Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Gula (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

(1)

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

Oleh

GALUH AJENG LESTARI

F34101078

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GALUH AJENG LESTARI F34101078

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GALUH AJENG LESTARI F34101078

Dilahirkan pada tanggal 13 Januari 1984 Di Kediri

Tanggal lulus : 6 Februari 2006

Menyetujui, Bogor, Februari 2006

Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. Pembimbing Akademik


(4)

Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di Pg. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur). Dibawah Bimbingan Dr. Ir. M. Romli, MSc. 2006.

RINGKASAN

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan konsumsi masyarakat. Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi gula di Indonesia yang mencapai nilai 1,44% per tahun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi gula yang menyebabkan kebutuhan gula dalam negeri harus ditambahkan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Pertumbuhan impor gula ini mencapai 21,6% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2000).

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi penerapan produksi bersih pada industri gula kristal putih dengan studi kasus pada PG. Pesantren Baru Kediri-Jawa Timur.

Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, dilakukan analisa pada bagian proses produksi untuk mengidentifikasi tahapan proses yang diefisienkan. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan penyusunan alternatif potensi penerapan produksi bersih berdasarkan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh suatu proses modifikasi sebagai usulan kepada pihak perusahaan

Jumlah konsumsi residu yang tinggi pada boiler diduga mampu diturunkan sebesar 1.248.031,421 kg/tahun dengan mengefisienkan penggunaan air imbibisi dari 38,88% menjadi 32,36%. Pada kondisi kadar air ampas mencapai 51 persen, maka dihasilkan energi panas 2,70 x 1011 kkal/tahun, sehingga hanya dibutuhkan tambahan energi dari residu sebesar 1.052.631,5 kg residu/tahun. Dengan demikian, penurunan kadar air pada ampas dari 51 persen menjadi 50 persen dapat menghemat kurang lebih 1.879.610,368 kg/tahun (Rp.2.714.468.341/tahun) dengan penghematan penggunaan air imbibisi sebesar Rp.538.669.759,4/tahun.

Substitusi penggunaan bahan kapur dengan dolomit pada stasiun pemurnian dengan perbandingan 40% MgO:60%CaO selain tidak menimbulkan terbentuknya perpecahan sukrosa juga tidak menimbulkan terbentuknya kerak pada proses berikutnya (penguapan). Nilai ekonomi substitusi CaO dan MgO adalah sebesar Rp.76.680.000,- per tahun dengan Pay Back Periode adalah 7,7 bulan.

Produksi produk samping yang dapat dilakukan pada PG. Pesantren Baru Kediri adalah dengan memanfaatkan limbah pabrik seperti ampas, blotong, tetes, pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak. Produksi pakan ternak ini dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 33.648.470, dengan kapasitas produksi 51 ton per tahun.

Good house keeping yang dapat dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri

adalah menerapkan manajemen O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt pengangkut ampas menuju boiler dan membersihkan kerak pada alat processing. Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu dalam peningkatan efisiensi produksi.


(5)

Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Study of Potency Applying of Cleaner Production at Sugar Industry (Case Study In PG. Pesantren Baru Kediri - East Java). Under supervision Dr. Ir M. Romli, MSC. 2006.

SUMMARY

Sand sugar represent one of the nine food substance of fundamental, giving contribution more than 90% from accomplishment consume society. Consume sugar of domestic sand sugar tend to experience of improvement from year to year. Growth consume sugar in Indonesia reaching value 1,44% per year is not made balance with product increase of sugar, causing requirement of domestic sugar have to be enhanced by importing from outside the country. Growth import this sugar reach 21,6% per year (Directorate General Plantation Construct Production, 2000).

The aim of this research is to identify potency applying of cleaner production at white crystal sugar industry with case study at PG. Pesantren Baru Kediri-East Java.

According to data obtained from company, the first step is conducting an analysis of production process to identify step of inefficient process. Next step is conducting compilation of alternative potency applying of cleaner production to solve the problem so that obtained a modification process as a suggestion to the company.

High consumption residu at boiler estimated able to be degraded equal to 1.248.031,421 kg/year efficiently using imbibisi water from 38,88% becoming 32,36%. At condition water content reach 51%, hot energy produced by baggase is 2,70 x 1011 kkal/year, so that only required addition energy from residu equal to 1.052.631,5 kg/year. So, degradation of water content from 53% become 51% can economize more or less 1.052.631,5 kg/year ( Rp.2.714.468.341/year) with use of imbibisi water equal to Rp. 3.595.567,122/year.

