Degradasi in vitro asam fitat rumput dan legum oleh konsorsium bakteri rumen pencerna serat asal kerbau

DEGRADASI IN VITRO ASAM FITAT RUMPUT DAN LEGUM
OLEH KONSORSIUM BAKTERI RUMEN
PENCERNA SERAT ASAL KERBAU

SKRIPSI
TRIYANA ENGGAR SASMITA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
i

RINGKASAN
Triyana Enggar Sasmita. D24070292. 2013. Degradasi In Vitro Asam Fitat Rumput
dan Legum oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat Asal Kerbau. Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.
: Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M.S., M.Sc.

Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfor (P) yang terbesar pada
tanaman serealia dan leguminosa. Asam fitat mampu didegradasi oleh mikroba rumen
sehingga dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Mikroba di dalam rumen tersebut
didominasi oleh mikroba pencerna serat, seperti isolat bakteri pencerna serat yang
kemampuannya dalam mendegradasi asam fitat belum diketahui. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji degradasi asam fitat pada beberapa jenis rumput dan legum hijauan
pakan oleh konsorsium isolat bakteri rumen dan mengetahui korelasi degradasi fitat
tersebut dengan Volatile Fatty Acid (VFA), NH3, koefisien cerna bahan kering (KCBK)
dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) in vitro.
Penelitian ini dilakukan in vitro dalam dua tahap. Tahap pertama mengkaji
degradasi asam fitat pada beberapa jenis rumput dan legum hijauan pakan oleh
konsorsium isolat bakteri rumen menggunakan isolat bakteri yang diisolasi dari rumen
kerbau yang merupakan koleksi dari laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Pakan yang
digunakan dalam penelitian adalah: Pennisetum purpureum, Paspalum notatum, Setaria
splendida, Indigofera sp., Gliricidia sepium, Calliandra sp. dan Pollard. Peubah yang
diamati yaitu kadar fitat pollard, rumput, dan legum yang difermentasi selama 3, 6 dan

12 jam secara anaerob pada suhu 39°C menggunakan isolat rumen bakteri pencerna
serat. Data degradasi asam fitat dianalisis secra deskriptif. Tahap kedua mengkaji
fermentasi rumput dan legum in vitro. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah
konsentrasi VFA total, konsentrasi NH3, KCBK dan KCBO. Data dianalisis dengan
mengkaji hubungan antara degradasi asam fitat dengan kadar NH3 dan VFA filtrat hasil
fermentasi bahan pakan selama empat jam.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa sebagian asam fitat mampu
didegradasi oleh konsorsium bakteri pencerna serat rumen mulai dari tiga jam
fermentasi. Kemampuan konsorsium bakteri pencerna serat dalam mendegradasi asam
fitat 58,87% hingga 100% pada waktu 12 jam. Tingkat degradasi yang tinggi tersebut
menggambarkan bahwa konsorsium bakteri rumen pencerna serat mampu mendegradasi
asam fitat baik yang terkandung di dalam hasil ikutan industri pertanian (pollard),
leguminosa maupun rumput. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa hasil
total VFA pada sampel Paspalum notatum sebesar 241,45 mM merupakan total VFA
tertinggi, sedangkan Pennisetum purpureum menghasilkan VFA terendah. Total NH3 pada
sampel Indigofera sp. sebesar 14,44 mM merupakan total NH3 tertinggi, sedangkan
Paspalum notatum menghasilkan NH3 terendah dengan hasil 6,11 mM. KCBK tertinggi
dicapai oleh Indigofera sp. sebesar 67,47% dan KCBO tertinggi dicapai oleh Indigofera
ii


sp. sebesar 63,55%. Tidak terdapat korelasi antara penurunan kadar asam fitat dengan
kadar VFA, NH3 dan kecernaan bahan kering serta bahan organik. Asam fitat merupakan
komponen bahan kering pakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam fitat mempunyai
degradasi yang berbeda dengan komponen pakan lainnya.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsorsium bakteri rumen
pencerna serat mampu mendegradasi asam fitat dalam berbagai bahan pakan baik hasil
samping industri, rumput maupun leguminosa. Tingkat degradasi dipengaruhi oleh jenis
bahan tanaman dan lama fermentasi. Tidak terdapat korelasi antara penurunan kadar
asam fitat dengan kadar VFA, NH3 dan kecernaan bahan kering serta bahan organik.
Kata kunci: Asam fitat, konsorsium bakteri, rumen, degradasi, fermentasi

iii

ABSTRACT
In Vitro Degradation of Phytic Acid in Grass and Legumes by Consortium
Bacteria Digesting Fiber Isolated Buffalo Rumen
Sasmita, T. E., T. Toharmat and D. E. Amirroenas
Phytic acid is the major storage of phosphorus in the seeds of legume and cereal. It is
degraded by ruminal bacteria. However the ability of bacteria isolates in degrading
nutrients and phytic acid is not clear. The objective of this study was to evaluate the

ability of sellulolytic bacteria consortium isolated from rumen buffalo to degrade phytic
acid and digest dry matter, as well as organic matter. The first trial evaluated the ability of
sellulolytic bacteria consortiom in degrading phytic acid. The consortium of 6 rumen
bacteria isolates was incubated anaerobically in media containing pollard, legume and
grass for 3, 6 and 12 hours. Phytic acid content contained in the media was determined
before and after fermentation. Data were analyzed according to simple statistic. The
second trial was designed to evaluate the in vitro fermentability of legumes and grasses. The

results suggested that phytic acid was partly degraded by the consortium of rumen
bacteria. Degradation of phytic acid was influenced by type of plant and fermentation
period. There was no correlation between phytic acid degradation and concentration of
VFA, NH3, dry matter and organic matter digestibility. It was concluded that consortium
of rumen bacteria was capable in degrading phytic acid contained in grasses and
concentrates, but its degradation was not affected by the protein degradation and
fermentation of carbohydrate.
Keywords: Phytic acid, bacteria consortium, rumen, degradation, fermentation

iv

DEGRADASI IN VITRO ASAM FITAT RUMPUT DAN LEGUM

OLEH KONSORSIUM BAKTERI RUMEN
PENCERNA SERAT ASAL KERBAU

TRIYANA ENGGAR SASMITA
D24070292

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

v

Judul


: Degradasi In Vitro Asam Fitat Rumput dan Legum oleh Konsorsium Bakteri
Rumen Pencerna Serat Asal Kerbau

