Biologi Reproduksi Brachymeria Lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae)
BIOLOGI REPRODUKSI Brachymeria lasus WALKER
(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS
(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)
ANDRIXINATA B
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRACT
ANDRIXINATA B. Reproduction Biology of Brachymeria lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae): A Pupal Parasitoid of Banana Skipper, Erionota
thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Under the direction of PUDJIANTO.
The objective of this research was to obtain information on the life span and
some reproduction characteristics of Brachymeria lasus adults, including number
of offsprings produced by a single parasitoid, sex ratio, and the most suitable host
pupal age for parasitoid development. The research was carried out in The
Laboratory of Biological Control, Department of Plant Protection, Bogor
Agricultural University. Parasitoids B. lasus were obtained by collecting pupae
of Erionota thrax parasitized by B. lasus from the field, and then were kept in
plastic containers in the laboratory. Rearing of B. lasus was conducted by putting
a copulated female of parasitoid in a test tube provided with fresh pupae of E.
thrax to be parasitized, and fed with 10% honey solution. Effect of food and host
(no food no host, with water no host, with 10% honey no host, and with 10%
honey with host) on the life span of parasitoid adults was observed. To observe
the total number of offsprings, a copulated female was provided with fresh host
pupae (one pupa or two daily as needed) every day until the parasitoid died. To
find the suitable host pupal ages for parasitoid development, a different age of
host i. e. prepupae, 1, 2, 3, 4, 5, and 6 day-old pupae, each was exposed to a
different copulated parasitoid female for 18 hours. Effect of three different sizes
of host pupae (small, medium, and large) on the parasitoid offspring production
was also observed. Females of B. lasus provided with 10% honey solution as food
with or without pupae as host could live longer (12-17 days and 10-13 days,
respectively) compared to those without food or fed with water only which could
live for only 3 days. Number of offsprings produced by a female of B. lasus
ranged 71-126, with the average of 98.2. Parasitoid B. lasus could develop
successfully in 1-3 day-old host pupae. The parasitoid could parasitize prepupae
and pupae older than 5 days but the parasitoids could not complete their
develpoment. The host pupal size affected the number and the sex ratio of
parasitoids emerging from a single host pupae.
Keywords: Brachymeria lasus, Erionota thrax, reproduction biology
ABSTRAK
ANDRIXINATA B. Biologi Reproduksi Brachymeria lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax
Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang lama hidup,
karakteristik reproduksi imago B. lasus termasuk jumlah keturunan dan umur
pupa inang yang ideal untuk perkembangan parasitoid. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Parasitoid diperoleh dengan mengambil pupa
Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus dari lapangan, kemudian dimasukkan
ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B. lasus yang muncul
diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang terdapat pupa E. thrax. Untuk
mengetahui lama hidup imago, imago dipelihara dan diberi perlakuan tanpa
pakan, pakan air, pakan madu 10% memarasit dan tanpa memarasit inang. Untuk
mengamati pengaruh umur dan ukuran pupa terhadap tingkat parasitisasi, inang
prapupa, pupa umur 1, 2, 3, 4, 5, 6 hari, pupa ukuran kecil, sedang, dan besar
ditempatkan di dalam tabung reaksi bersama parasitoid selama sehari. Untuk
mengamati jumlah keturunan, imago yang telah kopulasi dibiarkan memarasit
setiap hari sampai parasitoid mati. Imago B. lasus dapat hidup sampai 3 hari tanpa
pakan atau hanya tersedia air, 12-17 hari dengan pakan madu 10% tanpa
memarasit, serta 10-13 hari dan memarasit. Keturunan yang dihasilkan oleh imago
B. lasus selama hidupnya berkisar antara 71 - 126 ekor dengan rataan 98.2. Pupa
E. thrax paling ideal dijadikan inang adalah pupa umur 1 - 3 hari. Inang yang
masih stadia prapupa dan pupa umur diatas 5 hari dapat diparasit oleh B. lasus
tetapi tidak muncul imago. Ukuran pupa berpengaruh positif terhadap parasitoid
yang dihasilkan. Pupa berukuran kecil berpengaruh terhadap nisbah kelamin B.
lasus.
Kata kunci: Brachymeria lasus, Erionota thrax, Biologi reproduksi
BIOLOGI REPRODUKSI Brachymeria lasus WALKER
(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS
(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)
ANDRIXINATA B
A34070016
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Biologi Reproduksi Brachymeria Lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun
Pisang Erionota Thrax Linnaeus (Lepidoptera:
Hesperiidae)
: Andrixinata B
: A34070016
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
NIP 19580825 198503 1 002
Diketahui,
Plh. Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si
NIP19641224 199103 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 27 November 1989 sebagai
anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Bahran dan Ibu
Nurlailam. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Malaya
Kecamatan Lemong Lampung Barat, pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 1 Lemong Lampung Barat, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri
1 Pesisir Tengah Lampung Barat dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan diantaranya
menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA) IPB (2007) dan
Organic Farming HIMASITA IPB (2008). Penulis pernah menjadi panitia di
kegiatan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FAPERTA dan Masa Perkenalan
Departemen (MPD) Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2009, menjadi
anggota panitia divisi HUMAS dan DANUS dalam kegiatan SMART PTN 2009
(MIGRATORIA), menjadi panitia divisi acara dalam kegiatan GEENCO dan
FOR XP yang diadakan oleh HIMASITA, menjadi koordinator divisi acara pada
acara Wahana Kreasi Pertanian Tegal (WARTEG) Kabupatan Tegal yang
merupakan rangkaian kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) FAPERTA-FEMA
IPB 2011. Selain itu, penulis pernah menjadi kontributor dalam penelitian
kerjasama antara Research Institute for Humanity and Nature (RIHN) Jepang dan
IPB, Jakarta Action Research with RICOH and MUJI dan menjadi asisten
praktikum mata kuliah Klinik Tanaman pada tahun 2012.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir dengan
judul “Biologi Reproduksi Parasitoid Brachymeria Lasus Walker
(Hymemoptera:Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax
Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini banyak melibatkan pihak-pihak lain yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si selaku dosen
pembimbing penelitian yang telah banyak mamberikan bimbingan, nasehat dan
arahan kepada penulis, Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji
tamu yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini, dan Dr. Ir.
Sugeng Santoso, M.Agr selaku pembimbing akademik yang sudah banyak
memberikan arahan kepada penulis. Secara khusus, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada bapak Bahran, Ayahanda yang penulis banggakan dan Ibu
Nurlailam, Ibunda penulis yang tercinta. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada kakak penulis Lisnawati, Maryuni B, S.Pd, Ahmad Fithoni, dan Rizanni,
serta adik penulis Annisa Ramadhanti dan Farhan Abdillah yang telah
memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Jessica, Rado, Yasin, Huda,
Mba Ada, dan Mba Nita selaku rekan satu laboratorium, Leo Wibisono, Fitrah,
Gigih, Satria, Dani, Rizki, dan teman-teman mahasiswa departemen Proteksi
tanaman IPB angkatan 44, 45, dan teman-teman TPB yang sudah membantu
penulis dalam berbagai hal.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kesalahankesalahan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah
SWT meridhoi dan mencatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.
Bogor, Oktober 2012
Andrixinata B
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................
1
Tujuan ......................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
Parasitoid .................................................................................................
3
Klasifikasi Parasitoid ...........................................................................
3
Hubungan Inang dan Parasitoid ...........................................................
4
Pengendalian Hayati dengan Parasitoid ..................................................
6
Parasitoid Brachymeria sp.......................................................................
6
Parasitoid Brachymeria lasus ..................................................................
7
Taksonomi dan Morfologi ...................................................................
7
Gejala Inang Terparasit ........................................................................
8
Siklus Hidup ........................................................................................
10
Inang ....................................................................................................
11
Biologi Erionota thrax ............................................................................
11
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
13
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
13
Alat dan Bahan ........................................................................................
13
Metode Penelitian ....................................................................................
14
Pemeliharaan Parasitoid .......................................................................
14
Lama Hidup dan Jumlah Keturunan yang Dihasilkan .........................
14
Pengaruh Umur Pupa pada Tingkat Parasitisasi ..................................
15
Pengaruh Ukuran Pupa pada Tingkat Parasitisasi ...............................
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
17
Lama Hidup Imago ..................................................................................
17
Jumlah Keturunan yang dihasilkan .........................................................
18
Pengaruh Umur Pupa Inang terhadap Tingkat parasitisasi B. lasus ........
21
vii
Pengaruh Ukuran Pupa Inang terhadap Tingkat Parasitisasi B. lasus .....
26
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
29
Kesimpulan ..............................................................................................
29
Saran ........................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
30
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Lama hidup imago B. lasus pada berbagai perlakuan pakan .................
17
2 Jumlah imago parasitoid harian .............................................................
19
3 Jumlah imago B. lasus pada berbagai umur pupa E. thrax ....................
23
4 Jumlah dan nisbah kelamin parasitoid berbagai ukuran pupa ................
26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ciri morfologi imago B. lasus ................................................................
8
2 Gejala parasitisati B. lasus pada pupa E. thrax ......................................
9
3 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ........................
10
4 Peralatan yang digunakan dalam penelitian ..........................................
13
5 Morfologi berbagai umur pupa E. thrax ..............................................
15
6 Grafik rataan jumlah keturunan harian imago B. lasus .........................
20
7 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ........................
21
8 Perubahan gejala prapupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ...................
22
9 Grafik hubungan umur pupa inang dengan tingkat parasitisasi .............
25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lampiran 1 Hasil Anova dan uji BNT lama hidup imago B. lasus .......
34
2 Jumlah Pupa Inang Terparasit Harian ....................................................
35
3 Jumlah parasitoid dan inang terparasit pada berbagai umur pupa .........
36
4 Hasil Anova dan uji BNT Pengaruh Umur Pupa terhadap Jumlah Imago
Brachymeria lasus ..................................................................................
37
5 Hasil Anova dan uji BNT pengaruh ukuran pupa terhadap jumlah imago
Brachymeria lasus ..................................................................................
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Parasitoid adalah serangga yang fase pradewasanya menjadi parasit atau
hidup pada atau di dalam tubuh serangga lain. Parasitoid memakan bagian tubuh
inang sampai parasitoid menyelesaikan fase larvanya. Inang parasitoid akan mati
ketika parasitoid memasuki fase pupa dan keluar dari dalam tubuh inang tersebut.
Parasitoid pada umumnya mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil
daripada inangnya. Siklus hidup parasitoid lebih pendek dibandingkan dengan
inangnya (Hoffmann & Frodsham 1993).
Pengembangan musuh alami seperti parasitoid merupakan salah satu upaya
dalam mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan. Parasitoid dari ordo
Hymenoptera merupakan agen pengendali hayati yang memiliki potensi cukup
penting untuk dikembangkan. Ichneumonoidea dan Chalcidoidea merupakan dua
superfamili yang memiliki jumlah spesies parasitoid terbesar. Sebagian besar
anggota superfamili tersebut adalah parasitoid dari serangga hama penting dan
telah banyak digunakan dalam upaya pengendalian (LaSalle 1993).
