Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp dan Kertas

ABSTRACT
E/THH

Sponge Gourd Fibers for Dissolving Pulp and
Paper Raw Material
By
1)
Yuhana Rahayu, 2)Nyoman J. Wistara

INTRODUCTION:Sponge Gourd or Blustru (Luffa cylindrica L. Roem) is a
tropical plant with fast growing characteristic and can be easily planted. Its fruit
bears a thick web of fibers with relatively high content of cellulose. Therefore, it
can be a potential lignocellulosic raw material for dissolving pulp and paper, and
evaluation on its fiber and pulping properties is paramount.
MATERIAL AND METHODS:In the present works, the fiber web of blustru of
5 and 8 months old were converted into pulp by pre-hydrolyzed soda pulping
process. Hydrolysis was carried out either in acidic (pH = 5) or neutral (pH = 7)
media at 165 ° C for 3 hours. Successively, soda pulping was carried out with
active alkali of 20% at 170 °C for 4 hours and L/W of 12:1. The resulting pulp
was then bleached by an ECF bleaching method following DEDED sequences.
Dissolving pulp quality was compared to the requirement of SNI 14-03-1989.

Evaluation of pulp also involved the measurement of fiber dimensions and
strength properties of pulp according to relevant TAPPI standards.
RESULT AND DISCUSSION:It was found that α-cellulose content of a prehydrolyzed soda pulp of blustru satisfied the requirement of SNI 14-03-1989 (>
90,5%). However, it was unsuitable for raw material of dissolving pulp due to its
high content of extractives, ash, and silica, as well as the viscosity of pulp was
lower than the standard requirement. Derived fiber value and pulp strength
indicated that blustru fibers are suitable for papermaking.

Keywords: Dissolving pulp, Luffacylindrica, Sponge Gourd, Pre-hydrolyzed,
Blustru.
1)

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University
2)
Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

iii

Yuhana Rahayu. E24070039. Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp
dan Kertas. Dibimbing oleh Nyoman J. Wistara, Ph.D


RINGKASAN
Dissolving pulp merupakan bahan baku produk turunan selulosa yang permintaan
globalnya mengalami peningkatan dalam dekade terakhir ini. Bahan baku
dissolving pulp dan kertas dapat berasal dari kapas, kayu dan bahan-bahan
berlignoselulosa bukan kayu. Blustru (Luffa cylindrica) adalah bahan
berlignoselulosa bukan kayu penghasil selulosa murah dan lestari yang
kemungkinan berpotensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku dissolving
pulp dan produk kertas lainnya. Sabut blustru yang berumur 5 bulan dan 8 bulan
diberi perlakuan prahidrolisis pada kondisi asam (pH = 5) dan netral (pH = 7) pada
suhu 165 °C selama 3 jam, kemudian dimasak dengan proses soda pada kadar
alkali aktif 20% selama 4 jam pada suhu 170°C dan diputihkan melalui proses ECF
mengikuti urutan pemutihan DEDED. Pulp putih blustru yang dijadikan sebagai
bahan baku dissolving pulp dianalisa komponen kimianya sesuai dengan SNI 1403-1989 sedangkan pulp blustru untuk kertas, diukur dimensi serat, turunan serat,
dan sifat kekuatan seratnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan αselulosa blustru memenuhi syarat SNI 14-03-1989 ( > 90,5%) dan kurang sesuai
dipergunakan sebagai bahan baku dissolving pulp karena memiliki kandungan
ekstraktif, abu, silika, dan viskositas pulp yang tidak memenuhi syarat. Akan
tetapi, serat blustru potensial sebagai bahan baku kertas karena memiliki sifat
kekuatan dan mutu serat yang cukup baik.


Keywords : Dissolving pulp, kertas, blustru, Luffa cylindrica, prahidrolisis, umur

iv

PENDAHULUAN
Dissolving pulp merupakan bahan baku produk turunan selulosa (Wan Rosli et al.
2004) yang permintaan globalnya mengalami peningkatan dalam dekade terakhir
ini (Gehmayr dan Sixta 2011). Bahan baku dissolving pulp dapat berasal dari
kapas, kayu dan bahan-bahan berlignoselulosa bukan kayu (Ma et al. 2011).
Blustru adalah bahan berlignoselulosa bukan kayu yang kemungkinan potensial
dikembangkan menjadi bahan baku dissolving pulp. Blustru terdiri dari 5 – 7
spesis, dimana hanya dua (Luffa cyclindrica dan L. acutangula) yang telah
dibudidayakan (Bal et al. 2004). Blustru adalah penghasil selulosa murah dan
lestari dengan nilai ekonomi yang semakin meningkat (Mazali dan Alves 2005).
Komposisi kandungan kimia blustru dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh dan
iklim dengan rata-rata kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin, ekstraktif dan abu
blustru masing-masing sebesar 55-90 %, 8-22 %, 10-23 %, 3,2 % dan 0,4 %
(Satyanarayana et al. 2007) dengan rata-rata kerapatan berselang dari 0,82 – 0,92
g/cm3 (Tanobe et al. 2005). Bahan-bahan dengan kadar selulosa tinggi sangat
sesuai untuk bahan baku dissolving pulp dan produk kertas lainnya.

Dissolving pulp dapat dibuat dengan proses soda, sulfit dan pre-hidrolized kraft
(Barba et al. 2002). Dissolving pulp harus memiliki kemurnian tinggi, bebas
hemiselulosa dan lignin dengan kadar abu, kadar silika dan derajat polimerisasi
yang sangat terkendali (Jahan 2009). Untuk mendapatkan pulp dengan kemurnian
tinggi, pulp dapat diputihkan dengan proses ramah lingkungan ECF (Hamzeh et al.
2007). Proses hidrolisis, baik hidrolisis fase uap (Kauto et al. 2007), autohidrolisis
(Leschinsky et al. 2009) maupun hidrolisis dengan asam encer (Al-Dajani et al.
2009) sebelum proses pulping membantu penurunan kadar hemiselulosa, lignin
dan abu (Garrote et al. 2003;Lavarack et al. 2000) yang memudahkan proses
pulping dan bleaching untuk menghasilkan pulp dengan kemurnian tinggi.
Hidrolisis pada kondisi asam telah dilaporkan dapat menurunkan rendemen dan
derajat putih pulp, tetapi meningkat dalam kelarutan alkali (El-Ghany 2009).
Dimensi dan nilai turunan serat seperti Runkle ratio, felting power, flexibility ratio,
Muhlstep ratio dan coeficient of rigidity merupakan parameter yang sangat berguna
untuk menduga kelayakan suatu bahan baku untuk kertas. Nilai turunan serat telah
dipergunakan untuk mengevaluasi mutu serat kenaf sebagai bahan baku kertas
(Vesveris et al. 2004). Peneliti ini menemukan bahwa serat batang kenaf memiliki
Runkle ratio dan felting power masing-masing sebesar 0,7 dan 105,9 dan menduga
bahwa serat batang kenaf akan menghasilkan kertas dengan kekuatan mekanik
yang baik.

