PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAPP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI

(1)

i

PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN

LIVE TRAPP

TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN

PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN CEPOGO

KABUPATEN BOYOLALI

(

Studi Eksperimen Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Pes

)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

oleh

Emy Rahmawati 6450408037

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


(2)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam daftar pustaka.

Semarang, Desember 2012


(3)

iii

PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Sidang Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas nama Emy Rahmawati, NIM : 6450408037, dengan judul “Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trap Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali”.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 6 Februari 2013

Panitia Ujian

Ketua Panitia Sekretaris

Drs. H. Harry Pramono, M.Si Irwan Budiono, S.KM, M.Kes NIP. 195910191985031001 NIP. 197512172005011003

Dewan Penguji, Tanggal Persetujuan

Ketua Penguji 1. Drs. Bambang W, M.Kes _____________ NIP. 196006101987031002

Anggota Penguji 2. Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes (Pembimbing Utama) NIP. 197607192008121002

Anggota Penguji 3. Mardiana, S.KM., M.Si (Pembimbing Pendamping) NIP. 198004202005012003


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Cinta adalah motifasi dalam hidup &

Perjuangan adalah kesuksessan dimasa depan

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk: Ibu dan Ayahku tercinta

Kakak dan Adikku tercinta

Almamaterku, Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul “Pemberdayaan Ibu Terhadap Angka Sukses Trapping di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun 2012”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang atas persetujuan penelitian.

3. Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes dan Ibu Widya Harry C, S.KM., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Ibu Mardiana, S.KM., M.Si dan ibu drh. Diah Mahendrasari Sukendra. selaku Dosen Pembimbing II atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis.

5. Bapak Ngatno dan seluruh staf Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang sudah membantu dalam pembuatan surat izin penelitian..


(6)

vi

7. Ibu Dewi, Bapak Marno, dan Bapak Terto selaku Staf Pengendalian Penyakit Menular Puskesmas Cepogo yang telah membantu dan memberikan saran dalam penelitian.

8. Seluruh masyarakat Desa Sukabumi khususnya Dukuh Surjo dan Sidosari yang sudah membantu peneliti.

9. Ibu Rindhowati, Ayah Rahmat, Kakakku Prihandono, Adikku Mita Rahmawati, dan seluruh keluargaku tercinta yang telah memberi dukungan baik materi maupun do’a hingga selesainya skripsi ini dengan baik.

10.Meri, Erwin, Yunita, Mita, Ma`rifatul, Rizki, Vera, dan seluruh teman-teman IKM 08 yang telah membantu penelitian, memberi dukungan, diskusi, dan perhatian kepada penulis.

11.Silva, dewi dan teman-teman Kos Cantik yang sudah membantu dan memberi semangat kepada penulis.

12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk penelitian selanjutnya di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, 5 Desember 2012 Penulis


(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Keaslian Penelitian ... 5

1.6 Ruang Lingkup Penenlitian ... 6

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ... 6

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ... 7

1.6.3 Ruang Lingkup Materi ... 7


(8)

viii

2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Pes ... 8

2.1.1.1 Definisi ... 8

2.1.1.2 Penularan ... 9

2.1.1.3 Gejala ... 11

2.1.1.4 Diagnosa ... 11

2.1.1.5 Pencegahan ... 12

2.1.1.6 Program Pemberantasan ... 13

2.1.2 Tikus ... 13

2.1.2.1 Klasifikasi dan Jenis Tikus ... 13

2.1.2.2 Kebiasaan Hidup ... 16

2.1.2.3 Tanda Keberadaan ... 16

2.1.3 Pinjal ... 16

2.1.3.1 Klasifikasi Pinjal ... 16

2.1.3.2 Morfologi Pinjal ... 17

2.1.3.3 Siklus Hidup ... 18

2.1.3.4 Pengamatan Pinjal ... 19

2.1.4 Yersenia Pestis ... 19

2.1.4.1 Morfologi ... 19

2.1.4.2 Identifikasi dan Isolasi ... 20

2.1.5 Kebersihan Rumah ... 21

2.1.6 Suhu dan Kelembaban ... 21


(9)

ix

2.1.8 Parasit ... 22

2.1.9 Predator ... 23

2.1.10 Partisipasi Masyarakat ... 23

2.1.10.1 Definisi ... 23

2.1.10.2 Nilai-nilai Partisipasi Masyarakat ... 23

2.1.10.3 Faktor yang Menumbuhkan Partisipasi ... 24

2.1.10.4 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 25

2.1.11 Prilaku ... 26

2.1.11 Kerangka Teori... 28

BAB III METODE ... 29

3.1 Kerangka Konsep ... 29

3.2 Variabel Penelitian ... 29

3.3 Hipotesis Penelitian ... 30

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 31

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.6.1 Populasi ... 32

3.6.2 Sampel ... 33

3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 34

3.7 Sumber Data Penelitian ... 35

3.7.1 Data Primer ... 35

3.7.2 Data Sekunder ... 36


(10)

x

3.8.1 Instrumen Penelitian ... 36

3.8.1.1 Tabel Laporan Penangkapan tikus ... 36

3.8.1.2 Live Trapp ... 36

3.8.2 Teknik Pengambilan Data ... 36

3.8.2.1 Metode Dokumentasi ... 36

3.8.2.2 Observasi ... 37

3.9 Prosedur Penelitian ... 37

3.9.1 Pra Penelitian ... 38

3.9.2 Penelitian ... 37

3.9.2.1 Kelompok Eksperimen ... 37

3.9.2.2 Kelompok Pembanding ... 38

3.9.3 Paska Penelitian ... 39

3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39

3.10.1 Teknik Pengolahan Data ... 39

3.10.2 Analisis Data ... 40

3.10.1 Analisis Data Univariat ... 40

3.10.2 Analisis Data Bivariat ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42

4.1 Gambaran Umum ... 42

4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Penelitian ... 42

4.2 Hasil Penelitian ... 42

4.2.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 42


(11)

xi

4.2.1.2 Pendidikan Responden ... 43

4.2.1.3 Pekerjaan Responden ... 44

4.2.1.4 Keberadaan Ventilasi Rumah Responden ... 45

4.2.1.5 Luas Ventilasi Rumah Responden ... 45

4.2.1.6 Pencahayaan Rumah Responden ... 46

4.2.1.7 Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden ... 46

4.2.1.8 Keberadaan Saluran Limbah Rumah Responden ... 47

4.2.1.9 Kondisi Lantai Rumah Responden ... 47

4.2.2 Analisis Univariat ... 48

4.2.2.1 Status Tikus Kelompok Eksperimen ... 48

4.2.2.2 Status Tikus Kelompok Pembanding ... 48

4.2.2.3 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen ... 49

4.2.2.4 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding ... 49

4.2.3 Analisis Bivariat ... 50

4.2.3.1 Uji Normalitas Data ... 50

4.2.3.2 Perbedaan Jumlah Tikus ... 51

4.2.3.3 Perbedaan Jumlah Pinjal ... 52

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1 Pembahasan ... 55

5.1.1 Perbedaan Jumlah Tikus yang didapat ... 55

5.1.2 Perbedaan Jumlah Pinjal yang didapat ... 56

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 57


(12)

xii

6.1 Simpulan ... 58

6.2 Saran ... 58

6.2.1 Bagi Puskesmas Cepogo dan Dinas Kesehatan ... 58

6.2.2 Bagi Pihak Pemerintahan Kelurahan Sukabumi ... 59

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian yang Relevan dengan Penilitian ini ... 5

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 31

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden ... 43

Tabel 4.3 Distribusi Status Pekerjaan Responden ... 44

Tabel 4.4 Distribusi Keberadaan Ventilasi Rumah Responden ... 45

Tabel 4.5 Distribusi Luas Ventilasi Rumah Responden ... 45

Tabel 4.6 Distribusi Kondisi Pencahayaan Rumah Responden ... 46

Tabel 4.7 Distribusi Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden ... 46

Tabel 4.8 Distribusi Keberadaan Saluran Limbah ... 47

Tabel 4.9 Distribusi Kondisi Lantai Rumah Responden ... 47

Tabel 4.10 Status Tikus yang didapat kelompok eksperimen ... 48

Tabel 4.11 Status Tikus yang didapat kelompok pembanding ... 48

Tabel 4.12 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen ... 49

Tabel 4.13 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding ... 49

Tabel 4.14 Uji Normalitas Data ... 50

Tabel 4.15 Perbandingan Jumlah Tikus... 51

Tabel 4.16 Uji Statistik Perbandingan Jumlah Tikus ... 51

Tabel 4.17 Perbandingan Jumlah Pinjal ... 52


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penderita Pes ... 9

Gambar 2.3 Tikus ... 14

Gambar 2.3 Bentuk Yersenia Pestis ... 20

Gambar 2.4 Kerangka Teori ... 28


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing ... 64

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 65

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 66

Lampiran 4 Tabel Laporan Hasil Trapping ... 67

Lampiran 5 Kuesioner ... 68

Lampiran 6 Surat Permohonan sebagai Partisipasi Penelitian ... 70

Lampiran 7 Surat Permohohan menjadi Partisipasi Penelitian ... 71

Lampiran 8 Status Sosial Responden ... 72

Lampiran 9 Data Jumlah Tikus dan Pinjal ... 74

Lampiran 10 Tabel Hasil Pemeriksaan Kondisi Rumah Responden ... 76

Lampiran 11 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 80

Lampiran 12 Hasil Uji Statistik ... 81


(16)

xvi

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Desember 2012 ABSTRAK

Emy Rahmawati

Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trap Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun 2012

VI + 63 halaman + 19 tabel + 5 gambar + 18 lampiran

Penyakit pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh pinjal sebagai vector dan tikus sebagai reservoir. Pencegahan pes dilakukan melalui survailens pada daerah fokus dengan menangkap tikus menggunakan live trap. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan partisipasi Ibu dalam penangkapan tikus menggunakan live trap jumlah pinjal penyisiran tikus di Sukabumi Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, menggunkan metode survei rancangan posttest only control group. Populasi dalam penelitian ini warga Sukabumi Cepogo Boyolali Tahun 2012. Sampel berjumlah 64 responden. Instrumen yang digunakan adalah tabel hasil penangkapan tikus, pinjal dan live trap. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji Wilxocon dengan α = 0,05).