Brachymeria sp. merupakan serangga dari ordo Hymenoptera famili
Chalcididae. Spesies Brachymeria yang paling umum ditemukan di Indonesia,
khususnya Sumatera dan Jawa, adalah Brachymeria lasus. Spesies ini umumnya
ditemukan memarasit ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax) (Erniwati &
Ubaidah 2011). B. lasus memiliki potensi untuk dikembangkan dalam upaya
pemanfaatan musuh alami. Spesies ini banyak ditemukan memarasit berbagai
hama diantaranya E. thrax, Anomis flava (Chu & Hsia 1935; Woo & Hsiang 1939;
Ferino et al. 1982; vanLam 1996), Leucinodes orbonalis
Trichoplusia ni (Dindo 1993), Arctornis sp.,
(Navasero 1983),
dan Lymantria atemeles yang
merupakan spesies ulat bulu yang sempat outbreak di Probolinggo (Suputa 2011;
Noerman 2012).
Upaya pengembangan parasitoid memerlukan informasi yang spesifik
mengenai biologi dari parasitoid tersebut. Masing-masing spesies parasitoid
memiliki karakter yang berbeda. Perilaku memarasit, jenis dan karakter inang,
2
umur parasitoid, dan pakan merupakan beberapa unsur yang mempengaruhi
karakteristik suatu spesies parasitoid.
Sejauh ini, pengembangan B. lasus masih dalam skala kecil baik untuk
keperluan penelitian atau untuk konservasi. Informasi mengenai bioekologi
parasitoid ini pun tergolong sedikit. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian
mengenai karateristik parasitoid ini dalam memarasit inang terutama mengenai
jumlah parasitoid dalam satu inang, karakteristik inang yang baik, daya
parasitisasi parasitoid pada stadia imagonya, serta perilaku memarasitnya.
Reproduksi parasitoid merupakan salah satu parameter dalam menilai
potensi parasitoid untuk dikembangkan. Informasi tersebut juga dibutuhkan dalam
upaya perbanyakan parasitoid. Lama hidup imago parasitoid merupakan salah satu
informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui daya tahan parasitoid pada saat
ketiadaan inang di lapangan. Informasi mengenai umur pupa inang yang ideal
untuk parasitoid diperlukan untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan inang
ideal di lapangan dengan lama hidup imago parasitoid. Untuk memperoleh
informasi-informasi tersebut diperlukan adanya penelitian mengenai biologi
reproduksi, lama hidup imago B. lasus, dan umur pupa inang yang ideal untuk
perkembangan parasitoid.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang biologi
reproduksi B. lasus termasuk lama hidup imago B. lasus, dan umur pupa inang
yang ideal untuk perkembangan parasitoid.
Manfaat
Informasi tentang biologi reproduksi, lama hidup imago, dan umur pupa
yang ideal untuk perkembangan parasitoid diharapkan dapat digunakan dalam
upaya perbanyakan dan konservasi parasitoid, serta pengembangan strategi
pemanfaatan parasitoid Brachymeria lasus sebagai agen pengendalian hama
tanaman khususnya hama ulat penggulung daun pisang E. thrax.
TINJAUAN PUSTAKA
Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada
atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar
dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya
akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya.
Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya (Shelton 2012).
Musuh alami seperti parasitoid, sering digunakan untuk mengendalikan
hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus
hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju
pertumbuhan inangnya (Hoffmann & Frodsham 1993).
Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai
pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam
macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat
dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo
Lepidoptera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi.
Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari
ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang
sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada
stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993).
Klasifikasi Parasitoid
Salah satu hal yang menjadi dasar dalam mengklasifikasikan parasitoid
adalah dimana telur diletakkan dan letak stadia pradewasanya berkembang.
Klasifikasi ini membagi parasitoid menjadi dua jenis yaitu endoparasit dan
ektoparasit. Endoparasit adalah parasitoid yang memasukkan telurnya kedalam
tubuh
inang.
Contoh
parasitoid
yang
termasuk
endoparasit
adalah
Trichogramma spp, Brachymeria lasus, dan Cotesia glomerata. Parasitoid yang
mematikan inangnya terlebih dahulu dengan menusukkan ovipositornya kemudian
meletakkan telur dipermukaan atau di dekat inangnya disebut ektoparasitoid.
4
Contoh ektoparasitoid adalah Phytoditus yang menyerang larva Lepidoptera,
Chepalonia stephanoderes yang tergolong parasitoid larva pada hama buah kopi
Hyphotenemus hampei, dan Chepalonia stephanoderes merupakan ektoparasit
pada larva-larva instar akhir (Purnomo 2010).
Klasifikasi lain dari parasitoid adalah berdasarkan jenis stadia inang.
Beberapa parasitoid dari ordo Hymenoptera dapat menyerang inang pada stadia
yang berbeda. Parasitoid telur adalah parasitoid yang memarasit (meletakkan
telur) pada inang yang masih stadia telur. Contoh parasitoid telur adalah
Trichogramma sp. yang menyerang telur dari hama Scirpophaga incertulas.
Parasitoid larva adalah parasitoid yang meletakkan telur pada inang yang masih
stadia larva. Contoh parasitoid larva adalah Eriborus argenteopilosus yang
memarasit larva dari Crocidolomia binotalis. Parasitoid pupa, nimfa dan bahkan
imago masing masing meletakkan telur pada inang stadia pupa, nimfa, dan imago.
Parasitoid Hymenoptera juga dapat meletakkan telur pada stadia tertentu dan
muncul pada stadia berikutnya. Salah satu contoh parasitoid ini adalah
Holcothorax testaceipes yang meletakkan telur pada inang stadia telur dan muncul
pada saat inang stadia larva atau biasa disebut parasitoid telur-larva. Adapula
parasitoid larva-pupa seperti Tetrastichus howardi pada Pluttela xylostella
(Godfray 1993).
Berdasarkan jumlah imago yang berkembang dalam satu inang, parasitoid
dibagi menjadi parasitoid soliter dan gregarius. Apabila hanya satu parasitoid
yang berkembang pada satu inang maka parasitoid tersebut adalah parasitoid
soliter, sedangkan parasitoid gregarius dalam satu inang dapat berkembang lebih
dari satu imago parasitoid (Purnomo 2010).
Hubungan Inang dan Parasitoid
Pada umumnya hubungan populasi serangga hama (inang) dengan
parasitoidnya adalah bertautan padat (density dependent). Jika populasi inang
meningkat maka populasi parasitoid juga akan meningkat dan dapat menekan
populasi inang tersebut (Huffaker & Messenger 1976). Proses penemuan inang
oleh parasitoid dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu (1) penemuan habitat,
(2) penemuan inang, (3) penerimaan inang, dan (4) kesesuaian inang (Doutt 1959
dalam Takabayashi et al. 1998). Proses yang berlangsung secara terus-menerus
5
tersebut umumnya dimulai dengan reaksi parasitoid terhadap stimulasi yang
diproduksi oleh inang dan apabila proses tersebut berlanjut, parasitoid akan lebih
berorientasi pada inang (Hailemichael et al. 1994). Menurut Godfray (1994),
penemuan habitat inang bukan merupakan faktor penting apabila parasitoid sudah
menemukan lokasi inang secara tepat. Pada setiap tahapan tersebut parasitoid
distimulasi senyawa kimia baik yang dihasilkan oleh serangga inang maupun oleh
tanaman yang dimakan oleh inang (Takabayashi & Dicke 1996 dalam
Takabayashi et al. 1998).
Penemuan inang oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia.
Rangsangan fisik yang berperan terutama suara dan gerakan. Walaupun deteksi
inang menggunakan senyawa kimia merupakan metode penemuan inang yang
paling banyak digunakan, beberapa parasitoid menggunakan cara lain untuk
mendeteksi keberadaan inangnya. Gerakan inang yang dideteksi secara visual
sering menjadi petunjuk akhir bagi parasitoid untuk menemukan lokasi inangnya
(Godfray 1994). Faktor lain yang ikut berperan dalam penemuan inang adalah
pengalaman dan perilaku orientasi parasitoid (Weseloh 1972).
Penerimaan inang atau pengenalan inang adalah proses diterima atau
ditolaknya inang untuk peletakan telur setelah terjadi kontak (Arthur 1981).
Schdmidt (1974 dalam Arthur 1981) membagi proses tersebut dalam empat fase
yaitu (1) kontak dan pemeriksaan, (2) penusukan dengan ovipositor, (3)
pemasukan ovipositor, dan (4) peletakan telur. Keempat fase tersebut harus
lengkap dan berurutan sehingga bila terjadi hambatan dalam salah satu fase,
proses dimulai lagi dari awal.
Kesesuaian inang menentukan keberhasilan perkembangan parasitoid
sampai menjadi imago. Menurut Vinson & Inwantsch (1980), hal ini dipengaruhi
oleh banyak faktor diantaranya: (1) kemampuan parasitoid dalam menghindar atau
melawan sistem pertahanan inang, (2) kompetisi dengan parasitoid lain, (3)
adanya toksin yang merusak atau mengganggu telur atau larva parasitoid, dan (4)
kesesuaian makanan parasitoid. Faktor-faktor lainnya adalah (1) faktor
lingkungan, (2) infeksi patogen, (3) kerentanan inang, dan (4) pengaruh agen
pengendali serangga.
6
Pengendalian Hayati dengan Parasitoid
Pengendalian hayati dengan parasitoid adalah upaya pengendalian
menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta 2003).
Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera
parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya
berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang
lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki
biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama
yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya
memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator
membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994).
Goodfray (1993) menyatakan bahwa berdasarkan perilaku makannya,
parasitoid dapat diklasifikasikan menjadi dua. Beberapa parasitoid berkembang
dan makan di dalam tubuh inang dan dikenal sebagai endoparasitoid. Parasitoid
yang lain makan dan berkembang di luar tubuh inang dan disebut ektoparasit.
Parasitoid dapat juga dibedakan berdasarkan stadia inangnya seperti parasitoid
telur yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia telur, parasitoid larva
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia larva, dan parasitoid pupa
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia pupa (Novianti 2008).
Parasitoid Brachymeria sp.
Parasitoid Brachymeria sp. termasuk dalam ordo Hymenoptera famili
Chalcididae. Ukuran tubuh imago Brachymeria sp. berkisar antara 2-7 mm
dengan femur tungkai belakang sangat menggembung dan bergerigi, mempunyai
alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek pada ujung abdomen, dan
sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror et al.
1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran tubuh
mencapai 12 mm dan bagian femur tungkai belakang membesar. Jumlah Telur
parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang.
7
Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini
berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).
Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarius bila
ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid
meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit
akan mati dalam satu atau dua hari. Pupa inang terparasit kemudian mengeras dan
kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang
dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau
dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva
yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan
bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai
banyak spesies. Salah satu spesies yang banyak ditemukan di Indonesia adalah
Brachymeria lasus.
Parasitoid Brachymeria lasus
Taksonomi dan Morfologi
Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) termasuk ke dalam
ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidea dan Famili Chalcididae (Joseph et
al. 1973). Imago parasitoid B. lasus memiliki panjang tubuh yang bervariasi
antara 5 sampai 7 mm. Kepala berwarna hitam. Antena berbentuk siku, dengan
ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu
sudut dengan yang pertama dan merupakan ciri antena bertipe genikulat (Boror et
al. 1996).
Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai
belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia
belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah
(2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari 6 sampai 12 ruas
(Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal berwana
kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b).
