Pemuliaan Jamur Tiram Putih Dan Peningkatan Produksi Dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya
PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN PENINGKATAN
PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA
BUDI DAYANYA
EKA WIJAYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemuliaan Jamur Tiram
Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi
Dayanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Eka Wijayanti
NIM G351124101
RINGKASAN
EKA WIJAYANTI. Pemuliaan Jamur Tiram Putih dan Peningkatan Produksi
dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya. Dibimbing oleh LISDAR I
SUDIRMAN dan DEDY DURYADI SOLIHIN.
Jamur tiram yang memiliki kisaran tubuh buah berwarna putih terdiri dari
beberapa spesies diantaranya Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus dan
Pleurotus pulmonarius. Jamur tiram putih paling populer di Indonesia
dibandingkan jamur tiram spesies lain seperti tiram kuning (Pleurotus
citrinipileatus), tiram merah muda (Pleurotus flabellatus), tiram abu-abu
(Pleurotus sajor-caju) dan tiram cokelat (Pleurotus cystidiosus). Jamur tiram
putih memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai anti tumor, antioksidan,
probiotik serta dapat menurunkan kolesterol. Kemampuan pertumbuhan jamur
tiram putih sangat dipengaruhi oleh suhu, dan suhu optimum untuk pertumbuhan
jamur tiram putih adalah 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase generatif
berkisar antara 10-28 oC, tergantung pada spesiesnya (P. ostreatus var. Florida
dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 20-24 oC
sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC. Suhu udara di Indonesia timur relatif
lebih tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan jamur tiram putih yang tahan
pada suhu tinggi adalah dengan seleksi jamur tiram putih yang tahan cekaman
panas hingga 35 oC atau dengan cara menyilangkan dua miselium monokarion
yang tahan terhadap cekaman panas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada suhu tinggi
Di Indonesia, umumnya jamur tiram putih dibudidayakan menggunakan
media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS). Pada
akhir produksi jamur, media sisa pertumbuhan jamur atau spent mushroom
substrates (SMS) biasanya hanya dimanfaatkan untuk media tumbuh cacing dan
pakan ternak, padahal SMS masih mengandung bahan organik yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, tujuan kedua dari penelitian ini adalah pemanfaatan kembali SMS
untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat isolat yang digunakan
dalam penelitian ini (BNK, AMD, BBR dan CSR), produktivitas isolat BNK dan
AMD lebih unggul dibandingkan isolat BBR dan CSR. Bentuk spora isolat BNK
adalah elongate, sedangkan ketiga isolat yang lain adalah cylindrical. Dari hasil
isolasi spora tunggal didapatkan 9 isolat monokarion dari BNK, 0 isolat
monokarion dari AMD, 6 isolat monokarion dari BBR dan 7 isolat monokarion
dari CSR. Sebanyak 22 isolat monokarion tersebut diseleksi pada suhu 35 oC
sebagai penampisan apakah isolat tersebut tahan terhadap panas. Didapatkan hasil
hanya ada 3 isolat monokarion dari BNK (BNK2, BNK7 dan BNK8), 5 isolat
monokarion dari BBR (BBR4, BBR5, BBR7, BBR15 dan BBR16) dan 1 isolat
monokarion dari CSR (CSR5) yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (35 oC).
Persilangan hanya dilakukan pada isolat monokarion yang mampu tumbuh
pada suhu tinggi (35 oC). Dari hasil persilangan didapatkan 10 isolat hibrid yang
mampu tumbuh pada suhu tinggi (35 oC) yaitu isolat dengan kode BB47, BB57,
BB157, BB167, BB48, BB58, BB158, BC55, BC155 dan BC165. Pada suhu
tinggi (35 oC), isolat hibrid dengan kode BB48 memiliki laju pertumbuhan
miselium pada media potato sucrose agar (PSA) paling tinggi atau paling cepat
dibandingkan dengan isolat hibrid yang lain yaitu 0.22 cm/hari. Isolat hibrid
BB48 dan kedua induk dari isolat tersebut (BNK dan BBR) kemudian
dibudidayakan pada suhu tinggi dan produktivitas diantara ketiganya
dibandingkan.
Berdasarkan data budi daya isolat hibrid BB48 dan kedua induk (BNK dan
BBR) pada suhu tinggi (35 oC) diketahui bahwa produktivitas isolat hibrid BB48
lebih rendah dari produktivitas kedua induknya. Pada penelitian ini juga dilihat
perbedaan produktivitas isolat BNK dan BBR pada suhu ruang (27.5-29 oC) dan
suhu tinggi (35 oC). Produktivitas isolat BNK yang ditumbuhkan pada suhu ruang
lebih baik dan berbeda nyata (p0.05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa isolat
BBR memiliki kisaran suhu pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan isolat
BNK.
Analisis molekular dilakukan pada isolat hibrid dengan kode BC165 yang
merupakan persilangan dari monokarion induk BBR16 dengan CSR5. Hasil
analisis molekular menunjukkan bahwa isolat hibrid BC165 memiliki hubungan
kekerabatan lebih dekat dengan CSR dari pada BBR.
Media Spent Mushroom Substrate (SMS) masih mengandung cukup nutrisi
untuk digunakan sebagai media budi daya jamur tiram, yaitu masih mengandung
10.98% lignin dan 42.20% selulosa. Oleh karena itu, SMS dari sisa media budi
daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali panen dapat digunakan kembali
sebagai media budidaya jamur tiram putih isolat BNK. Penambahan SMS
sebanyak 25-75% dari campuran SMS dan serbuk gergajian kayu sengon (SGKS)
baru dapat meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Kata kunci: jamur tiram putih, media sisa budi daya jamur, persilangan,
produktivitas, suhu tinggi
SUMMARY
EKA WIJAYANTI. White Oyster Mushroom Breeding and Production Increase
Using Spent Mushroom Substrate (SMS). Supervised by LISDAR I SUDIRMAN
and DEDY DURYADI SOLIHIN.
Oyster mushroom species with white fruit body are among others
Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus and Pleurotus pulmonarius which are
the most popular ones in Indonesia compared to other species such as yellow
oyster mushroom (Pleurotus citrinipileatus), pink oyster mushroom (Pleurotus
flabellatus), gray oyster mushroom (Pleurotus sajor-caju) and brown oyster
mushroom (Pleurotus cystidiosus). White oyster mushroom brings about
numerous benefits, including as anti-tumor, anti-oxidant, and probiotic, in
addition to its ability to decrease cholesterols. The growth of white oyster
mushroom is highly influenced by temperature where the optimum temperature
for which is 25-28 °C during vegetative phase and 21-28 °C during generative
phase, depending on the species (P. ostreatus var. florida and other P. ostreatus
strains, 14 to 18 oC; P. sajor-caju, 20 to 24 oC; and P. cystidiosus, 26 to 28 oC).
Air temperature in eastern Indonesia is relatively higher than other regions.
Therefore, to obtain white oyster mushroom resistant to high temperature is by
screening white oyster mushroom resistant to temperature stress up to 35 °C or
through fusion between two monokaryon myceliums which was resistent to high
temperature stress. This study aimed to obtain hybrid isolate resistant to high
temperature (35 oC).
In Indonesia, white oyster mushrooms are commonly cultivated in
Paraserianthes falcataria sawdust (known as SGKS) and after harvesting the
spent mushroom substrate (SMS) is only used for worm growth media and
livestock feed. SMS, however, still contains high organic matters. Therefore, the
second study aimed to re-use SMS to increase mushroom fruit body production.
Study result indicates that out of four isolates used (i.e. BNK, AMD, BBR,
and CSR) isolate BNK and AMD showed higher productivity than that of BBR
and CSR. The spore shape of BNK is elongate while the spore shape of the three
others is cylindrical. Single spore isolation process resulted in 9 monokaryon
isolates from BNK, 0 from AMD, 6 from BBR, and 7 from CSR; all of which
were then screened at temperature 35 °C to determine whether the isolates are
resistant to high temperature. The screening indicated that 3 monokaryon isolates
from BNK (i.e. BNK2, BNK7, and BNK8), 5 from BBR (i.e. BBR4, BBR5,
BBR7, BBR15, and BBR16), and 1 from CSR (i.e. CSR5) are capable of growing
at high temperature (35 °C).
Only monokaryon isolates capable of growing at high temperature (35 °C)
were bred in this study. The result of breeding process indicates that only 10
hybrid isolates capable of growing at high temperature (35 °C), i.e. BB47, BB57,
BB157, BB167, BB48, BB58, BB158, BC55, BC155, and BC165. At temperature
35 °C hybrid isolate BB48 showed the highest mycelium growing rate (0.22 cm/
days) in potato sucrose agar (PSA) media. As such, the hybrid isolate BB48 and
its parents (BNK and BBR) were then cultivated at high temperature and the
productivity of the three was compared.
According to BB48, BNK, and BBR cultivation data, the productivity of
hybrid isolate BB48 at high temperature is not higher than its parents’. The
present study also observed the difference between the productivity of both BNK
and BBR at room temperature (27.5-29 °C) and at high temperature (35 °C). BNK
productivity at room temperature was significantly higher (p0.05); meaning that isolate BBR
has wider temperature range to grow than isolate BNK.
Hybrid isolate BC165, which was the result of breeding between
monokaryon isolate BBR16 and CSR5, was molecularly analyzed. The result of
which indicated that BC165 is genetically closer to CSR than BBR.
Spent Mushroom Substrate (SMS) still contains enough organic matters as
medium for oyster muhsroom cultivation, which was contains 10.98% lignin and
42.20% celullose. Therefore, SMS of BNK white oyster mushroom cultivation
after third harvest could be reused as a substrates for BNK oyster mushroom
cultivation and the mixed substrates with 25-75% SMS (F2-F4) increasing the
fruit body yield of BNK white oyster mushroom.
