Jian S, Iyan A, Lina S, Olga AS, Ardy,
Jenny, Caca, Desi, SaridaW, Rufnia, Ajie P, Richard, Adrianus EN,
Yanda, Satrya, Aldith, Fahmi Nurzaim, Dani, Sobich, Estu Nugroho,
Ichsan Irwanto, Aditya Yumansyah dan teman-teman lainnya yang
telah memberikan motivasi serta banyak pelajaran berharga bagi
penulis selama perkuliahan.
6. Pak Nur, Mba Vera, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Mba Nurul,
Mba Ari, Mas Yeris, Pak Junaedi dan Pak Iyas atas segala bantuannya
di laboratorium selama penulis melakukan penelitian. Bu Novi, Bu
Sofi, Bu Firti, Mba Ina, Mba Ani dan Mba May atas segala
kesabarannya dalam membantu keperluan administrasi penulis selama
selama berkuliah di departemen ITP.
7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik yang
secara langung ataupun tidak langsung telah membantu penyelesaian
studi dan penulisan tugas akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap agar tugas akhir ini dapat digunakan secara
bijak dan bernanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang
akan datang.

Bogor, Februari 2014
Ardiyansah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

METODOLOGI

3

Bahan

3

Alat

3


Metode

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Gelatinisasi Pati

9

Pembuatan Sup Instan

12

Uji Organoleptik

16

Karakteristik Kimia dan Fisik Formula Sup Instan Terpilih
Analisis Komposisi Kimia


18

Analisis Serat Pangan

19

Rendemen

20

Daya Rehidrasi

20

Uji Viskositas

20

Kandungan Gizi Sup Instan Dalam Satu Takaran Saji

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Komposisi kimia pati ubi jalar jago
Persyaratan mutu sup instan (SNI 01-4967-1999)
Kandungan gizi beberapa jenis jamur dalam 100 gram bahan
Profil gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago dan pati jagung
Formulasi 300 gram sup instan
Hasil uji rating hedonik sup instan
Komposisi proksimat sup instan
Kadar serat sup instan
Hasil pengujian sifat fisik sup instan
Kandungan gizi sup instan per takaran saji

1
2
3
10
14

17
18
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Ubi jalar jago
Jamur kuping
Hasil RVA profil gelatinisasi pati ubi jalar
Granula pati ubi jalar
Granula pati jagung
Proses pembuatan sup instan
Drum drier
Penampakan tepung sup instan Formula A, Formula B dan Formula C
Penampakan sup instan ubi jalar Formula A, Formula B dan Formula C

3
3
10
11
11
13
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Lembar penilaian uji rating hedonik sup instan
Analisis ragam hedonik kekentalan
Analisis ragam hedonik rasa
Analisis ragam hedonik aroma
Analisis ragam hedonik warna
Analisis ragam hedonik overall
Hasil uji analisis kadar air
Hasil uji analisis kadar abu
Hasil uji analisis kadar protein
Hasil uji analisis kadar lemak
Hasil uji analisis kadar karbohidrat
Uji t-test kadar proksimat bobot basah
Uji t-test kadar proksimat bobot kering
Kadar serat sup instan
Uji t-test kadar serat sup instan
Daya rehidrasi sup instan

27
28
29
30
31
32
33
33
33
34
34
35
35
36
36
36

ix

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok
masyarakat Indonesia. Ubi jalar dapat dikonsumsi secara langsung sebagai salah
satu sumber energi ataupun diproses menjadi tepung/pati ubi jalar. Penelitianpenelitian terdahulu, ubi jalar dibuat menjadi berbagai macam produk antara lain
mie ubi jalar (Simanjuntak 2001), selai (Fatonah 2002), flakes ubi jalar (Khasanah
2003), cookies ubi jalar (Djuanda 2003), brownies kukus (Sulistiyo 2006) dan
lainnya. Tetapi pemanfaatan ubi jalar belum optimal, mengingat produksi ubi jalar
terus meningkat dari 1,902 juta ton (tahun 2004) menjadi 2,483 juta ton (2012)
atau meningkat dengan laju 2,63%/tahun (Kementerian Pertanian 2013),
sedangkan konsumsi ubi jalar dari tahun 2005-2009 adalah 10,87 gram/kapita/hari
menjadi 6,56 gram/kapita/hari atau menurun hingga -11,99%/tahun (Ariani 2010).
Penurunan konsumsi umbi-umbian lebih banyak dikarenakan perubahan gaya
hidup yang berdampak pada gaya makan. Masih adanya masyarakat yang
menganggap pangan lokal umbi-umbian adalah makanan inferior dan dianggap
orang miskin bila mengkonsumsinya maka akan sulit untuk meningkatkan
konsumsi umbi-umbian. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan
umbi-umbian dalam hal ini ubi jalar di Indonesia, dilakukan penelitian untuk
memanfaatkan pati ubi jalar sebagai pengental dalam produk sup instan. Ubi jalar
yang digunakan dalam formulasi sup instan ini adalah ubi jalar varietas jago
(Gambar 1). Ubi jalar varietas jago termasuk kedalam jenis ubi jalar putih. Ubi
jalar putih sendiri memiliki rendemen dan total padatan kering yang tinggi
sehingga cocok apabila dibuat terlebih dahulu menjadi tepung atau pati (Yusuf
2003). Komposisi kimia pati ubi jalar jago dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar Jago
Komposisi Kimia
Pati ubi jalar (%)
Air
13.73
Abu
0.23
Protein
0.44
Lemak
0.56
Karbohidrat
85.04
Amilosa
25.83
Sumber : Devega (2011)
Produk pangan seperti sup instan merupakan jenis produk pangan yang
mudah untuk disajikan dalam waktu relatif singkat sehingga cocok dalam
kehidupan yang moderen seperti saat ini. Pangan instan dalam bentuk kering atau
konsentrat, mudah larut sehingga mudah untuk disajikan, yaitu hanya dengan
menambahkan air panas atau dimasak dengan air mendidih. Produk pangan instan
berkembang untuk mengatasi masalah penggunaan dan penanganan produk
pangan yang sering dihadapi misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan
waktu konsumsi. Ada tiga kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat
membentuk produk pangan instan, yaitu: a) sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah
mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum

2

digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, c) rehidrasi produk tidak
menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (Hartomo dan
Widiatmoko, 1992). Pangan instan sendiri, seperti sup instan, merupakan pangan
yang sedang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Persyaratan mutu sup
instan (SNI 01-4321-1996) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Persyaratan Mutu Sup Instan (SNI 01-4321-1996)
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Protein

% b/b

Normal
Normal
Normal
Min. 2

Lemak
Air

% b/b
% b/b

Maks. 10
2-7

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)
Formulasi sup instan dalam penelitian ini selain menggunakan pati ubi
jalar juga menggunakan susu skim, air, gula, minyak, garam, lada, bawang putih,
penyedap masakan dan jamur kuping (Auricularia auricula). Jamur kuping
digunakan karena kaya akan serat dan komponen bioaktif. Bentuk tubuh jamur
kuping berupa lembaran yang bergelombag tidak menentu dan berbentuk seperti
cawan (Gambar 2). Pada keadaan lembab tubuh buah akan kenyal, sedangkan
pada keadaan kering seperti jaringan tulang rawan dan kadang-kadang keras. Bila
tubuh buahnya dikeringkan akan mengerut dan mengeras, tetapi dapat menjadi
kenyal seperti bentuk semula apabila direndam air (Yong dan Leong 1983). Jamur
kuping dapat dikonsumsi dengan dimasak secara langsung ataupun dengan
membuatnya menjadi bentuk tepung terlebih dahulu. Jika dimasak secara
langsung, jamur kuping biasanya dibuat menjadi keripik ataupun sebagai bahan
tambahan pada makanan utama. Dalam penelitian ini, jamur kuping yang
digunakan dibentuk kedalam fase tepung terlebih dahulu. Jamur kuping memiliki
polisakarida β-D-glukan (Misaki et al. 1981). Menurut Khamlue (2012), kadar
polisakarida yang terdapat didalam jamur kuping adalah 0,84%(w/w).
Polisakarida pada jamur kuping ini memiliki berbagai aktivitas biologis yaitu
aktivitas antioksidan dengan kadar 59,71 mg vitamin C equivalent/gram (Li et al.
2012) dimana manusia dewasa umumnya membutuhkan vitamin C sebanyak 7590 mg/hari (Food and Nutrition Board 2000), aktivitas anti-tumor sebesar 60%
pada sel sarkoma 180 (Reza et al. 2011), dan aktivitas hipolipidemik yang
menurunkan 28,5% total kolesterol dalam plasma darah (Jeong et al. 2007). Jamur
kuping juga banyak memproduksi lovastatin. Lovastatin adalah salah satu obat
penurun kolestrol darah yang sudah dikomersialkan dan merupakan kelompok
statin yang bekerja sebagai inhibitor enzim reduktase HMG-koA. Jamur kuping
juga diduga untuk menjaga ketahanan tubuh dalam sistem otot, sel dan kekebalan
serta penawar racun pada makanan seperti residu dan logam berat. Selain itu,
jamur kuping sudah dibuat dalam bentuk obat maupun suplemen dan
dikomersialkan sebagai antihiperlipidemia dan obat kardiovaskular (Wasser dan

3

Weis 1999). Kandungan gizi pada jamur kuping dan jenis jamur lainnya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur dalam 100 g Bahan
Jenis Jamur Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat (%)
Kuping
7,7
0,8
87,6
14,6
Shiitake
17,7
8,0
67,5
8,0
Tiram
30,4
2,2
57,6
8,7
Merang
16,0
0,9
64,5
4,0
Sumber : Chang dan Miles (1997)

Gambar 1 Ubi Jalar Jago

Gambar 2 Jamur Kuping

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memanfaatkan pati ubi jalar
dalam produk sup instan jamur kuping serta mendapatkan formula terpilih dan
melakukan karakterisasi kimia, fisik dan organoleptik.
METODOLOGI
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi sup instan adalah pati ubi
jalar yang diperoleh dari Balai Pertanian Pasca Panen Bogor, jamur kuping,
bawang putih dan lada, susu skim, air, gula, dan garam. Sedangkan bahan-bahan
lain yang digunakan adalah bahan-bahan untuk kepentingan analisis.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Rapid Visco
Analyzer, drum dryer, boiler,oven, tanur listrik, vortex, sentrifuge, labu Kjehldal,
kondensor, labu lemak, inkubator, mikropipet, Brookfield viscometer, sentrifuge,
tabung sentrifuge, desikator, tabung reaksi serta cawan porselen dan aluminium.

