Pengaruh Keanggotaan Koperasi Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kud Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali

(1)

PENGARUH KEANGGOTAAN KOPERASI TERHADAP

PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KUD CEPOGO,

KECAMATAN CEPOGO, KABUPATEN BOYOLALI

ANIS NUR AINI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Keanggotaan Koperasi Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah di KUD Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Anis Nur Aini


(4)

ABSTRAK

ANIS NUR AINI. Pengaruh Keanggotaan Koperasi Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah di KUD Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia memiliki prospek pengembangan usaha ternak sapi perah yang besar yang dapat menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil susu. Kabupaten Boyolali merupakan kawasan penghasil susu terbesar di Provinsi Jawa Tengah, salah satu kecamatan penghasil susu terbesar adalah Kecamatan Cepogo. Kecamatan Cepogo sangat cocok dijadikan kawasan pengembangan usaha ternak karena iklim dan curah hujan yang mendukung. Terdapat lembaga yang menaungi peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo, yakni KUD Cepogo, namun tidak semua peternak sapi perah menjadi anggota KUD. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbedaan saluran penjualan susu dan pendapatan peternak. Dibutuhkan analisis terhadap saluran pemasaran susu segar dan pengaruh keanggotaan koperasi terhadap pendapatan peternak untuk membandingkan pendapatan peternak sapi perah anggota KUD dan peternak sapi perah bukan anggota KUD. Penelitian ini juga menganalisis peran KUD Cepogo dalam mensejahterakan anggotanya. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usaha tani dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat lima jenis saluran pemasaran yang berpengaruh pada tingkat pendapatan peternak sapi perah. Hasil perhitungan dari penelitian ini disimpulkan pendapatan peternak sapi perah bukan anggota KUD lebih tinggi dibanding pendapatan peternak sapi perah anggota KUD. Berdasarkan hasil penelitian, KUD Cepogo telah berperan baik dalam upaya mensejahterakan anggotanya.


(5)

ABSTRACT

ANIS NUR AINI. Membership of Cooperative Influence on Farmers Dairy Income in KUD Cepogo, Cepogo, District of Boyolali. Supervised by YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia has a good prospect to develop a dairy farm to make Indonesia as a milk producing country. Boyolali is the largest milk-producing region in Central Java, but the supply of milk is insufficient. One of subdistrict in Boyolali that produce milk is Cepogo. Cepogo is very suitable as cattle business development area because of the climate and the weather is very supportive. In this area, there is a cooperative (KUD) that support the farmers, named KUD Cepogo, but not all the farmers become a members of cooperative. This situation indicate the different marketing channel and the different income between the farmers, so marketing channel analysis is needed to compare the income between the farmers who are members of cooperative and are not. This study will analyze the role of cooperative to supports the members to develop a dairy farm. This study uses an income analysis and descriptive analysis. The result showed there are five types of marketing channels that affect to the level of farmer income. From the calculation of income farmers, the income farmers that are not be a members of cooperative is greater than the income of cooperative members. Based on the research the cooperative work really well to support the farmers member.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

PENGARUH KEANGGOTAAN KOPERASI TERHADAP

PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KUD CEPOGO,

KECAMATAN CEPOGO, KABUPATEN BOYOLALI

ANIS NUR AINI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DANN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendapatan usaha ternak sapi perah, dengan judul “Pengaruh Keanggotaan Koperasi terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah di KUD Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali”. Karya ilmiah ini diajukan untuk melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi jenjang pendidikan Strata Satu pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari tahap penyelesaian skripsi ini membutuhkan bantuan, doa dan dukungan dari banyak pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta Ibu Siti Fatimah dan Bapak Widodo (alm) dan adik tercinta Arsyadani Tri Nastiti Nur. Terima kasih atas doa, cinta dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya. Serta kepada kakek Muhammad Zarqoni dan nenek Satinah yang telah memberikan doa dan semangat. Semoga karya ini bisa menjadi persembahan terbaik dari penulis.

2. Dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Ir Yusman Syaukat, M.Ec yang telah memberikan banyak arahan, saran, serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ini.

3. Dosen penguji utama Bapak Novindra, S.P, M.Si dan dosen penguji perwakilan dari departemen Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. D osen pembimbing akademik Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS yang telah memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama di bangku perkuliahan.

5. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Ketua KUD Cepogo Bapak Gito Triyono dan seluruh pengurus KUD Cepogo atas kesempatan, dukungan, dan informasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat tercinta Novia, Campina, Ade, Bibeh, Yuyun, Dinar, Inggit, Sara, Rosiana, Didah, Firdha, Annis, Wisnu dan lain-lain yang telah mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Sahabat seperjuangan Gitta, Erlin, Tommi, Aida, Campina, Relita dan Nurul yang telah memberikan keceriaan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Sahabat di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan angkatan 48 atas dukungan dan kebersamaan selama ini, serta seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi semua pihak atau sebagai bahan rujukan kembali untuk menyempurnakan hasil penelitian yang akan datang.

Bogor, Juni 2015


(12)

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Pemasaran 6

2.1.1 Definisi Pemasaran 6

2.1.2 Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran 7

2.1.3 Fungsi Saluran Pemasaran 10

2.2 Koperasi 11

2.2.1 Definisi Koperasi 11

2.2.2 Tujuan, Peran, dan Fungsi Koperasi 11

2.2.3 Bentuk dan Jenis Koperasi 13

2.3 Analisis Pendapatan Peternak Sapi Perah 13

2.4 Penelitian Terdahulu 14

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 16

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional 17

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 19

4.1 Metode Penelitian 19

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 19

4.3 Jenis dan Sumber Data 19

4.4 Metode Pengambilan Sampel 19

4.5 Teknik Analisis 20

4.5.1 Analisis Saluran Pemasaran dan Peran Koperasi 20


(14)

BAB V GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 22 5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administratif Lokasi Penelitian 22

5.2 Gambaran Umum KUD Cepogo 23

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 24

6.1 Karakteristik Responden 24

6.2 Saluran Pemasaran 27

6.2.1 Jenis Saluran Pemasaran 27

6.2.2 Fungsi Pemasaran pada Saluran Pemasaran 33

6.2.3 Analisis Margin Pemasaran 35

6.2.4 Farmer's share 36

6.3 Analisis Pendapatan Peternak Sapi Perah 37

6.3.1 Analisis Pendapatan Peternak Tipe I 38

6.3.2 Analisis Pendapatan Peternak Tipe II 41

6.3.3 Perbandingan Pendapatan Peternak Tipe I dan Peternak Tipe II 45 6.4 Peran KUD Cepogo terhadap Pendapatan Petrnak Sapi Perah 47

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 51

7.1 Simpulan 51

7.2 Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 55


(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah populasi sapi perah, produksi sapi perah, dan konsumsi susu

nasional periode 2006-2012 1

2 Produksi komoditas peternakan tahun 2010-2014 (ribu ton) 2

3 Metode perhitungan pendapatan peternak 21

4 Produksi susu KUD Cepogo tahun 2008-2014 24

5 Distribusi responden peternak sapi perah Kecamatan Cepogo bulan

Maret 2015 25

6 Distribusi responden kelompok pedagang pengumpul dan petugas KUD

Maret 2015 26

7 Ciri-ciri saluran pemasaran susu Kecamatan Cepogo, Maret 2015 29 8 Fungsi pemasaran pada saluran pemasaran susu sapi perah Kecamatan

Cepogo, Maret 2015 34

9 Biaya pemasaran susu sapi perah di Kecamatan Cepogo Maret 2015 36 10 Farmer's share penjualan susu sapi perah Kecamatan Cepogo, Maret

2015 37

11 Analisis pendapatan peternak tipe I Kecamatan Cepogo, Maret 2015 39 12 Analisis pendapatan peternak tipe I per ekor per bulan Kecamatan

Cepogo, Maret 2015 41

13 Analisis pendapatan peternak tipe II Kecamatan Cepogo, Maret 2015 42 14 Analisis pendapatan peternak tipe II Kecamatan Cepogo, Maret 2015

per bulan 44

15 Rata-rata pendapatan peternak sapi perah per bulan di Kecamatan

Cepogo Maret 2015 46

16 Pendapatan total peternak sapi perah per liter susu Maret 2015 47 17 Perkembangan jumlah peternak anggota KUD Cepogo tahun

2010-2014 47

DAFTAR GAMBAR

1 Contoh Saluran Pemasaran 9

2 Kerangka Pemikiran Operasional 18

3 Saluran Pemasaran Susu di Kecamatan Cepogo, Maret 2015 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Produksi Susu Nasional Per Provinsu Tahun 2009-2013 (liter) 57 2 Data Produksi Susu Provinsi Jawa Tengah Per Kabupaten 2009-2013

(liter) 58

3 Data Produksi Susu Kabupaten Boyolali Per Kecamatan 2013 59


(16)

5 Peta Kabupaten Boyolali 71

6 Dokumentasi Penelitian 72


(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Susu berperan sebagai asupan penting untuk kesehatan, kecerdasan, dan pertumbuhan, khususnya anak-anak. Kesadaran masyarakat terhadap konsumsi susu, menjadikan susu sebagai komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Peningkatan konsumsi susu nasional tidak dibarengi dengan peningkatan produksi susu dalam negeri, sehingga kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi dengan cara impor. Produksi dan permintaan susu nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah populasi sapi perah, produksi sapi perah, dan konsumsi susu nasional periode 2006-2012

Tahun Populasi Sapi Perah

(ekor/tahun)

Produksi Susu Sapi Perah (ton/tahun)

Konsumsi Susu (ton/tahun)