Substitution use of limestone by dolomit stone at purification station with comparison 40% MgO : 60%CaO besides not formed dissolution sukrosa, nor generate formed crust at next process (evaporation). Economic value of substitution CaO and MgO equal to Rp. 76,680,000,- per year by Pay Back Period equal to 7.7 month.

Produce product from by-product which can be done at PG. Pesantren Baru Kediri is exploitedly factory waste like baggase, filter mud (blotong), molasses, sugar cane sprout and cane old leaf as livestock feed. Produce this livestock feed can give advantage equal to Rp 33,648,470, with capacities produce 51 ton per year.

Good house keeping which can be done by PG. Pesantren Baru Kediri is apply management O&M ( Operation And Maintenance) like closing baggase conveyor belt go to boiler and clean crust at appliance processing. Simple habit of employees like closing faucet irrigate, put-off the light which not used, helmet usage, and masker also assistive in improvement of efficiency produce.


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri Jawa Timur)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Februari 2006 Yang membuat pernyataan

Galuh Ajeng Lestari F34101078


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 13 Januari 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang merupakan anak dari pasangan M. Daroel dan Purwani Indyah. Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN IV Sumbawa Besar dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gurah dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri II Pare-Kediri dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada 2004 Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan judul “Proses Produksi dan Penanganan Limbah Industri di Pabrik Gula Pesantren Baru Kediri Jawa Timur”. Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ayah dan mamah tercinta yang sudah memberikan kasih sayang yang tidak

ternilai, doa, semangat dan bantuan materi, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan dan memberikan jannah-Nya di kehidupan yang abadi kelak. Amin.

2. Citra Puspita, Adha Buyung dan Dhimas Akbar. Terima kasih atas motivasi dan keceriaannya. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik. Amin. 3. Semua keluarga di Bareng dan Mataram...terimakasih untuk dukungan dan

doanya.

4. Ahda Faradisa, for all the time, patience, and courage. U’ve been painting my blue world..

5. Anni dan O’o. After all, ure still my beloved friend and family. Terima kasih untuk pengertian dan segalanya.

6. Aang (don’t ever change), Hanni (), Nyak (pengen nanya apa aja bisa kejawab..thx yak!), Yeni (makasi printernya..),

7. Fauziah’ers… Indah, QQ, Atiq, Inang, Rani, Chandz, Umee, Melta, Euis. Senangnya bisa mengenal kalian yang super ceria.

8. Tinners ’38, untuk pertemanan dan kekeluargaannya. Friends forever..

Bogor, Februari 2006 Penulis


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, Rasulullah mulia, teladan umat, utusan yang benar dalam janjinya serta terpercaya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. M. Romli, MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

2. Dr. Ir. Suprihatin, MEng selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Sugiarto selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan keluargaku atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan langkah perjalanan ini.

5. Seluruh staf PG. Pesantren Baru Kediri yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian berlangsung.

6. TIN’ers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil yang sederhana ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2006


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PRODUKSI BERSIH ... 4

B. PROSES PRODUKSI GULA ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN... 9

A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 9

B. TEKNIK ANALISA DATA ... 9

IV. UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI... 11

A. BAHAN PEMBANTU PRODUKSI... 11

B. PROSES PRODUKSI ... 12

1. Stasiun Gilingan (Unit Operasi Ekstraksi)... 12

2. Stasiun Pemurnian (Unit Operasi Purifikasi)... 15

3. Stasiun Penguapan (Unit Operasi Evaporasi) ... 18

4. Stasiun Kristalisasi ... 21

5. Stasiun Sentrifugasi... 23

6. Stasiun Penyelesaian ... 25

V. SISTEM PENANGANAN LIMBAH ... 27

1. Metode In of Pipe... 28

1. Daur Ulang (Recycle)... 28

a. Penggunaan dan daur ulang kembali (in site recovery... and reuse)... 28


(11)

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

Oleh

GALUH AJENG LESTARI

F34101078

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GALUH AJENG LESTARI F34101078

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STUDI POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI GULA

(Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GALUH AJENG LESTARI F34101078

Dilahirkan pada tanggal 13 Januari 1984 Di Kediri

Tanggal lulus : 6 Februari 2006

Menyetujui, Bogor, Februari 2006

Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. Pembimbing Akademik


(14)

Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di Pg. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur). Dibawah Bimbingan Dr. Ir. M. Romli, MSc. 2006.

RINGKASAN

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan konsumsi masyarakat. Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi gula di Indonesia yang mencapai nilai 1,44% per tahun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi gula yang menyebabkan kebutuhan gula dalam negeri harus ditambahkan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Pertumbuhan impor gula ini mencapai 21,6% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2000).

