Sifat Listrik Arang Aktif Dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Bahan Semikonduktor

SIFAT LISTRIK ARANG AKTIF DARI TUMBUHAN
ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) SEBAGAI BAHAN
SEMIKONDUKTOR

EPA ROSIDAH APIPAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Listrik Arang Aktif
dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Bahan
Semikonduktor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Epa Rosidah Apipah
G751140061

RINGKASAN
EPA ROSIDAH APIPAH. Sifat Listrik Arang Aktif dari Tumbuhan Eceng Gondok
(Eichornia crassipes) sebagai Bahan Semikonduktor. Dibimbing oleh
IRMANSYAH dan IRZAMAN.
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu jenis tumbuhan
air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga
tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang merusak lingkungan perairan.
Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan
potassium. Batang eceng gondok memiliki kandungan selullosa 50%, lignin 30%
dan sisanya adalah hemiselullosa dan zat- zat yang lainnya. Supaya tidak lagi
menjadin gulma, eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif untuk bahan
semikonduktor yang nantinya dapat diaplikasikan sebagai komponen elektronik.
Tahap awal dalam penelitian ini adalah karbonisasi atau pengarangan,
kemudian dilanjutkan aktivasi kimia dengan variasi konsentrasi NaOH 25%, 30%

dan 35% selanjutnya dilakukan aktivasi fisika menggunakan hidrotermal pada suhu
250ᵒ C hingga terbentuknya arang aktif. Hasil aktivasi dilakukan uji serap iodin
untuk mengetahui kerekatifan arang, kemudian dilakukan karakterisasi sifat listrik
menggunakan Inductance, Capacitance and Resistance (LCR meter), Scanning
Electron Microscopy (SEM) and Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk
mengetahui morfologi pori arang dan untuk mengetahui komposisi unsur yang
terkandung pada arang.
Uji serap iodin menghasilkan nilai tertinggi pada sampel arang aktif dengan
konsenstrasi NaOH 25% yaitu 510.687 mg/g, hal ini berarti bahwa pada konsentrasi
NaOH 25% memiliki kualitas arang terbaik. Pengujian SEM untuk mengetahui
ukuran pori pada arang sebelum dan setelah dilakukan aktivasi, hasil pengujian
menunjukkan bahwa pada arang aktif dengan konsentrasi NaOH 30% tampak
ukuran pori arang paling besar yaitu 118.2 μm, kemudian pada pengujian EDX
terdapat pada arang aktif dengan konsentrasi NaOH 30% memiliki kandungan
unsur karbon tertinggi yaitu 86.57%, hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan
aktivasi dapat meningkatkan ukuran pori arang serta meningkatkan kandungan
unsur karbon dan menghilangkan pengotor pada arang. Karakterisasi sifat listrik
yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa pada konsentrasi NaOH 25% memiliki
nilai konduktivitas tertinggi yaitu 5.70 x 10-8 S/cm , nilai konduktivitas ini terletak
pada daerah nilai konduktivitas listrik yang dimiliki oleh material semikonduktor

(10-8 S/cm sampai 103 S/cm) sesuai dengan penelitiannya sebelumnya yang
dilakukan Irzaman et al. 2014 dan Kwok 1995.
Kata Kunci: Arang aktif, Eceng gondok, Hidrotermal, Kapasitansi dan
Konduktivitas

SUMMARY
EPA ROSIDAH APIPAH. Electrical Properties of the Activated Carbon from
Plants Water Hyacinth (Eichornia crassipes) as a material Semiconductor.
Supervised by IRMANSYAH and IRZAMAN.
Water hyacinth (Eichornia crassipes) is a float water plant. Water hyacinth
has a high fastness growth, that therefor it is also known as weed that can destroy
aquatic environment. It is high fastness growth is caused by water that contained
high nutrient, mainly rich of nitrogen, fosfat, and potassium. The trunk of water
hyacint contained 50% of celullose, 30% of lignin, and the rest is hemiselullose and
other component. To instead beeing weed, waterhyacinth can be used as active
carbon for semiconductor material that can be apply as electronic component.
The First by variying the step of this research is water hyacinth carbonization,
followed by chemical activation by variying the concentration of NaOH 25%, 30%
and 35%, afterwards is physical formed activation using hydrotermal at temperature
250ᵒ C untill is performed active carbon. We do iodin absorb test to this result of

activation to know the reactive of the carbon. Then caracterized electrical
characteristic using Inductance, Capacitance and Resistance (LCR meter),
Scanning Electron Microscopy (SEM) and Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)
to know the porous morfologi the material is carbon and its composition.
The iodin absorbtion test produce the highest value on active carbon sampel
for a concentration NaOH 25% which is 510.687 mg/g this, and shows best carbon
quality. SEM test is performed to investigate the pore size of carbon before and
after activated, the result show that carbon with NaOH 30% have the largest pore
size 118.2 μm, meanwhile EDX test shows highest carbon is obtained for NaOH
30% which is 86.57%, from this result it can be is obtained for concluded that
activation can increase, the carbon pore size and carbon contain it self, lose poluter
on carbon. The characterized result of the electric characteristic to shows that 25%
NaOH concentration has the highest conductivity of 5.70 x 10-8 S/cm. That
conductivity value belongs to the area of semiconductor material (10-8 S/cm - 103
S/cm) in according with previous work of Irzaman et al. 2014 and Kwok 1995.
Keywords: Activated carbon, Capacitance, Conductivity, Hydrothermal and Water
hyacinth

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SIFAT LISTRIK ARANG AKTIF DARI TUMBUHAN ECENG
GONDOK (Eichornia crassipes) SEBAGAI BAHAN
SEMIKONDUKTOR

EPA ROSIDAH APIPAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr rer nat Hendradi Hardienata

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul “Sifat Listrik Arang Aktif
dari Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Bahan
Semikonduktor”. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan, yaitu Januari 2016
sampai Juli 2016.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan
atas izin Allah dengan perantara bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Irmansyah, M.Si dan Bapak
Dr Ir Irzaman, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
bantuan, dan arahan selama penelitian dan penulisan. Penulis juga ucapkan terima
kasih kepada Dr rer nat Hendradi Hardienata, M.Si sebagai penguji luar komisi

yang telah memberikan saran dalam penulisan. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Suami tercinta Gerak Wanda Wiguna, bapak, ibu, temanteman, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Epa Rosidah Apipah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Eceng Gondok
Arang Aktif
Hidrotermal
Sifat Listri Bahan
Konduktivitas Listrik
Kapasitansi Listrik dan Dielektrik Bahan

1
1
2
2
2
2
3
3
3

3

3 METODE
Bahan
Alat
Metode Penelitian

4
4
5
5

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Daya Serap Iodin
Hasil Karakterisasi Sifat Listrik Arang Aktif
Konduktansi dan Konduktivitas Arang Aktif
Kapasitansi dan Dielektrik Bahan Arang Aktif
Hasil SEM dan EDX

