Evaluasi Keragaan Karakter Dua Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) pada Dua Lingkungan Tumbuh Berbeda.

EVALUASI KERAGAAN KARAKTER DUA LANRAS
KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) PADA
DUA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA

MUHAMAD YUSUP

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Keragaan
Karakter Dua Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) pada Dua
Lingkungan Tumbuh Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Muhamad Yusup
NIM A24062874

ABSTRAK
MUHAMAD YUSUP. Evaluasi Keragaan Karakter Dua Lanras Kacang Bogor
(Vigna subterranea (L.) Verdcourt) pada Dua Lingkungan Tumbuh Berbeda.
Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO.
Kacang bogor merupakan legume sumber karbohidrat yang dapat
dikembangkan menjadi tanaman pangan baru. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi keragaan karakter dua lanras kacang bogor yang ditanam pada dua
lingkungan tumbuh berbeda. Kedua lanras tersebut didapatkan dari petani yang
ada di Sumedang dan Sukabumi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo Kampus IPB Darmaga dari bulan Juni hingga Oktober 2010. Setiap
tanaman dijadikan satu satuan amatan. Setiap lanras ditanam pada dua lingkungan
dengan dosis pemupukan berbeda, sehingga terbentuk empat populasi berbeda.
Karakter yang diamati meliputi lebar kanopi, panjang tangkai, jumlah cabang,
jumlah buku, panjang ruas, jumlah polong per tanaman, bobot polong basah per

tanaman dan bobot polong kering per tanaman. Hasil uji nilai tengah
menunjukkan bahwa lanras Sumedang di lingkungan marjinal memiliki potensi
untuk dikembangkan berdasarkan karakter lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah
buku, bobot polong basah dan bobot polong kering. Pada lanras Sukabumi,
tanaman pada lingkungan marjinal memiliki potensi untuk dikembangkan
berdasarkan karakter jumlah polong dan tanaman pada lingkungan optimal
memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan karakter panjang tangkai daun
dan panjang ruas. Hasil analisis korelasi antar karakter, menunjukkan bahwa
karakter vegetatif yang konsisten berkorelasi positif dengan hasil adalah lebar
kanopi dan jumlah buku.
Kata kunci : korelasi, lebar kanopi, marjinal, sukabumi, sumedang

ABSTRACT
MUHAMAD YUSUP. Character Performance Evaluation of Two Landraces of
Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) in Two Different
Growing Environments. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO
KUSUMO.
Bambara is legume carbohydrate source which can be developed into new
crop. The objective of this experiment was to evaluate the characters of two
landraces bambara groundnut in two different growing environments. The two

landraces were obtained from farmers in Sumedang and Sukabumi. The
experiments were conducted at Leuwikopo, IPB Darmaga, from June - October
2010. Each plant used as a unit of observation. Each landraces is planted on two
environment with different fertilizer dosage, thus forming four different
populations. The characters observed were width of canopy, stem length, number
of branches, number of nodes, internode length, number of pods, weight of fresh
pods/plant and weight of dry pods/plant. Result showed Sumedang landraces in
the marginal environment has the potential to be developed based on width of
canopy, number of branches, number of node, weight of fresh pods, and weight of

dry pods. In Sukabumi landrace, crops in marginal environment has the potential
to be developed based on number of pods and crops in optimal environment has
the potential to be developed based on petiol length character and internodes
length. Result of correlation analysis between the characters, the vegetative
characters which consistent positively correlated with the crop yield are the width
of canopy and number of nodes.
Keywords : canopy width, correlation, marginal, sukabumi, sumedang

EVALUASI KERAGAAN KARAKTER DUA LANRAS
KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) PADA

DUA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA

MUHAMAD YUSUP

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Evaluasi Keragaan Karakter Dua Lanras Kacang Bogor
(Vigna subterranea (L.) Verdcourt) pada Dua Lingkungan
Tumbuh Berbeda.
Nama

: MUHAMAD YUSUP
NIM
: A24062874

Disetujui oleh

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala limpahan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah evaluasi keragaan karakter lanras

kacang bogor, dengan judul Evaluasi Keragaan Karakter Dua Lanras Kacang
Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) pada Dua Lingkungan Tumbuh
Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis. Terima kasih
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Muhamad Yusup

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Hipotesis

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

Sumber Genetik dan Keragaman Kacang Bogor

2

Morfologi Kacang Bogor

2

Syarat Tumbuh Kacang Bogor

3

BAHAN DAN METODE

4


Waktu dan Tempat

4

Baham dan Alat

4

Prosedur Analisis Data

4

Pelaksanaan

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Kondisi Umum

6

Evaluasi Keragaan Populasi

7

Korelasi Antar Karakter

9

Evaluasi Keragaan Tanaman Terpilih
KESIMPULAN DAN SARAN

12
13

Kesimpulan


13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1
2
3

Hasil uji nilai tengah masing-masing karakter pada dua lanras kacang
bogor di lingkungan marginal dan optimal
Hasil uji nilai tengah kacang bogor lanras Sumedang dan Sukabumi
Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sumedang di

8
9

4
5
6
7

lingkungan marjinal
Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sumedang di
lingkungan optimal
Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sukabumi di
lingkungan marjinal
Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sukabumi di
lingkungan optimal
Hasil uji t tanaman terpilih dengan tanaman asal pada masing-masing
lanras kacang bogor

10
11
11
12
13 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Morfologi kacang bogor
Benih kacang bogor
Gulma pada pertanaman kacang bogor
Tanaman kacang bogor terserang penyakit busuk pangkal batang

3
4
6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Data iklim bulan Juni sampai Oktober 2010 di Darmaga
Data hasil uji kehomogenan ragam karakter kacang bogor di lingkungan
marginal dan optimal pada kedua lanras
Perbedaan sebaran polong kacang bogor berdasarkan lebar kanopi
Keragaan kacang bogor lanras Sumedang di lingkungan marjinal
Keragaan kacang bogor lanras Sumedang di lingkungan optimum
Keragaan kacang bogor lanras Sukabumi di lingkungan marjinal
Keragaan kacang bogor lanras Sukabumi di lingkungan optimum
 
 
 

