Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae)

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER
(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS
(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

JESSICA VALINDRIA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK

JESSICA VALINDRIA. Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker
(Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus
(Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid
Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi, dan perilakunya. Penelitian
dilakukan di laboratorium dengan mengambil Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus

dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B.
lasus yang muncul diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang di dalamnya
terdapat pupa E. thrax. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, pupa
E. thrax yang terparasit dipelihara pada tabung kemudian, dilakukan pembedahan setiap
hari dimulai pada hari kedua setelah terparasit. Untuk mengamati waktu kemunculan
imago parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi hingga
imago muncul. Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum bewarna hitam
dengan ukuran tubuh kurang lebih 6 mm, tungkai bagian femur membesar. Imago jantan
dan betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Parasitoid B. lasus memiliki tipe telur
hymenopteriform tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarata. Siklus hidup
parasitoid B. lasus umumnya berkisar 13-14 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago
parasitoid B. lasus, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam 07.00-11.00
WIB.
Kata kunci : Brachymeria lasus, Erionota thrax, parasitoid pupa

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA:
CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota
thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)
(Biology of Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera:Chalcididae): A Pupal
Parasitoid of Banana Skipper,

Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae))
ABSTRACT

This research was conducted to study some biological aspects of parasitoid,
Brachymeria lasus , such as the life cycle, morphology , and the behavior. Research was
carried out in The Laboratory of Parasitoid and Predator Biology, Department of Plant
Protection, Bogor Agricultural University. Pupae of Erionota thrax parasitized by B.
lasus were collected from the field and then were maintained in plastic containers until
the emergence of parasitoid adults. Mated females of B. lasus were kept in a test tube (20
cm long, 3 cm in diameter), and then were provided with 1-day-old pupae of E. thrax to
be parasitized. Parasitized pupae of E. thrax then were moved to another test tube and
were used for observation of the parasitoid biology. The morphological features of the
parasitoid larvae and pupae were observed by dissecting parasitized pupae
every day starting on the second day after parasitization. To observe the life cycle of the
parasitoid, parasitized pupae of E. thrax were maintained in test tubes until the eclosion
of parasitoid adults. In general, adults of B. lasus (females and males) were black in color
with the body size was less than 6 mm, and were characterized with the large femur of the
hind legs. B. lasus have hymenopteriform eggs, hymenopteriform larvae, and exarate
type pupae. The life cycle of B. lasus ranged 13-14 days. Adults of B. lasus mostly
emerged in the morning within 07:00 - 11:00 hours.

Keywords : Brachymeria lasus, Erionota thrax, pupal parasitoid

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA:
CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota
thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

JESSICA VALINDRIA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi

:

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER
(HYMENOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT
PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax
LINNAEUS (LEPIDOPTERA:HESPERIIDAE)


Nama

:

Jessica Valindria

NIM

:

A34070067

Program Studi

:

Proteksi Tanaman

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
NIP 19580825 198503 1 002

Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tugas akhir dengan judul “BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus
WALKER (HYMEMOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG
DAUN


PISANG

Erionota

thrax

LINNAEUS

(LEPIDOPTERA:

HESPERIIDAE)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu
yang bermanfaat, kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku dosen penguji tamu
yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Biologi Parasitoid
dan Predator, terutama Mbak Adha dan Mbak Nita atas bantuannya. Terimakasih
kepada Bapak Rosichon Ubaidilah, Bapak Uyung dan Mas Anto atas bantuannya.

Terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Muhammad dan Ibunda Rr.
Suliyanti serta Adik Maulid Doni Rahman dan Nadya Mulindia Ramdhani yang
telah memberikan dukungan moril maupun materil, kasih sayang dan doa restu.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Andrixinata B, seluruh
teman-teman Kost Gajah,; sahabatku Imel, Sari, Anis, Meylinda, Via , Kiky dan
seluruh teman di DPT 44 dan DPT 45 atas bantuan selama penelitian, dukungan
dan motivasi, serta Erwin Dedi Prihantoro yang telah memberikan dukungan dan
doa. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, nasihat dan motivasi yang
diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat.

Bogor, April 2012

Jessica Valindria

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 8 November 1988 sebagai
anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Muhammad dan Ibu

Suliyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 5 Wonosobo,
pendidikan menengah pertama di SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo dan
pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Wonosobo dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan menjadi
anggota Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2008) dan
anggota Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS) IPB (2007). Penulis juga
pernah

menjadi panitia di kegiatan ekstrakulikuler seperti MIGRATORIA

sebagai koordinator lapangan, FOR XP sebagai anggota panitia acara yang
diadakan oleh HIMASITA.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………


xi

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...

xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………

xiii

PENDAHULUAN……………………………………………………………

1

Latar Belakang…………………………………………………………….

1

Tujuan……………………………………………………………………... 2
Manfaat……………………………………………………………………. 2

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 3
Pengendalian Hayati menggunakan Parasitoid……………………………

3

Parasitoid Brachymeria sp………………………………………………………. 4
Parasitoid Brachymeria lasus…………………………………………………… 4
Taksonomi………………………………………………………………

4

Morfologi………………………………………………………………

4

Kisaran Inang…………………………………………………………..

5

BAHAN METODE…………………………………………………………..

7

Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………….