6

6
8
8
9
12

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

14
14
15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN


19

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Nilai Serap Iodin
2 Kandungan Unsur masing- masing Variasi konsentrasi NaOH

7
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Skema Kapasitor
Skema Pengukuran Konduktansi dan Kapasitansi Listrik
Hubungan Konduktansi Listrik terhadap Frekuensi
Hubungan Konduktivitas Listrik terhadap Frekuensi
Hubungan Kapasitansi Listrik terhadap Frekuensi
Hubungan Dielektrik Bahan terhadap Frekuensi
Hasil Analisis Morfologi Arang

4
6
8
9
10
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Konduktansi Listrik terhadap Frekuensi
Konduktivitas Listrik terhadap Frekuensi
Kapasitansi Listrik terhadap Frekuensi
Dielektrik Bahan terhadap Frekuensi

19
20
21
22

EDX pada Arang Kontrol
EDX pada Arang Aktivasi Kimia
EDX pada Arang NaOH 25% dan Fisika
EDX pada Arang NaOH 30% dan Fisika
EDX pada Arang NaOH 35% dan Fisika

23
24
25
26
27

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi,
namun belum semua dapat termanfaatkan dengan maksimal. Salah satu
keanekaragaman hayati yang paling melimpah dan mudah di temui yaitu eceng
gondok. Pertumbuhan enceng gondok terhitung cepat yaitu sekitar 3% perhari
(Widyanto et al. 1991; Anonim 1998), sehingga berdampak pada pengendalian
populasinya. Pertumbuhan eceng gondok ini di anggap sebagai gulma untuk
perairan Indonesia terutama di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Bahkan
danau Entani di Irian Jaya sebagian permukaannya telah tertutup eceng gondok
(Ratnani R D, Hartati I dan Kurniasari L 2011; Yonathan A, Prasetya A R dan
Pramudono 2013; Saputra W dan Prasetyo D D 2010; Tjondronegoro 1999).
Eceng gondok adalah jenis tanaman air yang mengapung di atas permukaan
air. Untuk meningkatkan manfaat enceng gondok agar tidak lagi menjadi gulma,
encek gondok dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif, dimana arang aktif nantinya
dapat digunakan sebagai katalis, kapasitor elektrokimia, semikonduktor, baterai
dan sebagainya (Ismadji 2000). Arang aktif bersifat higroskopi dan tidak berbau,
tidak berasa, tidak larut dalam pelarut baik air, asam, basa maupun organik. Selain
itu arang aktif juga tidak rusak karena adanya perubahan pH, suhu ataupun
komposisi limbah. Arang aktif berbentuk kristal mikro dan arang nanografit yang
pori-porinya mampu mengabsorpsi gas dan uap dari campuran gas serta zat- zat
yang terlarut atau terdispensasi dalam cairan melalui aktivasi (Hambali 2006).
Proses aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan
untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidro arang atau
mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan
sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan
berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Shreve 1997). Pada umumnya arang aktif
dapat diaktivasi dengan 2 cara, yaitu dengan aktivasi kimia dengan hidroksida
logam alkali, garam- garam arangat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah
dan khususnya ZnCl2, CaCl2, asam- asam organik seperti H2SO4 dan H3PO4 dan
aktivasi fisika yang merupakan proses pemutusan rantai arang dari senyawa organik
dengan bantuan panas pada suhu 800ᵒ C hingga 900ᵒ C (Hayashi et al. 2002;
Bansode et al. 2003; Ismadji et al. 2005; Pari et al. 2006). Faktor- faktor yang
berpengaruh terhadap proses aktivasi adalah waktu aktivasi, suhu aktivasi, ukuran
partikel, rasio aktivator dan jenis aktivator yang dalam hal ini akan mempengaruhi
daya serap arang aktif (M. Tawalbeh 2005). Dalam penelitian ini enceng gondok
akan dijadikan sebagai arang aktif dengan perlakuan variasi konsentrasi NaOH
pada saat perendaman proses aktivasi kimia dan aktivasi fisika dengan
menggunakan hidrotermal yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas luas pori
dan daya serapnya.
Dewasa ini semakin banyak penelitian yang dilakukan untuk mengeksplorasi
sumber daya alam serat lignoselulosa non kayu sebagai pengembangan pada
biomasa. Salah satunya energi yang tidak lepas dari manusia modern seperti

2

sekarang adalah energi listrik. Arang aktif pada penelitian ini nantinya dapat di
aplikasikan sebagai semikonduktor untuk piranti elektronik seperti dioda,
transistor, sel surya dan lain sebagainya.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan perumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana memanfaatkan kelebihan eceng gondok menjadi sesuatu yang
bermanfaat?
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi NaOH pada aktivasi kimia
terhadap sifat listrik arang aktif?
3. Mengidentifikasi besarnya nilai konduktivitas listrik dari arang aktif
berbahan tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes).
Tujuan Penelitian
Membuat arang aktif dari eceng gondok dengan variasi konsenstrasi NaOH
25%, 30% dan 35% pada aktivasi kimia kemudian Mengkarakterisasi sifat listrik
arang aktif eceng gondok sebagai bahan semikonduktor.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Eceng Gondok
Eceng gondok merupakan tanaman air yang dapat tumbuh dan berkembang
dengan pesat (Yonathan, Prasetya dan Pramudono 2013). Dari cara hidupnya eceng
gondok mampu beradaptasi dengan perairan tercemar (Haryati et al. 2010), Secara
umum penyusun tumbuhan ada tiga komponen utama yaitu selullosa, hemiselullosa
dan lignin. Dalam batang tumbuhan kandungan selullosa sebanyak 50%, Lignin
30%, dan sisanya adalah Hemiselullosa dan zat-zat yang lain. (Nigam J N 2002;
Masami, Usui and Urano 2008; Merina F, Trihadiningrum Y 2011).
Arang Aktif
Arang aktif adalah suatu arang yang mempunyai kemampuan daya serap
yang baik terhadap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan
anorganik, baik berupa larutan maupun gas. Beberapa bahan yang mengandung
banyak arang dan terutama yang memiliki pori dapat digunakan untuk membuat
arang aktif. Pembuatan arang aktif dilakukan melalui proses aktivasi arang dengan
cara fisika atau kimia. Perbedaan bahan baku dan cara aktivasi yang digunakan
dapat menyebabkan sifat dan mutu arang aktif berbeda pula. (Lempang M 2014;
Jamilatun S dan Setyawan M 2014; Suhendra D dan Gunawan E R 2010; Pplh 2011;
Sartika N D et al. 2014, Bonelli et al. 2001; Bansode et al. 2003; Ismadji et al.
2005).