8
Gambar 1 Ciri morfologi imago B. lasus (a, Antena; b, tungkai belakang;
Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011)
Parasitoid dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu
bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi
segera setelah imago betina keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin
terjadi lebih dari satu kali (Prabowo 1996). Parasitoid jantan umumnya muncul
sedikit lebih awal daripada parasitoid betina sehingga kopulasi terjadi segera
setelah kemunculan parasitoid betina (Pudjianto 1994).
Imago betina B. lasus umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar
daripada imago jantan. Menurut Valindria (2012) imago parasitoid betina
mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6.86 mm dan lebar kepala
2.49 mm sedangkan imago jantan mempunyai panjang tubuh 6.15 mm dan lebar
kepala 2.18 mm.
Gejala Inang Terparasit
Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuh yang berbeda dari
pupa sehat. Tubuh pupa terparasit mengeras dan terdapat bercak-bercak berwarna
hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya akan berwarna hitam dan jika
disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 2a). Inang yang tidak terparasit
akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan, dan jika disentuh atau
diganggu akan bergerak (Gambar 2b) (Valindria 2012).
9
Gambar 2 Gejala parasitisati B. lasus pada pupa E. thrax ( a, Pupa terparasit;
b, pupa sehat; Sumber: Valindria 2012)
Valindria (2012) mengungkapkan bahwa pupa inang yang terparasit akan
menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul.
Hal ini merupakan reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap perkembangan
parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama inang yang terparasit hanya diam dan
bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari kedua inang mulai menunjukkan
gejalanya dengan munculnya garis-garis hitam pada abdomennya (Gambar 3a).
Diduga bahwa larva parasitoid mulai muncul pada hari kedua. Hari ketiga
gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari keempat inang mulai kaku dan garis
hitamnya semakin jelas (Gambar 3b). Pada hari keenam pupa kaku dan berwarna
coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya (Gambar 3c). Inang akan semakin keras
dan bewarna hitam pada hari kedelapan (Gambar 3d). Pada hari kesembilan
parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi pupa. Pada hari ke sepuluh pupa
inang terparasit bewarna hitam dan semakin keras bila disentuh (Gambar 3e).
Pada hari-hari berikutnya tidak banyak perubahan pada tubuh pupa terparasit
hingga imago parasitoid muncul.
10
Gambar 3 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus (a, hari kedua;
b, hari keempat; c, hari keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh;
Sumber: Valindria 2012)
Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus memiliki eksoskeleton yang
keras atau kaku, berwarna hitam, dan mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras
dan apabila disentuh tidak bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian
berangsur berwarna hitam yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah
terparasit. Efek bagi inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan
perkembangan pradewasanya (Kalshoven 1981).
Siklus Hidup
Siklus hidup adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perkembangan
parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid mulai meletakkan telur
kembali. Siklus hidup B. lasus bekisar antara 12-14 dengan lama stadium telur,
larva, dan pupa B. lasus berturut-turut adalah: 2.4 hari, 5.6 hari, dan 6.3 hari, dan
siklus hidupnya adalah 14.3 hari (Valindria 2012; Kalshoven 1981).
Keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak
mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang
mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Menurut Boror et
al. (1996), keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo
Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi
akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan
berkembang menjadi imago jantan.
Kelangsungan hidup imago B. lasus tergantung pada ketersediaan makanan,
seperti nektar atau madu. Kelangsungan hidup semua organisme sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Larutan madu sangat dibutuhkan
11
untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Makanan akan menjadi sumber
energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung
produksi telur (Pudjianto 1994).
Nutrisi yang terkandung dalam madu berpengaruh terhadap kesuburan
imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air, karbohidrat, dan
vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting untuk produksi
telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang harus terpenuhi
dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan kemampuan produksi
telurnya (Prabowo 1996).
Inang
B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga
menyerang Hymenoptera dan Diptera. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan
bahwa B. lasus dapat digunakan untuk mengendalikan hama terutama dari ordo
Lepidoptera dan ordo Diptera. Pada ordo Lepidoptera pengendalian dilakukan
pada stadia pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pengendalian pada
stadia larva instar akhir.
Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu parasitoid
yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera: Lymantriidae).
Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat memarasit sekitar 120
spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011). Spesies yang pernah
dilaporkan terparasit antara lain Erionota thrax, Anomis flava di China, Taiwan,
dan Filiphina (Ferino et al. 1982; Lam 1996), Leucinodes orbonalis di Filiphina
(Navasero 1983), Trichoplusia ni di Amerika (Dindo 1993), Arctornis sp., dan
Lymantria atemeles yang merupakan spesies ulat bulu yang sempat outbreak di
Probolinggo (Suputa 2011; Noerman 2012).
Biologi Erionota thrax
Erionota thrax termasuk golongan serangga ordo Lepidoptera, famili
Hesperiidae dengan metamorfosis holometabola. Imago betina meletakkan telur
secara berkelompok berkisar antara 10-37 butir telur pada permukaan bawah daun
pisang yang masih muda pada sore hari (Kalshoven 1981, Hasyim et al. 1999).
12
Telur yang baru diletakkan berwarna kuning terang, kemudian berubah menjadi
merah terang dan memucat. Telur akan menetas menjadi larva pada hari ke 5-8
setelah diletakkan (Capinera 2008).
Larva yang masih muda berwarna kuning kehijauan dengan tubuh yang
dilapisi lilin. Larva yang ukurannya lebih besar berwarna putih kekuningan dan
tubuhnya dilapisi lilin. Masing masing larva hidup soliter dalam satu gulungan
daun pisang (Feakin 1971). Stadium larva berlansung selama 28 hari. Larva
memakan daun pisang dari dalam gulungan daun pisang dan membentuk
gulungan yang lebih besar sesuai dengan perkembangan larva sampai instar akhir.
Mortalitas larva muda cukup tinggi karena permukaan tubuh larva belum terlapisi
lilin dan gulungan daun masih terbuka (Kalshoven 1981).
Stadium prapupa E. thrax berlansung selama 3 hari. Tubuh pupa muda
berwarna kuning terang dan berubah secara berangsur menjadi lebih gelap sampai
berwarna coklat gelap (Feakin 1971). Pupa berada di dalam gulungan daun pisang
dan dilapisi lilin. Panjang pupa bisa ± 6 cm dan mempunyai proboscrs. Stadium
pupa berlansung selama 8-12 hari (Capinera 2008). Imago E. thrax seringkali
disebut skipper (aktif pada sore hari). Imago berwarna coklat dengan bintik
kuning pada sayap depannya. Panjang rentangan sayapnya ± 7.5 cm (Freakin
1971). Imago terbang bebas mencari madu atau nectar bunga tanaman pisang.
Imago aktif pada pagi dan sore hari, siklus hidup E. thrax di bogor berkisar antara
5 sampai 6 minggu (Kalshoven 1981).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan April
sampai Juli 2012.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain mikroskop stereo, wadah plastik berbentuk
silinder berdiameter 20 cm dan tinggi 50 cm, pinset, cawan petri, jarum, kain
kasa, kapas, kurungan serangga berdinding kasa berbentuk kubus dengan sisi 50
cm, tabung reaksi berdiameter 2 cm dan panjang 20 cm, serta kamera. Bahan yang
digunakan antara lain daun pisang, madu, alkohol, dan kertas label (Gambar 4).
Gambar 4 Peralatan yang digunakan dalam penelitian (a, mikroskop stereo; b,
wadah plastik silinder; c, pinset, cawan petri, dan jarum; d, kurungan
serangga berdinding kasa; e, tabung reaksi; f, kamera)
14
Metode Penelitian
Pemeliharaan Parasitoid
Serangga yang diperbanyak adalah B. lasus yang didapat dari pupa E. thrax
terparasit yang diambil dari pertanaman pisang di sekitar kampus IPB Dramaga,
Bogor. Pupa E. thrax yang bergejala diambil dan dipelihara di dalam wadah
plastik di laboratorium hingga imago parasitoid keluar. Parasitoid yang keluar dari
pupa dipelihara di dalam sangkar silinder dan diberi makan madu 10%.
Selanjutnya, parasitoid yang didapatkan diidentifikasi untuk mendapatkan spesies
Brachymeria lasus. Spesies yang didapatkan dan telah diidentifikasi deperbanyak
di dalam wadah plastik. Inang yang dipergunakan dalam perbanyakan parasitoid
adalah pupa E. thrax hasil dari pengambilan larva instar akhir dari lapangan.
Lama Hidup dan Jumlah Keturunan yang Dihasilkan
Kelompok perlakuan yang diuji adalah parasitoid yang diberi pakan madu
10% yang memarasit dan tidak memarasit, tanpa pakan dan diberi pakan air.
Parasitoid yang keluar dari imago dipelihara di dalam sangkar silinder dan diamati
hingga mati. Data yang dicatat adalah lama hidup masing-masing imago (dalam
hari) berdasarkan jenis perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 5
ulangan yang dikerjakan secara berseri.
Pengamatan jumlah keturunan yang dihasilkan parasitoid selama hidupnya
dilakukan dengan cara mengambil imago parasitoid yang baru keluar dari inang
dan dikondisikan untuk kopulasi di dalam satu kandang terpisah dengan masingmasing kandang berisi sepasang imago parasitoid jantan dan betina. Serangga
inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan parasitoid. Imago
parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas dan
diletakkan pada sisi tabung reaksi. Parasitoid dibiarkan di dalam tabung sampai
terlihat memarasit. Pengamatan dilakukan hingga parasitoid memarasit selama
sehari penuh. Jika parasitoid telah memarasit, parasitoid dipindahkan ke tabung
reaksi lain dan pupa lain yang masih sehat. Parasitoid dianggap tidak memarasit
lagi apabila pada saat masa aktif (diurnal) selesai atau pada pukul 18.00.
Pemarasitan dilakukan setiap hari hingga parasitoid mati. Inang yang digunakan
adalah pupa E. thrax umur 2 hari. Data yang dicatat adalah jumlah inang yang
15
diparasit satu imago per hari dan jumlah imago parasitoid yang keluar dari seluruh
inang yang terparasit oleh masing-masing imago. Imago yang diamati sebanyak 5
ekor.
Pengaruh Umur Pupa pada Tingkat Parasitisasi
Serangga inang yang diuji dibagi ke dalam 7 kelompok antara lain prapupa
(P0, Gambar 5a), pupa umur 1 hari (P1, Gambar 5b), 2 hari (P2, Gambar 5c), 3
hari (P3, Gambar 5d), 4 hari (P4, Gambar 5e), 5 (P5, Gambar 5f), dan 6 hari (P6,
Gambar 5g). Masing-masing kelompok perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Inang
yang digunakan dalam pengamatan ini adalah E. thrax yang diambil dari lapangan
pada saat masih larva dengan ukuran cukup besar dan sehat. Parasitoid yang
digunakan adalah parasitoid betina umur 3 hari dan sudah kopulasi. Serangga
inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan parasitoid selama 18
jam. Parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas dan
diletakkan pada sisi tabung reaksi. Selanjutnya parasitoid dipindahkan kembali ke
dalam kandang terpisah. Satu parasitoid hanya digunakan satu kali untuk
menghindari bias dalam pengujian. Inang yang telah diparasit dipelihara di dalam
tabung reaksi berdiameter 2 cm dan panjang 20 cm dan diletakkan di rak dengan
suhu ruangan. Inang yang telah diberi perlakuan diamati perubahan bentuk, warna
dan teksturnya setiap hari hingga parasitoid keluar dari inang. Data yang diambil
adalah jumlah inang terparasit, jumlah imago parasitoid yang muncul per inang,
dan nisbah kelamin imago parasitoid yang muncul.
