Kualitas Kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla S. T.Blake) Berbagai Umur Tanam Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas

i

KUALITAS KAYU AMPUPU (Eucalyptus urophylla S. T. Blake)
BERBAGAI UMUR TANAM SEBAGAI BAHAN BAKU PULP
DAN KERTAS

ANGGA WIJAYA NASDY

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Kayu Ampupu

(Eucalyptus urophylla S. T.Blake) Berbagai Umur Tanam Sebagai Bahan Baku
Pulp dan Kertas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Angga Wijaya Nasdy
NIM E24070014

iv

ABSTRAK
ANGGA WIJAYA NASDY. Kualitas Kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla S.
T.Blake) Berbagai Umur Tanam Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Dibimbing
Oleh NYOMAN J. WISTARA dan SUSI SUGESTY

Ampupu merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang pada
beberapa negara lain telah menjadi bahan baku serat utama dalam industry pulp
dan kertas. Kayu ampupu (Eucalyptus urophylla S. T. Blake) berumur 4, 5, 6, dan
7 tahun diuji morfologi serat dan kandungan kimia kayunya serta dimasak dengan
menggunakan proses kraft dengan alkali aktif 17% dan sulfiditas 30%. Pemasakan
dilakukan selama 3,5 jam waktu tolal dengan suhu maksimum 165 oC. Kayu E.
urophylla memiliki kualitas serat yang baik dengan kelas mutu II. Hasil pulp
kemudian diputihkan dengan metode ECF melalui tahapan DEDD. Umur kayu
mempengaruhi kadar kimia kayu E. urophylla tetapi tidak mempengaruhi hasil
rendemen pemasakan dan bilangan kappa pulp pada taraf nyata 95%. Kayu E.
urophylla berumur 6 tahun menghasilkan pulp dengan sifat optik dan mekanis
terbaik. Kayu E. urophylla berumur 7 tahun menghasilkan noda pada lembaran
pulpnya sehingga kurang baik digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas.
Kata kunci: Ampupu, Eucalyptus urophylla, pulp, kertas, umur.

ABSTRACT
ANGGA WIJAYA NASDY. Quality of Ampupu (Eucalyptus urophylla S. T.
Blake) Various Age Plant As Pulp and Paper Raw Material. Supervised by
NYOMAN J. WISTARA and SUSI SUGESTY
Ampupu wood a fast growing species, has been a major raw material for

pulp and paper production. Ampupu wood (Eucalyptus urophylla S. T. Blake) of
4, 5, 6, and 7 years old were determine the fiber dimension and chemical content
of the wood. Pulp was then produced by Kraft pulping process. The operating
conditions were active alkali of 17%, sulphidity of 30%, liquor/wood ratio of 4/1,
maximum temperature of 1650C, and 3.5 hours total cooking time. The resulting
pulp was then bleached by an ECF bleaching method following DEDD sequences.
The result was determine fiber dimension and its derivative values, E. urophylla
were classified into quality class of II for the raw material of pulp and paper. The
age of wood influence chemical content but did not influence pulping yield and
kappa number. It was found that the highest mechanical properties of pulp
resulted from 6 years old E. urophylla. E. urophylla of 7 year old have stain on
the sheets of pulp so it's poorly to used as raw material for pulp and paper

Keywords: Ampupu, Eucalyptus urophylla, pulp, paper, age

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

Ix

viii

KUALITAS KAYU AMPUPU (Eucalyptus urophylla S. T. Blake)
BERBAGAI UMUR TANAM SEBAGAI BAHAN BAKU PULP
DAN KERTAS

ANGGA WIJAYA NASDY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Ix

viii

Judul Skripsi

: Kualitas Kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla S. T.Blake)
Berbagai Umur Tanam Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas

Nama

: Angga Wijaya Nasdy


NIM

: E24070014

Disetujui oleh

Nyoman J. Wistara, Ph. D

Dra. Susi Sugesty

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M. Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Nyoman J. Wistara, Ph. D dan Ibu Dra. Susi Sugesty
atas segala bimbingan, dukungan dan saran yang telah diberikan selama penelitian
maupun dalam penyelesaian karya ilmiah yang berjudul Kualitas Kayu Ampupu
(Eucalyptus urophylla S. T.Blake) Berbagai Umur Tanam Sebagai Bahan Baku
Pulp dan Kertas.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bu Sri Hartini dan Pak Teddy
Kardiansyah beserta staf laboran Balai Besar Pulp dan Kertas, Bu Widya dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman yang telah membantu
menyediakan bahan baku. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Ibu Dr. Ir. Rita Kartika Sari, M.Si, Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc, Pa Atin,
Mas Gunawan dari Lab.Kimia Hasil Hutan yang telah banyak memberi bantuan
moral. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, adik-adikku
tersayang, dan teman-temanku di THH 44 dan 45 atas dukungannya di saat suka
dan duka.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2013

Angga Wijaya Nasdy

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 1
HASIL ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 8
Rendemen dan Bilangan Kappa ..................................................................... 8
Derajat Putih (Brightness).............................................................................. 9
Noda ............................................................................................................... 9
Kekuatan Mekanis ....................................................................................... 10

KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 15

Ix

DAFTAR TABEL

1. Kondisi pemutihan pulp..................................................................................... 2
2. Klasifikasi kualitas dan kelas serat E. urophylla sebagai bahan baku pulp dan
kertas .................................................................................................................. 3
3. Hasil analisis komponen kimia E. urophylla ..................................................... 4
4. ANOVA komponen kimia dan rendemen terhadap umur kayu ........................ 5
5. Hasil pemasakan pulp ........................................................................................ 7

DAFTAR GAMBAR
1. Pengaruh komponen kimia kayu terhadap rendemen dan bilangan kappa
pulp .................................................................................................................... 8
2. Faktor yang mempengaruhi noda pada lembaran pulp .................................... 10
3. Hubungan kekuatan tarik dan retak dengan dimensi serta turunan serat ........ 11