3

Hidrotermal
Proses hidrotermal dapat didefinisikan sebagai proses mineralisasi di bawah
tekanan tinggi dengan suhu tertentu untuk melarutkan agar terbentuk kristal yang
relatif tidak larut di bawah kondisi normal. Metode hidrotermal memungkinkan
proses material lebih lanjut, baik dalam bentuk padatan kristal tunggal, partikel
murni atau nano partikel (Yoshimura M and Byarappa Y 2008; Walujodjati A 2008;
Chitanu E dan Ionita Gh 2012). Pada proses pembuatan arang aktif dilakukan
hidrotermal supaya dapat meningkatkan aktivasi kimia, dengan demikian perlakuan
tersebut menghasilkan peningkatan jumlah pori yang lebih banyak sehingga
keaktifan arang lebih meningkat (Jain, Balasubramanian dan Srinivasan 2015; Pari,
Darmawan dan Prihandoko 2014; Sartika et al. 2014).
Sifat Listrik Bahan
Dua garis besar sifat listrik yang utama adalah sifat konduktif yang biasanya
direpresentasikan dengan nilai konduktivitasnya. Nilai konduktivitas berkorelasi
dengan mobilitas ion atau elektron dalam bahan ketika diberikan energi dari luar
bahan seperti perbedaan potensial listrik. Sifat utama lainnya adalah sifat kapasitif
atau sifat dielektrik bahan. Sifat ini menandakan suatu tingkat kemampuan polaritas
dari molekul dalam bahan ketika diberikan beda potensial dari luar. Sifat
konduktivitas maupun kapasitif bahan bisa dipengaruhi oleh kondisi eksternal
maupun internal dari bahan. Faktor eksternalnya antara lain beda potensial, arus
listrik, frekuensinya dan suhu. Sementara faktor internal antara lain polaritas bahan,
jenis kandungan bahan, dan energi ikatan molekuler. Karakteristik listrik pada
bahan bisa dianalisa dengan pendekatan rangkaian elektronik antara resistor dan
kapasitor secara parallel (Choi et al. 2001).
Konduktivitas Listrik
Konduktivitas listrik merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik (Irzaman et al. 2014). Konduktivitas listrik ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi atau jumlah ion. mobilitas ion. serta suhu.
Semakin tinggi konsentrasi atau jumlah ion maka konduktivitas listrik semakin
tinggi. Hubungan ini terus berlaku hingga larutan menjadi jenuh. Suhu yang tinggi
mengakibatkan viskositas air menurun dan ion-ion dalam air bergerak cepat yang
menyebabkan kenaikan konduktivitas listrik (Hendayana et al. 1995).
Kapasitansi Listrik dan Dielektrik Bahan
Kapasitansi listrik dari bahan dipengaruhi oleh permitivitas atau sifat
dielektriknya. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kemampuan polaritas
bahan (Figura dan Teixeira 2007). Permitivitas atau sifat dielektrik digambarkan
sebagai permitivitas relatif kompleks yang merupakan pembagi antar permitivitas
absolut dengan permitivitas ruang hampa (Sitkei 1986).

4

Gambar 1 Skema kapasitor keping sejajar(a), kondisi penyisipan sebagian bahan(b),
dan model rangkaian kapasitornya(c)
Kapasitansi listrik juga merupakan ukuran dari kapasitas penyimpanan
muatan untuk suatu perbedaan potensial tertentu (Tipler 1991). Kapasitor sendiri
merupakan suatu komponen elektronika yang terdiri dari dua buah keping
penghantar terisolasi yang disekat satu sama lain dengan suatu bahan dielektrik
(Juansah 2013). Banyaknya muatan (Q) yang tersimpan pada kapasitor (C)
sebanding dengan tegangan (V) yang diberikan oleh sumber dan dinyatakan dengan
persamaan:
Q = CV
(1)
sifat bahan dielektrik ditentukan oleh nilai konstanta dielektriknya dan
frekuensi sinyal. Besarnya nilai kapasitansi kapasitor keping sejajar dinyatakan
pada persamaan:
  f  0 A
(2)
C f  
d
Dimana: A : luas penampang keping sejajar (m2)
ε̥ : permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m)
d : jarak pisah antar keping sejajar (m)
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomaterial, Laboratorium
Analisis Bahan, Departemen Fisika, FMIPA, Laboratorium kimia Hasil Hutan,
Departemen Teknologi Hasil Hutan, FAHUTAN, Laboratorium Kimia Analitik,
Departemen Kimia, FMIPA, IPB dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Juli
2016.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah eceng gondok
(Eichornia Crassipes) yang didapat dari kampung Hegar Manah, Purwakarta,
dengan bahan pendukung seperti NaOH, HCl dan aquades. Bahan pendukung yang
digunakan dalam penelitian ini dari PT South Pasific Viscose, Purwakrta.

5

Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cawan, tabung reaksi,
corong, gelas kimia, pH indikator, cawan petri, sudip, gleas piala, pipet, timbangan
digital, oven, auto clave, LCR meter (3532-50 LCR HiTESTER, Hioki) dan
Scanning Electron Microscopy (SEM).
Metode Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan baku utama yaitu eceng
gondok (Eichornia Crassipes), karbonisasi eceng gondok mengggunakan tanur
pembakaran pada suhu 400ᵒ C selama 30 menit, aktivasi eceng gondok dengan cara
kimia (perendaman menggunakan larutan NaOH) dan fisika (metode hidrotermal),
selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik arang aktif, pengukuran nilai
konduktansi dan kapasitansi dengan LCR meter, analisis morfologi permukaan dan
kandungan unsur arang dengan SEM dan EDX.
Karbonisasi Eceng Gondok
Sebelum dilakukan karbonisasi, eceng gondok dikeringkan dibawah sinar
matahari langsung. Kemudian eceng gondok dipotong dengan ukuran 1-3 mm, dan
dihaluskan dengan blender sampai ukuran 0.5- 1 mm. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah pengerjaan selanjutnya. Kemudian dilakukan karbonisasi
(pengarangan) dengan menggunakan tanur kedap udara pada suhu 400ᵒ C dengan
waktu tahan selama 30 menit (Kurniati 2008), dan kemudian didinginkan sampai
suhu ruang. Hasil penelitian B Abu, Susanti dan Purwaningsih 2010 menjelaskan
bahwa Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka karbon aktif yang dihasilkan
semakin sedikit dan karbon aktif yang dihasilkan semakin pekat maka dengan itu
karbon aktif tersebut memiliki kemampuan menyerap semakin besar karena jumlah
kadar airnya akan semakin sedikit (B Abu, Susanti dan Purwaningsih 2010).
Aktivasi Arang
Arang hasil karbonisasi kemudian dihaluskan sampai ukuran lolos 100 mesh
dan selanjutnya dilakukan aktivasi kimia dengan menggunakan aktifier NaOH,
perbandingan 1:3 (b/b) (arang: NaOH) dengan konsentrasi NaOH 25% 30% dan
35%. Pada proses aktivasi kimia arang direndam dan distirrer magnetik selama 4
jam pada suhu 80ᵒ C lalu ditiriskan (Tan, Ahmad dan Hameed 2007). Arang di
netralisir dengan larutan HCl kemudian dicuci menggunakan aquades hingga
mencapai pH netral dan selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu
105ᵒ C selama 24 jam.
Setelah arang kering dan netral kemudian diaktivasi secara fisika dengan
menggunakan hidrotermal, dalam proses ini arang hasil aktivasi kimia di steam
pada suhu 250ᵒ C dengan waktu tahan selama 2 jam dilakukan pengulangan
sebanyak tiga kali dan arang dikeringkan kembali dengan menggunakan oven pada
suhu 105ᵒ C selama 24 jam untuk menghilangkan air yang berada didalam poripori arang.