2006 369.000 616.549 2.534.960

2007 374.000 567.700 2.555.270

2008 458.000 647.000 2.125.330

2009 475.000 827.200 2.277.200

2010 488.000 909.500 2.345.000

2011 603.852 974.694 2.964.000

2012 630.326 1.027.930 3.120.000

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012

Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa populasi sapi perah nasional pada tahun 2006 hingga 2012 mengalami peningkatan. Peningkatan populasi sapi perah menyebabkan peningkatan produksi susu nasional pada tahun yang sama, serta dibarengi dengan peningkatan konsumsi susu. Pada Tabel 1 peningkatan produksi susu nasional masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan konsumsi susu nasional. Rata-rata produksi susu tahun 2006 hingga 2012 adalah 795.796,1 ton per tahun dengan rata-rata jumlah populasi sapi perah nasional pada tahun yang sama adalah 485.545 ekor. Rata-rata produksi susu nasional tahun 2006 hingga 2012 hanya mampu memenuhi 31,8 persen rata-rata konsumsi susu per tahun yang mencapai 2.560.251 ton per tahun selama tahun 2006 hingga 2012. Produksi susu sempat mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 7,9 persen dari tahun 2006. Produksi susu terbesar dicapai pada tahun 2012 sebesar 1.027.930 ton per tahun. Konsumsi susu nasional mencapai 3.120.000 ton per tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa produksi susu nasional hanya bisa memenuhi 32,9 persen kebutuhan konsumsi susu nasional. Sehingga sebesar 67,1 persen kebutuhan konsumsi susu nasional masih bergantung pada impor.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2014 memaparkan rata-rata pertumbuhan produksi peternakan pada tahun 2010 hingga 2014. Salah satunya komoditas susu sapi perah. Produksi susu perah nasional mengalami penurunan jika dibandingkan rata-rata pertumbuhan produksi komoditas ternak lainnya, seperti terlihat pada Tabel 2.


(18)

2

Pada Tabel 2 dijelaskan rata-rata pertumbuhan produksi komoditas peternakan nasional pada tahun 2010 hingga 2014. Pada komoditas susu, produksi susu nasional mengalami peningkatan pada tahun 2010 hingga 2012 sebesar 40.200 ton dari tahun 2010 ke 2012, namun pada tahun 2013 produksi susu mengalami penurunan hingga 172.900 ton dalam kurun waktu satu tahun. Tahun selanjutnya, produksi susu sapi perah mengalami peningkatan menjadi 798.377 ton pada tahun 2014. Angka tersebut lebih rendah dibanding produksi susu pada tahun 2010, sehingga rata-rata pertumbuhan produksi susu pada tahun 2010 hingga 2014 adalah -2,73, hal ini disebabkan oleh adanya penurunan produksi susu pada tahun 2013 dan 2014.

Tabel 2. Produksi komoditas peternakan tahun 2010-2014 (ribu ton)

Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014*) Rerata

Pertumbuhan (%/tahun)

DAGING 2.366,2 2.554,2 2.666,1 2.882 2.982 5,98

Sapi 436,5 485,3 508,9 504,8 540 5,55

Kerbau 35,9 35,3 37 37,8 41,2 3,58

Kambing 68,8 66,3 65,2 65,2 67,9 -0,29

Domba 44,9 46,8 44,4 41,5 43,6 -0,59

Babi 212 224,8 232,1 298,4 311,1 10,53

Kuda 2 2,2 2,9 1,8 2,5 10,69

Ayam Buras 267,6 264,8 267,5 319,6 332,1 5,84

Ayam Ras Petelur 57,7 62,1 66,1 77,1 81 8,94

Ayam Ras Pedaging 1.214,3 1.337,9 1.499,5 1.497,9 1.534,9 5,90

Itik 26 28,2 30,1 32,1 32,5 5,77

Kelinci 0,1 0,2 0,4 0,6 0,5 58,33

Burung Puyuh - 0,1 6,9 0,9 0,9 2.327,68

Merpati 0,4 0,1 0,6 0,2 0,2 89,58

Itik Manila - - 3,6 4 4,4 10,56

TELUR 1.379,6 1.479,8 1.628,7 1.728,30 1.812,8 7,08

Ayam Buras 175,5 187,6 197,1 194,6 197,4 3,03

Ayam Ras Petelur 945,6 1.027,8 1.139,9 1.225,4 1.299,2 8,28

Itik 245 256,2 265 264,1 267,8 2,27

Burung Puyuh 13,4 8,2 15,8 18,9 19,1 18,64

Itik Manila - - 11 26,3 29,3 75,25

SUSU 909,5 947,7 959,7 786,8 798,4 -2,73

Sumber:Data Statistik Ditjenak Keswan, 2014, *) = angka sementara

Kesenjangan antara peningkatan konsumsi dengan produksi tersebut menyebabkan jumlah impor susu Indonesia terus meningkat. Bila kondisi ini tidak diwaspadai, kesenjangan tersebut dapat menyebabkan kemandirian dan kedaulatan pangan khususnya susu semakin jauh dari harapan, yang pada gilirannya berpotensi masuk dalam food trap negara eksportir. Artinya pemenuhan asupan nutrisi dari susu sangat tergantung dari kondisi pasar negara eksportir.

Produksi susu sapi perah menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, namun produksi susu ini masih terkonsentrasi di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dimana mencapai 97 % dari total produksi susu nasional. Pada Lampiran 1, diperlihatkan produksi susu sapi perah nasional per provinsi pada tahun 2009 hingga 2013. Pada lampiran tersebut, Provinsi Jawa Timur merupakan


(19)

3 produsen susu terbesar di Indonesia, dengan rata-rata produksi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah 408.597.379,10 liter per tahun, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata produksi mencapai 211.554.563,83 liter per tahun, dan Provinsi Jawa Tengah dengan produksi susu 81.477.154,20 liter per tahun. Provinsi Jawa Tengah menjadi produsen susu terbesar ketiga di Indonesia, dengan rata-rata produksi mencapai 10,45 persen dari total produksi susu nasional (Kementerian Pertanian, 2015).

Salah satu daerah penghasil susu terbesar di Indonesia adalah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali terkenal dengan sebutan kota susu, karena merupakan penghasil susu terbesar di Jawa Tengah, sebagaimana terlihat di Lampiran 2. Pada Lampiran 2, dijelaskan produksi susu Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 hingga 2013. Hampir seluruh kabupaten di Jawa Tengah menghasilkan susu sapi perah, namun sebesar 44,27 persen produksi susu Jawa Tengah dipenuhi oleh Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2009-2013, produksi susu Kabupaten Boyolali cenderung mengalami kenaikan, dengan rata-rata produksi sebesar 42.238.500,40 liter per tahun. Produksi susu Kabupaten Boyolali terendah pada tahun 2009 dengan jumlah produksi sebesar 28.728.000 liter, sedangkan produksi susu tertinggi pada tahun 2013 dengan jumlah produksi sebesar 46.906.493 liter (Kementerian Pertanian, 2015).

Sebagai penghasil susu terbesar di Provinsi Jawa tengah, produksi susu Kabupaten Boyolali terpusat di enam kecamatan penghasil susu terbesar (Lampiran 3). Keenam kecamatan tersebut adalah Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Ampel, Boyolali dan Mojosongo. Kecamatan penghasil susu terbesar di Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Musuk, dengan produksi susu pada tahun 2013 mencapai 15.025.984 liter, posisi kedua adalah Kecamatan Cepogo dengan produksi susu pada tahun 2013 mencapai 9.565.219 liter. Jumlah produksi susu Kecamatan Cepogo memiliki persentase sebesar 19,9 persen dari total produksi susu Kabupaten Boyolali (Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2014). Posisi Kabupaten Boyolali sebagai penghasil susu terbesar di Jawa Tengah menyebabkan tingginya produktivitas susu di Provinsi Jawa Tengah. Program pembangunan di Sub Bidang Peternakan selama ini telah membawa Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu penyangga utama kebutuhan susu segar untuk kebutuhan industri perusahaan susu sebesar 79.000 ton per tahun atau 16,12 % dari kebutuhan nasional (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).

Produktivitas susu Kabupaten Boyolali ini harus didukung pemerintah Boyolali dalam memberikan wadah untuk membantu meningkatkan kualitas serta kuantitas susu di kabupaten ini. Ditambah pula sifat susu yang mudah rusak sehingga dalam waktu singkat susu harus berhasil terjual. Dibutuhkan lembaga pemasaran yang dapat memasarkan susu sehingga dapat terjual dengan cepat dan meningkatkan produktivitas peternak sapi dengan memperhatikan sifat susu yang mudah rusak. Lembaga pemasaran dibutuhkan karena peternak tidak mungkin mengandalkan penjualan langsung ke konsumen untuk menjangkau pemasaran yang luas. Salah satunya adanya lembaga koperasi susu. Koperasi tersebut tidak terbatas hanya memasarkan susu, tetapi juga menyediakan sarana produksi, perkreditan dan pembinaan kepada peternak.

Terdapat berbagai jenis koperasi susu di Boyolali, salah satunya koperasi primer atau sering dikenal dengan Koperasi Unit Desa (KUD). KUD ini bertugas


(20)

4

menjadi penampung susu dari para peternak sapi perah di masing-masing kecamatan. Susu-susu yang telah dikumpulkan oleh KUD dijual ke koperasi sekunder dan Industri Pengolahan Susu (IPS). Salah satu KUD yang masih berjalan hingga saat ini adalah KUD Cepogo. Hingga tahun 2013 KUD Cepogo memiliki anggota sebanyak 5.537 peternak (KUD Cepogo, 2014). KUD Cepogo selama ini berperan dalam membeli susu dari peternak dan menyalurkannya kepada IPS dan konsumen langsung.