4

METODE
Penelitian Pendahuluan
Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar (Singh et al. 2010)
Pengujian profil gelatinisasi pati ubi jalar menggunakan alat Rapid Visco
Analyzer (RVA). Sebelum pengujian harus diketahui terlebih dahulu kadar air dari
pati ubi jalar. Sejumlah sampel dan air destilata ditimbang dan dimasukkan ke
dalam canister. Jumlah sampel dan air destilata ditentukan oleh program pada alat
RVA sesuai dengan kadar air sampel. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk
menggunakan paddle plastik hingga bercampur sempurna untuk menghindari
pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA.
Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis.
Selanjutnya,dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan
konstan yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30°C dan
dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu
95°C selama 7.5 menit. Suhu 95°C dipertahankan selama 5 menit sebelum
didinginkan hingga suhu 50°C selama 7.5 menit. Suhu 50°C dipertahankan selama
2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas
maksimum (peak viscosity), viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin,
viskositas breakdown, dan viskositas setback.
Penelitian Utama
Prosedur Pembuatan Sup Instan yang diadopsi dari Formula Inglett dan
Inglett (1982)
Rancangan percobaan formulasi sup instan menggunakan pola Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan peubah jumlah pati ubi jalar. Pada awal formulasi
dilakukan trial and error terhadap jumlah pati yang digunakan. Jumlah pati yang
digunakan adalah 2.5%, 5.5%, 7.5% dan 10%. Dari keempat formula ini, akan
dipilih dua formula sup instan pati ubi jalar. Kedua formula ini akan diuji secara
organoleptik bersama dengan sup instan yang memanfaatkan pati jagung dimana
menggunakan formulasi dan proses yang sama dengan pembuatan sup instan pati
ubi jalar, sehingga dapat diketahui sup instan mana yang lebih disukai oleh
panelis.
Tahap Pertama
Tahap ini terdiri atas pembuatan tepung jamur kuping. Penepungan jamur
kuping dilakukan dengan cara mengeringkan jamur kuping dengan oven yang
bersuhu 60oC selama 8 jam dan kemudian digiling dalam mesin disc mill dengan
pengayak ukuran 60 mesh.
Tahap Kedua
Proses pembuatan sup instan berdasarkan formula yang diadopsi dari
formula Inglett dan Inglett (1982), dimulai dengan memanaskan bahan I yang
terdiri dari susu skim (35%), pati ubi jalar/pati jagung (5,5 %), garam (1,80% ),
gula (0,94%) dan air (43,70%) pada suhu 72-73,5°C. Tahap berikutnya adalah

5

menambahkan bahan II yang terdiri jamur (10%), minyak (3%), tepung lada
(0,03%), tepung bawang putih (0,03%) pada adonan (I) sampai homogen.
Selanjutnya sup instan yang telah dibuat dikeringkan dengan drum drier.
Lempengan sup kering yang dihasilkan dari proses pengeringan drum drier
selanjutnya dihaluskan dalam mesin penggiling dan diayak dengan ukuran 60
mesh untuk menghasilkan tepung sup instan. Tahap selanjutnya adalah melakukan
uji organoleptik pada formula tahap awal dan kemudian melakukan uji kimia serta
fisik pada formula yang terpilih dalam uji organoleptik.
Metode Analisis
Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik (BSN 2006)
Sifat organoleptik dari produk tepung sup instan dengan campuran jamur
kuping dianalisa dengan menggunakan uji rating hedonik. Panelis dipilih secara
acak (panelis non standar) dan berjumlah 30 orang. Panelis menilai sifat spesifik
sampel sup instan yang disajikan dalam gelas kecil dalam keadaan hangat.
Penilaian terhadap sup instan ini dimulai dari warna kemudian dilanjutkan rasa,
aroma, tekstur, kekentalan, dan yang terakhir penampakan umum. Penilaian
terhadap sampel sup instan ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1
sampai 7, dengan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4)
netral, (5) agak suka, (6) suka dan (7) sangat suka
Analisis Kimia
Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2006)
Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan alumunium
kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel
dengan bobot tertentu (B) dimasukkan kedalam cawan. Tutup cawan dibuka,
cawan berisi tepung sup instan beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu
105oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator dan
didinginkan selama 15 menit, lalu timbang kembali (C). Kadar air contoh dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar Air (%bb)=
Kadar Air (%bk)=

B-(C-A)
B

x 100

Kadar air (%bb)
100-Kadar air(%bb)

x 100

Keterangan :
bb = basis basah
bk = basis kering
Analisis Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam
oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A).

6

Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar
dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan
pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam hingga
terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). kadar abu contoh dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
(C-A)
x 100
Kadar Abu (%bb)=
B
Kadar Abu (%bk)=

Kadar abu (%bb)
x 100
100-kadar abu (bb)

Analisis Kadar Protein (AOAC 2006)
Sebanyak 0,1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu
ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4,
selanjutnya sampel didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan
jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl
dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam
alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml
larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1
bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh
sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl
0.02N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein
kasar dapat dihitung dengan persamaan :

Kadar N (%bb)=

(V HCl sampel-V HCl blanko) x N HCl x 14.007
x 100
mg sampel
Kadar Protein (%bb)=%N x Fk

Kadar Protein (%bk)=

Kadar Protein (bb)
x 100
(100-kadar air(bb))

Keterangan :
Fk : Faktor konversi (6.25 untuk tepung dan ml)
Analisis Kadar Lemak (AOAC 2006)
Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas
saring berisi contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga
kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong
dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat

7

kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut
hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan
ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan
ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat
diperoleh dengan persamaan berikut :
Kadar Lemak (%bb)=
Kadar Lemak (%bk)=

W1-W2
x 100
W

Kadar Lemak (bb)
x 100
(100-kadar air(bb))

Keterangan:
W : Bobot sampel (gram)
W1: Bobot labu+ lemak (gram)
W2: Bobot labu (gram)
Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan
persamaan :
Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)

Kadar karbohidrat (%bk) =

Kadar karbohidrat (bb)
x 100
(100-kadar air(bb))