4. Hubungan kekuatan sobek dengan dimensi dan turunan serat ........................ 12

1

PENDAHULUAN
Sekitar 95-97% bahan bahan baku pulp berasal dari kayu (Jimenez et al. 2005).
Ampupu adalah salah satu jenis kayu pulp dominan di dunia. Jenis ampupu
merupakan bahan baku serat paling penting untuk pulp dan kertas di Barat Daya
Eropa (Portugal dan Spanyol), Amerika Selatan (Brasil dan Chile), Afrika
Selatan, Jepang, dan negara lainnya (Rencoret et al. 2007). E. globulus dan E.
Nitens paling baik ditamam di daerah beriklim sedang dan Mediterania,
sedangkan jenis E. grandis, E urophylla, dan hibrid keduanya paling baik
ditanam di daerah sub-tropis dan tropis (Domingues et al. 2011).
Potensi kayu ampupu sebagai bahan baku pulp dapat dibandingkan dengan kayu
mangium. Kadar selulosa kayu ampupu (E. globulus, E. urograndis, E. grandis)
lebih tinggi dari kadarnya di dalam kayu mangium, dengan kadar lignin, zat
ekstraktif, dan abu yang lebih rendah (Evtuguin dan Neto 2007, Ragauskas 2009).
Dalam proses pemasakannya, berapa jenis ampupu dengan mudah dimasak untuk
menghasilkan bilangan kappa rendah dengan rendemen yang memuaskan
(Khristova et al. 2004). Selain mudah dimasak, kayu ampupu (E. urograndis )

juga mudah diputihkan (Liu dan Zhou 2010). Dari anatomi seratnya, E. Grandis
memiliki serat lebih panjang, lumen lebih sempit dan dinding sel yang lebih tipis
daripada yang dimiliki oleh E. alba, E. tereticornis, E. torrellina, E. europhylla,
E. Camaldulensis (Dutt dan Tyagi 2011). Dibandingkan dengan kayu mangium,
serat kayu ampupu lebih panjang meskipun dinding sel seratnya lebih tebal
(Ragauskas 2009).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan umur kayu ampupu (Eucalyptus
urophylla S. T. Blake) yang dapat menghasilkan kualitas pulp terbaik berdasarkan
morfologi serat, komposisi kimia kayu, sifat optik dan kekuatan pulp. Pentingnya
untuk mengetahui umur kayu yang tepat dan kadar komponen kimia kayu karena
umur dan sifat kimia bahan baku menentukan kekuatan pulp (Kevin et al. 2000).
Nilai turunan serat telah umum digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan baku
kertas. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan
umur optimum tegakan kayu ampupu untuk bahan baku pulp dan kertas.
BAHAN DAN METODE
Bahan baku yang digunakan adalah kayu ampupu (Eucalyptus urophylla) berumur
4, 5, 6, dan 7 tahun yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat. Sebelum kayu dibuat
serpih dilakukan proses debarking untuk menghilangkan kulit pada kayu bulat.
Kayu kemudian dibuat menjadi serpih menggunakan disk chipper. Untuk analisis
kimia kayu, diambil kira – kira 500 g chip kayu untuk dibuat menjadi serbuk kayu
dengan ukuran 40 – 60 mesh. Sampel serpih kayu juga diambil untuk pengujian
dimensi serat dan turunannya (SNI 01-1840-1990). Kadar holoselulosa, pentosan,
alfa selulosa, lignin Klason, kelarutan kayu dalam air panas dan air dingin,
kelarutan kayu dalam NaOH 1%, ekstraktif dengan pelarut diklorometana dan abu
masing-masing ditentukan mengikuti standar SNI 01-1303-1989, SNI 01-15611989, SNI 0444:2009, SNI 0492:2008, SNI 01-1305-1989, SNI 01-1033-1989,
SNI 14-7197-2006, dan SNI 0442:2009. Pemasakan pulp dilakukan pada skala
laboratorium menggunakan proses kimia kraft dengan alkali aktif sebesar 17%

2

dan sulfiditas 30%. Nisbah antara serpih dan bahan kimia pemasak adalah 1:4.
Waktu pemasakan secara keseluruhan dilakukan selama 3,5 jam dengan suhu
maksimum 165 oC. Selanjutnya, rendemen tersaring hasil pemasakan ditentukan.
Bilangan kappa pulp ditentukan mengikuti prosedur standar SNI 0494:2008. Pulp
yang dihasilkan dari proses pemasakan diputihkan dengan menggunakan proses
pemutihan ECF yang terdiri dari 4 tahapan, yaitu D0 – E – D1 – D2. Kondisi
proses pemutihan tercantum pada Tabel 1. Rendemen pemutihan kemudian
ditentukan.
Tabel 1 Kondisi pemutihan pulp
Parameter

D0

E

D1

D2

0,22 KN

-

-

-

ClO2 (%)

-

-

1

0,5

NaOH (%)

-

1,5

-

-

ClO2 (%, aktif klorin)

Konsistensi (%)

10

10

10

10

O

Suhu ( C)

60

75

75

75

Waktu (menit)

60

75

180

180

Pulp yang sudah putih kemudian digiling dalam beater niagara sampai mencapai
derajat giling 300 ml CSF (Canadian Standard Freeness). Selanjutnya dibuat
lembaran pulp dengan gramatur 60 gsm, dipress, dan dikeringkan pada ruang
kondisi (SNI ISO 187:2011) berupa suhu (27±1) oC dan kelembaban relatif
(50±2) %. Pengujian lembaran pulp meliputi ketahanan tarik (SNI ISO 1924-22010), ketahanan sobek metode Elmendorf ((SNI 0436:2009), ketahanan retak
(SNI ISO 2758:2011), derajat putih (SNI 14-4733-1998), dan noda (SNI
0697:2009).
Data komponen kimia kayu, hasil pemasakan, dan bilangan kappa dianalisis
secara statistika menggunakan rancangan acak lengkap sederhana pada tingkat
kepercayaan 95%. Untuk memastikan pengaruh umur kayu terhadap mutu pulp,
dilakukan analisis lanjut Duncan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah umur
kayu (4, 5, 6 dan 7 tahun) dengan dua ulangan.
Model untuk rancangan tersebut adalah:
Yij = U + Aij + e
Dimana:
Yij = Hasil pengamatan data akibat pengaruh umur ke i pada ulangan ke j
U = Nilai umum rata – rata hasil pengamatan
Aij = Pengaruh perlakuan umur ke i pada ulangan ke j
e = eror