15 
16 
16 
16 
17 
17 
17 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) atau yang lebih dikenal
masyarakat dunia dengan nama bambara groundnut adalah salah satu tanaman
kacang-kacangan yang potensial untuk dikembangkan pada program diversifikasi
pangan di Indonesia. Berdasarkan rillis Direktorat Gizi Depertemen Kesehatan RI
(1981), perbedaan kandungan gizi kacang bogor dan beras pada per 100 gram
bahan dapat dimakan (BDD) masing-masing sebagai berikut : Kadar air (kacang
bogor 1%, beras 13%), lemak (kacang bogor 6 g, beras 0.7 g), karbohidrat
(kacang bogor 65 g, beras 79 g), protein (kacang bogor 16 g, beras 6.8 g) dan
kalori (kacang bogor 370 g, beras 360 g). Kandungan kalori yang lebih tinggi dan
komposisi gizi yang cukup seimbang, kacang bogor berpotensi menjadi substitusi
beras sebagai makanan pokok dimasa yang akan datang.
Di Indonesia, petani kacang bogor dapat dijumpai di Jawa Barat pada lahan
terbatas terutama sekitar Bogor, Bandung, Sumedang dan Sukabumi.
Pengusahaan kacang bogor di daerah Bogor sendiri dilakukan kurang intensif
sehingga hasil yang diperoleh sekitar 1.2 ton ha-1 polong kering (Lastini 1978).
Padahal budidaya kacang bogor pada kondisi lingkungan tumbuh optimal di
daerah Zimbabwe, mampu menghasilkan hingga 4 ton ha-1 biji kering (Madamba
1995).
Masih rendahnya produktivitas dan umur kematangan polong yang cukup
lama, yaitu tiga sampai enam bulan menjadikan kacang bogor masih kurang
menarik minat petani. Penelitian kacang bogor di Indonesia pun masih sedikit,
maka sampai saat ini literatur kacang bogor masih terbatas dan masyarakat belum
banyak mengetahui potensinya bila dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya.
Mengingat potensi yang dimiliki kacang bogor, maka upaya untuk
meningkatkan produksi tanaman ini perlu didukung dengan pemahaman yang
memadai terkait budidaya dan pemuliaannya. Kegiatan pemuliaan tanaman tidak
terlepas dari kegiatan seleksi. Informasi terkait hubungan antara hasil dan
komponen hasil sangat penting dalam kegiatan seleksi tanaman. Menurut Johnson
et al. (1955), analisis korelasi antar karakter yang diamati memberikan andil besar
dalam menentukan prosedur seleksi yang lebih efektif dalam menentukan sifat
unggul tanaman.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keragaan karakter dua
lanras kacang bogor yang ditanam pada dua lingkungan tumbuh berbeda.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter lanras Sumedang pada lingkungan
marjinal dengan lingkungan optimal.

2
2. Terdapat perbedaan keragaan karakter lanras Sukabumi pada lingkungan
marjinal dengan lingkungan optimal.
3. Terdapat peubah vegetatif yang berkorelasi positif dengan hasil.
4. Terdapat peubah yang dapat dijadikan sebagai faktor seleksi produksi kacang
bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Genetik dan Keragaman Kacang Bogor
Centre of origin kacang bogor berasal dari benua Afrika, tepatnya daerah
timur laut Nigeria dan Kamerun utara (Goli 1995). Tanaman ini tersebar luas di
seluruh daerah Afrika. Pusat keragaman genetik (The centre of genetic diversity)
tanaman ini diyakini ada di beberapa negara seperti Filipina, India, Indonesia,
Malaysia, Sri-Lanka, Afrika Selatan, dan terutama Brazil (Doku dan Karikari
1971).
Pertama kalinya pengkoleksian dan pengevaluasian plasma nutfah
bambara groundnut dilakukan sekitar abad 19. Menurut Masindeni (2006),
Lembaga penelitian pertanian di Negeria menjadikan pengkoleksian kacang bogor
sebagai misi utama. Sekitar 80 galur sudah terkumpul, diperbanyak, dipelihara,
dan semuanya menjadi subyek untuk percobaan pengevaluasian hasil. The
International Institute of Tropical Agriculture (IITA) di Nigeria sangat ekstensif
mengkoleksi plasma nutfah kacang bogor, sudah terkumpul sekitar 2035 galur
yang diperoleh dari berbagai Negara (Masindeni 2006).
Morfologi Kacang Bogor
Kacang bogor adalah tanaman herbasius, tanaman dengan panjang hari
intermediet, dan termasuk juga tanaman tahunan. Perbedaan pada panjang
internode menghasilkan tiga tipe yaitu bunched, intermediate (semi-bunched) dan
spreading. Tanaman ini memiliki daun majemuk dengan tiga anak daun yang
berbentuk agak elips (Ezedinma dan Maneke 1985). Menurut Masindeni (2006),
warna daun berkisar antara hijau terang sampai hijau gelap. Menurut Doku dan
Karikari (1971), daun kacang bogor berupa daun trifoliate yang muncul dari setiap
buku dengan tangkai daun panjang, tumbuh tegak dan sedikit berambut.
Lebih lanjut NAS (1979) menyatakan bahwa bunga kacang bogor
termasuk tipe bunga kupu-kupu dengan mahkota bunga berwarna kuning muda,
kuning tua kemerah-merahan, dan ada pula yang berwarna merah gelap. Bunga
muncul dari ketiak daun dan tumbuh menyebar dengan panjang tangkai bunga
tidak lebih dari 1.5 cm. Setelah terjadi penyerbukan, tangkai bunga memanjang
dan masuk ke tanah, persis seperti yang terjadi pada kacang tanah.

3

Gambar 1 Morfologi kacang bogor : (1) tangkai daun, (2) bunga,
(3) tangkai polong, (4) polong
Di dalam tanah, polong tersebut membesar berbentuk bulat lonjong. Biji
akan terbentuk setelah 40 hari setelah penyerbukan. Sebagian besar varietas yang
ada menghasilkan polong dengan satu biji, tetapi polong dengan tiga biji sering
ditemukan juga pada koleksi ekotipe di Congo. Saat masak, warna dan ukuran biji
sangat beragam. Warna biji bervariasi dari krem keputihan, coklat, kuning
kecoklatan, merah, berbintik-bintik dan hitam (Doku dan Karikari 1971).
Pada umumnya biji yang berukuran besar berasal dari polong yang berkerut
sedangkan biji yang kecil berasal dari polong yang licin. Kultivar berbiji besar
biasanya mempunyai tipe tanaman yang lebih menyebar (spreading) dan
kematanganya lebih lambat dibandingkan kultivar berbiji kecil (Mergeai 1986).
Syarat Tumbuh Kacang Bogor
Kacang bogor termasuk tanaman hari pendek, dapat dibudidayakan di
daerah tropik sampai ketinggian 1600 m di atas permukaan laut. Tanaman ini
membutuhkan sinar matahari yang cerah dan temperatur tinggi. Tumbuh baik
pada suhu rata-rata 20 oC sampai 28 oC. Daya adaptasi dan tingkat toleransi
terhadap kondisi lingkungan kering, kacang bogor jauh lebih baik dari kacang kacangan lainnya (PROHATI 2010).
Selama fase penyerbukan sampai pembungaan, kacang bogor membutuhkan
curah hujan sedang. Tanaman membutuhkan curah hujan per tahun 500 sampai
600 mm. Kacang bogor termasuk tanaman yang toleran terhadap curah hujan
tinggi, kecuali pada saat pematangan polong. Kacang bogor tumbuh baik pada
tanah dengan drainase baik. Tanaman tetap tumbuh pada tanah yang miskin hara.
Tanaman membutuhkan lingkungan tumbuh dengan kondisi pH 5.0 sampai 6.5
(PROHATI 2010).

