Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia

(1)

TINGKAT SERANGAN ULAT KANTONG Metisa plana Walker

(Lepidoptera: Psychidae) TERHADAP UMUR TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI

KEBUN MATAPAO PT. SOCFIN INDONESIA

SKRIPSI

NUGRAHA SEMBIRING 080302003

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINGKAT SERANGAN ULAT KANTONG Metisa plana Walker

(Lepidoptera: Psychidae) TERHADAP UMUR TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI

KEBUN MATAPAO PT. SOCFIN INDONESIA

SKRIPSI

NUGRAHA SEMBIRING 080302003

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Mena Uly Tarigan, MS) (Dr. Lisnawita, SP. M.Si NIP: 194710141976032001 NIP: 196910051994032001

)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Nugraha Sembiring, 2012 Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana

Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia. Dibawah

bimbingan Mena Uly Tarigan selaku ketua dan Lisnawita selaku anggota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong (Metisa plana Walker) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia pada areal pertanaman yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM)

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Matapao PT. Socfin Indonesia, Kecataman Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat ± 20 m di atas permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei menggunakan sampel diagonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong lebih tinggi pada tamanan belum menghasilkan (TBM) dibanding dengan tanaman menghasilkan (TM). Jumlah hama tertinggi terdapat pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Sedangkan untuk kejadian serangan hama ulat kantong yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

Tingkat serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 15 ekor per pelepah. Intensitas serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50% termasuk dalam kategori sedang.


(4)

ABSTRACT

Nugraha sembiring “Incidence Level of Metisa plana Walker Bagworm (Lepidoptera: Psychidae) Against The Age of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Matapao Estate PT Socfin Indonesia” with guide commission Mena Uly Tarigan and Lisnawita.

The goal this research was to know the incidence level of the bagworm against the age of oil palm in Matapao Estate on the produce plant or non produce plant. The research was carried out at Matapao Estate PT Socfin Indonesia, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai with place height ± 20 m on surface of sea. The research use Survey method with diagonal sample.

The result showed that the incidence level of bagworm on non produce plant was bigger than onn produce plant. The largest number of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 119 bagworms. The highest damage level of bagworm was found in Blok 28. It was 19.758%.

The highest incidence level of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 15 bagworms in every branches. The highest intensity of the bagworm incidences was found in 50th sample of Blok 27.it contains 50% that was included to middle cathegory.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nugraha Sembiring, lahir di Matapao pada tanggal 26 September 1990 dari pasangan Ayahanda Maju Sembiring dan Ibunda Suasti br. Sitompul. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pada tahun 1996-2005, penulis menempuh pendidikan SD di SD Negeri 102008 Matapao, SMP di SMP Negeri 1 Teluk Mengkudu. Pada Tahun 2008, penulis lulus SMA di SMA Negeri 1 Perbaungan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian USU Medan, melalui jalur Pemanduan Minat Prestasi (PMP).

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2008-2012, menjadi Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman tahun 2011-2012, menjadi Asisten Laboratorium Ekologi Organisme Pengganggu Tanaman tahun 2012. Penulis melakukan Praktek kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara IV kebun Bah Jambi pada tahun 2011.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi adalah ” Tingkat Serangan Ulat Kantong

Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Lisnawita, SP. M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pengerjaan skripsi ini

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong Metisa plana Walker Biologi Hama... 5

Gejala Serangan... 6

Ekologi Hama... 8

Pengendalian... 9

METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian... 10

Alat dan Bahan... 10

Pelaksanaan Penelitian Pemilihan Lokasi... 10

Pengambilan Sampel... 11

Periode Pengamatan... 12

Peubah Amatan Jumlah hama ... 12

Tingkat Serangan ... 12

Kejadian Serangan Hama ... 12


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel ... 14 Jumlah Hama, Tingkat Serangan dan Kerusakan Hama ... 15 Kejadian Serangan Hama ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 30 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hlm

1. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2011 ……… 15

2. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2010 ... 15

3. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2009 ... 16

4. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2008 ... 17

5. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2006 ... 18

6. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2004 ... 19


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

1. Data Bulanan Survey Hama ... ... 1 2. Bagan Penelitian ... ... 2 3. Foto Lahan Penelitian ... ... 3


(12)

ABSTRAK

Nugraha Sembiring, 2012 Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana

Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia. Dibawah

bimbingan Mena Uly Tarigan selaku ketua dan Lisnawita selaku anggota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong (Metisa plana Walker) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia pada areal pertanaman yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM)

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Matapao PT. Socfin Indonesia, Kecataman Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat ± 20 m di atas permukaan laut. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei menggunakan sampel diagonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong lebih tinggi pada tamanan belum menghasilkan (TBM) dibanding dengan tanaman menghasilkan (TM). Jumlah hama tertinggi terdapat pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Sedangkan untuk kejadian serangan hama ulat kantong yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

Tingkat serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 15 ekor per pelepah. Intensitas serangan ulat kantong tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50% termasuk dalam kategori sedang.


(13)

ABSTRACT

Nugraha sembiring “Incidence Level of Metisa plana Walker Bagworm (Lepidoptera: Psychidae) Against The Age of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Matapao Estate PT Socfin Indonesia” with guide commission Mena Uly Tarigan and Lisnawita.

The goal this research was to know the incidence level of the bagworm against the age of oil palm in Matapao Estate on the produce plant or non produce plant. The research was carried out at Matapao Estate PT Socfin Indonesia, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai with place height ± 20 m on surface of sea. The research use Survey method with diagonal sample.

The result showed that the incidence level of bagworm on non produce plant was bigger than onn produce plant. The largest number of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 119 bagworms. The highest damage level of bagworm was found in Blok 28. It was 19.758%.

The highest incidence level of bagworm was found in 50th sample of Blok 27. It contains 15 bagworms in every branches. The highest intensity of the bagworm incidences was found in 50th sample of Blok 27.it contains 50% that was included to middle cathegory.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq), bila diartikan secara harfiah merupakan golongan tanaman keras penghasil minyak nabati. Di dunia ini ada banyak spesies penghasil minyak nabati. Namun yang paling banyak dibudidayakan adalah kelapa sawit (Syamsulbahri, 1996).

Hingga kini belum ada kata sepakat mengenai asal usul kelapa sawit, namun secara umum para ahli cenderung beranggapan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika. Disamping itu, ada pula para ahli yang berpendapat bahwa mungkin kelapa sawit terbentuk ketika Amerika Selatan masih bersatu dengan Afrika sebelum terjadinya pergeseran benua. Jika ini benar permasalahan daerah kelapa sawit tidak menjadi masalah lagi (Mangoensoeharjo dan Semangun, 2003).