3

HASIL
Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat
digunakan untuk menduga sifat pulp yang dihasilkan. Dimensi dan turunan serat
E. urophylla yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi kualitas dan kelas serat E. urophylla sebagai bahan baku pulp
dan kertas
Dimensi dan
Turunan Serat

Klasifikasi Kualitas Pulp
LPHH (1976)
I (100)
II (50)
III (25)

4

Umur
(kelas mutu*)
5
6

7

Panjang Serat (mm)

>2

1–2

0,5 – 1

Felting Power

> 90

50 – 90

< 50

Muhlsteph Ratio

< 30

30 – 60

> 60

Coefficient of Rigidity

< 0,1

0,1 – 0,15

> 0,15

Flexibility Ratio

> 0,8

0,5 – 0,8

< 0,5

450 – 600

225 – 449

< 225

5,31
0,93
(III)
62,67
(II)
73,20
(III)
0,24
(III)
0,52
(II)
225
(II)

5,24
0,66
(III)
53,45
(II)
63,67
(III)
0,20
(III)
0,60
(II)
225
(II)

5,15
0,78
(III)
63,06
(II)
68,46
(III)
0,22
(III)
0,56
(II)
225
(II)

5,11
0,79
(III)
58,24
(II)
68,69
(III)
0,22
(III)
0,56
(II)
225
(II)

Interval

1,41
(II)
26,38

1,48
(II)
23,47

1,35
(II)
23,18

Keterangan* :Kelas mutu berdasarkan kriteria penilaian kayu Indonesia untuk
bahan baku pulp dan kertas (Laporan LPHH No 75, 1976)
Serat E. urophylla dengan rata-rata serat terpanjang berusia 6 tahun. Panjang serat
E. urophylla meningkat sampai dengan usia 6 tahun kemudian nilainya menurun.
Panjang serat A. mangium 0,982 mm (Yahya et al. 2010) dan E. grandis 1,06 mm
(Dutt dan Tyagi 2011) lebih pendek dibandingkan E. urophylla hasil penelitian.
Namun menurut Dutt dan Tyagi (2011), serat E. grandis lebih panjang
dibandingkan E. urophylla.
Diameter serat dan diameter lumen rata-rata E. urophylla nilainya meningkat
sampai usia 5 tahun kemudian menurun. Tebal dinding sel rata-rata E. urophylla
nilainya menurun mengikuti umur kayu. Tebal dinding sel A. mangium 2,5 µm
(Yahya et al. 2010) dan E. grandis 3,2 µm (Dutt dan Tyagi 2011) lebih tipis
dibandingkan E. urophylla hasil penelitian ini.
Nilai runkle ratio E. urophylla menurun tajam dari umur 4 ke 5 tahun kemudian
meningkat tipis sampai dengan umur 7 tahun. Runkle ratio A. mangium 0,35
(Yahya et al. 2010) lebih baik dibandingkan nilai runkle ratio E. urophylla
berumur 4, 5, 6, dan 7 tahun. Berdasarkan nilai ini, runkle ratio A. mangium
tergolong kelas II dan lebih baik dibandingkan E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7
tahun. Menurut Dutt dan Tyagi (2011), E. tretecornis, E. torrelliana, E. urophylla,
dan E. camaldulensis memiliki nilai runkle ratio lebih besar dari 1.

4

Felting power adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat.
Makin tinggi daya tenun maka sifat serat cendrung semakin lentur. Nilai felting
power E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7 tahun lebih baik dibandingkan A.
mangium 50,62 (Yahya et al. 2010). Namun nilai felting power A. mangium
provenan Papua New Gunea 53,63 (Syafii dan Siregar 2006) lebih baik
dibandingkan E. urophylla berumur 5 tahun.
Muhlsteph ratio merupakan perbandingan antara luas penampang dinding serat
dengan luas penampang lintang serat yang berpengaruh terhadap kerapatan
lembaran pulp. Semakin kecil nilai muhlsteph ratio, semakin besar diameter
lumen, sehingga sel semakin mudah menggepeng dan memiliki daya lipat yang
tinggi. Nilai muhlsteph ratio E. urophylla menurun tajam dari umur 4 ke 5 tahun
kemudian meningkat tipis sampai dengan umur 7 tahun. Nilai muhlsteph ratio A.
mangium 45,67 (Yahya et al. 2010) lebih baik dibandingkan E. urophylla hasil
penelitian ini.
Coefficient of rigidity merupakan perbandingan tebal dinding sel dengan diameter
serat. Flexibility ratio merupakan perbandingan diameter lumen terhadap diameter
serat. Serat A. mangium (Yahya et al. 2010), E. grandis (Dutt dan Tyagi 2011)
dan Kenaf (Ververis et al. 2003) memiliki nilai coefficient of rigidity dan
flexibility ratio lebih baik dibandingkan E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7 tahun.
Hasil scoring nilai dimensi dan turunan serat berdasarkan LPHH (1976)
menunjukan bahwa E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7 tahun tergolong kelas
kualitas II. Hasil scoring A. mangium 275 (Yahya et al. 2010) dan E. grandis 250
(Dutt dan Tyagi 2011) lebih besar daripada E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7
tahun walaupun jika digolongkan masuk kelas kualitas II. Menurut LPHH (1976),
serat dengan kelas kualitas II akan menghasilkan keteguhan lembaran kertas
dengan keteguhan sobek, pecah, dan tarik yang sedang.
Tabel 3 Hasil analisis komponen kimia E. urophylla
Komponen Kimia Kayu(%)
Umur