4

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2010, di
Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor Darmaga yang memiliki
ketinggian 190 m di atas permukaan laut dan bertipe tanah Latosol.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah dua lanras kacang bogor yang didapatkan dari
petani Sumedang dan Sukabumi. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk
kandang, Urea, SP-36 dan KCl. Penelitian ini menggunakan dua dosis pemupukan.
Pertama, lahan dengan dosis pemupukan 50 kg/ha Urea, 75 kg/ha SP-36 dan 37.5
kg/ha KCl selanjutnya disebut lingkungan marjinal. Kedua lahan dengan dosis
pemupukan 200 kg/ha Urea, 300 kg/ha SP-36 dan 150 kg/ha KCl selanjutnya
disebut lingkungan optimal. Pengendalian hama digunakan Karbofuran.
Alat yang digunakan antara lain alat tulis, timbangan, meteran/penggaris,
kantong benih, label dan alat budidaya.

Gambar 2 Benih kacang bogor
Prosedur Analisis Data
Setiap tanaman pada penelitian ini dijadikan sebagai satu satuan amatan
dengan setiap lanras ditanam pada dua lingkungan tumbuh berbeda. Sehingga
pada penelitian ini terbentuk empat populasi berbeda. Jumlah tanaman yang
tumbuh pada masing-masing lingkungan adalah sebagai berikut : 63 tanaman
lanras Sumedang lingkungan marjinal, 61 tanaman lanras Sumedang lingkungan
optimal, 60 tanaman lanras Sukabumi lingkungan marjinal dan 72 tanaman lanras
Sukabumi lingkungan optimal. Selanjutnya dilakukan pemilihan tanaman
sebanyak 10% pada masing-masing lanras berdasarkan keragaan lebar kanopi
terbaik, sehingga didapatkan 12 tanaman terpilih pada lanras Sumedang dan
13 tanaman terpilih pada lanras Sukabumi.
Pengamatan dilakukan pada beberapa karakter yaitu: lebar kanopi per
tanaman, panjang tangkai daun per tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah

5
buku per tanaman, panjang ruas per tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot
polong basah per tanaman dan bobot polong kering per tanaman. Pengukuran
lebar kanopi per tanaman, dan panjang tangkai daun per tanaman dilakukan pada
saat tanaman telah berbunga. Jumlah polong per tanaman, bobot polong basah per
tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah buku per tanaman dan panjang ruas
per tanaman dilakukan saat setelah kegiatan pemanenan. Pengukuran bobot
polong kering per tanaman dilakukan setelah polong dijemur lima jam selama tiga
minggu hingga kadar air memenuhi syarat simpan.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan uji F,
uji t dan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya hubungan kausal diantara variabel-variabel
maka dipergunakan analisis korelasi.

Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan lahan berupa pengolahan
lahan, pembuatan petakan dan pemberian pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha
yang dilakukan dua minggu sebelum tanam. Penanaman menggunakan jarak
tanam 60 cm x 60 cm pada lubang tanam yang dibuat dengan bantuan tugal tanam.
Jarak tanam ini lebih lebar dari jarak tanam yang biasa dipakai oleh para petani.
Hal ini diharapkan tanaman mampu tumbuh optimal memperagakan potensi hasil
terbaiknya. Setiap lubang tanam ditanam satu biji benih kacang bogor dan
diberikan karbofuran dengan dosis 30 kg/ha.
Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur pada lubang yang dibuat di
samping tiap tanaman. Pupuk diberikan sekaligus pada saat 14 hari setelah tanam
(HST) atau setelah semua tanaman berkecambah. Petakan dengan dosis
pemupukan 50 kg/ha Urea, 75 kg/ha SP-36, dan 37.5 kg/ha KCl selanjutnya
disebut lingkungan marjinal. Petakan dengan dosis pemupukan 200 kg/ha Urea,
300 kg/ha SP-36, dan 150 kg/ha KCl selanjutnya disebut lingkungan optimal.
Masing-masing lanras ditanam pada dua lingkungan tersebut, sehingga terdapat
empat populasi berbeda yaitu lanras Sumedang lingkungan marjinal, lanras
Sumedang lingkungan optimal, lanras Sukabumi lingkungan marjinal dan lanras
Sukabumi lingkungan optimal.
Pengendalian gulma dan pembumbunan dilakukan bersamaan pada saat
tanaman berumur 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST. Hal ini
dimaksudkan agar tanaman bisa tumbuh dengan optimal dan mampu
memperagakan potensi hasil terbaiknya. Seperti halnya bunga kacang tanah,
setelah diserbuki tangkai bunga kacang bogor akan memanjang dan masuk ke
dalam permukaan tanah. Namun tangkai polong yang dimiliki kacang bogor tidak
sekuat dan sepanjang kacang tanah. Sehingga penyiapan lingkungan tumbuh
dengan tanah gembur dan bisa dijangkau tangkai polong akan membantu tanaman
dalam proses pembentukan dan pengisian polong. Tidak dilakukan pengendalian
hama pengganggu tanaman selama pertumbuhan, eradikasi dilakukan pada
tanaman terserang penyakit.
Tanaman dipanen pada usia 122 HST atau pada saat sebagian besar daun
telah luruh dan polong telah bernas dengan biji yang telah mengeras ditandai
perubahan pada warna kulit ari biji. Dua belas tanaman terpilih pada lanras