Gambar 5 Morfologi berbagai umur pupa E. thrax (a, prapupa; b, pupa umur 1
hari; c, pupa umur 2 hari; d, pupa umur 3 hari; e, pupa umur 4 hari; f,
pupa umur 5 hari; g, pupa umur 6 hari)
16
Pengaruh Ukuran Pupa pada Tingkat Parasitisasi
Pengelompokan inang berdasarkan ukuran panjang pupa yang terdiri atas
pupa ukuran kecil, sedang, dan besar. Pupa ukuran kecil memiliki panjang kurang
dari 2.5 cm, ukuran sedang dengan panjang antara 2.5-3.0 cm, dan ukuran besar
dengan panjang lebih besar dari 3 cm. Inang yang digunakan adalah pupa E. thrax
sehat yang berumur 2 hari.
Parasitoid yang digunakan adalah parasitoid betina umur 3 hari dan sudah
kopulasi. Serangga inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan
parasitoid selama 18 jam. Parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan
pada segumpal kapas dan diletakkan pada sisi tabung reaksi. Selanjutnya
parasitoid dipindahkan kembali ke dalam wadah terpisah. Satu parasitoid hanya
digunakan satu kali untuk menghindari bias dalam pengujian. Inang yang telah
diparasit dipelihara di dalam tabung reaksi dan diletakkan di rak dengan suhu
ruang. Inang yang telah diberi perlakuan diamati perubahan bentuk, warna dan
teksturnya setiap hari hingga parasitoid keluar dari inang. Selanjutnya setelah
parasitoid keluar dari inang dihitung jumlah imago parasitoid yang muncul per
pupa dan nisbah kelamin imago parasitoid. Masing-masing perlakuan dilakukan
secara berseri dengan ulangan sebanyak 5 kali.
Pengolahan Data
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis varian (ANOVA). Apabila
ada perbedaan nyata, data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) menggunakan program aplikasi SAS versi 9.0 for Windows. Rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lama Hidup Imago
Data tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tinggi antara lama
hidup imago yang memarasit dan tidak memarasit. Secara statistik lama hidup
kedua perlakuan berbeda nyata pada taraf uji 5% (Lampiran 1). Rataan lama hidup
imago yang diberi pakan madu 10% dan memarasit adalah 11 hari dengan kisaran
10 – 13 hari. Rataan lama hidup imago yang diberi pakan madu 10% tanpa
memarasit adalah 14.6 hari dengan kisaran 12 – 17 hari. Perbedaan tersebut
menujukkan adanya pengaruh oviposisi terhadap lama hidup imago B. lasus.
Imago parasitoid yang melakukan oviposisi menghabiskan banyak energi dan
nutrisi di dalam tubuhnya. Selain itu, gesekan, hentakan, dan guncangan yang
terjadi akibat perlawanan pupa inang saat oviposisi memberikan efek pada
ketahanan tubuh inang. Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan lama
hidup antara imago parasitoid yang diberi pakan tanpa memarasit dan memarasit.
Tabel 1 Lama hidup (hari) imago B. lasus pada berbagai perlakuan pakan
Jenis perlakuan
Pakan madu dan memarasit
Pakan madu tanpa memarasit
Pakan air
Tanpa pakan
a
1
11
12
3
2
Ulangan
2
3
4
10 11 13
14 17 13
2
3
2
2
2
3
5
10
17
3
2
Rataan (hari) a
11.0b
14.6a
2.6c
2.2c
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rataan menunjukkan data tidak berbeda nyata berdasarkan
uji BNT dengan α = 0.05.
Rataan lama hidup imago yang diberi pakan air dan tanpa diberi pakan
masing-masing 2.6 dan 2.2 hari. Data tersebut tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Lampiran 1). Hal ini menggambarkan bahwa air saja tidak cukup untuk
menopang kebutuhan asupan nutrisi bagi imago parasitoid. Imago parasitoid yang
baru keluar dari inang memang membutuhkan air tetapi untuk melanjutkan
hidupnya, imago lebih membutuhkan nektar atau madu. Data di atas juga
menunjukkan bahwa madu atau nektar merupakan makanan yang sangat
dibutuhkan parasitoid dalam melanjutkan hidupnya. Berdasarkan data tersebut
18
dapat diambil kesimpulan bahwa imago B. lasus dapat hidup sampai 3 hari dalam
keadaan tanpa pakan dan atau hanya tersedia air.
Jumlah Keturunan yang Dihasilkan
Data tabel 2 menunjukkan bahwa pada hari pertama jumlah imago betina
parasitoid yang memarasit hanya satu dengan jumlah imago yang dihasilkan 6
ekor dengan rataan 1.2 ekor. Pada hari ke-2, jumlah imago parasitoid yang
memarasit adalah 2 ekor dengan jumlah rataan imago yang dihasilkan 2.6 ekor.
Pada hari ke-3 jumlah imago parasitoid yang memarasit adalah 4 ekor. Imago
parasitoid ulangan ke-5 memarasit sampai dua kali dalam sehari. Jumlah rataan
imago yang dihasilkan adalah 8.6 ekor. Pada hari ke-4 seluruh parasitoid sudah
memarasit. Rataan jumlah imago parasitoid yang dihasilkan adalah 10.2 ekor.
Imago ulangan pertama mampu memarasit 2 inang dalam sehari, sementara imago
ulangan ke-4 tidak memarasit.
Jumlah imago parasitoid yang memarasit pada hari ke-5 adalah 4 ekor,
imago ulangan ke-5 tidak memarasit. Rataan jumlah imago parasitoid yang
dihasilkan pada hari ke-5 adalah 9.4 ekor. Jumlah imago parasitoid yang
memarasit pada hari ke-6 adalah 4 ekor. Imago parasitoid ulangan ke-1 tidak
memarasit sementara imago parasitoid ulangan ke-3 memarasit 2 inang dalam
sehari. Rataan jumlah imago parasitoid yang dihasilkan pada hari ke-6 adalah 11.4
ekor.
Pada hari ke-7 dan ke-8, seluruh imago parasitoid memarasit inang. Imago
ulangan ke-2 pada hari ke-7 mampu memarasit 2 pupa inang dalam sehari. Imago
ulangan ke-4 mampu memarasit 3 inang dalam sehari pada hari ke-8. Data ini
merupakan jumlah parasitisasi maksimum dimana satu imago B. lasus mampu
memarasit sampai 3 pupa inang dalam sehari. Rataan jumlah imago parasitoid
yang dihasilkan pada hari ke-7 adalah 12.2 ekor. Pada hari ke-8 rataan jumlah
imago yang dihasilkan adalah 13.2 ekor.
Rataan jumlah imago parasitoid yang memarasit pada hari ke-9 adalah 4
ekor dengan 13.4 ekor imago yang dihasilkan pada masing-masing ulangan.
Imago parasitoid ulangan ke-1 memarasit 2 pupa inang dalam sehari. Pada hari
ke-10 seluruh imago memarasit dengan rataan per ulangan 9.2 ekor.
19
Tabel 2 Jumlah keturunan parasitoid harian
Hari ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Total
Jumlah imago parasitoid (ekor) pada ulangan ke1
2
3
4
5
6
5
8
8
8
7
20*
12
11
17*
11
17*
11
9
10
11
23*
11
12
11
21*
10
9
10
11
9
9
29*
8
22*
13
21*
11
9
8
9
11
9
6
8
11
9
107
71
106
126
81
Rataan (ekor)
1.2
2.6
8.6
10.2
9.4
11.4
12.2
13.2
13.4
9.2
2.8
2.2
1.8
98.2
* Parasitoid memarasit lebih dari satu kali dalam sehari.
- Tidak ada parasitoid yang dihasilkan
Imago yang memarasit pada hari ke-11 adalah 2 ekor (ulangan ke-1 dan ke3) sedangkan imago ulangan ke-2 dan ke-5 sudah mati. Jumlah rataan parasitoid
yang dihasilkan masing-masing pupa terparasit 2.8 ekor. Imago parasitoid ulangan
ke 4 tidak memarasit pupa inang. Jumlah imago yang masih bertahan hidup pada
hari ke-12 adalah satu ekor. Imago parasitoid ulangan 1, 2, 3, dan 5 mati, imago
parasitoid ulangan ke-4 memarasit satu inang dengan jumlah parasitoid yang
dihasilkan 2.2 ekor pada hari ke-12 dan 1.8 ekor pada hari ke-13. Imago ulangan
ke-4 mati pada hari ke-14.
Data keseluruhan tabel diatas menunjukkan bahwa parasitoid yang baru
keluar dari pupa inang dan kopulasi tidak semuanya langsung dapat memarasit.
Imago parasitoid memerlukan waktu untuk mencari madu (makanan) untuk
mendukung perkembangan telur di dalam tubuh imago betina. Hal ini terlihat dari
data pada tabel di atas yang menunjukkan sebagian besar imago parasitoid tidak
memarasit pada hari ke-1 dan ke-2. Selain itu, data diatas menunjukkan bahwa B.
lasus tidak selalu siap memarasit setiap hari. Hal ini diduga merupakan salah satu
adaptasi dari parasitoid untuk menghemat energi dan memperpanjang lama hidup
imago. Imago parasitoid yang memarasit akan mengalami pengurangan energi dan
nutrisi. Pengurangan nutrisi di dalam tubuh parasitoid terjadi karena oviposisi.
20
Nutrisi yang terdapat di dalam tubuh inang akan dialokasikan untuk pembentukan
dan pematangan telur pada saat parasitoid akan melakukan oviposisi.
Jumlah keturunan yang dihasilkan oleh seekor imago betina selama
hidupnya berkisar antara 71 – 126 ekor. Rataan jumlah keturunan yang dihasilkan
satu imago selama hidupnya adalah 98.2 ekor per imago. Rataan jumlah keturunan
yang dihasilkan masing-masing ulangan imago per hari adalah 10.7, 11.8, 11.8,
12.6, dan 11.6 imago per hari.
Gambar 6 Grafik rataan jumlah keturunan harian imago B. lasus.
Grafik rataan jumlah keturunan harian (Gambar 6) dari imago B. lasus
menunjukkan pola dimana terjadi peningkatan jumlah imago yang dihasilkan
secara bertahap hingga parasitoid berumur 10 hari. Setelah itu jumlah keturunan
yang dihasilkan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur
parasitoid maka tingkat reproduksi akan menurun. Jumlah pupa inang yang dapat
diparasit masing-masing imago ulangan selama hidupnya berkisar antara 7 – 13
pupa. Rataan jumlah pupa inang yang diparasit selama hidup imago parasitoid
adalah 10.2 ekor (Lampiran 2).
21
Pengaruh Umur Pupa Inang terhadap Tingkat Parasitisasi B. lasus
Pupa inang yang terparasit menunjukkan perubahan gejala setiap harinya
hingga imago parasitoid muncul. Hal ini merupakan reaksi tubuh inang yang
terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama,
inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari
kedua, inang mulai menunjukkan gejalanya den
(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS
(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)
ANDRIXINATA B
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRACT
ANDRIXINATA B. Reproduction Biology of Brachymeria lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae): A Pupal Parasitoid of Banana Skipper, Erionota
thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Under the direction of PUDJIANTO.