Key words: breeding, high temperature, productivity, spent mushroom substrate
(SMS), white oyster mushroom
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN PENINGKATAN
PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA
BUDI DAYANYA
EKA WIJAYANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains
Pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
dari bulan September 2014 sampai dengan Juli 2016 ini berjudul Pemuliaan Jamur
Tiram Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi
Dayanya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Lisdar I Sudirman dan
Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA dan Ketua
Program Studi Mikrobiologi Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS atas saran dan
nasehatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir
Suharsono, DEA sebagai Kepala PPSHB IPB yang telah memberikan fasilitas
laboratorium.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
(Bapak Soenarto dan Ibu Sri Utami) dan adek (Khoriq Agung Santoso) atas doa,
pengorbanan, keikhlasan, nasehat dan kasih sayangnya. Selain itu juga, ucapan
terima kasih disampaikan kepada Pak Iwa, Pak Engkus, Pak Kusnadi, Pak Pras
yang telah membantu selama penelitian; teman-teman satu bimbingan (Mbk
Heny, Pak Heri, Septi, Mbak Nita, Mbak Lilis, Mbak Gina, dan ibu Ani) sebagai
tempat bertanya dan berdiskusi; teman-teman Mikrobiologi 2012 (Genap dan
Ganjil) atas kebersamaannya; teman-teman kos WISMA SEROJA; teman-teman
alumni UNY di IPB; teman-teman HIMAWIPA; dan buat semua pihak yang telah
banyak memberikan bantuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Eka Wijayanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Isolat
Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi
Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan
Pemanfaatan Substrat Sisa atau Spent Mushroom Substrat (SMS)
Analisis Data
Alur Penelitian
2
2
3
3
5
6
7
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR
dan CSR pada Suhu Ruang
Ukuran dan Bentuk Spora
Isolasi Spora Tunggal
Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarion
Persilangan (Mating)
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat Hibrid (BB48) dan
Isolat Induk (BNK dan BBR) pada Suhu Tinggi (35 oC)
Analisis Molekular
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK Menggunakan
Media Spent Mushroom Substrat pada Suhu Ruang
9
26
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
30
30
31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
62
9
14
15
16
17
20
23
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian
Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%
berat kering)
Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion
dan monokarionnya pada media PSA
Persilangan antara isolat monokarion BNK dan BBR
Persilangan antara isolat monokarion BNK dan CSR
Persilangan antara isolat monokarion BBR dan CSR
Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion
hasil persilangan (hibrid) pada media PSA
Jarak genetik p-distance antara keenam isolat jamur tiram putih
Kandungan lignin dan selulosa pada SGKS dan SMS
3
7
16
17
18
18
19
25
27
DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian
2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang
3 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD, BBR
dan CSR) pada suhu ruang
4 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD,
BBR dan CSR) pada suhu ruang
5 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram
putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang
6 Panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram putih isolat induk
(BNK, AMD, BBR dan CSR)
7 Spora jamur tiram putih (a) isolat BNK, (b) isolat AMD, (c) isolat BBR
dan (d) ioslat CSR
8 Morfologi koloni miselium jamur tiram putih
9 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu
35 oC
10 Fase pertumbuhan jamur tiram isolat hibrid (BB48) dan isolat induk
(BNK dan BBR) pada suhu 35 oC
11 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat hibrid (BB48) dan
isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu 35 oC
12 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram
putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu
35 oC
13 Hasil elektroforesis ekstrak DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR,
BBR15, BBR16 dan CSR5
8
10
11
12
13
14
15
19
20
21
22
23
24
14 Hasil amplifikasi DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15,
BBR16 dan CSR5 dengan metode PCR menggunakan primer LR12R
dan 5SRNA
15 Pohon kekerabatan jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15,
BBR16 dan CSR5
16 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat BNK pada 5 kombinasi media
17 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi
media
18 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi
media
19 Jumlah tudung (JT) dan diameter tudung (DT) jamur tiram putih isolat
BNK pada 5 kombinasi media
24
26
27
28
29
30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media pertumbuhan jamur
2 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang
3 Terminologi kriteria bentuk spora berdasarkan ukuran rasio P/L spora
4 Hasil uji statistik panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram
putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang
5 Karakteristik morfologi miselium
6 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat hibrid BB48 dan isolat induk (BNK dan BBR)
pada suhu 35 oC
7 Data suhu fase reproduktif isolat hibrid (Perlakuan 35 oC)
8 Pengeditan sekuen nukleotida menggunakan software MEGA 4.00
9 Urutan sekuen nukleotida isolat jamur tiram putih hasil editing
10 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat BNK dengan menggunakan 5 formulasi media
pada suhu ruang
37
38
42
43
45
46
50
52
55
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur tiram putih adalah jamur pelapuk kayu yang merupakan jamur
pangan dan telah umum dibudidayakan di banyak negara (Chang & Miles 2004).
Beberapa tubuh buah jamur tiram memiliki warna putih diantaranya Pleurotus
ostreatus dengan kisaran warna putih sampai abu-abu, Pleurotus populinus warna
putih sampai kemerah-merahan dan Pleurotus pulmonarius memiliki warna putih
pucat (MAMI 2016). Produksi jamur tiram putih menempati urutan ketiga setelah
jamur kancing putih dan shiitake (Gyorfi & Hadju 2007). Selain sebagai jamur
pangan, jamur tiram putih berkhasiat sebagai anti t umor, antioksidan, probiotik
(Synytsya et al. 2009) dan dapat men,lurunkan kolesterol (Chang & Miles 2004).
Jamur tiram putih juga mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan, tidak mudah terserang penyakit serta biaya produksinya
rendah (Bonatti 2004; Synytsya et al. 2009). Di Indonesia sendiri, jamur tiram
putih merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan, sedangkan spesies
lain seperti Pleurotus citrinipileatus (tiram kuning), Pleurotus flabellatus (tiram
merah muda), Pleurotus sajor-caju (tiram abu-abu), dan Pleurotus cystidiosus
(tiram cokelat) kurang populer.
Jamur tiram putih merupakan organisme yang kemampuan hidupnya
bergantung pada faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap daya tumbuhnya adalah suhu. Umumnya jamur tiram putih
tumbuh baik pada kisaran suhu 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase
generatif berkisar antara 10-28 oC, tergantung pada spesiesnya (P. ostreatus var.
Florida dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 2024 oC sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC (Chang & Miles 2004). Akan
tetapi suhu udara di Indonesia timur relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, salah satu
cara untuk mendapatkan jamur tiram putih yang mampu tumbuh optimal pada
suhu tinggi adalah dengan cara persilangan.
Persilangan jamur pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, termasuk
fusi antara miselium monokarion, fusi protoplasma dan transformasi rekayasa
genetika. Persilangan dengan cara fusi antara dua miselium monokarion
merupakan cara yang tepat dalam pemuliaan jamur pangan secara komersial
karena praktis dan terjangkau dari segi ekonomi. Kim et al. (2011) menyatakan
bahwa persilangan jamur pangan untuk mendapatkan kultivar baru dalam skala
besar dilakukan dengan cara fusi antara miselium monokarion. Hasil penelitian
Gaitan-Hernandez & Salmones (2008) juga telah didapatkan varietas Pleurotus
ostreatus yang dapat dibudidayakan pada suhu hangat (27 oC) dengan cara fusi
antara miselium monokarion.
Budi daya jamur tiram putih merupakan salah satu usaha pertanian yang
banyak diminati masyarakat di Indonesia. Jamur tiram putih biasanya
dibudidayakan pada media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes
falcataria) (SGKS). Pada akhir produksi jamur, media sisa pertumbuhan jamur
yang dinamakan substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS)
biasanya dibuang ataupun dimanfaatkan untuk media budi daya cacing, makanan
ternak dan pupuk organik. Medina et al. (2012) menyatakan bahwa SMS
2
merupakan produk sampingan dari budi daya jamur yang masih mengandung
bahan material organik yang tinggi meliputi C organik total, N total, NH4+, NO3-,
P, K, Ca, Mg, Na, Fe, Cu, Mn dan Zn. Selain bahan organik, SMS juga
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Fujihira et al. 1995; Cheung
1997).
Budi daya jamur tiram merupakan salah satu cara untuk mengolah limbah
lignoselulosa yang ada dilingkungan (Sanchez 2010). Akhir-akhir ini sudah
banyak penelitian mengenai pemanfaatan SMS untuk budi daya jamur,
diantaranya: limbah sisa budi daya Agaricus dimanfaatkan untuk budi daya
Lentinula sp (Kilpatrick et al. 2000) dan Volvariella sp. (Poppe 2000); limbah sisa
budi daya Hypsizigus marmoreus dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus
ostreatus (Wang et al. 2015) serta limbah sisa budi daya Lentinus edodes
dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus sp. (Rinker 2002).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada
suhu tinggi (35 oC) dan pemanfaatan kembali substrat sisa jamur atau spent
mushroom substrates (SMS) untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan menghasilkan isolat jamur tiram putih yang
dapat tumbuh optimal pada suhu tinggi (35 oC) sehingga dapat dibudidayakan
secara luas di daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu juga, meningkatkan
produksi tubuh buah jamur dengan memanfaatkan substrat sisa jamur atau spent
mushroom substrates (SMS).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai dengan Juli
2016 di Laboratorium Genetika Jamur dan Bioprospek serta Labolatorium Biologi
dan Molekular, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)
IPB; Rumah jamur Departemen Biologi FMIPA IPB; serta Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan Bagian Teknologi dan Industri Pakan Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, FAPET IPB.
3
Isolat
Isolat jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih
isolat BNK, AMD, BBR dan CSR yang merupakan koleksi Laboratorium
Genetika Jamur dan Bioprospek, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB (Tabel 1). Masing-masing isolat merupakan hasil
kultur jaringan dari tubuh buah jamur.
