Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang

KEEFEKTIFAN KITOSAN TERHADAP PENEKANAN
INFEKSI Bean common mosaic virus DAN VEKTORNYA,
Aphis craccivora Koch., PADA TANAMAN KACANG PANJANG

DITA MEGASARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
DITA MEGASARI. Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean
common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman
Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI dan SUGENG
SANTOSO.
Aphis craccivora merupakan salah satu hama penting pada kacang panjang.
Hama ini menimbulkan kerugian bagi tanaman dan juga berperan penting sebagai
vektor Bean common mosaic virus (BCMV) di lapang. Penelitian ini dilakukan
untuk menguji keefektifan kitosan dalam menekan BCMV yang ditularkan oleh A.

craccivora dan menguji pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi dan
preferensi makan A. craccivora. Kitosan diaplikasikan dengan cara penyemprotan
pada daun dengan konsentrasi antara 0.1-1%. Penularan BCMV dilakukan dengan
vektor A. craccivora, yaitu dengan tiga imago per tanaman. Pengamatan periode
inkubasi, kejadian penyakit dan keparahan penyakit BCMV dilakukan hingga
empat minggu setelah penularan. Deteksi serologi untuk mengetahui akumulasi
BCMV dilakukan pada empat minggu setelah penularan virus. Uji pengaruh
kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan konsentrasi yang sama. Secara
umum, tanaman dengan perlakuan kitosan bisa menekan keparahan penyakit,
meringankan gejala, menekan kejadian penyakit, dan menekan akumulasi BCMV
secara signifikan. Seluruh tanaman dengan perlakuan kitosan menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman kontrol tanpa
perlakuan. Perlakuan kitosan menekan perkembangan populasi dan mengurangi
preferensi makan A. craccivora. Hal ini menunjukkan kitosan mampu menekan
penyakit BCMV, sekaligus menekan perkembangan populasi dan preferensi
makan A. craccivora pada tanaman kacang panjang. Penekanan infeksi BCMV ini
diduga berhubungan juga dengan kemampuan kitosan sebagai penghambat makan
(anti-feedant) A. craccivora. Dari konsentasi kitosan yang diuji, konsentrasi 0.9%
merupakan konsentrasi kitosan yang paling efektif dalam menekan BCMV dan

vektornya A. craccivora secara nyata.
Kata kunci : Aphis craccivora, BCMV, kitosan.

ABSTRACT
DITA MEGASARI. The Effectiveness of Chitosan in Suppression of Bean
common mosaic virus and its Vector, Aphis craccivora Koch., on Yard Long
Bean. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI and SUGENG SANTOSO.
Aphis craccivora is one of important pests on yard long bean. It can cause
direct damage and also indirect effect as vector of Bean common mosaic virus
(BCMV). The research was done to test the effectiveness of chitosan in
suppressing BCMV transmitted by A. craccivora and also its effect on aphids
population growth and feeding preference. Chitosan with concentration ranged
from 0.1-1% was applied as leaf spraying at 1 day before BCMV transmission.
BCMV was transmitted by viruliferous 3 aphids per plant. The incubation period,
disease incidence and severity, was observed up to 4 weeks post BCMV
transmission. BCMV accumulation was detected serologically at 4 weeks post
viral transmission. The effect of chitosan on population and feeding preference of
A. craccivora was conducted in laboratory trial using similar chitosan
concentrations. Generally, plants treated by chitosan showed lower severity and
milder symptom, lower disease incidence and reduced BCMV accumulation

significantly in compared with untreated control plants. All treatment plants
showed better growth than untreated plants significantly. The chitosan treatments
either on the leaves or plants suppressed the population and feeding preferences of
A. craccivora significantly in compare to that of untreated ones. These showed the
positive effects of chitosan on either suppressing BCMV or A. craccivora
population and feeding preference. The suppression of BCMV infection
transmitted by aphid might correlate with the antifeedant effect of chitosan on
ability of A. craccivora. Based on obtained data, among chitosan concentrations
tested, chitosan with concentration 0.9% was the most effective concentration in
suppressing BCMV and its vector A. craccivora.
Keywords: Aphis craccivora, BCMV, chitosan.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KEEFEKTIFAN KITOSAN TERHADAP PENEKANAN
INFEKSI Bean common mosaic virus DAN VEKTORNYA,
Aphis craccivora Koch., PADA TANAMAN KACANG PANJANG