Selain kenaf, blustru adalah sumber bahan baku berlignoselulosa yang banyak
ditemukan di Indonesia. Sepanjang pengetahuan penulis, blustru asal Indonesia
belum pernah dievaluasi kelayakannya sebagai bahan baku dissolving pulp dan
kertas. Evaluasi kelayakan blustru untuk bahan baku dissolving pulp dan kertas
sangat penting dilakukan karena mengingat kadar selulosanya yang relatif tinggi
(Satyanarayana et al. 2007), nilai ekonomi yang semakin meningkat (Mazali dan
Alves 2005), dan sangat mudah tumbuh di iklim tropis seperti di Indonesia.

1

Informasi kelayakan blustru sebagai bahan baku pulp dan kertas akan diperlukan
dalam mencari alternatif bahan berlignoseluosa bukan kayu.

BAHAN DAN METODE
Buah blustru (Luffa cylindrica) yang berumur 5 bulan dan 8 bulan diperoleh dari
Kabupaten Garut, Jawa Barat dikupas kulitnya, diambil sabutnya dan dikeringkan.
Sabut blustru yang telah kering dibuat menjadi chip berukuran 3 – 7 mm
menggunakan gunting.
Sebelum dilakukan pemasakan, sabut blustru yang telah menjadi chip diberi
perlakuan prahidrolisis dalam kondisi asam dan netral. Prahidrolisis dilakukan

pada suhu 165°C dengan L/W 12:1 selama 3 jam menggunakan larutan H2SO4
dengan pH 5, dan air demineralisasi dengan pH 7. Serpih yang telah mengalami
perlakuan prahidrolisis kemudian dimasak menggunakan proses soda pada suhu
170°C, L/W 12:1 dengan AA 20 % selama 4 jam. Setelah itu, dilakukan
perhitungan rendemen prahidrolisis, rendemen unbleached pulp, bleached pulp dan
bilangan kappa. Rendemen prahidrolisis adalah rendeman yang diperoleh setelah
sampel atau bahan baku diberi perlakuan prahidrolisis dan rendemen bleaching
dihitung berdasarkan berat kering blustru yang dimasak. Bilangan kappa pulp
blustru kemudian ditentukan mengikuti metode standar TAPPI T 236 cm-85.
Metode dalam standar ini sedikit dimodifikasi, yaitu dengan menggunakan KMnO4
sebanyak 25 ml.
Pulp yang dihasilkan dari proses pemasakan (unbleached pulp) diputihkan melalui
proses bleaching ECF yang terdiri atas 5 tahapan yaitu D0-E1-D1-E2-D2. Pada akhir
proses (D2) dilakukan pencucian dengan menggunakan HCl 1 %. Setelah itu,
dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan air panas sampai bebas asam.
Kondisi dari proses bleaching tercantum di dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi pemutihan (bleaching) pulp
Parameter
D0
E1

ClO2 (%, sebagai Cl2) 0,22 x KN ClO2(%)
NaOH (%)
1,5
Konsistensi (%)
10
10
Suhu (°C)
60
60
Waktu ( menit)
60
60

D1
1
10
70
180

E2

1,5
10
60
60

D2
0,5
10
70
180

Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan mikroskop OLYMPUS fiber optic
tester PTCB-E02. Dimensi serat pulp putih yang diukur meliputi panjang serat,
diameter serat, dan tebal dinding seratnya. Dalam pengukurannya, sampel serat
diletakkan diatas cawan petri dan ditetesi safranin secukupnya. Sampel ini
kemudian disimpan selama 12 jam dan dilakukan pengukuran terhadap 100 buah
serat dengan pembesaran mikroskop 200 kali untuk diameter serat dan 50 kali
untuk panjang serat.

2


Informasi kelayakan blustru sebagai bahan baku pulp dan kertas akan diperlukan
dalam mencari alternatif bahan berlignoseluosa bukan kayu.

BAHAN DAN METODE
Buah blustru (Luffa cylindrica) yang berumur 5 bulan dan 8 bulan diperoleh dari
Kabupaten Garut, Jawa Barat dikupas kulitnya, diambil sabutnya dan dikeringkan.
Sabut blustru yang telah kering dibuat menjadi chip berukuran 3 – 7 mm
menggunakan gunting.
Sebelum dilakukan pemasakan, sabut blustru yang telah menjadi chip diberi
perlakuan prahidrolisis dalam kondisi asam dan netral. Prahidrolisis dilakukan
pada suhu 165°C dengan L/W 12:1 selama 3 jam menggunakan larutan H2SO4
dengan pH 5, dan air demineralisasi dengan pH 7. Serpih yang telah mengalami
perlakuan prahidrolisis kemudian dimasak menggunakan proses soda pada suhu
170°C, L/W 12:1 dengan AA 20 % selama 4 jam. Setelah itu, dilakukan
perhitungan rendemen prahidrolisis, rendemen unbleached pulp, bleached pulp dan
bilangan kappa. Rendemen prahidrolisis adalah rendeman yang diperoleh setelah
sampel atau bahan baku diberi perlakuan prahidrolisis dan rendemen bleaching
dihitung berdasarkan berat kering blustru yang dimasak. Bilangan kappa pulp
blustru kemudian ditentukan mengikuti metode standar TAPPI T 236 cm-85.

Metode dalam standar ini sedikit dimodifikasi, yaitu dengan menggunakan KMnO4
sebanyak 25 ml.
Pulp yang dihasilkan dari proses pemasakan (unbleached pulp) diputihkan melalui
proses bleaching ECF yang terdiri atas 5 tahapan yaitu D0-E1-D1-E2-D2. Pada akhir
proses (D2) dilakukan pencucian dengan menggunakan HCl 1 %. Setelah itu,
dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan air panas sampai bebas asam.
Kondisi dari proses bleaching tercantum di dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi pemutihan (bleaching) pulp
Parameter
D0
E1
ClO2 (%, sebagai Cl2) 0,22 x KN ClO2(%)
NaOH (%)
1,5
Konsistensi (%)
10
10
Suhu (°C)
60
60

Waktu ( menit)
60
60

D1
1
10
70
180

E2
1,5
10
60
60

D2
0,5
10
70
180

Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan mikroskop OLYMPUS fiber optic
tester PTCB-E02. Dimensi serat pulp putih yang diukur meliputi panjang serat,
diameter serat, dan tebal dinding seratnya. Dalam pengukurannya, sampel serat
diletakkan diatas cawan petri dan ditetesi safranin secukupnya. Sampel ini
kemudian disimpan selama 12 jam dan dilakukan pengukuran terhadap 100 buah
serat dengan pembesaran mikroskop 200 kali untuk diameter serat dan 50 kali
untuk panjang serat.