Nama

: Triyana Enggar Sasmita

NIM

: D24070292

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M. Agr. Sc)
NIP. 19590902 198303 1 003

Pembimbing Anggota,


(Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas)
NIP. 19610602 198603 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr)
NIP: 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 4 Februari 2013

Tanggal Lulus :
vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April 1989 di
Klaten, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari

tiga bersaudara dari pasangan Bapak Giyoto dan Ibu
Parwiyati. Tahun 1995 penulis mengawali pendidikan
dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 02 Dompyongan,
Klaten, Jawa Tengah dan diselesaikan tahun 2001.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun
2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Jogonalan, Klaten,
Jawa Tengah. Penulis melanjutkan pendidikannya di
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jogonalan pada tahun 2004 dan diselesaikan pada
tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru IPB (SPMB) di Fakultas Peternakan dan pada
tingkat dua masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Tingkat kedua
tahun 2008/2009 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan (HIMASITER) bagian Nutrisi dan Industri (NUTRISARI). Penulis
pernah mengikuti kegiatan magang selama satu minggu di Balai Embrio Ternak
Lembang, Bandung (BIB Lembang) pada tahun 2008.

Bogor, Maret 2013


Triyana Enggar Sasmita
D24070292
vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Degradasi In Vitro
Asam Fitat Rumput dan Legum oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat Asal
Kerbau. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Peternakan.
Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mengkaji degradasi asam fitat pada beberapa
jenis rumput dan legum hijauan pakan oleh konsorsium isolat bakteri rumen dan
mengetahui korelasi degradasi fitat dengan VFA, NH3, KCBK dan KCBO in vitro.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya saran dari berbagai kalangan
untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2013


Triyana Enggar Sasmita
D24070292

viii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................

ii

ABSTRACT ...............................................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................

v

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................


vi

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xii

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan ............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

3

Asam Fitat ....................................................................................
Fermentasi Asam Fitat .................................................................
Aktivitas Fermentasi Rumen ...........................................................
Efektivitas Kecernaan Pakan Hijauan di dalam Rumen ................
Rumput dan Legum ........................................................................

3
4
4
5
6

MATERI DAN METODE ..........................................................................

8

Waktu dan Lokasi ..........................................................................
Materi .............................................................................................
Alat .....................................................................................
Bahan ....................................................................................
Prosedur .........................................................................................
Pembuatan Media Brain Heart Infucion (BHI) .................
Peremajaan Bakteri .............................................................
Analisis Asam fitat ..............................................................
Percobaan 1 : Uji Analisis Fitat Fermentatif in vitro .......................
Fermentasi Bahan dalam Cairan Rumen ..............................
Analisis Asam fitat ..............................................................
Percobaan 2 : Uji Kemampuan Fermentatif Isolat Bakteri in vitro .
Fermentasi ...........................................................................
Pengukuran Konsentrasi VFA .............................................

8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
11
11
12
ix

Pengukuran Konsentrasi NH3 ..............................................
Pengukuran KCBK dan KCBO ............................................
Rancangan dan Analisis Data ..........................................................

12
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

15

Degradasi Asam Fitat ......................................................................
Fermentabilitas in vitro Bahan Pakan Hijauan yang Mengandung
Asam Fitat .......................................................................................
Total VFA ...........................................................................
Kadar Ammonia (NH3) ........................................................
Koefisien Cerna in vitro Bahan Pakan Hijuauan yang Mengandung
Asam Fitat ...........................................................................
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)..............................
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)............................
Korelasi Penurunan Kadar Asam Fitat dengan Kadar VFA,
NH3 dan KCBK serta KCBO ..............................................

15
19
19
20
21
21
21
22

PENUTUP ...................................................................................................

23

Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................

23
23

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

25

x

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.

Halaman
Fermentabilitas dan Koefisien Cerna In Vitro Bahan Pakan
Hijauan yang Mengandung Asam Fitat ..........................................

18

Korelasi antara Penurunan Kadar Fitat pada 12 jam Pertama
Fermentasi dengan kadar VFA, NH3 dan Kecernaan
oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat ...........................

21

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Struktur Asam Fitat .........................................................................

3

2.

Degradasi Asam Fitat Setaria splendida, Calliandra sp. dan
Gliricidia sepium oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat .......

16

Degradasi Asam Fitat Pollard, Pennisetum purpureum, Paspalum
notatum dan Indigofera sp. oleh Konsorsium Bakteri Rumen
Pencerna Serat ..........................................................................................

16

3.

xii

PENDAHULUAN
Latar belakang
Produk tanaman biji-bijian banyak digunakan sebagai sumber nutrien yang
penting bagi manusia dan hewan. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai sumber
karbohidrat, protein dan mineral yang penting bagi kesehatan, pertumbuhan dan
reproduksi. Penggunaan bahan pakan yang berbasis biji-bijian terkendala beberapa
masalah, salah satunya adalah terdapatnya faktor antinutrisi seperti asam fitat.
Asam fitat merupakan bentuk utama penyimpanan fosfor (P) yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh hewan monogastrik. Syamsir (2010) melaporkan bahwa asam fitat
dan senyawa fitat dapat mengikat mineral seperti Ca, Mg, Zn dan Cu sehingga
berpotensi mengganggu penyerapan mineral. Selain mengikat mineral, fitat juga bisa
berikatan dengan protein sehingga menurunkan nilai cerna protein bahan pakan.
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan unsur P dari fitat
dan mengurangi pengaruh negatifnya terhadap utilisasi nutrien lain adalah dengan
penggunaan fitase. Fitase merupakan fosfomonoesterase yang menghidrolisis asam
fitat menjadi ortofosfat anorganik, mio-inositol dan monofosfat (Greiner dan
Konietzny, 2006). Menurut Haros et al. (2001) bahwa keuntungan penggunaan
enzim fitase adalah meningkatkan nutrisi melalui penurunan kandungan fitat dan
mampu meningkatkan aktivitas α-amilase endogen. Praktek penggunaan fitase
komersial telah banyak digunakan pada pakan unggas. Hewan ruminansia berbeda
dengan monogastrik, hewan tersebut mempunyai mikroba di dalam rumen yang
mampu mendegradasi komponen fitat (Hernaman, 2006). Namun degradasi asam
fitat dari bahan yang berbeda belum banyak diketahui, demikian juga mikroba
pencerna serat yang dominan di dalam rumen, seperti halnya isolat bakteri rumen,
kemampuannya dalam mendegradasi asam fitat belum diketahui.
Berbagai jenis bakteri di dalam rumen kemampuan yang berbeda-beda.
Ruminansia menunjukkan kemampuan yang sangat tinggi dalam memanfaatkan
pakan berkadar serat kasar tinggi. Hal ini berarti bahwa bakteri rumen mampu
memfermentasi pakan berserat kasar tinggi. Isolat bakteri yang diisolasi dari rumen
kerbau dan merupakan koleksi dari Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, mampu menghasilkan enzim
pencerna serat dan menunjukkan kemampuannya hidup dalam media berserat kasar
1