The objective of this research was to obtain information on the life span and
some reproduction characteristics of Brachymeria lasus adults, including number
of offsprings produced by a single parasitoid, sex ratio, and the most suitable host
pupal age for parasitoid development. The research was carried out in The
Laboratory of Biological Control, Department of Plant Protection, Bogor
Agricultural University. Parasitoids B. lasus were obtained by collecting pupae
of Erionota thrax parasitized by B. lasus from the field, and then were kept in
plastic containers in the laboratory. Rearing of B. lasus was conducted by putting
a copulated female of parasitoid in a test tube provided with fresh pupae of E.
thrax to be parasitized, and fed with 10% honey solution. Effect of food and host
(no food no host, with water no host, with 10% honey no host, and with 10%
honey with host) on the life span of parasitoid adults was observed. To observe
the total number of offsprings, a copulated female was provided with fresh host
pupae (one pupa or two daily as needed) every day until the parasitoid died. To
find the suitable host pupal ages for parasitoid development, a different age of
host i. e. prepupae, 1, 2, 3, 4, 5, and 6 day-old pupae, each was exposed to a
different copulated parasitoid female for 18 hours. Effect of three different sizes
of host pupae (small, medium, and large) on the parasitoid offspring production
was also observed. Females of B. lasus provided with 10% honey solution as food
with or without pupae as host could live longer (12-17 days and 10-13 days,
respectively) compared to those without food or fed with water only which could
live for only 3 days. Number of offsprings produced by a female of B. lasus
ranged 71-126, with the average of 98.2. Parasitoid B. lasus could develop
successfully in 1-3 day-old host pupae. The parasitoid could parasitize prepupae
and pupae older than 5 days but the parasitoids could not complete their
develpoment. The host pupal size affected the number and the sex ratio of
parasitoids emerging from a single host pupae.
Keywords: Brachymeria lasus, Erionota thrax, reproduction biology
ABSTRAK
ANDRIXINATA B. Biologi Reproduksi Brachymeria lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax
Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang lama hidup,
karakteristik reproduksi imago B. lasus termasuk jumlah keturunan dan umur
pupa inang yang ideal untuk perkembangan parasitoid. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Parasitoid diperoleh dengan mengambil pupa
Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus dari lapangan, kemudian dimasukkan
ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B. lasus yang muncul
diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang terdapat pupa E. thrax. Untuk
mengetahui lama hidup imago, imago dipelihara dan diberi perlakuan tanpa
pakan, pakan air, pakan madu 10% memarasit dan tanpa memarasit inang. Untuk
mengamati pengaruh umur dan ukuran pupa terhadap tingkat parasitisasi, inang
prapupa, pupa umur 1, 2, 3, 4, 5, 6 hari, pupa ukuran kecil, sedang, dan besar
ditempatkan di dalam tabung reaksi bersama parasitoid selama sehari. Untuk
mengamati jumlah keturunan, imago yang telah kopulasi dibiarkan memarasit
setiap hari sampai parasitoid mati. Imago B. lasus dapat hidup sampai 3 hari tanpa
pakan atau hanya tersedia air, 12-17 hari dengan pakan madu 10% tanpa
memarasit, serta 10-13 hari dan memarasit. Keturunan yang dihasilkan oleh imago
B. lasus selama hidupnya berkisar antara 71 - 126 ekor dengan rataan 98.2. Pupa
E. thrax paling ideal dijadikan inang adalah pupa umur 1 - 3 hari. Inang yang
masih stadia prapupa dan pupa umur diatas 5 hari dapat diparasit oleh B. lasus
tetapi tidak muncul imago. Ukuran pupa berpengaruh positif terhadap parasitoid
yang dihasilkan. Pupa berukuran kecil berpengaruh terhadap nisbah kelamin B.
lasus.
Kata kunci: Brachymeria lasus, Erionota thrax, Biologi reproduksi
BIOLOGI REPRODUKSI Brachymeria lasus WALKER
(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS
(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)
ANDRIXINATA B
A34070016
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Biologi Reproduksi Brachymeria Lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun
Pisang Erionota Thrax Linnaeus (Lepidoptera:
Hesperiidae)
: Andrixinata B
: A34070016
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
NIP 19580825 198503 1 002
Diketahui,
Plh. Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si
NIP19641224 199103 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 27 November 1989 sebagai
anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Bahran dan Ibu
Nurlailam. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Malaya
Kecamatan Lemong Lampung Barat, pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 1 Lemong Lampung Barat, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri
1 Pesisir Tengah Lampung Barat dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan diantaranya
menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA) IPB (2007) dan
Organic Farming HIMASITA IPB (2008). Penulis pernah menjadi panitia di
kegiatan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FAPERTA dan Masa Perkenalan
Departemen (MPD) Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2009, menjadi
anggota panitia divisi HUMAS dan DANUS dalam kegiatan SMART PTN 2009
(MIGRATORIA), menjadi panitia divisi acara dalam kegiatan GEENCO dan
FOR XP yang diadakan oleh HIMASITA, menjadi koordinator divisi acara pada
acara Wahana Kreasi Pertanian Tegal (WARTEG) Kabupatan Tegal yang
merupakan rangkaian kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) FAPERTA-FEMA
IPB 2011. Selain itu, penulis pernah menjadi kontributor dalam penelitian
kerjasama antara Research Institute for Humanity and Nature (RIHN) Jepang dan
IPB, Jakarta Action Research with RICOH and MUJI dan menjadi asisten
praktikum mata kuliah Klinik Tanaman pada tahun 2012.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir dengan
judul “Biologi Reproduksi Parasitoid Brachymeria Lasus Walker
(Hymemoptera:Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax
Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini banyak melibatkan pihak-pihak lain yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si selaku dosen
pembimbing penelitian yang telah banyak mamberikan bimbingan, nasehat dan
arahan kepada penulis, Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji
tamu yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini, dan Dr. Ir.
Sugeng Santoso, M.Agr selaku pembimbing akademik yang sudah banyak
memberikan arahan kepada penulis. Secara khusus, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada bapak Bahran, Ayahanda yang penulis banggakan dan Ibu
Nurlailam, Ibunda penulis yang tercinta. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada kakak penulis Lisnawati, Maryuni B, S.Pd, Ahmad Fithoni, dan Rizanni,
serta adik penulis Annisa Ramadhanti dan Farhan Abdillah yang telah
memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Jessica, Rado, Yasin, Huda,
Mba Ada, dan Mba Nita selaku rekan satu laboratorium, Leo Wibisono, Fitrah,
Gigih, Satria, Dani, Rizki, dan teman-teman mahasiswa departemen Proteksi
tanaman IPB angkatan 44, 45, dan teman-teman TPB yang sudah membantu
penulis dalam berbagai hal.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kesalahankesalahan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah
SWT meridhoi dan mencatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.
Bogor, Oktober 2012
Andrixinata B
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................
1
Tujuan ......................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
Parasitoid .................................................................................................
3
Klasifikasi Parasitoid ...........................................................................
3
Hubungan Inang dan Parasitoid ...........................................................
4
Pengendalian Hayati dengan Parasitoid ..................................................
6
Parasitoid Brachymeria sp.......................................................................
6
Parasitoid Brachymeria lasus ..................................................................
7
Taksonomi dan Morfologi ...................................................................
7
Gejala Inang Terparasit ........................................................................
8
Siklus Hidup ........................................................................................
10
Inang ....................................................................................................
11
Biologi Erionota thrax ............................................................................
11
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
13
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
13
Alat dan Bahan ........................................................................................
13
Metode Penelitian ....................................................................................
14
Pemeliharaan Parasitoid .......................................................................
14
Lama Hidup dan Jumlah Keturunan yang Dihasilkan .........................
14
Pengaruh Umur Pupa pada Tingkat Parasitisasi ..................................
15
Pengaruh Ukuran Pupa pada Tingkat Parasitisasi ...............................
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
17
Lama Hidup Imago ..................................................................................
17
Jumlah Keturunan yang dihasilkan .........................................................
18
Pengaruh Umur Pupa Inang terhadap Tingkat parasitisasi B. lasus ........
21
vii
Pengaruh Ukuran Pupa Inang terhadap Tingkat Parasitisasi B. lasus .....
26
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
29
Kesimpulan ..............................................................................................
29
Saran ........................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
30
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Lama hidup imago B. lasus pada berbagai perlakuan pakan .................
17
2 Jumlah imago parasitoid harian .............................................................
19
3 Jumlah imago B. lasus pada berbagai umur pupa E. thrax ....................
23
4 Jumlah dan nisbah kelamin parasitoid berbagai ukuran pupa ................
26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ciri morfologi imago B. lasus ................................................................
8
2 Gejala parasitisati B. lasus pada pupa E. thrax ......................................
9
3 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ........................
10
4 Peralatan yang digunakan dalam penelitian ..........................................
13
5 Morfologi berbagai umur pupa E. thrax ..............................................
15
6 Grafik rataan jumlah keturunan harian imago B. lasus .........................
20
7 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ........................
21
8 Perubahan gejala prapupa E. thrax terparasit oleh B. lasus ...................
22
9 Grafik hubungan umur pupa inang dengan tingkat parasitisasi .............
25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lampiran 1 Hasil Anova dan uji BNT lama hidup imago B. lasus .......
34
2 Jumlah Pupa Inang Terparasit Harian ....................................................
35
3 Jumlah parasitoid dan inang terparasit pada berbagai umur pupa .........
36
4 Hasil Anova dan uji BNT Pengaruh Umur Pupa terhadap Jumlah Imago
Brachymeria lasus ..................................................................................
37
5 Hasil Anova dan uji BNT pengaruh ukuran pupa terhadap jumlah imago
Brachymeria lasus ..................................................................................
38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Parasitoid adalah serangga yang fase pradewasanya menjadi parasit atau
hidup pada atau di dalam tubuh serangga lain. Parasitoid memakan bagian tubuh
inang sampai parasitoid menyelesaikan fase larvanya. Inang parasitoid akan mati
ketika parasitoid memasuki fase pupa dan keluar dari dalam tubuh inang tersebut.
Parasitoid pada umumnya mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil
daripada inangnya. Siklus hidup parasitoid lebih pendek dibandingkan dengan
inangnya (Hoffmann & Frodsham 1993).
Pengembangan musuh alami seperti parasitoid merupakan salah satu upaya
dalam mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan. Parasitoid dari ordo
Hymenoptera merupakan agen pengendali hayati yang memiliki potensi cukup
penting untuk dikembangkan. Ichneumonoidea dan Chalcidoidea merupakan dua
superfamili yang memiliki jumlah spesies parasitoid terbesar. Sebagian besar
anggota superfamili tersebut adalah parasitoid dari serangga hama penting dan
telah banyak digunakan dalam upaya pengendalian (LaSalle 1993).