Tidak hanya koperasi primer, di Boyolali juga terdapat koperasi sekunder. Koperasi sekunder bertugas menampung penerimaan susu segar dari KUD kemudian mengolah susu segar melalui sistem pemrosesan Susu Kental Manis (SKM) atau dengan cara pengolahan kemudian difilling. Koperasi sekunder tersebut adalah Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Wilayah Kerja Jawa Tengah – Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di Kabupaten Boyolali. GKSI merupakan gabungan dari beberapa koperasi yang ada di daerah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain terdapat koperasi primer dan sekunder, terdapat pula Industri Pengolahan Susu (IPS) yang berperan pula dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi susu. Terdapat beberapa IPS di Boyolali, seperti PT So Good Food dan PT Cita Nasional. Industri Pengolahan Susu mempunyai peranan penting dan strategis dalam upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat. Industri ini mempunyai peluang besar dalam upaya penyediaan produk susu bagi 220 juta penduduk Indonesia yang saat ini konsumsi rata-rata baru mencapai 10,47 kg/kapita/tahun. Industri Pengolahan Susu meliputi usaha pembuatan susu bubuk, susu kental manis, susu asam, kepala susu/krim susu termasuk pengawetannya seperti sterilisasi dan pasteurisasi. Industri pengolahan susu pada umumnya menggunakan susu segar sebagai bahan baku. Selain bahan baku susu segar, industri ini juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, krim, minyak nabati, dan lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya.

Setiap pelaku pasar dalam pemasaran susu ini memiliki standar harga beli susu yang berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan harga beli susu yang ditawarkan oleh lembaga pemasaran yang ada di saluran pemasaran. Perbedaan harga beli disebabkan pula adanya perbedaan saluran pemasaran yang terjadi, yang disebabkan oleh keanggotaan di KUD. Peternak sapi perah mendapatkan penghasilan dari penjualan susu setiap harinya dari harga beli koperasi atau pedagang pengumpul. Penghasilan petani didapat dari total penjualan susu dikurangi biaya produksi. Biaya produksi peternak sapi perah dipengaruhi oleh biaya tetap produksi dan banyaknya variabel input produksi, sehingga jika terjadi kenaikan salah satu input produksi akan berdampak pada kenaikan biaya produksi.

Berdasarkan kondisi di lapang, yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana saluran pemasaran susu yang terjadi dari peternak hingga Industri Pengolahan Susu (IPS) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan susu segar. Selanjutnya, apakah saluran pemasaran akan berpengaruh pada perbedaan harga beli yang ditetapkan di setiap lembaga pemasaran yang terlibat yang mengindikasikan perbedaan pendapatan, selain perbedaan keanggotaan di KUD. Apakah KUD ini berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas dan


(21)

5 pemberdayaan peternak sehingga keberadaan koperasi sangat dibutuhkan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Boyolali merupakan daerah penghasil susu terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Kondisi topografi dan keadaan cuaca di Kabupaten Boyolali yang mendukung untuk budidaya sapi perah serta adanya ketersediaan lahan yang cukup untuk pakan ternak membuat usahaternak sapi perah di Boyolali memiliki peluang yang cukup besar. Salah satunya di Kecamatan Cepogo. Kecamatan Cepogo merupakan penghasil susu terbesar kedua di Kabupaten Boyolali. Mayoritas warga Kecamatan Cepogo merupakan peternak sapi perah. Di Kecamatan Cepogo terdapat Koperasi Unit Desa (KUD) yang berperan dalam kegiatan jual beli dan pemasaran susu. KUD Cepogo memiliki peran penting dalam pemberdayaan peternak susu, khususnya dalam pembelian susu dan menyalurkannya ke Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Industri Pengolahan Susu (IPS) ataupun konsumen. Sehingga, sebagai KUD terbesar, KUD Cepogo menjadi acuan bagi KUD lain dalam melayani peternak sapi perah dan memasarkan susu ke IPS. Hingga tahun 2013 KUD Cepogo memiliki 5.537 anggota dengan produksi kurang lebih 3,2 juta liter (KUD Cepogo, 2015). Pasokan susu segar dari Kecamatan Cepogo belum memenuhi kebutuhan IPS. Hal ini terjadi karena banyak susu yang belum memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan IPS, seperti standar uji alkohol dan uji residu antibiotik, sehingga banyak susu yang sering dibuang karena tidak dapat dipasok ke IPS. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan peran KUD Cepogo dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dari susu yang dihasilkan peternak sapi perah yang tergabung menjadi anggota KUD.

Susu merupakan poduk pertanian yang sangat mudah rusak sehingga membutuhkan perlakuan khusus agar tetap segar sampai ke konsumen. KUD berfungsi dalam menyediakan kemudahan akses informasi baik dalam hal teknis maupun teknologi, memberikan pelayanan kesehatan ternak, permodalan, dan juga dalam pemenuhan kebutuhan input. Selain penyediaan sarana dan fasilitas dalam menangani produksi susu peternak, KUD juga membeli susu dari peternak. Berdasarkan kondisi di lapang, selama ini peternak tidak memiliki informasi yang jelas mengenai harga susu yang dijual KUD ke lembaga pemasaran lain, sehingga peternak tidak mengetahui laba yang didapat oleh KUD Cepogo.

Selain itu kendala yang dihadapi oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo adalah tingginya biaya produksi. Hal ini mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Harga beli yang ditawarkan oleh KUD seringkali tidak menutupi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana saluran pemasaran susu yang terjadi di Kecamatan Cepogo? 2. Bagaimana perbandingan pendapatan peternak sapi perah berdasarkan

keanggotaan di KUD?

3. Bagaimana peran KUD Cepogo terhadap peternak sapi perah yang tergabung sebagai anggota KUD?


(22)

6

Tujuan umum penelitian ini adalah membandingkan apakah harga yang diberikan koperasi kepada peternak sapi perah telah menutupi biaya produksi susu segar. Hal ini dilakukan karena peternak sapi perah tidak mengetahui cukup informasi mengenai harga yang diberikan GKSI atau IPS kepada koperasi dalam membeli susu dari peternak. Berdasarkan kondisi di lapang, KUD selalu menetapkan harga beli susu dari peternak sapi perah, peternak hanya bisa menerima harga yang ditetapkan KUD. Penelitian ini diharapkan KUD bersedia mempertimbangkan harga yang telah diberikan, apakah telah menutupi biaya produksi atau belum. Jika belum maka, koperasi wajib menaikkan harga beli susu dari peternak.

Tujuan penelitian lainnya adalah:

1. Mengidentifikasi jalur pemasaran susu sapi di Kecamatan Cepogo.

2. Menganalisis peran KUD Cepogo terhadap peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo.

3. Mengestimasi perbandingan pendapatan yang diterima peternak sapi perah berdasarkan keanggotaan di KUD.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Penulis, sebagai sarana mengaplikasikan ilmu Ekonomi Kelembagaan dan Ekonomi Produksi yang telah dipelajari selama masa perkuliahan. Serta sebagai syarat tugas akhir menyelesaikan studi S1.

2. KUD Cepogo, sebagai bahan masukan dari masyarakat dalam menjalankan fungsi dan perannya melayani peternak sapi perah, serta bahan pertimbangan dalam menentukan harga beli susu dari peternak sapi perah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan responden peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah serta pihak pengelola KUD Cepogo. Penelitian ini membahas fungsi dan peran koperasi susu. Serta pengaruh keberadaan koperasi susu terhadap produktivitas dan pendapatan peternak sapi perah di Boyolali.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemasaran

2.1.1Definisi Pemasaran

Pemasaran atau tataniaga adalah kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Selama proses perpindahan tersebut, terjadi proses-proes yang kemudian merubah bentuk produk dengan tujuan tertentu, seperti mempermudah penyalurannya,


(23)

7 meningkatkan nilai, atau meningkatkan kepuasan konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Djaslim (1996) pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi, dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran pertanian terjadi setelah usahatani dan produksi terjadi pada usahatani. Dengan demikian pemasaran pertanian hanya mempelajari aliran komoditas hasil-hasil pertanian yang terjadi antara usahatani dan konsumen akhir. Ditinjau dari aspek ekonomi kegiatan pemasaran pertanian dikatakan sebagai kegiatan produktif sebab pemasaran pertanian dapat meningkatkan guna waktu (time utility), guna tempat (place utility), guna bentuk (form utility) dan guna pemilikan (possesion utility). Pemasaran adalah suatu proses sosial yang ada di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2002).

2.1.2Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono, 2002).

Lembaga-lembaga pemasaran ini dalam menyampaikan produk hasil pertanian akan membentuk jaringan pemasaran. Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang/jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu: (1) pihak produsen, (2) lembaga-lembaga perantara dan (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan, seperti: petani sayur, petani buah, dan peternak sapi. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang berlangsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaan-perusahaan (Sudiyono, 2002).

Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan lembaga pemasaran yang merupakan suatu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tataniaga atau pemasaran menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi:

1. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya transportasi.

2. Lembaga perantara tataniaga yaitu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran.

3. Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti bank desa, kredit desa, dan KUD.


(24)

8

Lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang dan jasa terdiri dari:

1. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang. Contohnya agen, perantara dan broker.

2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang. Contohnya pedangang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir, dan importir. Pada komoditas susu sapi perah, lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran susu sapi perah pada umumnya terdiri dari:

1. Produsen (peternak)

Peternak merupakan lembaga pemasaran yang dapat secara langsung menjual susu ke konsumen dan ke pengumpul dan atau ke koperasi. Sebagain besar warga Kecamatan Cepogo bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah.

2. Pengumpul

Lembaga ini biasanya disebut pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul membeli susu dari peternak kemudian susu dijual kembali ke GKSI, IPS atau langsung ke konsumen.