DITA MEGASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


: Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean
common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora
Koch., pada Tanaman Kacang Panjang
Nama Mahasiswa : Dita Megasari
NIM
: A34080049
Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr.
Pembimbing I

Dr. Ir. Sugeng Santoso, M. Agr.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir dengan judul “Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean
common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman
Kacang Panjang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan
IPB Cikabayan Darmaga, Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Laboratorium
Pendidikan, Departemen Proteksi Tanaman mulai bulan Mei hingga November
2012.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penghargaan dan terima
kasih penulis sampaikan khususnya kepada Ibunda Dyah Wiyati dan Ayahanda
Suprijanto yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil, kasih sayang
dan doa restu kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr. dan Dr. Ir. Sugeng Santoso, M. Agr. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang
sangat bermanfaat sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan tugas akhir ini.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Endang Sri Ratna Ph. D. selaku
dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik
tercinta Diyan Maharani, seluruh keluarga besar Prawoto dan Syaiful Khoiri yang
telah banyak memberikan bantuan, semangat, dukungan, motivasi serta doa
kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Edi, Bapak
Saefuddin, Bapak Wawan Juandi, Bapak Sodik, Ibu Euis, seluruh anggota
laboratorium Virologi Tumbuhan, teman-teman PTN angkatan 45 serta kepada
seluruh teman-teman dan civitas akademika Departemen Proteksi Tanaman yang
telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi dalam penyelesaian tugas
akhir ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam
bidang pertanian dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, kritik dan saran sangat
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.

Bogor, Maret 2013

Dita Megasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
3
3

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Perbanyakan Inokulum BCMV
Identifikasi Kutudaun
Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun
Penanaman Tanaman Uji
Pembuatan Larutan Kitosan
Perlakuan
Perkembangan Populasi Kutudaun
Preferensi Makan Kutudaun
Peubah Pengamatan
Deteksi BCMV Secara Serologi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data


4
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
7
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Identifikasi Kutudaun
Pengaruh Kitosan terhadap Kejadian Penyakit, Periode Inkubasi
dan Tipe Gejala
Pengaruh Kitosan terhadap Akumulasi BCMV, Keparahan

Penyakit, dan Penghambatan Penyakit
Pengaruh Kitosan terhadap Peubah Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh Kitosan terhadap Perkembangan Populasi dan
Preferensi makan A. craccivora
Pembahasan Umum

13
15

SIMPULAN DAN SARAN

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

43

9
9
10
11
12

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit, periode inkubasi virus
dan tipe gejala

10

2 Pengaruh perlakuan terhadap NAE dan keparahan penyakit

12

DAFTAR GAMBAR
1

Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d. Skor
3,e. Skor 4

7

Preparat imago kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap a. Imago, b.
Kauda, c. Sifunkuli, d. Kepala tempat perlekatan antena tidak
berkembang (lingkaran merah)

9

Tipe gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV a. Pemucatan tulang
daun, b. Penebalan tulang daun, c. Mosaik ringan, d. Mosaik sedang, e.
Mosaik berat dan f. Malformasi daun

11

4

Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman

12

5

Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman

13

6

Visual daun tanaman a. Kontrol sehat, b. Kontrol sakit, c. K0.1, d. K0.3,
e. K0.5, f. K0.7, g. K0.9, h. K1.0

13

7

Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi A. craccivora

14

8

Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada tanaman
kacang panjang. JSI: jam setelah infestasi

14

Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun
tanaman kacang panjang yang diletakkan pada baki. JSI: jam setelah
infestasi

15

2

3

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh kitosan terhadap periode inkubasi virus