Brachymeria sp. merupakan serangga dari ordo Hymenoptera famili
Chalcididae. Spesies Brachymeria yang paling umum ditemukan di Indonesia,
khususnya Sumatera dan Jawa, adalah Brachymeria lasus. Spesies ini umumnya
ditemukan memarasit ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax) (Erniwati &
Ubaidah 2011). B. lasus memiliki potensi untuk dikembangkan dalam upaya
pemanfaatan musuh alami. Spesies ini banyak ditemukan memarasit berbagai
hama diantaranya E. thrax, Anomis flava (Chu & Hsia 1935; Woo & Hsiang 1939;
Ferino et al. 1982; vanLam 1996), Leucinodes orbonalis
Trichoplusia ni (Dindo 1993), Arctornis sp.,
(Navasero 1983),
dan Lymantria atemeles yang
merupakan spesies ulat bulu yang sempat outbreak di Probolinggo (Suputa 2011;
Noerman 2012).
Upaya pengembangan parasitoid memerlukan informasi yang spesifik
mengenai biologi dari parasitoid tersebut. Masing-masing spesies parasitoid
memiliki karakter yang berbeda. Perilaku memarasit, jenis dan karakter inang,
2
umur parasitoid, dan pakan merupakan beberapa unsur yang mempengaruhi
karakteristik suatu spesies parasitoid.
Sejauh ini, pengembangan B. lasus masih dalam skala kecil baik untuk
keperluan penelitian atau untuk konservasi. Informasi mengenai bioekologi
parasitoid ini pun tergolong sedikit. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian
mengenai karateristik parasitoid ini dalam memarasit inang terutama mengenai
jumlah parasitoid dalam satu inang, karakteristik inang yang baik, daya
parasitisasi parasitoid pada stadia imagonya, serta perilaku memarasitnya.
Reproduksi parasitoid merupakan salah satu parameter dalam menilai
potensi parasitoid untuk dikembangkan. Informasi tersebut juga dibutuhkan dalam
upaya perbanyakan parasitoid. Lama hidup imago parasitoid merupakan salah satu
informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui daya tahan parasitoid pada saat
ketiadaan inang di lapangan. Informasi mengenai umur pupa inang yang ideal
untuk parasitoid diperlukan untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan inang
ideal di lapangan dengan lama hidup imago parasitoid. Untuk memperoleh
informasi-informasi tersebut diperlukan adanya penelitian mengenai biologi
reproduksi, lama hidup imago B. lasus, dan umur pupa inang yang ideal untuk
perkembangan parasitoid.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang biologi
reproduksi B. lasus termasuk lama hidup imago B. lasus, dan umur pupa inang
yang ideal untuk perkembangan parasitoid.
Manfaat
Informasi tentang biologi reproduksi, lama hidup imago, dan umur pupa
yang ideal untuk perkembangan parasitoid diharapkan dapat digunakan dalam
upaya perbanyakan dan konservasi parasitoid, serta pengembangan strategi
pemanfaatan parasitoid Brachymeria lasus sebagai agen pengendalian hama
tanaman khususnya hama ulat penggulung daun pisang E. thrax.
TINJAUAN PUSTAKA
Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada
atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar
dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya
akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya.
Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya (Shelton 2012).
Musuh alami seperti parasitoid, sering digunakan untuk mengendalikan
hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus
hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju
pertumbuhan inangnya (Hoffmann & Frodsham 1993).
Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai
pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam
macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat
dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo
Lepidoptera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi.
Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari
ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang
sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada
stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993).
Klasifikasi Parasitoid
Salah satu hal yang menjadi dasar dalam mengklasifikasikan parasitoid
adalah dimana telur diletakkan dan letak stadia pradewasanya berkembang.
Klasifikasi ini membagi parasitoid menjadi dua jenis yaitu endoparasit dan
ektoparasit. Endoparasit adalah parasitoid yang memasukkan telurnya kedalam
tubuh
inang.
Contoh
parasitoid
yang
termasuk
endoparasit
adalah
Trichogramma spp, Brachymeria lasus, dan Cotesia glomerata. Parasitoid yang
mematikan inangnya terlebih dahulu dengan menusukkan ovipositornya kemudian
meletakkan telur dipermukaan atau di dekat inangnya disebut ektoparasitoid.
4
Contoh ektoparasitoid adalah Phytoditus yang menyerang larva Lepidoptera,
Chepalonia stephanoderes yang tergolong parasitoid larva pada hama buah kopi
Hyphotenemus hampei, dan Chepalonia stephanoderes merupakan ektoparasit
pada larva-larva instar akhir (Purnomo 2010).
Klasifikasi lain dari parasitoid adalah berdasarkan jenis stadia inang.
Beberapa parasitoid dari ordo Hymenoptera dapat menyerang inang pada stadia
yang berbeda. Parasitoid telur adalah parasitoid yang memarasit (meletakkan
telur) pada inang yang masih stadia telur. Contoh parasitoid telur adalah
Trichogramma sp. yang menyerang telur dari hama Scirpophaga incertulas.
Parasitoid larva adalah parasitoid yang meletakkan telur pada inang yang masih
stadia larva. Contoh parasitoid larva adalah Eriborus argenteopilosus yang
memarasit larva dari Crocidolomia binotalis. Parasitoid pupa, nimfa dan bahkan
imago masing masing meletakkan telur pada inang stadia pupa, nimfa, dan imago.
Parasitoid Hymenoptera juga dapat meletakkan telur pada stadia tertentu dan
muncul pada stadia berikutnya. Salah satu contoh parasitoid ini adalah
Holcothorax testaceipes yang meletakkan telur pada inang stadia telur dan muncul
pada saat inang stadia larva atau biasa disebut parasitoid telur-larva. Adapula
parasitoid larva-pupa seperti Tetrastichus howardi pada Pluttela xylostella
(Godfray 1993).
Berdasarkan jumlah imago yang berkembang dalam satu inang, parasitoid
dibagi menjadi parasitoid soliter dan gregarius. Apabila hanya satu parasitoid
yang berkembang pada satu inang maka parasitoid tersebut adalah parasitoid
soliter, sedangkan parasitoid gregarius dalam satu inang dapat berkembang lebih
dari satu imago parasitoid (Purnomo 2010).
Hubungan Inang dan Parasitoid
Pada umumnya hubungan populasi serangga hama (inang) dengan
parasitoidnya adalah bertautan padat (density dependent). Jika populasi inang
meningkat maka populasi parasitoid juga akan meningkat dan dapat menekan
populasi inang tersebut (Huffaker & Messenger 1976). Proses penemuan inang
oleh parasitoid dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu (1) penemuan habitat,
(2) penemuan inang, (3) penerimaan inang, dan (4) kesesuaian inang (Doutt 1959
dalam Takabayashi et al. 1998). Proses yang berlangsung secara terus-menerus
5
tersebut umumnya dimulai dengan reaksi parasitoid terhadap stimulasi yang
diproduksi oleh inang dan apabila proses tersebut berlanjut, parasitoid akan lebih
berorientasi pada inang (Hailemichael et al. 1994). Menurut Godfray (1994),
penemuan habitat inang bukan merupakan faktor penting apabila parasitoid sudah
menemukan lokasi inang secara tepat. Pada setiap tahapan tersebut parasitoid
distimulasi senyawa kimia baik yang dihasilkan oleh serangga inang maupun oleh
tanaman yang dimakan oleh inang (Takabayashi & Dicke 1996 dalam
Takabayashi et al. 1998).
Penemuan inang oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia.
Rangsangan fisik yang berperan terutama suara dan gerakan. Walaupun deteksi
inang menggunakan senyawa kimia merupakan metode penemuan inang yang
paling banyak digunakan, beberapa parasitoid menggunakan cara lain untuk
mendeteksi keberadaan inangnya. Gerakan inang yang dideteksi secara visual
sering menjadi petunjuk akhir bagi parasitoid untuk menemukan lokasi inangnya
(Godfray 1994). Faktor lain yang ikut berperan dalam penemuan inang adalah
pengalaman dan perilaku orientasi parasitoid (Weseloh 1972).
Penerimaan inang atau pengenalan inang adalah proses diterima atau
ditolaknya inang untuk peletakan telur setelah terjadi kontak (Arthur 1981).
Schdmidt (1974 dalam Arthur 1981) membagi proses tersebut dalam empat fase
yaitu (1) kontak dan pemeriksaan, (2) penusukan dengan ovipositor, (3)
pemasukan ovipositor, dan (4) peletakan telur. Keempat fase tersebut harus
lengkap dan berurutan sehingga bila terjadi hambatan dalam salah satu fase,
proses dimulai lagi dari awal.
Kesesuaian inang menentukan keberhasilan perkembangan parasitoid
sampai menjadi imago. Menurut Vinson & Inwantsch (1980), hal ini dipengaruhi
oleh banyak faktor diantaranya: (1) kemampuan parasitoid dalam menghindar atau
melawan sistem pertahanan inang, (2) kompetisi dengan parasitoid lain, (3)
adanya toksin yang merusak atau mengganggu telur atau larva parasitoid, dan (4)
kesesuaian makanan parasitoid. Faktor-faktor lainnya adalah (1) faktor
lingkungan, (2) infeksi patogen, (3) kerentanan inang, dan (4) pengaruh agen
pengendali serangga.
6
Pengendalian Hayati dengan Parasitoid
Pengendalian hayati dengan parasitoid adalah upaya pengendalian
menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta 2003).
Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera
parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya
berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang
lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki
biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama
yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya
memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator
membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994).
Goodfray (1993) menyatakan bahwa berdasarkan perilaku makannya,
parasitoid dapat diklasifikasikan menjadi dua. Beberapa parasitoid berkembang
dan makan di dalam tubuh inang dan dikenal sebagai endoparasitoid. Parasitoid
yang lain makan dan berkembang di luar tubuh inang dan disebut ektoparasit.
Parasitoid dapat juga dibedakan berdasarkan stadia inangnya seperti parasitoid
telur yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia telur, parasitoid larva
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia larva, dan parasitoid pupa
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia pupa (Novianti 2008).
Parasitoid Brachymeria sp.
Parasitoid Brachymeria sp. termasuk dalam ordo Hymenoptera famili
Chalcididae. Ukuran tubuh imago Brachymeria sp. berkisar antara 2-7 mm
dengan femur tungkai belakang sangat menggembung dan bergerigi, mempunyai
alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek pada ujung abdomen, dan
sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror et al.
1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran tubuh
mencapai 12 mm dan bagian femur tungkai belakang membesar. Jumlah Telur
parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang.
7
Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini
berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).
Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarius bila
ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid
meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit
akan mati dalam satu atau dua hari. Pupa inang terparasit kemudian mengeras dan
kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang
dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau
dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva
yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan
bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai
banyak spesies. Salah satu spesies yang banyak ditemukan di Indonesia adalah
Brachymeria lasus.
Parasitoid Brachymeria lasus
Taksonomi dan Morfologi
Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) termasuk ke dalam
ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidea dan Famili Chalcididae (Joseph et
al. 1973). Imago parasitoid B. lasus memiliki panjang tubuh yang bervariasi
antara 5 sampai 7 mm. Kepala berwarna hitam. Antena berbentuk siku, dengan
ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu
sudut dengan yang pertama dan merupakan ciri antena bertipe genikulat (Boror et
al. 1996).
Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai
belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia
belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah
(2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari 6 sampai 12 ruas
(Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal berwana
kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b).