6
Sumedang dan 13 tanaman terpilih pada lanras Sukabumi dipanen dengan cara
dicabut/digali menggunakan garpu. Hal ini dilakukan agar tidak ada polong yang
tertinggal di dalam tanah. Polong setiap tanaman kemudian dimasukkan ke dalam
masing-masing kantong kertas yang sudah disiapkan. Brangkasan dipisahkan
untuk kemudian diamati. Semua tanaman tidak terpilih dipanen sama seperti
halnya tanaman terpilih, dicabut, polong dimasukkan ke dalam kantong dan
brangkasan diikat untuk kemudian diamati.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Secara keseluruhan benih kacang bogor mulai tumbuh pada 2 MST. Data
iklim pada dua bulan pertama (Juni dan Juli) menunjukkan kondisi cukup baik
bagi pertumbuhan tanaman (Lampiran 1) . Pada 4 MST, populasi keseluruhan
tanaman mencapai 90%. Kondisi iklim yang cukup baik, penggunaan pupuk
kandang dan lingkungan tumbuh yang menunjang bagi pertumbuhan kacang
bogor (fase vegetatif) juga menyebabkan banyaknya gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman. Sehingga diperlukan perawatan tanaman (pengendalian gulma
dan pembumbunan) yang intensif. Beberapa gulma yang banyak tumbuh di lahan
penelitian ini diantaranya Axonopus compressus (papahitan), Borreria laevis,
Cleome rutidosperma (mamam), Mimosa pudica (putri malu) dan Cyperus
kyllingia (teki) (Gambar 3).

Gambar 3 Gulma pada pertanaman kacang bogor : Cleome rutidosperma
(kiri), Borreria laevis (tengah), dan Cyperus kyllingia (kanan)
Memasuki bulan ketiga dan keempat (Agustus dan September) terjadi
peningkatan curah hujan, intensitas penyinaran dan kelembaban. Kondisi ini
memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit. Beberapa tanaman terserang
penyakit busuk pangkal batang (Gambar 4). Penyakit ini disebabkan oleh
cendawan Scelerotium rolfsii. Awalnya timbul hifa cendawan seperti bulu halus
berwarna putih pada bagian pangkal batang, kemudian meluas dan menyebar ke
tangkai
daun.
Pengendalian
yang
dilakukan
untuk
mencegah
penyebaran/penularan pada tanaman lain adalah dengan cara mencabut dan
membuang jauh tanaman yang terserang penyakit tersebut.

7

Gambar 4. Tanaman kacang bogor terserang penyakit busuk pangkal batang
Penyakit lain yang menyerang pertanaman adalah bercak daun, penyakit ini
disebabkan oleh Cercospora sp. Gejala penyakit ini adalah munculnya bercak
kecil yang kemudian membesar dan selanjutnya daun menjadi kering. Penyakit
bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif dan sering dihubungkan dengan
ciri tanaman yang siap panen.
Hama pengganggu tanaman yang teramati menyerang pertanaman adalah
belalang (Valanga nigricornis). Hama ini memakan daun pertanaman namun tidak
sampai pada tingkat bisa menurunkan hasil. Hama lain yang menyerang
pertanaman adalah kutu daun (Aphis sp). Akibat tusukan kutu daun, daun kacang
bogor menjadi berlubang-lubang kecil.

Evaluasi Keragaan Populasi
Hasil uji kehomogenan ragam (uji F) populasi lanras Sumedang dan
Sukabumi pada semua karakter yang diamati menunjukkan bahwa ragam panjang
ruas tanaman pada lingkungan marjinal dan lingkungan optimal masing-masing
lanras berbeda (heterogen), sedangkan pada karakter lainnya menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata. Artinya ragam tanaman pada lingkungan marjinal dan
lingkungan optimal karakter lebar kanopi, panjang tangkai daun, jumlah polong,
bobot polong basah, bobot polong kering, jumlah cabang dan jumlah ruas pada
masing-masing lanras adalah sama (Lampiran 2).
Hasil uji nilai tengah (uji t) antara lanras Sumedang lingkungan marjinal dan
lingkungan optimal pada karakter lebar kanopi, jumlah polong, bobot polong
basah, bobot polong kering, jumlah cabang, jumlah buku dan panjang ruas
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 1). Pada karakter lebar kanopi,
bobot polong basah, bobot polong kering, jumlah cabang, jumlah buku dan
panjang ruas tanaman pada lingkungan marjinal memiliki nilai tengah lebih besar
dari tanaman pada lingkungan optimal. Dengan demikian tanaman pada
lingkungan marjinal memiliki keragaan yang lebih baik pada karakter tersebut.
Hasil uji t pada karakter panjang tangkai daun menunjukkan hasil tidak berbeda
nyata, sehingga untuk karakter panjang tangkai daun kedua lingkungan tersebut
adalah sama. Maka untuk kepentingan pengujian berikutnya, tanaman pada
lingkungan marjinal mewakili karakter lebar kanopi, jumlah polong, bobot polong
basah, bobot polong kering, jumlah cabang, jumlah buku, panjang ruas dan
karakter panjang tangkai daun diwakili oleh tanaman pada lingkungan optimal.

8
Tabel 1 Hasil uji nilai tengah masing-masing karakter pada dua lanras kacang
bogor di lingkungan marginal dan optimal
Karakter

M

Sumedang
O

Pr>t

M

Sukabumi
O

Pr>t

LK (cm)
64.91± 8.99
58.52±10.72 0.000**
60.27± 9.38
61.74± 8.45 0.346
PTD (cm)
18.36± 2.48
17.46± 2.67 0.056
17.33± 2.75
18.61± 3.16 0.015*
73.51±19.84
49.54±21.31 0.000**
69.73±22.36
61.38±20.85 0.028 *
JP
BPB (gram) 213.84± 70.20 125.08± 57.18 0.000** 163.92± 61.53 164.46± 62.68 0.96
BPK (gram) 76.57±25.51
49.20±21.74 0.000**
66.37±24.76
61.76±23.55 0.277
5.32± 0.82
3.39± 0.80 0.000**
3.60± 0.83
4.64± 0.92 0,000**
JC
15.91± 4.62
13.61± 3.94 0.004**
16.96± 3.36
15.24± 3.67 0.006**
JB
8.93± 1.41
7.97± 0.95 0.000**
8.09± 1.04
9.40± 3.04 0.001**
PR (mm)
Keterangan : M: marjinal, O: optimal, LK: lebar kanopi, PTD: panjang tangkai daun, JP: jumlah
polong, BPB : bobot polong basah, BPK: bobot polong kering, JC: jumlah cabang,
JB: jumlah buku, PR: panjang ruas, * : berbeda nyata pada taraf 5%, dan **: berbeda
nyata pada taraf 1%