2

Analisis komposisi kimia pulp putih (bleached pulp) dilakukan menurut spesifikasi
pulp rayon biasa Indonesia (SNI 14-0938-1989) dengan parameter seperti
tercantum dalam Tabel 2. Analisis mengenai kadar α-selulosa, kelarutan dalam
NaOH 10% dan 18%, kadar sari, kadar abu dan silika, dan masing-masing
mengacu pada standar TAPPI 236 cm-85, TAPPI T 203 om-88, TAPPI T 244 om88, dan TAPPI T 211 om-85. Sedangkan analisis pengujian sifat kekuatan dan
optik pulp terdiri dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, kekuatan retak, derajat putih
dan viskositas masing-masing mengacu pada standar TAPPI T 494 om-96, TAPPI
T 414 om-98, TAPPI 403 om-97, SNI 14-0936-1989, dan SNI 14-4733-1989.
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Rancangan percobaan acak lengkap
(RAL) dua faktor masing-masing sebanyak dua ulangan, yaitu faktor A
menunjukkan tingkat keasaman proses prahidrolisis terdiri dari taraf A. 1 kondisi
asam (pH 5) dan A.2 kondisi netral (pH 7), dan faktor B terdiri dari taraf B.1 umur
5 bulan dan B.2 umur 8 bulan.
Model umum rancangan percobaan yang dilakukan adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Eij
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh tingkat keasaman prahidrolisis pada
taraf ke-i dan umur pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Nilai tengah populasi (rata-rata sebenernya)
Ai = Pengaruh faktor tingkat keasaman prahidrolisis pada taraf ke-i
Bj
= Pengaruh faktor umur pada taraf ke-j
ABij = Pengaruh interaksi antara tingkat keasaman pada taraf ke-i dan umur pada
taraf ke-j
Eij = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i yang memperoleh kombinasi ij
Data mengenai analisis pengujian pulp rayon diolah menggunakan SAS 9.1 for
windows dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp. Setelah dilakukan proses
pemutihan, dilakukan analisa terhadap komposisi kimia pulp. Hasil analisis
tersebut disajikan dalam Tabel 2.
Kadar α-selulosa menunjukkan tingkat kemurnian dissolving pulp dimana SNI
mensyaratkan kadar α-selulosa minimal 90,5%. Nilai kadar α-selulosa blustru hasil
penelitian ini tergolong tinggi, yaitu berselang dari 91,17 % - 94,74%. Umur dan
keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar α-selulosa blustru. Proses
prahidrolisis sebelum pulping (Wan Rosli et al. 2004) dan pulping dengan alkali
aktif lebih dari 17% (Fengel dan Wegener 1984) akan menghasilkan pulp dengan
kadar α-selulosa tinggi yang sesuai untuk bahan baku dissolving pulp.

3

Analisis komposisi kimia pulp putih (bleached pulp) dilakukan menurut spesifikasi
pulp rayon biasa Indonesia (SNI 14-0938-1989) dengan parameter seperti
tercantum dalam Tabel 2. Analisis mengenai kadar α-selulosa, kelarutan dalam
NaOH 10% dan 18%, kadar sari, kadar abu dan silika, dan masing-masing
mengacu pada standar TAPPI 236 cm-85, TAPPI T 203 om-88, TAPPI T 244 om88, dan TAPPI T 211 om-85. Sedangkan analisis pengujian sifat kekuatan dan
optik pulp terdiri dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, kekuatan retak, derajat putih
dan viskositas masing-masing mengacu pada standar TAPPI T 494 om-96, TAPPI
T 414 om-98, TAPPI 403 om-97, SNI 14-0936-1989, dan SNI 14-4733-1989.
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Rancangan percobaan acak lengkap
(RAL) dua faktor masing-masing sebanyak dua ulangan, yaitu faktor A
menunjukkan tingkat keasaman proses prahidrolisis terdiri dari taraf A. 1 kondisi
asam (pH 5) dan A.2 kondisi netral (pH 7), dan faktor B terdiri dari taraf B.1 umur
5 bulan dan B.2 umur 8 bulan.
Model umum rancangan percobaan yang dilakukan adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Eij
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh tingkat keasaman prahidrolisis pada
taraf ke-i dan umur pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Nilai tengah populasi (rata-rata sebenernya)
Ai = Pengaruh faktor tingkat keasaman prahidrolisis pada taraf ke-i
Bj
= Pengaruh faktor umur pada taraf ke-j
ABij = Pengaruh interaksi antara tingkat keasaman pada taraf ke-i dan umur pada
taraf ke-j
Eij = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i yang memperoleh kombinasi ij
Data mengenai analisis pengujian pulp rayon diolah menggunakan SAS 9.1 for
windows dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp. Setelah dilakukan proses
pemutihan, dilakukan analisa terhadap komposisi kimia pulp. Hasil analisis
tersebut disajikan dalam Tabel 2.
Kadar α-selulosa menunjukkan tingkat kemurnian dissolving pulp dimana SNI
mensyaratkan kadar α-selulosa minimal 90,5%. Nilai kadar α-selulosa blustru hasil
penelitian ini tergolong tinggi, yaitu berselang dari 91,17 % - 94,74%. Umur dan
keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar α-selulosa blustru. Proses
prahidrolisis sebelum pulping (Wan Rosli et al. 2004) dan pulping dengan alkali
aktif lebih dari 17% (Fengel dan Wegener 1984) akan menghasilkan pulp dengan
kadar α-selulosa tinggi yang sesuai untuk bahan baku dissolving pulp.

3

Tabel 2. Komposisi kimia pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman
prahidrolisis
Sampel
Komposisi kimia
α-Selulosa (%)
10% NaOH (%)
18% NaOH (%)
Abu (%)
Ekstraktif (%)
Silika (mg/kg)
Derajat Putih (%)
Viskositas (mPa,S)