6

Uji Daya Serap Iodin
Metode yang digunakan dalam pengujian daya serap iodin adalah metode
iodometri (Rumidatul 2006). Karbon aktif ditimbang sebanyak 0.25 gram,
kemudian dilarutkan dalam 25 mL larutan iodin 0.1 N dalam labu Erlenmeyer. Labu
erlenmeyer tersebut selanjutnya digoyang selama 15 menit, kemudian disaring
dengan kertas saring. Larutan iodin hasil saringan tersebut diambil sebanyak 10 mL
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai warna larutan menjadi bening.
Perlakuan titrasi tersebut dilakukan sebanyak 2 kali.
Uji Sifat Listrik
Pengukuran konduktivitas arang aktif dengan mengunakan alat LCR meter
(3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang). Parameter yang diukur dalam
alat ini adalah Konduktansi (G) dan Kapasitansi (C). Metode pengukuran sifat
listrik dari arang aktif ini dilakukan ketika arang aktif yang sebelum dilakukan
aktivasi dan setelah dilakukan aktivasi. Setiap pengukuran parameter listrik pada
arang aktif digunakan teknik penyimpanan data dengan intruksi average 4 times
yang terdapat pada alat LCR, yang artinya pengukuran setiap parameter diulangi
sebanyak 4 kali dan data rata-rata hasil dari pengukuran parameter listrik arang aktif
disimpan. Sistem pengukuran dilakukan dengan menempatkan arang aktif yang
telah padatkan dengan PCB, sehingga arang aktif ini bersifat sebagai bahan
dielektrik. Skema pengukuran sifat listrik dari arang aktif bisa dilihat pada Gambar
2.

Gambar 2 Skema Pengukuran Konduktansi dan Kapasitansi Listrik
Analisa Morfologi Permukaan Bahan Dielektrik
Analisa SEM bertujuan untuk melihat morfologi permukaan dan bentuk dari
struktur nanoarang yang dihasilkan. Sampel yang di analisa adalah arang aktif
dengan ukuran 100 mesh. Karakterisasi SEM dilakukan menggunakan peralatan
JEOL- JSM 6360.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Serap Iodin
Kereaktifan dari karbon aktif dapat dilihat dari kemampuannya
mengadsorpsi substrat. Daya adsorpsi tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya
angka iod yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat
mengadsorpsi iod. Semakin besar nilai angka iod maka semakin besar pula daya
adsorpsi dari adsorben (Smisek dan Cerny 1970; Yue et al. 2003). Penambahan
larutan iod berfungsi sebagai adsorbat yang akan diserap oleh karbon aktif sebagai

7

adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan
konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan
menitrasi larutan iod dengan natrium triosulfat 0.1 N dan indikator yang digunakan
yaitu amilum (Jamilatun dan Setyawan 2014).
Daya serap iodin adalah parameter untuk mengetahui kemampuan karbon
aktif dalam menyerap molekul-molekul dengan berat molekul kecil (Suzuki 2007).
Pada proses penyerapan ini, molekul-molekul iodin mengisi pori-pori karbon aktif.
Daya serap iodin biasanya dijadikan indikator utama dalam menentukan kualitas
karbon aktif (Tumimor 2014). Hasil pengujian daya serap iodin menunjukkan
bahwa daya serap iodin pada sampel arang dengan konsentrasi NaOH 25%
menunjukkan nilai paling besar diantara sampel yang lainnya yaitu 510.687 (mg/g)
(Tabel 1). Jika dibandingkan dengan kontrol (arang tanpa perlakuan perendaman
NaOH dan hidrotermal) didapatkan bahwa arang yang telah diaktivasi dengan
NaOH dan Hidrotermal 250ᵒ C cenderung lebih besar, akan tetapi pada konsentrasi
NaOH 25% merupakan nilai maksimum titik jenuh sehingga pada penambahan
konsentrasi NaOH yang lebih besar membuat nilai serap iodin kembali menurun
yaitu pada konsentrasi 30% nilai serap iodinnya sebesar 424.19 (mg/g) dan 439.163
(mg/g), pada konsentrasi 35% didapat sebesar 360.9 (mg/g) dan 350.02 (mg/g), hal
ini diakibatkan karena larutan basa yang terlalu pekat dengan bobot arang yang
digunakan sama pada setiap sampel sehingga menutup pori untuk menyerap iodnya.
Adapun pada sampel kontrol menghasilkan nilai serap iodin 324.696 (mg/g) dan
374.3 (mg/g). Penelitian ini juga telah dilakukan oleh Zhang Li li 2010 dengan
menyatakan hasil penelitiannya untuk arang aktif penambahan larutan basa
mendapatkan hasil daya serap tertinggi pada pemberian konsentrasi 25%.
Tabel 1 Nilai serap iodin masing- masing variasi konsentrasi NaOH dan kotrol
Jenis Sampel
Kontrol
Ulangan 1
Ulangan 2

Uji Daya Jerap Iodin (mg/g)

324.696
374.3

Variasi NaOH, dengan hidrotermal
250ᵒ C
25%
Ulangan 1
Ulangan 2
30%
Ulangan 1
Ulangan 2
35%
Ulangan 1
Ulangan 2

510.687
483.863
424.19
439.163
360.9
350.02

8

Karakterisasi Sifat Listrik Arang Aktif
Konduktansi dan Konduktivitas Listrik Arang aktif
Pada Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran konduktansi, terlihat Seiring
bertambah tinggi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi kimia, maka nilai
konduktansinya menurun. Hal ini dikarenakan pada saat perendaman konsentrasi
NaOH 30% dan 35% sudah bertemunya titik jenuh, menjadikan arang aktif pada
saat perendaman dengan bobot arang yang sama dan konsentrasi NaOH terlalu
pekat sehingga pada saat proses penetralan zat- zat pengotor yang terdapat pada
arang sulit untuk terlepas dan menghambat besarnya nilai konduktivitas. Pada
perendaman konsentrasi NaOH 25% menghasilkan nilai konduktansi paling tinggi
yaitu sebesar 8.26 x 10-7 S terdapat pada frekuensi 96401 Hz. Pada frekuensi yang
sama perendaman NaOH konsentrasi 30% nilai konduktansi terlihat menurun yaitu
sebesar 4.56 x 10-7 S, begitu pula pada perendaman NaOH dengan konsentrasi 35%
dan arang aktif kontrol memiliki nilai konduktansinya sebesar 1.33 x 10-13 S. Pada
perendaman konsentrasi 35% memiliki nilai konduktansinya yang sama dengan
arang aktif kontrol yang tanpa perlakuan. Semakin tinggi frekuensi yang diberikan
maka semakin besar juga nilai konduktansinya.
1,80E-06
Konduktansi Listrik(S)