Kesimpulan penelitian ini ada beda jumlah tikus yang tertangkap (p = 0,029), dan tidak ada beda jumlah pinjal yang tertangkap (p = 0,617) melalui partisipasi ibu dalam memasang live trap.

Saran yang diberikan untuk Dinas Kesehatan Kebupaten Boyolali dan Puskesmas Cepogo yaitu bekerjasama dengan Ibu dalam memasang live trap dan memberi penyuluhan tentang penyakit pes. Misalnya memberi penjelasan pencegahan penyakit pes dan peletakan live trap melalui perkumpulan rutin warga. Untuk kelurahan Sukabumi agar memberi motivasi Ibu agar terlepas dari daerah fokus pes. Kata Kunci: Penyakit pes, Trappping, Angka Sukses Trapping.


(17)

xvii

Public Health Department Sport Science Faculty Semarang State University December 2012 ABSTRACT

Emy Rahmawati

Mother Participation in the Installation of Live Trap to Catch Mice and the Number of Flea in the Sukabumi Village Sub District Cepogo Boyolali

VI + 63 pages + 19 tables + 5 pictures + 18 attachments

Bubonic plague is caused by Yersinia pestis bacterial infection carried by fleas as vectors and rodents as reservoirs. Prevention of plague through survailens on an area of focus by using a live trap to catch mice. The purpose of the study was to determine differences Mother's participation in the capture of mice using a live trap in Sukabumi Cepogo Boyolali 2012.

This research is a quasi experimental study, use the survey method posttest only control group design. The population in this study Cepogo Boyolali residents Sukabumi 2012. The sample amounted to 64 respondents. The instrument used is a table of the results of catching mice, fleas and live trap. Data analysis was performed by univariate and bivariate (using Wilxocon test with α = 0.05).

The conclusion of this study was different from the number of mice caught (p = 0.029), and no different from the number of fleas caught (p = 0.617) and Mother’s participation..

The advice given to the Department of Health and the Health Center Cepogo Boyolali regencies to work with the mother in putting up a live trap and providing information about the bubonic plague. For example, to explain the plague prevention and laying live trap through regular gatherings of citizens. For the village in order to motivate Sukabumi mother that apart from the plague focus

Keywords: Bubonic plague, Trappping, Trapping success rate. Bibliography: 23 (1996-2012)


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pes merupakan penyakit yang menular dan dapat mengakibatkan kematian. Tikus merupakan reservoir dan pinjal merupakan vector penularnya, sehingga penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis (Jawetz dkk, 2005:409). Pemerintah Indonesia dan dunia sepakat untuk memasukkan penyakit pes sebagai penyakit karantina dan penyakit re-emergensi disease. Penyakit re-emergensi disease yaitu penyakit yang sewaktu-waktu menular dan menimbulkan kejadian luar biasa.

Indikator Kejadian Luar Biasa (KLB) pes yaitu apabila terjadi peningkatan empat kali lipat pemerikasaan spesimen secara serokonversi, Flea Indek (FI) umum lebih besar atau sama dengan 2 dan Flea Indek (FI) khusus lebih besar atau sama dengan 1, ditemukan bakteri Yersenia pestis dari pinjal, tikus, tanah, sarang tikus, bahan organik lain, dan manusia hidup maupun mati. Untuk mengendalikan KLB pes ini, maka perlu dilakukan survailens pada daerah epizootic pes (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:12).

Kegiatan survailens pes pada daerah epizootic pes bertujuan untuk mengendalikan penyakit pes, yaitu untuk mempertahankan kasusnya agar selalu nol, mencegah penularan dari daerah fokus ke daerah sekitar, memantau agar tidak terjadi


(19)

2

relaps, dan mencegah masuknya pes dari luar negeri (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:9).

Di Indonesia sendiri terdapat empat propinsi yang menjadi daerah pengawasan pes, yaitu di Ciwidey Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Cangkringan Kabupaten Sleman (Yogyakarta), di Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo, dan Pasrepan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), dan di Kabupaten Boyolali di Kecamatan Selo dan Cepogo, (Jawa Tengah) (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:1).

Kecamatan Cepogo adalah salah satu daerah pengamatan pes yang jumlah tangkapan tikusnya masih sedikit. Jumlah tikus dan pinjal yang didapat pada tahun 2012 di Kecamatan Cepogo pada bulan maret sebanyak 17 tikus dengan 51 pinjal, pada bulan april sebanyak 40 tikus dengan 79 pinjal, dan pada bulan juni tertangkap 20 tikus dengan 57 pinjal.

Sedikitnya jumlah tikus yang didapat dengan jumlah pinjal yang banyak menjadikan kewaspadaan terulangnya Kejadian Luar Biasa (KLB), maka perlu dilakukan pengendalian agar angka kejadian pes selalu nol dan tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pes. Pencegahan KLB pes dilakukan dengan memasang live trap setiap lima hari berturut-turut dalam satu bulan sesuai ketentuan pedoman penanggulangan pes pada daerah fokus. Dalam survailens ini partisipasi warga sangat dibutuhkan, dengan partisipasi ini masyarakat diharapkan mampu berperan aktif dalam kegiatan survailens. Menurut Depkes (2006) Partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, maupun kesehatan lingkungan.


(20)

3

Partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri sudah berhasil dibuktikan Sitti chodijah dkk (2011). Dalam penelitian sitti chodijah dkk (2011), melalui partisipasi masyarakat Angka Bebas Jentik (ABJ) di dua Kelurahan di Kota Palu meningkat dari ABJ 68% menjadi 89% dengan Countener Indek (CI) awal 20,81% menjadi 3,6%, House Indek (HI) awal 11% menjadi 32%, dan Bretau Indek (BI) awal 46 menjadi 1 di Kelurahan Palupi dan di Kelurahan Siranindi ABJ awal 78% menjadi 85% dengan CI awal 19,64% menjadi 8,4%, HI awal 22% menjadi 15% , dan BI awal 33 menjadi 21. Dari penelitian tersebut membuktikan tanggung jawab kesehatan adalah tanggung jawab bersama tidak hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan, tanpa adanya partisipasi masyarakat derajat kesehatan masyarakat tidak dapat ditingkatkan.

Berdasarkan keberhasilan penelitian Sitti chodijah dkk, melalui partisipasi masyarakat diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah tikus yang tertangkap. Dalam pemasangan alat trapping (live trap) Ibu merupakan anggota keluarga yang dianggap mengerti kondisi rumah, karena ibu yang biasa membersihkan rumah, sehingga mengetahui tanda keberadaan tikus (jejak tikus, kotoran tikus, jalan tikus, bekas gigitan tikus, dan bau khas tikus) dan dapat meletakkan trap sesuai tempatnya.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti “Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trapp Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal Di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali”.


(21)

4 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah ada perbedaan jumlah tikus yang tertangkap dalam live trapp antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi?

2. Apakah ada perbedaan jumlah pinjal yang didapat dari tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah tikus yang tertangkap antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah pinjal yang didapat dari tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian ini, yaitu: 1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan dan memperdalam ilmu tentang Pencegahan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) yaitu penyakit pes dan diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut.


(22)

5

1.4.2 Bagi Puskesmas Cepogo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Sebagai bahan pertimbangan dalam Pencegahan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) yaitu penyakit pes dan sebagai acuan pengendalian dengan melibatkan Ibu untuk berpartisipasi sehingga terbentuk masyarakat yang mandiri. 1.4.3 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan referensi untuk penelitian mendatang tentang kesehatan masyarakat khususnya pada bidang pencegahan penyakit pes dengan menggunakan alat penangkap tikus live trap.