8
Gambar 1 Ciri morfologi imago B. lasus (a, Antena; b, tungkai belakang;
Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011)
Parasitoid dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu
bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi
segera setelah imago betina keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin
terjadi lebih dari satu kali (Prabowo 1996). Parasitoid jantan umumnya muncul
sedikit lebih awal daripada parasitoid betina sehingga kopulasi terjadi segera
setelah kemunculan parasitoid betina (Pudjianto 1994).
Imago betina B. lasus umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar
daripada imago jantan. Menurut Valindria (2012) imago parasitoid betina
mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6.86 mm dan lebar kepala
2.49 mm sedangkan imago jantan mempunyai panjang tubuh 6.15 mm dan lebar
kepala 2.18 mm.
Gejala Inang Terparasit
Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuh yang berbeda dari
pupa sehat. Tubuh pupa terparasit mengeras dan terdapat bercak-bercak berwarna
hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya akan berwarna hitam dan jika
disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 2a). Inang yang tidak terparasit
akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan, dan jika disentuh atau
diganggu akan bergerak (Gambar 2b) (Valindria 2012).
9
Gambar 2 Gejala parasitisati B. lasus pada pupa E. thrax ( a, Pupa terparasit;
b, pupa sehat; Sumber: Valindria 2012)
Valindria (2012) mengungkapkan bahwa pupa inang yang terparasit akan
menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul.
Hal ini merupakan reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap perkembangan
parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama inang yang terparasit hanya diam dan
bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari kedua inang mulai menunjukkan
gejalanya dengan munculnya garis-garis hitam pada abdomennya (Gambar 3a).
Diduga bahwa larva parasitoid mulai muncul pada hari kedua. Hari ketiga
gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari keempat inang mulai kaku dan garis
hitamnya semakin jelas (Gambar 3b). Pada hari keenam pupa kaku dan berwarna
coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya (Gambar 3c). Inang akan semakin keras
dan bewarna hitam pada hari kedelapan (Gambar 3d). Pada hari kesembilan
parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi pupa. Pada hari ke sepuluh pupa
inang terparasit bewarna hitam dan semakin keras bila disentuh (Gambar 3e).
Pada hari-hari berikutnya tidak banyak perubahan pada tubuh pupa terparasit
hingga imago parasitoid muncul.
10
Gambar 3 Perubahan gejala pupa E. thrax terparasit oleh B. lasus (a, hari kedua;
b, hari keempat; c, hari keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh;
Sumber: Valindria 2012)
Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus memiliki eksoskeleton yang
keras atau kaku, berwarna hitam, dan mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras
dan apabila disentuh tidak bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian
berangsur berwarna hitam yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah
terparasit. Efek bagi inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan
perkembangan pradewasanya (Kalshoven 1981).
Siklus Hidup
Siklus hidup adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perkembangan
parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid mulai meletakkan telur
kembali. Siklus hidup B. lasus bekisar antara 12-14 dengan lama stadium telur,
larva, dan pupa B. lasus berturut-turut adalah: 2.4 hari, 5.6 hari, dan 6.3 hari, dan
siklus hidupnya adalah 14.3 hari (Valindria 2012; Kalshoven 1981).
Keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak
mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang
mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Menurut Boror et
al. (1996), keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo
Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi
akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan
berkembang menjadi imago jantan.
Kelangsungan hidup imago B. lasus tergantung pada ketersediaan makanan,
seperti nektar atau madu. Kelangsungan hidup semua organisme sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Larutan madu sangat dibutuhkan
11
untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Makanan akan menjadi sumber
energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung
produksi telur (Pudjianto 1994).
Nutrisi yang terkandung dalam madu berpengaruh terhadap kesuburan
imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air, karbohidrat, dan
vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting untuk produksi
telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang harus terpenuhi
dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan kemampuan produksi
telurnya (Prabowo 1996).
Inang
B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga
menyerang Hymenoptera dan Diptera. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan
bahwa B. lasus dapat digunakan untuk mengendalikan hama terutama dari ordo
Lepidoptera dan ordo Diptera. Pada ordo Lepidoptera pengendalian dilakukan
pada stadia pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pengendalian pada
stadia larva instar akhir.
Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu parasitoid
yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera: Lymantriidae).
Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat memarasit sekitar 120
spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011). Spesies yang pernah
dilaporkan terparasit antara lain Erionota thrax, Anomis flava di China, Taiwan,
dan Filiphina (Ferino et al. 1982; Lam 1996), Leucinodes orbonalis di Filiphina
(Navasero 1983), Trichoplusia ni di Amerika (Dindo 1993), Arctornis sp., dan
Lymantria atemeles yang merupakan spesies ulat bulu yang sempat outbreak di
Probolinggo (Suputa 2011; Noerman 2012).
Biologi Erionota thrax
Erionota thrax termasuk golongan serangga ordo Lepidoptera, famili
Hesperiidae dengan metamorfosis holometabola. Imago betina meletakkan telur
secara berkelompok berkisar antara 10-37 butir telur pada permukaan bawah daun
pisang yang masih muda pada sore hari (Kalshoven 1981, Hasyim et al. 1999).
12
Telur yang baru diletakkan berwarna kuning terang, kemudian berubah menjadi
merah terang dan memucat. Telur akan menetas menjadi larva pada hari ke 5-8
setelah diletakkan (Capinera 2008).
Larva yang masih muda berwarna kuning kehijauan dengan tubuh yang
dilapisi lilin. Larva yang ukurannya lebih besar berwarna putih kekuningan dan
tubuhnya dilapisi lilin. Masing masing larva hidup soliter dalam satu gulungan
daun pisang (Feakin 1971). Stadium larva berlansung selama 28 hari. Larva
memakan daun pisang dari dalam gulungan daun pisang dan membentuk
gulungan yang lebih besar sesuai dengan perkembangan larva sampai instar akhir.
Mortalitas larva muda cukup tinggi karena permukaan tubuh larva belum terlapisi
lilin dan gulungan daun masih terbuka (Kalshoven 1981).
Stadium prapupa E. thrax berlansung selama 3 hari. Tubuh pupa muda
berwarna kuning terang dan berubah secara berangsur menjadi lebih gelap sampai
berwarna coklat gelap (Feakin 1971). Pupa berada di dalam gulungan daun pisang
dan dilapisi lilin. Panjang pupa bisa ± 6 cm dan mempunyai proboscrs. Stadium
pupa berlansung selama 8-12 hari (Capinera 2008). Imago E. thrax seringkali
disebut skipper (aktif pada sore hari). Imago berwarna coklat dengan bintik
kuning pada sayap depannya. Panjang rentangan sayapnya ± 7.5 cm (Freakin
1971). Imago terbang bebas mencari madu atau nectar bunga tanaman pisang.
Imago aktif pada pagi dan sore hari, siklus hidup E. thrax di bogor berkisar antara
5 sampai 6 minggu (Kalshoven 1981).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan April
sampai Juli 2012.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain mikroskop stereo, wadah plastik berbentuk
silinder berdiameter 20 cm dan tinggi 50 cm, pinset, cawan petri, jarum, kain
kasa, kapas, kurungan serangga berdinding kasa berbentuk kubus dengan sisi 50
cm, tabung reaksi berdiameter 2 cm dan panjang 20 cm, serta kamera. Bahan yang
digunakan antara lain daun pisang, madu, alkohol, dan kertas label (Gambar 4).
Gambar 4 Peralatan yang digunakan dalam penelitian (a, mikroskop stereo; b,
wadah plastik silinder; c, pinset, cawan petri, dan jarum; d, kurungan
serangga berdinding kasa; e, tabung reaksi; f, kamera)
14
Metode Penelitian
Pemeliharaan Parasitoid
Serangga yang diperbanyak adalah B. lasus yang didapat dari pupa E. thrax
terparasit yang diambil dari pertanaman pisang di sekitar kampus IPB Dramaga,
Bogor. Pupa E. thrax yang bergejala diambil dan dipelihara di dalam wadah
plastik di laboratorium hingga imago parasitoid keluar. Parasitoid yang keluar dari
pupa dipelihara di dalam sangkar silinder dan diberi makan madu 10%.
Selanjutnya, parasitoid yang didapatkan diidentifikasi untuk mendapatkan spesies
Brachymeria lasus. Spesies yang didapatkan dan telah diidentifikasi deperbanyak
di dalam wadah plastik. Inang yang dipergunakan dalam perbanyakan parasitoid
adalah pupa E. thrax hasil dari pengambilan larva instar akhir dari lapangan.
Lama Hidup dan Jumlah Keturunan yang Dihasilkan
Kelompok perlakuan yang diuji adalah parasitoid yang diberi pakan madu
10% yang memarasit dan tidak memarasit, tanpa pakan dan diberi pakan air.
Parasitoid yang keluar dari imago dipelihara di dalam sangkar silinder dan diamati
hingga mati. Data yang dicatat adalah lama hidup masing-masing imago (dalam
hari) berdasarkan jenis perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 5
ulangan yang dikerjakan secara berseri.
Pengamatan jumlah keturunan yang dihasilkan parasitoid selama hidupnya
dilakukan dengan cara mengambil imago parasitoid yang baru keluar dari inang
dan dikondisikan untuk kopulasi di dalam satu kandang terpisah dengan masingmasing kandang berisi sepasang imago parasitoid jantan dan betina. Serangga
inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan parasitoid. Imago
parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas dan
diletakkan pada sisi tabung reaksi. Parasitoid dibiarkan di dalam tabung sampai
terlihat memarasit. Pengamatan dilakukan hingga parasitoid memarasit selama
sehari penuh. Jika parasitoid telah memarasit, parasitoid dipindahkan ke tabung
reaksi lain dan pupa lain yang masih sehat. Parasitoid dianggap tidak memarasit
lagi apabila pada saat masa aktif (diurnal) selesai atau pada pukul 18.00.
Pemarasitan dilakukan setiap hari hingga parasitoid mati. Inang yang digunakan
adalah pupa E. thrax umur 2 hari. Data yang dicatat adalah jumlah inang yang
15
diparasit satu imago per hari dan jumlah imago parasitoid yang keluar dari seluruh
inang yang terparasit oleh masing-masing imago. Imago yang diamati sebanyak 5
ekor.
Pengaruh Umur Pupa pada Tingkat Parasitisasi
Serangga inang yang diuji dibagi ke dalam 7 kelompok antara lain prapupa
(P0, Gambar 5a), pupa umur 1 hari (P1, Gambar 5b), 2 hari (P2, Gambar 5c), 3
hari (P3, Gambar 5d), 4 hari (P4, Gambar 5e), 5 (P5, Gambar 5f), dan 6 hari (P6,
Gambar 5g). Masing-masing kelompok perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Inang
yang digunakan dalam pengamatan ini adalah E. thrax yang diambil dari lapangan
pada saat masih larva dengan ukuran cukup besar dan sehat. Parasitoid yang
digunakan adalah parasitoid betina umur 3 hari dan sudah kopulasi. Serangga
inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan parasitoid selama 18
jam. Parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas dan
diletakkan pada sisi tabung reaksi. Selanjutnya parasitoid dipindahkan kembali ke
dalam kandang terpisah. Satu parasitoid hanya digunakan satu kali untuk
menghindari bias dalam pengujian. Inang yang telah diparasit dipelihara di dalam
tabung reaksi berdiameter 2 cm dan panjang 20 cm dan diletakkan di rak dengan
suhu ruangan. Inang yang telah diberi perlakuan diamati perubahan bentuk, warna
dan teksturnya setiap hari hingga parasitoid keluar dari inang. Data yang diambil
adalah jumlah inang terparasit, jumlah imago parasitoid yang muncul per inang,
dan nisbah kelamin imago parasitoid yang muncul.