1,60E-06
1,40E-06
1,20E-06
1,00E-06

konduktansi NaOH 25%

8,00E-07

konduktansi NaOH 30%

6,00E-07

konduktansi NaOH 35%

4,00E-07

konduktansi kontrol

2,00E-07
0,00E+00
0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

Frekuensi(Hz)

Gambar 3 Hubungan Konduktansi listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif
Pengujian konduktivitas arang aktif eceng gondok untuk menentukan
seberapa besar bahan tersebut dapat menghantarkan arus listrik. Semakin tinggi
nilai konduktivitas suatu bahan, menyebabkan nilai resistansinya semakin rendah.
Konduktivitas yang tinggi menyebabkan transfer elektron semakin efektif selama
proses charge/discharge berlangsung (Tumimor 2014, Aripin 2007). Berdasarkan
hasil pengukuran, nilai konduktivitas pada Gambar 4 terlihat bahwa konsentrasi
pada saat aktivasi kimia berpengaruh pada nilai konduktivitas listriknya. Arang
aktif yang telah dilakukan peredaman dengan NaOH pada konsentrasi 25%, 30%
dan 35% memiliki nilai konduktivitas listrik berbeda. Berdasarkan hasil pengujian
daya jerap iodin menunjukkan bahwa pada arang aktif yang telah diaktivasi NaOH
25% menghasilkan nilai jerap iodin paling tinggi, begitu juga pada hasil
pengukuran konduktivitas pada perlakuan aktivasi 25% menghasilkan nilai

9

konduktivitas paling tinggi yaitu 5.70 x 10-8 S/cm pada frekuensi 96401 Hz. Nilai
konduktivitas arang aktif eceng gondok ini terletak pada daerah nilai konduktivitas
listrik yang dimiliki oleh material semikonduktor yaitu terletak pada 10-8 S/cm
sampai 103 S/cm (Irzaman et al. 2014; Kwok 1995). Pada frekuensi yang sama
sampel arang kontrol tanpa perlakuan perendaman NaOH dan hidrotermal memiliki
nilai konduktivitasnya cukup kecil yaitu 9.97 x 10-15 S/cm.
Faktor yang membuat konduktivitas arang teraktivasi NaOH lebih besar dari
arang kontrol karena adanya perbedaan resistansi antara arang kontrol dan arang
yang teraktivasi NaOH, dimana arang kontrol memiliki resistansi yang lebih besar
dibandingkan dengan arang yang teraktivasi NaOH. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa nilai konduktivitas suatu bahan akan berbanding terbalik
dengan resistansinya.
Konduktivitas Listrik(S/cm)

1,2E-07
0,0000001
8E-08
konduktivitas NaOH 25%
6E-08

konduktivitas NaOH 30%

4E-08

konduktivitas NaOH 35%

2E-08

konduktivitas kontrol

0
0

20.000

40.000

60.000

80.000 100.000

Frekuensi(Hz)

Gambar 4 Hubungan Konduktivitas listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif
Kapasitansi dan Dielektrik Bahan Arang Aktif
Kapasitansi menggambarkan kemampuan kapasitor untuk menyimpan
energi dan muatan listrik. Kehadiran bahan dielektrik dalam kapasitor
menyebabkan peningkatan nilai kapasitansi. Ketergantungan parameter dielektrik
telah diteliti dengan memplot kurva antara kapasitansi dan frekuensi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai kapasitansi bergantung pada faktor geometri dan
sifat bahan dielektrik. Faktor geometri yang menentukan adalah luas penampang
keping dan jarak antar keping. Sedangkan sifat bahan dielektrik ditentukan oleh
nilai konstanta dielektriknya dan frekuensi sinyal.
Pengukuran kapasitansi pada arang aktif juga ditinjau pada bagian ini. Hasil
pengukuran kapasitansi pada arang aktif perjarak ditunjukkan pada Gambar 5
secara keseluruhan hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi cukup berpengaruh
terhadap nilai kapasitansinya arang aktif. Kapasitansi arang aktif berkurang dengan
peningkatan frekuensi, yang menunjukkan dispersi dielektrik pada arang aktif.
Besarnya perubahan kapasitansi tidak konstan yaitu sekitar 29.3 nF pada frekuensi
rendah dan 1.29x10-4 nF pada frekuensi tinggi.
Pengukuran dilakukan pada 4 sampel, yaitu terdiri dari arang kontrol dan
arang yang sudah dilakukan aktivasi kimia dengan menggunakan variasi
konsentrasi perendaman NaOH 25%, 30% dan 35% dan aktivasi fisika dengan

10

hidrotermal. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada saat perendaman NaOH
35% menghasilkan nilai kapasitansi paling tinggi yaitu 29.3 nF terdapat pada
frekuensi 50 Hz, akan tetapi pada frekuensi 166 Hz sampai 224 Hz dengan masingmasing nilai kapasitansinya adalah 11.3 nF dan 26.7 nF mengalami loncatan yang
terjadi akibat dari getaran frekuensi rendah pada unsur minoritas kandungan arang
yang telah dilakukan aktivasi (Sze 1981). Pada aktivasi kimia perendaman
konsentrasi NaOH 25% nilai kapasitansi menurun yaitu sebesar 10.4 nF pada
frekuensi 101 Hz, sedangkan pada perendaman NaOH konsentrasi 30%
menghasilkan nilai kapasitansi sebesar 2.75 nF pada frekuensi 55 Hz. Berbeda
dengan arang kontrol mengahasilkan nilai kapasitansinya sebesar 1.29 x 10-4 nF
pada frekuensi 823 Hz artinya pada proses aktivasi mempengaruhi besarnya nilai
kapasitansi yang terkandung dalam sebuah material.
Perubahan kapasitansi ini bisa dijelaskan dari efek dielektrik bahan.
Beberapa faktor sangat mempengaruhi sifat dielektrik bahan. Beberapa faktor ini
berhubungan dengan sifat bahan seperti komposisi atau struktur sementara yang
lain terkait dengan kondisi saat pemanasan listrik yang terjadi seperti suhu maupun
frekuensi (Sosa-Morales et al 2010).