1.5 Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain dapat dilihat pada tabel1.1

Tabel 1.1

No Judul/Peneliti Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian 1 Studi Kepadatan

Tikus dan Pinjal di Pelabuhan Semarang/Soni Purwanto Penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional

Variabel bebas: kondisi

kepadatan tikus dan pinjal. Variabel Terikat: pemberantasan dan pengendalian penyakit pes.

Indeks pinjal di daerah perimet/gudang lebih tinggi dibanding daerah buffer secara umum masih di atas 1 yaitu 1,02. Indikator sistem kewaspadaan penularan penyakit pes yaitu indeks pinjal khusus

X.cheopis > 1 dan


(23)

6 2 Perbedaan

Keberhasilan Penangkapan Tikus Dengan Single Live Trap

dan Snap

Trap/A. Syarifatun Pra eksperimen dengan rancangan post test only desaign

Variabel bebas: jenis perangkap single live dan snap trap Variabel terikat: keberhasilan penangkapan.

Tikus yang tertangkap dengan live trap sebesar 6,67% dan yang tertangkap dengan snap

trap 0,42%, sedangkan

jenis tikus yang tertangkap, yaitu Rattus

tanezumi 70,59% dan

Suncus murinus 29,41%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Soni Purwanto dan A. Syarifatun adalah:

1. Variabel bebas dalam penelitian terdahulu adalah kondisi kepadatan tikus, pinjal, jenis perangkap single live, dan snap trap, sedangkan pada penelitian sekarang variabel bebas adalah partisipasi ibu dalam pemasangan live trap. 2. Variabel terikat dalam penelitian terdahulu adalah pemberantasan penyakit

pes, pengendalian penyakit pes, dan keberhasilan penangkapan, sedangkan penelitian sekarang variabel terikat adalah jumlah tangkapan tikus dan pinjal. 3. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu adalah

penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, dan pra eksperimen, sedangkan penelitian sekarang menggunakan desain eksperimen semu (quasi experiment) dengan pendekatan postes only control group desain.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat


(24)

7

Penelitian dilakukan di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian dilakukan pada tanggal 8 – 14 November 2012. 1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Materi penelitian menyangkut materi dalam bidang pencegahan dan pembersantasan penyakit menular, khususnya penyakit pes.


(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pes

2.1.1.1Definisi

Penyakit pes adalalah penyakit zoonosis yang melibatkan rodent (tikus) sebagai reservoir dan pinjal sebagai vektor. Agen penyebab utamanya adalah bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis) (T.Sembel Dantje, 2009:171). Penyakit pes dicirikan oleh ledakan tikus dan banyaknya pinjal yang ditemukan pada rambut tikus. Apabila terdapat tikus yang mati mendadak dan jumlah pinjal yang semakin banyak dari tahun sebelumnya, maka perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit pes (Hannang S, 2005:11).

Pemerintah Indonesia maupun dunia sudah menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit karatina dan tercatat dalam Internasional Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk dalam Public Health Emergency of International Concern

(PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia. Public Health

Emergency of International Concern (PHEIC) adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain dan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:1).


(26)

9

Gambar: 2.1. Penderita Pes

2.1.1.2Penularan

Secara garis besar penularan pes terjadi bila manusia memasuki daerah enzootic di daerah sylvatic zone. Adanya tikus hutan yang masuk ke dalam pemukiman menyebabkan pinjal yang ada pada tikus hutan menyerang tikus (rodent) domestik atau manusia. Adanya kontak antara rodent dan pinjal dengan sumber pes menimbulkan epizootik dan endemik pada manusia (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:4).

Beberapa kemungkinan cara penularan penyakit pes, yaitu penularan secara eksidental. Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja di hutan atau orang-orang yang sedang mengadakan camping di hutan. Orang yang berada di hutan digigit oleh pinjal yang dibawa oleh tikus atau secara langsung digigit oleh tikus hutan yang infektif penyakit pes.

Penularan penyakit pes yang kedua terjadi pada pekerja yang berhubungan erat dengan tikus, misalnya para biolog yang sedang mengadakan penelitian di hutan.


(27)

10

Biolog yang sedang meneliti tikus memiliki luka dan luka tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung penyakit pes.

Penularan penyakit pes tidak hanya terjadi pada orang-orang yang berada di hutan atau orang yang berhubungan erat dengan tikus, penularan penyakit pes juga dapat menular pada orang yang berada dirumah . Penularan penyakit pes pada orang rumah ditularkan melalui pinjal. Pinjal menggigit tikus hutan yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menggigit tikus rumah, tikus rumah digigit lagi oleh pinjal lain dan kemudian pinjal tersebut menggigit manusia. Manusia yang infektif ini bila memiliki kutu (Culex irritans) dapat menularkan ke manusia lain lagi melalui kutunya. Penularan yang umum terjadi pada manusia yaitu pinjal menggigit tikus yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menjadi infektif pes dan menggigit manusia. Penularan penyakit pes tersebut dapat mengakibatkan penyakit pes tipe bubo, masa inkubasi pes tipe bubo antara 2 sampai 6 hari. Pes tipe bubo dapat berlanjut menjadi penyakit pes tipe paru-paru sekunder.

Penyakit pes dengan tipe paru-paru sekunder sangat mudah menularkan penyakitnya kepada orang lain. Selain mudah menular tipe pes paru-paru memiliki masa inkubasi lebih cepat yaitu 2 sampai 4 hari. Pes paru-paru sekunder atau yang biasa disebut dengan pes pneumonik dapat menular melalui droplet, yaitu manusia yang terkena pes paru-paru batuk dan mengeluarkan percikan droplet ke manusia lain (Dewi Susanna, 2011:39).


(28)

11 2.1.1.3Gejala

Penyakit pes dapat terdiri pes bubo dan pes pneumonik. Penyakit pes bubo memiliki gejala demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak enak, dan malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar lipat paha, ketiak, dan leher (bubo sebesar buah duku bentuk oval dan lunak, serta nyeri), pembengkakan kelenjar limpa, dan serangan tiba-tiba. Sedangkan gejala penyakit pes pneumonik adalah batuk hebat, air liur berbuih, berdarah, susah bernafas, dan sesak nafas (I Nyoman Kandun, 2000:498).

2.1.1.4Diagnosis

Untuk mendiagnosa penyakit pes diperlukan beberapa diagnosis. Diagnosis yang dilakukan diantaranya adalah diagnosis lapangan, diagnosis klinis, dan diagnosis laboratorium. Diagnosis lapangan ditegakkan untuk mengetahui ada tidaknya tikus yang mati tanpa sebab yang jelas (rat fall) di daerah fokus pes atau bekas fokus pes. Diagnosis selanjutnya yang dilakukan adalah diagnosis klinis. Diagnosis klinis yaitu adanya demam tanpa sebab-sebab yang jelas (FUO = Fever Unknown Origin), timbul bubo atau mringkil atau sekelan (pembengkakan kelenjar) sebesar buah duku diantara leher, ketiak, selangkangan, dan batuk darah mendadak tanpa gejala yang jelas sebelumnya. Diagnosis terakhir yaitu diagnosis laboratorium. Ada dua pemeriksaan laboratorium untuk surveilans penyakit pes. Pemeriksaan yang pertama yaitu pemeriksaan serologi pada manusia, tikus, dan spesies pengerat lain. Pemeriksaan yang kedua yaitu pemeriksaan bakteriologi yang dilakukan pada manusia, tikus, dan pinjal. Pada manusia bagian yang diperiksa yaitu darah, bubo,


(29)

12

dan sputum. Sedangkan pada organ tikus yang diperiksa yaitu limpa, paru, dan hati. Pada pinjal, dilakukan kultur ke mencit untuk mengetahui apa benar pinjal infektif pes (Kenneth L.Gage, 2010:137-138).

2.1.1.5Pencegahan

Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus dan pinjal. Cara mencegah terjadinya kontak antara manusia dengan tikus dan pinjal dapat dilakukan cara seperti berikut:

1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.

2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung, sehingga mengurangi kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof).

3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya. 4. Lantai semen.

5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus.

6. Melaporkan kepada petugas puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (rat fall).

7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah (Sub Direktorat Zoonosi, 2000:5).


(30)

13 2.1.1.6Program Pemberantasan

Salah satu program pemberantasan penyakit pes yang dapat dilakukan yaitu surveilans terhadap tikus dan pinjal. Kegiatan surveilans terhadap tikus dan pinjal meliputi :

1. Daerah fokus, merupakan daerah yang diamati sepanjang tahun yaitu satu bulan sekali selama lima hari berturut-turut.

2. Daerah terancam, merupakan daerah yang diamati secara periodik, yaitu empat kali dalam satu tahun dengan kurun waktu tiga bulan sekali selama lima hari berturut-turut.

