Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

(1)

DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA

KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA

SKRIPSI

OLEH :

CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA

KONTRIBUSINYA TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

CITRA CHAIRANNISA NIM : 111000122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DAYA TERIMA BISKUIT DENGAN MODIFIKASI TEPUNG BIJI NANGKA, TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG PISANG SERTA KONTRIBUSINYA

TERHADAP KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT BESI REMAJA” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2015 Yang membuatpernyataan,


(4)

(5)

ABSTRAK

Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari

kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.


(6)

ABSTRACT

Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.

This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.

The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition

Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and 18,7%adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent boy and 19,8%, 16,5% , 10,8% adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent girl.

It is suggested for consumer to make biscuits with addition Jackfruit seeds, red beansand banana flour as an alternative health food toadequacy of the energy, protein and iron for adolescent. In addition it is necessary to do other foods diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja” ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

program sarjana di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan, informasi, dan bantuan materil serta kemudahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, sebagai Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis sejak penyusunan proposal hingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.


(8)

3. Ibu Ernawati Nasution, S.KM, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulisan proposal hingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Peminatan Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman tercinta, yaitu Malta Indah Aperos, Aprilia Rizki Ardila, Fahrunnisa Hariningrum Harahap, dan Retno Galuh Alfia yang telah memberikan perhatian, semangat, serta dorongan untuk menyeleasaikan penulisan skripsi ini. 9. Ibunda tercinta Ermi Netti, Adinda tercinta Atania Qatrannada, Paman dan Tante

tercinta Ferry Musyirwan dan Yudarmaini atas segala doa dan kasih sayang, pengorbanan, pengertian, dorongan, semangat yang tidak pernah berhenti selama penulis mengikuti perkuliahan hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan pada skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2015 Penulis

Citra Chairannisa NIM 111000122


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

RIWAYAT HIDUP... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang… ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Umum.. ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus. ... 8

1.4 Hipotesis Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit……..…… ... 11

2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit…….……… ... 12

2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit ... 13

2.2 Biji Nangka ... 14

2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka ... 16

2.2.2 Manfaat Biji Nangka ... 16

2.2.3 Tepung Biji Nangka … ... 17

2.3 Kacang Merah ... 18

2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah ... 19

2.3.2 Manfaat Kacang Merah ... 19

2.3.3 Tepung Kacang Merah ... 20

2.4 Pisang……. ... 20

2.4.1 Kandungan Gizi Pisang ... 22

2.4.2 Tepung Pisang ... 22

2.5 Kebutuhan Gizi Remaja ... 24

2.5.1 Energi..…. ... 25

2.5.2 Protein….. ... 26

2.5.3 Zat Besi…. ... 28


(11)

2.8 Kerangka Konsep. ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Panelis…… ... 36

3.4 Bahan dan Alat ... 36

3.4.1 Bahan …… ... 36

3.4.2 Alat ……. ... 37

3.5 Tahap Penelitian ... 38

3.5.1 Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka ... 38

3.5.2 Proses Pembuatan Tepung Kacang Merah ... 40

3.5.3 Proses Pembuatan Tepung Pisang Kepok ... 41

3.5.4 Proses Pembuatan Biskuit dengan Modifikasi ... 43

3.5.5 Uji Daya Terima ... 44

3.5.6 Menghitung Kontribusi Mineral Zat Besi dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang 46

3.6 Definisi Operasional... 46

3.7 Proses Uji Organoleptik ... 48

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.8.1 Pengolahan dan Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang yang Dihasilkan ... 53

4.2. Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54

4.3. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56

4.4. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 57

4.5. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 59

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61 4.7. Analisis Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan


(12)

Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 63 4.8. Perhitungan Kontribusi Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi

Terhadap Kecukupan Zat Besi Remaja……….. ... 65

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Daya Terima terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 66 5.2 Daya Terima terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 67 5.3 Daya Terima terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 68 5.4 Daya Terima terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan

Tepung Pisang ... 70 5.5 Analisis Kandungan Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit dengan

Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung

Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 71

BAB IV PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 76 6.2 Saran……… ... 77

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 11

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis & Ukuran Porsi Biskuit ... 12

Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka & Sumber Karbohidrat lain per 100 gr ... 16

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka ... 18

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gr Kacang Merah ... 19

Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gr Pisang Masak... 22

Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai Varietas Pisang ... 23

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang & Rendaman Gaplek Pisang 24 Tabel 2.9 Kebutuhan Zat Besi Menurut Kelompok Usia ... 30

Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja Menurut AKG .... 31

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan ... 35

Tabel 3.2 Jenis & Ukuran Bahan dalam Eksperimen Pembuatan Biskuit 37 Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen ... 44

Tabel 3.4 Interval Persentase & Kriteria Kesukaan ... 50

Tabel 3.5 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 51

Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 54

Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 56

Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 56

Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma ... 57

Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 58

Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa ... 58

Tabel 4.7 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 59

Tabel 4.8 Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 60

Tabel 4.9 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna ... 60

Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang ... 61

Tabel 4.11 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 62

Tabel 4.12 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 62

Tabel 4.13 Kandungan Zat Gizi Biskuit Modifikasi per 100 gr ... 63 Tabel 4.14 Hasil Analisa Sumbangan Zat Besi Remaja per 100 gr Biskuit 64


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Cookies ... 14

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 34

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepng Biji Nangka ... 39

Gambar 3.2 Diagram Alir Tepung Kacang Merah ... 40

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang ... 42

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 43

Gambar 4.1 Perbedaan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang... 53

Gambar 4.2 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 7:4:4 ... 54

Gambar 4.3 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:7:4 ... 49

Gambar 4.4 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan Perbandingan 4:4:7 ... 49

Gambar 4.5 Perbandingan Kandungan Protein dan Zat Besi pada Biskuit Biasa dan Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang ... 59


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima Biskuit... 81

Lampiran 2. Surat Terlampir ... 83

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Aroma 86

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Rasa ... 90

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penelitian terhadap Warna 94