Hasil uji t antara lanras Sukabumi lingkungan marjinal dan lingkungan
optimal pada karakter tangkai daun, jumlah polong, jumlah cabang, jumlah buku
dan panjang ruas menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 1). Karakter
jumlah buku dan jumlah polong tanaman pada lingkungan marjinal memiliki nilai
tengah lebih besar dari tanaman pada lingkungan optimal. Dengan demikian
tanaman pada lingkungan marjinal memiliki keragaan dan potensi hasil yang lebih
baik pada karaktet tersebut. Tanaman pada lingkungan optimal memiliki keragaan
karakter panjang tangkai daun, jumlah cabang dan panjang ruas lebih baik dari
lingkungan marjinal. Hasil uji t pada karakter lebar kanopi, BPB dan BPK
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, untuk kepentingan pengujian
selanjutnya ketiga karakter tanaman pada lingkungan marjinal dan lingkungan
optimal tersebut disatukan menjadi satu populasi yaitu Sukabumi.
Hasil uji t karakter lebar kanopi antara populasi Sumedang lingkungan
marjinal dan populasi Sukabumi menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan bahwa lanras Sumedang lingkungan marjinal dan populasi
Sukabumi memiliki nilai tengah lebar kanopi berbeda. Nilai tengah lebar kanopi
populasi Sumedang marjinal (64.91±9.00 cm) lebih besar dari nilai tengah
populasi Sukabumi (61.07± 8.88 cm).
Hasil uji t karakter panjang tangkai daun antara populasi Sumedang dan
populasi Sukabumi lingkungan optimal menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
(Tabel 2) dengan nilai koefisien keragaman (KK) populasi Sukabumi optimal
(16.79%) lebih besar dari nilai KK (14.53%) populasi Sumedang. Pada karakter
jumlah polong, hasil uji t antara populasi Sumedang marjinal dan populasi
Sukabumi marjinal menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Dengan
demikian nilai tengah jumlah polong lanras Sumedang lingkungan marjinal
(73.51±19.84) sama dengan nilai tengah lanras Sukabumi lingkungan marjinal
(69.73±22.36). Namun nilai KK lanras Sukabumi lingkungan marjinal (32.07%)
lebih besar dari nilai KK lanras Sumedang lingkungan marjinal (27.00%).

9
Tabel 2 Hasil uji nilai tengah kacang bogor lanras Sumedang dan Sukabumi
Karakter
LK (cm)
PTD (cm)
JP
BPB (gram)
BPK (gram)
JC
JB
PR (mm)

Sumedang
64.91± 9.00 (M)
17.92± 2.60 (SMD)
73.51±19.84 (M)
213.84±70.20 (M)
76.57±25.51 (M)
5.32± 0.82 (M)
15.90± 4.62 (M)
8.93± 1.41 (M)

Sukabumi
61.07± 8.99 (SKB)
18.61± 3.12 (O)
69.73±22.36 (M)
164.21±61.92 (SKB)
63.86±24.12 (SKB)
4.64± 0.92 (O)
16.96± 3.36 (M)
9.40± 3.04 (O)

Pr>t
0.005**
0.096
0.324
0.000**
0.001**
0.000**
0.149
0.24

Keterangan : SMD : Sumedang, SKB : Sukabumi, M : marjinal, O : optimal, LK : lebar kanopi,
PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot polong basah, BPK :
bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku, PR :panjang ruas, * :
berbeda nyata pada taraf 5%, dan **: berbeda nyata pada taraf 1%

Pada karakter BPB, BPK dan jumlah cabang, dari hasil uji t menunjukkan
hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tengah BPB, BPK dan
jumlah cabang masing-masing populasi tersebut berbeda. Nilai tengah BPB
(213.84±70.20 gram) dan BPK (76.57±25.51 gram) lanras Sumedang lingkungan
marjinal lebih besar dari BPB (164.21±61.92 gram) dan BPK (63.86±24.12 gram)
lanras Sukabumi. Pada nilai tengah jumlah cabang, lanras Sumedang lingkungan
marjinal (5.32±0.82) lebih besar dari lanras Sukabumi lingkungan optimal
(4.64±0.92).
Hasil uji t pada karakter jumlah buku antara lanras Sumedang lingkungan
marjinal dan lanras Sukabumi lingkungan marjinal menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tengah jumlah buku populasi
Sumedang marjinal sama dengan populasi Sukabumi marjinal. Namun, lanras
Sumedang lingkungan marjinal memiliki nilai KK (29.06%) lebih besar dari
lanras Sukabumi lingkungan marjinal (19.82%). Pada karakter panjang ruas,
lanras Sumedang lingkungan marjinal dan lanras Sukabumi lingkungan optimal
memiliki nilai tengah yang sama, akan tetapi lanras Sukabumi lingkungan optimal
memiliki nilai KK (32.32%) lebih besar dari lanras Sukabumi lingkungan marjinal
(15.83%). Dengan demikian lanras Sumedang marjinal memiliki potensi untuk
dikembangkan pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang, BPB dan BPK serta
memiliki keragaman pada karakter jumlah buku, sedangkan lanras Sukabumi
memiliki keragaman pada karakter panjang tangkai daun, jumlah polong dan
panjang ruas.

Korelasi Antar Karakter
Korelasi antar sifat tanaman merupakan hal yang penting dalam kegiatan
seleksi tanaman. Menurut Kasno et al. (1983) korelasi dapat dijadikan petunjuk
bagi sifat yang mungkin digunakan sebagai indikator bagi sifat-sifat yang
dikehendaki. Selanjutnya Bari, Musa dan Sjamsudin (1974) mengemukakan

10
bahwa bila dua sifat mempunyai korelasi genotipe positif tinggi maka seleksi
dapat dilakukan terhadap sifat yang lebih mudah diukur.
Berdasarkan dari hasil banyak penelitian menyatakan bahwa lebar kanopi
memiliki korelasi positif dengan karakter produksi, maka komponen yang
membentuk lebar kanopi seperti jumlah cabang, jumlah buku dan panjang ruas
diduga secara langsung akan berkorelasi dengan karakter produksi (jumlah polong,
bobot polong basah dan bobot polong kering) yang diamati pada penelitian ini.
Lanras Sumedang
Tabel 3 menyajikan data hasil analisis korelasi antar karakter yang diamati
pada lanras Sumedang lingkungan marjinal. Karakter jumlah cabang tidak
berkorelasi dengan semua karakter yang diamati. Karakter panjang ruas hanya
berkorelasi positif dengan karakter lebar kanopi dan tidak berkorelasi dengan
karakter lainnya. Karakter jumlah buku berkorelasi positif dengan semua karakter
produksi .