Analisis Serat Pangan (Asp et. al. 1983)
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-phospat pH 6 dan diaduk hingga terbentuk
suspensi. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl ke dalam erlenmeyer
yang berisi sampel. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan
diinkubasi dalam penangas air suhu 100oC selama 15 menit sambil diaduk
sesekali.
Sampel diangkat dan didinginkan, lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan
pH diturunkan sampai 1.5 menggunakan HCl 4 N. Selanjutnya ditambahkan
enzim pepsin sebanyak 100 mg ke dalam sampel, lalu ditutup dan diinkubasi
dalam penangas air bergoyang suhu 40oC selama 1 jam. Erlenmeyer kemudian
diangkat, ditambahkan air destilata, dan pH diatur menjadi 6.8 menggunakan
NaOH. Setelah pH 6.8 tercapai, ditambahkan enzim pankreatin sebanyak 100 mg
ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup, diinkubasikan pada suhu 40oC selama 1
jam. Selanjutnya pH diatur sampai 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel
tersebut kemudian disaring menggunakan crucible kering yang telah ditimbang
beratnya dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada

8

penyaringan dilakukan dua kali pencucian dengan masing-masing 10 ml air
destilata.
Analisis serat pangan tidak larut
Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 % dan
2 x 10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap (sekitar 12
jam). Selanjutnya didinginkan dalam desikator, lalu timbang. Setelah itu diabukan
dalam tanur 500oC selama minimal 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan
timbang beratnya.
Analisis serat pangan larut
Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan
400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya
disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 g celite
kering, dicuci lagi dengan 2x 10 ml etanol 78 %, 2 x 10 ml etanol 95 %, dan 2 x
10 ml aseton, kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan.
Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Selanjutnya
diabukan dalam tanur suhu 550oC selama 5 jam dan ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator.
Blanko
Penetapan blanko dapat dilakukan dengan cara seperti pada prosedur untuk
sampel, tetapi tanpa penambahan sampel. Setelah mendapatkan berat sampel
sebelum dan sesudah diabukan serta berat blanko, persamaan untuk menghitung
sebagai berikut :
% Serat Makanan Tak Larut (SMTL) =
% Serat Makanan Larut (SML) =

(D1-I1-B1)
Berat Sampel

(D2-I2-B2)
Berat Sampel

x 100

x 100

% Total Serat Makanan (TSM) = (SMTL+SML) (%)
Keterangan :
D = berat setelah pengeringan (g)
I = berat setelah pengabuan (g)
B = berat blanko bebas abu (g)
Analisis Fisik
Rendemen (AOAC 1995)
Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses
pembuatan tepung sup instan jamur kuping. Persentase rendemen dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Rendemen (%) =

Bobot tepung sup instan

x 100%

Bobot sup instan sebelum penepungan

9

Daya Rehidrasi (Yoanasari 2003)
Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 ml akuades dan diaduk dengan
vorteks. Diamkan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut
disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung
dengan rumus :
a-b
Daya rehidrasi (ml/g) =
c
Keterangan :
a = volume air mula-mula (ml)
b = volume supernatant (ml)

c = bobot sampel (g)

Uji Viskositas Fluida (Faridah et al. 2011)
Pengukuran viskositas dilakukan dengan mengukur sampel dengan
menggunakan alat pengukur viskositas yaitu Brookfield viscometer. Sampel yang
akan diukur dipersiapkan sebanyak 40 g kemudian dimasak dengan menggunakan
air sebanyak 400 ml selama ± 4 menit. Sampel diukur pada suhu 50oC. Instrumen
viskometer dipersiapkan pada posisi operasi. Sampel yang telah disiapkan
dimasukkan kedalam gelas viskometer. Rotor pengukur dikaitkan pada lubang
yang menghubungkan rotor dengan instrumen, lalu dimasukkan kedalam gelas
viskometer untuk mengukur sampel. Kemudian instrumen dinyalakan dan
ditunggu sampai jarum angka stabil berhenti pada kisaran angka yang terdapat
didalam instrumen. Besar angka yang diperoleh merupakan nilai viskositas dari
sampel yaang diukur. Satuan yang digunakan adalah centipoise (cP).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar dan Pati Jagung
Karbohidrat yang banyak terdapat di dalam ubi jalar adalah pati, gula, dan
serat (Palmer 1982). Oleh karena itu, ubi jalar merupakan salah satu sumber pati
yang potensial. Pati merupakan produk olahan yang diperoleh dengan
memisahkan komponen-komponen non-pati, yaitu lemak, serat kasar, dan protein.
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari dua komponen utama yaitu
amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa
dengan ikatan α-(1,4) glikosida, sedangkan polimer amilopektin terbentuk dari
ikatan α-(1,4) glikosida dan membentuk cabang pada ikatan α-(1,6) glikosida.
Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel sehingga kurang kental jika
dibandingkan dengan amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa
komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Amilopektin mempunyai
struktur bercabang, mempunyai sifat lebih mudah mengembang dan membentuk
koloid dalam air (Mauro et al. 2003).
Pengujian profil gelatinisasi pati ubi jalar bertujuan untuk mengetahui suhu
yang cocok untuk menggelatinisasi sempurna pati ubi jalar yang terdapat dalam
formula sup instan. Profil gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago dapat dilihat pada
Tabel 4.