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citra Chairannisa

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : 09 Agustus 1993

Suku Bangsa : Minang (Tanjung)

Agama : Islam

Nama Ayah : H.M Sukarma, S.E

Suku Bangsa Ayah : Sunda

Nama Ibu : Ermi Netti

Sukua Bangsa Ibu : Minang (Tanjung)

Pendidikan Formal

1. SD/Taman tahun : SD Negeri 13 Wanasari Cibitung Bekasi/2005 2. SLTP/Tamat tahun : Mts Al-Ittihadiyah Rumbai Pekanbaru/2008

3. SLTA/Tamat tahun : SMAN 1 Ampek Angkek/2011


(17)

ABSTRAK

Tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang dapat memberikan sumbangan zat gizi seperti energi, protein, dan juga zat besi pada remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Salah satu produk tersebut adalah biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein serta zat besi bagi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai komposisi perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang (7:4:4, 4:7:4 dan 4:4:7). Penelitian tentang uji daya terima dan pembuatan modifikasi biskuit dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera, sedangkan penelitian kandungan gizi biskuit dilakukan di Badan Riset Standardisasi Industri Kota Medan. Analisa data dilakukan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur, biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dibuat dengan perbandingan 4:4:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dengan berbagai tigkat perbandingan pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur pada biskuit yang dihasilkan.Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit meningkatkan kandungan zat besi. Konsumsi 5 keping biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A2 memberikan kontribusi 15,7%, 14,7%, dan 18,7% dari

kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8%, 16,5% dan 10,8% dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun.

Dalam pembuatan biskuit yang disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit modifikasi ini sebagai alternatif makanan sehat untuk memenuhi kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. Perlu dilakukan juga penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang sebagai makanan yang kaya akan zat gizi.


(18)

ABSTRACT

Jackfruit seeds,red beansand banana flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient, like energy, protein and iron. One of the product is biscuits. This study was aimed to determine the acceptability which comprised the color, flavor, taste and texture which were tested by hedonic test and the contribution to adequacy of the energy, protein, and iron.

This was an experimental study on making biscuits by adding Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion of Jackfruit seeds, red beansand banana flour (7:4:4, 4:7:4 and 4:4:7). Organoleptic test of modified biscuits was given to thirty panelist of students in The Faculty of Public Health,University of Sumatera Utara. Analyzed was done descriptively.

The results of this research showed that by organoleptic test of color, flavor and texture, biscuits with the addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour which made with 4:4:7proportion was the favored by the panelists. Based on the analysis of variance, the modification of Jackfruit seeds, red beansand banana flour in different proportion influenced different variety of taste, flavor and texture. The addition of Jackfruit seeds, red beansand banana flour on biscuit making increased the content of iron and protein. Consumption of five pieces A2 biscuits with addition

Jackfruit seeds, red beansand banana flour contributes 15,7%, 14,7% and 18,7%adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent boy and 19,8%, 16,5% , 10,8% adequacy of energy, protein and iron in 16-18 years adolescent girl.

It is suggested for consumer to make biscuits with addition Jackfruit seeds, red beansand banana flour as an alternative health food toadequacy of the energy, protein and iron for adolescent. In addition it is necessary to do other foods diversification by added Jackfruit seeds, red beansand banana flour as a food which is rich in nutrient content.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik serta perkembangan emosional antara anak-anak dan sebelum dewasa. Kategori periode usia remaja dari berbagai referensi berbeda-beda, namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara 10-21 tahun. Pembagian kelompok remaja tersebut adalah remaja awal usia 10-14 tahun, remaja menengah usia 14-17 tahun, dan remaja akhir 17-21 tahun. Menurut WHO (2009) jumlah remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia ini adalah kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Asia Tenggara, jumlah remaja mencapai ± 18% - 25% dari seluruh populasi di daerah tersebut.

Masa remaja adalah masa transisi dari tahap anak-anak ke tahap dewasa. Selama masa remaja, terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan terpesat kedua setelah tahun pertama kehidupan pada masa bayi. Pada periode ini terjadi perubahan fisik, biologis dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan nutrisinya. Ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhannya akan menimbulkan masalah gizi, baik berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2014). Pada kebanyakan perilaku remaja, kualitas pangan yang buruk merupakan penyebab utama masalah


(20)

gizi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan infeksi penyakit, kemungkinan juga menjadi penyebab rendahnya status gizi remaja (ACC/SCN, 2000). Kekurangan zat gizi saat remaja, seperti terlalu kurus atau pendek akibat kurang energi kronis, sering tidak diketahui oleh mereka maupun keluarganya (World Bank, 2003). Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kemampuan belajar dan bekerja tidak maksimum, meningkatkan resiko terjadi kehamilan pada remaja dan membahayakan bayi yang dilahirkan.

Kelompok usia remaja sangat rentan mengalami kekurangan zat gizi makro, seperti energi, dan protein. Angka prevalensi gizi kurang (ukuran tubuh pendek atau

stunting) yang sangat tinggi di Asia adalah akibat kekurangan zat gizi makro yang kronis (World Bank, 2003 ; UN-SCN, 2004). Di Indonesia, prevalensi gizi kurang (tubuh kurus) pada remaja sebesar 17,4% (Permaesih dan Herman, 2005). Selain zat gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A, seng dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi pada masa ini sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin, membantu berbagai proses metabolisme tubuh, pembentuk utama tulang dan otot serta pertumbuhan skeletal (Arisman, 2010).

Masalah gizi remaja dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma, dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda. Asupan gizi yang cukup akan


(21)

pertumbuhan dan perkembangan remaja yang lebih optimal dan juga mencegah timbulnya penyakit kronis setelah dewasa (Briawan, 2014). Selain dengan cara merubah kebiasaan makan menjadi lebih baik dan mengonsumsi suplemen, remaja juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tambahan diluar waktu makan seperti mengonsumsi jajanan yang sehat dan kaya akan energi, salah satunya adalah biskuit.

Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000), biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, remaja, hingga orang tua yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Kandungan dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi.

Adanya penerapan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan (Astawan, 2008).


(22)

Indonesia memiliki tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi pada masyarakat disamping konsumsi beras. Untuk membantu mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain. Substitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal seperti penggunaan biji nangka, kacang merah, dan juga pisang. Pemanfaatan biji nangka, pisang dan kacang merah pada produksi pangan masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat terhadap biji nangka, kacang merah, dan pisang itu sendiri hanya dikonsumsi dalam bentuk olehan sederhana seperti direbus atau digoreng saja. Padahal pemanfaatan biji nangka dapat dikembangkan lagi menjadi berbagai macam olahan yang bervariasi dan lebih menarik.

Biji nangka ternyata tidak harus selalu dianggap limbah dan dibuang begitu saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus atau memakannya langsung. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan, maka 2 kg biji nangka sebanding dengan 1 kg beras. Meski begitu biji nangka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih adanya kandungan zat gizi lain yang lebih tinggi dibanding makanan penghasil karbohidrat lainnya seperti protein. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus, dan singkong, maka biji nangka termasuk memiliki kadar zat gizi yang relatif


(23)

Kacang merah merah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak terdapat di pasar-pasar tradisional sehingga mudah di dapat dan harganya relatif murah. Kacang merah sering dipergunakan untuk beberapa masakan, seperti sup, rendang, dan juga kue-kue, kini bahkan umum digunakan untuk makanan bayi mengingat kandungan nilai gizinya yang tinggi terutama sebagai sumber protein dan zat besi.

Kacang merah juga sering dimasak menjadi selai manis yang digunakan sebagai pengisi beberapa kue, seperti bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki, donat isi, biskuit dan lain-lain. Pemanfaatan biji nangka dan kacang merah sebagai tepung dapat menambah informasi tentang penganekaragaman atau diversifikasi pangan pada masyarakat serta sebagai alternatif mengurangi penggunaan tepung terigu dalam pembuatan makanan.

Pisang tidak hanya dapat dikonsumsi pada saat buah tersebut matang saja, namun pisang mentah juga dapat dikonsumsi apabila telah mengalami pengolahan terlebih dahulu, misalnya saja sebagai pisang rebus yang biasanya diolah dari pisang kepok yang belum matang. Perlakuan khusus terhadap pisang mentah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan memperpanjang daya simpan yang tahan lama namun tidak mengurangi nilai gizi pisang. Perlakuan khusus tersebut adalah dengan cara mengubah pisang menjadi tepung. Pengolahan pisang menjadi bahan makanan lain, misalnya saja sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaan tepung pisang bertujuan untuk memacu penyerapan zat besi di dalam tubuh jika dimakan pada waktu yang bersamaan karena pisang mengandung vitamin c, dan memiliki aroma dan rasa yang khas. Selain itu, pisang kepok diketahui memiliki zat pati tinggi,


(24)

sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tepung pisang dapat digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung serta kelebihan asam.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan perbandingan sebesar 46,7%, 26,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 1 dan 26,7%, 46,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 2 dan 26,7%, 26,7%, 46,7% pada kelompok perlakuan 3, dimana ketiga formula biskuit diatas akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunaan tepung biji nangka, kacang merah dan pisang kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam hal ini, penambahan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang adalah salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau kudapan yang dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan.

Penetapan perbandingan pada kelompok 1 sebesar 7:4:4 dan pada kelompok perlakuan 2 sebesar 4:7:4 serta pada kelompok perlakuan 3 sebesar 4:4:7. Penentuan dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang keras dan bau langu dari biji nangka dan kacang merah akan lebih terasa. Berdasarkan penelitian yang


(25)

ASI pada balita menunjukkan peningkatan terhadap kandungan protein pada makanan tersebut. Yaumi (2011), melakukan penelitian penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan donat dan daya terimanya menunjukkan bahwa kandungan protein dalam kandungan serat pada tepung kacang merah dalam pembuatan donat meningkatkan jika dibandingkan dengan donat pada umumnya. Menurut Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gr biji nangka sebesar 1 mg. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung biji nangka mengandung 1 mg zat besi. Menurut Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gram kacang merah kurang lebih 5,8 mg. Sedangkan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung kacang merah mengandung 5 mg mineral besi. Hasil ini mengalami sedikit penurunan setelah kacang merah kering diolah menjadi tepung, tetapi tidak merubah rasa, dan manfaat dari kacang merah tersebut. Berdasarkan kandungan gizi diatas, dapat disimpulkan bahwa kacang merah memiliki kandungan Fe tertinggi dari tiga tepung yang akan digunakan.

Peneliti bermaksud untuk membuat biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Modifikasi biskuit ini juga diharapkan dapat menurunkan permasalahan kekurangan energi, protein dan zat besi pada remaja sehingga dapat mencegah anemia defisiensi dan kekurangan energi kronis (KEK) pada remaja.

Penelitian biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang ini belum pernah dilakukan sebelumnya.


(26)

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penenlitian yang berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja”.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan energi, protein dan zat besi biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. 2. Untuk mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.


(27)

1.4Hipotesis Penelitian

Ho1: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha1: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ho2: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.

Ha2: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.

Ho3: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Ha3: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Ho4: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang

merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.


(28)

Ha4: Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah

dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan biskuit yang bergizi

2. Sebagai alternatif makanan penyumbang energi serta zat gizi protein dan mineral khususnya zat besi.

3. Sebagai alternatif pengolahan biji nangka, kacang merah, dan pisang dalam pembuatan tepung.

4. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari biji nangka, kacang merah dan pisang yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai bahan campuran, bahkan limbah makanan. 5. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula, telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil diatas loyang pembakar, di oven dan hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).

Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) “Mutu dan Cara Uji Biskuit” (SNI -01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Ciri khas biskuit adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar Maksimum 0.5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal


(30)

2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit

Biskuit adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 458 kilokalori, protein 6,9 gram, karbohidrat 75,1 gram, lemak 14,4 gram, kalsium 62 milligram, fosfor 87 milligram, dan zat besi 3 milligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 milligram, dan vitamin 0 milligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan 100%.

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit Jenis Biskuit Populer Lemak

(g)

Karbohidrat (g)

Protein

(g) Kalori

Biskuit tawar atau mentega 1

biskuit (diameter 6,5 cm) 9,78 26,76 4,20 212

Biskuit gandum 1 kecil (diameter

4 cm) 1,62 6,47 1,35 44

Biskuit tawar atau dengan

mentega (rendah lemak) 1 biskuit (diameter 5 cm)

1,04 10,95 1,54 59

2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebaai pelembut adalah gula, lemak dan kuning telur (Matz dan Matz, 1978).


(31)

Proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk biskuit karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.

Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang dengan suju ±176.7º (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air biskuit. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, semakin pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177-204ºC). setalah dipanggang biskuit harus segera didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan biskuit disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2.1.


(32)

Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies 2.2 Biji Nangka

Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang mengolahnya untuk dijadikan makanan tambahan misalnya diolah menjadi kolak. Biji

Biskuit dalam kemasan Pengemasan Pendinginan Pemanggangan

Pencetakan Pengistirahatan

Pengadonan Pencampuran (secara bertahap)*

Penimbangan Bahan-bahan


(33)

nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya sepertiga dari berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah.

Potensi biji nangka (Arthocarpus heterophyllus lamk) yang besar belum dieksploitasi secara optimal. Sangat rendahnya pemanfaatn biji nangka dalam bidang pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat dalam pengolahan biji nangka.

Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100 g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan olahan (Nuraini, 2011).

Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur sebesar 58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%. Kandungan karbohidrat pada biji nangka yang tinggi, dapat dimanfaatkan dalam


(34)

proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan serta kandungan proteinnya juga tinggi.

2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka

Limbah biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan bahan makanan serealia lain seperti gandum, beras giling, jagung segar, dan singkong. Berikut ini perbandingan kandungan biji nangka, dan sumber karbohidrat lainnya pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan

Kandungan

Gizi Unit

Biji

Nangka Gandum

Beras Giling

Jagung

Segar Singkong

Kalori Kal 165,00 365,00 360,00 140,00 146,00

Protein Gr 4,20 8,90 6,80 4,70 1,20 Lemak Gr 0,10 1,30 0,70 1,30 0,30 Karbohidrat Gr 36,70 77,30 78,90 33,10 34,70

Kalsium Mg 33,00 16,00 6,00 6,00 33,00

Besi Mg 1,00 106,00 140,00 118,00 40,00

Fosfor Mg 200,00 1,20 0,80 0,70 0,70

Vit. B1 Mg 0,20 0,12 0,12 0,12 0,06

Vit C Mg 10,00 0,00 0,00 8,00 30,00

Air % 57,70 12,00 13,00 60,00 63,50

Sumber : Depkes RI (2009)

2.2.2 Manfaat Biji Nangka

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan.


(35)

tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka yang tahan lama disimpan.

2.2.3 Tepung Biji Nangka

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.

Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka, setelah itu direbus untuk menghilangkan bau kurang lebih selama 30 menit. Setelah direbus, biji


(36)

nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada pengeringan (Achmad Fadillah, 2008). Pengeringan dilakukan hingga kadar air di dalam biji nangka hilang seluruhnya. Dilanjutkan dengan penghancuran biji nangka yang sudah kering hingga menjadi bubuk halus, diayak menggunakan tepung 60 mesh, dan tepung biji nangka selesai dibuat. Berikut ini kandungan kimia tepung biji nangka per 100 gram bahan dalam tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka

Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka

Air 12,40

Protein (g) 12.19

Lemak (g) 1,12

Serat Kasar (g) 2,74

Abu (g) 3,24

Bahan ekstra tanpa nitrogen 68,80

Pati 56,21

Sumber : Sari (2012)

2.3 Kacang Merah

Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan kebiasaan panennya berbeda, kacangan merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua, sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong-polong mudanya (Rukmana, 2009).


(37)

2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah

Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Biasanya yang dimanfaatkan dari kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein dan zat besi yang potensial. Karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping kaya protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan vitamin (Astawan, 2009). Hasil perbandingan komposisi zat gizi antara kacang merah segar, kacang merah kering, dan kacang merah rebus dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Bahan

Penyusunan

Kacang Merah Kering

Kacang Merah Segar

Kacang Merah Rebus

Kalori (kal) 314,00 171,00 144,00

Protein (gr) 22,30 11,00 10,00

Lemak (gr) 1,10 2,20 1,00

Karbohidrat (gr) 56,20 28,00 24,70

Kalsium (gr) 260,00 29,30 144,00

Fosfor (gr) 410,00 134,00 150,00

Besi (mg) 5,80 3,70 2,80

Vitamin A (SI) 30,00 0,00 0,00

Vitamin C (mg) 0,00 0,00 0,00

Vitamin B1 (mg) 0,50 0,15 0,10

Sumber : Departemen Kesehatan (1995)

2.3.2 Manfaat Kacang Merah

Kacang merah menyediakan banyak zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Beberapa manfaat mengonsumsi kacang merah antara lain, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas, menurunkan kolesterol


(38)

darah, mengendalikan glukosa darah, detoksifikasi sulfit dan sebagainya (Anonim, 2013).

2.3.3 Tepung Kacang Merah

Pengolahan biji kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal oleh masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung kacang merah yang dihasilkan. Pembuatan tepung kacang merah dapat dilakukan dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari, maupun dengan menggunakan alat pengering, seperti oven. Kacang merah kemudian dilepas kulitnya, disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).

Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya.

2.4 Pisang

Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.

Buah pisang tersusun dalam tendon dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut dengan sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit


(39)

berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hamper hitam. Buah pisang sebagai bahan panan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

Karbohidrat dalam pisang mentah selain mengandung amilum (tepung) sulit dicerna juga tidak manis. Pada pisang yang telah masang, amilumnya telah berubah menjadi zat gula yang mudah dicerna oleh tubuh dan mempunyai rasa yang manis dan enak. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang masak dapat memberi energi dan kehangatan pada tubuh.

Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10-16 sisir dengan berat 14-22 kg. setiap sisir terdapat ± 20 buah. Daging buahnya kuning, umumnya buah dimakan setelah direbus atau digoreng. Berikut ini merupakan klasifikasi pisang kepok (musa balbisiana) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa


(40)

2.4.1 Kandungan Gizi Pisang Kepok

Adapun kandungan gizi yang terdapat pada setiap 100 gram disajikan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gram Pisang Kepok

Unsur Kadar

Air (gr) 73,50

Protein (gr) 1,30

Karbohidrat (gr) 24,00

Lemak (gr) 4,00

Serat (gr) 0,50

Vitamin A (SI) 430,00

Vitamin B1 (mg) 0,09

Vitamin B2 (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 10,00

Kalsium (mg) 8,00

Besi (mg) 0,60

Fosfor (gr) 28,00

Magnesium (mg) 0,64

Potassium (mg) 4,21

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.4.2 Tepung Pisang

Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.

Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras, terigu, dan sebagainya) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan


(41)

cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita, kue pasir dan lain-lain. Dalam industri pisang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan pudding, makanan bayi, dan roti.

Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan maupun pedesaan. Pada dasarnya, semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang yang paling baik meghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkannya mempunyai warna yang lebih putih dibandingka dengan yang dibuat dari pisang jenis lain.

Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari berbagai Varietas Pisang Varietas Warna Kadar air

(%)

Kadar asam (%)

Karbohidrat (%)

Kepok Putih 6,08 1.85 76.47

Nangka Putih coklat 6,09 0.85 79.84

Ambon Putih abu-abu 6,26 1.04 78.99

Raja Putih coklat 6,24 0.84 76.47

Ketan Putih abu-abu 6,24, 0.78 75.33

Lampung Putih 8,39 0.49 70.10

Siam Kuning coklat 7,62 1.00 77.13

Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang daya awet tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan lain-lain. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan atau perebusan buah pisang, pengupasan, pengirisan dan pengeringan. Selanjutnya dilakukan penepungan


(42)

atau penggilingan dan pengayakan. Adapun komposisi tepung pisang disajikan pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang Kepok dan Rendaman Gaplek Pisang

Komponen (%) Tepung Pisang

Kadar air 5,85 – 11,60

Kadar pati 64,69 – 67,31

Kadar total gula 18,24 – 20,04

Kadar serat kasar 1,96 – 2,51

Kadar protein 3,36 – 4,12

Kadar vitamin C 0,0325 – 0,0326

Kadar total asam 0,36 – 0,71

Rendaman gaplek pisang 15,4 – 18,8

Sumber : Winarno, 2004

2.5 Kebutuhan Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dimulai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.

Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA. Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan remaja putri (Arisman, 2010). Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentukan tulang dan otot. Akibat jika tidak


(43)

terpenuhinya zat besi pada tubuh akan berdampak pada terjadinya anemia defisiensi besi yang akan mempengaruhi pertumbuhan, dan produktivitas remaja.

2.5.1 Energi

Energi dalam makanan yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Ketiga zat gizi tersebut disebut makronutrien. Energi diperlukan untuk metabolisme, utilisasi bajan makanan dan aktivitas (Pudjiadi, 2000). Menurut WHO (1985) konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier, 2010).

Sumber energi dalam tubuh remaja berasal dari tiga sumber, yaitu karbohidrat, lemak dan protein yang akan dipecah manjadi energi. Energi yang dihasilkan oleh setiap satu gram karbohidrat sebanyak 4 kalori, yang dihasilkan lemak sebanyak 9 kalori, dan oleh protein sebanyak 4 kalori (Devi, 2012).

Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan menjadi tidak ideal. Bila terjadi pada remaja akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier, 2010).

Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh.


(44)

Akibatnya ialah terjadi kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh sehingga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2010).

2.5.2 Protein

Setelah air, protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Bila energi makanan cukup, dapat dikatakan semua makanan juga mengandung protein yang cukup. Akan tetapi, jika protein yang dikonsumsi tidak terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh, hal ini menggambarkan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi terhadap kebutuhan energi.

Kebutuhan manusia akan protein dapat dihitung dengan mengetahui jumlah nitrogen yang hilang (obligatory nitrogen). Setiap harinya nitrogen yang keluar bersama urin rata-rata 37 mg/kg berat badan dan dalam feses 12 mg/kg berat badan. Nitrogen yang lepas bersama kulit 3 mg/kg serta melalui jalur lain seperti keringat meliputi 2 mg/kg sehingga jumlahnya menjadi 54 mg/kg berat badan per hari. Karena itu nitrogen dibuat oleh tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kebutuhan minimal protein yang diperlukan badan (Winarno, 2004).

Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 (konversi protein dari nitrogen) menjadi jumlah kebutuhan protein/kg berat badan per hari. Angka ini biasanya masih ditambah 30% untuk memberi peluang peningkatan terbuangnya nitrogen kelak kalau protein sudah dikonsumsi. Terbuangnya nitrogen juga bervariasi tergantung individu,


(45)

ukuran berat badan, jenis kelamin dan umur. Untuk itu pengamanan angka terakhir masih harus ditambah lagi menjadi 30% (Winarno, 2004).