7

Bahan dan Alat……………………………………………………………

7

Persiapan Penelitian ………………………………………………………

8

Pengambilan Inang……………………………………………………

8

Pemeliharaan dan Pengembangbiakan B. lasus…………………………... 9
Metode Penelitian…………………………………………………………

9

Morfologi………………………………………………………………

9

Gejala Inang……………………………………………………………

10

Siklus Hidup Parasitoid………………………………………………..

10

Perilaku Parasitoid……………………………………………………..

10

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………

12

Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus………………………………………………. 12
Telur……………………………………………………………………

12

Larva…………………………………………………………………… 13
Pupa…………………………………………………………………….

14

Imago…………………………………………………………………... 14
Gejala Inang Terparasit…………………………………………………….

17

Siklus Hidup Parasitoid B. lasus………………………………………………… 18
Perilaku Parasitoid B. lasus………………………………………………………

19

Cara Memarasit Inang………………………………………………….

19

Kemunculan Parasitoid………………………………………………...

21

Kopulasi………………………………………………………………..

21

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….

23

Kesimpulan………………………………………………………………..... 23
Saran……………………………………………………………………..… 23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

24

LAMPIRAN…………………………………………………………….…….

25

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Ukuran imago parasitoid B. lasus………………………………………..

16

Tabel 2. Perkiraan lama stadia parasitoid B. lasus……………………………...

19

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Antena dan femur B. lasus………………………………………………

5

Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian.……………………………….

8

Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus…………………………………..……………..

12

Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus…………………………………………………

13

Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus………………………...………………………..

14

Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus………………………………

15

Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus………………………………………………..

16

Gambar 8 Perbedaan inang……………………………………………………

17

Gambar 9 Gejala pupa terparasit……………………………………………...

18

Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang…...……………………..............

20

Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus………………………………..

21

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus…………………………..

26

Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus …………………………...

27

Lampiran Tabel 3 Ukuran imago jantan B. lasus ………………..……………

28

Lampiran Tabel 4 Ukurang imago betina B. lasus…………………..………..

29

Lampiran Tabel 5 Perkiraan lama stadia B. lasus……..……………………...

30

1

PENDAHULUAN

Latar belakang
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada
atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar
dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya
akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya.
Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya.
Musuh alami, seperti parasitoid sering digunakan untuk mengendalikan
hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus
hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju
pertumbuhan inangnya (Wanta 2003).
Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai
pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam
macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat
dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo
Lepidotera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi.
Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari
ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang
sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada
stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993).
Indonesia memiliki beberapa species Brachymeria, diantaranya adalah
Brachymeria lasus Walker dan Brachymeria trachis Crawford yang menyebar di
seluruh pulau Jawa, Sumatra dan di berbagai daerah lainnya. Saat ini parasitoid B.
lasus dan B. trachis mulai dimanfaatkan sebagai pengendali hama terutama dari
kelompok Lepidoptera, meskipun terkadang parasitoid tersebut juga menyerang
Hymenoptera (Erniwati& Rosichon 2011).
Brachymeria lasus dan Brachymeria trachis biasanya memarasit ulat
penggulung daun pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) pada
stadia pupa. Perbedaan yang mendasar antara B. lasus dan B. trachis adalah tanda
kuning pada bagian tungkainya, B. lasus mempunyai femur yang membesar

2
dengan bagian apical bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan,
sedangkan B. trachis mempunyai femur yang membesar dengan sedikit apical
bewarna kuning dan tibia belakang bewarna hitam (Erniwati & Rosichon 2011).
B. lasus dapat dijadikan sebagai pengendali hayati dengan teknik
pengendalian secara konservasi terhadap hama-hama terutama dari ordo
Lepidoptera. Ekplorasi parasitoid B. lasus dapat dilakukan pada stadia pupa,
dimana hama atau inangnya sedang berkembang menjadi pupa. Teknik
pengembangan B. lasus sangat praktis dan ekonomis melihat inangnya yang
mudah ditemukan di sekitar kita seperti ulat penggulung daun pisang E. thrax.
Pengembangan parasitoid ini tidak membutuhkan tenaga yang banyak karena
tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pemeliharaannya.
Pemanfaatan parasitoid B. lasus untuk mengendalikan ulat penggulung
daun pisang memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi
parasitoid. Ciri morfologi, siklus hidup, dan perilaku parasitoid sangat penting,
namun masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai biologi parasitoid B. lasus.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi
parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi dan perilakunya.

Manfaat
Informasi tentang biologi parasitoid Brachymeria lasus yang diperoleh
dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan strategi
pemanfaatan parasitoid Brachymeria lasus sebagai agen pengendalian hama
tanaman.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian Hayati Menggunakan Parasitoid
Pengendalian hayati menggunakan parasitoid adalah upaya menggunakan
musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan (Wanta 2003).
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada
atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar
atau embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya
akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya.
Parasitoid biasanya menyerang tahap kehidupan tertentu dari satu atau beberapa
spesies tertentu. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan serangga
inangnya dapat digunakan untuk menekan laju pertumbuhan inangnya (Shelton A
2012).
Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera
parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya
berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang
lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki
biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama
yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya
memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator
membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994).
Goodfray (1993) menyatakan bahwa berdasarkan perilaku makannya,
parasitoid dapat diklasifikasikan menjadi dua. Beberapa parasitoid berkembang
dan makan di dalam tubuh inang dan dikenal sebagai endoparasitoid. Parasitoid
yang lain makan dan berkembang di luar tubuh inang dan disebut ektoparasit.
Parasitoid dapat juga dibedakan berdasarkan stadia inangnya seperti parasitoid
telur yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia telur, parasitoid larva
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia larva, dan parasitoid pupa
yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia pupa. (Novianti 2008).