Tabel 3 Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sumedang di
lingkungan marjinal
LK
PTD
JP
BPB
BPK
JC
JB
**
PTD
0.487
JP
0.400** 0.454**
BPB
0.385** 0.452** 0.839**
BPK
0.473** 0.488** 0.762** 0.833**
JC
0.099
0.086
-0.085
-0.083
0.074
JB
0.205
0.275** 0.517** 0.372** 0.482** 0.061
PR
0.263*
0.220
0.090
0.132
0.219
0.075
0.057
Keterangan : LK: lebar kanopi, PTD: panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK: bobot polong kering, JC: jumlah cabang, JB: jumlah buku, PR :
panjang ruas, * : berkorelasi nyata pada taraf 5%, dan ** berkorelasi nyata pada
taraf 1%

Lebar kanopi berkorelasi positif dengan semua karakter produksi (jumlah
polong, bobot polong basah dan bobot polong kering). Jumlah polong berkorelasi
positif dengan bobot polong basah dan bobot polong kering. Hasil penelitian
Damayanti (1991), Goli et al. (1997) dan Masindeni (2006) menyatakan bahwa
jumlah polong berkorelasi positif dengan bobot polong basah dan bobot polong
kering per tanaman.
Hasil analisis korelasi antar karakter lanras Sumedang lingkungan optimal
disajikan pada Tabel 4. Lebar kanopi berkorelasi positif dengan semua karakter
produksi (jumlah polong, BPB, dan BPK) . Jumlah polong berkorelasi positif
dengan bobot polong basah dan bobot polong kering. Hasil penelitian Damayanti
(1991), Goli et al. (1997) dan Masindeni (2006) menyatakan bahwa jumlah
polong berkorelasi positif dengan bobot polong basah dan bobot polong kering
per tanaman.

11
Tabel 4 Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sumedang di
lingkungan optimal
LK
PTD
JP
BPB
BPK
JC
JB
**
PTD
0.419
**
JP
0.412** 0.410
**
BPB
0.687**
0.552** 0.600
**
BPK
0.620** 0.890**
0.503** 0.583
JC
0.367** 0.383** 0.699** 0.550**
0.267*
**
JB
0.665** 0.762** 0.803** 0.370**
0.401** 0.593
**
PR
0.496** 0.600** 0.513** 0.369** 0.599**
0.363** 0.495
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas, * : berkorelasi nyata pada taraf 5%, dan **: berkorelasi nyata
pada taraf 1%

Lanras Sukabumi
Lebar kanopi berkorelasi positif pada taraf 1% dengan tangkai daun,
jumlah cabang. Jumlah buku, panjang ruas, jumlah polong, bobot polong basah
dan bobot polong kering per tanaman (Tabel 5). Jumlah cabang berkorelasi positif
pada taraf 1% dengan jumlah buku, panjang ruas, jumlah polong, bobot polong
basah dan bobot polong kering. Jumlah buku berkorelasi positif pada taraf 1%
dengan jumlah cabang, jumlah polong, bobot polong basah dan bobot polong
kering per tanaman. Jumlah polong per tanaman berkorelasi positif dengan bobot
polong basah dan bobot polong kering per tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Damayanti (1991), Goli et al, (1997), dan Masindeni (2006), bahwa
jumlah polong per tanaman berkorelasi positif dengan bobot polong basah dan
bobot polong kering per tanaman.

Tabel 5 Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sukabumi di
lingkungan marjinal
LK
PTD
JP
BPB
BPK
JC
JB
**
PTD
0.425
JP
0.649** 0.207
BPB
0.817**
0.558** 0.199
BPK
0.757** 0.922**
0.513** 0.163
JC
0.732** 0.618** 0.550**
0.512** 0.148
JB
0.709** 0.713** 0.674** 0.677**
0.418** 0.227
PR
0.513** 0.475** 0.401** 0.621** 0.604**
0.445** 0.127
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas, * : berkorelasi nyata pada taraf 5%, dan **: berkorelasi nyata
pada taraf 1%

12
Tabel 6 menyajikan data hasil analisis korelasi antar karakter lanras
Sukabumi pada lingkungan optimal. Lebar kanopi berkorelasi positif pada taraf
1 % dengan karakter tangkai daun, jumlah cabang, jumlah polong, bobot polong
basah, bobot polong kering dan berkorelasi positif pada taraf 5% dengan karakter
panjang ruas.

Tabel 6 Korelasi antar karakter pada kacang bogor lanras Sukabumi di
lingkungan optimal

PTD
JP
BPB
BPK
JC
JB
PR

LK

PTD

JP

BPB

BPK

JC

JB

0.524**
0.415**
0.577**
0.508**
0.348**
0.182
0.272*

0.204**
0.357**
0.322**
0.282*
0.370**
0.184

0.753**
0.706**
0.311**
0.430**
0.263*

0.914**
0.398**
0.484**
0.322**

0.392**
0.429**
0.296*

0.145
0.075

0.230

Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas, * : berkorelasi nyata pada taraf 5%, dan **: berkorelasi nyata
pada taraf 1%

Karakter jumlah cabang berkorelasi positif pada taraf 1 % dengan lebar
kanopi, jumlah polong, bobot bacah polong, bobot polong kering dan berkorelasi
positif pada taraf 5 % dengan karakter tangkai daun. Jumlah buku berkorelasi
positif pada taraf 1 % dengan tangkai daun, jumlah polong, bobot polong basah
dan bobot polong kering per tanaman. Jumlah polong berkorelasi positif pada
taraf 1 % dengan bobot polong basah dan bobot polong kering.

Evaluasi Keragaan Tanaman Terpilih
Tanaman terpilih merupakan tanaman dengan lebar kanopi paling lebar
yang diambil sebanyak 10% dari total tanaman pada setiap lanras. Pemilihan ini
untuk menguji hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa karakter vegetatif yang
konsisten berkorelasi positif dengan karakter hasil (jumlah polong, BPB, dan
BPK) adalah lebar kanopi dan jumlah buku. Seleksi tanaman berdasarkan
keragaan lebar kanopi jauh lebih mudah dilakukan di lapang ketimbang pemilihan
berdasarkan jumlah buku.
Uji nilai tengah antara tanaman terpilih dengan tanaman asal dilakukan
untuk mengetahui apakah pemilihan tanaman berdasarkan lebar kanopi terbaik
akan memberikan hasil yang terbaik pula. Pada lanras Sumedang terdapat
12 tanaman terpilih dan 124 tanaman asal. Pada lanras Sukabumi terdapat
13 tanaman terpilih dan 132 tanaman asal.

13
Tabel 7 menyajikan data hasil uji nilai tengah antara tanaman terpilih
dengan tanaman asal pada masing-masing lanras. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pemilihan tanaman berdasarkan lebar kanopi terbaik pada lanras Sumedang
memberikan hasil yang berbeda nyata pada karakter jumlah polong, jumlah buku,
panjang ruas pada taraf 1% dan berbeda nyata pada taraf 5% pada karakter bobot
polong basah, bobot polong kering, dan jumlah cabang. Tanaman hasil pemilihan
berdasarkan lebar kanopi terbaik memiliki karakter dengan nilai tengah yang lebih
besar dari nilai tengah populasi asalnya.