Tabel 1 Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian
Kode Nama
Sumber
BNK
Supermarket, Bangkok, Thailand
AMD
Petani, Bagian Mikologi Biologi IPB
BBR
Petani Bibrik, Madiun
CSR
Petani, Cisarua, Sukabumi
Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi
Peremajaan Isolat Jamur
Empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) diremajakan
pada media potato sucrose agar (PSA) (Lampiran 1) di dalam cawan petri
(diameter 9 cm), kemudian diinkubasi pada suhu ruang (27.5-29 oC) selama 7
hari.
Pembuatan Bibit Jamur
Bibit jamur masing-masing isolat dibuat dengan menggunakan biji jagung.
Sebanyak 1 kg biji jagung direbus dengan 450 mL akuades hingga setengah keras,
selanjutnya 185 g biji jagung setengah keras dimasukan dalam botol kaca dan
disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 20
menit. Biji jagung yang telah steril diinokulasi dengan isolat setiap jamur hasil
peremajaan, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang ( 27.5-29 oC) hingga seluruh
media jagung dipenuhi miselium jamur.
Budi Daya Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR
Empat isolat jamur tiram putih dibudidayakan pada media serbuk gergajian
kayu sengon (SGKS) yang ditambah dengan 15% dedak padi, 1.5% gipsum dan
1.5% kapur (CaCO3), kemudian dicampur dengan air sumur hingga kadar airnya
mencapai sekitar 70-75% (Sudirman et al. 2011). Sebanyak 500 g media
dimasukkan ke dalam plastik polietilena (30 x 20 cm), kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 30 menit. Setiap
isolat masing-masing dibuat 10 ulangan. Media yang telah steril diinokulasi
dengan bibit jamur setiap isolat sebanyak 2 sendok teh per kantong secara aseptik.
Kantong plastik berisi bibit jamur diinkubasi pada suhu ruang (27.5-29 oC) dalam
kondisi gelap.
Parameter yang diamati dan nilai yang dihitung adalah bobot basah tubuh
buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV) atau masa pertumbuhan,
fase generatif (FG) atau masa perkembangan, masa pertumbuhan dan
perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung jamur (JT) dan
4
diameter tudung jamur (DT). FV dihitung sejak awal inokulasi bibit jamur sampai
miselium memenuhi seluruh permukaan media sampai kantung dibuka, sedangkan
FG dihitung pada saat kantong plastik dibuka (akhir FV) sampai akhir panen yang
ditandai dengan tidak munculnya kembali tubuh buah jamur dan susutnya kantong
media. MPP adalah total dari FV dan FG. LP dihitung berdasarkan rataan total BB
dibagi MPP (Sudirman LI 2014, komunikasi pribadi). EB = (bobot basah tubuh
buah/bobot basah media x 100%) x 4 (Stamets 1993).
Isolasi Spora Tunggal
Spora diperoleh dengan cara membuat jejak spora yang berasal dari bagian
tudung jamur (pileus) dari masing-masing keempat isolat jamur tiram putih yang
digunakan. Tudung jamur dipotong dari tangkainya, kemudian diletakkan dengan
posisi telungkup di atas kertas karton warna hitam dan dibiarkan selama semalam
hingga terbentuk jejak spora. Jejak spora yang terbentuk selanjutnya diambil
sebanyak 1 ose dan diencerkan menggunakan akuades steril hingga pengenceran
10-6.Masing-masing sebanyak 1 mL suspensi spora dari pengenceran 10-5 dan 10-6
dituang ke dalam cawan petri steril (diameter 9 cm), kemudian ditambah 20 mL
media potato sucrose agar (PSA) dan diputar hingga suspensi menyebar rata.
Masing-masing pengenceran dari masing-masing isolat dibuat 3 kali ulangan.
Campuran suspensi dan media diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) hingga
tumbuh koloni miselium. Koloni miselium yang tumbuh terpisah dari setiap
cawan petri dipindahkan ke dalam media PSA steril. Tiap koloni yang tumbuh
terpisah diindikasikan berasal dari satu spora. Untuk memastikan koloni yang
tumbuh adalah monokarion dilakukan pengamatan secara mikroskopis. Miselium
monokarion ditandai dengan tidak adanya sambungan apit (clamp connections)
(Choi et al. 1999).
Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran spora (panjang dan lebar) pada
masing-masing isolat. Setiap isolat masing-masing diamati sebanyak 30 spora
sebagai ulangan. Sebanyak 1 tetes akuades steril diteteskan di atas gelas objek,
kemudian ditambah dengan 1 ose spora yang berasal dari jejek spora dan
dicampur. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran
400x.
Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarionnya
Karakterisasi pertumbuhan miselium jamur tiram putih keempat isolat
dikarion (BNK, AMD, BBR dan CSR) dan isolat monokarionya hasil isolasi dari
spora tunggal dilakukan berdasarkan morfologi koloni miselium (Lampiran 5) dan
laju pertumbuhan miselium (LPM). LPM diukur pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC)
dan suhu tinggi (35 oC). Masing-masing isolat dikarion hasil peremajaan pada
media potato sucrose agar (PSA) dan isolat monokarion hasil isolasi dari spora
tunggal dipotong dengan menggunakan cored borer diameter 10 mm. Setiap
potongan diinokulasikan pada bagian tengah cawan petri diameter 9 cm yang
berisi media PSA steril dan diinkubasi pada suhu perlakuan. Pertumbuhan koloni
diamati setiap hari dan diukur diameter pertumbuhannya sampai koloni memenuhi
cawan petri. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
5
Persilangan (Mating)
Persilangan menggunakan isolat monokarion hasil isolasi dari spora
tunggal yang mampu tumbuh pada suhu 35 oC. Persilangan dilakukan dengan cara
meletakan dua potongan isolat monokarion berbeda masing-masing berdiemeter
10 mm dan dipasangkan dengan jarak 1 cm pada media potato sucrose agar
(PSA) di dalam cawan petri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29
o
C) hingga terbentuk zona pertemuan. Pada bagian zona pertemuan selanjutnya
dipotong dan dipindahkan ke dalam media PSA steril dan diinkubasi pada suhu
ruang. Isolat hibrid hasil persilangan ditandai dengan adanya stuktur sambungan
apit (clamp connections). Sambungan apit dilihat di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran 400x. Isolat hibrid hasil persilangan selanjutnya dikarakterisasi
pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) dan suhu 35 oC. Dipilih satu isolat hibrid
dengan laju pertumbuhan miselium (LPM) terbaik pada suhu 35 oC. Selanjutnya
isolat hibrid tersebut dan isolat induk dari isolat hibrid tersebut dibudidayakan
pada suhu 35 oC dan dianalisis secara molekuler.
Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan
Perbanyakan Koloni
Kultur yang sudah berumur 7 hari pada media potato sucrose agar (PSA)
dipotong dengan menggunakan cored borer steril diameter 10 mm. Sebanyak 1
potong inokulum isolat sampel diameter 10 mm diinokulasikan pada permukaan
100 mL media potato sucrose broth (PSB) (Lampiran 1) di dalam botol selai 500
mL dan diinkubasi pada suhu ruang selama 9 hari. Bila miselium sudah
memenuhi permukaan medium maka miselium siap dipanen dan dipisahkan dari
medium cair.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dari miselium jamur dengan menggunakan kit (Qiagen
2003). Sebanyak 25 mg miselium jamur dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf
yang sudah berisi 200 µl ATL buffer dan digerus hingga homogen. Selanjutnya
ditambah dengan 20 µl proteinase K, kemudian dihomogenkan dengan rotary
stator dan vortek. Sampel diinkubasi pada suhu 56 oC selama 1 jam dengan tujuan
jaringan lisis sempurna, dikocok dengan vortek, ditambah dengan 200 µL AL
buffer, kemudian disentrifugasi sekejap dan dikocok dengan vortek. Sampel
diinkubasi pada suhu 56 oC selama 10 menit, disentrifugasi 2000 rpm selama 1
menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambah dengan 200 µ l
etanol absolut, dikocok dengan vortek dan disentrifugasi sekejap lalu disimpan di
dalam freezer selama satu malam. Supernatan dikocok dengan menggunakan
tangan hingga homogen, kemudian supernatan dipindahkan ke dalam spin kolom
baru, disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit, kemudian larutan dibuang ke
penampung. Sebanyak 500 µl larutan AW1 ditambahkan, kemudian disentrifugasi
8000 rpm selama 1 menit lalu larutan dibuang ke penampung. Sebanyak 500 µ l
larutan AW2 ditambahkan, disentrifuge 8000 rpm selama 3 menit lalu larutan
dibuang ke penampung, kemudian disentrifuge kembali 8000 rpm selama 1 menit.
Spin kolom didiamkan selama 15-30 menit untuk mengeringkan etanol. Spin
kolom dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf 1.5 mL yang baru dan
6
ditambahkan 50 µL larutan AE kemudian didiamkan selama 10-15 menit,
disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit. Tabung diganti dengan yang baru untuk
elusi kedua, selanjutnya disentrifugasi 13000 rpm selama 1 menit. Sampel ekstrak
DNA kemudian disimpan di dalam freezer.
Ekstrak DNA yang dihasilkan diuji kemurnian dan kualitasnya dengan
menggunakan 1.2% gel agarose elektroforesis (Sambrook et al. 1989). Sebanyak
1.2 gram gel agarose dimasukkan ke dalam larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric
EDTA) dan didihkan. Tambahkan 2.5 μl EtBr kemudian diaduk dengan
menggunakan magnet (spin) dan dipanaskan. Gel dituang ke dalam cetakan,
biarkan hingga memadat. Sebanyak 1 tetes loading dye diteteskan di atas kertas
parafilm, kemudian ditambah dengan 2 μl sampel DNA dan dicampur. Campuran
larutan loading dye dan DNA kemudian dimasukkan ke dalam sumur.