tinggi seperti rumput gajah, jerami padi, alang-alang dan serat sawit (Astuti, 2010;
Gayatri, 2010). Inokulasi isolat bakteri rumen pencerna tersebut pada pedet periode
menyusu meningkatkan pertumbuhannya (Rahayu, 2010; Sihombing, 2011; Hadziq,
2011), namun kemampuan isolat bakteri pencerna serat dalam menghidrolisis
molekul asam fitat belum diketahui. Kajian kemampuan isolat bakteri tersebut baik
secara tunggal maupun konsorsium dari beberapa bakteri dalam menghasilkan fitase
akan sangat bermanfaat dalam memanfaatkan konsorsium bakteri tersebut. Penelitian
ini dirancang untuk mengkaji kemampuan konsorsium bakteri rumen dalam
mendegradasi asam fitat sebagai indikator dihasilkannya fitase.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji degradasi asam fitat pada beberapa
jenis rumput dan legum hijauan pakan oleh konsorsium bakteri rumen dan
mengetahui korelasi degradasi fitat tersebut dengan VFA, NH3, KCBK dan KCBO in
vitro.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Asam Fitat
Asam fitat (C6H18O24P6 atau IP6) secara struktural adalah suatu cincin mioinositol yang mengikat penuh fosfat disekeliling cincin (Gambar 1). Biji-bijian
banyak mengandung 60-90% total fosfor dalam bentuk fitat atau garam fitat (Loren,
2005). Syamsir (2010) menyatakan bahwa asam fitat dan senyawa fitat dapat
mengikat mineral seperti Ca, Mg, Zn dan Cu sehingga berpotensi mengganggu
penyerapan mineral. Selain mengikat mineral, asam fitat juga bisa berikatan dengan
protein sehingga menurunkan nilai cerna protein bahan pakan. Menurut Fredlund et
al. (2006) bahwa penambahan fitat dapat mengganggu dalam penyerapan Zn dan
Ca.

Gambar 1. Struktur Asam Fitat (Maenz, 2001)

Asam fitat memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, Graf dan Eaton (1990)
menyatakan bahwa asam fitat memiliki fungsi penting sebagai antioksidan sehingga
dapat menghambat terjadinya radikal bebas dan penyakit kanker. Asam fitat
merupakan antioksidan alami sebesar 1-5% yang terkandung dalam serealia dan
kacang-kacangan.
Menurut Rahmawati (2005) bahwa asam fitat akan berperan sebagai sumber
fosfor dan inositol setelah terjadi proses penguraian (degradasi) di dalam rumen pada
ternak ruminansia, sedangkan pada ternak monogastrik asam fitat masih digunakan
sebagai sumber fosfor dan inositol namun bahan yang mengandung asam fitat perlu
mendapat perlakuan atau mendapat imbuhan pakan berupa enzim fitase. Harland dan
Morris (1995) menyatakan bahwa penyediaan fitase mikroba dalam pakan untuk
meningkatkan pemanfaatan fosfor dari fitat ransum, dapat mengurangi kebutuhan
3

suplementasi fosfor anorganik dalam pakan ternak dan mengurangi dampak
lingkungan dari fosfor ekskreta.
Fermentasi Asam Fitat
Penelitian yang dilakukan oleh Morse et al. (1992) menyatakan bahwa enam
konsentrat yang diinkubasi secara in vitro untuk menentukan tingkat berkurangnya
fitat dari padatan dan cairan. Lebih dari 90% P di fitat berkurang dari padatan antara
6 dan 8 jam inkubasi in vitro (pollard, dedak padi, hominy, bungkil kedelai, bijibijian kering) atau antara 12 dan 24 jam (bungkil biji kapas). Unsur P di dalam
molekul fitat bahan pakan dalam cairan rumen dapat dihidrolisis sempurna dalam
waktu 12 jam kecuali untuk bungkil biji kapas yang membutuhkan waktu selama 24
jam. Hidrolisis cincin inositol untuk melepaskan P in vivo lebih besar dari 99%,
berdasarkan pengumpulan total feses 11 sapi dan penggunaan Cr sebagai penanda
yang dicerna dalam feses dan 94 - 98% untuk sampel yang sama ditetapkan dengan
metode indikator menggunakan acid detergent lignin yang tidak tercerna.
Menurut Park et al. (2002) bahwa domba mampu mendegradasi sebagian
asam fitat bungkil biji kapas di dalam usus besar, meskipun demikian lebih dari 10%
P dalam pakan dalam bentuk inositol fosfat diekskresikan dalam feses. Hal ini
menunjukkan bahwa bungkil biji kapas mengandung P yang tidak tersedia untuk
domba dan degradasi fitat terutama terjadi didalam rumen.
Aktivitas Fermentasi Rumen
Rumen dihuni oleh tiga jenis mikroorganisme anaerob, yaitu bakteri,
protozoa, dan fungi. Tetapi yang paling banyak jenisnya dan lebih beragam macam
substratnya adalah bakteri. Populasi bakteri dalam rumen sangat tinggi, yaitu 1091010/ml (Theodorou dan France, 2005). Berdasarkan macam substrat yang
disukainya, bakteri rumen dapat dikelompokkan sebagai bakteri pencerna selulosa,
pencerna hemiselulosa, pencerna pati, pencerna gula dan bakteri pengguna produk
sekunder.
Mikroba rumen yang bersifat anaerob adalah penting dalam proses fermentasi
rumen karena dapat melakukan berbagai jenis reaksi dan interaksi dengan pakan
yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan komponen-komponen nutrien yang

