Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM DENGAN BIJI
NANGKA SEBAGAI PREBIOTIK

UMI KARTIKA SAFITRI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Minuman
Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai Prebiotik adalah benar karya saya
dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Umi Kartika Safitri
NIM F24090086

ABSTRAK
UMI KARTIKA SAFITRI. Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka
sebagai Prebiotik. Dibimbing oleh WINIATI P RAHAYU dan SULIANTARI.
Biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) mengandung serat pangan
sehingga potensinya sebagai prebiotik dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
minuman susu asam. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula minuman
susu asam dengan kandungan bakteri asam laktat (BAL) yang aktif, tingkat
kesukaan yang dapat diterima, dan diketahui mutu kimianya. Perlakuan yang
diteliti adalah pengaruh jumlah tepung biji nangka yang ditambahkan (4, 5, dan
6%(b/v)) dan dua jenis BAL yang digunakan (Lactobacillus plantarum dan
Lactobacillus brevis). Pemilihan formula dilakukan dengan analisis total BAL,
nilai pH, dan mutu sensori. Formula terpilih dari penelitian ini adalah minuman
susu asam L. brevis dengan tepung biji nangka 4%(b/v). Total BAL formula
tersebut yaitu 10.59 log cfu/mL. Formula tersebut memiliki mutu sensori netral
hingga agak disukai untuk atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall.
Formula tersebut mempunyai kandungan kimia dalam %(b/b) sebagai berikut:

kadar air 78.16%, kadar abu 2.34%, kadar lemak 2.85%, kadar protein 3.15%,
kadar karbohidrat 13.51%, dan kadar asam laktat 1.73%.
Kata kunci: bakteri asam laktat, biji nangka, fermentasi, susu asam

ABSTRACT
UMI KARTIKA SAFITRI. Acid Milk Formulation with Jackfruit Seeds as
Prebiotic. Supervised by WINIATI P RAHAYU and SULIANTARI.
Jackfruit seeds (Artocarpus heterophyllus Lam.) contain dietary fibre, so that
its potential as prebiotic can be used to make acid milk drink. This research
aimed to obtain the synbiotic drink formula that contain active lactic acid
bacteria (LAB), preferable of hedonic level and its chemical properties were
known. Treatments of this research were effect of the number of jackfruit seed
flour added (4, 5, 6%(w/v)) and two LAB used (Lactobacillus plantarum and
Lactobacillus brevis). Formula to be selected by viable number of LAB analysis,
pH value, and sensory quality. Selected formula was fermented milk drink
produced by L. brevis with jackfruit seed flour 4%(w/v)). Viable number of LAB
of that formula was 10.59 log cfu/mL. The sensory quality of that formula was
neutral until rather preferable for color, flavour, taste, texture, and overall. The
formula has chemical content (%b/b), that were, moisture content 78.16%, ash
content 2.34%, fat content 2.85%, protein content 3.15%, carbohydrate content

13.51%, and lactic acid content 1.73%.
Keywords: acid milk, fermentation, jackfruit seed, lactic acid bacteria

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM DENGAN BIJI
NANGKA SEBAGAI PREBIOTIK

UMI KARTIKA SAFITRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Formulasi Minuman Susu Asam dengan Biji Nangka sebagai
Prebiotik
Nama
: Umi Kartika Safitri
NIM
: F24090086

Disetujui oleh

Prof Dr Winiati P Rahayu
Pembimbing I

Dr Suliantari, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan
penyusunan skripsi. Judul skripsi adalah “Formulasi Minuman Susu Asam dengan
Biji Nangka sebagai Prebiotik”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Winiati P Rahayu dan
Dr Suliantari, MS selaku pembimbing akademik, serta Dian Herawati, STP, M Si
selaku penguji atas semua bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini dapat
tersusun. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan motivasinya. Di samping itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada seluruh teknisi laboratorium di Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB yang telah membantu penulis
selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen
Dikti dan Perum Perhutani atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman TKN, teman-teman
kos Salsabila, teman-teman satu lab selama penelitian, teman-teman ITP46,
teman-teman Birena dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya dan

menambah wawasan bagi yang membacanya.

Bogor, September 2013
Umi Kartika Safitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat


2

Bahan dan Alat

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Susu Sapi Segar dan Tepung Biji Nangka

6

Total BAL dan pH pada Minuman Susu Asam


7

Mutu Sensori Minuman Susu Asam

9

Mutu Kimia Minuman Susu Asam

11

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran


13

DAFTAR PUSTAKA

13

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Kandungan gizi susu segar
Kandungan gizi tepung biji nangka
Total BAL dan nilai pH

Skor hasil analisis sensori
Analisis kimia minuman susu asam

7
7
8
10
11

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian
2 Pembuatan minuman susu asam

3
5

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Di Indonesia, sebanyak 7% kematian disebabkan oleh
penyakit pencernaan (Balitbangkes 2001). Penyakit pencernaan dapat terjadi
karena ketidakseimbangan mikroflora usus. Menurut Bourlioux et al. (2003),
mikroba dalam usus tidak hanya bersifat menguntungkan, tetapi juga ada yang
bersifat merugikan. Bakteri yang bersifat merugikan, seperti Escherichia coli
mampu memproduksi toksin yang mampu menyebabkan diare pada manusia dan
tikus percobaan (Dubreuil 2012).
Fenomena tersebut mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memilih
konsumsi pangan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Masyarakat tidak
hanya menginginkan pangan yang menarik secara sensori dan berguna untuk
pemenuhan zat gizi tubuh, tetapi juga menginginkan pangan yang bermanfaat bagi
kesehatan atau dikenal sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional adalah
pangan yang secara alamiah maupun yang telah melalui proses pengolahan
mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajian-kajian alamiah
dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan,
disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman serta
memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi
dan citarasa yang dapat diterima konsumen (BPOM 2001). Salah satu pangan
fungsional yang dapat mencegah gangguan pencernaan adalah pangan dengan
perlakuan fermentasi.
Menurut Winarno dan Fernandez (2007), fermentasi merupakan proses
pemecahan senyawa organik makromolekul menjadi senyawa sederhana yang
melibatkan aktivitas suatu mikroba tertentu atau campuran beberapa spesies
mikroba. Produk fermentasi yang sudah dikenal masyarakat adalah minuman susu
asam. Fermentasi susu dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan
mikroba perusak susu sehingga dapat memperpanjang masa simpan susu
(Winarno dan Fernandez 2007). Pembuatan minuman susu asam dapat
dikembangkan dengan penambahan prebiotik untuk meningkatkan nilai
fungsionalnya. Menurut Gibson dan Roberfroid (1995), bahan pangan dapat
disebut sebagai prebiotik apabila tidak diserap di bagian atas saluran
gastrointestinal dan menjadi substrat selektif bagi bakteri menguntungkan di usus
besar. Bahan lokal bersifat prebiotik yang dapat ditambahkan untuk pembuatan
minuman susu asam adalah biji nangka. Menurut Thammarutwasik et al. (2009),
biji nangka mampu menstimulir pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Selanjutnya,
Thammarutwasik et al. (2011) menyatakan bahwa biji nangka mengandung
403,44 mg/g (bk) polisakarida dan 29.35 mg/g oligosakarida (bk) yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan serta bersifat selektif dalam fermentasi
mikroflora pada uji in vitro menggunakan usus buatan.
Biji nangka termasuk bahan pangan yang belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Pada umumnya, biji nangka dianggap limbah dan tidak dimanfaatkan
lebih lanjut. Jika ada yang memanfaatkannya, biasanya hanya sekedar direbus,
dibakar atau digoreng. Pemanfaatan biji nangka sebagai bahan baku pembuatan