PNU5
94,4
9,95
7,01
0,18
0,40
38,5
91
5,15

PNU8
91,2
10,83
7,61
0,43
0,38
85
90
4,75

PAU5
94,7
11,32
7,15
0,12
0,44
28,5
91
5,35

PAU8
94,4
10,55
7,36
0,23
0,32
42
91
5,05

SNI 14-03-1989
≥ 90,5
≤ 10
≤ 6,5
≤ 0,15
≤ 0,3
≤ 50
≥ 90
≥ 18

Ket :
P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan
Kelarutan pulp dalam NaOH 10 % menunjukkan kadar hemiselulosa dan selulosa
terdegradasi (rantai pendek), sedangkan kelarutan pulp dalam NaOH 18 %
menunjukkan kadar hemiselulosa pulp. Hemiselulosa tidak dikehendaki di dalam
dissolving pulp dan produk-produk turunan selulosa lainnya. Tabel 2 menunjukkan
bahwa sebagian besar pulp memiliki nilai kelarutan dalam NaOH 10% lebih tinggi
dari persyaratan SNI (maksimal 10%) dan semua pulp memiliki nilai kelarutan
dalam NaOH 18% yang lebih tinggi dari persayaratan SNI (maksimal 6,5%). Umur
dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kelarutan dalam NaOH 10% dan
18% (tingkat α= 95%). Kadar hemiselulosa yang tinggi di dalam dissolving pulp
mengganggu proses pembuatan viskosa (Gehmayer dan Sixta 2011) dan
menyebabkan kerapuhan benang rayon (Pari et al. 2005).
Kadar silika pulp blustru berumur 5 bulan lebih rendah dari kadar silika pulp
blustru berumur 8 bulan (tingkat α= 95%) kecuali pulp yang diperoleh melalui
prahidrolisis netral untuk blustru umur 8 bulan (PNU8), yaitu 85 ppm. Semua pulp
memiliki kadar silika lebih rendah dari 50 ppm dan sesuai dengan standar SNI 1403-1989. Umur dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar abu pulp
yang diperoleh (tingkat α = 95%). Kadar abu pulp blustru umur 5 bulan dalam
kondisi prahidrolisis asam (0,12%) memenuhi standar SNI 14-03-1989.
Kadar abu dan silika yang tinggi dapat menyebabkan turunnya kekuatan pulp
karena dapat mengganggu terjadinya ikatan hidrogen antar serat dengan
konsekuensi menurunnya kekuatan pulp (Wirawan et al. 2010). Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa PAU5, PNU5, dan PAU8 memiliki kadar silika yang sama,
sedangkan PNU8 memiliki kadar silika lebih tinggi dari tiga perlakuan lainnya.
Zat ekstraktif merupakan bahan yang berinfiltrasi dalam dinding sel atau dalam
bentuk endapan pada permukaan rongga sel. Kadar zat ekstraktif diindikasikan
oleh kelarutan alkohol benzene. Zat yang terlarut dalam alkohol benzene adalah
resin, lemak, lilin dan tanin. Umur blustru dan tingkat keasaman prahidrolisis tidak
mempengaruhi kadar ekstraktif pulp. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kadar
ekstraktif yang diperoleh lebih tinggi dari standar SNI 14-03-1989 (maksimal
0,3%). Kadar ekstraktif pulp yang tinggi dalam dissolving pulp akan menyebabkan

4

noda coklat pada pulp dan menyulitkan proses pemintalan dan penyaringan benang
rayon.
Derajat putih menyatakan banyaknya sinar yang dipantulkan kembali oleh suatu
bahan relatif terhadap bahan standar (titanium oksida) yang dinyatakan dalam %
ISO atau °GE. Nilai derajat putih pulp putih blustru hasil penelitian ini berkisar
dari 90% - 91%. Umur blustru dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi
derajat putih pulp (tingkat α = 95%) dan memenuhi standar SNI 14-03-1989.
Derajat putih pulp kemungkinan dapat ditingkatkan dengan menambahkan tahap
pemutihan peroksida (P) yang berfungsi mengubah gugus kromofor menjadi gugus
tidak berwarna (Fengel dan Wegener 1984).
Viskositas pulp mengindikasikan derajat polimerisasi selulosa dan tingkat
degradasinya. Degradasi selulosa dapat menurunkan viskositas (Joutsimo 2004)
dan kekuatan pulp (Wathen et al. 2005). Data di dalam Tabel 2, menunjukkan
bahwa viskositas pulp berkorelasi positif dengan kadar selulosa. Seperti temuan
Jahan et al. (2008), dalam penelitian ini ditemukan bahwa derajat putih berkorelasi
negatif terhadap viskositas pulp. Viskositas pulp blustru yang diperoleh berkisar
dari 4,75 mPa.S sampai dengan 5,35 mPa.S dan tidak memenuhi standar SNI 1403-1989 (minimal 18 mPa.S). Umur dan tingkat keasaman prahidrolisis
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap viskositas yang diperoleh (α = 95%).
Menurunnya viskositas pulp dapat disebabkan oleh kerusakan kristalinitas selulosa
akibat proses hidrolisis (Xu et al. 2006). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
PAU8, PAU5, dan PNU5 memiliki viskositas yang sama, sedangkan PNU8
memiliki viskositas yang lebih tinggi.
Rendemen dan Bilangan Kappa. Rendemen prahidrolisis, unbleached pulp,
bleached pulp dan bilangan kappa yang diperoleh disajikan dalam Tabel 3.
Rendemen prahidrolisis yang diperoleh berkisar dari 53,75% - 65,36%. Umur dan
keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi rendemen prahidrolisis dan
unbleached pulp yang diperoleh (tingkat α = 95%).
Rendemen pulp putih blustru umur 8 bulan lebih tinggi dari rendemen pulp putih
umur 5 bulan (tingkat α = 95%). Rendemen pulp putih blustru yang diperoleh
tergolong rendah, yaitu berselang dari 41,13% - 49,63%. Uji lanjut Duncan
(tingkat α = 95%) menunjukkan bahwa PAU5 dan PNU5 memiliki rendemen
bleached pulp yang sama, sedangkan PNU8 dan PAU8 memiliki rendemen
bleached pulp yang lebih tinggi dari pulp perlakuan lainnya.
Bilangan kappa menunjukkan kadar lignin sisa pulp dalam menentukan jumlah
bahan kimia yang diperlukan dalam proses pemutihan pulp. Bilangan kappa pulp
blustru hasil penelitian ini berkisar dari 9,1-11,1. Umur dan keasaman prahidrolisis
tidak mempengaruhi bilangan kappa pulp blustru yang diperoleh (tingkat α =95%).

5

Tabel 3. Bilangan kappa dan rendemen prahidrolisis, unbleacheddan bleached
pulp blustru (Luffa cylindrica) pada berbagai tingkat umur dan keasaman
prahidrolisis
Rendemen (yield), %
Bilangan
Sampel
Kappa
Prahidrolisis Unbleached pulp Bleached pulp
PNU5
PNU8
PAU5
PAU8

57,48
53,75
63,64
65,36

43,12
52,37
48,54
54,37

41,13
45,76
43,16
49,63

11,1
10,1
9,4
9,1

Ket :
P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan
Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Kertas. Tabel 4 menunjukkan klasifikasi
kualitas serat blustru menurut klasifikasi serat sebagai bahan baku pulp dan kertas
menurut LPHH (1976).
Tabel 4. Klasifikasi kualitas dan kelas serat blustru sebagai bahan baku pulp dan
kertas
Klasifikasi kualitas pulp
Dimensi dan
Sampel
LPHH
turunan serat
Panjang Serat (mm)
Diameter Serat (µm)
Diameter Lumen (µm)
Tebal Dinding (µm)
Runkle Ratio
Felting Power
Muhlstep Ratio (%)
Flexibility Ratio
Coef. of Rigidity
Interval

