Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah.

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM SIAP MINUM
MENGGUNAKAN LEMAK PENGGANTI
MINYAK SAWIT MERAH

ASHRI REPA OKTAPIANDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Minuman
Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ashri Repa Oktapianda
NIM F24110029

ABSTRAK
ASHRI REPA OKTAPIANDA. Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum
Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit Merah. Dibimbing oleh NUR
WULANDARI.
Pemanfaatan minyak sawit merah (MSM) sebagai lemak pengganti
minuman susu asam merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai tambah
MSM. Minuman susu asam dipilih karena produk tersebut telah menjadi trend
produk sehat saat ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula
minuman susu asam yang menggunakan lemak pengganti MSM dengan stabilitas
yang baik, diterima secara organoleptik, dan dapat dipertahankan kandungan
karotenoidnya. Tahapan penelitian terdiri atas enam tahap, yaitu (1) karakterisasi
bahan baku, (2) penetapan formula susu asam, (3) penentuan konsentrasi
emulsifier, (4) penentuan konsentrasi stabilizer, (5) uji organoleptik, dan (6)
karakterisasi produk minuman susu asam terpilih. Berdasarkan hasil analisis

karakterisasi bahan baku, formula awal produk minuman susu yang
dikembangkan terdiri atas 3.14% MSM, 8.78% susu bubuk skim, dan 88.08% air.
Perlakuan perbedaan konsentrasi emulsifier lesitin kedelai dan Tween 80 yang
digunakan yaitu 0.2% dan 0.5% dengan respon stabilitas emulsi. Konsentrasi
emulsifier yang dipilih baik untuk lesitin kedelai maupun Tween 80 adalah 0.2%
karena merupakan konsentrasi yang memberikan stabilitas emulsi paling tinggi,
dengan hasil yang berbeda nyata pada taraf 0.05. Konsentrasi stabilizer CMC
yang digunakan adalah 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Respon yang diukur adalah
viskositas, uji stabillitas emulsi secara visual, uji stabilitas emulsi dengan
sentrifugasi dan penampakan secara mikroskopik. Berdasarkan ANOVA diketahui
bahwa terdapat perbedaan nyata pada perlakuan yang diberikan dengan taraf 0.05.
Berdasarkan hasil uji viskositas dipilih konsentrasi CMC sebesar 0.1% karena
nilai viskositas berada pada kisaran nilai viskositas susu asam komersial. Hasil uji
organoleptik produk menunjukkan bahwa aroma MSM pada produk masih
terdeteksi namun agak lemah intensitasnya. Produk minuman susu asam dengan
flavor nanas dan mangga memiliki perbedaan dari segi penerimaan. Minuman
susu asam rasa mangga lebih diterima dibandingkan minuman susu asam rasa
nanas. Kandungan karoten minuman susu asam setelah proses masih dapat
dipertahankan cukup baik dengan retensi 90.47% dan kadar dalam 100 mL produk
sebesar 820.58 ppm. Produk minuman susu asam dapat diterima sebagai produk

minuman susu asam tinggi karoten untuk umum pada penyimpanan selama 2 hari
dan untuk anak-anak pada penyimpanan selama 8 hari.
Kata kunci : formulasi, minuman susu asam, stabilitas emulsi, total karotenoid

ABSTRACT
ASHRI REPA OKTAPIANDA. Formulation of Ready to Drink Acidified Milk
Beverage using Red Palm Oil as Fat Replacer. Supervised by NUR
WULANDARI.
Utilization of red palm oil (RPO) in acidified milk beverage formulation
was one of the efforts to increase the value addition in RPO. Acidified milk
beverage was selected due to its potency to become a trend of healthy product.
The objective of this research was to obtain a formula of acidified milk beverage
product with good stability, acceptability, and still maintained its carotenoid
content. This research consisted of six steps, i.e (1) characterization of the raw
material, (2) determination of acidified milk formula, (3) determination of
emulsifier concentration, (4) determination of stabilizer concentration, (5)
organoleptic test, and (6) characterization of selected acidified milk beverage
product. Ingredients formulation based on the analysis of raw materials
characterization consist of 3.14% RPO, 8.78% skimmed milk powder, and
88.08% water. Treatments in emulsifier concentration of soy lecithin and Tween

80 was about 0.2% and 0.5%, with emulsion stability as its response.
Concentration of 0.2% emulsifier was chosen due to its highest emulsion stability,
with significant difference to other treatments at the level of 0.05. Concentration
of stabilizer CMC used were 0.1%, 0.3% and 0.5%. The responses measured were
the viscosity, visual stabillity, emulsion stability by centrifugation method, and
microscopic appearance of emulsion droplets. Based on ANOVA, sigificant
difference for each treatments at the level of 0.05 was observed. According to the
viscosity test results, it was chosen 0.1% of CMC because its viscosity value
belong to viscosity value of acidified milk commercial. Organoleptic test results
showed that aroma of RPO in final products were less detectable. Acidified milk
beverage with mango flavor was accepted better than acified milk beverage with
pineapple flavor. Total carotene in the 100 mL final product after process could be
maintained high with carotene retention of 90.47% as much as 820.58 ppm of
total carotene. Acidified milk beverage accepted as high carotene product on 2
days storage for general and 8 days storage for children.
Keyword : acidified milk beverage, emulsion stability, formulation, total
carotenoid