Elektroforesis dilakukan selama 30 menit dengan tegangan 80 Volt. Hasil
elektroforesis selanjutnya diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan
program Quantity One (Biorad).
Amplifikasi PCR dan Sekuensing
Reaksi amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan konsentrasi DNA
100 ng/µL. Amplifikasi di daerah Intergenic Spacer (IGS) dilakukan dengan
membuat campuran PCR sebanyak 50 µL menggunakan bahan BioRapid
MixPCR dari Bio SM yang terdiri atas: 2 µL ekstrak DNA, 19 µL ddH2O, 25 µL
Rapid Mix, 2 µL 10 pmol primer LR12R (forward) (5’CTGAACGCCTCTAAGTCAGAA-3’) dan 2 µL 10 pmol primer 5SRNA
(reverse) (5’-ATCAGACGGGATGCGGT-3’).
Amplifikasi DNA genom menggunakan mesin sistem BIOMETRA PCR
dengan tahapan sebagai berikut: tahap pertama pre-denaturasi pada temperatur 94
o
C selama 5 menit; tahap kedua pemisahan utas DNA genom (denaturasi) pada
temperatur 94 oC selama 45 detik, penempelan primer (anneling) pada temperatur
52 oC selama 45 detik dan elongasi pada temperatur 72 oC selama 45 detik, tahap
ini berlangsung selama 35 kali siklus; selanjutnya tahap ketiga ekstensi pada
temperatur 72 oC selama 5 menit; dan tahap terakhir cooling pada temperatur 4 oC
selama 7 menit. Produk PCR dideteksi dengan cara dimigrasikan pada gel agarose
1.2% (Sambrook et al. 1989) dengan voltase 100 Volt selama 60 menit di dalam
larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric EDTA). Hasil elektroforesis selanjutnya
diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan program Quantity One
(Biorad).
Produk hasil PCR selanjutnya disekuensing pada alat penentuan runutan
DNA otomatis ABI Prism versi 3.4.1 (USA) di perusahaan jasa sekuensing
1stBASE Singapura melalui jasa sekuensing PT.Genetika Science, Jakarta.
Pemanfaatan Substrat Sisa Jamur atau Spent Mushroom Substrat (SMS)
Persiapan dan Karakterisasi SMS
Substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS) didapatkan dari
media budi daya jamur tiram putih isolat BNK yang ditanam pada 500 g media
dengan komposisi yang terdiri dari 82% sebuk gergajian kayu sengon
(Paraserianthes falcataria) (SGKS), 15% dedak, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur
7
(CaCO3) yang telah menghasilkan panen 3 kali dengan panen akhir sekitar 3%
(Sudirman et al. 2011). Kandungan lignin dan selulosa dari SMS dianalisis
menggunakan metode yang didiskripsikan oleh Van-Soest et al. (1991).
Budi Daya Menggunakan SMS
Jamur tiram putih isolat BNK dibudidayakan pada media tunggal dan
campuran antara spent mushroom substrates (SMS) dengan serbuk gergajian kayu
sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS) dengan 5 formula yang berbeda.
Pembuatan media budi daya dilakukan berdasarkan Sudirman et al. (2011). Setiap
formula ditambah dengan 15% dedak, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur (CaCO3)
(Tabel 2), kemudian diberi air leding hingga kadar air mencapai 70-75%.
Sebanyak 500 g media dimasukkan ke dalam plastik polietilen (30 x 20 cm).
kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar)
selama 30 menit. Setiap formula dibuat 9 ulangan sehingga total keseluruhan
berjumlah 45 kantong media. Media yang telah steril diinokulasi dengan bibit
jamur putih isolat BNK sebanyak 2 sendok teh per kantong secara aseptik.
Kantong plastik berisi bibit jamur diinkubasi pada suhu ruang (27.5 - 29 oC)
dalam kondisi gelap.
Parameter yang diamati dan nilai yang dihitung adalah bobot basah tubuh
buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV), fase generatif (FG), masa
pertumbuhan dan perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung
jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT).
Tabel 2 Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%
berat kering)
Formula
Bahan
F1
F2
F3
F4
F5
SMS
0
25
50
75
100
SGKS
100
75
50
25
0
Dedak
15
15
15
15
15
Gipsum
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
CaCO3
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
SMS: spent mushroom substrates dari sisa budi daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali
panen, SGKS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), F1-F5: Formula 1-5.
Analisis Data
Budi Daya dan Laju Pertumbuhan Miselium
Data parameter budi daya ditampilkan sebagai rataan ± standard error mean
(SEM). Data dianalisis menggunakan analyses of variance (ANOVA). Beda nyata
antar perlakuan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf nyata 5%. Alat analisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan
SPSS Statistics 20.
Molekuler
Sekuen nukleotida data dari sekuensing masing-masing sampel di alignment
dengan menggunakan program MEGA 4 (Molecular Evolutionary Genetics
8
Analysis versi 4) (Tamura et al. 2011). Konstruksi pohon filogenetik dilakukan
berdasarkan metode Neighbor joining. Konsistensi pohon filogenetik diuji dengan
melakukan uji Bootstrap dengan 1000 ulangan.
Alur Penelitian
Prosedur penelitian diringkas dalam sebuah bagan penelitian yang dapat
dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
KARAKTERISASI ISOLAT INDUK:
(BNK, AMD, BBR & CSR)
Kultur induk
Laju pertumbuhan miselium (suhu
ruang & suhu 35 oC)
Morfologi miselium (suhu ruang)
Produktivitas (Budi daya suhu ruang)
Ukuran & bentuk spora
Produksi Spent Mushroom
Substrate (SMS) dari isolat
BNK
(Budi daya suhu ruang)
5 FORMULASI:
SMS + Serbuk Gergajian
Kayu Sengon (SGKS)
SPORA
ISOLAT MONOKARION:
MATING
(Monokarion tahan suhu 35 oC)
Budi Daya Isolat BNK
(suhu ruang)
FORMULASI TERBAIK
(b)
Dikarakterisasi pada:
Suhu ruang
Suhu 35 oC
Parameter yang diamati:
Morfologi pertumbuhan miselium
Laju pertumbuhan miselium
Struktur miselium
ISOLAT HIBRID
Morfologi koloni (suhu ruang)
Laju pertumbuhan miselium (suhu ruang
& suhu 35 oC)
Struktur miselium
Produktivitas (Budi Daya suhu 35 oC)
Molekular
(a)
Gambar 1 Alur Penelitian. (a) Mendapatkan isolat hibrid tahan suhu tinggi (35
o
C), (b) Pemanfaatan Spent Mushroom Substrates (SMS) untuk
meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan empat isolat jamur tiram putih sebagai
indukan yaitu isolat BNK, AMD, BBR dan CSR. Pemilihan keempat isolat
tersebut berdasarkan penelitian Ulfa (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK
memiliki jumlah tubuh buah jamur banyak, AMD memiliki masa pertumbuhan
dan perkembangan pendek, BBR memiliki bobot basah tubuh buah jamur besar
dan CSR memiliki diameter tudung lebar. Selain itu juga didasarkan pada
penelitian Jusuf (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK dan AMD dapat
digunakan sebagai sumber genetik untuk meningkatkan keragaman jamur tiram
putih.
Budi daya jamur (produksi tubuh buah) selain bertujuan untuk mendapatkan
isolat monokarion yang nantinya akan digunakan untuk pemuliaan, juga untuk
mengetahui karakter fisiologi masing-masing isolat yang akan digunakan untuk
pemuliaan (Sulistiany 2015). Produksi tubuh buah jamur dikatakan baik jika nilai
bobot basah (BB), efisiensi biologi (EB), laju produktivitas (LP) tinggi sedangkan
fase vegetatif (FV), fase generatif (FG) serta masa pertumbuhan dan
perkembangan (MPP) singkat.
Keberhasilan dalam budi daya jamur sangat ditentukan oleh keragaman
genetik isolat yang digunakan, kualitas biakan murni, kualitas bibit yang
digunakan, proses sterilisasi, prinsip aseptik dalam proses budi daya serta faktor
lingkungan (Chang & Miles 1982; Sulistiany 2015). Selain itu juga jenis dan
kualitas bahan baku yang digunakan sangat mempengaruhi produksi tubuh buah
jamur tiram. Bahan baku yang umum digunakan untuk budi daya jamur tiram
adalah serbuk gergajian kayu (Melo 2010), sedangkan di Indonesia serbuk
gergajian kayu yang umum digunakan adalah serbuk gergajian kayu sengon segar
(Paraserianthes falcataria) (SGKS) (Gunawan 2000).
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR
pada Suhu Ruang (27.5-29 oC)
Data parameter budi daya didapatkan berdasarkan data rataan dari 10
ulangan (baglog). Bobot basah (BB) keempat isolat tersebut berkisar antara 87.31125.71 g per kantong dengan efisiensi biologi (EB) berkisar antara 69.85%100.56% (Gambar 2).
Nilai BB pada isolat BNK (125.71 g per kantong) lebih tinggi dan berbeda
nyata (p0.05) terhadap nilai BB
isolat AMD (119.7 g per kantong). Hasil yang sama diperlihatkan oleh efisiensi
biologi (EB). EB tertinggi ditunjukkan oleh isolat BNK (100.56%) dan berbeda
nyata (p0.05) dengan EB isolat AMD (95.76%).