10

Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar Varietas Jago dan Pati Jagung
Pati
Pati
Ubi
Data
Satuan
Jagung*)
Jalar
o
C
Suhu gelatinisasi (Pasting Temprature, PT)
73,7
79,05
Viskositas maksimum (Peak Viscocity, PV)
cP
3528
1697
Viskositas Breakdown (VB)
cP
1396
385
Viskositas Setback (VS)
cP
1096
473,5
*) Ahmad (2009)

Gambar 3 Hasil RVA profil gelatinisasi pati ubi jalar
Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika mulai terdeteksi terjadinya
peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pengembangan granula pati. Kisaran
suhu gelatinisasi bahan dapat memprediksi suhu pemasakan sup instan yang
mengharapkan terjadinya gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah
dibandingkan suhu gelatinisasi mengakibatkan konsistensi dan kekentalan sup
instan tidak sempurna. Begitu juga dengan penggunaan suhu yang terlalu tinggi,
mengakibatkan sup instan cepat mengental namun memiliki konsistensi yang
kurang bagus sehingga padatan dan cairan dalam sup instan mudah memisah.
Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa suhu gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago
adalah 73,7oC. suhu ini akan menjadi acuan dalam memasak sup agar tercipta sup
instan dengan pati yang telah tergelatinisasi dengan baik. Sedangkan menurut
Ahmad (2009), pati jagung yang biasanya juga dibuat sebagai pengental dalam
sup instan memiliki suhu gelatinisasi 79,05oC, sedikit lebih tinggi daripada suhu
gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago. Hal ini menunjukan bahwa pati jagung
memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi selama proses pengolahan.
Suhu gelatinisasi pati dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pH
(komponen asam), gula sederhana, lemak dan ukuran granula pati. Pemasakan
dibawah pH 5 dan diatas pH 7 akan menurunkan suhu gelatinisasi dan
mempercepat proses pemasakan (Wurzburg 1968). Keberadaan komponen lain
yang mempengaruhi gelatinisasi pati selain asam adalah gula sederhana.
Keberadaan gula sederhana dapat menghambat pengembangan granula pati dan

11

meningkatkan suhu gelatinisasi karena akan bersaing dengan pati dalam mengikat
air (Mitolo 2006). Gula akan mempengaruhi gelatinisasi secara signifikan pada
konsentrasi diatas 60%. Disakarida seperti sukrosa lebih mempengaruhi
gelatinisasi pati dibandingkan dengan fruktosa karena lebih efektif dalam
berkompetisi dengan air. Lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa
sehingga amilosa akan sulit keluar dari granula pati. Akibatnya, energi yang
diperlukan untuk melepaskan amilosa lebih tinggi. Selain itu lemak dapat diserap
oleh permukaan granula sehingga membentuk lapisan hidrofobik yang dapat
menghambat pengikatan air oleh granula pati. Jumlah air yang berkurang selama
pengembangan granula pati menyebabkan kelekatan dan kekentalan pati
berkurang (Collison 1968). Ukuran granula pati juga berkaitan dengan suhu
gelatinisasi. Menurut Winarno (1992) dan De Man (1989), pati dengan butir yang
lebih besar akan mengembang pada suhu yang lebih rendah karena granula
patinya memiliki ikatan intermolekuler yang lebih lemah. Julita (2012)
melaporkan ukuran granula ubi jalar berkisar 10-80 µm pada perbesaran 400x,
sedangkan granula pati jagung varietas unggul nasional berkisar antara 28-44,5
µm pada perbesaran 1000x (Permatasari 2007). Hal ini sesuai dengan hasil
pengujian RVA, yaitu suhu gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan
dengan suhu gelatinisasi pati jagung.

Gambar 4 Granula pati ubi jalar
Gambar 5 Granula pati jagung
(Julita 2012)
(Permatasari 2007)
Winarno (2002) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan viskositas
selama gelatinisisasi disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula
dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sebagian sudah berada
dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi karena terikat gugus
hidroksil dalam molekul pati. Apabila suhu dinaikkan, maka viskositas pasta/gel
berkurang. Pasta pati yang telah mengalami gelatinisisasi terdiri atas butir-butir
pati yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa
yang terdispersi dalam air.
Data viskositas maksimum, viskositas breakdown dan viskositas setback
dapat diketahui juga dari Tabel 4. Viskositas maksimum merupakan titik
maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Suhu
dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi (suhu
puncak gelatinisasi). Nilai viskositas maksimum pati ubi jalar adalah 3528 cP,
yang lebih tinggi daripada viskositas maksimum pati jagung, yaitu 1697 cP.
Sedangkan viskositas breakdown adalah nilai penurunan viskositas maksimum
menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 5