Berdasarkan komoditi yang timbul di Indonesia mulai dari awal pengembangan komoditi ini hingga sekarang dapat dikelompokkan menjadi beberapa masa pengembangan. Masa sebelum perang dunia II yaitu 1914-1942 merupakan awal industri komoditi sejalan dengan pengembangan perkebunan Indonesia khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Diawali tahun 1911 maka tahun 1940 di Sumatera Utara dan Aceh sudah terdapat 64 perkebunan dengan luas 104.800 ha. Luas tanaman yang menghasilkan mencapai 78.000 ha dengan produksi 239.887 ton minyak (Lubis, 1992)

Luas areal yang digunakan untuk kelapa sawit di Sumatera Utara adalah 1.017.570 ha dengan luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 392.726 ha. Perkebunan Swasta sebesar 352.657 ha dan Perkebunan Negara Sebesar 299.471


(15)

ha. Jumlah produksi kelapa sawit pada tahun 2009 di Perkebunan Rakyat sebesar 1.119.490 ton, Perkebunan Negara sebesar 1.027.143 ton dan Perkebunan Swasta sebesar 1.011.511 ton. Pada tahun 2010 Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat sebesar 1.411.880 ton, Perkebunan Negara sebesar 1.052.821 ton dan Perkebunan Swasta sebesar 1.035.787 ton (BPS, 2012).

PT. Socfin Indonesia merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit terbaik dan tertua di dunia. Saat ini, PT. Socfin Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit seluas ± 38.000 ha, terdiri dari 9 kebun yang tersebar di propinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit tersebut, PT. Socfin Indonesia telah menerapkan aplikasi sustainable best agricultural management practice (www.socfindo.com , 2012).

Untuk mendapatkan produksi yang optimal, karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menghambat produktifitas harus dipahami dan diupayakan solusinya. Salah satu permasalahan penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama yang umumnya menyerang adalah Setora nitens, Metisa Plana, Mahasena corbetii, Darna trima, dan lain-lain (Satriawan, 2012).

Ulat kantong (Metisa plana Wlk) termasuk dalam famili Psychidae dan merupakan hama yang menyerang daun kelapa sawit baik pada tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM). Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong. Ulat pada stadia muda akan memakan epidermis permukaan atas daun, sehingga menimbulkan gejala gerigitan


(16)

berbentuk bulatan. Apabila populasi ulat ini tinggi daun-daun yang terserang akan terlihat mengering seperti terbakar (Borror, 1996).

Ulat kantong adalah larva yang hidup pada kantong tersendiri. Mereka tetap tinggal pada kantongnya sampai dewasa pada ulat betina dan sampai pupa pada ulat jantan. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman. Ulat kantong merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Ambang batas untuk ulat kantong ini adalah 5 ulat per pelepah (Kok et al., 2011).

Kerusakan pada tanaman kelapa sawit akan terlihat secara jelas ketika sudah terjadi defoliasi sebesar 50%. Kerusakan pada tingkat ini akan mengurangi hasil hingga 10 ton Tandan buah segar (TBS)/ha (Hamim et al, 2011)

Akibat tingginya kerugian yang disebabkan serangan ulat kantong, terlebih karena pada semua umur tanaman kelapa sawit rentan terhadap serangan ulat ini maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat serangan ulat kantong terhadap umur tanaman kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat serangan ulat kantong M. plana (Lepidoptera; Psychidae) terhadap umur tanaman kelapa sawit di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia


(17)

Hipotesa Penelitian

Adanya pengaruh antara tingkat serangan ulat kantong terhadap umur tanaman kelapa sawit dimana tinggi populasi ulat kantong diduga tertinggi pada tanaman belum menghasilkan (TBM).

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama

Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phyllum : Artropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Psychidae Genus : Metisa

Species : Metisa plana Walker

Telur baru ulat kantong berwarna kekuningan, diletakkan berkelompok antara 200-300 telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran diameter 200 μm dan panjang 300 μm. Permukaan telur dilapisi oleh lendir. Setelah 5-8 hari inkubasi telur akan menjadi transparan berisi neonat (larva kecil) yang sedang berkembang. Neonat berwarna coklat gelap dengan warna bercak hitan yang berbeda pada bagian tengah (Basri dan Kevan 1995).

Larva memiliki kantong yang dapat dilepas. Rata-rata jumlah neonat yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Larva ulat kantong bersifat polifag. Larva dapat merusak jaringan daun sebesar 66.8%. Sekitar 60-90% neonat akan berkembang menjadi larva instar 2. Perbedaan tiap instar larva dapat dilihat dari perbedaan panjang dari kantongnya. Instar 1 panjangnya 1.6 mm, instar 2 panjangnya 4.6 mm, instar 3 panjangnya 5.9 mm,


(19)

instar 4 panjangnya 9.5 mm, instar 5 panjangnya 11,3 mm, instar 6 panjangnya 13 mm (Rhainds et al., 1995).

Pada masa pupa, larva melekat pada kantong yang berwarna coklat kekuningan. Pupa berukuran 6.1 mm, lebih pendek dari larva. Sex rasio pembentukan imago betina berbanding jantan berkisar antara 10:1 hingga 2:1 (Kok et al., 2011)

Imago M. plana berbentuk ngengat. Imago betina berukuran panjang 5.5 mm dengan diameter 2 mm. Imago jantan berukuran panjang 10-13 mm. Imago betina akan mati beberapa jam setelah mengeluarkan telur dengan jumlah yang besar pada kantongnya dan imago jantan akan hidup sekitar 3-4 hari. Sayap ulat kantong berwarna kecoklatan dengan tubuh yang berwarna hitam dan memiliki rambut (Rhainds et al., 1995).

Gejala Serangan

Kerusakan yang terjadi akibat serangan hama ini sangat kecil dan akan terjadi kerusakan besar ketika mereka ada dalam jumlah yang sangat besar. Larva muda memakan jaringan epidermis dan larwa yang lebih tua mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada jaringan daun. Kerusakan ini akan berdampak pada pertanaman kelapa sawit ke depannya (Basri dan Kevan 1995).

Tanaman dapat kehilangan hasil hingga 40% pada tahun pertama setelah terjadi serangan hama terhadap ratusan hektar pertanaman yang telah mengalami defoliasi. Pada tahun berikutnya pengendalian tidak mampu dilakukan secara sempurna. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5 ekor ulat/pelepah.


(20)

Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis maka akan dilakukan pengendalian (Pahan, 2006)

Ulat kantong memiliki skala tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama ulat kantong terbagi atas 6 skala, yaitu 0 : sehat, 1 : Sangat ringan (1-20%), 2 : Ringan (21-40), 3 : Sedang (41-60%), 4 : Berat (61-80%), 5 : Sangat berat (81-100%) (Gambar 1).

Gambar 1: Tingkat kerusakan hama ulat kantong (foto langsung)

Skala 1 Skala 2

Skala 3 Skala 4


(21)

Ekologi hama

Hama ulat kantong merupakan hama polifag yang memakan daun dari berbagai jenis spesies tanaman. Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong ini (Kusuma, 2011).

Naik turunnya serangan ulat kantong ditentukan oleh dinamika populasi larva. Perbedaan tanaman inang akan berpengaruh terhadap kemampuan larva dalam merusak tanaman. Faktor tekanan (stress) dari luar merupakan faktor negatif dalam perkembangan ulat. Pengurangan nutrisi pada tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress juga berpengaruh pada perkembangan ulat. Tanaman dengan nitrogen tinggi akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong dalam perkembangannya (Rhainds et al., 2009).