3. Koperasi Unit Desa (KUD)

Koperasi serba usaha/KUD adalah koperasi yang terdapat di daerah perdesaan dengan anggota para petani. KUD ini termasuk dalam koperasi primer. Bidang garap dari koperasi ini tidak hanya pertanian saja tetapi lebih dikembangkan lagi meliputi semua hal yang bersangkutan dengan kegiatan anggotanya. Koperasi juga melakukan polling dalam pembelian barang-barang kebutuhan hidup petani seperti sandang, papan dan pangan, di beberapa negara yang sudah berkembang bahkan meliputi usaha asuransi dari anggota dan berbagai jasa yang lain (Hudiyanto, 2002).

KUD didahului dengan berdirinya BUUD/KUD yang mendasarkan pada Inpres No. 4 Tahun 1973. Tujuan pembentukan KUD ini adalah:

a. Menjamin terlaksananya produksi program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan secara efektif dan efisien.

b. Memberikan kepastian bagi petani produsen khususnya, serta masyarakat desa pada umunya, bahwa mereka tidak hanya mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta meningkatkan produksi sendiri, tetapi juga secara nyata dapat memetik dan menikmati hasilnya guna meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan. (Firdaus dan Susanto, 2004).

4. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)

Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) merupakan koperasi sekunder dan induk koperasi dari seluruh KUD. Anggotanya terdiri dari koperasi primer (KUD) di berbagai lokasi sentra produksi susu. GKSI merupakan kelembagaan yang sangat berperan dalam pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia (Toharmat, 2007). Lembaga ini berdiri secara formal pada tahun 1979, yang merupakan koperasi sekunder pada tingkat nasional dari puluhah jumlah koperasi persusuan saat itu. Salah satu prestasi dari GKSI terlihat pada meningkatnya jumlah koperasi persusuan sejak tahun 1979, sejalan dengan berkembangnya ratusan jumlah KUD susu.


(25)

9 Industri Pengolahan Susu (IPS) mempunyai peranan penting dan strategis dalam upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat. Industri ini mempunyai peluang besar dalam upaya penyediaan produk susu. Industri pengolahan susu meliputi usaha pembuatan susu bubuk, susu kental manis, susu asam, kepala susu/krim susu termasuk pengawetannya seperti sterilisasi dan pasteurisasi. Industri pengolahan susu pada umunya menggunakan susu segar sebagai bahan baku. Selain bahan baku susu segar, industri ini juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, krim, minyak nabati, dan lainnya agar susu dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Hasil olahan IPS dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:

a. Kelompok industri hulu: susu

b. Kelompok industri antara: susu pasteurisasi, susu UHT, susu fermentasi c. Kelompok industri hilir: susu bubuk, susu kental manis, keju, mentega,

es krim, serta yoghurt.

Saluran pemasaran diartikan sebagai kumpulan atau himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari tangan produsen menuju tangan konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).

Swastha (1991) menjelaskan saluran pemasaran merupakan sekelompok lembaga yang ada diantara berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dari saluran pemasaran adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu, jadi kegiatan penting untuk mencapai tujuan, yaitu mengadakan penggolongan produk dan mendistribusikannya. Sehingga, panjang pemasaran dapat dilihat dari banyaknya jumlah perantara yang berperan dalam kegiatan pemasaran tersebut. Gambar 1 memuat contoh saluran pemasaran.

Sumber : Swastha (1991)

Gambar 1 Contoh Saluran Pemasaran

Pada Gambar 1 dijelaskan beberapa tingkatan panjang saluran pemasaran. Saluran nol tingkat (zero level channel) menunjukkan bahwa tidak ada perantara antara prodesen terhadap konsumen, sehingga produsen menjual langsung kepada konsumen. Saluran satu tingkat (one level channel) menunjukkan bahwa terdapat satu perantara dalam memasarkan produk dari produsen ke konsumen. Perantara


(26)

10

ini berupa pengecer. Selanjutnya, saluran dua tingkat (two level channel) yang menunjukkan adanya dua perantara. Perantara ini dapat berupa pedagang besar atau agen serta pengecer. Saluran tiga tingkat (three level channel) adalah saluran pemasaran dengan tiga perantara.

2.1.3 Fungsi Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran memiliki tiga fungsi utama, yakni berkaitan dengan waktu penyerahan, biaya serta kebutuhan akan tempat. Ketiga hal tesebut akan memberikan nilai tambah bagi sebuah produk. Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi pertukaran yaitu kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri atas dua fungsi, yakni fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

2. Fungsi fisik yaitu suatu tindakan langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri atas fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengolahan. 3. Fungsi fasilitas yaitu tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan

pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi.

Menurut Amir (2005), fungsi saluran pemasaran ada enam, yakni: 1. Untuk mendapatkan informasi

Saluran pemasaran membuat produsen dapat mengetahui tabiat pelanggan dan kondisi pasar yang ada. Sehingga, produsen dapat mengambil keputusan berproduksi dengan tepat.

2. Promosi/komunikasi

Pada kegiatan memasarkan produk, pihak yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut dapat mempromosikan kelebihan-kelebihan dari produk yang mereka pasarkan. Sehingga hal ini sangat bermanfaat bagi produsen. 3. Negosiasi

Setiap konsumen memiliki karakter yang bervariasi, sehingga tak jarang jika kesepakatan antara konsumen dengan produsen sering tidak sama antara satu konsumen dengan yang lainnya. Sehingga di sini dibutuhkan peran lembaga perantara untuk membuat kesepakatan dengan konsumen.

4. Distribusi fisik (gudang dan transportasi)

Dalam pergudangan dan pergerakan barang, dibutuhkan tempat penyimpanan dan transportasi barang.

5. Menangani pembayaran pembelian

Pembayaran pembelian dapat menjadi masalah yang kompleks jika tidak ada perantara yang memasarkan produk. Sehingga produsen tidak harus memusingkan urusan pembayaran, yang mungkin bersifat eceran dn jumlah transaksi dapat dikurangi.

6. Pembiayaan

Ketika menggunakan saluran pemasaran, maka produsen terhindar dari keperluan menyediakan dana untuk investasi, seperti membeli truk dan tanah untuk pembangunan gudang.


(27)

11

2.2 Koperasi

2.2.1Definisi Koperasi

UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian memberikan definisi koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Definisi tersebut mengandung unsur – unsur bahwa :

1. Perkumpulan koperasi bukan merupakan perkumpulan modal (bukan akumulasi modal).

2. Sukarela untuk menjadi anggota netral terhadap aliran dan agama.

3. Tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah anggota dengan kerjasama secara kekeluargaan (Widiyanti dan Sunindhia, 1998).

Pengertian lain koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001).

Berdasarkan berbagai definisi dan pengertian koperasi, maka dapat disimpulkan terdapat beragam unsur yang terkandung, namun ada beberapa unsur pokok yang sama, yaitu:

1. Merupakan perkumpulan orang, bukan hanya perkumpulan modal usaha. 2. Ada kesamaan tujuan, kepentingan dan kegiatan ekonomi.

3. Merupakan usaha yang bersifat sosial namun memiliki motif ekonomi. 4. Berlandaskan atas azas kekeluargaan.

5. Mandiri dan sukarela.

6. Keuntungan dan manfaat sama, resiko ditanggung bersama.

2.2.2Tujuan, Peran dan Fungsi koperasi

Perkembangan usaha sapi perah rakyat di Indonesia juga tidak terlepas dari peranan koperasi yang merupakan salah satu lembaga yang mewadahi peternak sapi perah. Pada awalnya peranan koperasi susu hanya sebatas pada penampungan dan pemasaran susu dari peternak ke IPS. Peternak tidak dapat menjual langsung ke IPS karena adanya persyaratan jumlah minimal setiap penyetoran susu, yang tidak mungkin dipenuhi oleh peternak jika tidak bergabung dalam suatu koperasi. Sebelum adanya kebijakan bukti serap (BUSEP) dijalankan, banyak IPS tidak menerima susu domestik dan lebih memilih susu impor untuk bahan baku industri karena kualitas dan harga susu impor yang lebih murah. Koperasi (GKSI) berhasil mendesak pemerintah untuk mengendalikan susu impor, mewajibkan IPS untuk menyerap susu rakyat, penentuan harga susu secara nasional, pembebasan pajak bagi koperasi, dan terus memajukan persusuan nasional melalui gerakan koperasi serta merealisir usaha pengembangan sapi perah di Indonesia (Syarief, 1997). Pengembangan agribisnis peternakan sapi perah tidak dapat lepas dari peran


(28)

12

koperasi sebagai wadah pembinaan dan pelayanan bagi anggota dalam hal penyedia sarana, penanganan, dan penyaluran hasil usaha sehingga keberadaan koperasi betul-betul merupakan tulang punggung dalam pembangunan peternakan sapi perah rakyat (Sugandi dkk, 2008).

Dalam Bab II pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 dikatakan bahwa: “koperasi

bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

Berdasarkan bunyi pasal 3 tersebut dijelaskan bahwa koperasi hendak memajukan kesejahteraan anggota terlebih dahulu, jika mempunyai kelebihan kemampuan maka usaha tersebut diperluas ke masyarakat sekitar.

Pada Bab III UU No. 25 Tahun 1992 diuraikan fungsi dan peran koperasi. Fungsi dan peran koperasi adalah:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

4. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasioanl yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Koperasi memiliki tujuan ekonomi, dengan kata lain bahwa koperasi harus berdasarkan atas motif ekonomi atau mencari keuntungan, sedangkan bagian-bagian yang saling berkaitan tersebut merupakan unsur-unsur ekonomi seperti digunakannya sistem pembukuan yang baku, diadakannya pemeriksaan secara periodik, adanya cadangan dan lain sebagainya. Unsur sosial dalam koperasi menerangkan kedudukan anggota dalam organisasi, hubungan antarsesama anggota dan hubungan anggota dengan pengurus. Selain itu, unsur sosial ditemukan dalam cara koperasi yang demokratis, kesamaan derajat, kebebasan keluar masuk anggota, calon anggota, persaudaraaan, pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional dengan jasanya, serta menolong diri sendiri. Gambaran dari fungsi dan peran koperasi Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran.

2. Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat.

3. Koperasi dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat, terutama pendidikan perkoperasian dan dunia usaha.

4. Koperasi dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi.

5. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptkan demokrasi ekonomi. (Firdaus dan Susanto, 2004).

Lembaga koperasi memiliki ciri double identity yang mungkin tidak dimiliki oleh lembaga lain. Ciri ini menjelaskan bahwa para anggota koperasi merupakan

owner sekaligus customer dari lembaga tersebut. Koperasi mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai wahana untuk meningkatkan peran dan kontribusi para petani dalam pembangunan sektor pertanian, sekaligus memperjuangkan hak-hak para


(29)

13 petani dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Selain bertujuan untuk meningkatkan peran dan kontribusi para petani, koperasi juga merupakan gerakan untuk pembangunan modal sosial di kalangan masyarakat (Baga, 2005).

2.2.3Bentuk dan Jenis Koperasi

Ketentuan yang terdapat pada pasal 25 dan 16 UU No. 25 Tahun 1992 terdapatan empat tingkatan bentuk koperasi yang disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan, yakni:

1. Koperasi primer, koperasi yang dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.

2. Pusat koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima) koperasi primer yang berbadan hukum. Pusat koperasi memiliki daerah kerja daerah tingkat II (tingkat kabupaten).

3. Gabungan koperasi, terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) pusat koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini daerah kerjanya adalah daerah tingkat I (tingkat propinsi).

4. Induk koperasi, terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk koperasi memiliki daerah kerja Ibukota Negara RI (tingkat nasional).

Pembentukan koperasi didasarkan pada nilai-nilai budaya, persamaan, dan solidaritas. Tekanan pada swadaya mengandung arti bahwa koperasi didirikan tas prakarsa para anggota dalam rangka memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Dilaksanakan dengan menggunakan prinsip kebersamaan dalam mencapai tujuan dengan memperhatikan nilai-nilai etis tentang kejujuran, keterbukaan, kesungguhan, tanggung jawab sosial dan perhatian terhadap sesama. Kebersamaan yang dibangun berdasar pada nilai-nilai suadaya dan solidaritas antar anggota akan menjadi modal yang kuat bagi pergerakan koperasi dalam melakukan kegiatan (Habibullah, 2002).

Dibandingkan dengan negara lain seperti India dan Uruguay, peran koperasi persusuan di Indonesia masih belum optimal dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Negara India misalnya pada tahun 2007, koperasi susu telah berkembang mencapai 57 ribu unit dengan 6 juta anggota. Begitu pula di Uruguay, para peternak yang tergabung dalam koperasi telah mampu memproduksi 90% dari total produksi susu nasional (Daryanto, 2007).

2.3 Analisis Pendapatan Peternak Sapi Perah

Debertin (1986) menjelaskan pendapatan merupakan selisih total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Sehingga diperlukan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran selama kegiatan usahatani tersebut. Keuntungan penerimaan usahaternak sapi perah yang paling utama adalah dari penjualan susu. Penerimaan sampingan usahaternak sapi perah berasal dari penjualan ternak, penjualan karung, penjualan kotoran ternak, nilai perubahan ternak, dan susu yang dikonsumsi.

Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar


(30)

14

kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain: (1) skala usaha, (2) ketersediaan modal, (3) tingkat harga output, (4) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (5) sarana transportasi, (6) sistem pemasaran, (7) kebijakan pemerintah dan sebagainya (Soekartawi dkk, 1986).

Biaya produksi adalah nilai fisik penggunaan faktor produksi yang diukur dengan uang (Rahardja, 2000). Komponen biaya produksi usahaternak sapi perah adalah biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan kandang dan penyusutan peralatan produksi yang memiliki umur ekonomi lama dan biaya tenaga kerja. Biaya variabel terdiri dari biaya pakan obat-obatan, penyusutan perlatan yang tidak tahan lama, dan biaya transportasi untuk membeli pakan, atau memasarkan susu. Menurut Sudono (1999) dalam usahaternak sapi perah, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel, terutama biaya pakan dan tenaga kerja.

Soekartawi (1995) menjelaskan beberapa definisi yang berkaitan dengaan pendapatan dan keuntungan, yaitu:

1. Pendapatan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk. 2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian

barang dan jasa usahatani.

3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.

4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

5. Pengeluaran total usaha, yaitu semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dengan pengeluaran total usaha.

Pendapatan yang diukur dalam penelitian ini adalah pendapatan peternak atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan peternak, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Pendapatan atas biaya tunai ini dapat menjadi ukuran dari kemampuan peternak menghasilkan uang tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan peternak secara tunai, seperti biaya untuk tenaga kerja, biaya untuk pemerliharaan ternak dan peralatan.

Pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan biaya tunai termasuk biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah penggunaan tenaga kerja keluarga dan biaya sewa lahan milik sendiri.

Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Aspek yang digunakan adalah harga yang berlaku, dan penyusutan akan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk memperoleh keuntungan maksimum (Hernanto, 1989).

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai saluran pemasaran dan pengaruh keberadaan koperasi susu dalam peningkatan produktivitas dan pemberdayaan peternak sapi perah telah banyak dilakukan. Namun untuk analisis perbandingan pendapatan antara


(31)

15 peternak sapi perah yang menjadi anggota koperasi dengan yang tidak masih sedikit dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba tahun 2008 membahas mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California (Kasus: Desa Cimande dan Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Hasil penelitian menyebutkan bahwa usahatani pepaya California sangat menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C ratio lebih dari satu untuk setiap skala usaha. Pada perbandingan skala usaha disimpulkan bahwa semua petani responden di lokasi penelitian (baik skala kecil, skala menengah, dan skala besar) memperoleh keuntungan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas total biaya yang diperoleh petani tersebut lebih besar dari satu. Untuk perbandingan pendapatan per tahun berdasarkan skala usaha dengan luas lahan satu hektar, kegiatan usahatani pepaya California untuk petani skala menengah lebih efisien (dengan jumlah tanaman 1.587 pohon dan jarak tanam 2 m x 2,5 m). Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani tersebut sebesar Rp 145.889.565,22 dengan R/C atas biaya tunai 5,66 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp 140.725.362,32 dengan R/C atas total biaya 4,86. Pada saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pada pola saluran I, petani menjual pepaya kepada supplier, kemudian supplier menjual papaya tersebut kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjualnya lagi kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir).

Dewi melakukan penelitian pada tahun 2012 membahas Kemitraan Peternak

Sapi Perah dengan KUD “Batu” dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat

Peternak Sapi Perah. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kemitraan antara KUD Batu dengan para peternak sapi perah, yaitu mengadakan program kredit sapi perah, program pemberian penyuluhan secara teknis, dan pemberian bantuan permodalan. Setelah memberikan program kepada para peternak yang menjadi anggota KUD, KUD juga memberi pelayanan kepada peternak sapi yakni melakukan penampungan air susu, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ternak sapi perah, pelaksanaan inseminasi buatan dan kemudahan untuk mendapatkan makanan ternak. Hal ini merupakan wujud untuk meningkatkan perkembangan usaha peternakan sapi perah masyarakat, dan agar masyarakat lebih berdaya dan dapat terus memacu usaha peternakan sapi perahnya, sehingga usaha peternakan ini bisa menyokong kehidupan masyarakat dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usahaternak sapi perah.

Di sini selain KUD, pemerintah juga memberikan bantuan yaitu bantuan KKPE yang bertujuan membantu KUD untuk mendapatkan permodalan yang selanjutnya diberikan kepada peternak, dan pemerintah juga memberikan bantuan pelatihan kepada para karyawan KUD agar karyawan bisa memberikan penyuluhan kepada para peternak, sehingga kemitraan antara pemerintah, KUD dan peternak sapi perah bertujuan untuk meningkatkan perekonomian para peternak sapi perah. Setelah terjadinya kemitraan ini, petani dan KUD mendapatkan hasil seperti peningkatan produktivitas susu, anak peternak bisa melanjutkan sekolah, pembuatan jalan beraspal, serta terpenuhinya fasilitas umum.

Mitha (2012) melakukan penelitian mengenai Sejarah Koperasi Susu “SAE”


(32)

16

Koperasi Susu “SAE” Pujon di tengah masyarakat telah menimbulkan dampak baik fisik maupun dampak sosial. Dampak fisiknya yaitu kesejahteraan masyarakat khususnya yang mempunyai jumlah kepemilikan sapi lebih dari lima ekor semakin meningkat, yaitu dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan dari kondisi perumahan dan kepemilikan akan barang mewah semakin marak. Dampak sosialnya yaitu semakin meningkatnya kesadaran warga akan pentingnya pendidikan, dapat dilihat dari banyaknya anak sekolah yang tetap melanjutkan sekolahnya dan terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Program ataupun fasilitas yang disediakan Koperasi Susu “SAE” Pujon juga dapat dikatakan menunjang kesejahteraan masyarakat seperti program biogas yang dapat membantu masyarakat dalam memperoleh energi pengganti yaitu berupa bahan bakar yang dirasa saat ini sudah mulai langka dan harganya mahal. Tersedia ada fasilitas kesehatan berupa Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) Nurul Ihsan yang telah membantu masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan karena sekarang menjadi balai pengobatan umum yang dapat diakses masyarakat umum,

tidak hanya peternak anggota Koperasi Susu “SAE”. Namun terdapat sebagian

masyarakat Pujon yang beranggapan bahwa beternak sapi perah itu malah justru

rugi dan dengan menjadi anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon tidak lantas sejahtera karena Koperasi Susu “SAE” Pujon tidak memberikan jaminan kepada

peternak yang masih dalam kondisi miskin. Masyarakat tersebut adalah masyarakat dengan jumlah kepemilikan sapi perah kurang dari lima ekor.