2
produk fermentasi susu asam dapat memberikan nilai tambah pada biji nangka.
Pembuatan minuman susu asam harus ditambahkan bakteri asam laktat. Oleh
karena itu, minuman susu asam pada penelitian ini dapat dibuat dengan
menambahkan tepung biji nangka dan dua bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus brevis.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1 Adanya pangan lokal biji nangka yang belum dimanfaatkan secara optimal.
2 Adanya potensi biji nangka untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional.

Tujuan Penelitian
1
2
3
4

Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Memperoleh formula minuman susu asam berupa produk fermentasi yang
ditambah tepung biji nangka.
Mengetahui pengaruh prebiotik tepung biji nangka terhadap jumlah bakteri
asam laktat (BAL) pada minuman susu asam.
Mengetahui mutu sensori minuman susu asam yang ditambah tepung biji
nangka.
Mengetahui mutu kimia minuman susu asam yang ditambah tepung biji
nangka.

Manfaat Penelitian
Melalui hasil penelitian ini dapat diketahui formulasi, mutu sensori, dan
mutu kimia produk minuman susu asam yang ditambah tepung biji nangka.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif produk pangan fungsional
bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan. Selain itu, penelitian ini juga
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan produk
pangan fungsional melalui pemanfaatan sumber daya lokal.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Maret-Juli 2013.
Laboratorium yang digunakan adalah Laboratorium SEAFAST (Pilot Plant,
Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Evaluasi Sensori) dan
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan (Laboratorium Pengolahan Pangan,
Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Kimia Pangan), IPB.

3
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah susu sapi segar dari Fakultas
Peternakan IPB, biji nangka dari campuran varietas Salak dan Bubur, akuades,
gula pasir, kultur BAL dari Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong
(Lactobacillus plantarum BTTC B-649 dan Lactobacillus brevis BTCC B-645).
Media yang digunakan untuk BAL yaitu de Man Rogosa Sharp Broth (MRSB)
(Oxoid) dan de Man Rogosa Sharp Agar (MRSA) (Oxoid). Pereaksi yang
digunakan untuk uji pH adalah buffer fosfat pH 4 dan 7; pereaksi yang digunakan
untuk uji total asam tertitrasi adalah indikator fenoftalein dan NaOH 0.1 N;
pereaksi untuk analisis kadar protein adalah K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, etanol,
60% NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, asam borat, indikator metilen red metilen blue
(MRMB), HCl 0.02 N, Tris-HCl, dan air destilata; dan pereaksi yang digunakan
untuk analisis kadar lemak adalah HCl 25% dan heksana. Alat-alat yang
digunakan antara lain timbangan, steam jacket, abrassive peeler, slicer, cabinet
drier, disc mill, pengayak bergoyang, panci, toples bertutup, autoklaf, inkubator,
refrigerator, cup kemasan kecil, termometer, pH meter, buret, dan cawan petri.

Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian secara keseluruhan (Gambar 1) meliputi pembuatan
tepung biji nangka, penyiapan susu segar, persiapan kultur starter, pembuatan
minuman susu asam dengan prebiotik, analisis BAL dan pH, analisis sensori,
analisis statistik dan analisis kimia.
Pembuatan tepung biji nangka

Penyiapan susu segar

Karakterisasi bahan baku
Pembuatan minuman susu asam dengan prebiotik

Persiapan
kultur starter

12 formulasi

Analisis sensori

Analisis total BAL dan pH

Analisis statistik untuk pemilihan formula
Analisis kimia

Gambar 1 Tahapan penelitian
Pembuatan tepung biji nangka dilakukan dengan modifikasi metode
Chowdhury et al. (2012), yaitu pada tahap pemisahan kulit, perebusan, dan
pengeringan. Proses tersebut adalah sebagai berikut: pencucian biji nangka untuk
menghilangkan kotoran, perebusan pada suhu 90oC selama 10 menit
menggunakan steam jacket cattle untuk menghilangkan lendir dan mempermudah