FORMULASI MINUMAN SUSU ASAM SIAP MINUM
MENGGUNAKAN LEMAK PENGGANTI

MINYAK SAWIT MERAH

ASHRI REPA OKTAPIANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak
Pengganti Minyak Sawit Merah
Nama
: Ashri Repa Oktapianda

NIM
: F24110029

Disetujui oleh

Dr Nur Wulandari, STP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Feri Kusnandar, STP MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014
hingga Juni 2015 ini ialah pengembangan produk, dengan judul Formulasi

Minuman Susu Asam Siap Minum Menggunakan Lemak Pengganti Minyak Sawit
Merah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nur Wulandari, STP MSi selaku
dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberi saran sejak
penulis masuk ke Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Ir Sukarno, MSc dan Dr Elvira Syamsir, STP MSi
yang telah bersedia menjadi dosen penguji. Ungkapan terima kasih disampaikan
kepada Ayah, Ibu, Tulus, Upau, Ina serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Taufiq Pratama Purba STP yang
selalu sabar dan setia memberikan dukungan untuk kelancaran tugas akhir ini.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Gatot, Bu Antin, Bapak
Sobirin, Pak Edi atas bantuan dan arahan selama penulis melaksanakan penelitian.
Di samping itu terimakasih kepada teman seperjuangan, Nindya, Dian Kumala,
Hilda, Fhirda, yang selalu memberi saran dan masukan selama kuliah dan tugas
akhir. Tidak lupa terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium
Ines, Puspa Dwi Laksana, Diana, Fatma, dan Hadi. Ungkapan terima kasih juga
untuk teman-teman ITP 48 atas kerja sama selama kuliah di Ilmu dan Teknologi
Pangan IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Ashri Repa Oktapianda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3


Alat

3

Tahap Penelitian

3

Metode Analisis

7

Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

12


Karakterisasi Bahan Baku

12

Penetapan Formula Produk

14

Penentuan Konsentrasi Emulsifier

16

Penentuan Konsentrasi Stabilizer

18

Uji Organoleptik Produk

24

Analisis Karoten Produk Terpilih

27

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Formulasi susu isi (Filled Milk)
2 Faktor konversi untuk penetapan viskositas untuk setiap spindle dan
speed
3 Data hasil analisis mutu minyak sawit merah (MSM)
4 Data hasil analisis mutu susu bubuk skim
5 Formula awal minuman susu
6 Formula minuman susu asam
7 Data viskositas produk susu asam komersial
8 Data viskositas produk minuman susu asam pada berbeagai perlakuan
9 Lama penyimpanan produk minuman susu asam
10 Hasil uji segitiga minuman susu asam

6
12
12
14
15
16
19
20
25
26

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian formulasi minuman susu asam siap minum
menggunakan lemak pengganti minyak sawit merah
2 Stabilitas emulsi minuman susu asam pada berbagai konsentrasi
emulsifier
3 Produk minuman susu asam
4 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi produk secara visual
5 Data hasil pengamatan stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi
6 Penampakan droplet emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya
terpolarisasi perbesaran 200x
7 Grafik penurunan stabilitas emulsi selama penyimpanan
8 Rata-rata skor uji sensori terhadap intensitas aroma produk minuman
susu asam
9 Rata-rata hasil penerimaan produk minuman susu asam dengan flavor
nanas dan mangga
10 Total karoten pada minuman susu asam selama 14 hari
11 Retensi karoten minuman susu asam selama 14 hari

5
17
20
21
21
22
23
26
27
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Susu Asam Siap Minum
2 Diagram Alir Perbaikan Proses Pembuatan Minuman Susu Asam Siap
Minum
3 Rumusan Formulasi Minuman Susu Asam Siap Minum
4 Hasil Uji t Stabilitas Emulsi
5 Hasil ANOVA Viskositas
6 Hasil ANOVA untuk Stabilitas Emulsi pada Pemilihan Konsentrasi
Stabilizer
7 Tabel Peluang Binomial Uji Segitiga
8 Hasil ANOVA untuk Uji Rating Intensitas
9 Hasil Uji t untuk Uji Rating Hedonik
10 Formulir Uji Segitiga
11 Formulir Uji Rating Intensitas
12 Formulir Uji Rating Hedonik