3. Daerah bekas fokus, merupakan daerah yang diamati selama satu tahun sekali atau dua tahun sekali selama lima hari berturut-turut (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:8)

2.1.2 Tikus (Reservoir)

2.1.2.1Klasifikasi dan Jenis Tikus

Tikus dan mencit termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi sepakat menggolongkan ke dalam ordo rodentia (hewan pengerat) untuk lebih jelas tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Dunia : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mammalia


(31)

14 Subklas : Theria

Ordo : Rodentia Sub ordo : Myomorpha Famili : Muridae Sub famili : Murinae

Genus : Bandicota, Rattus dan Mus (Swastiko Priyambodo, 2003:5).

Menurut tempat hidupnya tikus dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu tikus rumah (Rattus diardi, Mus musculus, Suncus murinus), tikus ladang (Rattus exulans), tikus kebun (Rattus timanicus), tikus sawah (Rattus argentiventer), dan tikus bukit (Niviventer) (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). Tikus-tikus ini merupakan jenis tikus yang dapat membawa penyakit pes.

Gambar 2.2 Tikus

Rattus diardi memiliki ciri dengan panjang keseluruhan 220-370 mm, tinggi 50-116 mm, panjang telapak kaki belakang 33-38 mm, telinga 10-23 mm, dengan warna tubuh cokelat tua kelabu. Sedangkan Mus musculus memiliki ciri panjang


(32)

15

keseluruhan 175 mm, tinggi 80-120 mm, panjang telapak kaki belakang 312-16 mm, telinga 8-12 mm dengan warna tubuh cokelat abu-abu. Suncus murinus atau yang sering disebut cerurut memiliki ciri panjang keseluruhan 175-212 mm, tinggi 62-75,5 mm, panjang telapak kaki belakang 17-20 mm, telinga 10-13 mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31).

Rattus exulans atau tikus rumah memiliki bentuk tubuh dengan panjang keseluruhan 220-285 mm, tinggi 95-120 mm, panjang telapak kaki belakang 24-28 mm, telinga 19-20 mm. R. exulans memiliki warna tubuh sama dengan R. timanicus yaitu warna tubuh bagian atas cokelat kelabu dan bagian bawah putih kelabu. Selain warna tubuh kedua tikus ini juga memiliki tinggi sama, tetapi panjang keseluruhan tubuhnya lebih panjang R. timanicus yaitu 300-400 mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31).

Berbeda dengan R. exulans dan R. timanicus, R. argentiventer memiliki tubuh yang panjang rata-rata 270 mm dengan panjang ekor 85-105 mm, panjang telapak kaki 42-47, dan panjang telinga 10-21 mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31).

Vektor pes yang lain yaitu tikus bukit (R. niviventer), tikus jenis ini memiliki panjang keseluruhan 260-370 mm dan memiliki warna tubuh yang berbeda-beda, ada yang kuning, cokelat, dan merah pada bagian atas, dan putih berbulu keras pada bagian bawah. Panjang ekor 125-140 mm dengan warna ekor atas cokelat dan ekor bawah putih. Panjang telapak kaki 26-20 mm dan panjang telinga 18-22 mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31).


(33)

16 2.1.2.2Kebiasaan Hidup

Tikus merupakan hewan pengerat yang mempunyai indra penglihatan sangat buruk tetapi tikus tetap bisa melakukan aktifitas dimalam hari dengan baik, karena tikus mempunyai indra penciuman, indra peraba, dan indra pendengaran yang sangat tajam. Pada malam hari tikus bergerak dipandu oleh bulu tubuh, rambut kumis yang panjang, dan peka terhadap sentuhan. Tikus juga merupakan hewan yang menyukai bau harum khususnya adalah bau makanan dari manusia (Swastiko Priyambodo, 2003:17).

Kebiasaan tikus yang lain adalah pada malam hari tikus tidak suka di tempat yang ramai. Tikus lebih suka di tempat yang sepi dan banyak makanan manusia, sehingga pada malam hari tikus selalu mencari makan di tempat sampah, lemari, selokan, dan dapur. Umur hidup tikus dapat mencapai 1 tahun dan tikus cepat berkembang biak pada saat musim penghujan, apabila terdapat banyak makanan, dan tempat untuk berlindung (Swastiko Priyambodo, 2003:17). Selain itu tikus memiliki kebiasaan melalui jalan yang sama dalam aktivitasnya dan akan melakukan gigitan baik untuk makan maupun membuat jalan, misalnya membuat lubang pada dinding (Hannang.S, 2005:55).

2.1.2.3Tanda Keberadaan

Tanda dan keberadaan adanya tikus dapat dilihat melalui jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan seperti dropping atau kotoran tikus. Kotoran tikus mudah dikenal dari bentuk dan warna khasnya. Kotoran tikus yang masih baru lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak lunak), semakin lama kotoran


(34)

17

akan menjadi lebih keras. Selain itu tanda keberadaan tikus juga dapat dilihat dari bekas gigitan tikus, karena tikus memiliki kebiasaan menggigit dan membuat lubang (Hannang.S, 2005:55).

2.1.3 Pinjal

2.1.3.1Klasifikasi Pinjal

Pinjal atau kutu termasuk dalam class Insecta dan family Pulicoidae. Untuk lebih jelasnya, pinjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom :Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Siphonaptera Family : Pulicoidea Genus : Xenopsylla

Species : Cheopis (Departemen Parasitologi FKUI 2008:249).

Jenis pinjal penyebab penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis, Pulex iritans, Nleopsylla sondaica, dan Stivalius cognatus. Di antara beberapa jenis pinjal tersebut, vektor utama penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis (Dantje T.Sembel 2009:174). 2.1.3.2Morfologi Pinjal

Pinjal adalah jenis serangga yang mempunyai metamorfosis sempurna, bentuk imago dan larvanya berbeda. Larva pinjal memiliki bentuk seperti larva lalat hanya pada larva pinjal terdapat rambut-rambut yang digunakan untuk melenting.


(35)

18

Sedangkan bentuk imago dorsal-lateral dan pembagian kepala, toraks, dan abdomen sudah terlihat (Dewi Susanna, 2011:36).

Ukuran tubuh pinjal antara 1,5-4 mm, kira-kira lebih sedikit kecil dari biji wijen dan berbentuk pipih di bagian samping (dorsal lateral) (Dantje T. Sembels, 2009:22). Kepala, dada, dan perut terpisah secara jelas dan terdapat tiga pasang kaki pada dada dan satu pasang terakhir sangat besar, sehingga menjadikan mereka mampu untuk melompat. Pinjal tidak memiliki sayap. Pinjal memiliki mata dan antena, yang mendeteksi panas, getaran, karbon dioksida, bayangan, dan perubahan arus udara, yang semuanya menunjukkan makan yang mungkin ada di dekatnya (Departemen Parasitologi FKUI, 2008:245). Serangga ini berwarna coklat seperti biji mahoni, ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa parasitik, sedang pradewasanya hidup di sarang, tempat berlindung, atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus (Dantje T. Sembels, 2009:22).

2.1.3.3Siklus Hidup

Telur pinjal dalam 2-12 hari akan berubah menjadi larva. Dalam 9-15 hari larva akan berubah menjadi pupa. Perubahan pupa menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7 hari sampai 1 tahun tergantung kondisi lingkungannya.

Telur pinjal berwarna putih dan kecil-kecil (+ 0,5 mm, berbentuk oval dan mengkilat), larva adalah vermiform yang setiap segmennya terdapat setae-setae (rambut) dengan panjang + 4-10 mm dan larva memakan darah. Larva pinjal mengalami 3 instar dan tanpa antena sedangkan pupa berbentuk eksarat (seperti larva yang tidak memiliki selubung).


(36)

19 2.1.3.4Pengamatan Pinjal

Pinjal dapat diperoleh dari penyisiran tikus tangkapan yang diperoleh dari trapping. Cara penyisiran tikus dilakukan searah pertumbuhan rambut dan ditampung pada baskom berwarna putih berukuran 30x30 cm. Pinjal yang jatuh di dalam baskom diambil dengan aspirator khusus pinjal dan ditampung dalam botol yang berisi NaCL fisiologi, dalam satu botol maksimal menampung 25 ekor pinjal. Selanjutnya pinjal diidentifikasi, dipisahkan menurut taksonnya dan diberi label.

(Kenneth L.Gage 2010:155).

2.1.4 Yersinia Pestis 2.1.4.1Morfologi

Yersinia pestis adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang dengan ukuran 1,5x0,5-0,7 mikron. Bakteri ini bersifat bipolar, non motil, dan non sporing (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:3). Pertumbuhan Yersinia pestis akan lebih cepat pada media yang mengandung darah atau cairan jaringan dan paling cepat bila berada pada suhu 30 C. Pada kultur agar darah dengan suhu 37 C, koloni-koloninya akan semakin kecil dan dalam waktu 24 jam akan mati. Inokulum virulen yang diturunkan dari jaringan yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis akan menghasilkan koloni berwarna abu-abu dan kental, namun setelah dipindahkan ke laboratorium koloni tersebut menjadi berubah dan kasar (Jawetz, Melnick, dan Adelberg`s, Melnick, dan Adelberg`s, 2005:409).