23

2 Pengaruh kitosan terhadap keparahan penyakit

23

3 Sidik ragam keparahan penyakit 4 MSI

24

4 Pengaruh kitosan terhadap nilai absorbansi ELISA

24

5 Sidik ragam NAE pada 4 MSI

25

6 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI

25

7 Sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MSI

25

8 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 4 MSI

26

9 Sidik ragam tinggi tanaman pada 4 MSI

26

10 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 6 MSI

27

11 Sidik ragam tinggi tanaman pada 6 MSI

27

12 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 2 MSI

28

13 Sidik ragam jumlah daun pada 2 MSI

28

14 Pengaruh terhadap jumlah daun pada 4 MSI

29

15 Sidik ragam jumlah daun pada 4 MSI

29

16 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 6 MSI

30

17 Sidik ragam jumlah daun pada 6 MSI

30

18 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-1

31

19 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-1

31

20 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-2

31

21 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-2

32

22 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-3

32

23 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-3

32

24 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-4

34

25 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-4

34

26 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-5

34

27 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-5

35

28 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-6

35

29 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-6

35

30 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-7

35

31 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-7

35

32 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 1 JSI

35

33 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 1 JSI

36

34 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 2 JSI

36

35 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 2 JSI

36

36 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 4 JSI

37

37 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 4 JSI

37

38 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 6 JSI

37

39 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 6 JSI

38

40 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 8 JSI

38

41 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 8 JSI

38

42 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun
tanaman kacang panjang di baki (1 JSI)

39

43 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang
panjang di baki (1 JSI)

39

44 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada pada daun
tanaman kacang panjang di baki (2 JSI)

39

45 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang
panjang di baki (2 JSI)

40

46 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun
tanaman kacang panjang di baki (4 JSI)

40

47 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang
panjang di baki (4 JSI)

40

48 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun
tanaman kacang panjang di baki (6 JSI)

41

49 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang
panjang di baki (6 JSI)

41

50 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun
tanaman kacang panjang di baki (8 JSI)

41

51 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang
panjang di baki (8 JSI)

42

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) merupakan salah
satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Kacang
panjang memiliki kandungan gizi cukup lengkap yaitu terdiri dari protein, lemak,
mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin B dan vitamin C (Haryanto et
al. 1999). Produksi kacang panjang pada tahun 2010 mencapai 489.449 ton dan
pada tahun 2011 menurun menjadi 458.307 ton (BPS 2011). Penurunan produksi
kacang panjang ini dapat disebabkan oleh serangan Organisme Penganggu
Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma.
Hama yang umumnya menyerang kacang panjang adalah ulat penggerek
polong (Maruca testulalis Geyer), kutudaun (Aphis craccivora Koch.), ulat tanah
(Agrotis ipsilon Hufnagel), kepik polong (Riptortus linearis Fabr.), lalat bibit
(Agromyza phaseoli Coq.) dan wereng (Empoasca sp.) (Syahrawati dan Busniah
2009). Penyakit penting kacang panjang yang sering ditemui diantaranya layu
cendawan (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar
(Meloidogyne sp.) dan mosaik yang disebabkan oleh beberapa jenis virus
diantaranya Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus
(BYMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).
Masalah utama dalam budidaya kacang panjang adalah serangan kutudaun
yang juga merupakan vektor BCMV dan mampu menurunkan hasil produksi
sebesar 65.87% (Kuswanto et al. 2007). Lebih dari 190 spesies kutudaun
diketahui dapat menularkan virus. Genus yang paling umum sebagai vektor virus
tanaman adalah Aphis, Macrosiphum, Myzus, Ropalosiphum, Toxoptera dan
Brevicoryne. Aphis merupakan genus yang mampu menularkan lebih dari 160
virus yang berbeda. Virus yang ditularkan oleh kutudaun kebanyakan
menyebabkan penyakit mosaik dan umumnya ditularkan kutudaun secara
nonpersisten, semipersisten dan persisten (Nurhayati 2012).
A. craccivora termasuk dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata,
kelas Insecta, ordo Homoptera, famili Aphididae, genus Aphis, spesies Aphis
craccivora (Kranz et al. 1978). A. craccivora adalah hama utama pada tanaman
kacang-kacangan dan telah dilaporkan di semua benua kecuali Antartika. Spesies
ini menyebabkan kerugian secara kualitatif dan kuantitatif pada produksi kacang
panjang serta dapat menularkan beberapa virus tanaman, diantaranya adalah
BCMV dan CaBMV. Kerusakan disebabkan oleh imago dan nimfa A. craccivora
yang makan secara bergerombol pada daun, tunas, polong dan bunga kacang
panjang (Nayar et al. 1976).
Damayanti et al. (2009) melaporkan pada pertengahan tahun 2008 di Jawa
Barat (Bogor, Bekasi, Indramayu dan Cirebon) terjadi ledakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengan gejala mosaik kuning yang disebabkan oleh
BCMV-black eye cowpea (BCMV-BlC) yang menginfeksi secara tunggal atau
bersama dengan Cucumber mosaic virus (CMV).
BCMV termasuk ke dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Potyvirus
merupakan kelompok virus terbesar yang beranggotakan lebih dari 100 spesies
(Agrios 2005). Partikel BCMV berbentuk filamen dengan panjang 750 nm dan
lebar 12-15 nm. Tipe asam nukleatnya single stranded RNA (ssRNA/RNA utas