4
pelepasan kulit biji nangka, pemisahan kulit menggunakan abrassive peeler,
pengirisan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 2 mm untuk memudahkan
proses pengeringan, pengeringan pada suhu 60oC selama 4 jam menggunakan
cabinet drier untuk mengurangi kadar air biji nangka, penggilingan menggunakan
disc mill dengan ukuran 60 mesh, dan pengayakan menggunakan ayakan
bergoyang ukuran 100 mesh agar tekstur tepung lebih halus sehingga tekstur
produk akhir tidak berpasir.
Susu segar yang disiapkan untuk penelitian ini diperoleh langsung dari
Fakultas Peternakan IPB. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi tepung biji nangka
dan susu segar. Tepung biji nangka dan susu segar dikarakterisasi kandungan
kimianya, meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein
(AOAC 2000), dan kadar karbohidrat (McClements 1999). Selain itu, dilakukan
pula analisis serat pangan total (AOAC 2000) pada tepung biji nangka dan analisis
pH (AOAC 2000) pada susu segar.
Sebelum dilakukan pembuatan minuman susu asam, perlu disiapkan kultur
starter. Tujuan pembuatan kultur starter adalah agar bakteri dapat beradaptasi pada
media yang baru sehingga dapat langsung beraktivitas ketika ditambahkan ke susu
untuk pembuatan minuman sinbiotik. Pembuatan kultur starter dibuat dengan
modifikasi metode Rahayu et al. (2011) pada tahap penggunaan susu steril,
jumlah inokulum BAL, dan waktu inkubasi. Kultur BAL Lactobacillus plantarum
dan Lactobacillus brevis diambil dari kultur stok MRSA chalk semi solid dengan
menggunakan jarum ose. Kemudian jarum ose dicelupkan ke dalam media MRSB.
Kultur BAL di dalam MRSB diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Selanjutnya, sebanyak 2% (v/v) kultur BAL dalam MRSB ditambahkan ke dalam
larutan susu skim 12% (b/v) yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 100oC
selama 30 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Pada penelitian ini dibuat 12 formulasi dengan 2 perlakuan, yaitu persentase
tepung biji nangka yang ditambahkan (0, 4, 5, dan 6%(b/v)) dan jenis BAL
(Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan campuran keduanya).
Persentase tepung biji nangka 4-6% (b/v) merupakan 3 persentase terbesar yang
dapat ditambahkan dalam formula. Penambahan >6% menyebabkan gelatinisasi
yang mengakibatkan terbentuknya gel setelah didinginkan. Proses pembuatan
minuman susu asam dilakukan dengan modifikasi metode Lee dan Lucey (2010)
pada tahap penambahan bahan baku, homogenisasi, suhu pendinginan setelah
homogenisasi, dan inkubasi. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Pembuatan minuman susu asam ini diawali dengan pencampuran susu sapi
segar, tepung biji nangka, dan gula pasir. Selanjutnya dilakukan pasteurisasi pada
suhu 80-85oC selama 30 menit. Pasteurisasi bertujuan membunuh mikroba yang
tidak diinginkan sehingga memperkecil kompetisi kultur starter dan mengurangi
oksigen terlarut yang dapat mengganggu pertumbuhan kultur starter (Lee dan
Lucey 2010). Selanjutnya, susu pasteurisasi tersebut didinginkan hingga
suhu ±37oC dan kemudian dilakukan inokulasi kultur starter. Persentase kultur
starter yang ditambahkan masing-masing sebanyak 2%(b/v) untuk kultur tunggal
dan 1%(b/v) untuk kultur campuran dengan jumlah BAL 107 cfu/mL. Persentase
kultur starter yang ditambahkan sesuai dengan Aswal et al. (2012) yang
menyatakan bahwa jumlah kultur starter yang umumnya ditambahkan dalam
pembuatan yoghurt adalah 2-4%. Jumlah BAL 107 cfu/ml sesuai dengan syarat
minimal bakteri starter menurut SNI 2981-2009 tentang yoghurt (BSN 2009).

5
Setelah inokulasi, dilakukan inkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam. Langkah
terakhir yang dilakukan adalah menyimpan minuman susu asam pada suhu 4oC.
Susu sapi segar
100%(v/v)

TBN
(0, 4, 5, 6%(b/v))

Gula pasir
5%(b/v)

Pencampuran
Pasteurisasi T= 80-85o C, t= 30 menit
Pendinginan T=±37oC
Kultur starter 2%(v/v)
(L. plantarum, L. brevis,
campuran L. plantarum
dan L. brevis)

Inokulasi

Inkubasi T= 37oC, t= 18 jam
Pendinginan T= 4oC
Minuman susu asam

Gambar 2 Pembuatan minuman sinbiotik modifikasi metode Lee dan
Lucey (2010)
Pada tahap pemilihan formulasi dilakukan analisis terhadap 12 formulasi.
Perlakuan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan. Analisis yang
dilakukan adalah analisis total BAL dengan metode hitungan cawan (BAM 2001)
dan analisis pH (AOAC 2000). Kedua analisis tersebut dilakukan secara duplo.
Setelah itu, dilakukan analisis sensori terhadap formula yang memiliki total BAL
yang tinggi dan memenuhi standar pH yaitu 4.0-4.5 (Tamime 2006). Analisis
sensori yang dilakukan adalah uji rating hedonik kepada 70 panelis terhadap
atribut warna, aroma, rasa, tekstur dan overall (Kemp et al. 2009). Skala penilaian
yang digunakan adalah 7 skala, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak
tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Selain itu,
panelis juga diminta untuk mengurutkan empat atribut sensori (warna, aroma, rasa,
dan tekstur) berdasarkan besarnya pengaruh atribut tersebut terhadap produk.
Selanjutnya, formula yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi pada analisis
sensori dianalisis mutu kimianya secara duplo, meliputi kadar air, kadar abu,
kadar lemak, kadar protein, total asam tertitrasi, pH (AOAC 2000), dan
karbohidrat (McClements 1999).
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Data analisis total BAL, pH,
sensori, dan mutu kimia dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA).
Jika hasil uji menggunakan ANOVA menyatakan bahwa terdapat signifikansi
perbedaan pada taraf 0.05, maka uji tersebut dilanjutkan dengan uji Duncan. Datadata tersebut diuji statistik menggunakan SAS 9.1. Model matematika yang
digunakan berdasarkan Matjik dan Sumartajaya (2011) adalah sebagai berikut.

6
Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ εij
Keterangan:
Yij
µ
Ai
Bj
(AB)ij
Εij

= respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan
taraf ke-j faktor B
= rataan umum
= pengaruh
jumlah tepung biji nangka ke-i (i= 0, 4, 5, dan
6% (b/v))
= pengaruh jenis BAL ke-j (j= L. plantarum, L.brevis, dan
gabungan keduanya)
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
= galat karena pengaruh TBN ke-i dan BAL ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Susu Sapi Segar dan Tepung Biji Nangka
Karakteristik susu sapi segar dapat dilihat pada Tabel 1 dan karakteristik
tepung biji nangka (TBN) pada Tabel 2. Susu sapi segar yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kadar lemak, protein, dan pH sesuai dengan SNI (Tabel 1).
Kadar air, abu, dan protein susu juga hampir sama dengan komposisi susu sapi
segar menurut Buckle (1985). Susu sapi memiliki kadar air yang tinggi, yaitu
87.17%(b/b). Menurut Mirdhayati et al. (2008), susu memiliki kadar air yang
tinggi karena air merupakan medium pendispersi lemak dan komponen terlarut
dalam air susu. Kadar abu susu sapi sebesar 0.74%(b/b). Menurut Soeharsono
(1996), kadar abu susu sapi terdiri dari beberapa unsur mineral di antaranya
Ca (25%), Mg (20%) dan P (44%). Susu segar memiliki kadar Ca sebesar
120 mg/100g, Mg sebesar 10 mg/100g, dan P sebesar 87 mg/100g (Omole dan
Ighodaro 2012). Kadar mineral pada susu yang cukup sedikit menyebabkan kadar
abu yang diperoleh juga sedikit.
Kadar protein pada susu sapi sebesar 3.03%(b/b). Kadar lemak susu sapi
lebih besar (5.16%(b/b)) daripada kadar lemak susu menurut Buckle et al. (1985)
(3.3%(b/b)). Menurut Ikawati (2011), kadar protein dan lemak pada susu
dipengaruhi oleh jenis sapi, pakan, umur, periode laktasi, dan penyakit. Kadar
karbohidrat susu sapi lebih sedikit (3.90%(b/b)) daripada kadar karbohidrat
menurut Buckle et al. (1985) (4.9%(b/b)). Perbedaan tersebut terjadi karena
perhitungan karbohidrat dilakukan dengan metode by difference sehingga
perbedaan kadar lemak berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Susu sapi
memiliki pH sesuai dengan SNI, yaitu 6.6. Standar pH menurut BSN (2011)
adalah 6.3-6.8. Penurunan pH di bawah 6.3 pada susu segar dapat terjadi karena
adanya aktivitas bakteri pembentuk asam, sedangkan kenaikan pH dari 6.8-7.0
dapat mengindikasikan bahwa susu tersebut berasal dari sapi yang menderita
mastitis (Brinda et al. 2009).