Kapasitansi Listrik(nF)

3,00E+01
2,50E+01
2,00E+01
1,50E+01
1,00E+01
5,00E+00
0,00E+00
0

10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000
Frekuensi(Hz)

kapasitansi NaOH 25%

kapasitansi NaOH 30%

kapasitansi NaOH 35%

kapasitansi kontrol

Kapasitansi Listrik(nF)

3,00E+01
2,50E+01
2,00E+01
1,50E+01
1,00E+01
5,00E+00
0,00E+00
50

150

250

350

450

550

650

750

850

Frekuensi(Hz)
kapasitansi NaOH 25%

kapasitansi NaOH 30%

kapasitansi NaOH 35%

kapasitansi kontrol

Gambar 5 Hubungan Kapasitansi listrik terhadap frekuensi pada Arang Aktif

11

Sacara mikroskopik, penurunan konstanta dielektrik seiring dengan
kenaikan frekuensi pengukuran dikarenakan ketika frekuensi yang diaplikasikan
rendah maka elektron akan berosilasi dengan frekuensi yang sama dengan medan
aplikasi dan semua mekanisme polarisasi dapat mengikuti medan aplikasi. Ketika
frekuensi yang diaplikasikan sangat tinggi maka osilasi elektron tidak mampu
mengikuti fluktuasi medan aplikasi, selain itu pada frekuensi tinggi mekanisme
polarisasi tidak dapat mengikuti medan aplikasi. Hal inilah yang menyebabkan nilai
konstanta dielektrik turun seiring dengan bertambahnya frekuensi.
Untuk pengaruh variasi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi kimia terhadap
konstanta dielektrik pada frekuensi pengukuran yang berbeda ditunjukkan pada
Gambar 6. Pada grafik tersebut tampak bahwa, pada frekuensi pengukuran yang
sama dan konsentrasi NaOH yang sama yang semakin besar, maka nilai konstanta
dielektrik akan semakin besar pula. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa gajala ini muncul akibat semakin tinggi konsentrasi NaOH pada saat aktivasi
maka bagian yang terpolarisasi akan semakin tinggi sehingga berdampak pada
semakin tingginya nilai konstanta dielektrik.
30
Dielektrik Bahan

25
20
15
10
5
0
0

10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000
frekuensi(Hz)
Dielektrik bahan NAOH 25%

Dielektrik bahan NAOH 30%

Dielektrik bahan NAOH 35%

Dielektrik bahan Kontrol

Dielektrik Bahan

30
25
20
15
10
5
0
50

150

250

350

450

550

650

750

frekuensi(Hz)
Dielektrik bahan NAOH 25%

Dielektrik bahan NAOH 30%

Dielektrik bahan NAOH 35%

Dielektrik bahan Kontrol

Gambar 6 Hubungan Dielektrik Bahan terhadap frekuensi pada Arang Aktif

850

12

Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur yang Terkandung pada Karbon
Aktif dari Eceng Gondok dengan SEM-EDX
Morfologi karbon aktif eceng gondok, dapat diamati dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM). Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yaitu
difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dihamburkan oleh sampel yang
bermuatan (karena sifat listriknya). Jika sampel yang digunakan tidak bersifat
konduktif, maka sampel terlebih dahulu harus dilapisi (coating) dengan emas. Citra
yang terbentuk menunjukkan struktur dari sampel yang diuji. Spesimen sasaran
sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan
terlalu banyak (Jamilatun dan Martomo 2014).
SEM dapat memberikan gambaran terinci mengenai morfologi permukaan,
yaitu spesifik pada partikel karbon dan pori pada permukaan karbon aktif. Gambar
9 menunjukkan hasil SEM karbon aktif eceng gondok dengan perbandingan karbon
kontrol, karbon dengan perlakuan perendaman NaOH dan dengan perlakuan NaOH
dan hidrotermal, dengan suhu 250ᵒ C, dengan perbesaran hingga 500 kali.
Perlakuan aktivasi mengakibatkan terbentuknya pori pada permukaan karbon aktif.
Perlakuan perendaman dengan variasi konsentrasi NaOH pada proses aktivasi
masing-masing sampel karbon aktif menyebabkan terbentuknya perbedaan struktur
maupun ukuran diameter pori pada permukaan karbon aktif.
Dari Gambar 7 terlihat adanya perubahan dari struktur pori arang tanpa
penambahan aktivator dengan arang yang diaktivasi kimia dan fisika. Ini
mengindikasikan bahwa konsentrasi aktivator dan pemberian panas saat dilakukan
aktivasi fisika dapat menambah besaran pori dan membentuk pori baru. Morfologi
arang aktif dengan aktivasi NaOH 30% memiliki ukuran paling besar yaitu 118.2
μm, pada aktivasi NaOH 25% memiliki ukuran pori 91.95 μm, pada konsentrasi
35% berukuran 82.37 μm begitu juga pada arang kontrol menghasilkan ukuran pori
sebesar 82.53 μm, hal ini berbeda dengan ukuran pori pada sampel yang hanya
dilakukan aktivasi kimia saja memiliki ukuran pori yang berbeda cukup signifikan
yaitu sebesar 30.82 μm. Ukuran pori yang dihasilkan termasuk ke dalam struktur
makropori (Paul 1980). Penambahan konsentrasi pada aktivator membuat sampel
arang aktif menjadi lebih transparan atau tipis sehingga daya kontak karbon akan
semakin besar. Hal ini menandakan bahwa volatile dan tar semakin terlepas dari
karbon karena adanya aktivator tadi. Hal tersebut akan berakibat pada semakin
besarnya luas permukaan aktif dari arang aktif tersebut. Penambahan konsentrasi
dari 25%, 30% dan 35% memiliki hubungan lurus dengan luas permukaan arang
aktif tersebut. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gumelar dkk
2015 dan Lela Mukmilah Yuningsih dkk 2016 arang yang diaktivasi dengan HCl
5M memiliki bentuk pori yang besar dibandingkan dengan HCl 3 M. Maria 2015
luas permukaan dan volum pori karbon aktif akan meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi larutan H3PO4 sebagai aktivator. Peningkatan porositas
juga diakibatkan oleh jumlah impregnating agent yang digunakan, semakin banyak
aktivator yang digunakan akan meningkatan pembentukan pori pada karbon aktif
(Hsu dan Teng, 2000).

13

a

b

c

d

e

Gambar 7 Mikrograf SEM karbon aktif Eceng Gondok (a) tanpa aktivasi, (b)
aktivasi kimia NaOH 25%, (c) aktivasi NaOH 30%, (d) aktivasi NaOH 35%, (e)
aktivasi kimia tanpa hidrotermal perbesaran 500x
Energy Dispersive X-Ray (EDX) merupakan satu perangkat dengan SEM.
Pengukuran EDX merupakan perangkat analisa secara kuantitatif untuk
menentukan kadar unsur dalam sampel. Pengamatan EDX bertujuan untuk melihat
komposisi kimia pada arang aktif. Hasil EDX pada tabel 2 menunjukkan bahwa
kandungan atom karbon yang terkandung dalam arang aktif dengan perlakuan
aktivasi kimia dan aktivasi fisika menggunakan hidrotermal menghasilkan
presentase paling tinggi yaitu terdapat pada arang aktif yang dilakukan peredaman
NaOH 25% sebesar 86.45% dengan aktivitas karbonnya sebesar 80.75% dan
peredaman NaOH 30% sebesar 86.57% dengan aktivitas karbonnya 80.25%,
dilakukannya aktivasi fisika mendapat perlakuan panas sebesar 250ᵒ C dan tekanan
yang mengakibatkan hilangnya unsur pengotor lainnya pada karbon, sehingga
tingginya komposisi unsur karbon yang berada pada karbon aktif teraktivasi dapat
meningkatkan daya adsorpsinya. Hasil aktivitas karbon yang terkandung pada