Tabel 7 Hasil uji t tanaman terpilih dengan tanaman asal pada masing-masing
lanras kacang bogor
Karakter

Lanras Sumedang
Tanaman
Tanaman
asal
terpilih

Pr>t

Lanras Sukabumi
Tanaman
Tanaman
asal
terpilih

LK (cm)
60.13± 9.48
77.08± 2.73 0.000** 59.64± 8.12
74.15± 2.63
PTD (cm)
17.78± 2.64
19.21± 1.80 0.070
17.78± 2.98
20.31± 2.42
JP
59.46±22.44
82.83±26.37 0.001** 62.65±20.60
88.31±20.13
BPB (gram) 164.57± 76.19 222.50± 76.91 0.014* 158.04±60.14 220.69±49.62
BPK (gram)
61.46±27.15
78.42±25.22 0.041*
62.03±23.42
80.62±24.90
4.28± 1.25
5.25± 1.06 0.010*
4.10± 1.00
4.77± 1.01
JC
JB
14.43± 4.12
18.03± 5.97 0.007** 15.68± 3.57
19.13± 2.56
8.38± 1.32
9.21± 0.73 0.003**
8.55±1.36
11.01± 6.37
PR (mm)

Pr>t
0.000**
0.004**
0.000**
0.000**
0.008**
0.024*
0.001**
0.190

Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas, * : berbeda nyata pada taraf 5%, dan **: berbeda nyata pada
taraf 1%

Hasil pengujian pada lanras Sukabumi menunjukkan hasil yang berbeda
nyata pada karakter panjang tangkai daun, jumlah polong, bobot polong basah,
bobot polong kering, jumlah cabang dan jumlah buku. Tanaman hasil pemilihan
berdasarkan lebar kanopi terbaik memiliki karakter dengan nilai tengah yang lebih
besar dari nilai tengah populasi asalnya (Tabel 7).
Dengan demikian pemilihan tanaman berdasarkan lebar kanopi terbaik
mampu menghasilkan tanaman dengan keragaan karakter yang lebih baik dari
populasi asalnya. Maka dengan menyeleksi tanaman kacang bogor berdasarkan
lebar kanopi terbaik, diharapkan akan mendapat tanaman dengan potensi hasil
yang tinggi.

14

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lanras Sumedang dan Sukabumi yang ditanam pada dua lingkungan
tumbuh berbeda di Kebun Percobaan Leuwikopo memberikan keragaman yang
sama kecuali pada karakter panjang ruas. Hasil uji nilai tengah menunjukkan
bahwa lanras Sumedang lingkungan marjinal memiliki potensi untuk
dikembangkan pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah buku, bobot
polong basah dan bobot kering polong. Pada lanras Sukabumi, tanaman pada
lingkungan marjinal memiliki potensi untuk dikembangkan pada karakter jumlah
polong dan tanaman pada lingkungan optimal memiliki potensi untuk
dikembangkan pada karakter panjang tangkai daun dan panjang ruas. Hasil
analisis korelasi antar karakter, karakter vegetatif yang konsisten berkorelasi
positif dengan hasil adalah lebar kanopi dan jumlah buku. Di lapangan,
pengamatan lebar kanopi jauh lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
pengamatan jumlah buku tanaman. Pada penelitian ini, pemilihan tanaman
berdasarkan lebar kanopi terbaik memberikan hasil yang lebih baik daripada
tanaman asalnya.
Saran
Kegiatan evaluasi dan karakterisasi lanras kacang bogor yang ada di
Indonesia masih harus terus dilakukan. Pengamatan terhadap tipe lebar kanopi
perlu dilakukan untuk menduga pengaruhnya terhadap bobot polong basah per
tanaman, jumlah polong bernas dan jumlah polong cipo.

DAFTAR PUSTAKA
Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. United States of America (US) :
John Willey and Sons, Inc.
Bahar H, Zen S. 1993. Parameter genetik, pertumbuhan tanaman, hasil dan
komponen hasil jagung. Zuriat 4(1):4-8.
Bari A, Musa S, Sjamsudin E. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bogor
(ID) : IPB Pr.
Damayanti A. 1991. Pengaruh pemilahan warna benih terhadap hasil dan
komponen hasil kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
[Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Gizi. 1981. Nilai gizi beberapa jenis
legum pangan bentuk biji dan beras (per 100 g BDD). Jakarta (ID):
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Doku EV, Karikari SK. 1971. Bambara groundnut. Economic Botany 25(3):255262.

15
Ezedinma FOC, Maneke FO. 1985. Preliminary studies on bambara groundut
(Voandeia subterranean Thouars) in derivied savanna belt of Nigeria. Trop.
Grain Legume Bull. 31:39-44.
Goli AEF. 1995. Bibliography review. Di dalam :J. Heller Begemann and J.
Mushonga, editor. Proceeding of the Workshop on Conservation and
Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranean (L.) Verdcourt);
1995 November 14-16; Harare, Zimbabwe. Harare (ZW): International Plant
Genetik Resources Institute. Hlm 4-10.
Goli AEF, Begemann, N. Q. Ng. 1997. Characterization and evaluation of iita’s
bambara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Di dalam : Heller,
J., F. Begemann and J. Mushonga, editor. Promoting the Conservation and
Use of Underutilized and Neglected Crops. Italy (IT) : International Plant
genetic Resources Institute Rome. hlm 101-118.
Johnson RW, Robinson HF, Constock RE. 1955. Genotipe and phenotypic
correlation in soybean and their implication in selection. Agron. J. 47:477480.
Kasno A, Bari A, Mattjik AA, Subandi, Somaatmadja S. 1983. Pendugaan
parameter genetic sifat-sifat kuantitatif kacang tanah dalam beberapa
lingkungan tumbuh dan penggunaannya dalam seleksi. Penelitian Pertanian
3(1):44-48.
Lastini. 1978. Cara bercocok tanam kacang bogor (Voandzeia subterranea) di
daerah parung [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Madamba R. 1995. Breeding Bambara Groundnut varietas Suitable for Zimbabwe
Condition. Proceeding of
The Workshop on Conservation and
Improvement of Bambara Goundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.). vol.
9 : 128-134. Zimbabwe [ZW] : International Plant Genetic Resources
Institute.
Masindeni DR. 2006. Evaluation of bambara groundnut (Vigna subterranea) for
yield stability and yield related characteristics [disertasi]. Zimbabwe (ZW) :
University of The Free State.
Mergeai G. 1986. Bambara groundnut collecting in Togo. Plant Gen. 67:38-40.
[NAS] National Academy of Sciences. 1979. Tropical Legume : Resources for the
future. National Academy of Sciences. Washington DC. 331p.
[PROHATI] Plant Resources of South-East Asia – PROSEA dan Yayasan
KEHATI. 2010. Detil Data Vigna subterranean (L.) Verdcourt.
PROHATI.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:cSCoJoj
ZLKgJ:www.PROHATInet.org/prohati2/browser.php%3Fdocsid%3D213+k
acang+bogor+vigna+subterranea&cd=12&hl=id&ct=clnk=id&client=firefo
x-a [5 Desember 2010].
Rukmana, Oesman. 2000. Kacang Bogor Budidaya dan prospek Usaha Tani.
Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. B. Sumantri,
penerjemah. Jakarta (ID) : PT. Gramedia. Terjemahan dari : Principles and
Procedures of Statistics