4
Parasitoid Brachymeria sp.
Brachymeria sp. termasuk ordo Hymenoptera famili Chalcididae yang
berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat
menggembung dan bergeligi, mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang
sangat pendek dan sayap-sayap tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat
(Boror et al. 1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan
ukuran tubuh mencapai 12mm, dan tungkai belakang bagian femur membesar.
Imago betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Jumlah Telur parasitoid
Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang. Perkembangan
parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini berkisar antara
12-13 hari (Kalshoven 1981).
Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious bila
ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid
meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit
akan mati dalam satu atau dua hari, kemudian mengeras dan kaku ketika
parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang dihasilkan oleh
induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau dimasukkan
langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva yang keluar
dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam
tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai banyak spesies,
dan salah satu di antaranya yang terdapat di Indonesia adalah Brachymeria lasus.
Parasitoid Brachymeria lasus
Taksonomi
Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera : Chalcididae) termasuk ke
dalam ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidae dan Famili Chalcididae
(Joseph et al. 1973)
Morfologi
Imago parasitoid B. lasus memiliki panjang tubuh yang bervariasi antara
5-7 mm. Kepala berwarna hitam. Antena berbentuk siku, dengan ruas pertama

5
panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan
yang pertama merupakan antena bertipe genikulat (Boror et al. 1996).
Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai
belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia
belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah
(2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari empat sampai enam
ruas (Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal
berwana kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b).

a

b

Gambar 1 Antena B. lasus (a) dan femur tungkai belakang (b)
(Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011)

Serangga dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu
bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi
setelah imago keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin terjadi lebih dari
satu kali (Prabowo 1996). Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal
daripada serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan
serangga (Pudjianto 1994).

Kisaran Inang
B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga
menyerang Hymenoptera dan Diptera. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan
bahwa B. lasus dapat digunakan untuk mengendalikan hama terutama dari ordo
Lepidoptera dan ordo Diptera. Pada ordo Lepidoptera pengendalian dilakukan
pada stadia pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pengendalian pada
stadia larva instar akhir.

6
Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu
parasitoid yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera:
Lymantriidae).

Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat

memarasit sekitar 120 spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011)

7

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan
Februari 2012 sampai April 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah parasitoid Brachymeria
lasus, pupa penggulung daun Erionota thrax, madu 40% dan air destilata. Alat
yang digunakan antara lain, wadah plastik berbentuk tabung berdiameter 13cm,
dengan tinggi 30cm untuk pemeliharaan E. thrax yang terparasit dari lapangan
dan pemeliharaan B. lasus (Gambar 2a), kain kasa, tabung reaksi ukuran panjang
20cm dan diameter 3cm (Gambar 2b), kurungan berbentuk kotak yang terbuat dari
kayu berdinding kain kasa dengan ukuran 50cm x 50cm x 50cm (Gambar 2c).
Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu, mikroskop stereo (Gambar 2d), alat
untuk pembedahan seperti; cawan petri diameter 9cm, pinset halus, jarum bedah
(Gambar 2e), mikroskop berkamera (Gambar 2f), kamera digital, stiker label,
gelas obyek.

8

a

d

b

c

e

f

Gambar 2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (a, wadah berbentuk
tabung; b, tabung reaksi; c, kotak kayu berdinding kasa; d, mikroskop
stereo; e, alat bedah; f, mikroskop berkamera)

Persiapan Penelitian
Pengambilan Inang

Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupa E. thrax. Pupa
disiapkan dengan cara mengambil larva instar terakhir dari lapangan, kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium dan
dipelihara dalam kotak kasa di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inang tersebut
diperoleh dari daerah sekitar Desa Sawah Baru dan Desa Cikarawang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemeliharaan dilakukan dengan
menggunakan kurungan yang terbuat dari kayu berdinding kain kasa dengan
ukuran panjang 50cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm yang telah diberikan daun
pisang segar. Daun pisang tersebut diganti sesuai dengan kebutuhan.