2
tunggal). Kandungan asam nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan
protein dalam coat protein sebesar 95%. BCMV dapat ditularkan melalui
inokulasi mekanis, beberapa spesies kutudaun secara non-persisten, melalui benih
dan polen (Morales dan Bos 1988).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 ditetapkan
bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama
terpadu (PHT), selanjutnya dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan
pestisida dalam rangka pengendalian OPT merupakan alternatif terakhir dan
dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu,
perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman
terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan (Martono et al. 2004).
Penggunaan kitosan merupakan alternatif pengendalian OPT yang baik,
karena memiliki spektrum luas dan bersifat tidak beracun terhadap manusia dan
organisme bukan sasaran, mudah terurai serta mampu bersifat sebagai insektisida,
fungisida dan bakterisida (Rabea et al. 2006). Kitosan berasal dari deasetilasi kitin
yang merupakan biopolimer alami terbanyak kedua di alam setelah selulosa.
Kitosan dapat menginduksi sistem ketahanan sistemik dengan menginduksi
ketahanan pada tanaman sehingga meningkatkan resistensi terhadap serangan
hama dan penyakit (Boonlertnirun et al. 2008). Kandungan logam yang terikat
pada kitosan seperti Ag, Cu, Hg, Ni dan Zn dilaporkan mampu meningkatkan
aktifitas biologi kitosan (Wang et al. 2005). Perbedaan berat molekul dan
kandungan logam pada kitosan dilaporkan dapat mempengaruhi aktifitas makan
kutudaun. Menurut Badawy dan El-Aswad (2012) semakin tinggi berat molekul
dan semakin tinggi kandungan logam Cu yang terikat pada kitosan menunjukkan
penghambatan makan terhadap kutudaun semakin tinggi.
Zeng et al. (2012) melaporkan bahwa konsentrasi kitosan 5% mampu
mengurangi serangan Agrotis ipsilon pada tanaman kedelai di Cina. Kitosan
dilaporkan memiliki efek insektisida yang mematikan Aphis nerii pada tanaman
oleander dan Spodoptera littoralis pada tanaman kapas di Mesir (Badawy dan ElAswad 2012) serta mampu mematikan Plutella xylostella dan Helicoverpa
armigera (Zhang et al. 2003). Kitosan memiliki efek penghambat makan, aktifitas
insektisida (Zhang et al. 2003), serta memiliki efek antixenosis dan antibiosis
(Saguez et al. 2005). Kitosan juga mampu menekan infeksi Alternaria alternata,
Botrytis cinerea, Colletotrichum gloeosporioides (El Ghaouth et al. 1992),
Erwinia amylovora, Agrobacterium tumefaciens (Helander et al. 2001), Alfalfa
mosaic virus (ALMV) (Pospiezny et al. 1991) dan Potato spindle tuber viroid
(PSTVd) (Pospiezny 1997). Haryanto (2010) melaporkan bahwa kitosan mampu
menekan infeksi BCMV melalui aplikasi kitosan pada benih, dan penyemprotan
pada daun sebelum serta sesudah inokulasi mekanis BCMV. Namun, belum
diketahui efek kitosan terhadap BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan
terhadap perkembangan populasi serta preferensi makan A. craccivora. Selain
dapat ditularkan melalui benih, penularan dan penyebaran BCMV di lapang
difasilitasi oleh kutudaun. Oleh karena itu, perlu dikaji potensi kitosan dalam
menekan infeksi BCMV dan efeknya terhadap kemampuan A. craccivora dalam
menularkan BCMV.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas kitosan dalam menekan
infeksi Bean common mosaic virus dan vektornya, Aphis craccivora, pada
tanaman kacang panjang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan
strategi pengendalian Bean common mosaic virus dan vektornya, Aphis
craccivora, pada tanaman kacang panjang.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB
Cikabayan Darmaga, Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan Laboratorium
Pendidikan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Mei hingga November 2012.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Uji keefektifan beberapa
konsentrasi kitosan dalam menekan infeksi BCMV yang ditularkan oleh A.
craccivora dan (2) Uji keefektifan kitosan terhadap perkembangan populasi dan
preferensi makan A. craccivora.
Perbanyakan Inokulum BCMV
Isolat BCMV strain black eye (BCMV-BlC) yang digunakan dalam
penelitian ini adalah isolat asal Cangkurawok, koleksi laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak dengan
inokulasi mekanis pada tanaman kacang panjang varietas Parade yang berumur 7
hari setelah tanam (HST). Daun kacang panjang yang terinfeksi BCMV digerus
menggunakan mortar steril dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7 yang mengandung 1%
mercaptoethanol dengan perbandingan 1:5 (b/v) sehingga didapatkan cairan
perasan (sap). Sap dioleskan di atas permukaan daun yang telah ditaburi
carborundum 600 mesh dan dibilas menggunakan air aquades yang mengalir.
Identifikasi Kutudaun
Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Kelurahan Situ
Gede, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi
Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun yang tidak bersayap
(apterae). Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda,
dan antena.
Identifikasi kutudaun dilakukan dengan membuat preparat kutudaun.
Kutudaun yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5
ml alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit kemudian
dituangkan pada cawan “sirakus”. Kutudaun selanjutnya dimasukkan kembali ke
dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat
transparan, kemudian dituangkan kembali pada cawan “sirakus”. Kutudaun
selanjutnya dicuci dengan air destilata sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya
adalah dehidrasi kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah
dibersihkan dalam alkohol secara berurutan mulai dari tingkat kepekatan 50%,
80%, 95%, dan absolut 100% selama 10 menit untuk setiap perendaman. Isi tubuh
kutudaun dikeluarkan dengan cara menekan tubuh serangga tersebut
menggunakan jarum dibawah mikroskop. Kutudaun yang sudah bersih diletakkan
di atas gelas obyek yang diberi larutan hoyer, ditata hingga terlihat bagian-bagian
tubuhnya dan ditutup dengan gelas penutup. Bagian-bagian tubuh kutudaun
diamati dan diukur panjang masing-masing.