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan produk merupakan upaya yang sering digunakan oleh
industri pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus menciptakan
peluang pasar. Menurut Adi (2006) kegiatan pengembangan produk merupakan
suatu percobaan dalam rangka membuat suatu produk yang bermutu dan memiliki
nilai tambah bila dibandingkan dengan produk yang sudah ada. Setiap tahap
proses dalam pengembangan produk harus dianalisis dengan seksama supaya
produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Salah satu
tahap dalam pengembangan produk adalah tahapan pengembangan formulasi.
Formulasi produk dianggap penting karena terkait dengan kebutuhan bahan baku,
karakteristik produk yang diharapkan, dan nilai tambah produk yang diinginkan.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengembangan
produk adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang diunggulkan dalam
penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM). Ketersediaan bahan baku ini
cukup melimpah di Indonesia. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2014)
Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia, dengan produksi 27
juta ton pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 mencapai lebih dari 29 juta ton,
dengan ekspor lebih dari 15 juta ton. Menurut Juliadi (2014) minyak sawit bisa
diolah menjadi lebih dari 300 jenis produk turunan untuk segmen pangan, kimia,
energi terbarukan, termasuk biodiesel. Berdasarkan data tersebut, pengolahan
minyak sawit untuk dijadikan sebagai pangan olahan sangat potensial.
MSM adalah minyak sawit mentah yang dalam proses pengolahannya tidak
dilakukan pemucatan (bleaching) untuk mempertahankan karotennya.
Keunggulan dari MSM dibandingkan dengan minyak sawit lain terdapat pada
kandungan karotenoidnya yang cukup tinggi. Hasil penelitian Murtiningrum
(2013) menyebutkan bahwa kadar karotenoid MSM lebih besar dibandingkan
crude palm oil (CPO). Kadar karotenoid CPO adalah sebesar 660 ppm, sedangkan
MSM sebesar 2511.13 ppm. Selain itu, kadar karotenoid MSM juga lebih besar
dari refined bleached deodorized palm oilein (RBDPO) karena minyak tersebut
telah mengalami proses pemucatan sehingga sebagian besar karotennya hilang.
Berdasarkan hasil penelitian Sirajjudin (2003), total karoten pada MSM adalah
650 ppm. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Mas’ud (2007) total karoten
pada MSM sebesar 492 ppm.
Kandungan karoten yang tinggi dalam MSM juga memberikan nilai tambah
dari aspek kesehatan. MSM merupakan sumber β-karoten yang paling banyak di
antara minyak lainnya sehingga dapat digunakan sebagai sumber provitamin A
untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A (KVA). Menurut Herman (2007)
KVA pada anak balita dapat mengakibatkan risiko kematian mencapai 20 – 30%.
Mortalitas anak balita yang mengalami kebutaan karena keratomalasia dapat
mencapai 50 – 90%. Selain itu, menurut Najamuddin (2012) jumlah kasus
xeroftalmia yang disebabkan kekurangan asupan viamin A ditemukan di sepuluh
provinsi di Indonesia, ditemukan sebanyak 20 kasus balita penderita xeroftalmia
dan 75% di antaranya berusia 3 tahun dan sebagian besar tidak menerima kapsul
vitamin A dalam 6 bulan terakhir.

2
Karoten dalam MSM pun dapat berpotensi sebagai pewarna alami yang
pada bahan pangan. Menurut Pangaribuan dan Aswani (2005) peran utama
karoten adalah sebagai pewarna makanan yang memiliki warna kuning sampai
merah. Ikatan yang meyusun karoten merupakan ikatan ganda terkonjugasi. Ikatan
ini merupakan penyusun kromofor yang bertanggungjawab atas kecerahan pigmen
karotenoid. Selain itu, karoten dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan
alami. MSM mengandung β karoten yang dapat menghambat terjadinya kanker
dan mencegah radikal bebas (Pangaribuan dan Aswani 2005).
Namun berbeda dengan minyak sawit pada umumnya, pemanfaatan MSM
masih sangat terbatas. MSM tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak
goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak oleh suhu
tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk minyak salad dan bahan fortifikan.
Selain itu, mayoritas masyarakat tidak terbiasa mengonsumsi MSM dalam bentuk
minyak goreng yang umumnya telah melalui proses pemucatan. Maka dari itu
diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomi MSM.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan MSM sebagai
sumber lemak untuk produk minuman susu asam.
Dalam penelitian digunakan MSM sebagai pengganti lemak yang
diaplikasikan pada produk minuman susu asam. MSM digunakan sebagai sumber
lemak nabati pengganti lemak susu yang umumnya berasal dari sumber hewani.
Alasan penting dilakukan upaya ini adalah adanya pola hidup untuk mengurangi
kolesterol pada asupan makanan. Lemak yang berasal dari hewan banyak
mengandung kolesterol. Hal ini didasarkan pada pernyataan Sartika (2008) bahwa
secara umum makanan yang berasal dari hewani (daging berlemak, keju, mentega
dan krim susu) selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung kolesterol
sehingga perlu adanya upaya mengurangi asupan makanan produk hewani.
Selain itu, pemanfaatan MSM digunakan dalam produk minuman susu asam
karena harga minyak nabati lebih murah dan mudah diperoleh. Beberapa produk
menggunakan minyak nabati khususnya turunan minyak sawit sebagai pengganti
lemak diantaranya krimer nabati, susu kental manis, dan es krim. Namun minyak
yang digunakan sebagian besar adalah minyak sawit yang telah mengalami
pemurnian sehingga perannya hanya sebagai lemak pengganti saja. MSM
memiliki keunggulan dibandingkan minyak sawit lain, yaitu kandung
karotenoidnya yang cukup tinggi. Kandungan karotenoid yang tinggi pada MSM
dapat dimanfaatkan sebagai sumber provitamin A, pewarna alami dan antioksidan
alami.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2006) susu asam merupakan
susu segar baik dipasteurisasi atau tidak, susu rekonstitusi atau susu rekombinasi
yang diasamkan dengan atau tanpa penambahan mikroba. Produk susu asam pada
penelitian ini adalah susu asam tanpa penambahan mikroba. Minuman susu asam
dipilih karena produk susu telah menjadi trend produk sehat yang disukai saat ini.
Selain itu, kandungan karotenoid yang tinggi ini dapat dimanfaatkan sebagai
pewarna alami sekaligus sebagai antioksidan alami sehingga dapat menjadi nilai
tambah bagi produk itu sendiri. Hal tersebut melatarbelakangi diperlukannya
formulasi untuk menghasilkan minuman susu asam berbasis MSM yang dapat
diterima secara organoleptik dengan kadar karotenoid yang mampu dipertahankan
tetap tinggi.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula produk minuman susu
asam dengan minyak sawit merah sebagai pengganti lemak susu yang memiliki
karakter stabilitas yang baik, produk diterima dan disukai secara organoleptik, dan
dapat mempertahankan kandungan karotenoidnya tetap tinggi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait
pemanfaatan minyak sawit merah dalam produk pangan. Selain itu, diharapkan
produk minuman susu asam siap minum dapat dijadikan alternatif sebagai produk
pilihan untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB, dan
Laboratorium SEAFAST Center IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah
(MSM) yang diperoleh dari SEAFAST Center IPB, susu skim dan gula pasir,
stabilizer CMC, asam sitrat dan sodium sitrat yang diperoleh dari toko Setia Guna
Bogor, perisa manga dan nanas yang diperoleh dari toko Yoeks Bogor, dan dua
jenis emulsifier, yaitu lesitin kedelai yang diperoleh dari PT Tegar Jaya Sentosa,
dan Tween 80 yang diperoleh dari Toko Setia Guna Bogor. Selain itu, bahan lain
yang digunakan adalah bahan kimia yang mendukung dalam proses analisis MSM
dan susu skim, serta produk akhir.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogenizer (model
Silverson L4R), hotplate, penangas air, neraca analitik, viscometer (model RV,
Brookfield Engineering Labs), sentrifuse (model centrifuge 5810 R), lovibond
tintometer model F, spektofotometer (Genesys 20), mikroskop optikal (model
CH20BIMF200), oven pengering, desikator, dan peralatan gelas lainnya.

Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri atas enam tahap, yaitu (1) karakterisasi bahan baku, (2)
penetapan formula susu asam, (3) penentuan konsentrasi emulsifier, (4) penentuan

4
konsentrasi stabilizer, (5) uji organoleptik, dan (6) karakterisasi produk minuman
susu asam terpilih. Tahap karakterisasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik
fisikokimia MSM dan mengetahui kadar air dan kadar lemak susu bubuk skim.
Data yang diperoleh kemudian digunakan dalam perumusan formula produk.
Tahap penentuan konsentrasi emulsifier bertujuan untuk memperoleh konsentrasi
dari masing-masing jenis emulsifier yang memberikan stabilitas emulsi yang
tertinggi. Selanjutnya untuk meningkatkan stabilitas emulsi pada produk
dilakukan tahap penentuan konsentrasi stabilizer karena penambahan stabilizer
yang digunakan berpengaruh terhadap viskositas dan stabilitas produk. Setelah itu,
produk diuji secara organoleptik dengan penambahan jenis flavor yang berbeda,
yaitu mangga dan nanas. Penambahan yang berbeda ini dilakukan untuk
mengetahui flavor yang cocok untuk digunakan pada produk minuman susu asam.
Setelah diperoleh produk terpilih dilakukan pengukuran total karotenoid dan
retensi karoten untuk mengetahui kadar karotenoid yang masih terdapat pada
produk minuman susu asam. Adapun bagan alir tahapan penelitian terdapat pada
Gambar 1.

Minyak
sawit merah

Susu
Skim

Karakterisasi

MSM
(Uji SNI 01-0018-2006)
- Uji kadar air dan
pengotor
- Uji warna
- Uji kadar asam lemak
bebas
Susu Skim
(Uji SNI 01-291-1992)
- Kadar air
- Kadar lemak

Penetapan Formula
Minuman Susu Asam

Metode
Standardisasi

Uji stabilitas emulsi
(Syu dan Sung 2010)

Penentuan Konsentrasi Emulsifier

Penentuan Konsentrasi Stabilizer

-

-

Uji viskositas
(Syu dan Sung 2010)
Uji stabilitas emulsi
(Herrera 2012; Syu
dan Sung 2010)
Penampakan
Mikroskopik Emulsi
(Leonardi et al 2014)

5

Uji Organoleptik
-

Uji segitiga
(Adawiyah et al 2013)
Uji Rating Intensitas
(Imam et al. 2014)
Uji Rating Hedonik
(Adawiyah et al 2013)

Produk Minuman
Susu Asam Terpilih
-

Karakterisasi Produk Terpilih :
1 Total Karotenoid
2 Retensi Karoten

-

Ekstraksi minyak
Modifikasi Folch
(Hadipranoto 2005)
Total karotenoid
(PORIM 2005)
Retensi karoten
(Dwiyanti et al
2014)

Gambar 1 Tahapan penelitian formulasi minuman susu asam siap minum
menggunakan lemak pengganti minyak sawit merah
1. Karakterisasi Bahan Baku
Bahan baku yang dikarakterisasi pada tahap ini adalah MSM dan susu
bubuk skim.
a. Karakterisasi MSM
Uji yang dilakukan disesuaikan dengan persyaratan yang tercantum
dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 01-0018-2006 tentang refined
bleached deodorized palm olein (RBDPO) yang terdiri atas analisis warna,
kadar air, kadar kotoran, titik leleh, dan kadar asam lemak bebas. Selain
itu dilakukan pula analisis total karoten (PORIM 2005) sebagai acuan data
untuk mengukur retensi karoten selama proses produksi susu asam.
b. Karakterisasi Susu Bubuk Skim
Uji yang dilakukan pada susu bubuk skim adalah uji kadar air (SNI
01-291-1992) dan kadar lemak metode Soxhlet (SNI 01-291-1992). Hasil
karakterisasi ini digunakan sebagai data untuk merumuskan formula
minuman susu asam.
2. Penetapan Formula Produk
a. Penetapan Formula Awal Minuman Susu
Formula awal pembuatan minuman susu dirumuskan dari data
kadar air dan kadar lemak susu skim serta kadar air MSM yang diperoleh
pada tahap 1 dengan perhitungan aljabar. Metode yang digunakan adalah