Ketersediaan musuh alami ulat kantong juga sangat memperngaruhi dalam perkembangannya. Musuh alami ulat kantong biasanya berupa parasitoid baik parasitoid larva maupun pupa. Namun ada juga predator seperti Sycanus sp. Semakin tinggi jumlah parastoid maka jumlah ulat kantong juga semakin sedikit. Adapun jenis parasitoid dari Metisa plana adalah Apanteles metesae Nixon, E. catoxanthae Ferr.Dan Eozenillia psychidarum Bar (Syed dan Sankaran, 1972).

Angin menjadi salah satu faktor pendukung dalam penyebaran hama. Larva ulat kantong yang masih kecil dapat diterbangkan oleh angin. Oleh karena itu tanaman di sekeliling areal pertanaman juga sangat mempengaruhi dalam peyebaran hama ini karena dapat menjadi sumber penyebaran hama ulat kantong.


(22)

Pengendalian

Dibawah ini merupakan beberapa tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi serangn ulat kantong:

1. Kelompok-kelompok populasi hama yang melampaui padat populasi kritis dikendalikan dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis.

2. Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, yakni pada saat terjadi ledakan populasi yang meliputi hamparan luas dan kepadatan populasinya di atas batas maksimum padat populasi kritis, maka dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid dan predator.

3. Pada 3-15 hari setelah pelaksanaan pengendalian (tergantung jenis bahan dan teknik pengendalian yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil pengendalian dengan melaksanakan pengamatan efektif ulang terhadap populasi hama.

4. Apabila masih dijumpai populasi hama di atas padat populasi kritis, maka harus dilakukan pengendalian ulangan. Jika perlu dilakukan penggantian jenis bahan serta teknik pengendalian yang digunakan.


(23)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilakukan di areal perkebunan Kelapa Sawit di PT Socfin Indonesia Kebun Matapao di Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian + 15 m dpl. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2012.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah pengait untuk mengait cabang pohon yang tinggi, plang untuk menandai penelitian, kamera Sony cybershot W220 untuk keperluan dokumentasi, helm dan sepatu untuk melindungi diri selama penelitian, alat tulis untuk menulis data

Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tanaman kelapa sawit sebagai objek penelitian, ulat kantong sebagai objek penelitian, label untuk menandai pohon sampel, lem/selotip untuk menempelkan label.

Pelaksanaan penelitian

Pemilihan lokasi

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini berada di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia Kebun Matapao. Kebun ini memiliki areal pertanaman yang cukup luas. Adanya laporan mengenai serangan ulat kantong merupakan faktor utama dalam pemilihan lokasi. Selain itu, lokasi ini memenuhi kriteria penelitian dimana terdapat tanaman dengan umur tanam yang berbeda.


(24)

Perkebunan Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia Kebun Matapao terdapat 3 afdeling. Penelitian ini terdapat di afdeling 2 Kebun Matapao. Pada afdeling ini terdapat 20 blok dimana masing-masing blok berukuran rata-rata 20 ha. Setiap blok tanam memiliki tahun tanam yang berbeda.

Pada areal pengamatan terdapat dua kelompok tanaman, yaitu tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman belum menghasilkan merupakan tanaman yang baru di tanam pada tahun 2009, 2010 dan 2011, sedangkan tanaman yang sudah menghasilkan adalah tanaman yang ditanam pada tahun 2008 atau lebih.

Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode diagonal (Budiarto, 2002). Sampel diambil mulai dari sudut blok, kemudian diamati berkelanjutan dengan arah diagonal. Pengambilan sampel pada penelitian ini sebanyak 10 blok dimana 5 blok untuk pengamatan pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan 5 blok pada tanaman yang sudah menghasilkan (TM).

Pada setiap hektar terdapat kira-kira 143 tanaman dengan pola tanam mata lima. Jadi setiap blok tanam terdapat 2860 tanaman. Jumlah sampel yang diambil adalah 286 tanaman dimana pengambilan sampel dilakukan secara diagonal. Hal ini sesuai dengan kaidah pengambilan sampel pada umumnya dimana sampel penelitian minimal sebesar 10% (Budiarto, 2002).

Teknik pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah populasi ulat kantong yang ada pada pelepah sawit. Pada areal TBM diamati pada pelepah pelepah no 9-17 dan untuk TM adalah pelepah 7-25.


(25)

Periode Pengamatan

Periode pengamatan dilakukan sekali pengamatan secara menyeluruh, dimana pengamatan dilakukan pada pagi hingga siang hari. Ini dikarenakan pada siang hari adalah masa istrahat ulat kantong, sehingga mudah untuk diamati.

Peubah Amatan Jumlah Hama

Pengamatan jumlah hama ini tidak dibedakan pada tiap pelepah tanaman. Pengamatan jumlah hama dilakukan menyeluruh pada tanaman kelapa sawit yang menjadi sampel yang kemudian dijadikan satu data, yaitu data jumlah hama.

Tingkat Serangan

Tingkat serangan yang dimaksud disini merupakan tingkat serangan berdasarkan jumlah hama yang terdapat pada pelepah tanaman sawit. Ambang kritis untuk hama ulat kantong in adalah 5 ekor per tanaman. Adapun tingkat serangan hama ulat kantong ini adalah sebagai berikut:

< 2 ekor/pelepah : Ringan 2-4 ekor/pelepah : Sedang

>5 ekor/pelepah : Berat (butuh penanganan) (Kok et al., 2011)

Kejadian Serangan Hama

Kejadian serangan hama merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang oleh hama ulat kantong terhadap seluruh jumlah tanaman yang menjadi sampel. Penghitungan kejadian serangan hama dilakukan dengan rumus:

K = __n _ N


(26)

Keterangan:

K = Kejadian serangan oleh hama tertentu

n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama tertentu N = Jumlah tanaman dalam satu plot

(Tulung, 2000)

Tingkat Kerusakan Tanaman

Tingkat kerusakan tanaman adalah besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ulat kantong terhadap tanaman kelapa sawit yang diukur dengan ketentuan (skor) tertentu. Tingkat kerusakan akibat serangan hama perusak daun (defoliator)ditentukan dengan rumus Kilmaskossu dan Nerokouw (1993):

Keterangan:

I : Tingkat kerusakan per tanaman ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i vi : Nilai skor serangan

N : Jumlah tanaman yang diamati V : Skor tertinggi

Tingkat skor yang digunakan adalah: 0 : sehat

1 : Sangat ringan (1-20%) 2 : Ringan (21-40)

3 : Sedang (41-60%) 4 : Berat (61-80%)


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sampel tanaman kelapa sawit dengan sistem pengambilan sampel menggunakan sistem diagonal. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 286 sampel untuk masing-masing blok.

Di perkebunan PT Socfin Indonesia Kebun Matapao, terdapat 20 blok pertanaman dimana sampel yang diambil hanya 10 blok pertanaman yang dipilih, dengan 5 blok tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan 5 blok tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Pada Tanaman belum menghasilkan (TBM) diambil tanaman dengan tahun tanam 2011-2009, sedangkan untuk tanaman menghasilkan (TM) diambil tanaman dengan tahun tanam 2008-2004.