5
Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun
Kutudaun dari lapangan yang telah diidentifikasi dibebasviruskan pada daun
talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) yang ujung tangkai daunnya dibalut
dengan kapas basah. Kutudaun imago yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisi daun talas dan dipelihara hingga imago kutudaun
melahirkan nimfa. Nimfa tersebut dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat
varietas Parade hingga berkembang biak untuk digunakan sebagai serangga vektor
dalam penularan BCMV.
Penanaman Tanaman Uji
Kacang panjang yang digunakan adalah kacang panjang varietas Parade.
Benih kacang panjang ditanam pada polibag berukuran 35 x 35 cm yang diisi
dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setiap polibag
ditanami dengan 5 benih kacang panjang. Pada umur 7 HST dipilih satu tanaman
dengan pertumbuhan terbaik yang akan digunakan sebagai tanaman perlakuan.
Pembuatan Larutan Kitosan
Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersial Soft Guard Chitosan
Oligo Saccharin dengan konsentrasi 2%. Konsentrasi kitosan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 0.1%, 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1% yang diperoleh
dari pengenceran kitosan menggunakan air aquades steril. Kitosan yang telah
diencerkan, disemprotkan pada tanaman kacang panjang yang telah berumur 7
HST, satu hari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora.
Perlakuan
Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Kitosan 0.1% (K0.1)
2) Kitosan 0.3% (K0.3)
3) Kitosan 0.5% (K0.5)
4) Kitosan 0.7% (K0.7)
5) Kitosan 0.9% (K0.9)
6) Kitosan 1.0% (K1.0)
7) Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus (K+)
8) Kontrol sehat (K-)
Tanaman perlakuan yang telah berumur 7 HST disemprot dengan kitosan
sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masingmasing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Penyemprotan dilakukan dengan jarak
sekitar 30 cm sehingga butiran semprot yang terbentuk berupa butiran halus pada
daun. Penyemprotan yang terlalu basah akan menyebabkan daun mengering.
Setiap perlakuan terdiri dari 10 tanaman sebagai ulangan. Keesokan harinya
tanaman diinokulasi BCMV menggunakan kutudaun stadia imago sebanyak 3
imago per tanaman. Kutudaun yang telah dipelihara dipindahkan dari tanaman
kacang panjang ke dalam cawan petri untuk periode puasa selama 30 menit.
Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman terinfeksi BCMV yang telah
bergejala untuk makan akuisisi selama 30 menit. Kutudaun yang telah makan
akuisisi dipindahkan ke tanaman perlakuan sehat yang telah diberi perlakuan
kitosan sehari sebelumnya untuk periode makan inokulasi selama satu malam.
Kutudaun kemudian dimatikan, tanaman dipelihara dan disiram setiap hari.