14

karbon 25% menghasilkan nilai tertinggi, data ini didukung oleh data pada
konduktivitas listrik tertinggi yang didapatkan nilai konduktivitas litrik tertinggi
pada arang yang telah diaktivasi kimia NaOH 25% dan hidrotermal ditunjukkan
pada gambar 4. Jika dibandingkan dengan arang yang hanya dilakukan aktivasi
kimia saja hasilnya cukup signifikan, pada arang yang dilakukan perendaman
NaOH saja terkandung presentase karbon sebesar 57.37% dengan aktivitas
karbonnya 48.28%, hal ini mengakibatkan munculnya banyak unsur minoritas
selain karbon pada arang sebagai pengotor.
Tabel 2 Kandungan unsur masing- masing variasi konsentrasi NaOH dan kontrol
Unsur
AT.%
Arang
Arang Arang Aktif Arang Aktif Arang Aktif
Tidak
aktif
Aktivasi
Aktivasi
Aktivasi
Aktif
Aktivasi
Kimia
Kimia
Kimia
kimia
NaOH 25% NaOH 30% NaOH 35%
dan
dan
dan
Hidrotermal Hidrotermal Hidrotermal
Karbon
83.11
57.37
86.45
86.57
80.17
Oksigen
10.53
30.47
12.54
12.68
16.96
Fluorine
0.16
0.17
Sodium
0.19
5.46
0.21
0.12
Magnesium
0.28
0.58
0.04
0.11
0.40
Alumunium
0.05
0.05
Silikon
0.08
0.01
0.36
0.35
Posfor
0.06
0.02
0.04
Klorin
1.84
1.33
0.04
Kalium
3.02
1.99
Kalsium
0.80
2.20
0.42
0.24
1.52
Mangan
0.10
0.10
Besi
0.06
0.42
0.25
Molybden
0.04
0.01
0.01
Kemurnian C
100
100
100
100
100
C aktif
0
48.28
80.75
80.67
73.67
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan arang aktif telah dilakukan melalui proses aktivasi kimia dengan
menggunakan aktivator NaOH yang divariasikan dan aktivasi fisika dengan metode
hidotermal pada suhu 250ᵒ C dengan waktu tahan 2 jam. Berdasarkan hasil uji daya
serap iodin didapatkan nilai terbesar pada perendaman NaOH 25% yaitu 510.687
mg/g. Nilai ini cukup baik dalam penyerapan iod sehingga dapat dikatakan arang
aktif. Hasil pengukuran sifat listrik didapatkan pada pengukuran konduktansi dan
kapasitansi. Pada konduktansi didapatkan nilai konduktivitas paling tinggi pada
perendaman konsentrasi NaOH 25% yaitu sebesar 5.70 x 10-8 S/cm, berdasarkan
literatur material ini dapat dikatakan bersifat semikonduktor. Sedangkan hasil
pengukuran kapasitansi didapatkan nilai paling tinggi pada perendaman NaOH

15

konsentrasi 35% yaitu sebesar 29.3 nF. Aktivasi fisika arang dengan hidrotermal
dapat meningkatkan aktivitas karbon dan memperbesar ukuran luas permukaan pori
arang aktif.
Saran
Aktivasi fisika dengan menggunakan Hidrotermal sebaiknya ditambahkan
waktu tahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, l998. Eceng Gondok Permasalahan dan Pemanfaatannya. Makalah
seminar ITB. Bandung
Aripin. 2007. Karakterisasi Perilaku Konduktivitas Karbon Aktif Magnetik. Jurnal
Sains Materi Indonesia. 8(2): 150- 154.
Bansode RR, Losso JN, Marshall WE, Rao RM, Portier RJ. 2003. Adsorption of
volatile organic compound by pecan shell- and almond shell-based granular
activated carbons. Bioresource Technology 90: 175-184.
Bonelli PR, Rocca PAD, Cerrela EG, Cukierman AL. 2001. Effect of pyrolysis
temperature on composition, surface properties and thermal degradation rates
of Brazil Nut shell. Bioresource Technology. 76: 15-22.
B Abu A, Susanti D dan Purwaningsih H. 2010. Pengaruh Temperatur Karbonisasi
dan Konsentrasi Zink Klorida (ZnCl2)Terhadap Luas Permukaan Karbon
Aktif Eceng Gondok. Jurusan Teknik Material dan metalurgi. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Choi, Yunn-Hong M. Skliar JJ, Magda, Hee-Kyoung, Lee. 2001. Spatially resolved
broad-band dielectroscopy for material characterization. Utah, USA.
Chitanu E and Ionita Gh. 2012. Hydrothermal Growth Of ZNO Nanowires. The
Scientific Bulletin of VALAHA University- Material and Mechanics.10(7): 913.
Figura LO, Teixeira AA. 2007. Food Physics: Physical Properties Measurement
and Applications, Springer, Berlin. Jerman.
Gumelar D, Yusuf H, Rini Y. 2015. Pengaruh aktivator dan waktu kontak terhadap
kinerja arang aktif berbahan eceng gondok (eichornia crossipes) pada
penurunan COD limbah cair laundry. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
dan Biosistem. 3 (1): 15-23.
Halliday D, Resnick R. 1978. Physics. John Wiley & Sons.Inc
Hambali, Erizal. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodesel. Depok (ID):
Penebar Swadaya.
Haryanti S, Hastuti R B, Hastuti E D dan Nurchayati Y. 2010. Adaptasi Morfologi
Fisiologi dan Anatomi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) di
Berbagai Perbagai Perairan Tercemar. FMIPA UNDIP. 39-46.
Hayashi J, Horikawa T, Takeda I, Muroyama K, Ani FN. 2002. Preparing activated
carbon from various nuthshell by chemical activation with K2CO3.Carbon
40: 2381-2386.