Ghosh (2003) melakukan penelitian tentang pengembangan koperasi susu dan dampaknya terhadap produktivitas dan peningkatan pendapatan rumah tangga di Distrik Sirajganj dan Distrik Gopalganj, Bangladesh. Hasil penelitian tersebut menyebutkan BMPCUL merupakan organisasi produsen susu di Bangladesh yang sudah berjalan dengan baik. Koperasi yang berada di bawah naungan BMPCUL sudah sangat banyak dan saat ini meningkat dengan cukup drastic, begitu pun dengan anggota masing-masing koperasi. Koperasi tersebut memberikan pelayanan seperti AI, vaksinasi, fasilitas perawatan lainnya, dan persilangan sapi yang ikut berkontribusi meningkatkan kualitas sapi. BMPCUL menjadi organisasi produksi susu yang dominan, mencapai 60% dari kebutuhan susu di Bangladesh. Pada waktu yang sama produksi susu setiap anggota koperasi meningkat secara tajam. Hal ini berimbas pada kualitas susu sapi yang dihasilkan oleh anggota koperasi lebih baik dibanding yang berasal dari luar koperasi. Harga yang didapat oleh anggota koperasi pun jauh lebih tinggi dibanding yang bukan anggota koperasi. Berdasarkan hal tersebut maka pendapatan peternak sapi perah yang menjadi anggota koperasi meningkat.

Perbedaan penelitian ini dengan peneltian yang lain terletak pada saluran pemasaran yang akan diidentifikasi, analisis pendapatan serta lokasi penelitian. Saluran pemasaran yang akan diidentifikasi merupakan saluran pemasaran susu yang terdapat di Kecamatan Cepogo dari peternak sapi perah, KUD Cepogo, GKSI, serta Industri Pengolahan Susu yang terdapat di Boyolali. Pada penelitian ini, analisis pendapatan akan dibedakan menjadi dua yakni adalah pendapatan peternak atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.


(33)

17

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Usahaternak sapi perah penghasil susu dapat dijadikan pilihan utama mata pencaharian dan solusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Permintaan akan susu yang meningkat tiap tahunnya mengindikasikan usaha ini sangat menguntungkan dan memiliki prospek yang baik.

Kecamatan Cepogo merupakan kecamatan penghasil susu terbesar di Kabupaten Boyolali. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Cepogo bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah. Namun, banyak kendala yang harus dihadapi oleh peternak sapi perah yang ada di Kecamatan Cepogo. Kendala yang dihadapi oleh peternak seperti peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga pakan, populasi sapi yang masih rendah, dan lamanya waktu pengangkutan yang menyebabkan penurunan kualitas susu. Hal ini disebabkan oleh sifat susu yang mudah rusak sehingga memerlukan waktu yang singkat untuk mengangkut susu. Berdasarkan hal tersebut diperlukan lembaga pemasaran yang dapat mengangkut dan memasarkan susu dengan cepat agar segera terdistribusi ke konsumen.

Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran susu, peran koperasi dan perbandingan pendapatan usahaternak sapi perah berdasarkan keanggotaan dalam KUD Cepogo. Analisis saluran pemasaran susu di wilayah Kecamatan Cepogo dilakukan dengan mengidentifikasi lembaga pemasaran yang ikut serta memasarkan susu dari peternak hingga ke pengolahan susu. Saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Cepogo akan memperlihatkan peternak sapi perah yang tergabung dalam koperasi dengan yang tidak menjadi anggota koperasi. Berdasarkan harga susu yang didapat petenak dapat dilihat perbandingan pendapatan peternak sapi perah berdasarkan keanggotaan koperasi.

Selanjutnya untuk analisis peran koperasi unit usaha yang diteliti adalah KUD Cepogo, yakni unit usaha sapi perah dan pemasaran susu. KUD ini didirikan pada tahun 1973, berbadan hukum 8463b/BH/PAD/KWK.II/XII/96 tertanggal 31 Desember 1996. Jumlah anggota KUD pada tahun 2013 telah mencapai 5.573 orang. Produksi susu segar yang dihasilkan oleh KUD ini mencapai 30.000 liter/hari. Susu yang diperoleh dari peterrnak dikumpulkan koperasi dua kali sehari. Petugas koperasi susu mengangkut susu dari 27 pos yang ada (KUD Cepogo, 2014).

Sering terjadi harga yang diberikan koperasi tidak sebanding dengan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan. Perhitungan biaya produksi dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah biaya produksi peternak telah dapat ditutupi dengan harga jual susu di KUD. Selain itu juga bertujuan untuk melihat tingkat pendapatan peternak atas biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan koperasi dalam penetapan harga susu segar di tingkat peternak yang berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan peternak sapi perah. Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(34)

18

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional

Peluang peternak sapi perah: 1. Peningkatan permintaan akan susu segar. 2. Peningkatan konsumsi susu masyarakat. Potensi kecamatan Cepogo sebagai penghasil susu terbesar

di Kabupaten Boyolali

Peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo

Permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah: 1. Kenaikan biaya input

produksi menyebabkan kenaikan biaya produksi susu

2. Lamanya proses

pengangkutan menyebabkan kualitas susu rendah. Ditambah pula dengan sifat susu yang mudah rusak. 3. Populasi dan produktifitas

sapi masih rendah sehingga menurunkan pendapatan peternak sapi perah. Analisis saluran

pemasaran

Pendapatan peternak sapi perah berdasarkan

keanggotaan di KUD

Bahan pertimbangan KUD Cepogo dalam menetapkan harga beli susu dari peternak dan

meningkatkan peran serta fungsinya kepada peternak sapi perah yang tergabung sebagai

anggota koperasi Analisis peran

koperasi oleh peternak sapi perah

yang tergabung di dalam KUD Cepogo

dan petugas KUD

Analisis pendapatan peternak sapi perah atas biaya tunai dan pendapatan

peternak atas biaya total berdasarkan keanggotaan di

KUD

Pendapatan Untung/Rugi Peternak Anggota

KUD (Tipe I)

Peternak Bukan Anggota KUD (Tipe II)


(35)

19

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan analisis pendapatan dan deskriptif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Fokus penelitian ini adalah:

1. Saluran pemasaran susu di Kecamatan Cepogo

2. Peran koperasi dalam peningkatan produktivitas dan pemberdayaan peternak sapi perah.

3. Analisis pendapatan yang diterima peternak sapi perah berdasarkan keanggotaan di koperasi.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mliwis dan Desa Sumbung serta di KUD Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan KUD Cepogo merupakan koperasi pengumpul susu segar terbesar yang berperan penting di Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data primer dilakukan selama dua bulan, terhitung pada bulan Februari-Maret 2015.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan daftar pertanyaan (Lampiran 4) kepada responden dan turun lapang melakukan observasi langsung ke unit koperasi. Data primer meliputi lama beternak sapi, produktivitas per petani, pemasaran susu, harga yang dibayarkan oleh koperasi, biaya produksi, serta penghasilan per bulan. Data sekunder didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, laporan tahunan KUD Cepogo, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, dan berbagai literatur, baik buku, jurnal, situs internet dan referensi yang terkait dalam penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data time-series produktivitas susu (2004-2014) dari KUD Cepogo, data anggota peternak sapi perah KUD Cepogo (2014), data time-series produktivitas susu Kecamatan Cepogo (2014), data time-series produktivitas susu Kabupaten Boyolali (2009-2013), data time-series produktivitas susu Provinsi Jawa Tengah (2009-2013), data time-series produktivitas susu Indonesia (2009-2013) dari Kementerian Pertanian.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sebagai responden dalam penelitian ini menggunakan metode stratified and purposive sampling, yaitu populasi sampel dibagi dalam kelompok yang homogen terlebih dahulu (strata) dan anggota sampel ditarik dari setiap strata. Strata penarikan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada


(36)

20

keanggotaan peternak di KUD Cepogo. Teknik pengambilan sampel berupa wawancara serta observasi langsung. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo yang menjadi anggota KUD Cepogo dan peternak sapi perah yang tidak menjadi anggota KUD Cepogo. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 73 responden, terdiri dari 67 responden peternak sapi perah yang terbagi menjadi peternak anggota KUD Cepogo dalam hal ini disebut peternak tipe I dan peternak bukan anggota KUD Cepogo disebut peternak tipe II, tiga responden merupakan pedagang pengumpul yang terdapat Kecamatan Cepogo, dan tiga responden lainnya merupakan petugas KUD Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

4.5 Teknik Analisis

4.5.1Analisis Saluran Pemasaran Susu dan Peran Koperasi

Analisis saluran pemasaran dilakukan dengan cara mengidentifikasi lembaga pemasaran yang terlibat serta deskripsi alur pemasaran yang terjadi dalam bentuk skema. Skema pemasaran dapat terbentuk beberapa macam sesuai alur pemasaran yang terjadi pada pemasaran susu sapi perah di Kecamatan Cepogo.

Peran koperasi dianalisis menggunakan analisis kuantitatif. Sampel yang digunakan adalah peternak sapi perah yang tergabung menjadi anggota koperasi dan petugas koperasi yang menjalankan tugas dan fungsi koperasi sehari-hari. Berdasarkan hasil yang didapat dapat digunakan untuk memberikan masukan kepada koperasi untuk meningkatkan produktifitas dan peran koperasi kepada peternak sapi perah.

4.5.2Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didasarkan kepada biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam bentuk uang. Pendapatan atas biaya total didasarkan atas semua biaya yang dikeluarkan, baik tunai maupun tidak tunai. Metode perhitungan pendapatan peternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 3.

Penerimaan usahaternak adalah perkalian antara jumlah produksi susu dengan harga jual susu dan perkalian antara jumlah sapi yang dijual dengan harga jual sapi.