6
Perkembangan Populasi Kutudaun
Imago kutudaun yang tidak bersayap diletakkan pada pucuk tanaman kacang
panjang varietas Parade berumur 14 HST yang telah disemprot kitosan sehari
sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing-masing
perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman
sebagai ulangan. Jumlah kutudaun yang diletakkan sebanyak 1 imago per
tanaman. Tanaman diberi kurungan plastik untuk mencegah adanya infestasi
serangga lain. Perkembangan populasi kutudaun diamati setiap hari hingga 7 kali
pengamatan dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman,
tidak dibedakan antara nimfa, imago bersayap dan imago tidak bersayap.
Preferensi Makan Kutudaun
Tanaman perlakuan yang telah berumur 14 HST disemprot dengan kitosan
sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masingmasing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman
sebagai ulangan. Setiap tanaman perlakuan tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam kurungan kasa. Bagian bawah tanaman ditutup menggunakan kertas karton
berwarna putih dan diinfestasi imago kutudaun yang tidak bersayap sebanyak 20
imago. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 jam setelah infestasi (JSI)
untuk melihat kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan yang mana dari
ketujuh perlakuan.
Perlakuan ini juga dilakukan pada baki yang alasnya diberi kertas putih.
Pucuk kedua trifoliet daun kacang panjang yang berumur 30 HST diberi kapas
basah pada ujung tangkai daunnya dan disemprot dengan kitosan sebelum
perlakuan. Daun tersebut dimasukkan ke dalam baki dan dimasukkan 20 imago
kutudaun yang tidak bersayap. Setiap perlakuan terdiri dari 5 baki sebagai
ulangan. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat kutudaun
memilih makan pada daun perlakuan yang mana dari ketujuh perlakuan.
Peubah Pengamatan
Peubah pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Periode inkubasi virus dan tipe gejala. Periode inkubasi virus dalam tanaman
adalah waktu timbulnya gejala, dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala
pertama.
2. Persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dengan rumus:
n
KP =

x 100%
N

KP = kejadian penyakit (% tanaman bergejala)
n = tanaman bergejala
N = jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi
3. Persentase keparahan penyakit diamati pada 4 minggu setelah inokulasi
(MSI). Skor kategori serangan penyakit yang digunakan seperti dilaporkan
Haryanto (2010):

7
Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut
(Gambar 1):
Skor 0 = Tanaman tidak bergejala
Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun
Skor 2 = Gejala mosaik sedang
Skor 3 = Gejala mosaik berat
Skor 4 = Gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil,
atau mati

a

b

c

d

e

Gambar 1 Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d.
Skor 3, e. Skor 4
4. Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun
pada 2, 4 dan 6 MSI (2, 4, 6 MSI = 21, 35, 49 HST).
5. Perkembangan populasi kutudaun diamati pada hari ke-1 hingga hari ke-7
dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman.
6. Preferensi makan kutudaun diamati pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat
kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan.
Deteksi BCMV Secara Serologi
Deteksi virus dilakukan pada 4 MSI. Daun kacang panjang diambil
menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml (bobot daun 1 tutup eppendorf =
0.01 g). Satu daun dari tanaman uji dibuat dalam satu sampel, sehingga total
sampel berjumlah 80 sampel untuk seluruh perlakuan. Metode serologi yang
digunakan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak langsung (indirectELISA), menggunakan antiserum BCMV (Agdia, USA).
Sap tanaman sebagai antigen disiapkan dengan menggerus daun kacang
panjang menggunakan mortar dengan bufer ekstraksi pH 9.6 (1.59 g Na2CO5,
0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril) dengan
perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 μl sap diisi ke dalam sumuran ELISA.
Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci 8 kali dengan
PBST (Phosphate buffer saline tween-20). Tiap sumuran diisi dengan 100 μl
antiserum BCMV (1:200) dalam ECI buffer pH 7.4 (2 g bovine serum albumin, 20
g polyvinylpyrrolidone PVP 40.000, 0.2 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air
steril). Setelah itu, plat diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2 jam, kemudian plat
dicuci 5 kali dengan PBST. Selanjutnya, masing-masing sumuran diisi dengan
100 μl enzim konjugat RaM-AP (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline phosphatase)
dalam ECI buffer dengan perbandingan (1:200) dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 37 ºC. Plat dicuci dengan PBST sebanyak 5 kali. Setelah plat dicuci dengan
PBST, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat PNP (p-nitrophenylphosphate)
dan diinkubasi selama 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati

8
pada masing-masing sumuran. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan
ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika
nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 2 kali lebih besar dibandingkan kontrol
negatif (tanaman sehat).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA)
menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 17.0
(Statistical Package for Social Scienses, USA). Pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf
nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Identifikasi Kutudaun
Hasil identifikasi kutudaun yang diperoleh dari pertanaman kacang panjang
di Kelurahan Situ Gede, Kabupaten Bogor Barat, menunjukkan bahwa spesies
tersebut adalah A. craccivora. Ciri-ciri penting A. craccivora yang diamati sesuai
dengan kunci identifikasi Blackman dan Eastop (2000) yaitu imago kutudaun
yang tidak bersayap berwarna hitam dengan panjang tubuh 1.53 mm. Panjang
kauda 0.21 mm, berwarna hitam yang mengecil di bagian ujung dan terdapat
beberapa rambut kecil yaitu 2-5 rambut pada satu sisi dan 3 rambut pada sisi
lainnya. Panjang sifunkuli 0.38 mm, berwarna hitam dan berbentuk silinder yang
mengecil di bagian ujungnya. Kepala tempat perlekatan antena tidak berkembang
(weakly developed) (Gambar 2).

0.21 mm

1.53 mm

a

b

c

d

0.38 mm

Gambar 2 Preparat imago kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap a. Imago, b.
Kauda, c. Sifunkuli, d. Kepala tempat perlekatan antena tidak
berkembang (lingkaran merah)

10
Pengaruh Kitosan terhadap Kejadian Penyakit, Periode Inkubasi dan
Tipe Gejala
Kejadian Penyakit. Kejadian penyakit menunjukkan keberadaan suatu
patogen pada tanaman (Agrios 2005). Beberapa tanaman yang diberi perlakuan
kitosan tidak menunjukkan gejala infeksi BCMV. Kejadian penyakit tanaman
perlakuan menunjukkan lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol. Diantara
perlakuan kejadian penyakit terendah ditunjukkan pada perlakuan kitosan 0.9%
(Tabel 1).
Periode Inkubasi. Periode inkubasi merupakan tenggang waktu antara
masuknya virus hingga timbulnya gejala pertama pada tanaman (Boss 1990).
Berdasarkan hasil penelitian, periode inkubasi yang diperoleh beragam pada
masing-masing perlakuan. Periode inkubasi BCMV berkisar antara 5-10 HSI.
Periode inkubasi BCMV pada tanaman yang diberi perlakuan kitosan cenderung
lebih panjang dari kontrol tanpa perlakuan kitosan (Tabel 1). Gejala pertama kali
terlihat pada 5 HSI yaitu pada perlakuan kitosan 0.1%, sedangkan gejala paling
lama muncul pada perlakuan kitosan 0.5% (10 HSI).
Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit, periode inkubasi virus
dan tipe gejala
Perlakuan1
KP (n/N)2(%)
Periode Inkubasi (HSI3) Tipe Gejala4
5
K0.1
6/10 (60)
5
Mr, Ms, Mb
K0.3
1/95 (11)
8
Mr, Ms, Mb
5
1/9 (11)
10
K0.5
Mr, Ms, Mb
8
2/95 (22)
K0.7
Mr, Ms, Mb
0/105 (0)
-6
K0.9
Tidak ada gejala
5
6/9 (66)
7
K1.0
Mr, Ms, Mb
10/105 (100)
5
K+
Mr, Ms, Mb, Md
5
0/9 (0)
KTidak ada gejala
1

2
3
4
5
6

K0.1: Kitosan 0.1%, K0.3: Kitosan 0.3%, K0.5: Kitosan 0.5%, K0.7: Kitosan 0.7%, K0.9:
Kitosan 0.9%, K1.0: Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan, K-: Kontrol sehat
n: jumlah tanaman yang terinfeksi, N: jumlah tanaman yang diamati (KP = n/N x 100%)
HSI: Hari setelah inokulasi
Ket: Mr = mosaik ringan, Ms= mosaik sedang, Mb = mosaik berat, Md= malformasi daun
N