(37)

20

Gambar: 2.2. Bentuk Yersinia pestis

2.1.4.2Identifikasi dan Isolasi Yersinia pestis

Untuk menentukan ada tidaknya bakteri Yersinia pestis pada vektor dan reservoir perlu dilakukan identifikasi pada vektor dan reservoir. Identifikasi pada reservoir dilakukan pada tikus yang masih hidup atau tikus yang ditemukan mati tanpa sebab (rat fall), sedangkan pada vektor dilakukan pada pinjal yang ada pada tikus.

Untuk mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Yersinia pestis pada tikus yang masih hidup diambil sampel darah dari jantung atau dari daerah sekitar mata, sedangkan pada tikus yang sudah mati dapat diambil dari jantung apabila darah masih ada, jika darah sudah habis bisa diambil dari sumsum tulang panjang seperti femur. Untuk mengidentifikasi sampel bakteri Yerseni pestis dapat dilakukan dengan metode tes immunofluorescence langsung, aglutinasi, tes enzyme-linked munosorbent, atau dengan mengisolasi organisme dalam kultur murni. Dari semua metode ini, metode paling efektif yaitu tes immunofluorescence langsung, tes ini dapat diketahui dalam waktu 2 jam (Kenneth L.Gage, 2010:143).


(38)

21

Berbeda dengan identifikasi Yersinia pestis pada tikus, identifikasi Yersinia pestis pada pinjal memerlukan waktu yang lama. Identifikasi Yersinia pestis pada pinjal dilakukan dengan menanam hasil gerusan pinjal pada hewan coba selama 25 hari. Apabila selama 25 hari tikus mati, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjut. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah pada tikus dan kemudian dideteksi dengan teknik imunologi dan PCR (Kenneth L.Gage, 2010:156).

2.1.5 Kebersihan Rumah

Rumah merupakan tempat perlindungan terhadap penyakit menular (satistaction against communicable disease) yang berarti rumah harus mempunyai sanitasi yang optimal. Rumah sehat bukanlah rumah yang mewah, namun rumah yang dapat memenuhi syarat-syarat kesehatan diantaranya adalah memenuhi sistem kesehatan lingkungan lainnya, seperti halnya cukup air bersih, tersedia tempat sampah yang layak, saluran limbah dapur, kamar mandi dan cucian yang sehat, dan penerangan yang cukup. Ruangan dalam rumah yang gelap dan lembab dapat menimbulkan banyak serangga, hewan pengerat, dan mikrobakteri lain yang menimbulkan penyakit (Ircham Machtoedz, 2008:132-134).

2.1.6 Suhu dan Kelembaban

Perubahan periodik kondisi cuaca atau iklim biasanya diikuti fluktuasi suhu dan kelembaban udara. Perkembangan setiap jenis pinjal mempunyai variasi yang berbeda-beda. Udara yang kering mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan


(39)

22

bagi kelangsungan hidup pinjal. Suhu dalam dan luar sarang memperlihatkan bahwa suhu di dalam sarang cenderung berbalik dengan suhu luar (Mukono, 2000:155).

2.1.7 Cahaya

Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis ini biasanya tidak mempunyai mata, sebaliknya pinjal yang bersifat fototaksis positif memiliki mata. Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamanya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai dasar liang, sehingga pada sarang tikus banyak ditemukan pinjal (Mukono, 2000:156).

Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999, pencahayaan yang baik adalah pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

2.1.8 Parasit

Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang mempengaruhi umur pinjal. Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu 10-15°C hanya bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan pada suhu 27°C bertahan hidup selama 23 hari. Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat, kemudian akan menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap darah dan akhirnya mati (Dewi Susana, 2011:24).


(40)

23 2.1.9 Predator

Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti semut dan kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan pinjal dewasa.

2.1.10 Partisispasi Masyarakat 2.1.10.1 Definisi

Partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (AP Hadi, 2009:6). Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara berbagai aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, kemadirian dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi perkembangan jaman (Notoatmodjo, 2007: 124). Sedangkan menurut Depkes (2006) Partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan lingkungannya.

2.1.10.2 Nilai-nilai Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah suatu pendekatan atau jalan yang terbaik untuk pemecahan masalah-masalah kesehatan dinegara-negara yang sedang berkembang, karena hal-hal berikut (Notoatmodjo, 2007):


(41)

24

1. Partisipasi masyarakat adalah cara paling murah. Dengan ikut berpartisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan, itu berarti diperoleh sumber daya dan dana dengan mudah untuk melengkapi fasilitas kesehatan mereka sendiri.

2. Bila partisipasi itu berhasil, bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat dipecahkan, tetapi dapat menghimpun dana dan daya.

3. Partisipasi masyarakat membuat semua orang bertanggung jawab untuk kesehatannya sendiri.

4. Partisipasi masyarakat didalam pelayanan kesehatan adalah rangsangan dan bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas. Ini adalah suatu pertumbuhan yang alamiah, bukan yang semu.

5. Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang langsung, karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran masyarakat.

6. Melalui partisipasi, setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar berorganisasi, mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

2.1.10.3 Faktor –Faktor yang Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat

Menurut Cary dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:

a. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti ada kondisi yang memungkinkan anggota masyarakat untuk berpartisipasi.


(42)

25

b. Mampu untuk berpatisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memerikan sumbangan saran yang kontruksif untuk program.

c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpatisipasi dalam program.

Ketiga kondisi ini harus hadir secara bersama-sama, apabila orang mau dan mampu tetapi tidak merdeka untuk partisipasi, maka orang tidak akan berpatisipasi. Menurut Ross dalam Notoatmodjo (2005), terdapat tiga prakondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu :

a. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat permasalahan secara komprehensif.

b. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar mengambil keputusan.

c. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.

Batasan diatas sebenarnya menuntut persyaratan bahwa orang-orang yang akan berpartisipasi akan harus memenuhi persyaratan tertentu.

2.1.10.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisisipasi Masyarakat

Mikkelsen (2003) mengemukanan bahwa faktor-faktor yang memegaruhi patisipasi masyarakat itu yaitu:

1. Faktor sosial yaitu dilihat adanya ketimpangan sosial masyarakat untuk berpartisipasi


(43)

26

2. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap pembaharuan

3. Faktor politik yaitu apabila prosespembangunanyang dilaksanakan kurang melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga terkendala untuk berpatisipasi dan pengambilan keputusan.

2.1.11 Perilaku

Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat, sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:46). Menurut Bloom terdapat tiga ranah tingkatan yang mempengaruhi perilaku, yaitu:

1. Pengetahuan, adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besar dibagi 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know)

b. Memahami (comprehension) c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) e. Sintesis (synthesis) f. Evaluasi (evaluation)


(44)

27

2. Sikap, adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Allport dalam (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:53) sikap dibagi menjadi 3 komponen pokok yang bersama-sama membetuk sikap yang utuh. Komponen sikap tersebut yaitu kepercayaan atau keyakinan, kehidupan atau evaluasi orang terhadap objek, dan kecendrungan untuk bertindak.

3. Tindakan atau praktik adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap tidak akan terwujud dalam tindakan, apabila tidak ada faktor lain yang menunjang seperti sarana, prasarana, dan fasilitas lannnya. Menurut tingkatannya, praktik dan tindakan dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Praktik terpimpin (guided response), adalah seseorang atau subjek dalam menjalankan sesuatu masih memerlukan tuntunan atau bantuan. 2. Praktik secara mekanisme (mechanism), adalah seseorang atau objek

yang melakukan tindakan secara spontan atau otomatis.

3. Adopsi (adoption), adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang tidak hanya sebagai rutinitas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, tindakan atau perilaku yang berkualitas (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:55-56).


(45)

28 Kerangka Konsep

Gambar : 2.4. Kerangka Teori

Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2005), Kenneth L.Gage (2010), Dirjen PM dan PL (2008), dan Mukono (2000)

Faktor Lingkungan Kebersihan Rumah

Faktor Biologi Parasit

Predator Faktor Fisik Suhu

Kelembaban Cahaya

Partisipasi

Pes

Yersinia pestis Pinjal Tikus

Pengetahuan Sikap

Tindakan atau Praktik


(46)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Variabel Perancu

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Partisipasi Ibu dalam pemasangan live trap.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah pinjal dan tikus. Partisipasi Ibu dalam

pemasangan live trap

Kebersihan rumah Pengetahuan


(47)

30 c. Variabel pengganggu

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah kebersihan rumah dan pengetahuan. Kebersihan rumah dikendalikan dengan mencocokkan kebersihan rumah kelompok eksperimen dan pembanding. Aspek yang dilihat yaitu ventilasi, keberadaan tempat sampah, cahaya, dan kondisi lantai sesuai kondisi yang mempengaruhi keberadaan tikus. Sedangkan pengetahuan disamakan dengan memberi penyuluhan pada ibu agar pengetahuan peletakan live trap sama dengan petugas.

3.3 Hipotesis Penelitian

a. Ada perbedaan jumlah tikus yang tertangkap antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi.

b. Ada perbedaan jumlah pinjal yang ada pada tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi.