6
metode standardisasi dengan kadar lemak yang diinginkan adalah 3.25%
dan kadar milk solid non fat (MSNF) yang diinginkan adalah 8.25%
(BPOM 2006). Formulasi mengacu pada formula susu isi (filled milk)
yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi susu isi (filled milk)
Komposisi
Formulasi (%)
Minyak nabati
3.5
Susu skim
10
Air
86
Emulsifier
0.2
Stabilizer
0.3
Sumber : Gunstone (2006)

b. Penetapan Formula Minuman Susu Asam
Formulasi pembuatan minuman susu asam mengacu pada produk
minuman susu asam hasil penelitian Izumi dan Ding (2014). Metode
penambahan asam yang digunakan yaitu penambahan larutan asam sitrat
sampai pH berkisar antara 4.4 – 4.5. Penambahan gula digunakan
sebanyak 10% dan garam sitrat sebanyak 2.5%. Penambahan stabilizer
dan emulsifier ditentukan pada tahap percobaan selanjutnya.
c. Pembuatan Minuman Susu Asam
Susu skim dan air dipanaskan sampai suhu 60oC. Selain itu
dilakukan juga pemanasan terhadap air, gula, stabilizer, dan garam sitrat
sampai suhu mencapai 80 oC. Setelah itu susu skim dan campuran air,
gula, stabilizer dan garam sitrat dicampur. Kemudian ke dalamnya
ditambahkan emulsifier dan MSM dan selanjutnya dilakukan proses
homogenisasi pertama pada kecepatan skala 5 selama 5 menit. Setelah itu
asam sitrat ditambahkan sampai pH mencapai 4.4 – 4.5, kemudian
dilakukan proses homogenisasi kedua pada skala 9 selama 15 menit.
Produk hasil homogenisasi lalu diisikan dan dikemas dalam cup plastik
dengan metode hot filling kemudian dilakukan proses pasteurisasi pada
suhu medium pemanas 75oC selama 15 menit. Diagram alir pembuatan
minuman susu asam secara lengkap tertera pada Lampiran 1.
3. Penentuan konsentrasi emulsifier
Emulsifier yang digunakan terdiri atas dua jenis, yaitu lesitin kedelai
dan Tween 80. Adapun konsentrasi yang digunakan masing-masing adalah
0.2% dan 0.5%. Konsentrasi 0.2% dipilih berdasarkan acuan produk susu isi
dari formula Gunstone (2006). Konsentrasi 0.5% dipilih sebagai konsentrasi
tertinggi pada formula minuman susu asam untuk dilihat pengaruhnya
terhadap stabilitas emulsi. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan
terhadap stabilitas emulsi dengan metode sentrifugasi modifikasi metode
Yasumatsu (Syu dan Sung 2010).

7
4. Penentuan konsentrasi stabilizer
Konsentrasi stabilizer yang digunakan adalah 0.1%, 0.3%, dan 0.5%.
Konsentrasi 0.3% digunakan karena mengacu pada formula minuman susu isi
Gustone (2006). Konsentrasi 0.1% dan 0.5% dipilih sebagai perlakuan
konsentrasi minimum dan maksimum untuk dilihat pengaruhnya terhadap
stabilitas emulsi produk minuman susu asam. Pengamatan yang dilakukan
adalah viskositas minuman susu asam (Syu dan Sung 2010). Selain itu,
dilakukan juga pengukuran viskositas terhadap produk minuman susu asam
komersial. Pengamatan lain yang dilakukan pada produk adalah pengamatan
stabilitas emulsi selama penyimpanan 7 hari secara visual (Herrera 2012) dan
sentrifugasi modifikasi metode Yasumatsu (Syu dan Sung 2010), serta
pengamatan droplet emulsi yang terbentuk menggunakan mikroskop
polarisasi.
5. Uji organoleptik produk
Produk yang digunakan dalam uji organoleptik adalah produk terpilh
dari tahap sebelumnya. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis
tidak terlatih menggunakan uji segitiga dan uji rating hedonik (Adawiyah et
al 2013) serta rating intensitas (Imam et al. 2014). Atribut sensori yang diuji
pada uji rating intensitas adalah aroma MSM. Atribut ini penting karena
terkait penerimaan produk. MSM memiliki aroma khas minyak sawit yang
kurang disukai oleh konsumen sehingga perlu dilakukan uji untuk mendeteksi
aroma MSM pada produk setelah penambahan flavor. Atribut sensori yang
diuji pada uji rating hedonik adalah penerimaan secara umum (overall). Skala
yang digunakan yaitu skala 1 - 7. Pada uji rating intensitas skala terdiri dari:
(1) sangat lemah; (2) lemah; (3) agak lemah; (4) antara agak lemah dan agak
kuat; (5) agak kuat, (6) kuat; (7) sangat kuat. Skala uji hedonik terdiri dari:
(1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) antara agak tidak
suka dan agak suka; (5) agak suka; (6) suka; dan (7) sangat suka.
6. Karakterisasi produk terpilih
Setelah diperoleh produk terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik,
dilakukan uji total karotenoid (PORIM 2015) dengan terlebih dahulu
dilakukan ekstraksi lemak menggunakan metode Folch (Modifikasi
Hadipranoto 2005) dan perhitungan retensi karoten (Dwiyanti et al 2014)
untuk mengetahui jumlah karoten yang masih terdapat pada produk.