I (100)
>2
< 0,25
> 90
< 30
> 0,8
< 0,1
450 – 600

II (50)
1–2
0,25 – 0,5
50 – 90
30 – 60
0,5 – 0,8
0,1 - 0,15
225 – 449

III (25)
< 1,00
> 0,5 –1
< 50
> 60
< 0,5
> 0,15
< 225

PNU5
1,44
21,08
14,13
6,95
0,98
68,61
55,02
0,33
0,67
225

PNU8
1,34
23,38
15,48
7,9
1,02
57,63
56,09
0,34
0,66
225

PAU5
1,52
25,03
17,08
7,95
0,93
60,79
53,37
0,32
0,68
225

PAU8
1,55
25,9
18,7
7,2
0,78
59,88
47,88
0,28
0,72
225

LPHH (1976)
Ket :
P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan
Keasaman prahidrolisis (pH=5) mempengaruhi panjang serat, diameter serat, dan
diameter lumen serat blustru (tingkat α = 95%) yang dihasilkan. Tabel 4
menunjukkan bahwa serat blustru hasil penelitian ini lebih panjang dari panjang
serat blustru Kostarika (1,31 mm) hasil penelitian Rojas (2007) dan diameternya
lebih kecil dari diameter serat blustru brazil (233 µm) hasil penelitian Guimaraes et
al (2009). Sampai panjang serat tertentu, peningkatan panjang serat akan
meningkatkan kekuatan retak pulp.
Serat dengan Runkle ratio yang rendah merupakan bahan baku untuk pulp dan
kertas yang sangat baik. Runkle ratio serat blustru hasil penelitian ini berkisar dari
0,78 – 1,02, tergolong kelas kualitas III menurut LPHH (1976). Keasaman
prahidrolisis mempengaruhi Runkle ratio serat blustru (tingkat α =95%). Dari nilai

6

Runkle ratio-nya, serat hasil perlakuan PAU8 secara teoritis akan memberikan pulp
dengan kekuatan tarik dan retak yang relatif lebih tinggi.
Felting power sangat mempengaruhi kekuatan lembaran pulp terutama kekuatan
sobek. Felting power pulp blustru hasil penelitian ini berkisar dari 57,63 – 68,61,
tergolong kelas kualitas II. Meskipun tergolong ke dalam kelas yang sama,
nilainya lebih tinggi dari felting power serat acacia mangium provenan Papua New
Guinea, Queensland, dan Indonesia timur hasil penelitian Syafii dan Siregar
(2006). Felting power berkolerasi positif terhadap kekuatan sobek pulp dan kertas.
Umur blustru dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi felting power serat
blustru yang diperoleh (tingkat α = 95%).
Muhlstep ratio berkorelasi positif terhadap kerapatan lembaran pulp. Peningkatan
Muhlstep ratio akan meningkatkan sifat kekuatan pulp yang bergantung pada
ikatan antar serat (kerapatan pulp) seperti kekuatan tarik, lipat, dan retak. Dari hasil
penelitian ini terlihat bahwa peningkatan keasaman hirolisis (pH=7) akan
menurunkan nilai Muhlstep ratio (tingkat α = 95%). Nilai Muhlstep ratio serat
blustru hasil penelitian ini berkisar dari 47,88% - 56,09% sehingga tergolong ke
dalam kelas kualitas II, setara dengan Muhlstep ratio serat kayu mangium dari tiga
provenan hasil penelitian Syafii dan Siregar (2006).
Nilai Coeffisient of rigidity serat blustru berkisar dari 0,66 – 0,72, tergolong kelas
kualitas III. Pada tingkat α = 95%, hidrolisis pada kondisi asam menyebabkan serat
lebih kaku (coefisien of rigidity meningkat). Serat yang kaku akan memiliki tingkat
formasi yang rendah didalam lembaran kertas dan menyebabkan kekuatan kertas
yang bergantung pada ikatan antar serat akan menurun.
Flexibility ratio serat pulp blustru hasil penelitian ini berkisar dari 0,22 – 0,34
tergolong kelas kualitas III. Hasil uji lanjut Duncan (α = 95%) menunjukkan
bahwa pulp perlakuan PNU8 memiliki nilai flexibility ratio yang lebih tinggi dari
pulp perlakuan lainnya. Serat dengan flexibility ratio yang tinggi akan
menghasilkan kekuatan lembaran pulp yang baik.
Scoring nilai turunan serat blustru (Tabel 4) menunjukkan bahwa serat pulp blustru
tergolong ke dalam kelas kualitas II. Menurut LPHH (1976), serat seperti ini akan
menghasilkan keteguhan lembaran kertas dengan keteguhan sobek, pecah, dan
tarik yang sedang. Uji lanjut Duncan (tingkat α = 95%) menunjukkan bahwa
kecuali untuk tebal dinding sel dan felting power, semua nilai dimensi dan turunan
serat secara nyata dipengaruhi oleh keasaman proses hidrolisis. Semakin asam
hidrolisis yang diberikan maka semakin tinggi nilai dimensi dan turunan serat
blustru.
Sifat Kekuatan Pulp. Dimensi serat bahan baku adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan pulp (Hartono dan Ibnusantosa 2005). Dalam
penelitian ini, sifat kekuatan lembaran pulp diuji meliputi sifat kekuatan tarik,
sobek, dan retak. Rata-rata sifat kekuatan pulp blustru yang diperoleh tercantum
dalam Tabel 5. Umur blustru dan keasaman proses hidrolisis mempengaruhi indeks
tarik pulp. Uji lanjut Duncan (tingkat α =95%) menunjukkan bahwa proses

7

hidrolisis pada kondisi asam terhadap blustru berumur 5 bulan (PAU5)
menghasilkan pulp dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pulp hasil
perlakuan lainnya.
Tabel 5. Sifat kekuatan lembaran pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan
keasaman prahidrolisis
Indeks Retak
Indeks Sobek
Indeks Tarik
Sampel
2
2
(kPa.m /g)
(Nm /kg)
( Nm/g)
PNU5
PNU8
PAU5
PAU8

0,62
0,35
0,64
0,37

4,22
4,15
3,07
4,21

13,98
6,04
18,27
6,02

Ket :
P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan
Meskipun score mutu serat dari pulp PAU5 tidak dapat menjelaskan kenapa
kekuatan tarik pulp-nya relatif lebih tinggi dari kekuatan pulp tarik pulp hasil
perlakuan lainnya, tetapi Minor dan Atalla (1992) menyatakan bahwa perubahan
karakter komponen selulosa dan hemiselulosa dapat berperan meningkatkan mutu
ikatan antar serat. Kekuatan retak hanya dipengaruhi oleh umur. Kekuatan retak
dipengaruhi oleh faktor yang sama dengan indeks tarik. Kekuatan sobek umumnya
memang berbanding terbalik dengan kekuatan tarik. Hal ini dapat dilihat dari Tabel
5, dimana pulp PAU5 yang memiliki kekuatan tarik dan retak tertinggi memiliki
kekuatan sobek terendah.