9
Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Brachymeria lasus
Parasitoid B. lasus diperoleh dari lapangan dengan mengumpulkan pupa
penggulung daun pisang yang terparasit pada tanaman inang. Hama penggulung
daun yang terparasit dicirikan oleh pupa yang berwarna hitam, mati dan keras.
Pupa penggulung daun pisang tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
untuk dibawa dan dipelihara di laboratorium. E. thrax yang terparasit dipelihara
dalam wadah plastik yang berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup
dengan kain kasa. Wadah plastik tersebut disimpan di laboratorium sampai imago
parasitoid muncul. Imago parasitoid yang muncul diidentifikasi untuk diketahui
jenis kelaminnya, kemudian dipelihara secara berpasangan di dalam wadah plastik
yang lain yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu sebagai makanannya.
Madu tersebut sebelumnya dilarutkan dengan air hingga 40%. Larutan madu
diberikan dengan menggunakan jarum. Larutan madu ditambahkan atau diganti
setiap hari sesuai kebutuhan.
Pengembangbiakan parasitoid dilakukan dengan cara memasukkan
parasitoid betina yang telah kawin ke dalam tabung reaksi berukuran panjang
20cm dan diameter 3cm yang telah berisi pupa sehat E. thrax berumur 1 hari,
kemudian ditutup dengan tisu dan diikat menggunakan karet gelang. Parasitoid
dan inangnya dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar parasitoid meletakkan
telur. Setelah 24 jam, pupa inang yang terparasit diambil dan diganti dengan inang
yang sehat. Pupa E. thrax yang terparasit kemudian dipelihara sampai imago
parasitoid muncul.
Metode Penelitian
Morfologi
Morfologi B. lasus diamati dengan cara melakukan pembedahan pada
pupa E. thrax yang terparasit dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop
stereo. Ciri-ciri morfologi telur, larva, pupa dan imago parasitoid diamati serta
diduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangannya. Pembedahan E.
thrax yang terparasit dilakukan secara berseri. Pembedahan dilakukan pada hari
ke-2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 setelah peletakan telur, untuk pengamatan telur,
larva dan pupa parasitoid. Pembedahan dilakukan terhadap 5 pupa terparasit.

10
Parasitoid yang ditemukan diamati ciri-ciri morfologi dari masing-masing tingkat
perkembangan parasitoid, dan kemudian diukur. Sebelum melakukan pengukuran,
terlebih

dahulu

stadia

parasitoid

yang

ditemukan

saat

pembedahan

didokumentasikan menggunakan mikroskop berkamera dengan perbesaran yang
sama, untuk mempermudah pengukuran. Pengukuran menggunakan program TPS
DIG. Program ini digunakan untuk mengukur serangga menggunakan skala pada
gambar yang kemudian dihitung menggunakan Microsoft Excel, untuk telur
diukur panjang dan lebarnya dengan perbesaran 11x10, larva dan pupa diukur
panjang tubuh dan lebar kepalanya dengan perbesaran 2x,10 dan untuk imago
diukur panjang tubuh, dan lebar kepalanya dengan perbesaran 1,8x10.
Gejala Inang
Gejala yang timbul pada inang terparasit diamati setiap hari dengan
memperhatikan perubahan warna tubuh inang, perbedaan struktur tubuh inang
yang mulai mengeras setiap harinya, dan gejala lain yang ditimbulkan parasitoid
terhadap inang dari hari pertama terparasit hingga imago parasitoid muncul.
Siklus Hidup Parasitoid
Siklus hidup adalah periode sejak peletakan telur sampai keluarnya imago
dan kembali meletakkan telur. Pengamatan siklus hidup B. lasus dilakukan
dengan cara mengamati imago yang memarasit inang E. thrax, kemudian inang
yang terparasit diamati setiap harinya hingga imago B. lasus muncul agar
diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan parasitoid
pada inangnya. Setelah parasitoid muncul dipelihara lebih lanjut untuk
diparasitkan kembali pada inang sehat yang telah disediakan. Pemeliharan
parasitoid dilakukan di dalam wadah plastik berukuran tinggi 30cm, diameter
13cm yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu 40% sebagai makanannya.
Perilaku Parasitoid
Perilaku parasitoid yang diamati meliputi cara memarasit, kemunculan
parasitoid, dan kopulasi. Pengamatan dilakukan setiap harinya dengan mengamati
cara B. lasus memarasit inangnya dan waktu yang dibutuhkan untuk memarasit
inang. Perilaku kemunculan imago dilakukan ketika imago parasitoid muncul dari

11
inang. Perilaku kopulasi B. lasus diamati dengan memelihara sepasang imago
parasitoid yang belum kawin dalam tabung reaksi dan diamati perilaku, waktu dan
lamanya parasitoid berkopulasi.

12
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
Telur
Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti
bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna kuning
kehijau-hijauan di bagian tengahnya (Gambar 3). Menurut Clausen (1940), telur
dengan ciri-ciri tersebut merupakan telur tipe hymenopteriform. Telur tersebut
diperoleh dari hasil pembedahan alat reproduksi imago parasitoid betina yang
baru saja kopulasi. Pembedahan dilakukan pada alat reproduksinya karena
pembedahan pada inang yang terparasit sangat sulit dilakukan, karena telur telah
bercampur dengan jaringan lemak inangnya. Telur B. lasus mempunyai panjang
0,86 mm dan lebar 0,19 mm. Pengukuran telur menggunakan program TPS DIG
dengan perbesaran 11x10. Produksi telur berkisar sekitar 75 butir tergantung pada
ketersediaan inang dan makanan bagi imago (Kalshoven 1981).