Metode Analisis
Penentuan Warna (SNI 01-0018-2006)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Lovibond
Tintometer. Contoh uji MSM dituangkan pada kuvet khusus dan selanjutnya
diletakkan pada alat Lovibond Tintometer. Setelah itu, skala filter gelas (skala
kuning, merah dan netral) pada alat Lovibond Tintometer diatur sampai warna
sampel sama dengan kombinasi warna filter gelas. Warna yang dibaca dalam
angka skala merah dinyatakan dengan R, dalam angka skala kuning dinyatakan

8
dengan Y, dan bila ada angka biru dinyatakan dengan B. Penetapan sekurangkurangnya dilakukan duplo.
Kadar Air, Metode Hot Plate (SNI 01-0018-2006)
Contoh uji ditimbang dengan teliti 10 sampai 20 g. Contoh uji dimasukkan
ke dalam gelas piala 100 mL yang telah diketahui bobot tetapnya. Gelas piala
kemudian dipanaskan sampai tidak ada percikan air. Pemanasan contoh uji selama
analisis berlangsung tidak boleh melebihi suhu 130oC. Gelas piala dipanaskan
kembali hingga mengeluarkan asap. Setelah itu gelas piala didinginkan dalam
desikator dan kemudian ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar air dihitung
berdasarkan rumus di bawah ini:
Kadar air (%) = (W1 – W2) x 100
W1 – W
Keterangan :
W adalah berat gelas piala (g)
W1 adalah berat gelas piala dengan contoh uji (g)
W2 adalah berat gelas piala dengan contoh uji setelah dikeringkan (g)
Kadar Kotoran (SNI 01-0018-2006)
Contoh uji hasil uji dari hasil penentuan kadar air digunakan dalam analisis
kada kotoran. Kertas saring yang dipakai dikeringkan dalam oven pada suhu
103oC dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Contoh uji ditambahkan
pelarut heksana sebanyak 50 mL dan dipanaskan pada penangas air sambil
digoyang-goyang sampai minyak larut semua. Kemudian contoh uji disaring
dengan alat penyaring vakum sambil dilakukan pencucian beberapa kali dengan
menggunakan heksana sebanyak 10 mL. Pencucian dilakukan sampai kertas
saring bersih dari minyak. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven pada
suhu 103oC ± 2oC selama 30 menit. Kemudian kertas saring didinginkan dalam
desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Pengeringan, pendinginan,
dan penimbangan tersebut diulangi beberapa kali hingga beratnya tetap. Hasil uji
dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:
Kadar kotoran (%) = (W1 – W2) x 100
W
Keterangan :
W adalah contoh uji (g)
W1 adalah berat kertas saring dengan kotoran (g)
W2 adalah berat kertas saring (g)
Kadar Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (SNI 01-0018-2006)
Contoh uji dipanaskan pada suhu 60 – 70oC kemudian diaduk hingga
homogen. Sebanyak 25 – 30 g contoh uji ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL
lalu ditambahkan 50 mL pelarut yang sudah dinetralkan. Dipanaskan di atas
penangas air dan atur suhu ±40 oC sampai minyak larut semua. Kemudian,
ditambahkan larutan indikator phenopthalein sebanyak 1 – 2 tetes kemudian

9
dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sambil digoyang-goyang hingga sampai titik
akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu)
yang stabil untuk minimal selama 30 detik. Penggunaan mL larutan NaOH 0.1 N
dicatat. Analisis dilakukan sekurang-kurangnya duplo.
Persentase asam lemak bebas dihitung sebagai asam lemak palmitat
berdasarkan rumus di bawah ini:
Asam lemak bebas (%) = 25.6 x N x V
W
Keterangan :
V adalah volume larutan NaOH 0.1 N (mL)
N adalah normalitas NaOH 0.1N
W adalah berat contoh uji (g)
25.6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam
palmitat.
Titik Leleh (SNI 01-0018-2006)
Contoh uji MSM dicairkan dalam gelas piala kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Contoh uji yang telah disaring didiamkan dalam oven
sampai bebas gelembung udara. Tabung kapiler sebanyak 3 buah dicelupkan ke
dalam contoh uji tersebut hingga tinggi contoh dalam tabung kurang lebih 10 mm.
contoh uji tersebut diletakan sambil diputar-putar ujung setiap tabung pada es batu
sampai cairan sampel membeku. Tabung kapiler tersebut dikeringkan dengan
kertas tissue secepatnya, kemudian tabung kapiler diletakkan ke dalam gelas piala
dan simpan di dalam freezer selama 1 jam. Kemudian ketiga tabung kapiler
tersebut dikeluarkan lalu diikat pada termometer dengan tali karet atau pengikat
lain hingga ujung tabung kapiler sejajar dengan ujung bagian bawah termometer.
Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala kapasitas 600 mL yang
berisi air sehingga termometer tersebut terendam sedalam 3 cm. Gelas piala
dipanaskan. Suhu awal penangas air diatur 8 – 10oC di bawah titik leleh contoh uji
yang diperkirakan, penangas air diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik,
kemudian suhu pemanasan dinaikan sampai contoh uji dalam masing-masing
tabung mulai naik kemudan suhu air dicatat. Titik leleh dihitung dari rata-rata
suhu pengamatan (oC) dinyatakan dalam 1 desimal.
Kadar Air, Metode Oven (SNI 01-291-1992)
Cawan alumunium yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam
desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Contoh uji
sebanyak 1 g ditimbang pada cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 102 – 105oC selama 5 – 6 jam. Setelah itu, cawan tersebut dimasukkan ke
dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus
berikut:
Kadar air (%) = W2 – W3 x 100
W2 – W1