(48)

31

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1: Definisi Operasional

Variabel Definisi Kategori Cara

Pengukuran Partisipasi ibu

dalam

pemasangan live trap

Proses dimana ibu-ibu berpartisipasi dalam penangkap tikus secara aktif

Nominal

1. Ibu melakukan trapping

2. Ibu tidak

melakukan trapping (menggunakan petugas

trapping) Jumlah tikus

tertangkap

Total jumlah pinjal yang tertangkap dalam live trap

Rasio Menghitung

jumlah tikus yang

tertangkap dalam live trapp

Jumlah pinjal tertangkap

Jumlah pinjal hasil penyisiran tikus yang tertangkap

Rasio Menghitung

jumlah pinjal yang hasil penyisiran tikus yang tertangkap

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Penelitian ini menggunakan pendekatan rancangan posttest only control group dan merupakan penelitian yang bersifat analitik.


(49)

32

Rancangan eksperimen ini menggunakan rancangan sesudah intervensi menggunakan kelompok pembanding eksternal. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (E) dan kelompok pembanding (C). Kelompok kelompok eksperimen diberi penyuluhan (X) tentang penyakit pes dan cara peletakkan live trapp yang sesuai dengan jalur tikus. Setelah itu dilakukan posttest (02) untuk mengetahui hasil yang dicapai masing-masing kelompok. Adapun bentuk rancangan sebagai berikut:

Perlakuan Postest E

C

Keterangan:

E = kelompok yang mendapat intervensi O2 = pengamatan hasil intervensi

X = intervensi

C = kelompok pembanding (Bhisma Murti, 2003:139-140).

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian 3.6.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu, berupa manusia, hewan coba, data laboratorium, dan lain-lain sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2008:78).

X O2


(50)

33

Menurut Sugiyono (2008:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kelurahan Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2008:78).

Sampel penelitian ini terdiri dari sampel eksperimen dan pembanding. Dalam menghitung besarnya sampel digunakan tingkat kepercayaan sebesar 0,05 dan derajat kemaknaan sebesar 95%. Jumlah populasi desa Sukabumi sebesar 1034 KK. Dari besar KK tersebut dapat dihitung jumlah sampelnya menggunakan formula sebagai berikut:

Keterangan :

n = besar sampel N = besar populasi

= nilai standar normal = 0,05 (1,64) P = perkiraan proporsi (0,5)


(51)

34 = tingkat kesalahan (10%) (Stanley Lemeshow, 1997:27)

Berdasarkan rumus, maka besar sampel dengan populasi 1034 adalah

n =

n = = 63,19 dibulatkan 64

Berdasarkan perhitungan sampel tersebut, maka jumlah sampel minimal sebesar 64 KK, sehingga sampel tersebut dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok pembanding).

3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yang digunakan adalah teknik pencuplikan multistage sampling. Pada pencuplikan multistage sampling peneliti mengambil sampel berdasarkan tingkat wilayah bertahap ( Soekidjo Notoatmodjo, 2002:87-88).

Di Kelurahan Sukabumi kecamatan Cepogo terdapat 31 RT dari 9 RW. Karena pencuplikan dilakukan dengan multistage sampling, maka dari 9 RW tersebut dirandom untuk memilih salah satu RW dan dari RW yang terpilih dirandom lagi untuk menentukan RT yang akan dijadikan sebagai sampel eksperimen dan pembanding. Semua jumlah KK yang ada di RT yang terpilih sebagai sampel di trapping. Dari jumlah sampel tersebut disamakan sampai mencapai sampel minimal 64 sampel dari kelompok eksperimen dan pembanding.


(52)

35

Pengambilan sampel dikelompokkan dalam beberapa kriteria antara lain kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

1. Kelompol Eksperimen a. Kriteria Inklusi

1. Bersedia memasang live trapp. 2. Berada di daerah fokus pes.

3. Seorang ibu yang mengurus rumah tidak menggunakan jasa pembantu. 4. Tidak sedang intervensi program penelitian lain.

b. Kriteria Ekslusi

1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian. 2. Kelompok Pembanding

a. Kriteria Inklusi

1. Berada di daerah fokus pes.

2. Tidak sedang intervensi program penelitian lain. b. Kriteria Ekslusi

1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian 3.7 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 3.7.1 Data Primer

a. Data primer diperoleh dari hasil observasi secara langsung menggunakan formulir untuk mengetahui identitas dan kondisi rumah responden.


(53)

36 3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan hasil surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan data jumlah penduduk Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo.

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data 3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada variabel yang diteliti (Sugiyono, 2008: 92).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel laporan hasil penangkapan tikus dan pinjai, dan live trap.

3.8.1.1 Tabel Laporan Penangkapan Tikus.

Tabel penangkapan tikus dan pinjal adalah tabel laporan hasil penangkapan tikus dan pinjal (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:41).

3.8.1.2 Live Trapp

Live trapp adalah alat berbentuk kotak dengan engsel pintu yang digunakan untuk menangkap tikus dalam keadaan hidup agar dapat diteliti jaringan dan darahnya (Kenneth L.Gage, 2011:145).

3.8.2 Teknik Pengambilan Data 3.8.2.1 Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Dokumentasi dilakukan dengan dua cara


(54)

37

yaitu dokumentasi manual dan digital. Dokumentasi manual dilakukan dengan mencatat dan membukukan seluruh kegiatan penelitian. Dokumentasi digital dilakukan dengan menggunakan alat digital camera .

3.8.2.2Observasi

Pengamatan dilakukan melalui hasil tangkapan tikus yang dilakukan oleh ibu, baik pada kelompok eksperimen dan petugas pada kelompok pembanding. Selain itu pengamatan juga dilakukan peneliti untuk mengetahui apakah trap terpasang dengan benar dan dicuci sebelum penangkapan.

3.9 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari tahap pra penelitian, penelitian, dan paska penelitian.

3.9.1 Pra Penelitian

Persiapan yang dilakukan adalah mempersiapkan materi penyuluhan, mempersiapkan live trap, mengukur kebersihan rumah, dan mempersiapkan umpan tikus.

3.9.2 Penelitian

3.9.2.1 Kelompok Eksperimen

Kelompok atau sampel eksperimen dalam penelitian ini adalah kelompok yang diberi intervensi penyuluhan. Tahapan dalam kelompok eksperimen sebagai berikut:


(55)

38

1 Setiap rumah akan didatangi untuk melalukan penunjukan petugas pemasang live trap. Dalam satu rumah terdapat satu orang ibu rumah tangga yang bertugas sebagai pemasang live trapp.

2 Peneliti akan memberi materi penyuluhan, untuk menyamakan pengetahuan pemasangan live trapp.

3 Setelah menerima intervensi, maka keesokan harinya live trap dipasang. 4 Live trapp dikumpulkan dan mencatat jumlah tikus yang didapat.

5 Petugas akan menyisir tikus yang sudah didapat dan menghitung jumlah pinjal pada setiap tikus.

6 Peneliti membandingkan jumlah tikus dan pinjal intervensi. 3.9.2.2 Kelompok Pembanding

Sampel pembanding dalam penelitian ini adalah kelompok yang tidak diberikan penyuluhan. Tahapan penelitian dalam kelompok pembanding sebagai berikut :

1. Petugas pemasang trap rutin akan memasang live trap disore hari.

2. Live trap diambil di pagi harinya dan dihitung jumlah tikus dan pinjal yang ada pada tubuh tikus.

3. Petugas akan menyisir tikus untuk mengetahui jumlah pinjal yang tertangkap. 4. Peneliti membandingkan jumlah tikus dan pinjal yang tertangkap dalam


(56)

39 3.9.3 Paska Penelitian

Setelah proses penelitian selesai, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan hasil dari proses pengambilan data yang telah dilakukan.

3.10 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data 3.10.1 Teknik Pengolahan Data

Menurut Arikunto (2006: 235), teknik pengolahan data terdiri dari: a. Persiapan

Kegiatan dalam persiapan ini antara lain:

1) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi. 2) Mengecek kelengkapan data.

3) Mengecek isian data. b. Tabulasi

Kegiatan dalam tabulasi ini antara lain:

1) Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang perlu diberikan skor. 2) Memberikan kode terhadap item-item yang tidak perlu diberikan skor. 3) Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasi dengan teknik

analisis yang akan digunakan.

4) Memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan menggunakan komputer.

c. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

Data yang sudah terkumpul pada tahap persiapan dan tabulasi selanjutnya dilakukan pengolahan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan


(57)

rumus-40

rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitaian atau desain yang diambil di mana dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperiment melalui pendekatan rancangan postes only control group.

3.10.2 Analisis Data

Setelah semua data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut.

3.10.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 188). Analisis univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk dilakukan analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data sudah optimal untuk dianalisis lebih lanjut. Semua variabel dianalisis untuk mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini analisis data univariat digunakan untuk mengetahui prosentase tikus, pinjal yang tertangkap, dan analisis rumah sehat.