Holoselulosa

Pentosan

Lignin

αSelulosa

Ekstraktif

Kelarutan
air dingin

Kelarutan
air panas

Kelarutan
NaOH 1%

Abu

4

80,93

18,22

18,95

43,56

1,53

2,08

3,03

16,45

0,44

5

87,35

16,8

24,15

49,61

0,72

1,9

2,17

12,18

0,67

6

80,87

16,29

24,31

49,18

1,18

2,32

3,37

15,02

0,29

7

81,37

16,6

23,63

49,62

0,88

3,9

4,17

14,1

0,4

5

Tabel 4 ANOVA komponen kimia kayu dan rendemen terhadap umur kayu.
Perlakuan

D.F

S.S

M.S

F hitung

Sig.

Holoselulosa

3

59,707

19,902

46,306

0,001

Pentosan

3

4,493

1,498

14,210

0,013

Lignin

3

39,215

13,072

337,771

0,000

α-selulosa

3

52,645

17,548

226,428

0,000

Ekstraktif

3

0,764

0,256

88,906

0,000

Kelarutan air dingin

3

5,038

1,679

79,772

0,001

Kelarutan air panas

3

4,117

1,372

36,994

0,002

Kelarutan NaOH 1%

3

19,199

6,400

27,020

0,004

Rendemen tersaring

3

5,867

1,956

0,154

0,922

Bilangan kappa

3

1,902

0,634

0,273

0,843

Pengujian komponen kimia E. urophylla hasil penelitian ini hasilnya lebih baik
dibandingkan hasil penelitian Dutt dan Tyagi (2011). Kadar holoselulosa A.
mangium 80,43% (Yahya et al. 2010) setara dengan E. urophylla berumur 4 dan 7
tahun. Kadar lignin, hemiselulosa berupa pentosan, dan ekstraktif E. urophylla
hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan A. mangium (Yahya et al. 2010).
Kadar holoselulosa E. urophylla meningkat dari umur 4 ke 5 tahun kemudian
menurun pada umur 6 tahun dan meningkat tipis pada umur 7 tahun. Berdasarkan
uji keragaman, umur kayu berpengaruh terhadap kadar holoselulosa yang
terkandung di dalam kayu pada taraf nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan,
nilai kadar holoselulosa E. urophylla umur 4 tahun tidak berbeda nyata dengan
kadar holoselulosa E. urophylla umur 6 dan 7 tahun. Kadar holoselulosa E.
urophylla umur 5 tahun berbeda nyata dengan kadar holoselulosa E. urophylla
usia lainnya.
Kadar pentosan E. urophylla menurun dari umur 4 ke 6 tahun kemudian
meningkat tipis pada umur 7 tahun. Penurunan kadar pentosan E. urophylla dari
umur 4 ke 5 tahun cukup besar. Berdasarkan uji keragaman, umur kayu
berpengaruh terhadap kadar pentosan yang terkandung di dalam kayu pada taraf
nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kadar pentosan E. urophylla
umur 4 tahun berbeda nyata dengan umur kayu lainnya. Namun kadar pentosan E.
urophylla umur 5, 6 dan 7 tahun seragam.
Kadar lignin E. urophylla meningkat dari umur 4 ke 6 tahun kemudian menurun
tipis pada umur 7 tahun. Peningkatan kadar lignin E. urophylla dari umur 4 ke 5
tahun cukup besar. Berdasarkan uji keragaman, umur E. urophylla mempengaruhi
besarnya kadar lignin yang terkandung di dalam kayu pada taraf nyata 95%.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kadar lignin E. urophylla umur 4 tahun