KESIMPULAN
Umur blustru dan keasaman prahidrolisis berpengaruh terhadap kadar silika,
viskositas, rendemen, dan kekuatan retak pulp. Nilai dimensi dan turunan serat
hanya dipengaruhi oleh keasaman prahidrolisis. Meskipun kadar α-selulosanya
tinggi, menurut SNI 14-03-1989, serat blustru kurang sesuai dipergunakan sebagai
bahan baku dissolving pulp karena memiliki kandungan ekstraktif, abu, silika, dan
viskositas pulp yang tidak memenuhi syarat. Tetapi serat blustru potensial sebagai
bahan baku kertas karena memiliki sifat kekuatan dan mutu serat yang cukup baik.
Perlakuan yang dapat menurunkan kadar abu, silika, dan ekstraktif diperlukan agar
serat blustru dapat dijadikan bahan baku dissolving pulp. Viskositas pulp dapat
ditingkatkan dengan memilih jenis proses dan kondisi pulping yang tepat.

8

hidrolisis pada kondisi asam terhadap blustru berumur 5 bulan (PAU5)
menghasilkan pulp dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pulp hasil
perlakuan lainnya.
Tabel 5. Sifat kekuatan lembaran pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan
keasaman prahidrolisis
Indeks Retak
Indeks Sobek
Indeks Tarik
Sampel
2
2
(kPa.m /g)
(Nm /kg)
( Nm/g)
PNU5
PNU8
PAU5
PAU8

0,62
0,35
0,64
0,37

4,22
4,15
3,07
4,21

13,98
6,04
18,27
6,02

Ket :
P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan
Meskipun score mutu serat dari pulp PAU5 tidak dapat menjelaskan kenapa
kekuatan tarik pulp-nya relatif lebih tinggi dari kekuatan pulp tarik pulp hasil
perlakuan lainnya, tetapi Minor dan Atalla (1992) menyatakan bahwa perubahan
karakter komponen selulosa dan hemiselulosa dapat berperan meningkatkan mutu
ikatan antar serat. Kekuatan retak hanya dipengaruhi oleh umur. Kekuatan retak
dipengaruhi oleh faktor yang sama dengan indeks tarik. Kekuatan sobek umumnya
memang berbanding terbalik dengan kekuatan tarik. Hal ini dapat dilihat dari Tabel
5, dimana pulp PAU5 yang memiliki kekuatan tarik dan retak tertinggi memiliki
kekuatan sobek terendah.

KESIMPULAN
Umur blustru dan keasaman prahidrolisis berpengaruh terhadap kadar silika,
viskositas, rendemen, dan kekuatan retak pulp. Nilai dimensi dan turunan serat
hanya dipengaruhi oleh keasaman prahidrolisis. Meskipun kadar α-selulosanya
tinggi, menurut SNI 14-03-1989, serat blustru kurang sesuai dipergunakan sebagai
bahan baku dissolving pulp karena memiliki kandungan ekstraktif, abu, silika, dan
viskositas pulp yang tidak memenuhi syarat. Tetapi serat blustru potensial sebagai
bahan baku kertas karena memiliki sifat kekuatan dan mutu serat yang cukup baik.
Perlakuan yang dapat menurunkan kadar abu, silika, dan ekstraktif diperlukan agar
serat blustru dapat dijadikan bahan baku dissolving pulp. Viskositas pulp dapat
ditingkatkan dengan memilih jenis proses dan kondisi pulping yang tepat.

8

SERAT BLUSTRU SEBAGAI BAHAN BAKU DISSOLVING
PULP DAN KERTAS

YUHANA RAHAYU

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

Mazali IO, Alves OL. 2005. Morphosynthesis: High Fidelity Inorganic Replica of
the Fibrous Network of Loofa Sponge (Luffa cylindrica). Anais da Academia
Brasileira de Ciências 77(1) : 25-31.
Minor JL, Atalla, RH. 1992. Strength Loss in Recyled Fibers and Methodeof
Restoration. Material Research Society 266 : 215 - 258.
Pari G, Roliadi H, Setiawan D, Saepulloh. 2005. Chemical Component of Ten
Planted Wood Species Originiated from West Java. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor (4) : 11-15.
Rachman AN, Rena MS. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III.
Bogor : Laporan LPHH no. 75.
Rojas M. 2007. Pasta Hidrotermica y Termoquimica a la Soda Obtenida a Partir de
Residuos de Paste (Luffa cylindrica). Ingenieria 17 (1) : 77 - 84.
Satyanarayana KG, Guilmaraes JL, Wypych F. 2007. Studies on Lignocellulosic
Fibers of Brazil. Part I: Source, Production, Morphology, Properties and
Applications. Composite: Part A 38 (7) : 1694 - 1709.
Syafii W, Iskandar ZS. 2006. Chemical Properties and Fiber Dimension of Acacia
mangium Willd. from Three Provenances. Jurnal Tropical Wood Science
and Technology 4(1) : 28 - 32.
Tanobe VOA, Sydenstricker THD, Munaro M, Amico SC. 2005. A
Comprehensive Characterization of Chemically Treated Brazilian SpongeGourd (Luffa cylindrica). Polym. Test. 24(4) : 474 - 482.
Ververis C, Georghiou K, Christodoulakis N, Santas P, Santas R. 2004. Fiber
Dimension, Lignin and Cellulose Content of Various Plant Materials and
Their Suitability for Paper Production. Ind. Crops Prod. (19) : 245-254.
Wan Rosli WD, Leh CP, Zainuddin Z. 2004. Effects of Prehidrolysis on the
Production of Dissolving pulp from Empty Fruit Bunches. Journal of
Tropical Forest Science 16 : 343-349.
Wathen R, Joutsimo O, Tamminen T. 2005. Effect of Different Degradation
Mechanism on Axial and Z-directional Fiber Strength. In: Proc, Of the 13th
Fundamental Res. Sy.,, Cambridge, September 2005. 631-647.
Wirawan KS, Rismijana J, Cucu, Asid DS. 2010. Bleached Ramie Pulp for Paper
Making Raw Material. Berita Selulosa 45(2) : 57-63.
Xu F, Liu CF, Geng ZC. 2006. Characterisation of Degraded Organosolv
Hemicelluloses from Wheat Straw. Polymer Degradation andStability 91 :
1880 - 1886.