3.10.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah yang dilakukan pada dua variabel yang dianggap berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 188). Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan jumlah tikus dan jumlah pinjal yang tertangkap sesudah perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok pembanding. Analisis uji yang digunakan yaitu uji t berpasangan, karena dilakukan 2 kali pengukuran dan 2 kategori dengan mencocokan antara sampel eksperimen dan


(58)

41

pembanding, jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji alternatifnya yaitu uji Wilxocon .


(59)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 GAMBARAN UMUM

4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Penelitian

Desa Sukabumi merupakan satu desa dari 15 desa yang ada di Kecamatan Cepogo. Wilayah ini terdiri dari 1034 KK dari 31 RT yang tersebar dalam 9 RW. Dari 9 RW yang ada di Desa Sukabumi, dipilih untuk mendapat giliran dilakukannya pemasangan live trap.

Pemasangan live trapp di Kecamatan Cepogo dilakukan setiap satu bulan sekali pada daerah-daerah yang dianggap populasi tikusnya meningkat dan kepadatan pinjalnya tinggi. Pemasangan live trap atau yang sering dikenal dengan istilah trapping dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan populasi tikus dan pinjal agar tidak terjadinya relaps dan penularan penyakit pes ke manusia (human).

4.2 HASIL PENELITIAN

4.2.1 Karakteristik Sampel Penelitian 4.2.1.1 Umur Responden

Distribusi responden berdasarkan umur pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.


(60)

43 Tabel 4.1 Distribusi Umur Responden

No Umur Responden Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 20-30 12 37,2 10 31,2 22

2 31-40 10 31,2 13 40,6 23

3 41-50 8 25,0 4 12,5 12

4 50-60 2 6,2 5 15,6 7

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden pada kelompok eksperimen terbanyak terdapat pada kelompok umur 20 – 30 tahun yaitu sebanyak 12 responden (37,2%) dan paling sedikit terdapat pada kelompok umur 50-60 tahun sebanyak 2 responden (6,2%). Pada kelompok pembanding, responden terbanyak terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 13 responden (40,6%) dan paling sedikit terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 4 responden (12,5%).

4.2.1.2 Pendidikan Responden

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 SD 30 93,8 30 93,8 60

2 SMP 2 6,2 1 3,1 3

3 SMA 0 0 1 3,1 1


(61)

44

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui pendidikan responden terbanyak pada kelompok eksperimen terdapat pada tingkat SD yaitu sebanyak 30 responden (93,8%) dan paling sedikit terdapat pada tingkat SMP yaitu sebanyak 2 responden (6,2%). Pada kelompok pembanding pendidikan terbanyak juga terdapat pada tingkat SD sebanyak 30 responden (93,8%) dan paling sedikit terdapat pada tingkat SMP dan SMA yaitu masing-masing sebanyak 1 responden (3,1%).

4.2.1.3 Pekerjaan Responden

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Status Pekerjaan Responden

No Pekerjaan

Responden

Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 Ibu Rumah Tangga 4 12,5 5 15,6 9

2 Petani 27 84,4 26 81,2 53

3 Swasta 1 3,1 1 3,1 2

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui distribusi status pekerjaan terbanyak terdapat pada status pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 27 responden (84,4%) dan status pekerjaan paling sedikit terdapat pada status pekerjaan sebagai swasta yaitu sebanyak 1 responden (3,1%). Pada kelompok pembanding, responden terbanyak juga pada status pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 26 responden (81,2%) dan status paling sedikit juga terdapat pada pedagang yaitu sebanyak 1 responden (3,1%).


(62)

45

4.2.1.4 Keberadaan Ventilasi Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan keberadaan ventilasi pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Keberadaan Ventilasi Rumah Responden

No Ventilasi Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 Ada 30 93,8 28 87,5 58

2 Tidak ada 2 6,2 4 12,5 6

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden yang rumahnya memiliki ventilasi baik pada kelompok eksperimen maupun pembanding, yaitu masing-masing sebanyak 30 rumah memiliki ventilasi (93,8%) pada kelompok eksperimen dan 28 rumah memiliki ventilasi (87,5%) pada kelompok pembanding. 4.2.1.5 Luas Ventilasi Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan tingkat luas ventilasi rumah pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Luas Ventilasi Rumah Responden

No Luas Ventilasi Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 >10% 28 87,5 27 84,5 55

2 <10% 4 12,5 5 15,6 9

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui luas ventilasi rumah responden lebih banyak yang sudah memenuhi syarat rumah sehat yaitu luas ventilasi rumah lebih dari 10% dari luas ruangan baik pada kelompok eksperimen maupun pembanding,


(63)

46

yaitu masing-masing sebanyak 28 rumah (87,5%) pada kelompok eksperimen dan sebanyak 27 rumah (84,5%) pada kelompok pembanding.

4.2.1.6 Pencahayaan Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan pencahayaan rumah pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Kondisi Pencahayaan Rumah Responden

No Pencahayaan Eksperimen Pembanding Jumlah

n % N %

1 <60 lux 32 100,0 32 100,0 64

2 >60 lux 0 0,0 0 0,0 0

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui semua rumah memiliki kondisi pencahayaan kurang dari 60 lux baik pada kelompok eksperimen dan kelompok pembanding yaitu sebesar 32 rumah (100%).

4.2.1.7 Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan keberadaan tempat sampah rumah responden pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Distribusi Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden No Keberadaan

Tempat Sampah

Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 Ada 5 15,6 5 15,6 10

2 Tidak ada 27 84,4 27 84,4 54


(64)

47

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui lebih banyak rumah yang belum memiliki tempat sampah baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok pembanding masing-masing sama, yaitu sebanyak 27 rumah (84,4%).

4.2.1.8 Keberadaan Saluran Limbah Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan ada tidaknya saluran limbah pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi Keberadaan Saluran Limbah No Keberadaan

Saluran Limbah

Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 Ada 4 15,6 4 12,5 8

2 Tidak ada 28 84,4 28 87,5 56

Jumlah 32 100,0 32 100,0 64

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui lebih banyak responden yang tidak memiliki saluran limbah baik pada kelompok eksperimen dan kelompok pembanding, yaitu sebanyak 28 rumah (84,4%).

4.2.1.9 Kondisi Lantai Rumah Responden

Distribusi kondisi rumah berdasarkan kondisi lantai rumah pada sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi Kondisi Lantai Rumah Responden

No Kondisi Lantai Eksperimen Pembanding Jumlah

n % n %

1 Kramik 5 15,6 5 15,6 10

2 Semen 5 15,6 5 15,6 10

3 Tanah 22 68,8 22 68,8 44


(65)

48

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui lantai rumah responden kebanyakan masih beralaskan tanah baik kelompok eksperimen dan kelompok pembanding masing-masing sama, yaitu 22 rumah (68,8%) dan paling sedikit lantai rumah responden beralaskan keramik dan semen baik pada kelompok eksperimen dan pembanding sama masing-masing yaitu 5 rumah (15,6%).

4.2.2 Analisis Univariat

4.2.2.1 Status Tikus yang didapat di Rumah Responden Kelompok

Eksperimen

Jumlah tikus yang didapat di rumah responden kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Jumlah Tikus yang didapat di Rumah Responden Kelompok Eksperimen

No Status Tikus yang didapat n %

1 Mendapat tikus 17 53,1

2 Tidak mendapat tikus 15 46,9

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui jumlah tikus yang masuk dalam live trap lebih banyak yaitu sebanyak 17 tikus (53,1%) dan yang tidak mendapat tikus sebanyak 15 tikus (46,9%).


(66)

49

4.2.2.2 Status Tikus yang didapat di Rumah Responden Kelompok

Pembanding

Status tikus yang didapat di Rumah Responden kelompok pembanding dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Status Tikus yang didapat di Rumah Responden Kelompok Pembanding

No JumlahTikus Tertangkap N %

1 Mendapat tikus 9 28,13

2 Tidak mendapat tikus 23 71,87

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui lebih banyak rumah yang tidak mendapatkan tikus yaitu sebanyak 23 rumah tidak mendapat tikus (71,87%) dan 9 rumah mendapat tikus (28,13%).

4.2.2.3 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen

Status keberadaan pinjal pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen

No Status Keberadaan Pinjal n %

1 Tidak ada pinjal 22 68,8

2 Ada pinjal 10 31,2

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui status keberadaan pinjal pada kelompok eksperimen 22 responden (68,8%) tidak ada pinjal dan 10 responden (31,2%) ada pinjal.


(67)

50

4.2.2.4 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding

Status keberadaan pinjal pada kelompok Pembanding dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding

No Status Keberadaan Pinjal n %

1 Tidak ada pinjal 24 75,0

2 Ada pinjal 8 25,0

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui status keberadaan pinjal pada kelompok pembanding, yaitu 24 responden (75%) tidak ada pinjal dan 8 responden (25%) ada pinjal.