4

dapat diserap dan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh ternak. Selain sifatnya yang
anaerob, mikroba rumen juga memerlukan kondisi yang pH 6–7 dan suhu 38-42°C.
Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen yaitu, 109-1010 /ml cairan
rumen, sedangkan populasi protozoa adalah 105-106/ml cairan rumen. jenis bakteri
yang umum terdapat dalam rumen secara in vitro adalah Fibrobacter succinogenes,
Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, Streptococcus bovis, Prevotella
ruminicola, dan Megasphaera elsdenii (McDonald et al., 1995). Bakteri rumen
merupakan spesies yang penting dan menunjukkan substrat yang digunakan serta
produk dari fermentasi. Bakteri rumen yang diisolasi in vitro tidak sepenuhnya
berlaku pada in vivo. Jumlah total bakteri dan populasi relatif dari spesies individu
dan bervariasi dengan pakan ternak.
Mikroorganisme rumen dan hewan ruminansia hidup dalam simbiosis
mutualisme. Keuntungan hewan ruminansia dengan adanya mikroorganisme rumen
dapat mencerna pakan atau sebaliknya mampu menggunakan dan menghasilkan
nutrien yang dibutuhkan. Hal tersebut yang membuat penetapan pemberian jumlah
pakan pada ruminansia lebih rumit, karena pemberian pakan ruminansia tidak hanya
untuk hewan sendiri tetapi juga untuk mikroorganisme.
Efektivitas Kecernaan Pakan Hijauan di dalam Rumen
Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan
dihasilkan energi berupa asam-asam lemak antara lain asetat, propionat, dan butirat.
Asam-asam lemak tersebut dapat menggambarkan fermentabilitas suatu pakan.
Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu
pertama hidrolisis karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dan yang kedua
adalah fermentasi gula sederhana oleh mikroba rumen menghasilkan antara lain VFA
yang berupa asam asetat, propionat dan butirat, CO2 dan metan (McDonald et al.,
2002). Konsentrasi VFA yang meningkat dapat mencerminkan tingginya kadar
karbohidrat yang mudah larut dalam pakan.
Total VFA yang diproduksi sebagian besar langsung diserap oleh rumen,
reticulum dan omasum, sekitar 10–20% lolos dari abomasum dan akan diserap di
usus kecil. Beberapa produk pencernaan karbohidrat di dalam rumen digunakan oleh
mikroorganisme untuk membentuk polisakarida komponen sel (McDonald et al.,
2002).
5

Komposisi VFA di dalam rumen berubah dengan adanya perubahan
komponen pakan basal, tipe karbohidrat pakan, bentuk fisik pakan, tingkat konsumsi,
frekuensi pakan, dan penggunaan aditif kimia (France dan Dijkstra, 2005). Meskipun
demikian secara umum perbandingan VFA di dalam rumen berkisar pada 65% asetat,
21% propionat, dan 14% butirat. (McDonald et al., 2002).
Rumput dan Legum
Rumput-rumputan

digolongkan

ke

dalam

tanaman

family

Poaceae

(Gramineae), rumput digunakan untuk melengkapi kebutuhan pakan ternak lokal di
dunia. Rumput-rumputan meliputi sod crops dan cereals yang jumlahnya dapat
mencapai 10.000 spesies dan dikelompokkan ke dalam 785 genus, sedangkan legum
digolongkan ke dalam tanaman family Fabaceae yang jumlahnya 12.000 spesies dan
dapat dikelompokkan ke dalam lebih dari 500 genus.
Hijauan pakan yang berupa rumput-rumputan kaya akan lemak, gula,
mineral, dan bagian karbohidrat (hemiselulosa, selulosa, dan lignin). Beberapa
bagian dari karbohidrat dalam bentuk serat kasar dapat dicerna oleh enzim mikroba
rumen. Mikroflora di dalam rumen atau kolon pada herbivora mampu mengubah
hemiselulosa dan selulosa menjadi produk yang dapat digunakan oleh herbivora
tersebut memberikan keuntungan ekologis pada mikroflora itu sendiri. Banyak
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai koefisien cerna rumput-rumputan
sebagai pakan ternak, diantaranya adalah spesies dan varietas, kedewasaan,
kesuburan tanah, lingkungan, dan manajemen hasil panen. Rumput-rumputan mampu
menyediakan sumber nutrien utama untuk ternak. Selain menyediakan pakan untuk
ternak, rumput dapat digunakan untuk mencegah erosi tanah, memperbaiki struktur
tanah, manajemen yang buruk dan melindungi air tanah (Cherney dan Cherney,
2005).
Rumput perennial dilihat dari segi nutrisi, (hidup lebih dari satu tahun)
kurang disukai dibandingkan dengan tanaman legum perennial. Rumput perennial
pada umumnya mengandung serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
legum, menghasilkan dry matter intake (konsumsi bahan kering) yang lebih rendah
dan berakibat rendahnya produktivitas ternak jika digunakan sebagai sumber pakan
yang utama. Kedewasaan atau umur rumput adalah faktor paling penting dalam
mengontrol kualitas hijauan rumput, dengan asumsi tidak ada komponen antinutrisi,
6

karena terdapat hubungan negatif yang kuat antara kematangan dan kecernaan
(Cherney dan Cherney, 2005).
Rumput dapat diberikan sesuai dengan jumlah produksi atau performan
hewan ternak. Performan ternak merupakan fungsi dari nutrien yang konsentrasi
nutrien pakan, kecernaan komponen pakan, absorbsi dan efisiensi metabolisme.
Intake dan kecernaan komponen nutrien pakan serta efisiensi penggunaan pakan
dapat menentukan performan ternak (Cherney dan Cherney, 2005).
Tingkat pencernaan pakan oleh ternak dapat digunakan untuk memprediksi
respon hewan terhadap pakan. Lignin merupakan unsur bahan kimia pokok yang
sering diketahui sebagai pembatas kecernaan serat dan pakan secara keseluruhan.
Lignin yang tidak dapat dicerna atau dihidrolisis oleh enzim mikroba di dalam rumen
ternak ruminansia merupakan penghambat pencernaan hemiselulosa. Setiap spesies
mempunyai hubungan yang berbeda dengan komposisi bahan kering lignin dan
kecernaan bahan kering.
Legum mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumput. Tanaman tersebut mempunyai hubungan simbiotik dengan bakteri pengikat
nitrogen rhizobia, yang mengurangi ketergantungan tanaman tersebut pada pupuk
nitrogen. Kadar lignin pada legum yang relatif lebih tinggi daripada rumput
mempengaruhi tingkat kecernaan pada ternak ruminansia. Legum umumnya
merupakan pakan yang berkualitas tinggi, namun beberapa tanaman legum
mengandung beberapa faktor antinutrisi seperti koumarin, mimosin, fitat,
phytoestrogen,saponin, slaframin, tannin, asam amino beracun, inhibitor tripsin.
Komponen