2. Jumlah Hama, Tingkat Serangan dan Kerusakan Hama pada Masing-Masing Tahun Tanam

Pengamatan untuk tingkat serangan ulat kantong mulai tahun tanam 2011, 2010, 2009, 2008, 2006 dan 2004 dapat dilihat dalam Tabel 1-6.


(28)

Tabel 1 . Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2011

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2010 Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2010/33/286 5 1 1 0.12 2.5

6 1 1 0.12 2.5

9 1 1 0.12 2.5

27 1 1 0.12 2.5

30 1 13 1.62 5.0

40 1 0 0 5.0

65 2 1 0.12 5.0

72 1 0 0 2.5

74 1 4 0.5 5.0

82 1 1 0.12 5.0

86 1 1 0.12 2.5

172 1 1 0.12 2.5

177 1 5 0.62 5.0

211 1 2 0.25 2.5

Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2011/27/286 16 2 2 0.25 5

38 4 19 2.37 15

46 1 2 0.25 5

50 8 119 14.87 50

51 1 1 0.12 2.5

53 1 15 1.87 7.5

64 2 2 0.25 10

79 3 11 1.37 10

81 3 40 5 15

139 1 0 0 7.5

145 1 0 0 5

154 1 7 0.87 2.5

172 3 51 6.37 15

173 2 3 0.37 7.5

181 1 2 0.25 5

2011/34/286 35 1 1 0.12 2.5

42 3 10 1.25 12.5


(29)

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2009 Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2009/28/286 9 1 2 0.25 2.5

21 1 2 0.25 2.5

29 1 6 0.75 2.5

30 2 1 0.12 5.0

35 4 8 1 17.5

46 3 21 2.62 10.0

47 2 4 0.5 5.0

49 2 2 0.25 5.0

51 2 0 0 7.5

65 3 1 0.12 7.5

66 1 2 0.25 2.5

68 2 3 0.37 7.5

69 3 11 1.37 10.0

70 2 1 0.12 5.0

71 5 35 4.37 27.5

72 1 24 3 7.5

74 1 2 0.25 2.5

75 3 10 1.25 12.5

77 1 1 0.12 5.0

80 1 1 0.12 2.5

100 5 18 2.25 35

101 3 4 0.5 10.0

105 1 1 0.12 2.5

115 2 36 4.5 5.0

116 1 2 0.25 2.5

122 3 1 0.12 7.5

129 2 78 9.75 17.5

131 1 3 0.37 2.5

133 1 1 0.12 5.0

134 5 58 7.25 37.5

135 1 1 0.12 5.0

137 3 1 0.12 12.5

139 1 1 0.12 2.5

141 2 1 0.12 5.0

142 2 2 0.25 5.0

143 3 11 1.37 10.0

146 2 33 4.12 10.0

147 1 1 0.12 5.0

148 7 12 1.5 45.0

149 3 3 0.37 17.5


(30)

164 1 15 1.87 7.5

167 2 23 2.87 12.5

179 1 3 0.37 7.5

182 3 9 1.12 22.5

213 2 1 0.12 5.0

228 3 3 0.37 10.0

231 1 15 1.87 5.0

2009/29/286 20 1 2 0.25 2.5

26 1 1 0.12 2.5

27 3 2 0.25 7.5

28 1 2 0.25 2.5

29 2 52 6.5 10.0

30 1 1 0.12 5.0

31 3 2 0.25 10.0

32 2 2 0.25 10.0

36 3 1 0.12 12.5

42 2 20 2.5 12.5

45 1 1 0.12 5.0

51 1 1 0.12 2.5

58 2 1 0.12 7.5

59 1 2 0.25 2.5

64 2 2 0.25 5.0

66 2 27 3.37 12.5

68 1 4 0.5 2.5

76 1 12 1.5 7.5

79 1 1 0.12 5.0

89 3 1 0.12 7.5

90 1 1 0.12 2.5

142 2 29 3.62 7.5

178 2 2 0.25 5.0

202 2 1 0.12 7.5

204 1 1 0.12 2.5

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2008 Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2008/36/286 1 2 0 0 6.66

23 1 3 0.17 2.22

25 5 4 0.22 7.78

26 4 4 0.22 7.78

43 2 0 0 3.33

46 2 1 0.06 2.22

47 2 0 0 3.33


(31)

49 2 2 0.11 3.33

50 2 1 0.06 3.33

114 2 2 0.11 2.22

124 1 20 1.11 4.44

127 2 2 0.11 5.56

129 1 34 1.89 3.33

130 1 68 3.78 3.33

131 2 2 0.11 4.44

132 1 2 0.11 1.11

141 3 4 0.22 5.56

151 1 1 0.06 2.22

152 2 1 0.06 4.44

161 2 1 0.06 5.56

169 3 24 1.33 6.67

173 5 28 1.56 16.67

188 7 13 0.72 20.0

189 1 1 0.06 2.22

190 1 1 0.06 2.22

191 1 3 0.17 3.33

193 1 0 0 2.22

231 5 5 0.28 12.22

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2006 Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2006/18/286 18 5 22 1.22 10

33 3 12 0.67 3.33

46 4 10 0.56 6.67

57 1 3 0.17 2.22

63 1 1 0.06 2.22

2006/19/286 5 2 11 0.61 6.67

7 2 3 0.17 5.56

8 2 6 0.33 3.33

10 2 5 0.28 3.33

13 3 3 0.17 4.44


(32)

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Sampel Pada Tahun Tanam 2004

Tahun Tanam 2011

Untuk tahun tanam 2011 dilakukan pengamatan pada blok 27 dan 34 dengan jumlah tanaman sampel masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 1 di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan tanaman yang tertinggi pada tahun tanam 2011 terdapat pada sampel ke 50 pada blok 27 yaitu masing-masing 119 ekor/tanaman, 14.87 ekor/pelepah dan tingkat kerusakan tanaman sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat serangan ulat kantong termasuk ke dalam kategori berat (>5 ekor/pelepah)tingkat kerusakan tanaman pada sampel ke50 pada blok 27 termasuk kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%). Ini kemungkinan diakibatkan oleh penanganan yang lambat dan kontrol yang kurang baik.

Untuk jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan hama yang terendah terdapat pada sampel-sampel yang tidak tertera pada Tabel 1. Artinya dalam sampel yang tidak termasuk dalam Tabel 1, sampel tersebut tidak mengalami serangan hama ulat kantong.

Tahun Tanam/Blok/ Sampel Sampel yang Terserang Jumlah Pelepah yang Terserang Jumlah Hama Tingkat Serangan Hama (ekor/pelepah) Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

2004/20/286 145 2 5 0.28 2.22

146 3 2 0.11 5.56

148 2 5 0.28 2.22

151 3 4 0.22 6.67

152 1 2 0.11 1.11

153 1 1 0.06 2.22

2004/21/286 90 5 28 1.56 7.78

92 5 18 1 7.78

93 2 9 0.5 3.33

95 4 17 0.94 7. 78

98 4 13 0.72 7.78


(33)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa walaupun tahun tanamnya sama, namun jumlah tanaman yang terserang cukup jauh berbeda pada masing-masing blok. Jika pada blok 27 terdapat 15 tanaman yang terserang maka pada blok 34 hanya 3 tanaman yang terserang. Hal ini dikarenakan jarak antar blok pertanaman yang cukup jauh, sehingga penyebaran ulat kantong jauh berbeda. Perbedaan jumlah tanaman yang terserang ini juga disebabkan oleh faktor angin dan ketersediaan nutrisi pada tanaman. Rhainds et al., (2009) mengemukakan tentang berkurangnya jumlah hama ketika adanya pengurangan nutrisi pada tanaman . Pengurangan nutrisi tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress juga berpengaruh pada perkembangan ulat.