10
Keterangan :
W1 adalah berat cawan kosong (g)
W2 adalah berat cawan dan contoh uji (g)
W3 adalah berat cawan dan contoh uji setelah dikeringkan (g)
Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-291-1992)
Contoh uji yang digunakan (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah diketahui beratnya (W2) dan disambungkan dengan tabung
soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam deksikator tabung soxhlet lalu
dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi
soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan pemanas listrik
selama 6 jam. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC,
setelah itu labu dimasukkan ke dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Kadar lemak dihitung dengan rumus di bawah ini:
Kadar lemak (%) = W3 – W2 x 100
W1
Keterangan :
W1 adalah berat contoh uji (g)
W2 adalah berat labu lemak kosong (g)
W3 adalah berat labu lemak berisi lemak (g)
Stabilitas emulsi secara visual (Herrera 2012)
Sebanyak 10 mL contoh uji dituangkan pada tabung sentrifuse. Kemudian
sampel disimpan dalam refrigerator bersuhu 12 oC selama 7 hari. Setelah tujuh
hari contoh uji diamati jumlah volume yang masih teremulsi.
Penampakan Mikroskopik Emulsi (Leonardi et al 2014)
Contoh uji diteteskan sebanyak satu tetes pada microscope slide kemudian
ditutup dengan cover slip dan diamati pada perbesaran 200x pada mikroskop
cahaya terpolarisasi. Penentuan ukuran droplet dilakukan dengan mengukur pada
skala mikroskop (pada perbesaran 200x, skala dari satu unit pengukuran-jarak
antar garis unit pengukuran terpendek-yaitu 5μm) kemudian dihitung jumlah
droplet pada ukuran 1-10μm, 11-20μm, 21-30 μm dari gambar contoh uji.
Stabilitas Emulsi Metode Yamatsu (Shyu dan Sung 2010)
contoh uji dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80OC selama 30 menit,
kemudian didinginkan dan di-sentrifuse pada kecepatan 1300 rpm selama 10
menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas
emulsi ditetapkan dengan persamaan di bawah ini:
Stabilitas emulsi (%) = Volume campuran yang teremulsi (mL) x 100
Volume total campuran (mL)

11
Total Karoten
a. Ekstraksi Lemak Metode Folch (Modifikasi Hadipranoto 2005)
Ekstraksi lemak dengan metode Folch menggunakan campuran
kloroform-metanol (2:1). 100 g contoh uji diekstraksi dengan menggunakan
200 mL campuran kloroform-metanol. Hasil ekstraksi ditambah 2 g natrium
sulfat anhidrat kemudian dilakukan pemisahan air dan minyak yang terlarut
pada larutan klorofom-metanol dengan menggunakan sentrifuse pada
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Fase minyak yang terlarut dalam
larutan kemudian disaring. Setelah itu dilakukan penguapan pelarut dengan
menggunakan rotavapor pada suhu 60oC dan kecepatan rotasi skala 4 sampai
pelarut teruapkan.
b. Analisis total karoten (PORIM, 2005)
Sebanyak 0.1 g contoh uji hasil ekstraksi dan 25 mL heksana
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL. Campuran tersebut dikocok hingga
benar-benar homogen. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm.
Kadar karoten dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
Kadar karoten (ppm) =

25 x A x 383
x 100
100 x berat sampel (g)

Untuk mengevaluasi retensi karoten digunakan rumus Dwiyanti et al
(2014) sebagai berikut:
Retensi karoten (%) = Jumlah karoten produk akhir
x 100
Jumlah karoten awal dalam formulasi
Analisis Viskositas, Metode Viskometri (Shyu dan Sung 2010)
Pengukuran viskositas minuman susu asam dilakukan dengan menggunakan
alat viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc., Middleboro,
MA, USA). Sejumlah contoh uji yang sudah dihomogenisasi (±300 mL)
dimasukkan ke dalam wadah khusus pada alat viskometer. Spindle dicelupkan
pada sampel yang akan diukur. Kemudian spindle dibiarkan berputar selama 30
detik untuk menghasilkan viskositas yang tetap. Setelah jarum stabil, tuas penjepit
ditekan sampai jarum penunjuk tidak berubah posisi. Kemudian skala yang
ditunjukkan jarum dicatat. Viskositas dihitung dengan rumus di bawah ini:
Viskositas (cP) = dial rading x faktor
Nilai faktor dipengaruhi oleh spindle dan speed yang digunakan. Faktor
untuk setiap spindle dan speed yang digunakan terdapat pada Tabel 2.