6

berbeda nyata dibandingkan dengan umur lainnya. Kadar lignin E. urophylla
umur 5 tahun tidak berbeda nyata dengan kadar lignin E. urophylla berumur 7
tahun serta 6 tahun. Namun kadar lignin kayu umur 6 tahun berbeda nyata dengan
kadar lignin kayu umur 7 tahun.
Kadar α-selulosa E. urophylla meningkat tajam dari umur 4 ke 5 tahun kemudian
menurun tipis pada umur 6 tahun dan meningkat tipis pada umur 7 tahun.
Berdasarkan uji keragaman, umur kayu berpengaruh terhadap kadar α-selulosa
yang terkandung di dalam kayu pada taraf nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut
Duncan, nilai kadar α-selulosa E. urophylla umur 4 tahun berbeda nyata dengan
kadar α-selulosa E. urophylla umur lainnya. Kadar α-selulosa E. urophylla umur
5, 6, dan 7 tahun seragam (tidak berbeda nyata).
Kadar ekstarktif E. urophylla menurun tajam dari umur 4 ke 5 tahun. Kadar abu
E. urophylla meningkat dari umur 4 ke 5 tahun kemudian menurun tajam pada
umur 6 tahun dan meningkat lagi pada umur 7 tahun. Berdasarkan uji keragaman,
umur kayu berpengaruh terhadap kadar ekstraktif yang terkandung di dalam kayu
pada taraf nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kadar ekstraktif pada
keempat umur E. urophylla saling berbeda nyata Ini berarti umur E. urophylla
sangat mempengaruhi kadar ekstraktif di dalamnya.
Kelarutan E. urophylla pada air dingin menurun tipis pada umur 4 ke 5 tahun
kemudian meningkat sampai umur 7 tahun. Peningkatan kelarutan E. urophylla
pada air dingin dari umur 6 ke 7 tahun cukup besar. Berdasarkan uji keragaman,
umur kayu berpengaruh terhadap besarnya kelarutan kayu di dalam air dingin
pada taraf nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kelarutan kayu umur 7
tahun di dalam air dingin berbeda nyata dengan nilai kelarutan kayu umur lainnya
dalam air dingin. Besarnya kelarutan kayu umur 4 tahun dalam air dingin tidak
berbeda nyata dengan nilai kelarutan kayu umur 5 dan 6 tahun dalam air dingin.
Namun nilai kelarutan kayu umur 5 dalam air dingin berbeda nyata dengan nilai
kelarutan kayu umur 6 tahun di dalam air dingin.
Kelarutan E. urophylla pada air panas menurun pada umur 4 ke 5 tahun
kemudian meningkat sampai umur 7 tahun. Peningkatan kelarutan E. urophylla
pada air panas dari umur 6 ke 7 tahun cukup besar namun peningkatannya tidak
sebesar kelarutan kayu dalam air dingin. Berdasarkan uji keragaman, umur kayu
berpengaruh terhadap besarnya kelarutan kayu di dalam air panas pada taraf
nyata 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kelarutan kayu umur 5 tahun di
dalam air panas berbeda nyata dengan besarnya kelarutan kayu umur lainnya
dalam air panas. Nilai kelarutan kayu umur 7 tahun dalam air panas juga berbeda
nyata dengan nilai kelarutan kayu umur lainnya dalam air panas. Besarnya
kelarutan kayu umur 4 tahun dalam air panas tidak berbeda nyata dengan nilai
kelarutan kayu pada umur 6 tahun.
Kelarutan E. urophylla pada NaOH 1% menurun pada umur 4 ke 5 tahun
kemudian meningkat pada umur 6 tahun dan menurun tipis pada umur 7 tahun.
Penurunan kelarutan E. urophylla pada NaOH 1% dari umur 4 ke 5 tahun cukup
besar. Berdasarkan uji keragaman, umur kayu berpengaruh terhadap besarnya
kelarutan kayu di dalam larutan NaOH 1% pada taraf nyata 95%. Berdasarkan uji
lanjut Duncan, nilai kelarutan kayu umur 4 tahun di dalam larutan NaOH 1%
berbeda nyata dengan nilai kelarutan kayu umur lainnya dalam air panas. Begitu

7

pula dengan besarnya kelarutan kayu umur 5 tahun dalam NaOH 1% berbeda
nyata dengan besarnya kelarutan E. urophylla umur lainnya. Besarnya kelarutan
kayu umur 6 tahun dalam NaOH 1% tidak berbeda nyata dengan nilai kelarutan
kayu umur 7 tahun.
Tabel 5 Hasil pemasakan pulp
Rendemen
pemutihan
(%)

Sifat Optik dan Mekanis Pulp Putih
Index
Index
Noda
Sobek
Retak
(mm2/m2)
2
2
(Nm /Kg)
(kPa.m /g)
6,3
5,4
0

Rendemen
pemasakan (%)

Bilangan
Kappa

4

53,46

16,66

47,88

Index
tarik
(Nm/g)
89

5

51,58

16,21

50,94

94

7,8

7,5

0

89,76

6

51,22

16,31

46,71

97

8,0

8,1

0

89,95

7

51,87

15,34

48,98

91

7,6

5,9

15,31

89,40

Umur
Kayu

SNI 14-6107-1999

min. 40

min. 7

min. 2,5

maks. 6

Derajat
Putih
(%)
88,95

min. 80

Pada saat proses pulping, E. urophylla mudah dimasak. Serpih kayu E. urophylla
lunak dan setelah dimasak tidak ditemukan chip sisa. Tidak ada perbedaan yang
besar dalam rendemen pulp tersaring dan bilangan kappa pulp hasil pemasakan.
Berdasarkan uji keragaman menunjukan bahwa umur kayu tidak berpengaruh
nyata terhadap hasil rendemen tersaring dan bilangan kappa pulp pada tingkat
nyata 95% sehingga dapat dikatakan data hasil pemasakan E. urophylla seragam
(homogen).
Pulp putih E. urophylla memiliki derajat putih yang baik dengan nilai mendekati
90%. Nilai derajat putih E. urophylla meningkat dari usia 4 ke 6 tahun.
Dibandingkan dengan persyaratan pulp sulfat putih kayu daun dalam SNI 146107-1999, tingkat derajat putih yang dicapai telah memenuhi, yaitu diatas 80%
GE.
Nilai kekuatan mekanis pulp E. urophylla meningkat dari umur 4 ke 6 tahun
kemudian menurun. Dibandingkan dengan persyaratan pulp sulfat putih kayu
daun dalam SNI 14-6107-1999, E. urophylla hasil penelitian ini telah memenuhi
standar.
Noda pada pulp putih E. urophylla berumur 4, 5, 6, dan 7 tahun hanya terlihat
pada E. urophylla berumur 7 tahun. Berdasarkan noda yang terdapat pada pulp
putih, E. urophylla berumur 7 tahun tidak layak digunakan sebagai bahan baku
kertas.

8

PEMBAHASAN
Rendemen dan Bilangan Kappa. Rendemen pemasakan pulp dipengaruhi oleh
komponen kimia kayu, antara lain kadar holoselulosa, lignin, pentosan. Adanya
karbohidrat berbobot molekul rendah akan mempengaruhi rendemen pulp yang
dihasilkan. Bilangan kappa pulp dipengaruhi oleh kadar lignin di dalam kayu.
80.93
87.35
80.87
81.37