0,5 mm

Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus
Tipe produksi telur sebagian besar Hymenoptera adalah synovigenic
sehingga ketersediaan makanan menjadi sangat penting bagi imago. Jika imago
betina tidak menemukan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan,
atau imago tidak menemukan inang yang sesuai maka telur masak tidak akan
diletakkan tetapi diserap kembali (ovisorption) (Prabowo 1996).
Reproduksi serangga parasit dari ordo Hymenoptera dapat terjadi secara
partenogenetik dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu thelyotoky,

13
deuterotoky dan arrhenotoky. Arrhenotoky merupakan tipe reproduksi yang paling
umum pada Hymenoptera, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik
maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan akan
berkembang menjadi individu individu betina. Telur yang tidak dibuahi tetap
haploid dan akan berkembang menjadi individu individu jantan (Pudjianto 1994).

Larva
Tubuh larva parasitoid B. lasus berwarna bening kekuningan. Larva
parasitoid pada pembedahan hari ke-3 dan ke-4 setelah inang terparasit ruas-ruas
tubuhnya belum tampak, berwarna kuning pucat dan kecil. Larva pada
pembedahan hari ke-5 dan ke-6 berwarna kuning dengan panjang tubuh 5,55 mm
dan lebar kepala 0,97 mm (lampiran tabel 1), dan ruas-ruas tubuhnya mulai
tampak. Pengukuran ini menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran
2x10.
Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5
(Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada
pembedahan hari ke-7 (Gambar 4c) dan ke-8 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri
dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada
pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva B. lasus dapat
digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe
hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea
yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya.

b

a

2 mm

c

2 mm
2 mm

d

2 mm
2 mm

2 mm

Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus ( a, hari ke-4; b, ke- 5; c, ke-7;
d, hari ke-8)
2 mm

14
Pupa ,05
Pupa B. lasus memiliki ukuran panjang tubuh 6,88 mm, dan lebar kepala
2,22 mm (lampiran tabel 2). Pengukuran pupa dilakukan pada 20 pupa berumur
sebelas hari setelah pemarasitan. Pengukuran menggunakan program TPS DIG
dengan perbesaran 2x10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pupa umumnya
dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pada
awalnya, pupa berwarna cokelat belum berbentuk dan tertutup kokon, hal tersebut
terlihat saat pembedahan hari ke-9 (Gambar 5a). Pada hari ke-10, pupa mulai
terbentuk dan terlihat lebih jelas bentuknya, tidak tertutup oleh kokon dan
bewarna kuning kecoklatan (Gambar 5b). Pada hari ke-11 pupa mulai berubah
warna dengan menimbulkan warna hitam sedikit demi sedikit (Gambar 5c).
Berdasarkan hasil pengamatan dengan cara pembedahan warna hitam ini biasanya
dimulai dari bagian toraks kemudian bagian abdomen, terakhir pada bagian
tungkai dan kepala, hingga pada akhirnya seluruh tubuhnya berwarna hitam pekat.
Pupa parasitoid B. lasus bertipe exarate (Gambar 5b). Borror et al. (1996)
menyatakan bahwa pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan
bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa demikian kelihatan sangat pucat. Pupa
berada dalam tubuh inang yang telah mengalami pengerasan dan umumnya tidak
ditutupi oleh kokon.

a

2 mm

b

2 mm

c

2 mm

Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus (a, hari ke-9; b, 10; c, 11)

Imago
Imago parasitoid, baik jantan maupun betina, umumnya berwarna hitam
dengan tanda kuning dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena berwarna
hitam. Antena imago jantan dan betina memiliki persamaan bentuk dan tidak ada

15
perbedaan yang menonjol. Antena jantan dan betina, mempunyai ciri-ciri
berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas berikutnya kecil dan
membelok membentuk sudut dengan ruas yang pertama (Gambar 6a). Menurut
Boror et al. (1996), antena dengan ciri- ciri berbentuk siku, dengan ruas pertama
panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan
yang pertama merupakan antena bertipe genikulat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut
maka tipe antena B. lasus adalah genikulat.
Imago parasitoid mempunyai femur tungkai belakang yang membesar
dengan bagian apikal bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan,
(Gambar 6b) (Joseph et al. 1973). Femur yang membesar inilah yang menjadi ciri
khas dari famili Chalcididae.
Boror et al. (1996) menyatakan bahwa Chalcididae adalah chalcidoidchalcidoid yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang
sangat menggembung dan bergeligi. Chalcididae biasanya berwarna hitam dengan
tanda kuning. Imago parasitoid B. lasus mempunyai alat peletakan telur
(ovipositor) yang pendek dan sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal
bila beristirahat.
Imago parasitoid betina (Gambar 7a) dan jantan (Gambar 7b) dapat
dibedakan dengan mengamati bentuk alat kelamin. Alat kelamin imago parasitoid
dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung
abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah
mikroskop stereo.

a

b

Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus (a; antena , b;
femur tungkai belakang)

16

2 mm

a

2 mm

b

Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus ( a, betina; b, jantan)

Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada
yang jantan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 20 imago jantan dan 20
imago betina, terlihat bahwa panjang tubuh dan lebar kepala imago betina lebih
panjang dengan panjang tubuh dan lebar kepala imago jantan (Tabel 1). Imago
parasitoid betina mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm
dan lebar kepala 2,49 mm (lampiran tabel 3). Imago jantan mempunyai panjang
tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm (lampiran tabel 4).
Tabel 1 Ukuran imago parasitoid B. lasus
Jenis kelamin
Betina
Jantan