12
Tabel 2 Faktor konversi untuk penetapan viskositas untuk setiap spindle
dan speed
Spindle
Speed
1
2
3
4
6
20
100
400
2000
12
10
50
200
1000
30
5
25
100
500
60
1
5
20
100

Analisis Data
Analisis data untuk penentuan konsentrasi emulsifier dan penentuan
konsentrasi stabilizer dengan menggunakan ANOVA pada taraf signifikansi 0.05.
Data hedonik dianalisis dengan uji t pada taraf signifikansi 0.05 menggunakan
program SPSS 20.0. Adapun untuk data stabilitas emulsi, total karoten, dan
retensi karoten selama penyimpanan dianalisis dengan model regresi liner
menggunakan Microsoft excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Mutu Minyak Sawit Merah
Analisis bahan baku minyak sawit merah (MSM) dilakukan untuk
mengetahui karakteristik fisikokimia meliputi analisis warna, kadar air, kadar
kotoran, titik leleh dan kadar asam lemak bebas. Hasil analisis mutu MSM
tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3 Data hasil analisis mutu minyak sawit merah (MSM)
Kriteria uji
Satuan
Hasil analisis
Warna
40 R
o
Titik leleh
C
21.5
Kadar air
%, fraksi massa
0.0941
Kadar kotoran
%, fraksi massa
0.1776
Asam
lemak
bebas
%, fraksi massa
0.2024
(sebagai asam palmitat)
Total karoten
ppm
251
Kriteria warna diuji dengan menggunakan Lovibond Tintometer.
Berdasarkan hasil analisis mutu MSM, diperoleh bahwa warna yang terukur
sebesar 40 R. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan kriteria SNI 01-00182006 (BSN 2006) tentang Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBDPO)
yang menyebutkan bahwa batas maksimun untuk warna adalah 3R. Hal ini karena
MSM tidak mengalami proses pemucatan sehingga warna yang terbaca akan lebih

13
tinggi. Warna yang terbaca lebih tinggi menunjukkan warna sampel lebih pekat.
Warna merah pada MSM berpotensi digunakan sebagai pewarna alami karena
adanya karotenoid. Penelitian mengenai pemanfaatan MSM sebagai pewarna
alami telah dilakukan oleh Angka (2015) mengenai pemanfaatan MSM sebagai
pewarna dalam bentuk mikroenkapsulat MSM (MMSM). Berdasarkan hasil
penelitian Angka (2015) MMSM dapat menggantikan tartrazin sebagai pewarna
kuning pada mi instan, sehingga dalam pembuatan mi instan dapat menggunakan
pewarna alami yang lebih aman untuk dikonsumsi, selain itu juga dapat menambah
asupan vitamin A.
Titik leleh yang diperoleh sebesar 21.5oC. Kadar air dan kadar kotoran yang
diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 0.0941% dan 0.1776%. Berdasarkan
SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) tentang RBDPO batas maksimum untuk kadar air
dan kadar kotoran adalah 0.1%. Sementara itu, titik leleh yang disyaratkan adalah
maksimum 24oC. Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi kriteria SNI. Kadar
air akan memicu terhadap kualitas MSM karena adanya air akan menyebabkan
terjadinya hidrolisis pada minyak menghasilkan asam lemak bebas. Namun, kadar
kotoran yang dihasilkan lebih tinggi dari kriteria SNI. Hal ini dapat terjadi karena
pengaruh penyimpanan MSM yang kurang baik dan kurang optimalnya proses
degumming yang berfungsi untuk menghilangkan gum dan pengotor.
MSM yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi olein. Berdasarkan
Tabel 3 telah diketahui bahwa kadar asam lemak bebas MSM adalah 0.2024%.
MSM merupakan salah produk turunan dari crude palm oil (CPO). MSM lebih
murni dibandingkan dengan CPO sehingga kadar asam lemak bebasnya lebih
rendah. Hasil penelitian Hernawati (2008) menyebutkan bahwa hasil analisis
bahan baku (CPO) adalah 1.91% untuk kadar asam lemak bebas (ALB) sebagai
palmitat. Namun dibandingkan dengan RBDPO, kualitas MSM lebih rendah.
Berdasarkan BSN (2006) kadar asam lemak bebas disyaratkan maksimum 0.1%.
Asam lemak bebas MSM yang digunakan masih belum mencapai syarat SNI 010018-2006 (BSN 2006) tentang RBDPO sehingga dalam proses pemurnian MSM
masih harus ditingkatkan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas.
Hasil yang diperoleh untuk total karotenoid minyak sawit merah (MSM)
adalah 251 ppm. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya. Sirajjudin (2003) menyebutkan bahwa total karotenoid MSM sebesar
650 ppm, Mas’ud (2007) menyebutkan bahwa total karotenoid MSM sebesar 492
ppm. Sementara itu, Asmaranala (2010) menyebutkan bahwa total karotenoid
minyak sawit merah (MSM) sebesar 382.60 ppm. Lebih rendahnya kadar karoten
MSM dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan penyimpanan
MSM seperti terpapar cahaya, suhu, logam dan oksigen selama penyimpanan.
Mutu Susu Bubuk Skim
Susu bubuk skim sering digunakan dalam standardisasi susu (Wardana
2012). Analisis terhadap susu bubuk skim dilakukan untuk mengetahui kadar air
dan kadar lemak susu. Data ini penting diketahui sebagai nilai acuan untuk
merumuskan formula produk susu asam siap minum. Hasil analisis mutu susu
bubuk skim tercantum pada Tabel 4.
Susu skim merupakan salah satu hasil dari separasi susu. Dalam proses
separasi susu dilakukan pemisahan antara krim dan susu skim sehingga
kandungan lemak dari skim sedikit (Wardana 2012). Oleh karena itu, susu bubuk

14
skim sering disebut sebagai susu bebas lemak. Menurut SNI 01-2970-2006 (BSN
2006) tentang susu bubuk, susu bubuk bebas lemak merupakan susu bubuk yang
telah diambil lemaknya. Kadar lemak dalam susu bubuk skim disyaratkan