37
untuk lebih disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Tegal. Setelah terbentuk Kantor Pariwisata Kabupaten Tegal obyek wisata pemandian air panas
Guci di kelola oleh Pengelola objek wisata Guci Kantor Pengelola dengan Instansi Dinas Pariwisata Kabupaten Tegal. Pada tahun 2005 terbentuknya SOTK
Pemerintah Kabupaten Tegal, Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Tegal dan Kantor Dinas Kebudayaan Kabupaten Tegal menjadi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tegal dan pengelola objek wisata pemandian air panas Guci di bawah Unit Pelaksana Teknis Dinas UPTD objek wisata Guci sampai
sekarang wawancara dengan Basori, 24 November 2010. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah yang isinya antara lain mengenai pelaksanaan Otonomi Daerah, ini merupakan titik tolak yang sangat strategis bagi daerah untuk dapat menggali
mengembangkan dan mengelola aset-aset maupun potensi sumber daya yang dimiliki bagi kepentingan pembangunan perekonomian daerah setempat. Oleh
karena itu daerah perlu mencermati sektor-sektor strategis yang memiliki potensi untuk menopang pembangunan di daerahnya BAPPEDA, 2004 :1.
D. Objek wisata Guci dalam Legenda
Objek wisata pemandian air panas Guci merupakan salah satu wisata yang melegenda. Deskripsi mengenai air yang ada di dalam sebuah guci yang dapat
menyembuhkan penyakit telah banyak didengar oleh masyarakat, dari legenda ini pula dipercaya sebagai asal mula nama Guci. Berikut hádala sebuah legenda asal
38
mula nama Guci yang berdasarkan sumber dari masyarakat sekita yang diturunkan secara Turín temurun.
Cerita tentang Guci berawal dari sebuah pedukuhan yang bernama Kaputihan. Kaputihan berarti sebuah pedukuhan yang Belum tercemar atau masih
suci. Daerah tersebut Belem tersentuh oleh agama atau peradaban lain. Istilah Kaputihan pertama kali yang memperkenalkan adalah beliau yang dikenal dengan
Ki Ageng Klitik Kyai Ageng Klitik, estela beliau Kyat Ageng Klitik menetap dan tinggal cukup lama di lereng Gunung Slamet yaitu di Kampung Kaputihan
maka banyak warga berdatangan dari tempat lain sehingga Kampung Kaputihaan menjadi ramai. Suatu ketika datanglah Syech Elang Sutajaya utusan Sunan
Gunung Jati dari pesantren Gunungjati Cirebon untuk menyiarkan Islam. Pada saat Syech Elang Sutajaya datang ke kampung Kaputihan kebetulan
di kampung Kaputihan sedang terjadi pageblug bencana alam, penyakit merajalela, tanaman diserang hama dsb, sehingga beliau Elang Sutajaya
memohon petunjuk lepada Allah SWT dengan semedi, kemudian Allah SWT memberi petunjuk, supaya masyarakat kampung Kaputihan meningkatkan iman
dan taqwanya kepada Allah SWT dengan menggelar tasyakuran sampai saat ini masyarakat masih melakukan tradisi tersebut yaitu Sedekah Bumi atau Nyadran,
memperbanyak sedekah dan yang terkena wabah penyakit khususnya gatal-gatal agar meminum air dari kendi guci yang dibawa oleh Elang Sutajaya yang sudah
didoakan oleh sunan Gunungjati. Dalam kesempatan itu pula Syech Elang Sutajaya berkenan mendoakan sumber air panas di Kampung Kaputihan agar bisa
dipergunakan untuk menyembuhkan segala penyakit, Semanjak itu karena kendi
39
guci yang berisi air yang sudah didoakan oleh Sunan Gunung jati ditinggal di kampung Kaputihan dan selalu dijadikan sarana pengobatan, maka Sejas saat itu
masyarakat sekitar menyebut-nyebut guci-guci, sehingga Kyai Klitik Selaku sesepuh desa merubahnya menjadi Desa Guci.
Sampai saat ini legenda atau cerita yang diceritakan secara Turun temurun tersebut dipercaya masyarakat sekitar sebagai asal mula dari nama Guci, yaitu
berasal dari kendi atau guci yang dibawa oleh Syech Elang Sutajaya, dan guci peninggalan Syech Elang Sutajaya sekarang ada di Musium Nasional.
39
BAB III PERKEMBANGAN OBYEK WISATA GUCI
PADA TAHUN 1979-2005
A. Perkembangan Fasilitas-fasilitas pada Obyek Wisata Guci
1. Perkembangan Fasilitas-fasilitas Pada Objek Wisata Guci Sebelum
Tahun 1979
Sebelum sumber air panas Guci dikelola oleh pemerintah, sumber air panas Guci dikelola oleh masyarakat sekitar, para pengunjung kebanyakan
datang pada hari Kamis Wage Jumat Kliwon, karena pada hari itu diadakan mandi bersama yang bertujuan untuk ngalap berkah, banyak masyarakat yang
ngalap berkah. Melalui juru kunci yaitu pada saat itu bernama Mbah Wiryadi keturunan dari Kyai Klitik mereka minta didoakan wawancara dengan
Sumarno, 23 September 2010 Keadaan sumber air panas sebelum dikelola oleh pemerintah masih
berada di dalam goa.Para pengunjung yang datang disamping ngalap berkah agar diberi keselamatan dan usahanya lancar mereka juga mandi di sumber
air panas untuk menyembuhkan segala macam penyakit. Pada tahun 1970-an pengunjung yang datang kebanyakan berasal dari Tegal, yang sebagian lagi
dari daerah sekitar yaitu daerah Brebes dan Pemalang. Belum adanya pemungutan uang bagi pengunjung yang masuk, hanya saja orang yang minta
didoakan oleh mbah Wiryadi mereka memberi uang ataupun makanan