7
Tabel 1 Kandungan gizi susu segara
Kriteria Uji

Satuan

Kadar air (b/b)
Kadar abu (b/b)
Kadar protein (b/b)
Kadar lemak (b/b)
Kadar karbohidrat (b/b)
pH
a

%
%
%
%
%

Rata-rata
87.17 ± 0.02
0.74 ± 0.00
3.03 ± 0.04
5.16 ± 0.00
3.90 ± 0.03
6.65 ± 0.00

SNI
(BSN 2011)
min 2.8
min 3.0
6.3 - 6.8

Buckle et al.
(1985)
87.4
0.7
3.5
3.5
4.9
-

Dihitung berdasarkan basis basah.

Tabel 2 Kandungan gizi tepung biji nangkaa
Kriteria analisis
Kadar air (b/b)
Kadar abu (b/b)
Kadar lemak (b/b)
Kadar protein (b/b)
Kadar karbohidrat (b/b)
Kadar serat pangan larut
(b/b)
Kadar serat pangan tidak
larut (b/b)
a

Satuan
%
%
%
%
%
%

Rata-rata
9.69 ± 0.11
2.45 ± 0.02
3.58 ± 0.05
13.85 ± 0.34
70.51 ± 0.38
3.26 ± 0.25

Chowdhury et al. (2012)
10.10
2.24
3.37
12.60
71.69
-

%

24.27 ± 0.23

-

Dihitung berdasarkan basis kering.

Rendemen yang diperoleh dari proses pembuatan TBN sebesar 9.66%.
Berdasarkan Tabel 2, TBN yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar
air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat yang hampir sama
dengan penelitian Chowdhury et al. (2012). Tetapi, secara spesifik kadar air dan
karbohidratnya lebih rendah, sedangkan kadar abu, lemak, dan proteinnya lebih
tinggi daripada penelitian Chowdury et al. (2012). Perbedaan kadar tersebut
terjadi karena varietas nangka yang digunakan pada penelitian adalah campuran
nangka Salak dan Bubur, sedangkan pada penelitian Chowdury et al. (2012)
hanya menggunakan nangka Bengal. Dari Tabel 2 juga diketahui kandungan serat
pangan larut dan tidak larut yang merupakan residu dari perlakuan enzim
pencernaan secara in vitro metode AOAC (2000). Adanya serat pangan pada TBN
menunjukkan bahwa tepung tersebut mengandung bahan yang tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan di saluran gastrointestinal sehingga dapat dikategorikan
sebagai prebiotik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gibson dan Roberfroid (1995).

Total BAL dan pH pada Minuman Susu Asam
Hasil analisis terhadap total BAL dan nilai pH pada produk akhir tertera
pada Tabel 3. Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa total BAL dan pH kontrol
(formula yang tidak ditambah TBN) berbeda nyata dengan formula yang ditambah

8
TBN, tetapi formula dengan penambahan TBN sebesar 4, 5, dan 6%(b/v) tidak
berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan TBN pada
pembuatan minuman sinbiotik mampu meningkatkan jumlah BAL dan
menurunkan nilai pH pada produk akhir baik pada jenis bakteri L. plantarum, L.
brevis maupun campuran keduanya. Total BAL pada kontrol untuk ketiga variasi
bakteri berkisar 109 cfu/mL, sedangkan total BAL pada formula yang ditambah
TBN berkisar 1010 cfu/mL. Hal ini sesuai dengan FAO/WHO (2001) yang
menyatakan bahwa jumlah mikroba baik yang cukup untuk memberi manfaat
kesehatan bagi inang yaitu sebanyak 106-108 cfu/mL pada produk probiotik.
Tabel 3 Total BAL dan nilai pH
Formula

a

L. plantarum, TBN 0% (b/v)

Total BAL (log cfu/mL)
9.85 ± 0.10b

pH
4.77 ± 0.05b

L. plantarum, TBN 4% (b/v)

10.51 ± 0.02a

4.08 ± 0.04a

L. plantarum, TBN 5% (b/v)

10.51 ± 0.24a

4.03 ± 0.04a

L. plantarum, TBN 6% (b/v)

10.52 ± 0.15a

4.02 ± 0.04a

L. brevis, TBN 0% (b/v)

9.64 ± 0.38b

4.72 ± 0.12b

L. brevis, TBN 4% (b/v)

10.59 ± 0.30a

4.15 ± 0.06a

L. brevis, TBN 5% (b/v)

10.68 ± 0.06a

4.08 ± 0.01a

L. brevis, TBN 6% (b/v)

10.52 ± 0.05a

4.03 ± 0.04a

L. plantarum & I. brevis, TBN 0% (b/v)

9.84 ± 0.05b

4.67 ± 0.06b

L. plantarum & I. brevis, TBN 4% (b/v)

10.32 ± 0.28a

4.10 ± 0.01a

L. plantarum & I. brevis, TBN 5% (b/v)

10.52 ± 0.09a

4.09 ± 0.06a

L. plantarum & I. brevis, TBN 6% (b/v)

10.46 ± 0.23a

4.06 ± 0.02a

Data yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

Formula dengan penambahan TBN memiliki total BAL satu log lebih besar
dibandingkan dengan formula yang tidak ditambah TBN. Artinya, TBN mampu
meningkatkan total BAL sehingga TBN dapat dikategorikan sebagai prebiotik.
Peningkatan total BAL tersebut diduga karena adanya tambahan nutrisi seperti
protein, lemak, dan serat pangan yang terkandung pada TBN. Serat pangan terdiri
dari jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan tetapi dapat
difermentasi oleh mikroflora kolon (Roberfroid 1993). Bakteri mampu
memanfaatkan protein, lemak, dan karbohidrat dalam susu untuk pertumbuhan
dan metabolisme (Murphy 2010).
Serat pangan memiliki peranan penting dalam fermentasi. Serat pangan
dibedakan menjadi dua, yaitu serat pangan larut dan tidak larut (Knudsen 2001).
Serat pangan larut akan difermentasi dengan cepat oleh mikroflora usus,
sedangkan serat pangan tidak larut akan difermentasi secara lambat (Henningsson
et al. 2001). Serat pangan menyediakan sumber energi bagi mikroflora usus
melalui fermentasi (Williams et al. 2001). Menurut Roberfroid (1993), serat
pangan larut dapat difermentasi oleh BAL dan mengakibatkan meningkatnya
biomassa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Jensen (1999) dalam
Tamime (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas utama BAL adalah