Tahun Tanam 2010

Untuk tahun tanam 2010 dilakukan pengamatan pada blok 33 dengan jumlah sampel 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 2 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, dan tingkat serangan yang tertinggi pada tahun tanam 2010 terdapat

pada sampel ke 30 dengan jumlah hama 13 ekor dan tingkat serangan 1.62 (2 ekor/pelepah). Ini menunjukkan bahwa sampel termasuk pada kategori ringan

(<2 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). Sedangkan untuk tingkat kerusakan tertinggi terdapat pada sampel ke 30, 40, 65. 74, 82, dan 177 yaitu sebesar 5 %. Tingkat serangan ini tergolong pada tingkat serangan yang sangat ringan dengan kriteria skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993) dan belum membutuhkan pengendalian, hanya diperlukan kontrol yang baik. Ini artinya kondisi pertanaman dalan 1 blok tanam ini cukup baik. Hal ini bisa dikarenakan pengendalian yang baik dan adanya pemantauan keberadaan hama.


(34)

Jumlah pelepah dan hama yang menyerang tanaman sangatlah sedikit. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Pengendalian yang baik dan adanya musuh-musuh alami sangat berpengaruh terhadap keberadaan ulat kantong. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan mengenai adanya pengaruh musuh alami terhadap perkembangan ulat kantong. Musuh alami ulat kantong dapat berupa predator maupun padasitoid yang menyerang larva dan pupa seperti Sycanus sp. sebagai predaor dan Apanteles metesau sebagai parasitoid.

Tahun Tanam 2009

Untuk tahun tanam 2009 dilakukan pengamatan pada blok 28 dan 29 dengan jumlah sampel pada masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama dan tingkat serangan yang tertinggi pada tahun tanam 2009 terdapat pada sampel 129 blok 18 dengan jumlah hama 78 ekor dan tingkat serangan 9.75 ekor/pelepah. Tingkat serangan ini termasuk pada kategori berat (>5ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). dan membutuhkan penanganan. Untuk tingkat kerusakan yang tertinggi terdapat pada sampel 148 blok 28 sebesar 45%. Ini termasuk pada kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993) dan ini sudah memerlukan penanganan. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pelepah yang sudah terserang. Artinya sudah adanya pengendalian yang dilakukan sebelumnya karena banyaknya pelepah tanaman yang terserang, namun hama yang sedikit.

Jumlah tanaman yang terserang pada blok 28 dan 29 dengan tahun tanam 2009 tidaklah terpaut cukup jauh. Pada blok 28 terdapat 49 tanaman yang terserang dan pada blok 29 terdapat 26 tanaman yang terserang. Pada kondisi ini sebenarnya blok ini memerlukan penanganan dan perhatian yang lebih. Hal ini


(35)

dapat disebabkan oleh letak blok yang berdekatan dan kontrol yang kurang baik, sehingga terdapat banyak hama yang mampu berkembang baik pada arel pertanaman ini. Ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman juga sangat mempengaruhi dalam perkembangan ulat kantong. Tingginya kadar nitrogen dalam tanaman dapat menyuplai nutrisi yang cukup besar pada ulat kantong. Rhainds et al., (2009) mengemukakan mengenai pengaruh nitrogen dalam tanaman terhadap perkembangan hama. Daun tanaman sebagai sumber makanan ulat kantong yang memuliki banyak nitrogen akan sangat membantu dalam perkembangan ulat kantong. Daun yang segar akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong.

Tahun tanam 2008

Untuk tahun tanam 2008 dilakukan pengamatan pada blok 36 dengan jumlah sampel sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama dan tingkat serangan hama yang tertinggi pada tahun tanam 2008 terdapat pada sampel 48 dengan jumlah hama sebesar 93 ekor/tanaman dan tingkat serangan hama sebesar 5,17 ekor/pelepah. Ini termasuk dalam kategori berat (>5 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). Sedangkan untuk tingkat kerusakan yang tertinggi terdapat pada sampel ke 188 yaitu sebesar 20%. Ini termasuk dalam kategori sangat ringan dengan skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993). Pada kategori ini tanaman kelapa sawit belum membutuhkan pengendalian namun memerlukan kontrol yang baik.

Dalam pengendalian hama kontrol tanaman terhadap hama merupakan tahap awal yang paling baik guna mencegah kerusakan tanaman oleh hama. Oleh karena itu, rendahnya tingkat serangan yang terjadi di lapangan tidak terlepas


(36)

pada pengaruh perhatian dan kontrol yang baik dalam usaha pengendalian hama. Pahan (2006) mengemukakan kontrol yang baik dan penanganan yang tepat dapat menurunkan populasi hama ulat kantong. Selain kontrol tanaman musuh alami juga sangat membantu dalam menekan perkembangan hama. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa banyak sekali parasitoid alami yang mampu menekan perkembangan ulat kantong, baik itu parasitoid larva maupun pupa. Beberapa parasitoid yang menyerang ulat kantong adalah Apanteles metesae,

E. catoxanthae dan Eozenillia psychidarum.

Tahun Tanam 2006

Untuk tahun tanam 2006 dilakukan pengamatan pada blok 18 dan 19 dengan jumlah sampel pada masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 5 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama, tingkat serangan dan tingkat kerusakan hama yang tertinggi pada tahun tanam 2006 terdapat pada sampel 18 blok 18 dengan jumlah hama sebesar 22 ekor/tanaman, tingkat serangan sebesar 1.22 ekor/pelepah dan tingkat kerusakan sebesar 10%. Untuk tingkat serangan ini termasuk ke dalam tingkat serangan yang ringan (<2 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011) dan untuk tingkat kerusakan ini termasuk pada tingkat kerusakan yang sangat ringan dengan skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993). Hal ini menunjukkan keadaan blok yang cukup baik dengan penanganan dan kontrol yang baik pula dari pihak pengelola.