4.2.3 Analisis Bivariat

4.2.3.1 Uji Normalitas Data Jumlah Tikus

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang diperoleh peneliti saat penelitian. Normal tidaknya data ini juga digunakan untuk menentukan uji statistik yang digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. UJi normalitas data dapat menggunakan uji sphapiro-wilk. Uji normalitas data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.14.


(68)

51 Tabel 4.14 Uji Normalitas Data

Kelompok Hasil Nilai

Probabilitas Tikus Eksperimen dan

Pembanding

Ada tikus 0,000

Tidak ada tikus 0,001

Pinjal Eksperimen dan Pembanding

Ada pinjal 0,000

Tidak ada pinjal 0,000

Pada tabel 4.14 dapat diketahui bahwa uji normalitas data pada kelompok eksperimen dan pembanding yang mendapat tikus sebesar p=0,000 (<α 0,05), sehingga data tidak terdistribusi secara normal. Nilai pada kelompok eksperimen dan pembanding yang tidak mendapat tikus sebesar p=0,001 (<α 0,05), sehingga data pada kelompok eksperimen dan pembanding yang tidak mendapat tikus juga tidak terdistribusi secara normal.

Pada kelompok eksperimen dan pembanding yang mendapat pinjal dapat diketahui sebesar p=0,000 (<α 0,05), sehingga data tidak terdistribusi secara normal. Nilai pada kelompok eksperimen dan pembanding yang tidak mendapat pinjal sebesar p=0,000 (<α 0,05), sehingga kelompok eksperimen dan pembanding juga tidak terdistribusi secara normal.

Dari hasil analisis normalitas semua data tidak terdistribusi normal, maka digumakan uji alternatif dari uji t-berpasangam yaitu uji Wilxocon.

4.2.3.2 Perbedaan Jumlah Tikus antara Kelompok Eksperimen dan

Pembanding

Hasil perhitungan normalitas jumlah tikus untuk kelompok eksperimen dan pembanding tidak terdistribusi secara normal sehingga digunakan uji alternative


(69)

52

Wilxocon. Hasil perbandingan jumlah tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Perbedaan Jumlah Tikus antara Kelompok Eksperimen dan Pembanding

No Jumlah Tikus Frekuensi Persentase %

1 Pembanding < eksperimen 13 40,6

2 Pembanding > eksperimen 4 12,5

3 Pembanding = eksperimen 15 46,9

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui jumlah tikus kelompok eksperimen lebih besar dari pada kelompok pembanding sebesar 13 responden (40,6%). Jumlah tikus kelompok eksperimen lebih kecil dari kelompok pembanding sebesar 4 responden (12,5%) dan responden yang jumlah tikusnya sama antara kelompok eksperimen dan kelompok pembanding sebesar 15 responden (46,9%).

Uji statistik perbandingan jumlah tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding dapat dilihat pada tabel 4.16.

Tabel 4.16 Uji Statistik Perbandingan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Pembanding

No

Variabel Mean Median Standar

Deviasi n p value

1 Eksperimen 0,5 1,0 0,5 32

0,03

2 Pembanding 0,3 0,0 0,4 32

Berdasarkan pada tabel 4.16 dapat diketahui nila mean (rata-rata) kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok pembanding sebesar (0,5>0,3). Berdasarkan uji statistic Wilxocon diketahui hasil p value sebesar 0,03 lebih kecil dari pada nilai α


(70)

53

(0,05). Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya terdapat pebedaan jumlah tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding. Maka melalui partisipasi ibu dalam pemasang live trap dapat meningkatkan jumlah tikus yang tertangkap. 4.2.3.3Perbedaan Jumlah Pinjal yang didapat antara Kelompok Eksperimen

dan Pembanding.

Hasil perhitungan uji normalitas data jumlah pinjal pada kelompok eksperimen dan pembanding tidak terdistribusi secara normal, maka digunakan uji alternatif yaitu uji Wilxocon. Hasil perhitungan jumlah pinjal antara kelompok eksperimen dan pembanding dapat dilihat pada tabel 4.17.

Tabel 4.17 Perbedaan Jumlah Pinjal yang didapat antara Kelompok Eksperimen dan Pembanding

No Jumlah Pinjal Frekuensi Persentase %

1 Pembanding < eksperimen 9 28,1

2 Pembanding > eksperimen 7 21,9

3 Pembanding = eksperimen 16 50,0

Jumlah 32 100,0

Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui jumlah pinjal kelompok eksperimen lebih besar dari pada pembanding sebanyak 9 responden (28,1%). Jumlah pinjal eksperimen lebih kecil dari pebanding sebanyak 7 responden (21,9%) dan jumlah eksperimen sama dengan pembanding sebanyak 16 responden (50,0%).


(71)

54

Tabel 4.18 Uji Statistik Perbedaan Jumlah Pinjal antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Pembanding

No

Variabel Mean Median Standar

Deviasi n p value

1 Eksperimen 1,00 0,0 1,8 32

0,617

2 Pembanding 0,75 0,0 1,5 32

Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui nilai mean (rata-rata) kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok pembanding sebesar (1,0>0,75). Berdasarkan uji statistic dengan uji Wilxocon nilai p value sebesar 0,617 lebih besar dari α (0,05). Dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan jumlah pinjal yang ada pada tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan kelompok pembanding. Maka melalui partisipasi ibu dalam pemasangan live trap belum bisa meningkatkan jumlah pinjal yang tertangkap pada tubuh tikus.


(72)

55

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

5.1.1 Perbedaan Jumlah Tikus yang didapat antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Pembanding

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan jumlah tikus yang tertangkap antara kelompok eksperimen dan pembanding. Hal tersebut didasarkan pada nilai p value = 0,029 lebih kecil dari α 0,05, sehingga dapat diartikan terdapat perbedaan jumlah tikus yang tertangkap dalam live trap antara kelompok eksperimen dan pembanding. Hasil tersebut menunjukan melalui partisipasi ibu efektif untuk meningkatkan jumlah tikus yang tertangkap dalam live trap.

Adanya partisipasi ibu menjadikan ibu tahu bagaimana cara memasang live traop yang sesuai pada jalur tikus, sehingga ibu mengetahui bagaimana cara menjaga keluarganya dari bahaya penyakit akibat tikus. Dengan meningkatnya pengetahuan ibu menjadikan mereka berlomba-lomba menangkap tikus agar rumahnya bersih dari tikus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Green dan Kreuter (2005), determinan perilaku atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu), faktor pendukung (tersedianya sarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya) dan faktor pendorong (pengaruh keluarga, teman, panutan, pelaksana kesehatan dan pembuat keputusan).


(1)

83

HASIL UJI STATISTIK PERBANDINGAN JUMLAH

PINJAL KELOMPOK EKSPERIMEN DAN PEMBANDING

1.

UJI NORMALITAS

Tests of Normality

pinjal pembanding

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pinjal eksperimen tidak ada pinjal .401 24 .000 .616 24 .000

ada pinjal .513 8 .000 .418 8 .000

a. Lilliefors Significance Correction

2.

UJI

WILXOCON

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

pinjal pembanding - pinjal eksperimen

Negative Ranks 9a 8.50 76.50

Positive Ranks 7b 8.50 59.50

Ties 16c

Total 32

a. pinjal pembanding < pinjal eksperimen b. pinjal pembanding > pinjal eksperimen c. pinjal pembanding = pinjal eksperimen


(2)

84

Test Statisticsb

pinjal pembanding -

pinjal eksperimen

Z -.500a

Asymp. Sig. (2-tailed) .617

a. Based on positive ranks.


(3)

85

Lampiran 14 Dokumentasi Kegiatan

FOTO KEGIATAN

Peneliti melakukan wawancara dengan responden


(4)

86

Contoh tempat pembuangan sampah responden


(5)

87

Penyuluhan penyakit pes dan penjelasan peletakan

live trap


(6)

88

Contoh tikus hasil penangkapan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Keanggotaan Koperasi Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kud Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali

0 3 91

PENDAHULUAN Pengaruh Karakter Disiplin, Mandiri, Dan Kerja Keras Terhadap Kinerja Para Perajin Tembaga Di Tumang Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

0 3 5

PROFIL USAHA PENGRAJIN TEMBAGA DI DESA TUMANG KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI

0 24 132

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga Dengan Jumlah Tikus Dan Kepadatan Pinjal Di Desa Selo Kecamatan Selo Boyolali.

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga Dengan Jumlah Tikus Dan Kepadatan Pinjal Di Desa Selo Kecamatan Selo Boyolali.

0 2 7

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO BOYOLALI Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga Dengan Jumlah Tikus Dan Kepadatan Pinjal Di Desa Selo Kecamatan Selo Boyolali.

0 1 20

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESADI DESA CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA DI DESA CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 11

Partisipasi Perempuan dalam Pengembangan Desa Wisata Samiran Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali COVER

0 0 20

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA DI DESA MOJO KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

0 0 5

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POS PEMBERDAYAAN KELUARGA (POSDAYA) DI DESA KEYONGAN KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 16