12

menit. Viskositas breakdown pati ubi jalar (1396 cP) lebih tinggi dari pati jagung
(385 cP). Lebih tingginya viskositas breakdown pati ubi jalar menunjukan bahan
ini kurang stabil selama kondisi pemanasan. Penurunan nilai viskositas pada suhu
95oC setelah holding secara relatif terhadap nilai viskositas maksimum,
menggambarkan peningkatan fragmentasi atau disintegrasi dari granula yang
tergelatinisasi. Makin tinggi penurunan viskositas maka makin progresif tingkat
fragmentasi dan pelarutan granula yang terjadi (Greenwood dan Munro 1979).
Viskositas setback merupakan selisih antara viskositas akhir pada suhu konstan
(95oC) dengan viskositas pada akhir pendinginan (50oC). Setback merupakan reasosiasi molekul pati ketika mengalami pendinginan (Charles et al. 2004).
Viskositas setback pati ubi jalar (1096 cP), lebih tinggi daripada pati jagung
(473,5 cP). Nilai ini menunjukan pati ubi jalar lebih mudah mengalami
retrogradasi dibandingkan dengan pati jagung. Hal ini menjadi pertanda bahwa
molekul-molekul amilosa dalam pati ubi jalar memiliki kecenderungan yang besar
untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan. Penyebabnya
adalah energi kinetik tidak cukup tinggi untuk menahan molekul pati saling
berikatan.
Pembuatan Sup Instan
Pembuatan sup instan ini mengadopsi dari formula Inglett dan Inglett.
Menurut hasil uji organoleptik yang dilakukan Sangadah (2006) terhadap
formulasi sup Inglett dan Inglett, formula tersebut memiliki kekentalan dan rasa
yang tidak disukai oleh panelis. Oleh karena itu, dilakukan trial and error kembali
terhadap beberapa komponen penyusun sup instan agar dapat diterima oleh
panelis. Dalam tahap formulasi awal (basis 100 gram) dilakukan trial and error
untuk menentukan seberapa banyak pati ubi jalar yang digunakan. Formula yang
diuji adalah pati sebanyak 2.5%, 5.5%, 7.5% dan 10%. Formula modifikasi yang
digunakan adalah susu skim (35%), air (53%/50%/48%/45,5%), gula (1,5%), pati
ubi jalar (2,5%/5,5%/7,5%/10%), tepung jamur kuping (1%), minyak (3%), garam
(1,5%), tepung lada (0,25%), tepung bawang putih (0,25%) dan penyedap
masakan (2%). Namun, sup instan yang dihasilkan masih terlalu kental, sehingga
masih diperlukan penambahan air kembali sebanyak 200 gram agar didapatkan
viskositas yang diinginkan. Setelah ditambahkan 200 gram air dan dilakukan
pengamatan diketahui bahwa formula yang tepat untuk sup instan ubi jalar adalah
5.5% dan 10% (basis 100 gram bahan) atau 1,83% dan 3,33% (basis 300 gram
bahan). Menurut pengamatan, apabila menggunakan pati 2.5% maka didapatkan
hasil yang kekentalannya kurang baik. Penggunaan pati 7.5% menghasilkan sup
instan dengan penampakan keseluruhan yang mirip dengan penggunaan pati 5.5%
sehingga lebih efisien jika menggunakan pati 5.5%. Sehingga formula hasil trial
and error setelah ditambah 200 gram air (300 gram sup instan) adalah formula
susu skim (11,67%), air (83,33%/81,83%), gula (0,5%), pati ubi jalar/pati jagung
(1,83%/3,33%), tepung jamur kuping (0,33%), minyak (1%), garam (0,5%),
tepung lada (0,08%), tepung bawang putih (0,08%) dan penyedap masakan
(0,67%). Sehingga proses pembuatan sup instan dapat dilihat pada Gambar 6 dan
formula sup instan dapat dilihat pada Tabel 5.

13

Bahan 1 :
Susu skim (11,67%)
Air (83,33 dan 81,83%)
Gula (0,5%)
Garam (0,5%)
Pati ubi jalar/maizena
(1,83 dan 3,33%)

Bahan 2 :
Tepung jamur kuping (0,33%)
Minyak (1%)
Tepung lada (0,08%)
Tepung bawang putih (0,08%)
Penyedap masakan (0,67%)

Masak hingga kental
dengan suhu 73,7oC

Masukkan campuran ke
Drum Drier
Dengan parameter proses
Tekanan boiler 2-3 bar
Putaran silinder 3 rpm

Lempengan dihaluskan dengan
mesin penggiling dengan ayakan
60 mesh

Gambar 6 Proses pembuatan sup instan
Pada proses pembuatan sup instan (Gambar 6) sebelum dikeringkan dengan
drum drier, campuran bahan-bahan pembentuk sup dimasak dengan menggunakan
bantuan air sebagai media pemasakan yang didihkan dengan uap dari boiler. Suhu
air sebagai media pemasakan harus selalu dikontrol agar sup mendapatkan panas
yang tepat sehingga terjadi gelatinisasi secara sempurna. Selama pemasakan juga
dilakukan proses pengadukan terus menerus untuk menghindari terjadinya
penempelan atau kerak (hardening) pada dasar wajan. Menurut pengujian profil
gelatinisasi pati yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu gelatinisasi pati
ubi jalar jago adalah 73,7oC. Setelah dilakukan trial and error dengan mengacu
pada kisaran suhu tersebut (70-75oC), maka diketahui bahwa waktu yang cocok
untuk memasak sup instan hingga mencapai kekentalan yang diinginkan adalah 15
menit dengan banyak sup instan awal 300 g.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubuk sup instan dengan drum drier.
Sebelum proses pengeringan dilakukan dengan drum drier, diatur parameter
proses yang berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan.
Pengaturan ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang dikeringkan sehingga
tidak banyak yang terbuang dan sup instan kering yang dihasilkan optimal.
Parameter yang diatur adalah tekanan boiler dan kecepatan putaran silinder

14

pengering. Berdasarkan hasil trial and error digunakan kisaran tekanan boiler 2-3
bar dan kecepatan putaran silinder 3 putaran per menit (rpm).
Tabel 5 Formulasi 300 gram sup instan
Formula
Inglett &
Formula A Formula B Formula C
Inglett (basis
Bahan
(%)
(%)
(%)
100 gram)*
(%)
Susu skim
11,67
11,67
11,67
35
Air
83,33
83,33
81,83
35,70
Gula
0,50
0,50
0,50
0,94
Pati jagung
1,83
5,5
Pati ubi jalar
1,83
3,33
Tepung jamur kuping
0,33
0,33
0,33
10
Minyak
1
1
1
3
Garam
0,5
0,5
0,5
1,8
Tepung lada
0,08
0,08
0,08
0,03
Tepung bawang putih
0,08
0,08
0,08
0,03
Penyedap masakan
0,67
0,67
0,67
Ket : Formula A = Sup instan jamur kuping dengan pati jagung 1,83%
Formula B = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 1,83%
Formula C = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 3,33%
*) tidak disukai panelis menurut Sangadah (2006)