10
Bobot basah (g)
120
a
120
a
a a
b b
100
100
b
b
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
BNK
AMD
BBR
Efisiensi biologi (%)
140
BB
EB
CSR
Gambar 2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) empat isolat
jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan
pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media
serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada
gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p
PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA
BUDI DAYANYA
EKA WIJAYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemuliaan Jamur Tiram
Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi
Dayanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Eka Wijayanti
NIM G351124101
RINGKASAN
EKA WIJAYANTI. Pemuliaan Jamur Tiram Putih dan Peningkatan Produksi
dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya. Dibimbing oleh LISDAR I
SUDIRMAN dan DEDY DURYADI SOLIHIN.
Jamur tiram yang memiliki kisaran tubuh buah berwarna putih terdiri dari
beberapa spesies diantaranya Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus dan
Pleurotus pulmonarius. Jamur tiram putih paling populer di Indonesia
dibandingkan jamur tiram spesies lain seperti tiram kuning (Pleurotus
citrinipileatus), tiram merah muda (Pleurotus flabellatus), tiram abu-abu
(Pleurotus sajor-caju) dan tiram cokelat (Pleurotus cystidiosus). Jamur tiram
putih memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai anti tumor, antioksidan,
probiotik serta dapat menurunkan kolesterol. Kemampuan pertumbuhan jamur
tiram putih sangat dipengaruhi oleh suhu, dan suhu optimum untuk pertumbuhan
jamur tiram putih adalah 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase generatif
berkisar antara 10-28 oC, tergantung pada spesiesnya (P. ostreatus var. Florida
dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 20-24 oC
sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC. Suhu udara di Indonesia timur relatif
lebih tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan jamur tiram putih yang tahan
pada suhu tinggi adalah dengan seleksi jamur tiram putih yang tahan cekaman
panas hingga 35 oC atau dengan cara menyilangkan dua miselium monokarion
yang tahan terhadap cekaman panas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada suhu tinggi
Di Indonesia, umumnya jamur tiram putih dibudidayakan menggunakan
media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS). Pada
akhir produksi jamur, media sisa pertumbuhan jamur atau spent mushroom
substrates (SMS) biasanya hanya dimanfaatkan untuk media tumbuh cacing dan
pakan ternak, padahal SMS masih mengandung bahan organik yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, tujuan kedua dari penelitian ini adalah pemanfaatan kembali SMS
untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat isolat yang digunakan
dalam penelitian ini (BNK, AMD, BBR dan CSR), produktivitas isolat BNK dan
AMD lebih unggul dibandingkan isolat BBR dan CSR. Bentuk spora isolat BNK
adalah elongate, sedangkan ketiga isolat yang lain adalah cylindrical. Dari hasil
isolasi spora tunggal didapatkan 9 isolat monokarion dari BNK, 0 isolat
monokarion dari AMD, 6 isolat monokarion dari BBR dan 7 isolat monokarion
dari CSR. Sebanyak 22 isolat monokarion tersebut diseleksi pada suhu 35 oC
sebagai penampisan apakah isolat tersebut tahan terhadap panas. Didapatkan hasil
hanya ada 3 isolat monokarion dari BNK (BNK2, BNK7 dan BNK8), 5 isolat
monokarion dari BBR (BBR4, BBR5, BBR7, BBR15 dan BBR16) dan 1 isolat
monokarion dari CSR (CSR5) yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (35 oC).
Persilangan hanya dilakukan pada isolat monokarion yang mampu tumbuh
pada suhu tinggi (35 oC). Dari hasil persilangan didapatkan 10 isolat hibrid yang
mampu tumbuh pada suhu tinggi (35 oC) yaitu isolat dengan kode BB47, BB57,
BB157, BB167, BB48, BB58, BB158, BC55, BC155 dan BC165. Pada suhu
tinggi (35 oC), isolat hibrid dengan kode BB48 memiliki laju pertumbuhan
miselium pada media potato sucrose agar (PSA) paling tinggi atau paling cepat
dibandingkan dengan isolat hibrid yang lain yaitu 0.22 cm/hari. Isolat hibrid
BB48 dan kedua induk dari isolat tersebut (BNK dan BBR) kemudian
dibudidayakan pada suhu tinggi dan produktivitas diantara ketiganya
dibandingkan.
Berdasarkan data budi daya isolat hibrid BB48 dan kedua induk (BNK dan
BBR) pada suhu tinggi (35 oC) diketahui bahwa produktivitas isolat hibrid BB48
lebih rendah dari produktivitas kedua induknya. Pada penelitian ini juga dilihat
perbedaan produktivitas isolat BNK dan BBR pada suhu ruang (27.5-29 oC) dan
suhu tinggi (35 oC). Produktivitas isolat BNK yang ditumbuhkan pada suhu ruang
lebih baik dan berbeda nyata (p0.05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa isolat
BBR memiliki kisaran suhu pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan isolat
BNK.
Analisis molekular dilakukan pada isolat hibrid dengan kode BC165 yang
merupakan persilangan dari monokarion induk BBR16 dengan CSR5. Hasil
analisis molekular menunjukkan bahwa isolat hibrid BC165 memiliki hubungan
kekerabatan lebih dekat dengan CSR dari pada BBR.
Media Spent Mushroom Substrate (SMS) masih mengandung cukup nutrisi
untuk digunakan sebagai media budi daya jamur tiram, yaitu masih mengandung
10.98% lignin dan 42.20% selulosa. Oleh karena itu, SMS dari sisa media budi
daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali panen dapat digunakan kembali
sebagai media budidaya jamur tiram putih isolat BNK. Penambahan SMS
sebanyak 25-75% dari campuran SMS dan serbuk gergajian kayu sengon (SGKS)
baru dapat meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Kata kunci: jamur tiram putih, media sisa budi daya jamur, persilangan,
produktivitas, suhu tinggi
SUMMARY
EKA WIJAYANTI. White Oyster Mushroom Breeding and Production Increase
Using Spent Mushroom Substrate (SMS). Supervised by LISDAR I SUDIRMAN
and DEDY DURYADI SOLIHIN.
Oyster mushroom species with white fruit body are among others
Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus and Pleurotus pulmonarius which are
the most popular ones in Indonesia compared to other species such as yellow
oyster mushroom (Pleurotus citrinipileatus), pink oyster mushroom (Pleurotus
flabellatus), gray oyster mushroom (Pleurotus sajor-caju) and brown oyster
mushroom (Pleurotus cystidiosus). White oyster mushroom brings about
numerous benefits, including as anti-tumor, anti-oxidant, and probiotic, in
addition to its ability to decrease cholesterols. The growth of white oyster
mushroom is highly influenced by temperature where the optimum temperature
for which is 25-28 °C during vegetative phase and 21-28 °C during generative
phase, depending on the species (P. ostreatus var. florida and other P. ostreatus
strains, 14 to 18 oC; P. sajor-caju, 20 to 24 oC; and P. cystidiosus, 26 to 28 oC).
Air temperature in eastern Indonesia is relatively higher than other regions.
Therefore, to obtain white oyster mushroom resistant to high temperature is by
screening white oyster mushroom resistant to temperature stress up to 35 °C or
through fusion between two monokaryon myceliums which was resistent to high
temperature stress. This study aimed to obtain hybrid isolate resistant to high
temperature (35 oC).
In Indonesia, white oyster mushrooms are commonly cultivated in
Paraserianthes falcataria sawdust (known as SGKS) and after harvesting the
spent mushroom substrate (SMS) is only used for worm growth media and
livestock feed. SMS, however, still contains high organic matters. Therefore, the
second study aimed to re-use SMS to increase mushroom fruit body production.
Study result indicates that out of four isolates used (i.e. BNK, AMD, BBR,
and CSR) isolate BNK and AMD showed higher productivity than that of BBR
and CSR. The spore shape of BNK is elongate while the spore shape of the three
others is cylindrical. Single spore isolation process resulted in 9 monokaryon
isolates from BNK, 0 from AMD, 6 from BBR, and 7 from CSR; all of which
were then screened at temperature 35 °C to determine whether the isolates are
resistant to high temperature. The screening indicated that 3 monokaryon isolates
from BNK (i.e. BNK2, BNK7, and BNK8), 5 from BBR (i.e. BBR4, BBR5,
BBR7, BBR15, and BBR16), and 1 from CSR (i.e. CSR5) are capable of growing
at high temperature (35 °C).
Only monokaryon isolates capable of growing at high temperature (35 °C)
were bred in this study. The result of breeding process indicates that only 10
hybrid isolates capable of growing at high temperature (35 °C), i.e. BB47, BB57,
BB157, BB167, BB48, BB58, BB158, BC55, BC155, and BC165. At temperature
35 °C hybrid isolate BB48 showed the highest mycelium growing rate (0.22 cm/
days) in potato sucrose agar (PSA) media. As such, the hybrid isolate BB48 and
its parents (BNK and BBR) were then cultivated at high temperature and the
productivity of the three was compared.
According to BB48, BNK, and BBR cultivation data, the productivity of
hybrid isolate BB48 at high temperature is not higher than its parents’. The
present study also observed the difference between the productivity of both BNK
and BBR at room temperature (27.5-29 °C) and at high temperature (35 °C). BNK
productivity at room temperature was significantly higher (p0.05); meaning that isolate BBR
has wider temperature range to grow than isolate BNK.
Hybrid isolate BC165, which was the result of breeding between
monokaryon isolate BBR16 and CSR5, was molecularly analyzed. The result of
which indicated that BC165 is genetically closer to CSR than BBR.
Spent Mushroom Substrate (SMS) still contains enough organic matters as
medium for oyster muhsroom cultivation, which was contains 10.98% lignin and
42.20% celullose. Therefore, SMS of BNK white oyster mushroom cultivation
after third harvest could be reused as a substrates for BNK oyster mushroom
cultivation and the mixed substrates with 25-75% SMS (F2-F4) increasing the
fruit body yield of BNK white oyster mushroom.