Gambar 5 Morfologi berbagai umur pupa E. thrax (a, prapupa; b, pupa umur 1
hari; c, pupa umur 2 hari; d, pupa umur 3 hari; e, pupa umur 4 hari; f,
pupa umur 5 hari; g, pupa umur 6 hari)
16
Pengaruh Ukuran Pupa pada Tingkat Parasitisasi
Pengelompokan inang berdasarkan ukuran panjang pupa yang terdiri atas
pupa ukuran kecil, sedang, dan besar. Pupa ukuran kecil memiliki panjang kurang
dari 2.5 cm, ukuran sedang dengan panjang antara 2.5-3.0 cm, dan ukuran besar
dengan panjang lebih besar dari 3 cm. Inang yang digunakan adalah pupa E. thrax
sehat yang berumur 2 hari.
Parasitoid yang digunakan adalah parasitoid betina umur 3 hari dan sudah
kopulasi. Serangga inang dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersama dengan
parasitoid selama 18 jam. Parasitoid diberi pakan madu 10% yang diserapkan
pada segumpal kapas dan diletakkan pada sisi tabung reaksi. Selanjutnya
parasitoid dipindahkan kembali ke dalam wadah terpisah. Satu parasitoid hanya
digunakan satu kali untuk menghindari bias dalam pengujian. Inang yang telah
diparasit dipelihara di dalam tabung reaksi dan diletakkan di rak dengan suhu
ruang. Inang yang telah diberi perlakuan diamati perubahan bentuk, warna dan
teksturnya setiap hari hingga parasitoid keluar dari inang. Selanjutnya setelah
parasitoid keluar dari inang dihitung jumlah imago parasitoid yang muncul per
pupa dan nisbah kelamin imago parasitoid. Masing-masing perlakuan dilakukan
secara berseri dengan ulangan sebanyak 5 kali.
Pengolahan Data
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis varian (ANOVA). Apabila
ada perbedaan nyata, data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) menggunakan program aplikasi SAS versi 9.0 for Windows. Rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lama Hidup Imago
Data tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tinggi antara lama
hidup imago yang memarasit dan tidak memarasit. Secara statistik lama hidup
kedua perlakuan berbeda nyata pada taraf uji 5% (Lampiran 1). Rataan lama hidup
imago yang diberi pakan madu 10% dan memarasit adalah 11 hari dengan kisaran
10 – 13 hari. Rataan lama hidup imago yang diberi pakan madu 10% tanpa
memarasit adalah 14.6 hari dengan kisaran 12 – 17 hari. Perbedaan tersebut
menujukkan adanya pengaruh oviposisi terhadap lama hidup imago B. lasus.
Imago parasitoid yang melakukan oviposisi menghabiskan banyak energi dan
nutrisi di dalam tubuhnya. Selain itu, gesekan, hentakan, dan guncangan yang
terjadi akibat perlawanan pupa inang saat oviposisi memberikan efek pada
ketahanan tubuh inang. Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan lama
hidup antara imago parasitoid yang diberi pakan tanpa memarasit dan memarasit.
Tabel 1 Lama hidup (hari) imago B. lasus pada berbagai perlakuan pakan
Jenis perlakuan
Pakan madu dan memarasit
Pakan madu tanpa memarasit
Pakan air
Tanpa pakan
a
1
11
12
3
2
Ulangan
2
3
4
10 11 13
14 17 13
2
3
2
2
2
3
5
10
17
3
2
Rataan (hari) a
11.0b
14.6a
2.6c
2.2c
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rataan menunjukkan data tidak berbeda nyata berdasarkan
uji BNT dengan α = 0.05.
Rataan lama hidup imago yang diberi pakan air dan tanpa diberi pakan
masing-masing 2.6 dan 2.2 hari. Data tersebut tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Lampiran 1). Hal ini menggambarkan bahwa air saja tidak cukup untuk
menopang kebutuhan asupan nutrisi bagi imago parasitoid. Imago parasitoid yang
baru keluar dari inang memang membutuhkan air tetapi untuk melanjutkan
hidupnya, imago lebih membutuhkan nektar atau madu. Data di atas juga
menunjukkan bahwa madu atau nektar merupakan makanan yang sangat
dibutuhkan parasitoid dalam melanjutkan hidupnya. Berdasarkan data tersebut
18
dapat diambil kesimpulan bahwa imago B. lasus dapat hidup sampai 3 hari dalam
keadaan tanpa pakan dan atau hanya tersedia air.
Jumlah Keturunan yang Dihasilkan
Data tabel 2 menunjukkan bahwa pada hari pertama jumlah imago betina
parasitoid yang memarasit hanya satu dengan jumlah imago yang dihasilkan 6
ekor dengan rataan 1.2 ekor. Pada hari ke-2, jumlah imago parasitoid yang
memarasit adalah 2 ekor dengan jumlah rataan imago yang dihasilkan 2.6 ekor.
Pada hari ke-3 jumlah imago parasitoid yang memarasit adalah 4 ekor. Imago
parasitoid ulangan ke-5 memarasit sampai dua kali dalam sehari. Jumlah rataan
imago yang dihasilkan adalah 8.6 ekor. Pada hari ke-4 seluruh parasitoid sudah
memarasit. Rataan jumlah imago parasitoid yang dihasilkan adalah 10.2 ekor.
Imago ulangan pertama mampu memarasit 2 inang dalam sehari, sementara imago
ulangan ke-4 tidak memarasit.
Jumlah imago parasitoid yang memarasit pada hari ke-5 adalah 4 ekor,
imago ulangan ke-5 tidak memarasit. Rataan jumlah imago parasitoid yang
dihasilkan pada hari ke-5 adalah 9.4 ekor. Jumlah imago parasitoid yang
memarasit pada hari ke-6 adalah 4 ekor. Imago parasitoid ulangan ke-1 tidak
memarasit sementara imago parasitoid ulangan ke-3 memarasit 2 inang dalam
sehari. Rataan jumlah imago parasitoid yang dihasilkan pada hari ke-6 adalah 11.4
ekor.
Pada hari ke-7 dan ke-8, seluruh imago parasitoid memarasit inang. Imago
ulangan ke-2 pada hari ke-7 mampu memarasit 2 pupa inang dalam sehari. Imago
ulangan ke-4 mampu memarasit 3 inang dalam sehari pada hari ke-8. Data ini
merupakan jumlah parasitisasi maksimum dimana satu imago B. lasus mampu
memarasit sampai 3 pupa inang dalam sehari. Rataan jumlah imago parasitoid
yang dihasilkan pada hari ke-7 adalah 12.2 ekor. Pada hari ke-8 rataan jumlah
imago yang dihasilkan adalah 13.2 ekor.
Rataan jumlah imago parasitoid yang memarasit pada hari ke-9 adalah 4
ekor dengan 13.4 ekor imago yang dihasilkan pada masing-masing ulangan.
Imago parasitoid ulangan ke-1 memarasit 2 pupa inang dalam sehari. Pada hari
ke-10 seluruh imago memarasit dengan rataan per ulangan 9.2 ekor.
19
Tabel 2 Jumlah keturunan parasitoid harian
Hari ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Total
Jumlah imago parasitoid (ekor) pada ulangan ke1
2
3
4
5
6
5
8
8
8
7
20*
12
11
17*
11
17*
11
9
10
11
23*
11
12
11
21*
10
9
10
11
9
9
29*
8
22*
13
21*
11
9
8
9
11
9
6
8
11
9
107
71
106
126
81
Rataan (ekor)
1.2
2.6
8.6
10.2
9.4
11.4
12.2
13.2
13.4
9.2
2.8
2.2
1.8
98.2
* Parasitoid memarasit lebih dari satu kali dalam sehari.
- Tidak ada parasitoid yang dihasilkan
Imago yang memarasit pada hari ke-11 adalah 2 ekor (ulangan ke-1 dan ke3) sedangkan imago ulangan ke-2 dan ke-5 sudah mati. Jumlah rataan parasitoid
yang dihasilkan masing-masing pupa terparasit 2.8 ekor. Imago parasitoid ulangan
ke 4 tidak memarasit pupa inang. Jumlah imago yang masih bertahan hidup pada
hari ke-12 adalah satu ekor. Imago parasitoid ulangan 1, 2, 3, dan 5 mati, imago
parasitoid ulangan ke-4 memarasit satu inang dengan jumlah parasitoid yang
dihasilkan 2.2 ekor pada hari ke-12 dan 1.8 ekor pada hari ke-13. Imago ulangan
ke-4 mati pada hari ke-14.
Data keseluruhan tabel diatas menunjukkan bahwa parasitoid yang baru
keluar dari pupa inang dan kopulasi tidak semuanya langsung dapat memarasit.
Imago parasitoid memerlukan waktu untuk mencari madu (makanan) untuk
mendukung perkembangan telur di dalam tubuh imago betina. Hal ini terlihat dari
data pada tabel di atas yang menunjukkan sebagian besar imago parasitoid tidak
memarasit pada hari ke-1 dan ke-2. Selain itu, data diatas menunjukkan bahwa B.
lasus tidak selalu siap memarasit setiap hari. Hal ini diduga merupakan salah satu
adaptasi dari parasitoid untuk menghemat energi dan memperpanjang lama hidup
imago. Imago parasitoid yang memarasit akan mengalami pengurangan energi dan
nutrisi. Pengurangan nutrisi di dalam tubuh parasitoid terjadi karena oviposisi.
20
Nutrisi yang terdapat di dalam tubuh inang akan dialokasikan untuk pembentukan
dan pematangan telur pada saat parasitoid akan melakukan oviposisi.
Jumlah keturunan yang dihasilkan oleh seekor imago betina selama
hidupnya berkisar antara 71 – 126 ekor. Rataan jumlah keturunan yang dihasilkan
satu imago selama hidupnya adalah 98.2 ekor per imago. Rataan jumlah keturunan
yang dihasilkan masing-masing ulangan imago per hari adalah 10.7, 11.8, 11.8,
12.6, dan 11.6 imago per hari.
Gambar 6 Grafik rataan jumlah keturunan harian imago B. lasus.
Grafik rataan jumlah keturunan harian (Gambar 6) dari imago B. lasus
menunjukkan pola dimana terjadi peningkatan jumlah imago yang dihasilkan
secara bertahap hingga parasitoid berumur 10 hari. Setelah itu jumlah keturunan
yang dihasilkan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur
parasitoid maka tingkat reproduksi akan menurun. Jumlah pupa inang yang dapat
diparasit masing-masing imago ulangan selama hidupnya berkisar antara 7 – 13
pupa. Rataan jumlah pupa inang yang diparasit selama hidup imago parasitoid
adalah 10.2 ekor (Lampiran 2).
21
Pengaruh Umur Pupa Inang terhadap Tingkat Parasitisasi B. lasus
Pupa inang yang terparasit menunjukkan perubahan gejala setiap harinya
hingga imago parasitoid muncul. Hal ini merupakan reaksi tubuh inang yang
terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama,
inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari
kedua, inang mulai menunjukkan gejalanya den