Menurut Almatsier (2010), maksimal asupan protein yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah sebanyak 2 kali dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Protein terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai protein pada bahan pangan bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Sumber protein dari hewani diantaranya adalah ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang. Sedangkan sumber protein dari nabati diantaranya adalah kacang merah, dan juga kedelai dan olehannya seperti tempe dan tahu.

Protein ditemukan dalam semua jaringan tubuh. Kebanyakan dari protein disimpan dalam jaringan otot dan organ-organ tubuh. Sisanya terdapat dalam darah, tulang dan gigi. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu :

1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

2. Memelihara jaringan tubuh sepanjang hidup dan memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak.

3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim-enzim pencernaan dan metabolisme yang digunakan dalam tubuh serta sebagai antibodi yang diperlukan.

4. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

5. Bertindak sebagai buffer, yaitu beraksi dengan asam dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan (pH 7,35-7,45).


(46)

6. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier, 2010).

Gangguan gizi yang juga sering terjadi pada remaja ialah kurang energi protein yang juga disebut kurang kalori-protein. Konsumsi energi yang kurang dapat menyebabkan penggunaan protein makanan digunakan untuk energi daripada untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu, kurang protein tetapi cukup energi dapat timbul jika pangan pokok yang dimakan mempunyai kandungan protein yang rendah, misalnya singkong ataupun ubi jalar ataupun jika total konsumsi pangan anak kecil misalnya sop, bubur ataupun bubur halus juga rendah dalam protein kalori. Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit penyerta berupa infeksi saluran pernapasan serta infeksi saluran pencernaan (Sulistyoningsih, 2011).

2.5.3 Zat Besi (Fe)

Zat Besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopobsis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat (Hoffbrand, 2006).

Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat empat heme. Besi juga terdapat


(47)

dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin, mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2004).

Pada remaja, jumlah kebutuhan sesuai dengan ukuran tubuh dan terjadinya menstruasi (Rossander-Hulthen & Hallberg, 1996 dalam Beard, 2000). Kebutuhan zat besi untuk remaja dihitung menggunakan metode faktorial. Kebutuhan remaja dihitung dari peningkatan volume darah (0,18 mg/hari pada remaja pria dan 0,14 mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut termasuk peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan rata-rata konsentrasi Hb selama pertumbuhan yang pesat.

Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja putri diperkirakan sekitar 1,9 mg/hari, berdasarkan rat-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg), dan kehilangan darah menstruasi (0,6 mg) (Briawan, 2014). Apabila AKG zat besi 15 mg/hari, dengan asumsi penyerapan zat besi 10-15%, akan menghasilkan asupan zat besi sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Jumlah ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam tubh, termasuk untuk penyimpanan sebesar 300 mg (Krummer Kris-Etherton, 1996).

Tambahan zat besi untuk remaja wanita diperlukan untuk menggantikan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hallberg (1996) menyebutkan bahwa menstruasi selama remaja tidak berbeda dengan usia reproduktif lainnya. Rata-rata kehilangan darah menstruasi 84 ml, dengan asumsi kehilangan Hb 133 g/l, membutuhkan tambahan zat besi 0,56 mg/hari. Tambahan zat besi untuk persentil ke-10 sebesar 0,17 mg/hari dan persentil ke-90 sebesar 1,08 mg/hari. Tambahan zat besi


(48)

untuk mempertahankan keseimbangan akibat kehilangan darah menstruasi dibutuhkan 2,1 mg/hari untuk persentil ke-75.

Fairweather-Tait (1996, dikutip dalam Beard, 2000) mengestimasi kebutuhan zat besi untuk remaja pria antara 1,45-2,03 mg/hari berdasarkan survey di UK dan Eropa pada tahun 1996. Untuk remaja pria, masa pubertas berkaitan dengan meningkatnya massa tubuh dan konsentrasi hemoglobin. Kebutuhan untuk pria ini 20% lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan wanita mentruasi. Sedangkan untuk remaja wanita, pertumbuhan masih berlanjut setelah masa menstruasi. Pada usia 14 tahun, kebutuhan zat besi remaja wanita 30% lebih banyak dibandingkan ibunya (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Kebutuhan zat besi menurut kelompok usia

Kelompok Usia Kebutuhan mg/hari

Pria dewasa 1

Remaja 2-3

Wanita (WUS) 2-3

Wanita hamil 3-4

Bayi 1

Bioavailabilitas maksimum pada diet 4 Sumber : Frewin et al, 1997

FAO/WHO (2001) menyebutkan zat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan remaja adalah 0,55 mg/hari. Asumsi kehilangan zat besi basal 0,65 mg dan menstruasi 0,48 mg, sehingga kebutuhan zat besi sekitar 1,68 mg per hari. Kebutuhan tersebut didasarkan pada tingkat fisiologis sehingga jika bioavailabilitas sebesar 5-10% makan diperlukan zat besi 17-34 mg/hari. Untuk Indonesia, kebutuhan zat besi menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut


(49)

Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja menurut AKG Indonesia

Jenis kelamin Usia Zat besi (mg/hari)

Laki-laki

10-12 tahun 13

13-15 tahun 19

16-18 tahun 15

Perempuan

10-12 tahun 20

13-15 tahun 26

16-18 tahun 26

Sumber : WNPG, 2012

Kebutuhan zat besi pada remaja pria yang lebih rendah tersebut menyebabkan prevalensi anemia pada kelompok pria lebih rendah dibandingkan wanita.

2.6 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Susiwi, 2009).

Indera yang berperan dalam uj organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penelitian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.


(50)

Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.7 Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam pael, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, biasa dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.


(51)

2. Panel terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai veverapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel agak terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sidat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel tidak terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasaran jenis suku-suku bangsa, tingkat social dan pendidikan. Panel tidak terlatihnya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.


(52)

6. Panel konsumen

Panel konsumen teridir dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya, cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih, biasa, atau tertawa.

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.