Ukuran rata-rata 20 Imago B. lasus (mm)
Panjang Tubuh
Lebar Kepala
6,86
2,49
6,15
2,18

Joseph et al. (1973) menyatakan bahwa B. lasus betina memiliki ciri- ciri
panjang sekitar 5,0-7,0 mm, dengan tubuh berwarna hitam, koksanya berwarna
hitam, mengkilap, trokanter berwarna hitam, femur mengkilap hitam dengan
bagian apikal berwarna kuning, tibia depan dan tengah berwarna kuning dengan
bulu pada tubuh putih keperakan. Kepala selebar toraks, dan ovipositor tidak
terlalu panjang. Sedangkan B. lasus jantan memiliki ciri ciri panjang 3,3- 5,5 mm,
dan antena memiliki sensillae trichoid di sisi ventralfunicle.

17
Gejala Inang Terparasit
Inang yang terparasit dapat dibedakan dari yang tidak terparasit (inang
sehat). Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuhnya mengeras dan
terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya
akan berwarna hitam dan jika disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 8a).
Inang yang tidak terparasit akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan,
dan jika disentuh atau diganggu akan bergerak (Gambar 8b).
Pupa inang yang terparasit akan menunjukkan perubahan gejala setiap
harinya hingga imago parasitoid muncul. Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh
inang yang terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari
pertama inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak.
Pada hari kedua inang mulai menunjukkan gejalanya dengan munculnya garisgaris hitam pada abdomennya (Gambar 9a). Diduga bahwa larva parasitoid mulai
muncul pada hari kedua. Hari ketiga gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari
keempat inang mulai kaku dan garis hitamnya semakin jelas (Gambar 9b). Pada
hari keenam pupa kaku dan berwarna coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya
(Gambar 9c). Inang akan semakin keras dan bewarna hitam pada hari kedelapan
(Gambar 9d). Pada hari kesembilan parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi
pupa. Pada hari ke sepuluh pupa inang terparasit bewarna hitam dan semakin
keras bila disentuh (Gambar 9e). Pada hari-hari berikutnya tidak banyak
perubahan pada tubuh pupa terparasit hingga imago parasitoid muncul.

a

b

Gambar 8 Perbedaan Inang (a, terparasit; b, sehat)

18

a

b

c

d

e

Gambar 9 Gejala pupa yang terparasit (a, hari kedua; b, hari keempat; c, hari
keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh)
Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus akan mengeras, menghitam
kemudian mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras dan apabila disentuh tidak
bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian muncul warna hitam pada
tubuh inang yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah terparasit. Efek bagi
inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan perkembangan
pradewasanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalshoven (1981) yang
menyatakan bahwa pupa sebagai inang akan mati dalam beberapa hari setelah
terparasit oleh imago betina.

Siklus Hidup Parasitoid B. lasus
Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan
parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid meletakkan telur
kembali. Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa siklus hidup B. lasus bekisar
antara 12-13 hari, hal ini terbukti dengan hasil pengamatan inang yang terparasit
siklus hidup umumnya berkisar 13-14 hari diamati dari awal terparasit hingga
imago parasitoid muncul dan meletakkan telurnya kembali. Berdasarkan pada
pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, dan
pupa B. lasus berturut-turut adalah ; 2,4 hari; 5,6 hari dan 6,3 hari dan siklus
hidupnya adalah 14,3 hari (Tabel 2), (lampiran tabel 5).
Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago
betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya
berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan
keturunan jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan Boror et al. (1996) yang

19
menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo
Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi
akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan
berkembang menjadi imago jantan. Kelangsungan hidup imago B. lasus
tergantung pada ketersediaan makanan, seperti nektar atau madu.
Tabel 2 Perkiraan Lama Stadia Parasitoid B. lasus
Tingkat Perkembangan Parasitoid
Telur
Larva
Pupa
Siklus Hidup

Rata- rata Lama Stadium (hari)
2,4
5,6
6,3
14,3

Pudjianto (1994) menyatakan bahwa larutan madu sangat dibutuhkan
untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago
parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan
akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid
dan mendukung produksi telur.
Prabowo (1996) menyatakan bahwa nutrisi berpengaruh terhadap
kesuburan imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air,
karbohidrat, dan vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting
untuk produksi telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang
harus terpenuhi dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan
kemampuan produksi telurnya.

Perilaku Parasitoid B. lasus
Cara Memarasit Inang
Proses pemilihan inang oleh parasitoid diatur oleh kombinasi berbagai
faktor yang bekerjanya sering tumpang tindih satu dengan yang lain. Faktor kimia
memegang peranan utama dalam setiap tahap pemilihan inang. Sinyal kimiawi
dari pupa inang ke parasitoid pupa berupa kairomon untuk parasitoid pupa.
Kairomon yang memacu peletakan telur pada hemolimfa pupa dari ngengat