( 4.1)

Keterangan:

TR = Penerimaan Total (Rp) Y = Susu yang dihasilkan (liter) Py = Harga jual susu (Rp/liter) X = Sapi yang dijual (ekor) Px = Harga jual sapi (Rp/ekor)

Biaya usahaternak sapi perah dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Komponen biaya tidak tetap


(37)

21 diantaranya adalah upah tenaga kerja, pembelian pakan, serta pembelian obat-obatan. Biaya total produksi dirumuskan sebagai berikut:

(4.2)

Keterangan:

TC = total biaya produksi TFC = biaya tetap total TVC = biaya variabel total

Struktur pendapatan peternak adalah hasil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam satu kali periode. Untuk menghitung pendapatan peternak digunakan rumus:

(4.3)

Keterangan:

π =Pendapatan petani TR = Total penerimaan TC = Total biaya produksi Dengan kriteria:

1. TR>TC maka usaha untung, 2. TR=TC, maka usaha impas, dan 3. TR<TC, maka usaha rugi.

Tabel 3 Metode perhitungan pendapatan peternak sapi perah

Uraian Tunai Tidak tunai Total

Penerimaan:

Penerimaan penjualan susu √ - √

Penerimaan penjualan sapi √ - √

Total penerimaan (A) √ - √

Biaya variabel:

Pakan hijauan √ - √

Dedak √ - √

Ampas √ - √

Obat-obatan √ - √

Inseminasi buatan √ - √

Penyusutan peralatan tidak tahan lama - √ √

Tenaga kerja keluarga - √ √

Tenaga kerja luar keluarga √ - √

Lainnya √ - √

Total Biaya Variabel (B) √ √ √

Biaya Tetap:

Penyusutan peralatan tahan lama - √ √

Penyusutan kandang - √ √

Sewa dan pajak lahan √ - √

Total Biaya Tetap ( C ) √ √ √

Pendapatan (A-B-C) √ √ √

Keterangan: √ = termasuk dalam perhitungan

- = tidak termasuk dalam perhitungan Sumber : Soekartawi, 1985


(38)

22

V GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

5. 1 Letak Geografis dan Pembagian Administratif Lokasi Penelitian

Kecamatan Cepogo merupakan salah satu dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali. Kecamatan Cepogo berada di bagian selatan Kabupaten Boyolali seperti terlihat pada Lampiran 5. Kecamatan Cepogo terdiri dari 15 desa. Wilayah Kecamatan Cepogo dibatasi oleh :

Sebelah Utara : Kecamatan Ampel Sebelah Timur : Kecamatan Boyolali Sebelah Selatan : Kecamatan Musuk Sebelah Barat : Kecamatan Selo

Jumlah penduduk Kecamatan Cepogo ada tahun 2013 sebanyak 54.033 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 26.640 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 27.393 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0.38% dari tahun 2012 penduduk Kecamatan Cepogo sebanyak 53.820 jiwa dan pada tahun 2013 meningkat menjasi 54.033 jiwa. Kecamatan Cepogo memiliki luas sebesar 5.299,8 Ha yang didominasi oleh tanah tegalan atau ladang sebesar 3.118,6 Ha. Kecamatan Cepogo beriklim sedang, dengan curah hujan 2984 Mm pada tahun 2013 dengan jumlah hari hujan 176 Hh (Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2014).

Desa Mliwis merupakan salah satu dari 15 desa yang ada di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Desa Mliwis terletak sekitar 3 km dari pusat Kecamatan Cepogo, 8 km dari ibukota Kabupaten Boyolali dan 80 km dari ibukota Provinsi Jawa Tengah. Desa Mliwis memiliki batas administratif sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Cabean Kunti Sebelah Selatan : Desa Sumbung Sebelah Barat : Desa Jelok Sebelah Timur : Desa Sukabumi

Desa Mliwis beriklim sedang, dengan curah hujan 2000 Mm pada tahun 2013, selama satu tahun jumlah hari hujan 176 Hh, dengan rata-rata turun hujan selama tiga bulan. Suhu rata-rata harian pada musim hujan Desa Mliwis berkisar 18° C-19° C, dan pada musim kemarau antara 22° C - 25° C. Luas wilayah Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo adalah 230 Ha. Sebagian besar lahan di Desa Mliwis digunakan untuk sawah/tegalan sebesar 150 Ha atau mencapai 65,21% dari total luas area Desa Mliwis (Monografi Desa Mliwis, 2013).

Berdasarkan laporan dari kantor Desa Mliwis pada tahun 2013, penduduk di Desa Mliwis berjumlah 6.527 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebesar 3.293 jiwa dan perempuan berjumlah 3.234 jiwa. Komposisi penduduk Desa Mliwis berdasarkan matapencaharian terdiri dari: petani 1.293 orang, peternak 581 orang, pedagang 198 orang, buruh bangunan 163 orang, wiraswasta 513 orang, dan lain lain 239 orang (Monografi Desa Mliwis, 2013).

Selain Desa Mliwis, lokasi penelitian juga terdapat di Desa Sumbung . Desa Sumbung merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Desa Sumbung terletak sekitar 6 km dari pusat Kecamatan Cepogo, 14 km dari ibukota Kabupaten Boyolali dan 85 km dari


(39)

23 ibukota Provinsi Jawa Tengah. Desa Sumbung memiliki batas administratif sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Sumbung Sebelah Selatan : Kecamatan Musuk Sebelah Barat : Desa Gedangan Sebelah Timur : Desa Paras

Desa Sumbung memiliki iklim sedang, dengan curah hujan 2000 Mm pada tahun 2013, selama satu tahun jumlah hari hujan 176 Hh, dengan rata-rata turun hujan selama tiga bulan. Suhu rata-rata harian pada musim hujan Desa Sumbung berkisar 17°-19° C, dan pada musim kemarau antara 21°- 25° C. (Monografi Desa Sumbung, 2013).

5.2 Gambaran Umum KUD Cepogo

Kantor Unit Desa (KUD) Cepogo terletak di Jalan Boyolali-Selo, Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. KUD Cepogo didirikan pada tanggal 28 November 1973 dengan Badan Hukum No: 8472c/BH/PAD/KWK.11/X/1996. KUD Cepogo dibentuk dari kelompok kelompok koperasi kecil di Kecamatan Cepogo. Sebelum tahun 1960, di Kecamatan Cepogo telah berdiri beberapa koperasi yang kebanyakan koperasi tersebut bernanung di bawah partai masing-masing. Pemerintah membentuk wadah baru yang disebut BUUD, di mana kepengurusan dari BUUD diambil dari pengurus koiperasi-koperasi partai yang masih aktif pada saat ini. BUUD belum dapat mengadakan kegiatan usaha secara luas, sehingga untuk meningkatkan keberadaan organisasi, BUUD diubah menjadi Koperasi Unit Desa dengan BH No. 8472/BH/VI/1973. Kemudian pada tahun 1996 diperbaharui menjadi BH No. 8472c/BH/PAD/KWK.11/X/1996.

KUD Cepogo memiliki luas daerah kerja sebanyak 15 desa, dengan batas wilayah kerja:

Sebelah Utara : KUD Ampel

Sebelah Timur : KUD Kota Boyolali Sebelah Selatan : KUD Musuk

Sebelah Barat : KUD Selo.

Kegiatan utama KUD Cepogo adalah penyaluran susu sapi perah dari anggota KUD. Setiap harinya, petugas KUD mengambil susu sapi perah segar dari peternak pada pukul 05.30 WIB dan 14.30 WIB. Terdapat Tempat Penampungan Susu (TPS) di setiap desa di Kecamatan Cepogo, sehingga peternak tidak eprlu membawa susu ke KUD Cepogo. KUD Cepogo memiliki standar susu yang akan disetorkan ke KUD. Susu yang ditampung oleh KUD disalurkan ke pembeli lokal dan perusahaan pengolah susu sapi perah PT Cita Nasional Salatiga dan PT So Good Food Boyolali. KUD Cepogo juga memiliki unit usaha lain yang mendukung aktivitas anggota untuk meningkatkan produktivitas dari sapi masing-masing, dan dapat pula digunakan oleh masyarakat umum lainnya. Unit usaha tersebut terdiri dari unit usaha simpan pinjam, unit usaha Kredit Umum

“Swamitra”, unit usaha pembayaran listrik bulanan, unit usaha Warung Serba Ada (waserda), dan unit pengadaan ternak. Unit-unit usaha tersebut menyediakan kebutuhan anggota seperti pakan dan konsentrat yang merupakan variabel input


(40)

24

pada kegiatan produksi susu sapi perah. Saat ini unit usaha KUD cepogo masih berjalan dan banyak diminati oleh anggota serta masyarakat Cepogo.

Anggota aktif di KUD Cepogo pada tahun 2014 sebesar 5.583 jiwa, yang tersebar di 15 desa. Produksi susu yang dihasilkan oleh KUD Cepogo cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi susu KUD cepogo dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi susu KUD Cepogo tahun 2008-2014

Tahun produksi Jumlah produksi susu (liter)

2008 3.076.560

2009 3.175.673

2010 3.421.753

2011 3.397.851

2012 2.700.000

2013 3.240.000

2014 3.546.000

Sumber: Data primer, 2015 (Diolah)

Pada Tabel 4 produksi susu KUD Cepogo cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2008 hingga 2010 produksi susu meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 172.596,5 liter/tahun. Pada tahun 2011 produksi susu mengalami penurunan sebesar 23.902 liter. Penurunan produksi susu berlanjut hingga tahun 2012 yang hanya berproduksi sebanyak 2.700.000 liter. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas Gunung Merapi yang mempengaruhi kesehatan hewan dan aktivitas pemerahan susu. Sehingga banyak hewan sapi yang mati dan pemasaran susu sapi perah menjadi terganggu.