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data iklim bulan Juni sampai Oktober 2010 di Darmaga
Temperatur (0C)

Bulan

Curah
hujan

Ratarata
Maks
Min
(mm)
Juni
25.89
31.24
23.13
303.40
Juli
25.78
31.45
22.92
270.40
Agustus
25.75
31.78
22.72
477.60
September
25.29
31.38
22.78
601.00
Oktober
25.40
31.50
22.70
436.20
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga

Penyinaran matahari
Lama
Intensitas
(%)
(Cal/cm2/hari)
54.44
253.00
63.13
272.00
69.31
317.00
60.77
355.00
53.50
284.00

Kelembaban
(mm)
85.85
83.58
83.97
83.75
86.00

Lampiran 2 Data hasil uji kehomogenan ragam karakter kacang bogor di
lingkungan marginal dan optimal pada kedua lanras
Peubah

Lebar kanopi
Panjang tangkai daun
Jumlah polong
BPB
BPK
Jumlah cabang
Jumlah buku
Panjang ruas

Sumedang
Sukabumi
Marjinal vs Optimal
Marjinal vs Optimal
……………….. Pr>f …………………
0.059
0.400
0.565
0.312
0.579
0.569
0.113
0.888
0.215
0.683
0.864
0.384
0.216
0.485
0.002
0,000

Lampiran 3 Perbedaan sebaran polong tanaman kacang bogor berdasarkan lebar
kanopi

Keterangan : Tanaman dengan kanopi lebar (kiri) dan tanaman dengan
kanopi sempit (kanan)

17
Lampiran 4 Keragaan kacang bogor lanras Sumedang di lingkungan marjinal
Sumedang Marjinal (N:63)
Peubah
Simpangan
Maks
Min Rataan
Ragam
KK
baku
LK (cm)
83.000
37.500 64.913
8.999
80.988
13.864
PTD (cm)
27.000
12.600 18.356
2.480
6.150
13.510
JP
110.000
24.000 73.508
19.844
393.770
26.995
BPB (gram) 372.000
88.000 213.841
70.198 4,927.749
32.827
BPK (gram) 126.000
30.000 76.571
25.514
650.959
33.320
JC
7.000
4.000
5.317
0.820
0.672
15.414
JB
26.667
8.667 15.905
4.622
21.360
29.058
PR (mm)
11.333
3.290
8.931
1.413
1.998
15.827
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas.

Lampiran 5 Keragaan kacang bogor lanras Sumedang di lingkungan optimal
Sumedang Optimal (N:61)
Peubah
Simpangan
Maks
Min
Rataan
Ragam
KK
baku
LK (cm)
0.553
8.933
6.533
10.953
6.787
0.110
PTD (cm)
24.500
12.000
17.464
2.670
7.127 15.287
JP
140.000
11.000
49.541
21.307
453.986 43.009
BPB (gram)
302.000
24.000 125.082
57.177 3269.177 45.711
BPK (gram)
96.000
8.000
49.197
21.738
472.527 44.185
JC
6.000
3.000
3.393
0.802
0.643 23.623
JB
21.333
6.667
13.607
3.940
15.524 28.957
PR (mm)
10.000
4.875
7.967
0.947
0.897 11.885
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas.

Lampiran 6 Keragaan kacang bogor lanras Sukabumi di lingkungan marjinal
Sukabumi marjinal (N:60)
Peubah
Simpangan
Maks
Min
Rataan
Ragam
KK
baku
LK (cm)
79.000
36.000
60.267
9.376
87.902 15.557
PTD (cm)
22.200
11.000
17.333
2.750
7.560 15.862
JP
134.000
26.000
69.733
22.364
500.131 32.070
BPB (gram)
300.000
42.000 163.917
61.529 3785.874 37.537
BPK (gram)
116.000
11.000
66.367
24.755
612.812 37.300
JC
6.000
2.000
3.600
0.827
0.685 22.986
JB
23.000
8.333
16.961
3.363
11.304 19.822
PR (mm)
11.000
5.833
8.058
1.036
1.074 12.862

18
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB : jumlah buku,
PR : panjang ruas.

Lampiran 7 Keragaan kacang bogor lanras Sukabumi di lingkungan optimal
Sukabumi Optimal (N:72)
Peubah
Simpangan
Maks
Min
Rataan
Ragam
KK
baku
LK (cm)
78.000
36.000
61.736
8.448
71.373 13.684
PTD (cm)
25.800
11.500
18.613
3.125
9.765 16.789
JP
107.000
14.000
61.375
20.849
434.660 33.969
BPB (gram)
302.000
49.000 164.458
62.679 3928.702 38.113
BPK (gram)
130.000
18.000
61.764
23.548
554.521 38.126
JC
6.000
3.000
4.639
0.924
0.854 19.917
JB
24.000
8.333
15.241
3.674
13.500 24.108
PR (mm)
32.000
4.667
9.403
3.039
9.236 32.321
Keterangan : LK : lebar kanopi, PTD : panjang tangkai daun, JP : jumlah polong, BPB : bobot
polong basah, BPK : bobot polong kering, JC : jumlah cabang, JB :jumlah buku,
PR : panjang ruas.

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Juni 1987 dari ayah Manap dan
ibu Eni. Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara. Tahun 2006 penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Leuwiliang Bogor dan pada tahun yang sama penulis
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010. Penulis juga
pernah aktif dalam Lembaga Dakwah Fakultas Forum Komunikasi Rohis
Departemen Fakultas Pertanian (FKRD-A) 2009-2010.
Penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan
dua proposal PKMM berhasil didanai DIKTI.