Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Studi Kasus di Wilayah Kerja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)

EFISIENSI PENGUSA
N GUEA TEBU
DI
DENGAN ANALISIS BIAYA SUIWBEmAYA DOMESTIK
(Studi Kasus di Witayah Kerja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto
dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)

Oleh :

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOM PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1997

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah
Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah b i i i g a n RITA
NJRMALINA SURYANA)
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok, yang menempati posisi
penting di dalam sistem perekonomian nasional. Kondisi perkembangan produksinya
meningkat, tetapi belum dapat mengimbangi peningkatan konsumsi gula penduduk
Indonesia. Dengan demikian Indonesia mengimpor gula untuk menutupi kekurangan

produksi gula dalam negeri bagi keperluan konsumsi.
Tantangan yang cukup berat hams dihadapi oleh pabrik gula di Jawa, yang
mayoritas pengusahaannya di lahan sawah.

Semakin tingginya persaingan dalam

penggunaan lahan sawah, menyebabkan peranan pengusahaan gula tebu di lahan sawah
semakin berkurang. Hal ini yang menyebabkan permasalahan dalam pasokan bahan
baku pada pabrik gula, dan apabila tidak segera diatasi maka lambat laun akan
mengakibatkan inefisiensi dalam pengusahaan gula.

Dengan demikian untuk

mengantisipasi permasalahan efisiensi diperlukan tindakan yang menyeluruh dan
terintegrasi, mulai dari usahatani, pengolahan, hingga penj~aluramya.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis pendapatan usahatani tebu lahan sawah dalam berbagai pola
tanam dan paket kredit, menganalisis efisiensi ekonomi dan finansial pengusahaan gula

di wilayah kerja pabrik gula skala besar (Pabrik Gula Gempolkrep) dan pabrik p l a

skala kecil pabrik Gula Meritjan), serta menganalisis tingkat kepekaan dan elastisitas

Biaya Sumberdaya Domestik terhadap perubahan input, output dan tingkat
produktivitas. Dengan demikian dapat dilihat bagaimana pemenuhan kebutuhan gula
dalam negeri, dimana hams memiiih mana yang lebih efisien, meningkatkan produksi
dalam negeri atau melakukan impor.
Penelitian dilahkan di wilayah kerja pabrik gula Gempolkrep Kabupaten
Mojokerto dan wilayah kerja pabrik gula h4eritjan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa
Timur. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung dengan petani, staf dan karyawan
pabrik gula, sedangkan data sekunder diperoleh dari pabrik gula, instansi-instansi
terkait dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun metode
yang dilakukan dalam menentukan sampel adalah Strnfljed Rm~dorn SmpIi~zg
berdasarkan pola pengusahaan gula tebu di lokasi penelitian. Besarnya sampel untuk
masing-masing pabrik gula adalah 40 petani sehingga jumlah total sampel sebanyak 80
petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani tebu, baik ekonomi
maupun finansial dalam berbagai pola tanam dan paket kredit di dua lokasi penelitian
pada dua tahun musim tanam seluruhnya bernilai positif. Artinya, pengusahaan *la di
wilayah tersebut menguntungkan untuk diusahakan. Apabila dibandingkan antara dua

pabrik gula, maka pendapatan petani di wilayah kerja pabrik gula skala besar
(Gempolkrep) lebih besar dibandingkan dengan pabrik gula skala kecil (Meritjan).
Melalui analisis BSD dapat ditunjukkan bahwa pengusahaan gula di pabrik gula
skala besar lebih efisien dibandingkan dengan pabrik gula skala kecil. Oleh karena

kunci keberhasilan dalam perdagangan bebas adalah efisiensi maka hanya pabrik-pabrik
gula berkapasitas besar dan berproduksi dengan efisien yang dapat bertahan di Jawa.
Sedangkan pabrik gula dengan kapasitas produksi kecil sudah tidak dimungkinkan lagi.
Pengembangan industri gula ke luar Jawa mempakan solusi alternatif yang
diiarapkan mampu mewujudkan keinginan untuk berswasembada gula.

Dengan

demikian, pilihan antara meningkatkan produksi dalam negeri atau mengimpor
terjawab, yaitu tetap memproduksi gula dalam negeri dengan pertimbangan bahwa
industri gula merupakan industri yang strategis dan menyangkut aspek sosial, ekonomi
dan politik.
Upaya untuk meningkatkan efisiensi pengusahaan gula perlu terus dilakukan
dalam rangka rneningkatkan daya saing, baik dalam mempertahankan persaingannya
dengan tanaman lain maupun dalam perdagangan internasional. Di tingkat usahatani,

perlu adanya insentif untuk meningkatkan gairah petani dalam menanam tebu, dengan
meningkatkan harga provenue, gula natura bagian petani dan bagi hasil milik petani.
Selain itu, produktivitas tebu dan rendemen juga ditingkatkan, dengan meningkatkan
teknik budidaya dan pengawasan terhadap pelaksanaan panen dan pasca panen.
Di tingkat pengolahan, kineja pabrik hams ditingkatkan dengan menerapkan
standarisasi mutu tebu, penetapan jadwal giling yang tepat dan peningkatan kapasitas
giling. Dengan demikian, upaya peningkatan efisiensi pengusahaan gula memerlukan
adanya kejasama yang baik antara petani (usahatani), pabrik gula (pengolah) dan
Lembaga terkait sebasai suatu sistem yang terintegrasi.