Di tahun tanam 2006 terdapat 2 blok yaitu blok 18 dan blok 19. Jumlah tanaman yang terserang tidaklah terpaut cukup jauh yaitu sebesar 5 tanaman pada blok 18 dan 6 tanaman pada blok 19. Hal ini dikarenakan letak blok yang berdekatan sehingga kondisi lingkungan yang sama dapat pmempengaruhi jumlah


(37)

hama. Kondisi angin yang sedikit juga mempengaruhi dalam mengurangi penyebaran hama. Selain itu penanganan dan pengendalian yang terpadu sangar dibutuhkan dalam menekan pertumbuhan ulat kantong pada tanaman yang lebih tua. Pahan (2006) mengemukakan kontrol yang baik akan sangat memudahkan dalam pengendalian. Pengendalian yang dilakukan biasanya dengan menyemprotkan agen hayati yang berperan sebagai agen antaganis seperti

Bacillus thuringensis. Keberadaan tanaman yang berdekatan meminimalkan kontak dengan tanaman lain yang mengalami serangan hama yang tinggi sehingga penyebaran hama juga berkurang

Tahun Tanam 2004

Untuk tahun tanam 2004 dilakukan pengamatan pada blok 20 dan 21 dengan jumlah sampel pada masing-masing blok sebesar 286 tanaman. Berdasarkan dari Tabel 6 dapat dikemukakan bahwa jumlah hama dan tingkat serangan hama yang tertinggi pada tahun tanam 2004 terdapat pada sampel ke 90 blok 21 dengan jumlah hama sebesar 28 ekor/tanaman dengan tingkat serangan sebesar 1.56 ekor/pelepah Tingkat serangan ini termasuk ke dalam tingkat serangan yang ringan (<2 ekor/pelepah) (Kok et al., 2011). Sedangkan untuk tingkat kerusakan tertinggi terdapat pada sampel ke 90, 92, 95, dan 98 yaitu sebesar 7.78% untuk tingkat kerusakan ini termasuk pada tingkat kerusakan yang sangat ringan dengan skala 1 (1-20%) (Kilmaskossu dan Nerokouw, 1993). Ini menunjukkan bahwa kondisi blok pertanaman yang baik dengan tingkat serangan yang ringan. Disamping itu areal pertanaman yang kurang baik dalam perkembangan ulat kantong sangat berpengaruh terhadap keberadaan hama.


(38)

Di tahun tanam 2004 terdapat 2 blok yaitu blok 20 dan blok 21. Jumlah tanaman yang terserang sama besar yaitu 6 tanaman. Hal ini dikarenakan letak blok yang berdekatan sehingga kondisi lingkungan yang sama dapat pmempengaruhi jumlah hama. Melihat keadaan tanaman yang juga kurang ternutrisi akan sangat berpengaruh dalam perkembangan ulat kantong. Rhainds et al., (2009) mengemukakan bahwa tanaman inang yang kurang ternutrisi akan berpengaruh pada pertumbuhan hama. Jumlah hama dan besarnya ukuran ulat dipengaruhi oleh nutrisi makanannya. Keadaan tanaman yang kurang ternutrisi sangat memungkinkan menjadi penyebab kurangnya serangan hama.

3. Kejadian Serangan Hama

Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Sampel Kejadian Serangan Tanaman per Blok

Tahun Tanam Kejadian Serangan (%)

2011 5.64

2011 1.21

2010 5.65

2009 19.76

2009 10.48

2008 11.69

2006 2.01

2006 2.82

2004 2.45

2004 2.45

Berdasarkan dari Tabel 7 di atas dapat dikemukakan bahwa data persentase kejadian serangan yang tertinggi tamanan terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%. Hal ini menunjukkan pada jumlah tanaman yang terserang hama ulat kantong paling banyak adalah pada tahun tanam 2009. Ini diakibatkan oleh perkembangan dan penyebaran yang cepat


(39)

dari ulat kantong ini. Pernyebaran dari ulat kantong ini dapat dibantu dengan keberadaan angin yang cukup kencang mengingat keadaan pohon yang tidak terlalu tinggi dan kanopi yang belum terlalu lebar. Terlebih jumlah dan masa perkembangan yang besar dari ulat kantong mendukung dalam jumlah tanaman yang terserang hama.

Ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman juga sangat mempengaruhi dalam perkembangan ulat kantong. Tingginya kadar nitrogen dalam tanaman dapat menyuplai nutrisi yang cukup besar pada ulat kantong. Rhainds et al.,

(2009) mengemukakan mengenai pengaruh nitrogen dalam tanaman terhadap perkembangan hama. Daun tanaman sebagai sumber makanan ulat kantong yang memuliki banyak nitrogen akan sangat membantu dalam perkembangan ulat kantong. Daun yang segar akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong.

4. Pembahasan

Jumlah hama tertinggi pada semua blok terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Hama ini sudah jauh melebihi ambang batas, sehingga sangat diperlukan penanganan khusus dalam pengendaliannya. Tingginya jumlah hama pada sampel 50 blok 27 dapat disebabkan oleh pengamatan perkembagan hama yang berada pada TBM masih kurang. Pahan (2006) menyatakan kontrol yang baik sangat memudahkan dalam pengendalian ulat kantong. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5 ekor ulat/pelepah. Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis, maka akan dilakukan pengendalian. Selain itu pada tanaman yang baru ketersediaan nutrisi tanaman sangatlah banyak. Rhainds et al., (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi nutriai yang terkandung dalam daun tanaman yang menjadi makanan ulat


(40)

kantong, akan meningkatkan pertumbuhan ulat kantong. Daun tanaman yang mengandung banyak nutrisi akan menyediakan makanan yang cukup untuk perkembangan larva.

Tingkat serangan tertinggi pada semua blok yang terjadi selaras dengan jumlah hama, karena tingkat serangan merupakan perbandingan antara jumlah hama dengan jumlah pelepah yang diamati. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 14.875 (15 ekor per pelepah) dimana pada tingkat serangan ini termasuk ke dalam kategori berat (>5ekor/pelepah) dan membutuhkan penanganan. Beratnya serangan ulat kantong dikarenakan areal pertanaman yang baru saja mengalami pengolahan untuk penanaman ulang. Areal baru akan mengurangi jumlah musuh alami ulat kantong. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa keberadaan musuh alami di areal pertanaman dapat menekan perkembangan ulat kantong. Semakin sedikit musuh alami maka perkembangan ulat kantong semakin tinggi

Intensitas serangan tertinggi pada semua blok terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50 termasuk dalam kategori sedang, dimana ada beberapa pelepah yang sudah mencapai tingkat keparahan yang tinggi yaitu skala 4 dan 5. Skala 4 dan 5 merupakan skala intensitas dimana pelepah tanaman sudah mengalami kerusakan yang tinggi dan daun sudah mencoklat kering seperti nekrosis. Hal ini dikarenakan penanganan yang lambat sehingga serangan keadaan pelepah sudah menjadi parah (defoliasi). Basri dan Kevan (1995) menyatakan bahwa larva muda ulat kantong memakan jaringan epidermis dan larva yang lebih tua mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada jaringan daun. Hal ini memicu


(41)

kerugian yang tinggi pada pertanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman yang masih kecil tidak mampu menahan angin sehingga berhembus cukup kencang. Angin juga merupakan salah saru faktor pendukung dalam perkembangan ulat kantong. Angin yang kencang akan membawa larva yang kecil untuk berpindah ke pohon yang lain.

Persentase kejadian serangan yang tertinggi pada semua blok tamanan terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%. pengendalian yang terlambat adalah pemicu ttingginya kejadian serangan hama. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah tanaman yang terserang dan jumlah ulat kantong yang diketahui. Terlebih jumlah dan masa perkembangan yang besar dari ulat kantong mendukung dalam besarnya jumlah tanaman yang terserang. Rhainds, et al, (1995) menyatakan bahwa perkembangan hama ini sangat cepat. Induk betina dapat menghasilkan telur berkisar antara 200-300 butir dalam 1 kelompok telur. Rata-rata jumlah telur yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Hama ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga memungkinkan untuk penyebaran hama ini dibantu dengan tiupan angin.