antinutrisi

tersebut

dalam

legum

merupakan

kendala

dalam

pemanfaatannya sebagai pakan. Faktor antinutrisi tersebut tidak selalu merugikan,
sebagai contoh tanin yang diberikan dalam level tertentu dapat memperlambat
pemecahan protein dalam rumen dan meningkatkan pemanfaatan protein berkualitas
tinggi (Cherney dan Cherney, 2005).

7

MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan November 2011.
Semua kegiatan dikonsentrasikan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian adalah alumunium foil, kertas label,
tutup karet, isolasi panfix, plastik tahan panas, spoit, buret, pipet mikro, stirer, pipet
volumetrik, bulp, kertas pH, sprayer, botol selai, gelas piala, gelas ukur, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, tabung fermentor, eksikator, magnetic stirrer, tabung gas
CO2, oven 105 °C, oven 60 °C, timbangan digital, autoclave, heater, shaker
waterbath, vortex dan spektrofotometer UV 200 RS.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah cairan rumen yang telah
disterilkan didapatkan dari rumah potong hewan (RPH) milik PT. Elders, sumber
inokulum yang digunakan yaitu enam isolat bakteri campuran (A27, I8, A9, A3, B61,
B6) rumen kerbau koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, pollard, legum
(Leucaena leucocephala, Indigofera sp., Calliandra sp. dan Gliricidia sepium),
rumput (Pennisetum purpureum, Panicum sp., Brachiaria humidicola, Setaria
splendida dan Paspalum notatum), aquades, medium brain heart infusion (BHI),
glukosa, celubiosa, cystein-HCl, resazurin, hemin, larutan HNO3 0,5 M, sodium
fitat, ferric ammonium sulphate, amyl alcohol, ammonium thycianate (NH4CNS),
dan larutan McDougall.
Prosedur
Pembuatan Media Brain Heart Infucion (BHI)
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media BHI terdiri dari BHI
powder, cystein HCl, pati, glukosa, celubiosa, resazurin, dan hemin. Bahan-bahan
8

penyusun media adalah: larutan BHI 3,7 g dalam 100 ml, cystein HCl 0,05 g, pati
0,05 g, glukosa 0,05 g, celubiosa 0,05 g, resazurin 0,2 ml, hemin 0,5 ml. Setelah
semua bahan dicampurkan ke dalam larutan, larutan tersebut dipanaskan hingga
seluruh bahan larut. Selajutnya larutan dialiri dengan CO2 selama 20 menit,
kemudian sebanyak 5 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
untuk disterilisasi dalam autoclave selama 15-20 menit (Schlegel, 1994).
Peremajaan Bakteri
Media basal yang berupa larutan BHI sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sambil dialiri gas CO2, kemudian tabung ditutup dengan tutup karet
dan dilapisi panfik agar keadaan media tumbuh bakteri tetap dalam kondisi anaerob.
Isolat bakteri disuntikkan sebanyak 0,1 ml dengan konsentrasi bakteri 108 cfu/ml
kemudian dikocok supaya bakteri tercampur dan dapat tumbuh pada media yang
digunakan. Kemudian disimpan di dalam shaker water bath selama 7 jam dengan
suhu 39 ºC.
Percobaan 1: Uji Analisis Fitat Fermentatif in vitro
Fermentasi Bahan dalam Cairan Rumen. Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke
dalam tabung fermentor, selanjutnya 40 ml larutan McDougell dan 5 ml cairan
rumen steril serta 5 ml isolat bakteri campuran konsentrasi bakteri 108 cfu/ml dialiri
dengan CO2. Selanjutnya diinkubasi selama 3, 6, dan 12 jam. Setelah fermentasi,
filtrat beserta sampel di dalamnya dianalisis kadar fitatnya dengan menggunakan
metode Davies dan Ried (1979). Masing-masing pengamatan dilakukan secara duplo.
Analisis Asam fitat. Analisis kadar asam fitat dalam sampel dilakukan menurut
metode (Davies dan Ried, 1979).
a. Pembuatan Kurva Standar
Lima buah tabung reaksi masing-masing dimasukkan ke dalamnya 0,1; 0,2;
0,3; 0,4; 0,5 larutan asam sodium fitat 1,1 mM. Kemudian ditambahkan akuades
sehingga semua tabung volumenya menjadi 0,5 ml. Selanjutnya 1 ml larutan
ammonium ferry sulphate dan 0,9 ml HNO3 dimasukkan ke dalam masingmasing tabung. Tabung reaksi lalu ditutup dengan alumunium foil dan direndam
dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan sampai mencapai suhu
ruang, larutan ditambah 5 ml amil alkohol dan 0,1 ml larutan amonium tiosianat.
9