20
sedangkan lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang
merangsang oviposisi (Waage & Greathead 1989)
Brachymeria lasus termasuk parasitoid pupa yaitu parasitoid yang
memarasit ketika inang pada stadia pupa. Parasitoid meletakkan telur dalam tubuh
inang ketika inang tersebut berada pada stadia pupa, dan parasitoid menyelesaikan
perkembangan pradewasanya dalam tubuh pupa inang. Parasitoid ini hidup di
dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai
keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara menggigit tubuh inang
yang telah mengalami pengerasan. Parasitoid yang hidup dalam tubuh inang
disebut endoparasit. Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah
proses yang sangat kompleks, dimana proses ini perbedaannya tergantung pada
jarak inang (long and short range). Salah satu proses perilaku pencarian inang
pada parasitoid yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana
merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang ( Kalshoven 1981).
Brachymeria lasus yang akan memarasit inangnya pertama akan berjalan
jalan di atas tubuh inangnya kemudian setelah parasitoid tersebut merasa aman
dan inangnya sesuai untuk meletakkan telurnya maka B. lasus mulai menusukkan
ovipositornya pada bagian abdomen inangnya dengan kisaran waktu 10 menit
hingga 15 menit sampai inang tidak bergerak lagi atau bergerak melambat,
kemudian telur parasitoid dimasukkan menggunakan ovipositornya ke dalam
tubuh inang. B. lasus akan meletakkan tubuhnya dan tungkai belakang akan
mengait atau mencengkeram tubuh inang dengan erat sehingga pada saat
parasitoid menusukkan ovipositornya ke tubuh inang dan inang bereaksi dengan
bergerak maka parasitoid tersebut tidak akan jatuh dari tubuh inang (Gambar 10).

Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang E. thrax

21
Kemunculan parasitoid
Parasitoid B. lasus muncul pada pagi hingga menjelang siang hari sekitar
pukul 07.00-11.00 WIB. Kemunculan imago secara bergantian satu-persatu
dengan keluar melalui lubang yang dibuat dengan cara menggigit tubuh pupa.
Setiap imago yang muncul membuat lubang keluarnya sendiri, sehingga tubuh
pupa akan penuh dengan lubang tempat keluarnya imago. Dari hasil pengamatan
diperoleh apabila dalam satu pupa terdapat 15 imago, maka lubang yang terdapat
diseluruh tubuh pupa berjumlah 15 lubang (Gambar 11).

Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus

Kemunculan parasitoid diawali dengan imago jantan yang kemudian
diikuti oleh imago betina. Hal ini sama dengan pernyataan Pudjianto (1994)
bahwa pada kebayakan Hymenoptera parasitoid, imago jantan umumnya muncul
sedikit lebih awal dari yang betina.
Ukuran tubuh inang sangat berpengaruh terhadap banyaknya imago
parasitoid yang muncul, apabila ukuran inangnya besar maka jumlah imago
parasitoid yang muncul berkisar 15 hingga 20 imago, sedangkan jika ukuran
tubuh inangnya kecil maka imago parasitoid yang muncul hanya berkisar 7 hingga
10 imago B. lasus
Kopulasi
Kopulasi pada sebagian besar Hymenoptera parasit terjadi segera setelah
kemunculannya. Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari
serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga

22
betina. Namun demikian, pada beberapa spesies kopulasi tidak segera terjadi ,
terutama bila suhu lingkungan rendah. Pada beberapa spesies, untuk dapat
memproduksi telur yang terbuahi diperlukan lebih dari satu kopulasi, sedangkan
pada spesies yang lain cukup dengan satu kali kopulasi (Pudjianto 1994).
Kopulasi terjadi segera setelah kemunculan imago betina parasitoid B.
lasus. Imago jantan akan menarik perhatian betina, dengan menggetarkan
sayapnya. Parasitoid betina yang tertarik akan mendekatinya, kemudian
meninggalkan parasitoid jantan sambil mengeluarkan cairan dan parasitoid jantan
akan mengikuti kemanapun betina berjalan sambil terus menggetarkan sayapnya
hingga akhirnya terjadi kopulasi. Kopulasi B. lasus berlangsung kurang lebih
selama 20 detik. Pudjianto (1994) menyatakan bahwa kopulasi pada sebagian
besar Hymenoptera terjadi segera setelah kemunculannya bila terdapat individuindividu yang jenis kelaminnya berbeda.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum berwarna hitam
dengan femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal berwarna
kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan. Parasitoid B. lasus betina
dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati ovipositornya. Ciri morfologi B.
Lasus antara lain adalah tipe antena genikulat, tipe telur hymenopteriform, tipe
larva hymenopteriform, dan tipe pupa exarate. Ukuran tubuh betina lebih besar
dibandingkan dengan jantan. Imago parasitoid betina B. lasus

mempunyai

panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm,
sedangkan yang jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18
mm. Gejala yang ditimbulkan pada inang E. thrax yang terparasit adalah adanya
perubahan warna menjadi hitam setiap harinya dan perubahan struktur tubuh
inang yang menjadi keras, dan mati. Siklus hidup B. lasus berkisar 13-15 hari. B.
lasus dalam memarasit inangnya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit. Waktu
kemunculan imago B. Lasus terbanyak terjadi antara pukul 07.00 sampai pukul
11.00. B. lasus membutuhkan waktu sekitar 20 detik untuk berkopulasi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kelengkapan informasi
biologi parasitoid B. lasus terutama keperidian, pengaruh makanan dan kisaran
inangnya

DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. An Introduction to the Study of
Insects. Sixth edition. Ohio: Saunders College Publishing.
Clausen CP. 1940. Entomophagous Insect. New York : McGraw Hill. 688p.
Erniwati, Ubaidillah R. 2011. Hymenopteran Parasitoids associated with the
Banana- skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Hesperiidae) in
Java, Indonesia. Biodiversitas. Vol 12: 76-85.
Godfray HCJ. 1993. Parasitoids behavioral and Evolutionary Ecology. New
Jersey : Princenton University Press.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The World: An Identification
Guide to Families. Canada: Agriculture Canada.
Joseph KJ, Narendran TC, Joy PJ. 1973. Oriental Brachymeria (Hymenoptera :
Chalcididae). India: Departement of Zoology, University of Calicut.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen
van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Novianti F. 2008. Hama Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus
(Lepidoptera: Hesperiidae) dan Musuh Alaminya di Tempat-Tempat
dengan Ketinggian Berbeda. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Prabowo AH. 1996. Biologi Snellenius (Microplitis) Manilae Ashamead
(Hymenoptera: Braconidae) pada Inang Spodoptera Litura Fabr.
(Lepidoptera: Noctuidae). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Pudjianto. 1994. Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada
kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera:
Psyllidae). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Shelton A. 1993. Pengendalian hayati. http://biocontrol.entomology.cornell.edu
(12 juni 2012
Suputa. 2011. Ulat Bulu. http://faperta.ugm.ac.id (13 juni 2012)
Wagee J, Greathead D. 1989. Insect Parasitoids. San Diego: Academic Press,
Inc.
Wanta NN. 2004. Jenis Dan Parasitisasi Hama Penggulung Daun Pisang
Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) Di Kecamatan
Pineleng Dan Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Manado: Fakultas
Pertanian UNSRAT Manado.

LAMPIRAN

26

Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus
LARVA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rata-rata

Ukuran (mm)
Panjang Tubuh
Lebar Kepala
0,99
6,35
1,47
6.48
1,08
6,49
0,95
6,00
0,90
5,15
0,93
6,60
0,81
5,95
1,08
6,28
0,74
6,89
0,83
6,15
0,91
4,53
1,04
5,33
0,52
2,53
0,54
4,06
1,01
3,91
1,21
4,26
0,73
3,41
0,97
7,48
1,05
7,64
1,66
5,55
5,55
0,97

27

Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus
PUPA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
rata-rata

Ukuran (mm)
Panjang Tubuh
Lebar Kepala
2,11
6,63
2,28
6,58
2,15
6,65
2,17
6,37
2,12
6,24
2,15
6,56
2,04
6,19
2,11
6,22
2,37
8,18
2,57
8,26
2,27
7,76
2,13
6,64
2,36
6,95
2,36
6,96
2,40
7,54
2,49
7,82
2,15
6,62
2,39
7,82
1,80
5,29
1,99
6,35
6,88
2,22

28

Lampiran Tabel 3 Ukuran imago betina parasitoid B. lasus
Imago Betina
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rata-rata

Ukuran (mm)
Panjang Tubuh
Lebar Kepala
2,79
7,72
2,92
7,14
2,75
7,67
2,77
7,19
2,78
7,61
2,74
7,57
2,49
6,91
2,53
6,83
3,08
8,94
2,09
6,27
2,59
6,98
2,41
6,48
2,83
6,90
2,23
6,12
1,90
5,16
2,21
6,39
1,98
5,48
2,16
6,24
1,97
5,81
2,79
7,84
6,86
2,50

29

Lampiran Tabel 4 Ukuran imago jantan parasitoid B. lasus
Imago Jantan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rata -rata

Ukuran (mm)
Panjang Tubuh
Lebar Kepala
2,16
5,80
1,91
5,57
1,92
5,32
2,06
5,9

Dokumen yang terkait

Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT Socfin Indonesia

4 104 49

Identifikasi Parasitoid Larva Ulat Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit

9 114 45

HUBUNGAN ANTARA BIOMASSA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax L. (LEPIDOPTERA:HESPERIIDAE) DAN POSISI SEDENTARI LARVA DENGAN TINGKAT KERUSAKAN DAUN PISANG KEPOK Musa acuminata Colla

1 12 20

Biologi Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae) parasitoid lalat pengorok daun kentang

8 69 122

Hama penggulung daun pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae) dan musuh alaminya di tempat-tempat dengan ketinggian berbeda

0 5 86

Biologi dan parasitisasi parasitoid telur Ooencrytus erionotae ferriere (Hymenoptera: encyrtidae) pada hama penggulung daun pisang Erionota thrax Linnaeus: prospek pemanfaatannya

0 2 139

Biologi Reproduksi Brachymeria Lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae)

1 4 91

Biologi dan parasitisasi parasitoid telur Ooencrytus erionotae ferriere pada hama penggulung daun pisang Erionota thrax Linnaeus prospek pemanfaatannya

0 5 76

PENGARUH CAHAYA DAN JUMLAH PASANGAN BRACHYMERIA LASUS TERHADAP PARASITASI PUPA ERIONOTA THRAX.

0 0 14

OBSERVASI JENIS PARASITOID LARVA PENGGULUNG DAUN PISANG Erionata thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN SIGI

0 0 8