9
mendegradasi karbohidrat untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk
sintesis biomassa.
Nilai pH pada kontrol untuk ketiga variasi bakteri lebih tinggi daripada
fomula dengan penambahan TBN. Kontrol memiliki pH berkisar antara 4.7-4.8,
sedangkan nilai pH pada formula dengan penambahan TBN berkisar antara
4.0-4.2. Penurunan pH pada produk dengan penambahan TBN tersebut sejalan
dengan hasil analisis total BAL. Aktivitas BAL dalam menghasilkan asam
organik pada formula dengan penambahan TBN lebih tinggi daripada kontrol
karena nutrisi yang tersedia juga lebih banyak. Jenis asam organik yang
menyebabkan terjadinya penurunan pH ditentukan oleh karakteristik dari BAL
yang digunakan untuk fermentasi. Bakteri L. plantarum merupakan BAL
homofermentatif yang menghasilkan asam laktat, sedangkan bakteri L. brevis
merupakan tipe BAL heterofermentatif yang menghasilkan asam laktat, asam
asetat, dan CO2 (Fugelsang dan Edwards 2007). Penurunan pH tidak hanya terjadi
karena asam yang dihasilkan oleh BAL, tetapi juga karena pembentukan asam
lemak rantai pendek seperti asam asetat, propionat, dan butirat (Yusmarini dan
Efendi 2004).
Nilai pH pada minuman sinbiotik ini mengacu pada standar pH yoghurt,
yaitu 4.0-4.5 (Tamime 2006). Nilai pH merupakan salah satu parameter keamanan
pada produk minuman fermentasi. Listeria monocytogenes mati dengan cepat
pada yoghurt dengan pH 4.5 dapat ditumbuhi Salmonella pada penyimpanan selama 10 hari
(Al Haddad dan Robinson 2003 dalam Tamime 2006) atau Escherichia coli 0157
pada penyimpanan selama 7 hari (Massa et al. 1997 dalam Tamime 2006). Nilai
pH pada kontrol melebihi standar pH yogurt, sedangkan nilai pH pada formula
dengan penambahan TBN sesuai dengan standar Tamime (2006).

Mutu Sensori Minuman Susu Asam
Analisis sensori rating hedonik dilakukan terhadap 9 formulasi karena
3 formula tanpa penambahan TBN (kontrol) tidak memiliki total BAL yang tinggi
dan tidak memenuhi standar pH. Hasil uji statistik (Tabel 4) terhadap tingkat
kesukaan warna dan keseluruhan (overall) menunjukkan bahwa formula L. brevis
dengan TBN 4%(b/v) memiliki tingkat kesukaan tertinggi. Dari analisis pada
tingkat kesukaan aroma, rasa, dan tekstur, diketahui bahwa formula L. plantarum
dan L. brevis dengan TBN 5%(b/v) memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi,
tetapi tidak berbeda nyata dengan formula L. brevis dengan TBN 4%(b/v) yang
memiliki skor tertinggi pada penilaian terhadap tingkat kesukaan warna dan
overall. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka formula terpilih dari penelitian
ini adalah formula L. brevis, TBN 4%(b/v)
Skor kesukaan terhadap atribut warna dari formula terpilih yaitu 5.2 (agak
disukai). Warna produk minuman susu asam pada penelitian ini adalah putih
kekuningan yang berasal dari susu segar dan TBN. Warna tersebut sesuai dengan
penelitian Septiawan (2011) yang menyatakan bahwa yogurt plain memiliki warna
putih kekuningan. Warna perlu dianalisis tingkat kesukaan sensorinya karena
menurut Septiawan (2011) warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat
dalam memilih produk dan mempengaruhi kesukaan konsumen.

10
Skor kesukaan terhadap atribut aroma dan rasa dari formula terpilih adalah
4.6 (agak disukai) dan 4.2 (netral). Produk minuman susu asam memiliki aroma
dan rasa asam khas minuman susu fermentasi. Aroma dan rasa asam yang khas
pada yoghurt disebabkan oleh adanya komponen asam laktat dan komponen
flavour seperti diasetil, asetoin, dan asetaldehid yang diproduksi oleh kultur starter
sebagai hasil fermentasi (Gandhi 2006). Hal tersebut sesuai dengan SNI tentang
yoghurt yang menyatakan aroma (bau) yoghurt normal atau khas yoghurt dan rasa
asam khas yoghurt (BSN 2009). Skor kesukaan terhadap atribut tekstur adalah
4.1 (netral). Produk minuman susu asam berupa cairan dengan tekstur kental. Hal
tersebut sesuai dengan SNI tentang yoghurt yang menyatakan penampakan
yoghurt berupa cairan kental (BSN 2009). Tekstur yang kental pada yoghurt
terbentuk karena adanya koagulasi protein susu (Gandhi 2006). Skor kesukaan
pada penilaian secara keseluruhan (overall) adalah 4.4 (netral).
Tabel 4 Skor hasil analisis sensori
Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Overall