100
90
80

20

4 tahun
5 tahun
6 tahun
16.45
12.18
15.02
14.1

16.66
16.21
16.31
15.34

30

18.22
16.8
16.29
16.6

40

18.95
24.15
24.31
23.63

50

43.56
49.61
49.18
49.62

47.88
50.94
46.71
48.98

%

60

53.46
51.58
51.22
51.87

70

7 tahun

10
0
Rendemen
pemasakan

Bilangan
Kappa

Rendemen Holoselulosa Pentosan
pemutihan

Lignin

α-Selulosa

Kelarutan
NaOH 1%

Gambar 1 Pengaruh komponen kimia kayu terhadap rendemen dan bilangan
kappa pulp.
Kadar holoselulosa dalam kayu menyatakan jumlah senyawa karbohidrat atau
polisakarida yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan pektin kayu. Kayu
dengan kadar holoselulosa tinggi secara teoritis akan menghasilkan pulp dengan
rendemen pemasakan tinggi. Namun dalam penelitian ini kayu dengan kadar
holoselulosa tertinggi tidak menghasilkan pulp dengan rendemen pemasakan
tertinggi. Pada Gambar 1 terlihat kadar holoselulosa kayu tidak mempengaruhi
rendemen pemasakan pulp.
Rendemen pemutihan pulp dipengaruhi oleh kadar holoselulosa dan α-selulosa
dalam kayu. Pada Gambar 1 terlihat kayu dengan kadar holoselulosa dan αselulosa tinggi menghasilkan pulp dengan rendemen pemutihan tinggi dan begitu
pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dence dan Reeve (1996),
bahwa pulp yang sudah diputihkan memiliki komposisi kimia berupa 80–95%
selulosa, 5–20% hemiselulosa dan kadar lignin yang rendah.
Hemiselulosa dalam penelitian ini diuji dalam bentuk pentosan. Kadar pentosan
dalam kayu mempengaruhi rendemen hasil pemasakan pulp. Pada Gambar 1
terlihat semakin tinggi kadar pentosan maka rendemen hasil pemasakan pulp juga
meningkat dan begitu pula sebaliknya. Hal ini tidak sesuai dengan yang
diungkapkan Danielsson dan Lindstrom (2005) bahwa kadar hemiselulosa kayu
hilang selama proses pemasakan sehingga akan mengurangi rendemen.
Kadar lignin yang terkandung di dalam kayu mempengaruhi rendemen pemasakan
pulp. Pada Gambar 1 terlihat kayu dengan kadar lignin terendah menghasilkan
pulp dengan rendemen tertinggi dan begitu juga sebaliknya. Menurut Rio et al.

9

(2005), dibandingkan kadar lignin, struktur dari lignin yang terkandung di dalam
kayu lebih mempengaruhi rendemen hasil pemasakan pulp.
Kayu dengan kadar lignin yang tinggi secara teoritis akan menghasilkan pulp
dengan bilangan kappa yang tinggi. Berdasarkan penelitian ini, kadar lignin dalam
kayu tidak mempengaruhi bilangan kappa pulp yang dihasilkan. Pada Gambar 1
terlihat kayu dengan kadar lignin tinggi tidak menghasilkan pulp dengan bilangan
kappa tinggi.
Karbohidrat berbobot molekul rendah dapat ditunjukan dengan kelarutan kayu
dalam NaOH 1%. Pada Gambar 1 terlihat kayu dengan kelarutan dalam NaOH
1% terbesar menghasilkan pulp dengan rendemen tertinggi dan begitu pula
sebaliknya. Hal ini tidak sesuai dengan penyataan Sjostrom (1993), tingginya
kadar karbohidrat berbobot molekul rendah dapat menurunkan rendemen hasil
pemasakan pulp.
Derajat Putih (Brightness). Derajat putih pulp menyatakan banyaknya sinar yang
dipantulkan kembali oleh suatu bahan relatif terhadap bahan standar (titanium
oksida) yang dinyatakan dalam % ISO atau oGE. Derajat putih dapat dipengaruhi
oleh kandungan lignin sisa di dalam lembaran pulp. Pada Tabel 5 terlihat pulp E.
urophylla berumur 4 tahun memiliki bilangan kappa tertinggi dan menghasilkan
lembaran putih pulp dengan derajat putih terendah. Seperti halnya dengan
bilangan kappa pulp, derajat putih lembaran pulp yang dihasilkan seragam.
Derajat putih produk kertas dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan
tambahan atau perlakuan seperti Optical Brightening Agents, dan Fluorescent
Whitening Agents (Zhang et al. 2009). Pemutihan pulp dengan melibatkan
tahap oksigen dan peroksisa juga akan meningkatkan derajat putih pulp.
Noda. Noda merupakan benda asing dalam lembaran pulp yang saat diperiksa
dengan cahaya pantul tampak kontras dan berukuran lebih besar atau sama dengan
0,04 mm2. Noda dapat disebabkan oleh ekstraktif dalam kayu namun pada
Gambar 2 terlihat kadar ekstraktif tidak mempengaruhi noda dari lembaran pulp
yang dihasilkan. Kayu E. urophylla berumur 7 tahun memiliki kadar ekstraktif
yang lebih rendah dibandingkan kayu berumur 4 dan 6 tahun namun
menghasilkan noda pada lembaran putih pulpnya. Sehingga tidak ada korelasi
antara zat ekstraktif yang terlarut dengan noda pada lembaran pulp putih. Pelarut
yang digunakan untuk mengekstrak ekstraktif dalam penelitian ini yaitu
diklorometana. Ekstrak diklorometana dari kayu, antara lain lilin, lemak, resin,
fotosterol, dan hidrokarbon yang tidak mudah menguap. Untuk mengetahui zat
apa pada ekstraktif yang menyebabkan noda pada lembaran pulp perlu dilakukan
analisis lanjutan.