Key words: breeding, high temperature, productivity, spent mushroom substrate
(SMS), white oyster mushroom
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN PENINGKATAN
PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA
BUDI DAYANYA
EKA WIJAYANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains
Pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
dari bulan September 2014 sampai dengan Juli 2016 ini berjudul Pemuliaan Jamur
Tiram Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi
Dayanya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Lisdar I Sudirman dan
Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA dan Ketua
Program Studi Mikrobiologi Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS atas saran dan
nasehatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir
Suharsono, DEA sebagai Kepala PPSHB IPB yang telah memberikan fasilitas
laboratorium.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
(Bapak Soenarto dan Ibu Sri Utami) dan adek (Khoriq Agung Santoso) atas doa,
pengorbanan, keikhlasan, nasehat dan kasih sayangnya. Selain itu juga, ucapan
terima kasih disampaikan kepada Pak Iwa, Pak Engkus, Pak Kusnadi, Pak Pras
yang telah membantu selama penelitian; teman-teman satu bimbingan (Mbk
Heny, Pak Heri, Septi, Mbak Nita, Mbak Lilis, Mbak Gina, dan ibu Ani) sebagai
tempat bertanya dan berdiskusi; teman-teman Mikrobiologi 2012 (Genap dan
Ganjil) atas kebersamaannya; teman-teman kos WISMA SEROJA; teman-teman
alumni UNY di IPB; teman-teman HIMAWIPA; dan buat semua pihak yang telah
banyak memberikan bantuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Eka Wijayanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Isolat
Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi
Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan
Pemanfaatan Substrat Sisa atau Spent Mushroom Substrat (SMS)
Analisis Data
Alur Penelitian
2
2
3
3
5
6
7
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR
dan CSR pada Suhu Ruang
Ukuran dan Bentuk Spora
Isolasi Spora Tunggal
Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarion
Persilangan (Mating)
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat Hibrid (BB48) dan
Isolat Induk (BNK dan BBR) pada Suhu Tinggi (35 oC)
Analisis Molekular
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK Menggunakan
Media Spent Mushroom Substrat pada Suhu Ruang
9
26
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
30
30
31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
62
9
14
15
16
17
20
23
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian
Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%
berat kering)
Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion
dan monokarionnya pada media PSA
Persilangan antara isolat monokarion BNK dan BBR
Persilangan antara isolat monokarion BNK dan CSR
Persilangan antara isolat monokarion BBR dan CSR
Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion
hasil persilangan (hibrid) pada media PSA
Jarak genetik p-distance antara keenam isolat jamur tiram putih
Kandungan lignin dan selulosa pada SGKS dan SMS
3
7
16
17
18
18
19
25
27
DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian
2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang
3 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD, BBR
dan CSR) pada suhu ruang
4 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD,
BBR dan CSR) pada suhu ruang
5 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram
putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang
6 Panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram putih isolat induk
(BNK, AMD, BBR dan CSR)
7 Spora jamur tiram putih (a) isolat BNK, (b) isolat AMD, (c) isolat BBR
dan (d) ioslat CSR
8 Morfologi koloni miselium jamur tiram putih
9 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu
35 oC
10 Fase pertumbuhan jamur tiram isolat hibrid (BB48) dan isolat induk
(BNK dan BBR) pada suhu 35 oC
11 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat hibrid (BB48) dan
isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu 35 oC
12 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram
putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu
35 oC
13 Hasil elektroforesis ekstrak DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR,
BBR15, BBR16 dan CSR5
8
10
11
12
13
14
15
19
20
21
22
23
24
14 Hasil amplifikasi DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15,
BBR16 dan CSR5 dengan metode PCR menggunakan primer LR12R
dan 5SRNA
15 Pohon kekerabatan jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15,
BBR16 dan CSR5
16 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram
putih isolat BNK pada 5 kombinasi media
17 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi
media
18 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi
media
19 Jumlah tudung (JT) dan diameter tudung (DT) jamur tiram putih isolat
BNK pada 5 kombinasi media
24
26
27
28
29
30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media pertumbuhan jamur
2 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang
3 Terminologi kriteria bentuk spora berdasarkan ukuran rasio P/L spora
4 Hasil uji statistik panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram
putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang
5 Karakteristik morfologi miselium
6 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat hibrid BB48 dan isolat induk (BNK dan BBR)
pada suhu 35 oC
7 Data suhu fase reproduktif isolat hibrid (Perlakuan 35 oC)
8 Pengeditan sekuen nukleotida menggunakan software MEGA 4.00
9 Urutan sekuen nukleotida isolat jamur tiram putih hasil editing
10 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah
jamur tiram putih isolat BNK dengan menggunakan 5 formulasi media
pada suhu ruang
37
38
42
43
45
46
50
52
55
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur tiram putih adalah jamur pelapuk kayu yang merupakan jamur
pangan dan telah umum dibudidayakan di banyak negara (Chang & Miles 2004).
Beberapa tubuh buah jamur tiram memiliki warna putih diantaranya Pleurotus
ostreatus dengan kisaran warna putih sampai abu-abu, Pleurotus populinus warna
putih sampai kemerah-merahan dan Pleurotus pulmonarius memiliki warna putih
pucat (MAMI 2016). Produksi jamur tiram putih menempati urutan ketiga setelah
jamur kancing putih dan shiitake (Gyorfi & Hadju 2007). Selain sebagai jamur
pangan, jamur tiram putih berkhasiat sebagai anti t umor, antioksidan, probiotik
(Synytsya et al. 2009) dan dapat men,lurunkan kolesterol (Chang & Miles 2004).
Jamur tiram putih juga mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan, tidak mudah terserang penyakit serta biaya produksinya
rendah (Bonatti 2004; Synytsya et al. 2009). Di Indonesia sendiri, jamur tiram
putih merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan, sedangkan spesies
lain seperti Pleurotus citrinipileatus (tiram kuning), Pleurotus flabellatus (tiram
merah muda), Pleurotus sajor-caju (tiram abu-abu), dan Pleurotus cystidiosus
(tiram cokelat) kurang populer.
Jamur tiram putih merupakan organisme yang kemampuan hidupnya
bergantung pada faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap daya tumbuhnya adalah suhu. Umumnya jamur tiram putih
tumbuh baik pada kisaran suhu 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase
generatif berkisar antara 10-28 oC, tergantung pada spesiesnya (P. ostreatus var.
Florida dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 2024 oC sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC (Chang & Miles 2004). Akan
tetapi suhu udara di Indonesia timur relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, salah satu
cara untuk mendapatkan jamur tiram putih yang mampu tumbuh optimal pada
suhu tinggi adalah dengan cara persilangan.
Persilangan jamur pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, termasuk
fusi antara miselium monokarion, fusi protoplasma dan transformasi rekayasa
genetika. Persilangan dengan cara fusi antara dua miselium monokarion
merupakan cara yang tepat dalam pemuliaan jamur pangan secara komersial
karena praktis dan terjangkau dari segi ekonomi. Kim et al. (2011) menyatakan
bahwa persilangan jamur pangan untuk mendapatkan kultivar baru dalam skala
besar dilakukan dengan cara fusi antara miselium monokarion. Hasil penelitian
Gaitan-Hernandez & Salmones (2008) juga telah didapatkan varietas Pleurotus
ostreatus yang dapat dibudidayakan pada suhu hangat (27 oC) dengan cara fusi
antara miselium monokarion.
Budi daya jamur tiram putih merupakan salah satu usaha pertanian yang
banyak diminati masyarakat di Indonesia. Jamur tiram putih biasanya
dibudidayakan pada media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes
falcataria) (SGKS). Pada akhir produksi jamur, media sisa pertumbuhan jamur
yang dinamakan substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS)
biasanya dibuang ataupun dimanfaatkan untuk media budi daya cacing, makanan
ternak dan pupuk organik. Medina et al. (2012) menyatakan bahwa SMS
2
merupakan produk sampingan dari budi daya jamur yang masih mengandung
bahan material organik yang tinggi meliputi C organik total, N total, NH4+, NO3-,
P, K, Ca, Mg, Na, Fe, Cu, Mn dan Zn. Selain bahan organik, SMS juga
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Fujihira et al. 1995; Cheung
1997).
Budi daya jamur tiram merupakan salah satu cara untuk mengolah limbah
lignoselulosa yang ada dilingkungan (Sanchez 2010). Akhir-akhir ini sudah
banyak penelitian mengenai pemanfaatan SMS untuk budi daya jamur,
diantaranya: limbah sisa budi daya Agaricus dimanfaatkan untuk budi daya
Lentinula sp (Kilpatrick et al. 2000) dan Volvariella sp. (Poppe 2000); limbah sisa
budi daya Hypsizigus marmoreus dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus
ostreatus (Wang et al. 2015) serta limbah sisa budi daya Lentinus edodes
dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus sp. (Rinker 2002).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada
suhu tinggi (35 oC) dan pemanfaatan kembali substrat sisa jamur atau spent
mushroom substrates (SMS) untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan menghasilkan isolat jamur tiram putih yang
dapat tumbuh optimal pada suhu tinggi (35 oC) sehingga dapat dibudidayakan
secara luas di daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu juga, meningkatkan
produksi tubuh buah jamur dengan memanfaatkan substrat sisa jamur atau spent
mushroom substrates (SMS).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai dengan Juli
2016 di Laboratorium Genetika Jamur dan Bioprospek serta Labolatorium Biologi
dan Molekular, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)
IPB; Rumah jamur Departemen Biologi FMIPA IPB; serta Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan Bagian Teknologi dan Industri Pakan Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, FAPET IPB.
3
Isolat
Isolat jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih
isolat BNK, AMD, BBR dan CSR yang merupakan koleksi Laboratorium
Genetika Jamur dan Bioprospek, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB (Tabel 1). Masing-masing isolat merupakan hasil
kultur jaringan dari tubuh buah jamur.