10

SERAT BLUSTRU SEBAGAI BAHAN BAKU DISSOLVING
PULP DAN KERTAS

YUHANA RAHAYU

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

SERAT BLUSTRU SEBAGAI BAHAN BAKU DISSOLVING
PULP DAN KERTAS

YUHANA RAHAYU

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

ABSTRACT
E/THH

Sponge Gourd Fibers for Dissolving Pulp and
Paper Raw Material
By
1)
Yuhana Rahayu, 2)Nyoman J. Wistara

INTRODUCTION:Sponge Gourd or Blustru (Luffa cylindrica L. Roem) is a
tropical plant with fast growing characteristic and can be easily planted. Its fruit
bears a thick web of fibers with relatively high content of cellulose. Therefore, it
can be a potential lignocellulosic raw material for dissolving pulp and paper, and
evaluation on its fiber and pulping properties is paramount.
MATERIAL AND METHODS:In the present works, the fiber web of blustru of
5 and 8 months old were converted into pulp by pre-hydrolyzed soda pulping
process. Hydrolysis was carried out either in acidic (pH = 5) or neutral (pH = 7)
media at 165 ° C for 3 hours. Successively, soda pulping was carried out with
active alkali of 20% at 170 °C for 4 hours and L/W of 12:1. The resulting pulp
was then bleached by an ECF bleaching method following DEDED sequences.
Dissolving pulp quality was compared to the requirement of SNI 14-03-1989.
Evaluation of pulp also involved the measurement of fiber dimensions and
strength properties of pulp according to relevant TAPPI standards.
RESULT AND DISCUSSION:It was found that α-cellulose content of a prehydrolyzed soda pulp of blustru satisfied the requirement of SNI 14-03-1989 (>
90,5%). However, it was unsuitable for raw material of dissolving pulp due to its
high content of extractives, ash, and silica, as well as the viscosity of pulp was
lower than the standard requirement. Derived fiber value and pulp strength
indicated that blustru fibers are suitable for papermaking.

Keywords: Dissolving pulp, Luffacylindrica, Sponge Gourd, Pre-hydrolyzed,
Blustru.
1)

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University
2)
Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

iii

Yuhana Rahayu. E24070039. Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp
dan Kertas. Dibimbing oleh Nyoman J. Wistara, Ph.D

RINGKASAN
Dissolving pulp merupakan bahan baku produk turunan selulosa yang permintaan
globalnya mengalami peningkatan dalam dekade terakhir ini. Bahan baku
dissolving pulp dan kertas dapat berasal dari kapas, kayu dan bahan-bahan
berlignoselulosa bukan kayu. Blustru (Luffa cylindrica) adalah bahan
berlignoselulosa bukan kayu penghasil selulosa murah dan lestari yang
kemungkinan berpotensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku dissolving
pulp dan produk kertas lainnya. Sabut blustru yang berumur 5 bulan dan 8 bulan
diberi perlakuan prahidrolisis pada kondisi asam (pH = 5) dan netral (pH = 7) pada
suhu 165 °C selama 3 jam, kemudian dimasak dengan proses soda pada kadar
alkali aktif 20% selama 4 jam pada suhu 170°C dan diputihkan melalui proses ECF
mengikuti urutan pemutihan DEDED. Pulp putih blustru yang dijadikan sebagai
bahan baku dissolving pulp dianalisa komponen kimianya sesuai dengan SNI 1403-1989 sedangkan pulp blustru untuk kertas, diukur dimensi serat, turunan serat,
dan sifat kekuatan seratnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan αselulosa blustru memenuhi syarat SNI 14-03-1989 ( > 90,5%) dan kurang sesuai
dipergunakan sebagai bahan baku dissolving pulp karena memiliki kandungan
ekstraktif, abu, silika, dan viskositas pulp yang tidak memenuhi syarat. Akan
tetapi, serat blustru potensial sebagai bahan baku kertas karena memiliki sifat
kekuatan dan mutu serat yang cukup baik.

Keywords : Dissolving pulp, kertas, blustru, Luffa cylindrica, prahidrolisis, umur

iv

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp dan Kertas
Nama : Yuhana Rahayu
NRP : E24070039

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Nyoman J. Wistara, Ph.D
NIP. 19631231 198903 1 027

Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan, IPB

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M. Sc
NIP. 19660212 199103 1 002

v

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Serat Blustru sebagai Bahan
Baku Dissolving Pulp dan Kertas adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang
berasal dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain
telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Yuhana Rahayu
E24070039

vi

KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp dan Kertas”. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB.
Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini terutama kepada Bapak
Nyoman J. Wistara, Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh
keikhlasan telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
Penulis terbuka atas segala kritik dan saran membangun untuk
menyempurnakan pengetahuan yang tertuang dalam skripsi ini. Penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan tambahan dalam bidang
pulp dan kertas.

vii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 09 Desember 1989. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara keluarga M. Sutirman dan Imas
Maskanah.
Pendidikan formal penulis dimulai dengan memasuki Sekolah Dasar Negeri
Ngamplang II pada tahun 1995 dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis
kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3
Tarogong Kidul dan lulus tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Tarogong Kidul dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang
sama, penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Kehutanan, Departemen Hasil Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah aktif
sebagai anggota Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun
2009. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Kayu dan atlet
dalam berbagai kejuaraan, Seperti OMI IPB, FORESTER CUP, dan DIES
NATALIS IPB pada tahun 2010.
Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekowisata Hutan (P2EH) di
BKPH Kamojang - Sancang Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Selain itu, penulis juga telah melaksanakan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pindo Deli Pulp and Paper Mills pada tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
“Serat Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp dan Kertas” dibimbing oleh
Bapak Nyoman J. Wistara, Ph.D.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
RINGKASAN ................................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... v
PERNYATAAN ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTARTABEL ............................................................................................. x
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 3
Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving pulp ............................... 3
Rendemen dan Bilangan Kappa ............................................................... 5
Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Kertas ............................................. 6
Sifat Kekuatan Pulp ................................................................................. 7
KESIMPULAN ................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 9

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kondisi pemutihan (bleaching) pulp ............................................................. 2
2. Komposisi kimia pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman
prahidrolisis ................................................................................................... 4
3. Bilangan kappa dan rendemen prahidrolisis, unbleached dan bleached pulp
blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman prahidrolisis ..................... 6
4. Klasifikasi kualitas dan kelas serat kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas. 6
5. Sifat kekuatan lembaran pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman
prahidrolisis ................................................................................................... 8