EFISIENSI PENGUSA
N GUEA TEBU
DI
DENGAN ANALISIS BIAYA SUIWBEmAYA DOMESTIK
(Studi Kasus di Witayah Kerja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto
dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)

Oleh :

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOM PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1997

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah
Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah b i i i g a n RITA
NJRMALINA SURYANA)
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok, yang menempati posisi
penting di dalam sistem perekonomian nasional. Kondisi perkembangan produksinya
meningkat, tetapi belum dapat mengimbangi peningkatan konsumsi gula penduduk
Indonesia. Dengan demikian Indonesia mengimpor gula untuk menutupi kekurangan
produksi gula dalam negeri bagi keperluan konsumsi.
Tantangan yang cukup berat hams dihadapi oleh pabrik gula di Jawa, yang
mayoritas pengusahaannya di lahan sawah.

Semakin tingginya persaingan dalam

penggunaan lahan sawah, menyebabkan peranan pengusahaan gula tebu di lahan sawah
semakin berkurang. Hal ini yang menyebabkan permasalahan dalam pasokan bahan
baku pada pabrik gula, dan apabila tidak segera diatasi maka lambat laun akan

mengakibatkan inefisiensi dalam pengusahaan gula.

Dengan demikian untuk

mengantisipasi permasalahan efisiensi diperlukan tindakan yang menyeluruh dan
terintegrasi, mulai dari usahatani, pengolahan, hingga penj~aluramya.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis pendapatan usahatani tebu lahan sawah dalam berbagai pola
tanam dan paket kredit, menganalisis efisiensi ekonomi dan finansial pengusahaan gula

di wilayah kerja pabrik gula skala besar (Pabrik Gula Gempolkrep) dan pabrik p l a
skala kecil pabrik Gula Meritjan), serta menganalisis tingkat kepekaan dan elastisitas

Biaya Sumberdaya Domestik terhadap perubahan input, output dan tingkat
produktivitas. Dengan demikian dapat dilihat bagaimana pemenuhan kebutuhan gula
dalam negeri, dimana hams memiiih mana yang lebih efisien, meningkatkan produksi
dalam negeri atau melakukan impor.
Penelitian dilahkan di wilayah kerja pabrik gula Gempolkrep Kabupaten
Mojokerto dan wilayah kerja pabrik gula h4eritjan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa
Timur. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung dengan petani, staf dan karyawan
pabrik gula, sedangkan data sekunder diperoleh dari pabrik gula, instansi-instansi
terkait dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun metode
yang dilakukan dalam menentukan sampel adalah Strnfljed Rm~dorn SmpIi~zg
berdasarkan pola pengusahaan gula tebu di lokasi penelitian. Besarnya sampel untuk
masing-masing pabrik gula adalah 40 petani sehingga jumlah total sampel sebanyak 80
petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani tebu, baik ekonomi
maupun finansial dalam berbagai pola tanam dan paket kredit di dua lokasi penelitian
pada dua tahun musim tanam seluruhnya bernilai positif. Artinya, pengusahaan *la di
wilayah tersebut menguntungkan untuk diusahakan. Apabila dibandingkan antara dua
pabrik gula, maka pendapatan petani di wilayah kerja pabrik gula skala besar
(Gempolkrep) lebih besar dibandingkan dengan pabrik gula skala kecil (Meritjan).
Melalui analisis BSD dapat ditunjukkan bahwa pengusahaan gula di pabrik gula
skala besar lebih efisien dibandingkan dengan pabrik gula skala kecil. Oleh karena

kunci keberhasilan dalam perdagangan bebas adalah efisiensi maka hanya pabrik-pabrik
gula berkapasitas besar dan berproduksi dengan efisien yang dapat bertahan di Jawa.
Sedangkan pabrik gula dengan kapasitas produksi kecil sudah tidak dimungkinkan lagi.
Pengembangan industri gula ke luar Jawa mempakan solusi alternatif yang

diiarapkan mampu mewujudkan keinginan untuk berswasembada gula.

Dengan

demikian, pilihan antara meningkatkan produksi dalam negeri atau mengimpor
terjawab, yaitu tetap memproduksi gula dalam negeri dengan pertimbangan bahwa
industri gula merupakan industri yang strategis dan menyangkut aspek sosial, ekonomi
dan politik.
Upaya untuk meningkatkan efisiensi pengusahaan gula perlu terus dilakukan
dalam rangka rneningkatkan daya saing, baik dalam mempertahankan persaingannya
dengan tanaman lain maupun dalam perdagangan internasional. Di tingkat usahatani,
perlu adanya insentif untuk meningkatkan gairah petani dalam menanam tebu, dengan
meningkatkan harga provenue, gula natura bagian petani dan bagi hasil milik petani.
Selain itu, produktivitas tebu dan rendemen juga ditingkatkan, dengan meningkatkan
teknik budidaya dan pengawasan terhadap pelaksanaan panen dan pasca panen.
Di tingkat pengolahan, kineja pabrik hams ditingkatkan dengan menerapkan
standarisasi mutu tebu, penetapan jadwal giling yang tepat dan peningkatan kapasitas
giling. Dengan demikian, upaya peningkatan efisiensi pengusahaan gula memerlukan
adanya kejasama yang baik antara petani (usahatani), pabrik gula (pengolah) dan
Lembaga terkait sebasai suatu sistem yang terintegrasi.