10

18

15.31

16
14
12

4 tahun

10

5 tahun

8

6 tahun
6
7 tahun
4
1.53

2
0

0

0

0.72 1.18 0.88

0
Noda (mm2/m2)

Ekstraktif (%)

Gambar 2 Faktor yang mempengaruhi noda pada lembaran pulp
Tidak semua jenis ekstraktif membuat masalah pada industri pulp (Farrell et al.
1997). Salah satu jenis ektraktif, lipophilic dari kayu menyebabkan noda pada
lembaran pulp yang dihasilkan (Back dan Allen 2000). Zat ini hadir sebesar 1-3%
saja dapat membuat masalah teknis dan lingkungan pada pabrik pulp (Beek et al.
2007). Kadar lipophilic dari kayu dapat diminimalisir dengan perlakukan white
fungi saat penyimpanan kayu (Dorado et al. 2000).
KekuatanMekanis. Kekuatan mekanis lembaran pulp dapat diduga dari mutu
bahan baku pulp. Serat yang panjang akan membantu terbentuknya jalinan antar
serat yang baik pada proses pembentukan kertas. Dinding serat yang tipis akan
memudahkan serat melembek dan menjadi pipih sehingga memberikan
permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat. Hal ini mengakibatkan
kekuatan tarik, lipat dan sobeknya tinggi. Proses pemutihan pulp juga
mempengaruhi kekuatan mekanis dari lembaran pulp. Kekuatan mekanis pulp E.
urophylla hasil penelitian Dutt dan Tyagi (2011) lebih rendah dibandingkan
dengan hasil penelitian ini dikarenakan tidak dilakukan proses pemutihan pulp.
Pada dasarnya kekuatan retak dan kekuatan tarik ditentukan oleh faktor yang
sama. Perbedaannya adalah bahwa kekuatan tarik diuji searah bidang lembaran
pulp dan kekuatan retak diuji tegak lurus bidang lembaran pulp. Dimensi serat
yang berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan retak adalah panjang serat dan
tebal dinding sel. Turunan dimensi serat yang berpengaruh terhadap kekuatan
tarik dan retak adalah runkle ratio, muhlsteph ratio, coefficient of rigidity, dan
flexibility ratio.

94
89
4

97

5

91
6

µm

5

7.5 8.1

5.4

0

4

7

5

6

5.9
7

Tahun

Tahun

Index tarik

Index Retak

5.2

5.31

5

0.5
5.24

4

0.24

4

5.15 5.11

5

6

7

0.93

0.79
0.66 0.78

0
4

5

6

Tahun

Tahun

Tebal dinding

Runkle Ratio

0.2 0.22 0.22
5

6

7

Tahun

Coefficient of Rigidity

1.5
1.4
1.48
1.3
1.381.41
1.35
1.2
4 5 6 7
Tahun

1

5.4

0.3
0.2
0.1
0

10
mm

100
95
90
85

kPa.m2/g

Nm/g

11

Panjang Serat
80
70
60
50

73.2
4

7

63.6
7
5

68.4 68.6
9
6
6
7

Tahun

Muhlsteph Ratio
0.65
0.6
0.55
0.5
0.45

0.6
0.52
4

5

0.56 0.56
6

7

Tahun

Flexibility Ratio

Gambar 3 Hubungan kekuatan tarik dan retak dengan dimensi serta turunan serat
Serat E. urophylla berumur 6 tahun menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan
tarik dan retak terbaik sedangkan yang berumur 4 tahun memiliki kekuatan yang
buruk. Pada Gambar 3 terlihat serat E. urophylla berumur 6 tahun memiliki
panjang serat terpanjang walaupun tidak memiliki tebal dinding sel tertipis. Serat
E. urophylla berumur 4 tahun memiliki tebal dinding sel tertebal sehingga
kekuatan tarik dan retaknya rendah. Serat E. urophylla berumur 6 tahun tidak
memiliki nilai runkle ratio, muhlsteph ratio,coefficient of rigidity, dan flexibility
ratio terbaik. Namun serat E. urophylla berumur 4 tahun memiliki nilai runkle
ratio, muhlsteph ratio,coefficient of rigidity, dan flexibility ratio terburuk sehingga
kekuatan tarik dan retaknya rendah. Nilai runkle ratio, muhlsteph ratio,coefficient
of rigidity, dan flexibility ratio terbaik dimiliki oleh E. urophylla berumur 5 tahun.
Menurut Nazhad et al. (2003) dalam Wistara dan Hidayah (2010), terdapat
hubungan antara kadar lignin sisa dan kekuatan tarik pulp. Pada Tabel 5 terlihat E.
urophylla berumur 4 tahun memiliki derajat putih yang rendah dan memiliki
kekuatan mekanis yang rendah pula. E. urophylla berumur 6 tahun memiliki
derajat putih yang tinggi serta kekuatan mekanis yang tinggi pula.

1.5
1.4
1.48
1.3
1.381.41
1.35
1.2
4

5

6

7

Tahun

Panjang Serat

70
60
50
40

63.0
62.6
58.2
7 53.4 6
4
5
4
5
6
7

Nm2/Kg

mm

12

10
5
0

6.3
4

Tahun

Felting Power

7.8 8 7.6
5

6

7

Tahun

Index Sobek

Gambar 4 Hubungan kekuatan sobek dengan dimensi dan turunan serat
Ketahanan sobek diperlukan untuk mangetahui ketahanan kertas terhadap
tegangan sobek selama konversi atau pemakaian kertas akhir. Dimensi serat yang
berpengaruh terhadap ketahanan sobek adalah panjang serat. Turunan dimensi
serat yang berpengaruh terhadap kekuatan sobek adalah felting power. Pada
Gambar 4 terlihat panjang serat mempengaruhi nilai kekuatan sobek dari
lembaran pulp yang dihasilkan. Dengan semakin meningkatnya panjang serat
maka lembaran pulp dari kayu yang dihasilkan memiliki kekuatan sobek yang
tinggi. Kayu E. urophylla berumur 6 tahun memiliki nilai felting power tertinggi
dan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan sobek tertinggi.

KESIMPULAN
Kayu E. urophylla memiliki kualitas serat yang baik dengan kelas mutu II. Umur
kayu mempengaruhi kadar kimia kayu E. urophylla tetapi tidak mempengaruhi
hasil rendemen pemasakan dan bilangan kappa pulp pada taraf nyata 95%. Kayu
E. urophylla berumur 6 tahun menghasilkan pulp dengan sifat optik dan mekanis
terbaik. Kayu E. urophylla berumur 7 tahun menghasilkan noda pada lembaran
pulpnya sehingga kurang baik digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas.