x

PENDAHULUAN
Dissolving pulp merupakan bahan baku produk turunan selulosa (Wan Rosli et al.
2004) yang permintaan globalnya mengalami peningkatan dalam dekade terakhir
ini (Gehmayr dan Sixta 2011). Bahan baku dissolving pulp dapat berasal dari
kapas, kayu dan bahan-bahan berlignoselulosa bukan kayu (Ma et al. 2011).
Blustru adalah bahan berlignoselulosa bukan kayu yang kemungkinan potensial
dikembangkan menjadi bahan baku dissolving pulp. Blustru terdiri dari 5 – 7
spesis, dimana hanya dua (Luffa cyclindrica dan L. acutangula) yang telah
dibudidayakan (Bal et al. 2004). Blustru adalah penghasil selulosa murah dan
lestari dengan nilai ekonomi yang semakin meningkat (Mazali dan Alves 2005).
Komposisi kandungan kimia blustru dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh dan
iklim dengan rata-rata kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin, ekstraktif dan abu
blustru masing-masing sebesar 55-90 %, 8-22 %, 10-23 %, 3,2 % dan 0,4 %
(Satyanarayana et al. 2007) dengan rata-rata kerapatan berselang dari 0,82 – 0,92
g/cm3 (Tanobe et al. 2005). Bahan-bahan dengan kadar selulosa tinggi sangat
sesuai untuk bahan baku dissolving pulp dan produk kertas lainnya.
Dissolving pulp dapat dibuat dengan proses soda, sulfit dan pre-hidrolized kraft
(Barba et al. 2002). Dissolving pulp harus memiliki kemurnian tinggi, bebas
hemiselulosa dan lignin dengan kadar abu, kadar silika dan derajat polimerisasi
yang sangat terkendali (Jahan 2009). Untuk mendapatkan pulp dengan kemurnian
tinggi, pulp dapat diputihkan dengan proses ramah lingkungan ECF (Hamzeh et al.
2007). Proses hidrolisis, baik hidrolisis fase uap (Kauto et al. 2007), autohidrolisis
(Leschinsky et al. 2009) maupun hidrolisis dengan asam encer (Al-Dajani et al.
2009) sebelum proses pulping membantu penurunan kadar hemiselulosa, lignin
dan abu (Garrote et al. 2003;Lavarack et al. 2000) yang memudahkan proses
pulping dan bleaching untuk menghasilkan pulp dengan kemurnian tinggi.
Hidrolisis pada kondisi asam telah dilaporkan dapat menurunkan rendemen dan
derajat putih pulp, tetapi meningkat dalam kelarutan alkali (El-Ghany 2009).
Dimensi dan nilai turunan serat seperti Runkle ratio, felting power, flexibility ratio,
Muhlstep ratio dan coeficient of rigidity merupakan parameter yang sangat berguna
untuk menduga kelayakan suatu bahan baku untuk kertas. Nilai turunan serat telah
dipergunakan untuk mengevaluasi mutu serat kenaf sebagai bahan baku kertas
(Vesveris et al. 2004). Peneliti ini menemukan bahwa serat batang kenaf memiliki
Runkle ratio dan felting power masing-masing sebesar 0,7 dan 105,9 dan menduga
bahwa serat batang kenaf akan menghasilkan kertas dengan kekuatan mekanik
yang baik.
Selain kenaf, blustru adalah sumber bahan baku berlignoselulosa yang banyak
ditemukan di Indonesia. Sepanjang pengetahuan penulis, blustru asal Indonesia
belum pernah dievaluasi kelayakannya sebagai bahan baku dissolving pulp dan
kertas. Evaluasi kelayakan blustru untuk bahan baku dissolving pulp dan kertas
sangat penting dilakukan karena mengingat kadar selulosanya yang relatif tinggi
(Satyanarayana et al. 2007), nilai ekonomi yang semakin meningkat (Mazali dan
Alves 2005), dan sangat mudah tumbuh di iklim tropis seperti di Indonesia.

1

Informasi kelayakan blustru sebagai bahan baku pulp dan kertas akan diperlukan
dalam mencari alternatif bahan berlignoseluosa bukan kayu.

BAHAN DAN METODE
Buah blustru (Luffa cylindrica) yang berumur 5 bulan dan 8 bulan diperoleh dari
Kabupaten Garut, Jawa Barat dikupas kulitnya, diambil sabutnya dan dikeringkan.
Sabut blustru yang telah kering dibuat menjadi chip berukuran 3 – 7 mm
menggunakan gunting.
Sebelum dilakukan pemasakan, sabut blustru yang telah menjadi chip diberi
perlakuan prahidrolisis dalam kondisi asam dan netral. Prahidrolisis dilakukan
pada suhu 165°C dengan L/W 12:1 selama 3 jam menggunakan larutan H2SO4
dengan pH 5, dan air demineralisasi dengan pH 7. Serpih yang telah mengalami
perlakuan prahidrolisis kemudian dimasak menggunakan proses soda pada suhu
170°C, L/W 12:1 dengan AA 20 % selama 4 jam. Setelah itu, dilakukan
perhitungan rendemen prahidrolisis, rendemen unbleached pulp, bleached pulp dan
bilangan kappa. Rendemen prahidrolisis adalah rendeman yang diperoleh setelah
sampel atau bahan baku diberi perlakuan prahidrolisis dan rendemen bleaching
dihitung berdasarkan berat kering blustru yang dimasak. Bilangan kappa pulp
blustru kemudian ditentukan mengikuti metode standar TAPPI T 236 cm-85.
Metode dalam standar ini sedikit dimodifikasi, yaitu dengan menggunakan KMnO4
sebanyak 25 ml.
Pulp yang dihasilkan dari proses pemasakan (unbleached pulp) diputihkan melalui
proses bleaching ECF yang terdiri atas 5 tahapan yaitu D0-E1-D1-E2-D2. Pada akhir
proses (D2) dilakukan pencucian dengan menggunakan HCl 1 %. Setelah itu,
dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan air panas sampai bebas asam.
Kondisi dari proses bleaching tercantum di dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi pemutihan (bleaching) pulp
Parameter
D0
E1
ClO2 (%, sebagai Cl2) 0,22 x KN ClO2(%)
NaOH (%)
1,5
Konsistensi (%)
10
10
Suhu (°C)
60
60
Waktu ( menit)
60
60

D1
1
10
70
180

E2
1,5
10
60
60

D2
0,5
10
70
180

Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan mikroskop OLYMPUS fiber optic
tester PTCB-E02. Dimensi serat pulp putih yang diukur meliputi panjang serat,
diameter serat, dan tebal dinding seratnya. Dalam pengukurannya, sampel serat
diletakkan diatas cawan petri dan ditetesi safranin secukupnya. Sampel ini
kemudian disimpan selama 12 jam dan dilakukan pengukuran terhadap 100 buah
serat dengan pembesaran mikroskop 200 kali untuk diameter serat dan 50 kali
untuk panjang serat.

2

Analisis komposisi kimia pulp putih (bleached pulp) dilakukan menurut spesifikasi
pulp rayon biasa Indonesia (SNI 14-0938-1989) dengan parameter seperti
tercantum dalam Tabel 2. Analisis mengenai kadar α-selulosa, kelarutan dalam
NaOH 10% dan 18%, kadar sari, kadar abu dan silika, dan masing-masing
mengacu pada standar TAPPI 236 cm-85, TAPPI T 203 om-88, TAPPI T 244 om88, dan TAPPI T 211 om-85. Sedangkan analisis pengujian sifat kekuatan dan
optik pulp terdiri dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, kekuatan retak, derajat putih
dan viskositas masing-masing mengacu pada standar TAPPI T 494 om-96, TAPPI
T 414 om-98, TAPPI 403 om-97, SNI 14-0936-1989, dan SNI 14-4733-1989.