Tanaman dengan umur yang masih muda (TBM) mengalami kejadian serangan hama yang lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang lebih tua (TM). Hal ini dapat dilihat dari perbandingan data persentase kejadian serangan hama, dimana tanaman TBM mengalami tingkat persentase yang tinggi. Tingginya kejadian serangan hama dikarenakan masih banyaknya daun yang tidak terlalu tua sehingga kaya akan nutrisi, dimana ulat kantong menyerang daun tersebut, angin yang cukup kencang untuk membantu hama dalam penyebarannya dan masih kurangnya penanganan akan hama ulat kantong pada TBM. Borror (1996)


(42)

menyatakan larva muda menggerogoti jaringan epidermis daun dan yang lebih dewasa akan menyebabkan daun berlubang. Rhainds et al., (2009) mengemukakan bahwa ulat kantong akan mencari daun tanaman yang memiliki0 nutrisi yang tinggi karena nutrisi yang tinggi akan sangat mendukun dalam perkembangan ulat kantong.

Terdapat banyak sekali tanaman yang mempunyai tingkat serangan nol, artinya tanaman tidak mengalami kerusakan serangan hama ulat kantong. Hal ini dikarenakan adanya perhatian dan sensus yang memudahkan untuk memantau dan mengendalikan hama ulat kantong. Pemutusan jalur serangan hama ini dengan teknik pengendalian secara terpadu juga sangat membatu dalam mencegah ulat kantong untuk berkembang. Pahan (2006) menyatakan bahwa apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, maka dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid dan predator.

Persentase serangan ulat kantong pada tanaman kelapa sawit berfluktuasi. Banyaknya tanaman yang tidak terdapat serangan hama ulat kantong menandakan bahwa hama ini mendapat perhatian dan penanganan yang baik dari perkebunan PT SOCFINDO Kebun Matapao. Kontrol hama dan sensus yang dilakukan secara berkala memudahkan untuk mengamati kejadian hama dan pengendalian yang tepat. Ini dapat dilihat dengan adanya sensus bulanan dari pihak perkebunan. Intensitas serangan yang diamati juga masih dalam keadaan sedang ke bawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pahan (2006) yang menyatakan bahwa pemeriksaan global dilakukan blok demi blok, hal ini dilakukan dengan rotasi 1 bulan sekali. Pemeriksaan efektif hanya dilakukan apabila dijumpai kehadiran hama dan hanya pada bagian blok yang terserang saja


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah kejadian serangan hama banyak terjadi pada tanaman muda (TBM) 2. Persentase kejadian serangan yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan

tahun tanam 2009 yaitu sebesar 19.758%.

3. Jumlah hama tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama/tanaman

4. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun

tanam 2011 yaitu 14.875 (15 ekor/pelepah) dengan kategori berat (>5 ekor/pelepah)

5. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50 termasuk dalam kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%)

6. Secara umum serangan ulat kantong di PT SOCFINDO Kebun Matapao dalam keadaan ringan

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai hubungan tingkat serangan ulat kantong dengan produksi tanaman di lapangan.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Basri, M. W. and P. G. Kevan., 1995. Life history and feeding behaviour of the oil palm bagworm, M. plana Walker (Lepidoptera: Psychidae). Elaeis. 6(2):82-101.

Borror, J.D., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F., 1996. An Introduction to The Study of Insects Sixth Edition. UGM Press, Yogyakarta.

BPS, 2012. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Ditjenbun, Jakarta.

Budiarto, E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta.

Fauzi, Y., Yustira, E.W., S. Iman, H. Rudi, 2004, Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta

Hamim, S., Purnomo, Hariri, M., 2011. Population Assessment And Approporiate Spraying Technique To Control Tha Bagworm (Metisa plana Walker) in North Sumatera And Lampung. J Agrivita, Vol 33 No 2. Bandar Lampung http://www.Socfindo.co.id, 2012. Profil Perkebunan. Diakses tanggal 18 April

2012

Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nero-kouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experi-ment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor.

Kok, C.C., Eng, O.K., Razak, A.R., dan Arshad, A.M., 2011. Microstructure and Life Cycle Of Metisa Plana Walker. J Sustainability Science and Management, Vol 6 No 1; 51-59. Malaysia.

Kusuma, D.S.I., 2011. Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit. FMIPA USU, Medan.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa sawit Di Indonesia. Pusat penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Sumatera Utara

Mangoensoeharjo, S., dan Semangun, H., 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press, Yogyakarta.

Pahan, I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa sawit Manajemen Agribisnis . Penebar Swadaya, Jakarta


(45)

Rhainds, M., G. Gries and C. Chinchilla. 1995. Pupation site and emergence time influence the mating success of female bagworms, Oiketicus kirbyi

(Lepidoptera: Psychidae). Entomologia Experimentalis et Applicata.

77:183-187.

Rhainds, M., D. R. Davis and P. W. Price, 2009. Bionomics of Bagworm (Lepidoptera; Psychidae). Annu. Rev. Entomol. 2009. 54:209–26

Sastrosaputro, S., 2005. Budidaya kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta Satriawan, R., 2012. Kelimpahan Populasi Ulat Api dan Ulat Kantong Serta

Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit Cikidang Plantation Estate, Sukabumi. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id pada tanggal 20 September 2012.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Syed, R. A. and Sankaran, T., 1972. The Natural Enemies of Bagworns on Oil Palms in Sabah, East Malaysia. Pacific Insects 14 (1): 57-71

Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth (Conopomorpha cramerella) Con-trol in North Sulawesi. Eugenia 6 (4): 294-299

Borror, B.J., 1996. Pest Of Oil Palms In Malaysia And Their Control. The corporate society of planters, Kuala Lumpur


(46)

LAMPIRAN

Data Bulanan Survey Hama

Data Bulanan Survey Hama Ulat Kantong Metisa plana Wlk. Bulan Januari 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 - - - N 34 2011 - - - N 33 2010 2 7 - - - - 2 7 N 28 2009 2 12 - - - - 2 12 N 29 2009 2 5 - - - - 2 12 N 36 2008 9 6 - - - - 9 6 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 - - - N 21 2004 5 12 1 50 1 80 3 27 N Bulan Februari 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 - - - N 34 2011 - - - N 33 2010 3 13 - - - - 3 13 N 28 2009 8 15 - - - - 8 15 N 29 2009 4 13 - - - - 4 13 N 36 2008 14 25 1 50 2 70 16 29 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 - - - N 21 2004 3 19 2 50 1 70 6 38 N Bulan Maret 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 21 15 - - - - 21 15 N 34 2011 11 10 - - - - 11 10 N 33 2010 4 11 - - - - 4 11 N 28 2009 - - - N 29 2009 - - - N 36 2008 34 18 3 52 2 73 39 23 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 - - - N 21 2004 8 17 2 50 2 65 12 30 N


(47)