Gambar 7 Drum drier

Gambar 8 (A) Penampakan tepung sup instan (B) Sup instan Formula A (C) Sup
instan Formula B (D) Sup instan Formula C

15

Selanjutnya adalah rehidrasi tepung sup instan dengan menggunakan air. Untuk
tepung sup instan sebanyak 15 gr, harus dimasak dalam air sebanyak 150 ml
dengan suhu 80-90oC selama 5 menit. Pemasakan ini dilakukan hingga mencapai
viskositas yang mendekati sup instan sebelum melalui tahap drum drier. Hasil
rehidrasi tepung sup instan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 9 (A)Penampakan sup instan Formula A (B)Formula B (C)Formula C
Berbagai bahan penyusun dalam sup instan ini memiliki fungsi tersendiri
baik dalam hal nutrisi ataupun perannya dalam proses pembuatan sup instan.
Bahan pertama yang digunakan adalah susu skim. Susu skim dapat digunakan
sebagai bahan pengikat dalam pembuatan produk emulsi karena bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Winarno 2002).
Aroma produk yang ditambah susu skim dapat meningkat akibat adanya
kandungan laktosa dalam susu skim (Karmas 1982). Susu skim mengandung
semua zat dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut lemak. Susu
skim bubuk mengandung laktosa 28,3%, protein 62,7% dan lemak 1,3% dari berat
kering (El-Samaragy et al. 1993).
Bahan kedua yang digunakan adalah pati ubi jalar. Dalam formulasi sup
instan, pati memiliki peran utama sebagai pengental. Pati mempunyai rasa yang
tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat
membentuk sol atau gel yang bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno 2002). Menurut Winarno
(2002), pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekulmolekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi.
Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam
jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar sup instan dapat menyerap
kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami
gelatinisasi. Sebagaimana menurut Devega (2011), kandungan pati ubi jalar yang
digunakan dalam pembuatan sup ini terdiri dari 85,04% karbohidrat, 0,56% lemak
dan 0,44% protein.
Bahan lain yang digunakan adalah jamur kuping. Jamur kuping yang
digunakan dalam pembuatan sup instan ini dalam berbentuk tepung. Jamur kuping
digunakan karena memiliki kandungan karbohidrat dan serat yang paling tinggi
daiantara jenis jamur lainnya (Tabel 3). Oleh karena kandungan serat yang tinggi,
didalam sup instan ini tidak terlalu banyak menggunakan jamur kuping, karena
akan mempengaruhi rasa dan aroma dari sup instan.
Bahan selanjutnya adalah minyak. Minyak yang digunakan dalam formulasi
ini adalah minyak sawit. Fungsi minyak selain memberi rasa lezat, juga sebagai
sumber energi dan sumber gizi. Produk pangan yang diformulasikan dengan
menggunakan minyak sawit akan mempunyai keawetan yang lebih baik karena

16

minyak sawit stabil terhadap proses kerusakan oksidatif. Minyak sawit juga
mempunyai titik leleh yang cukup tinggi dan kecenderungan untuk mengalami
kristalisasi dalam bentuk kristal kecil (Yan 2012). Faktor-faktor ini baik untuk
produk yang akan dikeringkan seperti sup instan. Minyak sawit kaya akan vitamin
E (Al-Saqer et al. 2004) dan vitamin A (Nagendran 2000) yang sangat baik bagi
tubuh.
Komponen selanjutnya dalam sup instan adalah garam. Penggunaan garam
dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya
penggumpalan dan rasa produk menjadi asin. Garam digunakan juga sebagai
penegas cita rasa dan berfungsi sebagai bahan pengawet. Selain garam, pemakaian
gula dan bumbu-bumbu lain juga dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang
dihasilkan yaitu menambah rasa manis, kelezatan mempengaruhi aroma dan
tekstur serta mampu mentralisir rasa dari garam yang berlebihan (Buckle et al.
1987). Bahan tambahan lain yang digunakan adalah tepung bawang putih dan
lada. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam
bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna
meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti 1992). Menurut Sadar
Pangan dan Gizi (1994), bawang putih memiliki zat kimia berupa alisin yang
berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan bawang putih dapat berfungsi
untuk meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Berikutnya adalah lada yang biasa
ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap. Lada memiliki dua sifat
penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Menurut Sadar
Pangan dan Gizi (1994), lada mengandung zat kimia berupa zat piperin dan
piperidin yang membuat lada pedas.
Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Menurut
Meilgaard (2007), uji rating hedonik atau uji penerimaan konsumen dilakukan
untuk mengungkapkan tanggapan panelis terhadap parameter rasa, aroma,
tekstur/kekentalan, warna dan penerimaan keseluruhan (overall) produk yang
terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 yaitu 1=sangat tidak suka,
2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka.
Uji ini dilakukan pada produk untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap
produk yang dihasilkan.
Dalam tahap ini dilakukan uji rating hedonik dengan 3 sampel yaitu sup
instan Formula A, Formula B dan Formula C sesuai formula Inglett dan Inglett
yang telah dimodifikasi. Digunakannya sup instan pati jagung bertujuan untuk
mengetahui respon dari panelis terhadap penggunaan pati jagung yang biasanya
digunakan didalam sup instan komersial. Dalam pengujian rating hedonik ini,
panelis tidak diperbolehkan untuk membandingkan antar sampel. Hasil uji rating
hedonik dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%
menghasilkan data pada Tabel 6.