L. plantarum, TBN 4%(b/v)

5.1±1.2ab

4.5±1.4ab

3.3±1.5b

3.5±1.4cde

3.7±1.3bc

L. plantarum, TBN 5%(b/v)

4.5±1.1d

4.3±1.4ab

3.1±1.5b

2.8±1.3f

3.4±1.2cd

L. plantarum, TBN 6%(b/v)

4.4±1.2d

4.3±1.3ab

3.2±1.4b

3.0±1.3ef

3.3±1.2d

L. brevis, TBN 4%(b/v)

5.2±1.0a

4.6±1.2ab

4.2±1.4a

4.1±1.2ab

4.4±1.2a

L. brevis, TBN 5%(b/v)

5.2±1.0ab

4.5±1.2ab

4.1±1.5a

3.6±1.2cd

4.2±1.2a

L. brevis, TBN 6%(b/v)

4.6±1.2cd

4.1±1.2b

3.2±1.4b

3.2±1.3def

3.5±1.2cd

Formula

L. plantarum & L. brevis,
4.6±1.2cd
4.4±1.2ab 3.9±1.3a 3.5±1.3cd
3.8±1.1bc
TBN 4%(b/v)
L. plantarum & L. brevis,
4.8±1.1bcd 4.7±1.0ab 4.3±1.2a 4.5±1.2a
3.1±1.2ab
TBN 5%(b/v)
L. plantarum & L. brevis,
5.0±1.1abc 4.6±1.2ab 4.2±1.3a 3.9±1.5bc
4.2±1.2a
TBN 6%(b/v)
a
Data yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

Mutu sensori minuman susu asam dari formula terpilih adalah netral hingga
agak disukai. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawan (2011) yang
melakukan analisis sensori pada yoghurt plain dan yoghurt berperisa. Skor
kesukaan dari formula terpilih yoghurt plain terhadap atribut warna, aroma, rasa,
tekstur, dan keseluruhan adalah netral hingga agak disukai. Setelah dilakukan
penambahan flavour stroberi 1%(v/v), mutu sensori meningkat menjadi agak
disukai hingga suka. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian flavour pada
minuman susu asam berpengaruh pada tingkat penerimaan produk.
Berdasarkan penilaian panelis pada uji sensori, urutan pengaruh atribut
sensori pada minuman asam dari yang tertinggi hingga terendah adalah atribut
rasa sebesar 33.81%, aroma dan tekstur sebesar 25.53%, dan warna sebesar
15.12%. Oleh karena itu, selain formula yang menggunakan L. brevis dengan
TBN 4%(b/v) (formula 1), dari uji sensori ini juga dipilih formula yang
menggunakan L. brevis dan L. plantarum dengan TBN 5%(b/v) (formula 2) yang
memiliki skor tertinggi pada atribut rasa, aroma, dan tekstur untuk diuji lanjut.
Hal tersebut dilakukan karena ingin mengetahui pengaruh adanya L. plantarum
dan penambahan TBN 1%(b/v) pada mutu kimia produk minuman susu asam.

11
Mutu Kimia Minuman Susu Asam
Hasil analisis kimia formula terpilih tertera pada Tabel 5. Hasil analisis
statistik terhadap kadar air, lemak, protein, karbohidrat, dan keasaman
menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kedua formula, tetapi terdapat
perbedaan nyata pada kadar abu. Hal pertama sejalan dengan penelitian Afriani
et al. (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan kultur tunggal dan kombinasi
tidak berpengaruh pada karakteristik kimiawi produk fermentasi. Kadar abu yang
lebih tinggi pada formula 2 dapat disebabkan karena penambahan TBN yang
mengandung serat pangan lebih besar daripada formula 1. Hal ini sejalan dengan
penelitian Hapsari (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi penambahan
karagenan sebagai serat pangan akan mengakibatkan kenaikan kadar abu yoghurt.
Menurut Herawati dan Wibawa (2009), pada saat fermentasi terbentuk gas yang
akan menurunkan massa sehingga akan memperbesar nilai kadar abu produk.
Formula 2 menggunakan dua bakteri yang diduga mampu membentuk gas dalam
jumlah lebih banyak sehingga penurunan massa lebih besar dan nilai kadar abu
juga menjadi lebih tinggi.
Tabel 5 Analisis kimia minuman susu asama
Karakteristik
kimia
Kadar air
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar protein
Kadar
karbohidrat
Asam laktat

Kandungan % (b/b)
Formula 1
78.16 ± 1.48a
2.34 ± 0.07a
2.85 ± 0.75a

Formula 2
77.87 ± 1.77a
4.29 ± 0.29b
2.88 ± 0.85a

3.15 ± 0.56a
13.51 ± 0.10a

1.88 ± 0.66a
13.08 ± 2.25a

SNI (BSN 2009)
maks 1.0
min 3.0 (yoghurt)
0.6 – 2.9 (yoghurt rendah lemak)
min 2.7
-

1.85 ± 0.03a

1.99 ± 0.17a

0.5 – 2.0

a

Dihitung berdasarkan basis basah
Data yang diikuti huruf sama pada baris sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05
c
Formula 1 = L. brevis, TBN 4% (b/v)
d
Formula 2 = L. plantarum & L. brevis, TBN 5% (b/v)

b

Minuman susu asam dari kedua formula memiliki kadar air yang tinggi,
yaitu 78.16%(b/b) pada formula 1 dan 77.87%(b/b) pada formula 2. Tingginya
kadar air tersebut disebabkan susu segar yang digunakan sebagai bahan baku juga
memiliki kadar air yang tinggi (87.17%(b/b)). Kadar abu kedua formula melebihi
standar SNI yoghurt yang menyatakan kadar abu maksimal sebesar 1.0%(b/b)
(BSN 2009). Hal ini dapat disebabkan karena kedua formula tersebut dibuat
dengan penambahan TBN yang memiliki kadar abu sebesar 2.24%(b/b),
sedangkan pada yoghurt bahan baku hanya susu segar saja dengan kadar abu
0.74%(b/b). Hal ini didukung oleh penelitian Prabandari (2012), yoghurt yang
ditambah jagung manis juga tidak sesuai dengan SNI dengan nilai kadar abu
1.31%(b/b). Penelitian Amakoromo (2012) juga menunjukkan nilai kadar abu
yoghurt yang ditambah kacang yam Afrika melebihi SNI, yaitu 1.20%(b/b).
Menurut Trachoo (2002), kadar lemak mempengaruhi kekentalan yoghurt.
Kadar lemak kedua produk memenuhi SNI yoghurt rendah lemak. Kadar lemak