Isi tabung diaduk dengan cara menggoyangkan tabung tersebut. Tepat 15 menit
setelah penambahan larutan ammonium thiosianat, larutan dalam tabung reaksi
diukur absorbansinya dengan spektrofometer pada panjang gelombang 465 nm.
Amil alkohol digunakan sebagai larutan blanko. Jumlah asam fitat dalam masingmasing larutan fitat dihitung dengan mengetahui berat molekul asam fitat
(BM=660,08). Data kemudian digunakan untuk membuat kurva standar yang
menunjukkan hubungan antara jumlah asam fitat dengan absorbansi asam fitat
berdasarkan persamaan regresi linier: Y = a + bx; Y = absorbansi larutan asam
fitat, x = jumlah asam fitat dalam tiap larutan asam fitat. Persamaaan yang
diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung jumlah asam fitat dalam bahan
uji yang telah diukur absorbansinya pada tahap pengukuran absorbansi filtrat.
b. Ekstrak dan Pengukuran Absorbansi Filtrat
Sebanyak 0,5 g bahan disuspensikan dalam 50 ml HNO3 0,5 M, sedangkan
untuk filtrat hasil inkubasi sebanyak 50 ml ditambahkan 1,7 ml HNO3 pekat dan
diaduk selama 3 jam di atas penggoyang elektrik pada suhu ruang, kemudian
disaring dan kadar asam fitat dalam filtrat yang diperoleh selanjutnya dianalisis.
Sebanyak 0,05 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1,25 ml larutan HNO3 0,5 M serta 0,1 ml larutan ammonium ferry
sulphate. Tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil dan direndam dalam air
mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan sampai mencapai suhu ruang,
ditambahkan 5 ml amil alkohol dan 0,1 ml larutan ammonium thiosianat. Isi
tabung diaduk dengann cara menggoyangkan tabung tersebut. Tepat 15 menit
setelah penambhan larutan ammonium thiosianat, larutan dalam tabung reaksi
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 465 nm
dengan larutan amil alkohol sebagai blanko. Kadar asam fitat dalam bahan (mg/g
bahan kering) dihitung dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan
kurva standar asam fitat.
Percobaan2:Uji kemampuan Fermentatif Isolat Bakteri In vitro
Fermentasi. Metode ini diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu 0,5 g sampel
yang dimasukkan ke dalam tabung fermentor, kemudian ditambahkan 40 ml larutan
McDougall di dalam shakerwater bath dengan suhu 39 oC. Setelah itu cairan rumen
steril dimasukkan sebanyak 5 ml dan isolat bakteri campuran sebanyak 5 ml
10

konsentrasi bakteri 108 cfu/ml, tabung dikocok dengan dialiri gas CO2 selama 30
detik. pH (6,5-6,9) dan kemudian ditutup dengan tutup karet, dan difermentasi
selama 4 jam.
Setelah 4 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka, diteteskan 2-3 tetes HgCl2
jenuh untuk membunuh bakteri mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam
sentrifuge, sentrifuge dilakukan dengan kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit.
Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening
berada di bagian atas.
Pengukuran Konsentrasi VFA (Steam Destilation Method). Supernatan yang
berasal dari proses fermentasi diambil sebanyak 5 ml, kemudian dimasukan ke dalam
tabung destilasi. Tabung destilasi dimasukkan dalam labu penyulingan yang berisi air
mendidih (dipanaskan terus menerus). Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N
diletakkan dibawah selang tampungan. Satu ml H2SO4 15% ditambahkan ke tabung
destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian penutup kaca segera ditutup,
dibilas dengan akuades secukupnya. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan
terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk ditampung labu Erlenmeyer yang
berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai mencapai 300 ml. Indikator PP (phenol pthalin)
ditambah sebanyak 2–3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat
berubah dari merah menjadi merah muda. Konsentrasi HCl 0,5 N sebagai titrat telah
distandarisasi sehingga didapat konsentrasi dengan 4 digit dibelakang koma.
Produksi VFA total dihitung dengan rumus :
(a-b) ml x N HCl x 1000/5 ml
mM VFA total =
g sampel x BK sampel
Keterangan :
a = volume titran blangko
b = volume titran contoh
Pengukuran konsentrasi NH3 (Conway Micro Difussion Method). Supernatan
yang sama dengan analisa VFA diambil 1,0 ml kemudian ditempatkan pada salah
satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh sebanyak 1,0 ml ditempatkan
pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh
11

campur). Larutan asam borat berindikator sebanyak 1,0 ml ditempatkan dalam cawan
kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi
vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan
supernatan hingga merata dengan cara menggoyang – goyangkan dan memiringkan
cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24
jam suhu kamar tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4
0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Hasil titrasi
dicatat. Perhitungan Kadar NH3 dihitung dengan rumus :
ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000
N NH3 (mM) =
g sampel x BKsampel
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien cerna
Bahan Organik (KCBO) (Metode Tilley and Terry, 1963). Tabung fermentor
yang telah diisi dengan 0,5 g sampel, ditambahkan 40 ml larutan McDougall. Tabung
dimasukkan ke dalam shakerwater bath dengan suhu 39 oC, kemudian diisi cairan
rumen steril sebanyak 5 ml dan isolat bakteri campuran 5 ml, tabung dikocok dengan
dialiri CO2 selama 30 detik, pH dicek (6,5 – 6,9) dan kemudian ditutup dengan tutup
karet prote dan di fermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam tutup karet tabung
fermentor dibuka dan diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh bakteri mikroba.
Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge dengan kecepatan 4.000 rpm
selama 15 menit. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge pada kecepatan
4.000 rpm selama 15 menit ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran
ini lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Hasil pencernaan
hidrolisis (residu)

disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 (yang sudah

diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas
saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven
105 °C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen+kertas saring+residu
dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar
bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik
selama 6 jam pada suhu 450–600 oC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar
bahan organiknya. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel.

12

Berikut rumus perhitungan KCBK dan KCBO :
BKsampel(g)-(BKresidu(g)-BKblanko(g))
%KCBK =

x 100%
BKsampel
BOsampel(g)-(BOresidu(g)-BOblanko(g))