Tabel 1 Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian
Kode Nama
Sumber
BNK
Supermarket, Bangkok, Thailand
AMD
Petani, Bagian Mikologi Biologi IPB
BBR
Petani Bibrik, Madiun
CSR
Petani, Cisarua, Sukabumi
Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi
Peremajaan Isolat Jamur
Empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) diremajakan
pada media potato sucrose agar (PSA) (Lampiran 1) di dalam cawan petri
(diameter 9 cm), kemudian diinkubasi pada suhu ruang (27.5-29 oC) selama 7
hari.
Pembuatan Bibit Jamur
Bibit jamur masing-masing isolat dibuat dengan menggunakan biji jagung.
Sebanyak 1 kg biji jagung direbus dengan 450 mL akuades hingga setengah keras,
selanjutnya 185 g biji jagung setengah keras dimasukan dalam botol kaca dan
disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 20
menit. Biji jagung yang telah steril diinokulasi dengan isolat setiap jamur hasil
peremajaan, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang ( 27.5-29 oC) hingga seluruh
media jagung dipenuhi miselium jamur.
Budi Daya Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR
Empat isolat jamur tiram putih dibudidayakan pada media serbuk gergajian
kayu sengon (SGKS) yang ditambah dengan 15% dedak padi, 1.5% gipsum dan
1.5% kapur (CaCO3), kemudian dicampur dengan air sumur hingga kadar airnya
mencapai sekitar 70-75% (Sudirman et al. 2011). Sebanyak 500 g media
dimasukkan ke dalam plastik polietilena (30 x 20 cm), kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 30 menit. Setiap
isolat masing-masing dibuat 10 ulangan. Media yang telah steril diinokulasi
dengan bibit jamur setiap isolat sebanyak 2 sendok teh per kantong secara aseptik.
Kantong plastik berisi bibit jamur diinkubasi pada suhu ruang (27.5-29 oC) dalam
kondisi gelap.
Parameter yang diamati dan nilai yang dihitung adalah bobot basah tubuh
buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV) atau masa pertumbuhan,
fase generatif (FG) atau masa perkembangan, masa pertumbuhan dan
perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung jamur (JT) dan
4
diameter tudung jamur (DT). FV dihitung sejak awal inokulasi bibit jamur sampai
miselium memenuhi seluruh permukaan media sampai kantung dibuka, sedangkan
FG dihitung pada saat kantong plastik dibuka (akhir FV) sampai akhir panen yang
ditandai dengan tidak munculnya kembali tubuh buah jamur dan susutnya kantong
media. MPP adalah total dari FV dan FG. LP dihitung berdasarkan rataan total BB
dibagi MPP (Sudirman LI 2014, komunikasi pribadi). EB = (bobot basah tubuh
buah/bobot basah media x 100%) x 4 (Stamets 1993).
Isolasi Spora Tunggal
Spora diperoleh dengan cara membuat jejak spora yang berasal dari bagian
tudung jamur (pileus) dari masing-masing keempat isolat jamur tiram putih yang
digunakan. Tudung jamur dipotong dari tangkainya, kemudian diletakkan dengan
posisi telungkup di atas kertas karton warna hitam dan dibiarkan selama semalam
hingga terbentuk jejak spora. Jejak spora yang terbentuk selanjutnya diambil
sebanyak 1 ose dan diencerkan menggunakan akuades steril hingga pengenceran
10-6.Masing-masing sebanyak 1 mL suspensi spora dari pengenceran 10-5 dan 10-6
dituang ke dalam cawan petri steril (diameter 9 cm), kemudian ditambah 20 mL
media potato sucrose agar (PSA) dan diputar hingga suspensi menyebar rata.
Masing-masing pengenceran dari masing-masing isolat dibuat 3 kali ulangan.
Campuran suspensi dan media diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) hingga
tumbuh koloni miselium. Koloni miselium yang tumbuh terpisah dari setiap
cawan petri dipindahkan ke dalam media PSA steril. Tiap koloni yang tumbuh
terpisah diindikasikan berasal dari satu spora. Untuk memastikan koloni yang
tumbuh adalah monokarion dilakukan pengamatan secara mikroskopis. Miselium
monokarion ditandai dengan tidak adanya sambungan apit (clamp connections)
(Choi et al. 1999).
Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran spora (panjang dan lebar) pada
masing-masing isolat. Setiap isolat masing-masing diamati sebanyak 30 spora
sebagai ulangan. Sebanyak 1 tetes akuades steril diteteskan di atas gelas objek,
kemudian ditambah dengan 1 ose spora yang berasal dari jejek spora dan
dicampur. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran
400x.
Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarionnya
Karakterisasi pertumbuhan miselium jamur tiram putih keempat isolat
dikarion (BNK, AMD, BBR dan CSR) dan isolat monokarionya hasil isolasi dari
spora tunggal dilakukan berdasarkan morfologi koloni miselium (Lampiran 5) dan
laju pertumbuhan miselium (LPM). LPM diukur pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC)
dan suhu tinggi (35 oC). Masing-masing isolat dikarion hasil peremajaan pada
media potato sucrose agar (PSA) dan isolat monokarion hasil isolasi dari spora
tunggal dipotong dengan menggunakan cored borer diameter 10 mm. Setiap
potongan diinokulasikan pada bagian tengah cawan petri diameter 9 cm yang
berisi media PSA steril dan diinkubasi pada suhu perlakuan. Pertumbuhan koloni
diamati setiap hari dan diukur diameter pertumbuhannya sampai koloni memenuhi
cawan petri. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
5
Persilangan (Mating)
Persilangan menggunakan isolat monokarion hasil isolasi dari spora
tunggal yang mampu tumbuh pada suhu 35 oC. Persilangan dilakukan dengan cara
meletakan dua potongan isolat monokarion berbeda masing-masing berdiemeter
10 mm dan dipasangkan dengan jarak 1 cm pada media potato sucrose agar
(PSA) di dalam cawan petri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29
o
C) hingga terbentuk zona pertemuan. Pada bagian zona pertemuan selanjutnya
dipotong dan dipindahkan ke dalam media PSA steril dan diinkubasi pada suhu
ruang. Isolat hibrid hasil persilangan ditandai dengan adanya stuktur sambungan
apit (clamp connections). Sambungan apit dilihat di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran 400x. Isolat hibrid hasil persilangan selanjutnya dikarakterisasi
pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) dan suhu 35 oC. Dipilih satu isolat hibrid
dengan laju pertumbuhan miselium (LPM) terbaik pada suhu 35 oC. Selanjutnya
isolat hibrid tersebut dan isolat induk dari isolat hibrid tersebut dibudidayakan
pada suhu 35 oC dan dianalisis secara molekuler.
Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan
Perbanyakan Koloni
Kultur yang sudah berumur 7 hari pada media potato sucrose agar (PSA)
dipotong dengan menggunakan cored borer steril diameter 10 mm. Sebanyak 1
potong inokulum isolat sampel diameter 10 mm diinokulasikan pada permukaan
100 mL media potato sucrose broth (PSB) (Lampiran 1) di dalam botol selai 500
mL dan diinkubasi pada suhu ruang selama 9 hari. Bila miselium sudah
memenuhi permukaan medium maka miselium siap dipanen dan dipisahkan dari
medium cair.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dari miselium jamur dengan menggunakan kit (Qiagen
2003). Sebanyak 25 mg miselium jamur dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf
yang sudah berisi 200 µl ATL buffer dan digerus hingga homogen. Selanjutnya
ditambah dengan 20 µl proteinase K, kemudian dihomogenkan dengan rotary
stator dan vortek. Sampel diinkubasi pada suhu 56 oC selama 1 jam dengan tujuan
jaringan lisis sempurna, dikocok dengan vortek, ditambah dengan 200 µL AL
buffer, kemudian disentrifugasi sekejap dan dikocok dengan vortek. Sampel
diinkubasi pada suhu 56 oC selama 10 menit, disentrifugasi 2000 rpm selama 1
menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambah dengan 200 µ l
etanol absolut, dikocok dengan vortek dan disentrifugasi sekejap lalu disimpan di
dalam freezer selama satu malam. Supernatan dikocok dengan menggunakan
tangan hingga homogen, kemudian supernatan dipindahkan ke dalam spin kolom
baru, disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit, kemudian larutan dibuang ke
penampung. Sebanyak 500 µl larutan AW1 ditambahkan, kemudian disentrifugasi
8000 rpm selama 1 menit lalu larutan dibuang ke penampung. Sebanyak 500 µ l
larutan AW2 ditambahkan, disentrifuge 8000 rpm selama 3 menit lalu larutan
dibuang ke penampung, kemudian disentrifuge kembali 8000 rpm selama 1 menit.
Spin kolom didiamkan selama 15-30 menit untuk mengeringkan etanol. Spin
kolom dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf 1.5 mL yang baru dan
6
ditambahkan 50 µL larutan AE kemudian didiamkan selama 10-15 menit,
disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit. Tabung diganti dengan yang baru untuk
elusi kedua, selanjutnya disentrifugasi 13000 rpm selama 1 menit. Sampel ekstrak
DNA kemudian disimpan di dalam freezer.
Ekstrak DNA yang dihasilkan diuji kemurnian dan kualitasnya dengan
menggunakan 1.2% gel agarose elektroforesis (Sambrook et al. 1989). Sebanyak
1.2 gram gel agarose dimasukkan ke dalam larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric
EDTA) dan didihkan. Tambahkan 2.5 μl EtBr kemudian diaduk dengan
menggunakan magnet (spin) dan dipanaskan. Gel dituang ke dalam cetakan,
biarkan hingga memadat. Sebanyak 1 tetes loading dye diteteskan di atas kertas
parafilm, kemudian ditambah dengan 2 μl sampel DNA dan dicampur. Campuran
larutan loading dye dan DNA kemudian dimasukkan ke dalam sumur.