Banyak prestasi yang telah diraih KUD Cepogo hingga saat ini. Pada tahun 1990 hingga 1996, KUD Cepogo dinobatkan menjadi KUD Mandiri Teladan Nasional. Dengan berbagai fasilitas yang menunjang jalannya KUD Cepogo, hingga saat ini KUD Cepogo menjadi pilihan peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo untuk menyalurkan produksi susu sapi perah (KUD Cepogo, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, total responden yang diwawancarai sebanyak 75 responden, yang dibagi menjadi tiga kelompok responden. Kelompok responden yang pertama adalah kelompok peternak sapi perah dengan jumlah responden 67 orang yang tinggal di Desa Miliwis dan Desa Sumbung Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Kelompok responden yang pertama dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok peternak sapi perah anggota KUD, dan kelompok peterrnak sapi perah bukan anggota KUD. Kelompok peternak anggota KUD dalam penelitian ini disebut Tipe I, dan kelompok peternak non KUD disebut Tipe II. Tipe I dalam penelitian ini berjumlah 31 responden, sedangkan Tipe II berjumlah 36 responden. Kelompok responden yang kedua adalah kelompok


(41)

25 pedagang pengumpul yang membeli susu dari sebagian peternak. Kelompok responden kedua berjumlah tiga orang. Kelompok responden ketiga adalah kelompok responden petugas KUD berjumlah tiga orang. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman beternak sapi perah, dan kepemilikan sapi perah. Distribusi responden pada penelitian ini dapat dilihat di Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Distribusi responden peternak sapi perah Kecamatan Cepogo bulan Maret

2015 Karakteristik

Responden

Jumlah Responden (Orang) Jumlah

(Orang)

Presentase (%)

Tipe I Tipe II

Umur (tahun)

<30 3 1 4 5,97

31-40 9 11 20 29,85

41-50 13 18 31 46,27

51-60 6 6 12 17,91

Jenis Kelamin

Laki-laki 25 18 43 64,18

Perempuan 6 18 24 35,82

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD 0 1 1 1,49

Tamat SD 9 16 25 37,31

Tamat SMP 10 11 21 31,34

SMA 8 7 15 22,39

Diploma/S1 4 1 5 7,46

Pengalaman (Tahun)

0-10 9 7 16 23,88

11- 20 9 16 25 34,71

21-30 12 13 25 34,71

>31 1 0 1 1,49

Kepemilikan sapi laktasi (ekor)

<3 11 6 17 26,15

3-5 14 25 39 60,00

>5 6 3 9 13,85

Kepemilikan sapi non laktasi

<3 26 24 50 74,63

3-5 5 12 17 25,37

Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah) Umur Responden

Umur responden dianggap penting dalam penelitian ini. Umur responden akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan kemampuan fisik responden untuk menjalankan aktivitas peternakan. Kegiatan peternakan sapi perah ini membutuhkan tenaga yang sangat besar sehingga umur akan berpengaruh pada produktivitas usaha. Pada Tabel 5 sebagian besar responden peternak sapi perah berada pada kelompok umur 41-50 tahun, yakni sebanyak 31 responden atau sekitar 46,27 persen dari total responden peternak. Berdasarkan kondisi di lapang peternak pada lokasi penelitian memiliki kesempatan dan potensi untuk meningkatkan produktivitas dari ternak. Presentase umur terendah berada di kelompok umur <30 tahun sebanyak empat responden atau 4,97 persen. Pada


(1)

70

pengumpulan susu 4. Lainnya

3.

Hak dan kewajiban sebagai anggota KUD

No. Hak Kewajiban

1. 2. 3.

4.

Manfaat setelah menjadi anggota KUD

No. Manfaat Ya/Tidak

1. Manfaat ekonomi (π yang diterima) Kemudahan pemasaran

Harga yang lebih baik Keuntungan yang lebih tinggi Lainnya

2. Manfaat teknis dan non teknis Bantuan permodalan

Bantuan/pelatihan budidaya Lainnya

3. Manfaat sosial

Tempat berteman/bertukar pikiran antar peternak Mempererat ikatan antar peternak


(2)

71

Lampiran 5 Peta Kabupaten Boyolali


(3)

72

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Sumber: Data Primer, 2015.

Salah Satu kandang sapi responden

Kegiatan pembelian susu oleh

pedagang pengumpul

Kegiatan di pabrik pendinginaan di

KUD Cepogo

Pengisian susu ke tangki untuk dikirim

ke PT Cita Nasional

Waserda KUD Cepogo

Stok pakan konsentrat di KUD Cepogo

Cepogo

Uji berat jenis yang dilakukan oleh

pedaagang pengumpul

Unit kredit umum Swamitra KUD

Cepogo


(4)

73

Lampiran 7 Karakteristik Responden

No Nama Responden Umur (th) Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pengala man beternak (th) Keanggotaan di KUD Kepemilik an sapi (ekor)

1 Maryati 35 2 SD 2 Ya 8

2 Gini 38 2 SMP 20 Ya 4

3

Mulyono P.

S 52 1 SD 30 Ya 4

4 Parmiji 40 1 SMP 20 Ya 3

5 Halimah 42 2 SMP 10 Ya 4

6 Marito 56 1 SD 30 Ya 5

7 Tugimin 47 1 SD 30 Ya 7

8 Mawardi 49 1 SMP 30 Ya 6

9 Tukul 50 1 SMA 20 Ya 7

10 Oto 30 1 D3 3 Ya 5

11 Narto 31 1 S1 4 Ya 3

12 Niar 32 2 SMA 5 Ya 4

13 Priyono 43 1 D3 6 Ya 6

14 Ngatemin 51 1 SMA 20 Ya 2

15 Umar 45 1 SMA 20 Ya 8

16 Ndakir 50 1 SMP 30 Ya 3

17 Kauri 37 1 SMP 5 Ya 1

18

Yoto

Prawiro 48 1 SMP 25 Ya 5

19 Hartono 25 1 S1 3 Ya 1

20 Sameli 40 1 SMP 20 Ya 2

21 Mulparli 42 1 SD 15 Ya 7

22 Yanto 30 1 SMA 5 Ya 2

23 Akmadi 55 1 SMA 30 Ya 4

24 Yasir 47 1 SMP 27 Ya 7

25 Asih 48 2 SD 25 Ya 3

26 Mesran 31 1 SMA 12 Ya 6

27 Pamuji 56 1 SD 33 Ya 9

28 Yono 37 1 SMA 20 Ya 5

29 Ngudi S 45 1 SMP 25 Ya 11

30 Sunarto 41 1 SD 21 Ya 3

31 Pariyem 52 2 SD 30 Ya 6

32 Jikem 35 2 SD 20 Tidak 5

33 Tarmuji 51 1 SMP 25 Tidak 9

34 Tinah 46 2

Tidak

tamat SD 26 Tidak 6

35 Jumar 42 2 SD 15 Tidak 6

36 Samiyem 45 2 SD 5 Tidak 4

37

Misdal

Martono 45 1 SD 20 Tidak 9

38 Parno 45 1 SD 15 Tidak 7

39 Sri Supatmi 44 1 SD 15 Tidak 3


(5)

74

41 Miatri 46 2 SD 25 Tidak 7

42 Marni 37 2 SD 20 Tidak 4

43 Martini 44 2 SD 25 Tidak 5

44 Ratmi 35 1 SMA 10 Tidak 5

45 Tugiyo 27 1 SD 15 Tidak 4

46 Mulyatun 31 2 SD 20 Tidak 11

47 Sarmi 35 2 SMP 25 Tidak 6

48 Sukinem 49 2 SMP 10 Tidak 5

49 Parni 43 2 SMP 25 Tidak 7

50 Suwardi 54 1 S1 10 Tidak 3

51 Sastro 43 1 SD 15 Tidak 4

52 Madi 37 1 SMP 10 Tidak 7

53 Sriyatun 36 2 SMP 20 Tidak 5

54 Hartini 51 2 SD 15 Tidak 5

55 Suroso 52 1 SMP 25 Tidak 8

56 Kasan 48 1 SMA 15 Tidak 6

57 Yoto Wiandi 37 1 SD 20 Tidak 7

58 Saiman 49 1 SMP 15 Tidak 7

59 Marsinah 50 2 SMA 10 Tidak 3

60 Marmiyati 31 2 SMA 20 Tidak 6

61 Paikem 42 2 SMA 10 Tidak 7

62 Yanti 47 2 SMP 25 Tidak 4

63 Widodo 38 1 SMA 25 Tidak 4

64 Sri Yarno 39 1 SMA 25 Tidak 5

65 Marsidi 42 1 SMP 15 Tidak 6

66 Rukmini 48 2 SD 25 Tidak 9

67 Sumarno 53 1 SD 25 Tidak 6


(6)

75

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 12 Desember 1993 dari ayah

Widodo (alm) dan ibu Siti Fatimah. Penulis adalah putri pertama dari dua

bersaudara. Penulis lulus dari SMP N 1 Boyolali pada tahun 2009 dan pada tahun

yang sama penulis melanjutkan ke SMA N 1 Klaten. Pada tahun 2011 penulis

lulus dari SMA N 1 Klaten. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang

pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan dan diterima di Departemen

Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama masa perkuliahan, Penulis menjadi asisten praktikum Sosiologi

Umum pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis juga aktif menjadi

wakil sekretaris kabinet BEM FEM IPB tahun 2012/2013 dan menjadi sekretaris

umum kabinet BEM FEM IPB tahun 2013/2014. Penulis juga pernah aktif

mengikuti beberapa lomba di tingkat mahasiswa serta aktif di berbagai

kepanitiaan di lingkup fakultas, kampus, serta kepanitiaan di luar kampus. Prestasi

yang pernah diraih penulis adalah juara III

National Essay Competition

di

The 3

th