Daya terima biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang

merah, dan tepung pisang

Nilai gizi energi, protein dan zat besi dari biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap, yang terdiri atas 3 perlakuan faktor yaitu tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dilakukan dengan 3 perlakuan (7:4:4 , 4:7:4 dan 4:4:7). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka sebesar 46,7%:26,7%:26,7%, tepung kacang merah sebesar 26,7%:46,7%:26,7% dan tepung pisang 26,7%:26,7%:46,7% dari berat total diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan biskuit, dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Masing-masing perlakuan tiga kali pengulangan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan

1 2

A1 Y11 Y21

A2 Y12 Y22

A3 Y13 Y23

Keterangan :

A1 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 7:4:4

A2 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:7:4

A3 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:4:7

Y11 : Perlakuan A1 (7:4:4) pada ulangan ke-1 Y12 : Perlakuan A2 (4:7:4) pada ulangan ke-1 Y13 : Perlakuan A3 (4:4:7) pada ulangan ke-1 Y21 : Perlakuan A1 (7:4:4) pada ulangan ke-2 Y22 : Perlakuan A2 (4:7:4) pada ulangan ke-2 Y23 : Perlakuan A3 (4:4:7) pada ulangan ke-2


(54)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian uji daya terima biskuit yang dimodifikasi dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pembuatan modifikasi tepung (kacang merah, biji nangka, dan pisang) serta pembuatan biskuit dilakukan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan Juli 2015.

3.3 Panelis

Panelis dalam penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa reguler Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM USU) yang masih aktif kuliah dan terdiri dari angkatan 2014, 2013, 2012, dan 2011. Umur panelis berkisar 17-21 tahun.

3.4 Bahan dan Alat 3.4.1 Bahan

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik, tidak busuk, dan tidak berubah warna. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu tepung terigu, mentega putih, garam, telur, ekstrak vanilla dan gula halus. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini dapat diihat pada tabel 3.2.


(55)

Tabel 3.2 Jenis dan Ukuran Bahan dalam Eksperimen Pembuatan Biskuit Bahan

Perbandingan 46,7%:26,7%:26,7

%

26,7%:46,7%:26,7 %

26,7%:26,7%:46,7 %

Tepung biji nangka 70 gram 40 gram 40 gram

Tepung kacang

merah 40 gram 70 gram 40 gram

Tepung pisang 40 gram 40 gram 70 gram

Tepung terigu 25 gram 25 gram 25 gram

Gula Halus 100 gram 100 gram 100 gram

Telur 1 butir 1 butir 1 butir

Vanila ekstrak 1 sdt 1 sdt 1 sdt

Mentega tawar 100 gram 100 gram 100 gram

Keterangan :

A1 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang adalah 7:4:4

A2 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:7:4

A3 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:4:7

Untuk menghasilkan biskuit yang dimodifikasi dengan tepung kacang merah, tepung pisang, tepung biji nangka dan tepung terigu yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan yang tepat.

3.4.2 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mixer, ayakan tepung halus, loyang, oven dryer, mesin penepung/blender, pisau, wadah/baskom, timbangan, kertas roti, kompor, dan sendok plastik.


(56)

3.5 Tahapan Penelitian

3.5.1 Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka

Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka. Setelah dicuci, biji nangka direbus bersama arang batok kelapa untuk menghilangkan bau, dengan suhu 110ºC selama kurang lebih 30 menit. Setelah direbus, biji nangka dipisahkan sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil-kecil) agar memudahkan pada proses pengeringan (Achmad Fadilah, 2008).

Proses pengeringan hingga menjadi tepung biji nangka, dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan cara membiarkan bahan pangan di bawah sinar matahari yang dikenal dengan istilah pengeringan secara alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara yang panas dari oven atau konstruksi pada alat pengering yang khusus untuk pengering pada suatu bahan pangan. Pengeringan di terik matahari memang bisa efektif, oleh karena suhu yang dicapai sekitar (35-45ºC). iklim di wilayah tropis merupakan sumber energi yang sangat cukup potensial. Selain itu juga dapat dikeringkan dengan mesin oven pengering

Cabiner Dryer dengansuhu 60ºC selama 2 jam. Proses pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam biji nangka. Setelah itu memasuki proses penghancuran dengan menggunakan blender dan diayak.


(57)

Tahapan pembuatan tepung biji nangka dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini :

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Biji Nangka

Biji Nangka/Beton

Pencucian biji nangka/beton (10 menit)

Perebusan (30 menit)

Ditiriskan

Pengelupasan kulit ari (15 menit)

Pengirisan/pemotongan 3-6 bagian (15 menit)

Pengeringan dengan sinar matahari (2-3 hari)

Pengayakan tepung biji nangka/beton


(1)

Varians total =

= 0,3 c. Uji Barlett

Ho = 12 = 22 = 33

Ha = Sekurang-kurangnya ada 2 varians populasi ( 12) yang tidak sama

bh =

= 0,9351

bc =

= 0,935

Ternyata bh (0,9351) > bc (0,935) Ho diterima, hal ini menjelaskan bahwa varians kedua populasi darimana sampel ditarik sesungguhnya homogen (sama) sehingga dapat dilanjutkan dengan Uji Anova.