12
produk hanya sekitar 50% dari kadar lemak bahan baku yang terdiri dari susu
segar sebesar 5.16%(b/b) dan TBN sebesar 0.13%(b/b) untuk penambahan TBN
4%(b/v) dan 0.16%(b/b) untuk penambahan TBN 5%(b/v). Menurut Sunarlim dan
Setiyanto (2008), reduksi lemak terjadi karena BAL memiliki aktivitas lipolitik
yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Axelsson (2004)
menyatakan bahwa BAL heterofermentatif, termasuk L. brevis, menggunakan
gliserol sebagai penerima elektron dalam kofermentasi dengan glukosa. Adanya
gliserol juga mampu menstimulasi pertumbuhan BAL heterofermentatif
(Axelsson 2004). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu dan Nurwitri
(2012) bahwa lemak digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri.
Menurut Tamime dan Robinson (2007), kandungan protein merupakan salah
satu faktor penting pada yoghurt karena berperan dalam pembentukan kekentalan
yoghurt. Kadar protein formula 1 sesuai dengan SNI tentang syarat mutu yoghurt,
yaitu minimal 2.7%(b/b) untuk protein (BSN 2009), tetapi formula 2 tidak
memenuhi SNI. Kandungan protein formula 2 lebih kecil daripada formula 1.
Formula 1 memiliki penurunan kadar protein menjadi 3.15%(b/b) jika
dibandingkan kadar protein bahan baku susu segar sebesar 3.03%(b/b) dan TBN
sebesar 0.50%(b/b) untuk penambahan TBN 4%(b/v). Formula 2 juga memiliki
penurunan kadar protein menjadi 1.88%(b/b) jika dibandingkan kadar protein
bahan baku susu segar sebesar 3.03%(b/b) dan TBN sebesar 0.63%(b/b) untuk
penambahan TBN 5%(b/v). Axelsson (2004) menyatakan bahwa protein susu
yang lebih utama dimanfaatkan oleh BAL adalah kasein. Kasein tersebut diubah
menjadi peptida (oligopeptida dan di/tripeptida) dan asam amino secara
ekstraseluler, kemudian seluruhnya dimetabolisme secara intraseluler dengan
mengubah peptida menjadi asam amino sehingga protein diserap dalam bentuk
asam amino
(Axelsson 2004). Menurut Axelsson (2004), oligopeptida
menghasilkan 98% sumber nitrogen untuk pertumbuhan BAL pada susu.
Axelsson (2004) juga menyatakan bahwa L. plantarum adalah BAL yang
mengandung semua gen yang dibutuhkan untuk mendegradasi protein secara
intraseluler. Hal tersebut mengindikasikan bahwa degradasi protein menjadi asam
amino pada formula 2 yang menggunakan L. plantarum lebih optimal, artinya
asam amino yang terbentuk lebih banyak daripada formula 1. Tetapi, penurunan
kadar protein pada formula 2 lebih besar daripada formula 1. Hal ini terjadi karena
kultur campuran dari 2 bakteri (L. plantarum dan L. brevis) pada formula 2
membutuhkan energi yang lebih banyak daripada kultur tunggal (L. brevis) pada
formula 1 karena menurut Rahayu dan Nurwitri (2012) asam amino hasil
pemecahan protein merupakan sumber nitrogen utama yang dimanfaatkan sebagai
sumber energi oleh mikroba.
Asam laktat pada yoghurt merupakan hasil fermentasi BAL baik
L. plantarum maupun L. brevis. Asm laktat berperan dalam pembentukan aroma,
rasa, dan tekstur serta menghambat pertumbuhan mikroba patogen
(Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn 2010). Asam laktat yang dihasilkan
dari kedua formula sesuai dengan SNI tentang syarat mutu yoghurt yaitu 0.52.0%(b/b) (BSN 2009).

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan minuman sinbiotik yang direkomendasikan adalah penambahan
TBN sebanyak 4%(b/v) dengan penggunaan BAL L. brevis. Penambahan TBN
pada formula tersebut mampu meningkatkan jumlah BAL sebanyak satu log.
Formula tersebut memiliki mutu sensori dari netral hingga agak disukai pada
atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Kadar lemak, protein, dan asam
laktat kedua formula tersebut memenuhi SNI tentang syarat mutu produk serupa,
yaitu yoghurt.

Saran
1 Pengembangan produk berupa penambahan variasi rasa yang berasal dari
bahan-bahan alami untuk meningkatkan kesukaan panelis.
2 Pengujian daya hambat produk terhadap bakteri patogen dan pengujian umur
simpan produk.

DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Suryono, Lukman H. 2011. Karakiteristik dadih susu sapi hasil fermentasi
beberapa starter bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih asal Kabupaten
Kerinci. Agrinak. 1(1): 36-42.
Al Haddad KSH, Robinson RK. 2003. Survival of Salmonellae in bio-yohurts.
Diary Industries International. 69(7): 16-18.
Amakoromo ER, Innocent AHC, Njoku HO. 2012. Shelf-life study of yoghurtlike product from African yam bean. Nature and Sci. 10(5): 58-63.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2000. Official Methods of
Analysis. Washington (US): AOAC.
Aswal P, Priyadarsi S, Anubha S. 2012. Yoghurt preparation, characteristic and
recent advancements. Cibtech Journal. 2319-3840.
Axelsson L. 2004. Lactic acid bacteria: Classification and physiology. Di dalam:
Salminen S, Wright A, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria.
Microbiological and Functional Aspects. Volume 3. Revised and Expanded.
New York (US): Marcel Dekker. hlm 1-66.
[Balitbangkes]Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. 2001. Gejala penyakit dan glossary gejala. Buku Pedoman Bagi
Rumah Tangga 2001. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. United
State (US): FDA.
Bourlioux P, Koletzko B, Guarner F, Braesco V. 2003. The intestine and its
microflora are partners for the protection of the host: report on the Danone
Symposium “The Intelligent Intestine” held in Paris, June 14, 2002. Am J of
Clin Nutr. 78: 675-683.