%KCBO =

x 100%
BOsampel

Keterangan : KCBK = Koefisien Cerna Bahan Kering (%), KCBK = Koefisien
Cerna Bahan Organik (%), BK = Bahan Kering (g), BO = Bahan Organik (g)
Rancangan dan Analisis Data
Pada kajian yang pertama tujuh sampel pakan bahan percobaan difermentasi
dengan inokulan konsorsium bakteri rumen pencerna serat dan dilakukan pengukuran
peubah pada jam ke 3, 6 dan 12 jam. Peubah yang diamati yaitu kadar fitat pada
pollard, legum dan rumput. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Kajian yang kedua digunakan enam sampel pakan masing-masing 3 rumput
dan 3 legum sebagai percobaan yang difermentasi dengan inokulum isolat bakteri
rumen pencerna serat. Peubah yang diamati yaitu VFA, NH3, KCBK, KCBO.
Analisis korelasi (Steel and Torrie, 2006) dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara degradasi asam fitat dengan kadar NH3 dan VFA filtrat hasil fermentasi bahan
pakan selama 4 jam.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Degradasi Asam Fitat
Degradasi asam fitat merupakan proses pemecahan ikatan antara gugus mioinositol dan gugus asam fosfat oleh enzim fitase yang dihasilkan mikroba dalam
rumen (Bedford dan Partridge, 2001). Bahan pakan dengan kadar fitat tinggi
umumnya berasal dari biji-bijian. Biji serealia mengandung fitat 1–2% BK, bahkan
dapat mencapai 3-6% (Febles et al., 2002). Kadar asam fitat dalam bahan pakan
legum dan rumput dalam kajian ini sangat bervariasi yaitu berkisar antara 1,913,72% BK. Secara umum data yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kelompok
rumput mengandung fitat yang lebih tinggi dari kelompok legum. Namun perbedaan
antar spesies juga terlihat cukup jelas. Jumlah asam fitat bervariasi tergantung pada
varietas, kondisi iklim, lokasi, irigasi, tipe tanah dan keadaan lingkungan selama
tanaman itu tumbuh (Reddy et al., 1982). Kadar fitat pada tanaman tergantung kadar
fosfor dalam tanah, dan pemupukan tanaman dengan fosfat yang berlebih akan
meningkatkan kadar asam fitat atau garam fitat (Maga, 1982).
Gambar 2 dan 3 menunjukkan kemampuan konsorsium bakteri rumen
pencerna serat mampu mendegradasi asam fitat, protein dan mencerna bahan kering
dan bahan organik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsorsium bakteri
rumen mampu mendegradasi antara 58,87% hingga 100% asam fitat rumput dan
legum. Tingkat degradasi yang tinggi tersebut menggambarkan bahwa konsorsium
bakteri rumen pencerna serat mampu mendegradasi asam fitat baik yang terkandung
di dalam hasil ikutan industri pertanian (pollard), leguminosa maupun rumput.
Namun perbedaan tingkat dengradasi menggambarkan bahwa karakteristik asam fitat
dalam pollard, rumput dan legum berbeda-beda. Menurut Maenz (2001) proses
degradasi asam fitat tergantung kepada total aktifitas fitase yang berasal dari
tanaman, hewan atau sumber mikroba dan digabungkan dengan faktor lainnya seperti
bentuk dan lokasi phytin dalam bagian tanaman dan kondisi reaksi fisik.
Asam fitat dapat didegradasi dalam cairan rumen lebih dari 9 jam
(Rahmawati, 2005). Degradasi fitat sangat dipengaruhi oleh jenis sumbernya. Pada
bahan pollard, Pennisetum purpureum, Setaria splendida dan Indigofera sp. kadar
fitat masih cukup tinggi, namun pada Paspalum notatum, Calliandra sp. dan
Gliricidia sepium kadar asam fitat menurun drastis setelah inkubasi mencapai 12
14

jam. Morse et al. (1992) melaporkan bahwa enam konsentrat yang di inkubasi in
vitro untuk menentukan tingkat berkurangnya fitat dari padatan dan cairan. Lebih
dari 90% P terikat molekul fitat berkurang dari padatan antara 6 dan 8 jam inkubasi
in vitro (pollard, dedak padi, hominy, bungkil kedelai, biji-bijian kering) atau antara
12 dan 24 jam (bungkil biji kapas). Molekul yang mengandung P yang merupakan
komponen fitat mampu dihidrolisis dalam waktu 12 jam, kecuali fosfor fitat bungkil
biji kapas dapat dihidrolisis setelah 24 jam inkubasi.
Aktivitas konsorsium bakteri rumen pencerna serat yang tergambarkan oleh
degradasi asam fitat Gambar 2 yang diperkirakan sudah mencapai kemampuan
degradasi fitat yang tinggi setelah inkubasi selama 12 jam. Inkubasi selama 3 jam
dan 6 jam degradasi fitat masih sangat bervariasi antar jenis bahan pakan. Hal ini
menggambarkan bahwa kemampuan konsorsium bakteri masih sangat tergantung
kepada jenis pakan. Asam fitat dalam bahan pollard, Pennisetum purpureum, Setaria
splendida, Calliandra sp, dan Gliricidia sepium asam fitat pada jam ke 3 dan 6 masih

belum mengalami penurunan yang berarti, bahkan pada pollard dan Pennisetum
purpureum masih tetap seperti kadar semula. Terjadinya variasi degradasi asam fitat

antar waktu pada bahan yang sama, dapat disebabkan akibat pertumbuhan bakteri
atau produksi fitase yang masih belum stabil pada awal inkubasi.
Gambar 2. menunjukkan bahwa kadar fitat pada jam ke 3, hijauan rumput
Setaria splendida, legum Calliandra sp. dan Gliricidia sepium namun jam ke-6
mengalami peningkatan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa konsorsium bakteri
rumen pencerna serat belum mampu menghasilkan fitase dan bekerja dengan baik
sebelum masa inkubasi 12 jam dan golongan tanaman legum mengandung kadar
protein tinggi serta mengandung tanin yang mampu mengikat asam fitat. Kadar asam
fitat pada waktu inkubasi 3 jam menunjukkan bahwa asam fitat masih terikat dengan
antinutrisi, sehingga setelah inkubasi 3 jam asam fitat terlepas dan didegradasi oleh
bakteri rumen.
Secara umum fermentasi diketahui dapat mengurangi kadar asam fitat yang
berlebih pada legum (El Hag et al., 2002). Mohamed et al. (2011) melaporkan bahwa
bakteri Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri yang paling efektif untuk
mendegradasi kadar asam fitat. Fermentasi menggunakan bakteri tersebut, setelah 72

15

jam mampu menurunkan kadar fitat sebesar 77,0%, 69,2% dan 85,4% masingmasing untuk kedelai, kacang hijau dan kacang merah.