16

Hsu LY, Teng H. 2000. Influence of different chemical reagents on the preparation
of activated carbons from Bituminous coal. Fuel Process. Technol. 64: 155–
166.
Irzaman, Sadiyo S, Nugroho N, Wahyudi I, Agustina A, Komariah R N, Khabibi J,
Ali C Y C P D A, Iftor M, Kahar T P, Wijayanto A dan Jamilah M. 2014.
Electrical Properties of Indonesian Hardwood. International Journal of Basic
& Aplied Science IJBAS-IJEN Bogor Agricultural University. 59 (4) :695704
Ismadji. 2000. Proses Pembuatan dan Manfaat Karbon Aktif. Universitas Katolik
Widya Mandala: Surabaya
Ismadji S, Sudaryanto Y, Hartono SB, Setiawan LEK, Ayucitra A. 2005. Activated
carbon from char obtained from vacuum pyrolysis of teak dust: pore structure
development and characterization. Bioresource Technology 96: 1364-1369.
Jain A, Balasubramanian R and Srinivasan. 2015. Production Of High Surface Area
Mesoporous Activated Carbon From Waste Biomass Using Hydrogen
Peroxide- Mediated Hydrotermal Treatment For Adsorption Applications.
Chemical Engineering Journal. 273(2015): 622- 629.
Jamilatun S dan Setyawan M. 214. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa
dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Asap Cair. Spektrum Industri. 12(1): 112.
Juansah J. 2013. Kajian Spektroskopi Impedansi Listrik Untuk Evaluasi Kualitas
Buah Jeruk Keprok Garut Secara Nondestruktif [Disertasi]. Institut Pertanian
Bogor.
KIM, IK. HONG, I.S. CHOI and C.H. KIM, journal of Ind. And Eng. Chemistry,
2(2) 1996. 116-121.
Kurniati E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif.
Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2): 96-103.
Kurniawan O, Marsono. 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif Pengganti
Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Li li, Zang. Carbon- Based As Supercapacitor Electrodes [thesis]. Singapur.
Departemen of Chamical and Biomolecular Engineering, National University
of Singapore. 2010.
Lempang M. 2014. Pembuatan dan Kegunaan Arang Aktif. Info Teknis
Eboni.11(2): 65-80.
Maria ANS, Arenst A, Aditya P. 2015. Sintesis karbon aktif dari kulit salak dengan
aktivasi H3PO4 sebagai adsorben larutan zat warna metilen biru. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Yogyakarta
Masami GO O, Usui I Y and Urano N. 2008. Ethanol Production From the Water
Hyacinth Eichhornia crassipes By Yeast Isolated From Various
Hydrospheres. African Journal Of Microbiology Research.2:110-113, may,
2008.
Ma’aruf. 2015. Rekayasa Komposit Polimer Epoxy Nano Karbon dari Selulosa
Eceng Gondok dengan Metode Catalythic Graphitization untuk Aplikasi
Peredam Getaran [Disertasi]. Universitas Brawijaya. Malang.

17

Mulyani R, Buchari, Noviandri I dan Ciptati. 2012. Studi Voltametri Siklik Sodium
Dedocyl Benzen Sulfonat Dalam Berbagai Elektroda dan Elektrolit
Pendukung. Journal of Waste Management Technology.15(1).
Nigam J N. 2002. Bioconversion of Water-Hyacinth (Eichhornia crassipes)
Hemicellulose Acid Hidrolystate to Motor Fuel Ethanol by XyloseFermenting Yeast. 107-116.
Pari G, Hendra D, Pasaribu RA. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan
konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia
mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24(1): 33-46.
Pari G, Darmawan S and Prihandoko. 2014. Porous Carbon Spheres From
Hydrothermal Carbonization and KOH Activation On Cassava and Tapioca
Flour Raw Material. Procedia Enviromental Science. 2014; 20: 342-351.
Pplh. 2007. Souvenir dari Limbah Kayu. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup.
Mojokerto.
Prabakaran K, Balamurunga A, Rajeswari S, 2005. Development of Calcium
Phosphate Based Apatie From Hen’s Eggshell. Bull. Matar. Sci 28:115-119.
Paul N. Cheremisnoff and feid Ellerbusch. 1980. “Carbon adsorption Hand Book”,
Anu Arbon Science, USA.
Ratnani R D, Hartati I dan Kurniasari. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok
(Eichornia crassipes) Untuk Menurunkan Kandungan COD (Chemical
Oxugen Demond) pH, Bau dan Warna Pada Limbah Cair Tahu.
Momentum.7(1):41-47.
Rumidatul A. 2006. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben Pada Pengolahan
Air Limbah [Tesis]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Saputra W dan Prasetyo D D. 2010. Selulosa Cross and Bevan Tangkai Eceng
Gondok Sebagai Bahan Baku Papan Partikel. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Sartika N D, Gumbira-sa’id E, Machfud, Sunarti T C dan Pari G. 2014. Kajian
Pembuatan Arang Aktif Berbahan Baku Bagas Tebu Melalui Kombinasi
Proses Karbonisasi Proses Karbonisasi Hidrotermal dan Aktivasi Kimia.
Teknologi Industri Pertanian. 24(2) 157-165.
Shreve, R, N. 1977. “Chemical Process Industries” McGrowHill Kogasha.
Sitkei G. 1986. Mechanics of agricultural materials. Elsevier. New York
Smisek M, Cerny. 1970. Activated carbon: Manufacture, properties and
application. New York: Elsevier Publishing Company.
Sosa-Morales ME, Valerio-Junco L, López-Malo A, García HS. 2010. Dielectric
properties of foods: reported data in the 21st century and their potential
applications. LWT - Food Science and Technology 43. 1169-1179.
Suhendra D dan Gunawan E R. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang Jagung
Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaanya Pada Penjerap Ion
Tembaga (II). Makara, Sains.14(1):22-26.
Suzuki R. 2007. Preparation and characterization of activated carbon from rice
bran. Brazil (BR) : University Estadual de Maringo.

18

Sze S M. 1981. Physics of Semiconductor Devices. 2nd Edition. Published
Simultaneously in Canada.
Tan I A W, Ahmad A L and Hameed. 2007. Preparation of Activated Carbon From
Coconut Husk: Optimization Study On Removal of 2,4,6-trichlorophenol
Using Respone Surface Methodology. Journal of Hazardous Materials.
153(2008): 709-717.
Tawalbeh. 2005. Journal of Applied Science, 5(3)(2005) 482-487.
Tipler PA. 1991. Physics for scientists and engineering. Thirth edition. World
Publisher Inc.
Tjondronegoro, Pantjawarni. 1999. Dampak Eceng Gondok di Indonesia. Jakarta.
Trihadiningrum Y. 2014. The Use Of Water Hyacinth Biomass From Greywater
Treatment Pond For Biogas Production. Jurusan Teknik Sipil dan
Perencanaan. Institut Sepuluh Nopember Surabaya.
Tumimor F R. 2014. Pemanfaatan Karbon Aktif Berbasis Sabut Kelapa dan Bambu
sebagai Elektroda Superkapasitor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Walujodjati A. 2008. Sintesis Hidrotermal Dari Serbuk Oksida Keramik.
Momentum. 4(2): 33-37.
Widiyanto et al, 1991. The Effect of Industrial Polutants on the Growth of Water
Hyacinth Tropical Pest Biology Program SEAMEOBiotrop.Bogor.
Yonathan A, Prasetya A R dan Pramudoono B. 2013. Produksi Biogas dari Eceng
Gondok (Eicchornia crassipies): Kajian Konsistensi dan pH terhadap Biogas
Dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Indonesia. 2(2): 211- 215.
Yoshimura M and Byrappa K. 2008. Hydrothermal Processing Of Materials: Past,
Present and Future. J Mater Sci. 2008; 43: 2085- 2103.
Yue Z, Econ