14
[BPOM] Badan Pengawas Obat Makanan. 2001. Pangan Fungsional. Jakarta (ID):
BPOM.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Yoghurt. Jakarta (ID):
BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Syarat Mutu Susu Segar. Jakarta
(ID): BSN.
Brinda M, Moga-Manzat R, Brezovan D, Toth E. 2009. Study of correlation
between different diagnosis tests in bovine mastitis. Lucrari Stintifice Medicina
Veterinara. 27(1): 257-262.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta (ID):
University Pr.
Chowdhury AR, Bhattacharyya AK, Chattopadhyay. 2012. Study on functional
properties of raw and blended jackfruit seed flour (a non-conventional source)
for food application. J of Natural Proucts and Resources. 3(3): 347-353.
Dubreuil J. 2012. The whole Shebang: The gastrointestinal tract, Escherichia coli
Enterotoxin and secretion. Curr Issues Mol Biol. 14: 71-82.
[FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/ World Health Organization.
2001. Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including
Powder Milk with Live Lactic Bacteria. Report of a 22 joint FAO/WHO Expert
Condultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Powder
Milk and Live Lactic Acid Bacteria.
Fugelsang K., Edwards C. 2007. Wine Microbiology, Practical Applications and
Procedures 2nd edition. London (UK): The Chapman & Hall Enology Library.
Gandhi DN. 2006. Food and Industrial Microbiology. Karnal (IN): National
Dairy Research Institute.
Gibson GR, Roberfroid B. 1995. Dietary modulation of the human colonic
microbiota: Introducing the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412.
Gohil VS, Ahmed MA, Davies R, Robinson RK. 1995. The incidence of Listeria
in foods in the Unite Arab Emirates. J of Food Protection. 58: 102-104.
Hapsari P. 2011. Formulasi dan karakterisasi minuman fungsional fruity jelly
yoghurt berbasis kappa karaginan sebagai sumber serat pangan [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Henningsson A, Bjork I, Nyman M. 2001. Short-chain fatty acid formation at
fermentatiuon of indigestible carbohyrates. Scandinavian J of Nutr. 45: 165168.
Herawati DA, Wibawa DAA. 2009. Pengaruh konsentrasi susu skim dan waktu
fermentasi terhadap hasil pembuatan soyghurt. J Ilmiah Tek Lingkungan. 1(2):
48-58.
Ikawati A. 2011. Analisis kandungan protein dan lemak susu hasil pemerahan
pagi dan sore pada peternakan sapi perah di Wonocolo Surabaya [skripsi].
Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Jensen NB. 1999. Influence of oxygen on growth and product formation in lactic
acid bacteria [PhD thesis]. Denmark (DK): Technical University of Denmark.
Kemp SE, Hollowood T, Hort J. 2009. Sensory Evaluation A Practical Handbook.
Singapore (SG): A John Wiley&Sons.
Knudsen BKE. 2001. The nutritional significance of “dietary fiber” analysis. Anim
Feed Sci Technol. 90:3-20.

15
Lee WJ, Lucey JA. 2010. Formation and physical properties of yoghurt. J Anim
Sci. 23(9): 1127-1136.
Massa S, Altieri V, Pace QdR. 1997. Survival of Escherichia coli 0157:H7 in
yoghurt during preparation and storage at 4oC. Letters in Appl Microbiol. 24:
347-350.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda. Bogor (ID): IPB Pr.
McClements DJ. 1999. Food Analysis: Encyclopedia of Food Science and
Technology 2nd Edition. Inggris (UK): John Willey and Sons.
Mirdhayati I, Handoko J, Putra KU. 2008. Mutu susu segar di UPT ruminansia
besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. J Peternakan. 5(1):
14-21.
Murphy SC. 2010. Basic Diary Bacteriology [catatan penelitian]. Diary Foods
Science Notes. 6: 1-10.
Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Omole JO, Ighodaro OM. 2012. Proxymate composition and quality attributes of
milk substitute from melon seeds. Report and Opinion. 4(9): 75-78.
Prabandari W. 2011. Pengaruh penambahan berbagai jenis bahan penstabil
terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik yoghurt jagung [skripsi].
Surakarta (ID): Universitas Negeri Surakarta.
Rahayu WP, Kusnandar F, Prayitno WA. 2011. Stability of viable counts of lactic
acid bacteria during storage of goat milk soft cheese. J Microbiol Indonesia.
5(4): 149-153.
Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.
Rattanachaikunsopon P, Phumkhachorn P. 2010. Lactic acid bacteria: their
antimicrobial compounds and their uses in food production. Annals of Biol
Research. 1(4): 218-228.
Roberfroid M. 1993. Dietary fibre, inulin, and oligofructose: a review comparing
their physiological effects. Crit Rev Food Sci Nutr. 33(2): 103-148.
Septiawan R. 2011. Pembuatan yoghurt sinbiotik menggunakan bakteri asam
laktat indigenus sebagai pangan fungsional antidiare [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Soeharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
Sunarlim R, Setiyanto H. 2008. Pengaruh kombinasi actobacillus acidophillus
dengan starter yoghurt (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus) terhadap mutu susu fermentasi. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2008 Nop 11-12; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): Balitbang Pascapanen Pertanian. hlm 317-326.
Tamime AY. 2006. Fermented Milks. Ayr (UK) : Blackwell Publ.
Tamime AY, Robinson RK. 2007. Yogurt Science and Technology 3rdEdition.
New York (US): Pergamon Pr.
Thammarutwasik P, Hongpattarakere T, Chantachum S, Kijroongrojana K, Itharat
A, Reanmongkol W. 2009. Prebiotics: A review. Songklanakarin J Sci and
Technol. 31(4): 401–408.
Thammarutwasik P, Wichienchot S, Jongjareonnrak A, Chansuwan W, Hmadhlu
P, Hongpattarakere T, Itharat A, Ooraikul B.2011. Extraction and analysis of
prebiotic from selected plants from southern Thailand. Songklanakarin J Sci
Technol. 33(5): 517-523.

16
Trachoo N. 2002. Yogurt: The fermented milk [ulasan]. Songklanakarin J Sci
Technol. 24(4): 727-737.
Williams BA, Verstegen MWA, Tamminga S. 2001. Fermentation in the large
intestine of single-stomached animals and its relationship to animal health.
Nutr Res Rev. 14:207-227.
Winarno FG, Fernandez IE. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor (ID):
M-BRIO Pr.
Yusmarini dan R. Efendi. 2004. Evaluasi mutu soygurt yang dibuat dengan
penambahan beberapa jenis gula. J Natur Indonesia, 6(2), 104-110.

17

RIWAYAT HIDUP
Umi Kartika Safitri. Lahir di Pati, 11 Desember 1991 dari ayah Karyono
dan ibu Karsini, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN Larangan, kemudian melanjutkan ke
pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tambakromo dan lulus pada tahun
2005. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 2008 di SMAN
1 Pati. Kemudian, pada tahun 2009 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Perum Perhutani. Penulis memilih Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan. Penulis tergabung sebagai pembina Bimbingan Remaja dan
Anak-anak (Birena) tahun kepengurusan tahun 2009-2013. Penulis menjadi
sekretaris Departemen Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun
kengurusan 2010-2011. Penulis juga aktif menjadi panitia dalam 17 kegiatan di
kampus selama menjadi mahasiswa. Selain itu, penulis juga menjadi Asisten
Praktikum Kimia Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2010/2011.
Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi pengajar privat semua mata
pelajaran untuk tingkat SD dan mata pelajaran Kimia untuk tingkat SMA di
Lembaga Adi Indonesia Manajemen pada tahun ajaran 2012/2013.
Penulis memiliki beberapa prestasi di bidang menulis, di antaranya menulis
artikel di okezone.com tahun 2011, juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat
nasional tahun 2011, finalis paper competition tingkat nasional tahun 2012,
penerima dana hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian
Masyarakat tahun 2012, dan penerima dana hibah Dikti Program Kreativitas
Mahasiswa Bidang Penelitian tahun 2013.