Gambar 2. Degradasi Asam Fitat Setaria splendida, Calliandra sp. dan Gliricidia sepium
oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat

Gambar 3. Degradasi Asam Fitat Pollard, Pennisetum purpureum, Paspalum notatum dan
Indigofera sp. oleh Konsorsium Bakteri Rumen Pencerna Serat

Perbedaan degradasi asam fitat menyebabkan perbedaan laju pelepasan P dari
pakan. Semakin lambat pelepasan P maka semakin tinggi proporsi asam fitat yang
tidak sempat mengalami degradasi di dalam rumen. Kelambatan degradasi asam fitat
diperkirakan berpengaruh pada kecernaan dan ketersediaan nutrien lain dari bahan
pakan. Menurut Syamsir (2010) asam fitat juga bisa berikatan dengan protein
16

sehingga menurunkan nilai cerna protein bahan pakan. Menurut Oatway et al. (2001)
asam fitat juga mengikat karbohidrat sehingga memberikan efek merugikan bagi
ternak.
Gambar 3. menunjukkan bahwa kadar fitat pada pollard inkubasi 3 jam
belum mengalami penurunan, hal ini diperkirakan disebabkan oleh tingginya pati
karbohidrat yang dapat terikat dengan asam fitat, sehingga asam fitat belum mampu
terdegradasi. Asam fitat rumput Pennisetum purpureum dan Paspalum notatum pada
inkubasi 3 jam sudah mampu didegradasi oleh konsorsium bakteri rumen pencerna
serat, karena hijauan rumput yang memiliki kadar nutrisi rendah dan tidak
mengandung antinutrisi, sedangkan Indigofera sp. termasuk tanaman legum yang
mengandung kadar protein tinggi dan mengandung tanin. Hal ini menunjukkan
bahwa tanin yang mudah dihidrolisis tidak mempunyai ikatan yang kuat untuk
mengikat asam fitat. Konsorsium bakteri rumen pencerna serat lebih mudah
mendegradasi asam fitat yang berikatan dengan protein daripada karbohidrat.
Kecernaan protein dapat dipengaruhi oleh degradasi asam fitat. Fitat mampu
mengikat molekul protein dan menurunkan kecernaannya. Karakter dari asam fitat
dalam hijauan kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk melindungi protein yang
mudah mengalami degradasi. Setaria splendida dan pollard mempunyai molekul
asam fitat yang tahan degradasi hingga 12 jam, sedangkan Calliandra sp. dan
Gliricidia sepium mempunyai molekul fitat yang mampu bertahan hingga 6 jam.
Degradasi akan sangat tinggi jika telah mencapai fermentasi 12 jam. Kemampuan
daya ikat asam fitat terhadap protein memungkinkan asam fitat tersebut dapat
melindungi protein yang mudah didegradasi dari aktifitas enzim asal mikroba rumen.
Kondisi tersebut memungkinkan penggunaan komponen asam fitat pakan sebagai
pelindung protein yang mudah didegradasi.
Syamsir (2010) menyatakan bahwa asam fitat dan senyawa fitat dapat
mengikat mineral bervalensi dua seperti Fe, Ca, Mg, Zn dan Cu sehingga berpotensi
mengganggu peneyerapan mineral tersebut. Lambatnya degradasi asam fitat
diperkirakan akan mengganggu ketersediaan mineral pada ternak.

Perbedaan

degradasi asam fitat dalam berbagai hijauan pakan dapat menyebabkan adanya
variasi dalam ketersediaan mineral. Ketahanan asam fitat terhadap degradasi dalam
rumen hingga 12 jam diperkirakan akan banyak mengganggu ketersediaan mineral
17

bervalensi dua bagi bakteri rumen dalam selang waktu tersebut terutama pada awal
fermentasi.
Fermentabilitas In Vitro Bahan Pakan Hijauan
yang Mengandung Asam Fitat
Total VFA
Total VFA dan NH3 yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh mokroba
rumen menggambarkan tingkat fermentabilitas komponen karbohidrat dan protein
atau nitrogen bukan protein suatu bahan pakan yang dikaji. Tabel 1. dicantumkan
total VFA yang diproduksi selama 4 jam inkubasi dari bahan pakan hijauan yang
mengandung asam fitat.
Tabel 1. Fermentabilitas dan Koefisien Cerna In Vitro Bahan Pakan Hijauan yang
Mengandung Asam Fitat
Fermentabilitas (mM)

Bahan Pakan

Koefisien Cerna (%)

VFA

NH3

Bahan Kering

Bahan Organik

Setaria splendida

150,81±87,71

9,32±2,50

22,56±3,16

18,78±2,79

Paspalum notatum

241,45±45.54

6,11±0,82

20,19±1,32

17,71±1,23

Pennisetum purpureum

144,04±118,86

7,90±2,58

19,37±3,61

16,66±3,36

Gliricidia sepium

222,86±156,19

13,73±0,23

46,54±3,16

40,23±3,41

Calliandra calothyrsus

158,31±51,38

10,33±0,48

33,87±0,48

30,36±0,67

Indigofera sp.

189,07±16,71

14,44±0,02

67,47±0,19

63,55±0,21

Sumber energi (VFA) yang dihasilkan ini merupakan produk akhir dari
proses fermentasi bahan pakan dalam rumen yang terdiri dari asam utama berupa
asetat, propionat, butirat, isobutirat, valerat dan isovalerat. VFA menyediakan
sebesar 50-70% dari energi yang dibutuhkan oleh ternak itu sendiri atau induk
semang (Damron, 2003).
Konsentrasi VFA optimum bagi pertumbuhan mikroba di dalam rumen
berkisar 70-130 mM (France dan Dijkstra, 2005). Hasil penelitian ini diperoleh.
konsentrasi total VFA 150-241 mM. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan
nutrient telah mencukupi kebutuhan mikroorganisme rumen untuk melaksanakan
aktivitasnya. Konsentrasi total VFA dapat menurun hingga 30 mM dan meningkat
hingga 200 mM tergantung tinggi rendahnya fermentabilitas karbohidrat bahan
pakan.

Nilai VFA yang tinggi menunjukkan bahan pakan mempunyai
18

fermentabilitas yang tinggi. Nilai VFA dari bahan yang dikaji menghasilkan kadar
VFA yang tinggi.

Hal ini berarti bahwa bahan yang dikaji mempunyai

fermentabilitas yang tinggi, namun cukup bervariasi. Masing-masing hasil total VFA
pada sampel Paspalum notatum sebesar 241,45 mM merupakan total VFA tertinggi,
sedangkan Pennisetum purpureum menghasilkan VFA terendah.
Kandungan VFA merupakan hasil aktivitas bakteri pada waktu melakukan
fermentasi di dalam rumen, sehingga jika bakteri semakin banyak akan menghasilkan
VFA yang semakin banyak pula. Paspalum notatum memiliki konsentrasi VFA yang
lebih tinggi jika dib