13

DAFTAR PUSTAKA
Back EL and Allen LH. 2000. Pitch Control: Wood Resin and Deresination.
Atlanta: Tappi Press.
Beek van T, Kuster B, Claassen F, Tienvieri T, Bertaud, Lenon, Conil M, Alvarez
R. 2007. Fungal bio-treatment of Spruce Wood With Trametes
versicolor for Pitch Control: Influence on Extractive Contents, Pulping
Process Parameters, Paper Quality, and Effluent Toxicity. Bioresource
Technology 98: 302-311.
Danielsson S dan Lindstrom ME. 2005. Influence of Birch Xylan Adsorption
During Kraft Cooking on Softwood Pulp Strength. Nordic Pulp and
Paper Research Journal 20: 436-441.
Domingues, Patinha D, Sousa G,Villaverde J, Silva M, Freire A, Silvestre J, Neto
C. 2011. Eucalyptus Biomass Residue from Agro-Forest and Pulping
Industries as Sources of High-Value Triterpenic Compounds. Cellulose
Chem. Technol. 45 (7-8): 475-481.
Dorado J, Claassen F, Beek T, Lenon, Winberg J, Alvarez R. 2000. Elimination
and Detoxification of Softwood Extraktif by White-Rot Fungi. J.
Biotechnol 80: 231-240.
Dutt D dan Tyagi C. 2011. Comparison of Various Eucalyptus Species for Theis
Morphological, Chemical, and Paper Making Characteristics. Indian
Journal of Chemical Technology 18: 145-151.
Evtuguin dan Neto. 2007. Recent Advantages in Eucalyptus Wood Chemistry:
Structural Feature Throught the Prism of Technological Response. Di
dalam: 3th International Colloqium on Eucalyptus Pulp. Brazil: Belo
Horizonte.
Farrell RL, Hata K, Wall M. 1997. Solving Pitch Problems in Pulp and Paper
Processes by the Use of Enzymes or Fungi. Biotechnology 57: 198-212
Jimenez L, Ramos E, Rodriguez A, Torre D, Ferrer J. 2005. Optimization of
Pulping Condition of Abaca: An alternative raw material for producing
cellulose pulp.Bioresource Technology 96: 977 – 983.
Kevin A, Megown, Turner P, Male J, Retief J. 2000. The Impact of Site Index and
Age on The Wood, Pulp, and Pulping Properties of a Eucalyptus
grandis clone. Forestry and Forest Products Research Center. South
Africa: Congella.
Khristova P, Kordsachia O, Patt R, Dafaalla S. 2004. Alkaline Pulping of Some
Eucalyps from Sudan. Bioresource Technology (97): 535-544.
Liu J dan Zhou X. 2010. Structural Changes in Residual lignin of Eucalyptu
urophylla x Eucalyptus grandis LH 107 Oxygen Delignified Kraft Pulp
Upon Clorine Dioxide Bleaching. Scientia Iranica 18 (3): 486-490.
LPHH. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia. Laporan LHH No. 75
Ragauskas. 2009. ShortReview: The Chemistry and Pulping of Acacia.
[Terhubung
Berkala]
(http://www.ipst.gatech.edu/faculty/ragauskas_art/technical_reviews/ac
acia.pdf ) (16 November 2012)

14

Rio J, Gutierrez A, Hernando M, Landin P, Romero J, Martinez A. 2005.
Determining the Influence of Eucalypt Lignin Composition in Paper
Pulp Yield Using Py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolysis 74:110-115.
Rencoret J, Gutierrez A, Rio J. 2007. Lipid and Lignin Composition of Woods
from Different Eucalyptus Species. Holzforschung. 61: 165-174.
Sjostrom E. 1993. Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. London:
Academic Press.
Syafii dan Siregar. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium (Acacia
mangium Willd) dari Tiga Provenans. Jurnal Tropical Wood Science
and Technology 4(1): 28-32.
Ververis C, Georghiou K, Christodoulakis N, Santas P, Santas R. 2004. Fiber
Dimention, Lignin, and Cellullose Content of Various Plant Materials
and Their Suitability for Paper Production. Ind. Crops Prod. 19: 245254.
Wistara N dan Hidayah H N. 2010. Virgin Bamboo Pulp Substitution Improved
Strength Properties of OCC Pulp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Hutan 3(1): 14 – 18.
Yahya R, Sugiyama J, Silsia D, Gril J. 2010. Some Anatomical Features of an
Acacia Hybryd, A. mangium, and A. auriculiformis Grown in Indonesia
With Regard to Pulp Yield and Paper Strength. Journal of Tropical
Forest Science 22(3): 343-351.
Zhang H, He Z, Ni Y, Hu H, Zhou Y. 2009. Using Optical Brightening Agents
(OBA) for Improving the Optical Properties of HYP Containing Paper
Sheets. Pulp and Paper Canada, October/November: 20-24.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, 7 Oktober 1989 dari Bapak Yunasman dan
Ibu Ruspadiana. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dengan memasuki Sekolah Dasar Negeri
Pasirkaliki V Bandung pada tahun 1995 dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2001
penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 9 Bandung dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Atas 15 Bandung dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan,
Departemen Hasil Hutan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah aktif
sebagai anggota kelompok minat biokomposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
pada tahun 2008-2010. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar, Kimia Kayu, dan Hasil Hutan Bukan Kayu.
Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
BKPH Cikeong-Burangrang dan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Penulis juga telah melaksanakan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di Pindo Deli Pulp and Paper Mills pada tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan karya ilmiah dengan
judul “Kualitas Kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla S. T. Blake) Berbagai Umur
Tanam Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas” dibawah bimbingan Bapak
Nyoman J. Wistara, Ph. D dan Ibu Dra. Susi Sugesty.