Elektroforesis dilakukan selama 30 menit dengan tegangan 80 Volt. Hasil
elektroforesis selanjutnya diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan
program Quantity One (Biorad).
Amplifikasi PCR dan Sekuensing
Reaksi amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan konsentrasi DNA
100 ng/µL. Amplifikasi di daerah Intergenic Spacer (IGS) dilakukan dengan
membuat campuran PCR sebanyak 50 µL menggunakan bahan BioRapid
MixPCR dari Bio SM yang terdiri atas: 2 µL ekstrak DNA, 19 µL ddH2O, 25 µL
Rapid Mix, 2 µL 10 pmol primer LR12R (forward) (5’CTGAACGCCTCTAAGTCAGAA-3’) dan 2 µL 10 pmol primer 5SRNA
(reverse) (5’-ATCAGACGGGATGCGGT-3’).
Amplifikasi DNA genom menggunakan mesin sistem BIOMETRA PCR
dengan tahapan sebagai berikut: tahap pertama pre-denaturasi pada temperatur 94
o
C selama 5 menit; tahap kedua pemisahan utas DNA genom (denaturasi) pada
temperatur 94 oC selama 45 detik, penempelan primer (anneling) pada temperatur
52 oC selama 45 detik dan elongasi pada temperatur 72 oC selama 45 detik, tahap
ini berlangsung selama 35 kali siklus; selanjutnya tahap ketiga ekstensi pada
temperatur 72 oC selama 5 menit; dan tahap terakhir cooling pada temperatur 4 oC
selama 7 menit. Produk PCR dideteksi dengan cara dimigrasikan pada gel agarose
1.2% (Sambrook et al. 1989) dengan voltase 100 Volt selama 60 menit di dalam
larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric EDTA). Hasil elektroforesis selanjutnya
diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan program Quantity One
(Biorad).
Produk hasil PCR selanjutnya disekuensing pada alat penentuan runutan
DNA otomatis ABI Prism versi 3.4.1 (USA) di perusahaan jasa sekuensing
1stBASE Singapura melalui jasa sekuensing PT.Genetika Science, Jakarta.
Pemanfaatan Substrat Sisa Jamur atau Spent Mushroom Substrat (SMS)
Persiapan dan Karakterisasi SMS
Substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS) didapatkan dari
media budi daya jamur tiram putih isolat BNK yang ditanam pada 500 g media
dengan komposisi yang terdiri dari 82% sebuk gergajian kayu sengon
(Paraserianthes falcataria) (SGKS), 15% dedak, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur
7
(CaCO3) yang telah menghasilkan panen 3 kali dengan panen akhir sekitar 3%
(Sudirman et al. 2011). Kandungan lignin dan selulosa dari SMS dianalisis
menggunakan metode yang didiskripsikan oleh Van-Soest et al. (1991).
Budi Daya Menggunakan SMS
Jamur tiram putih isolat BNK dibudidayakan pada media tunggal dan
campuran antara spent mushroom substrates (SMS) dengan serbuk gergajian kayu
sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS) dengan 5 formula yang berbeda.
Pembuatan media budi daya dilakukan berdasarkan Sudirman et al. (2011). Setiap
formula ditambah dengan 15% dedak, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur (CaCO3)
(Tabel 2), kemudian diberi air leding hingga kadar air mencapai 70-75%.
Sebanyak 500 g media dimasukkan ke dalam plastik polietilen (30 x 20 cm).
kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar)
selama 30 menit. Setiap formula dibuat 9 ulangan sehingga total keseluruhan
berjumlah 45 kantong media. Media yang telah steril diinokulasi dengan bibit
jamur putih isolat BNK sebanyak 2 sendok teh per kantong secara aseptik.
Kantong plastik berisi bibit jamur diinkubasi pada suhu ruang (27.5 - 29 oC)
dalam kondisi gelap.
Parameter yang diamati dan nilai yang dihitung adalah bobot basah tubuh
buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV), fase generatif (FG), masa
pertumbuhan dan perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung
jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT).
Tabel 2 Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%
berat kering)
Formula
Bahan
F1
F2
F3
F4
F5
SMS
0
25
50
75
100
SGKS
100
75
50
25
0
Dedak
15
15
15
15
15
Gipsum
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
CaCO3
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
SMS: spent mushroom substrates dari sisa budi daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali
panen, SGKS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), F1-F5: Formula 1-5.
Analisis Data
Budi Daya dan Laju Pertumbuhan Miselium
Data parameter budi daya ditampilkan sebagai rataan ± standard error mean
(SEM). Data dianalisis menggunakan analyses of variance (ANOVA). Beda nyata
antar perlakuan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf nyata 5%. Alat analisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan
SPSS Statistics 20.
Molekuler
Sekuen nukleotida data dari sekuensing masing-masing sampel di alignment
dengan menggunakan program MEGA 4 (Molecular Evolutionary Genetics
8
Analysis versi 4) (Tamura et al. 2011). Konstruksi pohon filogenetik dilakukan
berdasarkan metode Neighbor joining. Konsistensi pohon filogenetik diuji dengan
melakukan uji Bootstrap dengan 1000 ulangan.
Alur Penelitian
Prosedur penelitian diringkas dalam sebuah bagan penelitian yang dapat
dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
KARAKTERISASI ISOLAT INDUK:
(BNK, AMD, BBR & CSR)
Kultur induk
Laju pertumbuhan miselium (suhu
ruang & suhu 35 oC)
Morfologi miselium (suhu ruang)
Produktivitas (Budi daya suhu ruang)
Ukuran & bentuk spora
Produksi Spent Mushroom
Substrate (SMS) dari isolat
BNK
(Budi daya suhu ruang)
5 FORMULASI:
SMS + Serbuk Gergajian
Kayu Sengon (SGKS)
SPORA
ISOLAT MONOKARION:
MATING
(Monokarion tahan suhu 35 oC)
Budi Daya Isolat BNK
(suhu ruang)
FORMULASI TERBAIK
(b)
Dikarakterisasi pada:
Suhu ruang
Suhu 35 oC
Parameter yang diamati:
Morfologi pertumbuhan miselium
Laju pertumbuhan miselium
Struktur miselium
ISOLAT HIBRID
Morfologi koloni (suhu ruang)
Laju pertumbuhan miselium (suhu ruang
& suhu 35 oC)
Struktur miselium
Produktivitas (Budi Daya suhu 35 oC)
Molekular
(a)
Gambar 1 Alur Penelitian. (a) Mendapatkan isolat hibrid tahan suhu tinggi (35
o
C), (b) Pemanfaatan Spent Mushroom Substrates (SMS) untuk
meningkatkan produksi tubuh buah jamur.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan empat isolat jamur tiram putih sebagai
indukan yaitu isolat BNK, AMD, BBR dan CSR. Pemilihan keempat isolat
tersebut berdasarkan penelitian Ulfa (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK
memiliki jumlah tubuh buah jamur banyak, AMD memiliki masa pertumbuhan
dan perkembangan pendek, BBR memiliki bobot basah tubuh buah jamur besar
dan CSR memiliki diameter tudung lebar. Selain itu juga didasarkan pada
penelitian Jusuf (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK dan AMD dapat
digunakan sebagai sumber genetik untuk meningkatkan keragaman jamur tiram
putih.
Budi daya jamur (produksi tubuh buah) selain bertujuan untuk mendapatkan
isolat monokarion yang nantinya akan digunakan untuk pemuliaan, juga untuk
mengetahui karakter fisiologi masing-masing isolat yang akan digunakan untuk
pemuliaan (Sulistiany 2015). Produksi tubuh buah jamur dikatakan baik jika nilai
bobot basah (BB), efisiensi biologi (EB), laju produktivitas (LP) tinggi sedangkan
fase vegetatif (FV), fase generatif (FG) serta masa pertumbuhan dan
perkembangan (MPP) singkat.
Keberhasilan dalam budi daya jamur sangat ditentukan oleh keragaman
genetik isolat yang digunakan, kualitas biakan murni, kualitas bibit yang
digunakan, proses sterilisasi, prinsip aseptik dalam proses budi daya serta faktor
lingkungan (Chang & Miles 1982; Sulistiany 2015). Selain itu juga jenis dan
kualitas bahan baku yang digunakan sangat mempengaruhi produksi tubuh buah
jamur tiram. Bahan baku yang umum digunakan untuk budi daya jamur tiram
adalah serbuk gergajian kayu (Melo 2010), sedangkan di Indonesia serbuk
gergajian kayu yang umum digunakan adalah serbuk gergajian kayu sengon segar
(Paraserianthes falcataria) (SGKS) (Gunawan 2000).
Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR
pada Suhu Ruang (27.5-29 oC)
Data parameter budi daya didapatkan berdasarkan data rataan dari 10
ulangan (baglog). Bobot basah (BB) keempat isolat tersebut berkisar antara 87.31125.71 g per kantong dengan efisiensi biologi (EB) berkisar antara 69.85%100.56% (Gambar 2).
Nilai BB pada isolat BNK (125.71 g per kantong) lebih tinggi dan berbeda
nyata (p0.05) terhadap nilai BB
isolat AMD (119.7 g per kantong). Hasil yang sama diperlihatkan oleh efisiensi
biologi (EB). EB tertinggi ditunjukkan oleh isolat BNK (100.56%) dan berbeda
nyata (p0.05) dengan EB isolat AMD (95.76%).
10
Bobot basah (g)
120
a
120
a
a a
b b
100
100
b
b
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
BNK
AMD
BBR
Efisiensi biologi (%)
140
BB
EB
CSR
Gambar 2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) empat isolat
jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan
pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media
serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada
gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p