Bulan April 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 8 11 - - - - 8 11 N 34 2011 3 9 - - - - 3 9 N 33 2010 6 17 - - - - 6 17 N 28 2009 3 18 - - - - 3 18 N 29 2009 6 17 - - - - 6 17 N 36 2008 16 23 2 50 1 70 19 29 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 - - 1 50 - - 1 50 N 21 2004 4 21 2 56 2 67 8 41 N Bulan Mei 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 19 6 - - - - 19 6 N 34 2011 3 12 - - - - 3 12 N 33 2010 3 6 - - - - 3 6 N 28 2009 24 3 - - - - 24 3 N 29 2009 3 7 - - - - 3 7 N 36 2008 11 22 - - - - 11 22 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 4 25 - - - - 4 25 N 21 2004 3 12 - - - - 3 12 N Bulan Juni 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 15 22 - - - - 15 22 N 34 2011 2 13 - - - - 2 13 N 33 2010 2 15 - - - - 2 15 N 28 2009 4 18 - - - - 4 18 N 29 2009 5 18 - - - - 5 18 N 36 2008 4 16 - - - - 4 16 N 18 2006 - - - N 19 2006 - - - N 20 2004 - - - N 21 2004 2 15 - - - - 2 15 N


(48)

Bagan Penelitian

Gambar: pola tanam kelapa sawit (ha)

Gambar 2: Bagan Penelitian Keterangan: 34 = Blok 34

= jalan umum = jalan produksi 34

33

36

27

28 19

18 21

29


(49)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Basri, M. W. and P. G. Kevan., 1995. Life history and feeding behaviour of the oil palm bagworm, M. plana Walker (Lepidoptera: Psychidae). Elaeis. 6(2):82-101.

Borror, J.D., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F., 1996. An Introduction to The Study of Insects Sixth Edition. UGM Press, Yogyakarta.

BPS, 2012. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Ditjenbun, Jakarta.

Budiarto, E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta.

Fauzi, Y., Yustira, E.W., S. Iman, H. Rudi, 2004, Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta

Hamim, S., Purnomo, Hariri, M., 2011. Population Assessment And Approporiate Spraying Technique To Control Tha Bagworm (Metisa plana Walker) in North Sumatera And Lampung. J Agrivita, Vol 33 No 2. Bandar Lampung http://www.Socfindo.co.id, 2012. Profil Perkebunan. Diakses tanggal 18 April

2012

Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nero-kouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experi-ment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor.

Kok, C.C., Eng, O.K., Razak, A.R., dan Arshad, A.M., 2011. Microstructure and Life Cycle Of Metisa Plana Walker. J Sustainability Science and Management, Vol 6 No 1; 51-59. Malaysia.

Kusuma, D.S.I., 2011. Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit. FMIPA USU, Medan.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa sawit Di Indonesia. Pusat penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Sumatera Utara

Mangoensoeharjo, S., dan Semangun, H., 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press, Yogyakarta.

Pahan, I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa sawit Manajemen Agribisnis . Penebar Swadaya, Jakarta


(2)

Rhainds, M., G. Gries and C. Chinchilla. 1995. Pupation site and emergence time influence the mating success of female bagworms, Oiketicus kirbyi

(Lepidoptera: Psychidae). Entomologia Experimentalis et Applicata.

77:183-187.

Rhainds, M., D. R. Davis and P. W. Price, 2009. Bionomics of Bagworm (Lepidoptera; Psychidae). Annu. Rev. Entomol. 2009. 54:209–26

Sastrosaputro, S., 2005. Budidaya kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta Satriawan, R., 2012. Kelimpahan Populasi Ulat Api dan Ulat Kantong Serta

Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit Cikidang Plantation Estate, Sukabumi. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id pada tanggal 20 September 2012.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Syed, R. A. and Sankaran, T., 1972. The Natural Enemies of Bagworns on Oil Palms in Sabah, East Malaysia. Pacific Insects 14 (1): 57-71

Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth (Conopomorpha cramerella) Con-trol in North Sulawesi. Eugenia 6 (4): 294-299

Borror, B.J., 1996. Pest Of Oil Palms In Malaysia And Their Control. The corporate society of planters, Kuala Lumpur


(3)

LAMPIRAN

Data Bulanan Survey Hama

Data Bulanan Survey Hama Ulat Kantong Metisa plana Wlk. Bulan Januari 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 - - - N

34 2011 - - - N

33 2010 2 7 - - - - 2 7 N

28 2009 2 12 - - - - 2 12 N

29 2009 2 5 - - - - 2 12 N

36 2008 9 6 - - - - 9 6 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 - - - N

21 2004 5 12 1 50 1 80 3 27 N

Bulan Februari 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 - - - N

34 2011 - - - N

33 2010 3 13 - - - - 3 13 N

28 2009 8 15 - - - - 8 15 N

29 2009 4 13 - - - - 4 13 N

36 2008 14 25 1 50 2 70 16 29 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 - - - N

21 2004 3 19 2 50 1 70 6 38 N

Bulan Maret 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 21 15 - - - - 21 15 N

34 2011 11 10 - - - - 11 10 N

33 2010 4 11 - - - - 4 11 N

28 2009 - - - N

29 2009 - - - N

36 2008 34 18 3 52 2 73 39 23 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 - - - N


(4)

Bulan April 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 8 11 - - - - 8 11 N

34 2011 3 9 - - - - 3 9 N

33 2010 6 17 - - - - 6 17 N

28 2009 3 18 - - - - 3 18 N

29 2009 6 17 - - - - 6 17 N

36 2008 16 23 2 50 1 70 19 29 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 - - 1 50 - - 1 50 N

21 2004 4 21 2 56 2 67 8 41 N

Bulan Mei 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 19 6 - - - - 19 6 N

34 2011 3 12 - - - - 3 12 N

33 2010 3 6 - - - - 3 6 N

28 2009 24 3 - - - - 24 3 N

29 2009 3 7 - - - - 3 7 N

36 2008 11 22 - - - - 11 22 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 4 25 - - - - 4 25 N

21 2004 3 12 - - - - 3 12 N

Bulan Juni 2012

Blok Tahun Ringan Sedang Berat Total Ket

TS x TS x TS x TS x

27 2011 15 22 - - - - 15 22 N

34 2011 2 13 - - - - 2 13 N

33 2010 2 15 - - - - 2 15 N

28 2009 4 18 - - - - 4 18 N

29 2009 5 18 - - - - 5 18 N

36 2008 4 16 - - - - 4 16 N

18 2006 - - - N

19 2006 - - - N

20 2004 - - - N


(5)

Bagan Penelitian

Gambar: pola tanam kelapa sawit (ha)

Gambar 2: Bagan Penelitian Keterangan: 34 = Blok 34

= jalan umum = jalan produksi

34

33

36

27

28 19

18 21

29


(6)

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Studi Keanekaragaman Jenis Serangga Di Areal Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Berbagai Umur Tanaman Di PTPN III Kebun Huta Padang

0 37 81

Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering

0 38 90

Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid Dan Predator Untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa Plana) Di Perkebunan Kelapa Sawit

10 107 115

Studi Sebaran Akar Tanaman Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Pada Lahan Gambut Di Perkebunan PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu

6 87 123

Studi Karakteristik Ganoderma Boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Lahan Gambut

9 86 83

Indeks Keragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) di Kebun Rambutan

1 58 50

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III

6 91 53

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75