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit yang Dimodifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

1. Derajat Bebas (db)

g. db perlakuan = 3 – 1 = 2

h. db galat = (3 x 30 – 1) – (3-1) = 87 i. db jumlah = (3 x 30) – 1 = 89

2. Faktor Koreksi (FK) Faktor Koreksi =

= 608,4 3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah Kuadrat Total = 636 – 608,4 = 27,6

b. Jumlah Kuadrat Perlakuan =

608,4

= 1,4 c. Jumlah Kuadrat Galat = 27,6 – 1,4

= 26,2 4. Kuadrat Total (KT)

a. Kuadrat Total Perlakuan = = 0,7


(2)

b. Kuadrat Total Galat = = 0,30 5. F Hitung

F hitung =

= 2,33

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung

Keterangan

Perlakuan 2 1,4 0,7 2,33 3,11 Tidak Ada Perbedaan Galat 87 26,2 0,30

Total 89 27,6

Berdasarkan tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa F hitung < F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rwarna pada setiap perlakuan. Lampiran 6

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptika Panelis Terhadap Tekstur Biskuit yang Dimodifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

No

Nama Panelis

Jenis

Kelamin Umur

Perlakuan Total Penelis A1 A2 A3 Yi Y2ij (Yi)2

1 Annisa 1 20 3 3 3 9 27 81

2 Artika Sari 1 21 3 3 2 8 22 64

3

Malta

Indah 1 22 3 3 3 9 27 81

4 Rolen 1 22 3 3 2 8 22 64

5 Rodhia R. 1 22 2 2 2 6 12 46

6 Jumirsa H. 1 22 2 2 2 6 12 36

7

Nia

Sylviana 1 21 3 3 3 9 27 81

8 Athira D. 1 21 2 3 3 8 22 64

9 Elvira D. 1 21 2 2 2 6 12 36

10

Asih


(3)

11

Daniel

Tasmi 2 21 1 3 1 5 11 25

12 Janni 1 22 2 2 2 6 12 36

13 Ervina F. 1 22 3 2 3 8 22 64

14 Roma C. 1 22 3 3 3 9 27 81

15

Elisabeth

P. 1 22 3 3 3 9 27 81

16 Serani 1 22 3 3 3 9 27 81

17

Jumaida

Sari 1 21 2 3 2 7 17 49

18 Wicaksono 2 21 1 3 2 6 14 36

19 Erista M. 1 20 2 2 3 7 17 49

20 Sri Dewi 1 21 1 2 1 4 6 16

21

Rini

Puspita 1 22 1 3 1 5 11 25

22 Mustafa K. 2 22 2 2 2 6 12 36

23 Dominika 1 24 1 2 1 4 6 16

24 Nurhalis S. 1 21 3 3 3 9 27 81

25 Jenny Feby 1 22 3 3 2 8 12 64

26

Putri Wella

S 1 21 2 3 2 8 22 64

27 Agustina P. 1 21 1 3 3 7 19 49

28 Meilin N. 1 27 2 3 2 7 17 49

29

Vernando

A 2 20 2 3 2 7 17 49

30 Surya Budi 2 20 2 3 2 7 17 49

Yi 66 80 67 213

Y2ij 157 220 160 537

(Yi)2 4356 6400 4489 15245


(4)

d. Varians S12 =

0,41

S22 =

= 0,23

S32 =

= 0,36

e. Varians Total

Varians total =

= 0,3 f. Uji Barlett

Ho = 12 = 22 = 33

Ha = Sekurang-kurangnya ada 2 varians populasi ( 12) yang tidak sama

bh =

= 0,95

bc =

= 0,935

Ternyata bh (0,95) > bc (0,935) Ho diterima, hal ini menjelaskan bahwa varians ketiga populasi darimana sampel ditarik sesungguhnya homogeny (sama) sehingga dapat dilanjutkan dengan Uji Anova.

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit yang Dimodifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

6. Derajat Bebas (db)

j. db perlakuan = 3 – 1 = 2

k. db galat = (3 x 30 – 1) – (3-1) = 87 l. db jumlah = (3 x 30) – 1 = 89

7. Faktor Koreksi (FK) Faktor Koreksi =

= 504,1 8. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah Kuadrat Total = 537 – 504,1 = 32,9


(5)

b. Jumlah Kuadrat Perlakuan =

504,1

= 4,2 c. Jumlah Kuadrat Galat = 32,9 – 4,2

= 28,7 9. Kuadrat Total (KT)

a. Kuadrat Total Perlakuan = = 2,1

b. Kuadrat Total Galat = = 0,33 10.F Hitung

F hitung =

= 6,36 Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung

Keterangan

Perlakuan 2 4,2 2,1 6,36 3,11 Ada Perbedaan Galat 87 28,7 0,33

Total 89 32,9

Berdasarkan tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa F hitung > F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tekstur pada setiap perlakuan.

Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terhadap Hasil Analisa

Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit dengan modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

1. StandarError Rata-rata (S )

Standar Error Rata-rata (S ) =

=

= 0,104

2. Least Significant Ranges (LSR)

P 2 3

Range 2,80 2,95


(6)

Keterangan :

P : Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji

Range : Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5% dengan derajat bebas galat = 87 ~ 100

LSR : Range x Standard Error Rata-rata

3. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa Biskuit dengan modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang

Perlakuan A1 A2 A3

Rata-rata 2,13 2,70 2,73

A2 – A3 = 2,67 - 2,23 = 0,44 > 0,29 Jadi A2

A3

A3 – A1 = 2,67 – 2,20 = 0,47 > 0,31 Jadi A1

A2

A3 – A1 = 2,23 – 2,20 = 0,03 > 0,29 Jadi A1

A3

Berdasarkan Uji Duncan seperti tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit pada biskuit A2 tidak berbeda dengan A1. Namun tingkat kesukaan panelis terhdap tekstur biskuit pada biskuit A3 berbeda dengan kedua perlakuab biskuit dengan modifikasi lainnya.


Dokumen yang terkait

Uji Daya Terima Roti Tawar Dengan Modifikasi Tepung Jagung dan Kentang dan Kontribusinya Terhadap Kecukupan Energi Pada Anak SD

10 100 138

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah

20 124 124

Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele

9 64 154

Perbandingan Berat Kacang Kedelai Tergerminasi dan Biji Nangka dan Konsentrasi Ragi pada Pembuatan Tempe

0 29 76

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI DAN TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Terfermentasi Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, Dan Daya Terima Cake.

0 1 18

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI DAN TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, DAN DAYA Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Terfermentasi Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, Dan Daya Terima Cake.

0 14 11

Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

1 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 1 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 0 10

Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 1 16