17

Tabel 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Instan
Formula Kekentalan
Rasa
Aroma
Warna
a
a
a
Formula A
4,40
4,63
4,33
4,57a
Formula B
4,57a,b
4,93a
4,43a
4,17a
b
a
a
Formula C
5,03
5,00
4,50
4,33a
*Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Overall
4,53a
4,60a
4,93a

Kekentalan terjadi karena adanya proses gelatinisasi yang terjadi pada pati.
Diantara ketiga formula yang diujikan, kekentalan Formula C yang paling disukai
oleh panelis. Hasil ini menunjukan semakin banyak jumlah pati ubi jalar yang
ditambahkan dalam formulasi, maka kekentalan sup instan semakin disukai.
Apabila kita mengamati hasil uji organoleptik antara Formula A dan Formula B
yang masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang
berbeda, kekentalan Formula B lebih disukai oleh panelis namun tidak berbeda
nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hasil ini dapat menunjukan bahwa pati ubi
jalar dapat diterima dengan baik dalam produk sup instan.
Parameter lainnya yang diujikan dalam produk sup instan ini adalah rasa
dan aroma. Secara statistik, kedua parameter ini tidak berbeda nyata. Hal ini
dikarenakan pati yang digunakan dalam formulasi sup instan tidak terlalu
mempengaruhi rasa dan aroma. Namun jika dilihat nilai rata-rata setiap parameter,
sup instan Formula C memiliki nilai yang tinggi atau paling disukai oleh panelis.
Apabila kita mengamati rasa dan aroma pada Formula A dan Formula B yang
masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang
berbeda, formula B lebih disukai dibanding formula A.
Parameter yang selanjutnya diuji adalah parameter warna. Hasil analisis
statistik menunjukan bahwa ketiga sampel memiliki warna yang tidak berbeda
nyata. Namun jika dilihat nilai rataan pada parameter warna, sup instan Formula
A lebih disukai oleh panelis.
Parameter terakhir adalah penampakan sup secara keseluruhan (overall).
Dilihat dari nilai rataan, Formula C merupakan sup yang paling disukai. Namun
setelah diuji secara statistik, ketiga formula menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata. Artinya sup instan Formula B dan C dinyatakan mirip dengan Formula sup
instan A (sup instan dengan pati jagung) secara keseluruhan (overall) oleh panelis.
Dengan hasil ini, maka akan dilakukan analisis fisik dan kimia pada sup instan
Formula B yang kemudian akan dibandingkan karakter fisik dan kimianya dengan
sup instan Formula A. Pemilihan Formula B untuk dianalsis, dipertimbangkan
dari segi komposisi yang sama dengan Formula A, yaitu menggunakan pati yang
sama banyak. Selain itu, hasil statistik organoleptik yang ditunjukan oleh formula
B tidak berbeda nyata dengan formula C, sehingga formula B lebih unggul dari
segi biaya pembuatan karena tidak lebih banyak menggunakan pati.

18

Analisis Kimia
Kadar Proksimat
Setelah dilakukan pengujian kadar proksimat sup instan formula terpilih,
yaitu Formula B (sup instan pati ubi jalar) dan Formula A (sup instan pati jagung),
maka didapatkan hasil pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Proksimat Sup Instan
Parameter
Sup insatn pati ubi jalar
Sup instan pati jagung
(Formula B)
(Formula A)
(%bb)
(%bk)
(%bb)
(%bk)
Kadar air (%)
3,10±0,03b
3,20±0,04b
3,53±0,03a
3,66±0,03a
Kadar abu (%)
9,87±0,17a 10,19±0,18a
9,50±0,04a
9,85±0,04a
Kadar Protein (%)
23,04±0,14a 23,78±0,14a 22,95±0,29a 23,80±0,29a
Kadar lemak (%)
1,30±0,02b
1,34±0,02b
2,86±0,01a
2,97±0,01a
Kadar Karbohidrat (%) 62,69±0,08a 64,69±0,06a 61,15±0,31b 63,39±0,34b
*Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar air sup instan dengan
menggunakan pati ubi jalar adalah 3,10±0,03%(bb)/3,20±0,04%(bk) dan kadar air
sup instan dengan maizen

Dokumen yang terkait

Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) pada Berbagai Dosis Pupuk anorganik

2 37 99

Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Berbagai Jenis Sumber Kalium

4 49 85

Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi

0 6 209

Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Dan Pati Garut (Marantha arundinacea L.) Termodifikasi Untuk Produk Bubur Gel Instan Dan Roti Manis

1 11 119

Kajian pemanfaatan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L) Lam.) dalam pembuatan spreads ubi jalar

4 43 121

Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea Batatas) Terfermentasi Dalam Produk Sup Krim Instan

5 21 54

Budi daya jamur kuping ( auricularia auricula judae)

0 2 35

TINGKAT KEKERASAN DAN DAYA TERIMA SOSIS JAMUR KUPING (Auricularia auricula) YANG DISUBSTITUSI TEPUNG Tingkat Kekerasan Dan Daya Terima Sosis Jamur Kuping(Auricularia auricula)Yang Disubstitusi Tepung Ampas Tahu.

0 3 14

PENGARUH PENGGUNAAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula) SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI DAGING SAPI Pengaruh Penggunaan Jamur Kuping (Auricularia Auricula) Sebagai Bahan Pensubstitusi Daging Sapi Terhadap Komposisi Proksimat Dan Daya Terima Bakso.

0 5 18

PUBLIKASI KARYA ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula) Pengaruh Penggunaan Jamur Kuping (Auricularia Auricula) Sebagai Bahan Pensubstitusi Daging Sapi Terhadap Komposisi Proksimat Dan Daya Terima Bakso.

0 3 15