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi penerapan produksi bersih pada industri gula kristal putih dengan studi kasus pada PG. Pesantren Baru Kediri-Jawa Timur.

Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, dilakukan analisa pada bagian proses produksi untuk mengidentifikasi tahapan proses yang diefisienkan. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan penyusunan alternatif potensi penerapan produksi bersih berdasarkan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh suatu proses modifikasi sebagai usulan kepada pihak perusahaan

Jumlah konsumsi residu yang tinggi pada boiler diduga mampu diturunkan sebesar 1.248.031,421 kg/tahun dengan mengefisienkan penggunaan air imbibisi dari 38,88% menjadi 32,36%. Pada kondisi kadar air ampas mencapai 51 persen, maka dihasilkan energi panas 2,70 x 1011 kkal/tahun, sehingga hanya dibutuhkan tambahan energi dari residu sebesar 1.052.631,5 kg residu/tahun. Dengan demikian, penurunan kadar air pada ampas dari 51 persen menjadi 50 persen dapat menghemat kurang lebih 1.879.610,368 kg/tahun (Rp.2.714.468.341/tahun) dengan penghematan penggunaan air imbibisi sebesar Rp.538.669.759,4/tahun.

Substitusi penggunaan bahan kapur dengan dolomit pada stasiun pemurnian dengan perbandingan 40% MgO:60%CaO selain tidak menimbulkan terbentuknya perpecahan sukrosa juga tidak menimbulkan terbentuknya kerak pada proses berikutnya (penguapan). Nilai ekonomi substitusi CaO dan MgO adalah sebesar Rp.76.680.000,- per tahun dengan Pay Back Periode adalah 7,7 bulan.

Produksi produk samping yang dapat dilakukan pada PG. Pesantren Baru Kediri adalah dengan memanfaatkan limbah pabrik seperti ampas, blotong, tetes, pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak. Produksi pakan ternak ini dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 33.648.470, dengan kapasitas produksi 51 ton per tahun.

Good house keeping yang dapat dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri

adalah menerapkan manajemen O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt pengangkut ampas menuju boiler dan membersihkan kerak pada alat processing. Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu dalam peningkatan efisiensi produksi.


(15)

Galuh Ajeng Lestari. F34101078. Study of Potency Applying of Cleaner Production at Sugar Industry (Case Study In PG. Pesantren Baru Kediri - East Java). Under supervision Dr. Ir M. Romli, MSC. 2006.

SUMMARY

Sand sugar represent one of the nine food substance of fundamental, giving contribution more than 90% from accomplishment consume society. Consume sugar of domestic sand sugar tend to experience of improvement from year to year. Growth consume sugar in Indonesia reaching value 1,44% per year is not made balance with product increase of sugar, causing requirement of domestic sugar have to be enhanced by importing from outside the country. Growth import this sugar reach 21,6% per year (Directorate General Plantation Construct Production, 2000).

The aim of this research is to identify potency applying of cleaner production at white crystal sugar industry with case study at PG. Pesantren Baru Kediri-East Java.

According to data obtained from company, the first step is conducting an analysis of production process to identify step of inefficient process. Next step is conducting compilation of alternative potency applying of cleaner production to solve the problem so that obtained a modification process as a suggestion to the company.

High consumption residu at boiler estimated able to be degraded equal to 1.248.031,421 kg/year efficiently using imbibisi water from 38,88% becoming 32,36%. At condition water content reach 51%, hot energy produced by baggase is 2,70 x 1011 kkal/year, so that only required addition energy from residu equal to 1.052.631,5 kg/year. So, degradation of water content from 53% become 51% can economize more or less 1.052.631,5 kg/year ( Rp.2.714.468.341/year) with use of imbibisi water equal to Rp. 3.595.567,122/year.

Substitution use of limestone by dolomit stone at purification station with comparison 40% MgO : 60%CaO besides not formed dissolution sukrosa, nor generate formed crust at next process (evaporation). Economic value of substitution CaO and MgO equal to Rp. 76,680,000,- per year by Pay Back Period equal to 7.7 month.

Produce product from by-product which can be done at PG. Pesantren Baru Kediri is exploitedly factory waste like baggase, filter mud (blotong), molasses, sugar cane sprout and cane old leaf as livestock feed. Produce this livestock feed can give advantage equal to Rp 33,648,470, with capacities produce 51 ton per year.

Good house keeping which can be done by PG. Pesantren Baru Kediri is apply management O&M ( Operation And Maintenance) like closing baggase conveyor belt go to boiler and clean crust at appliance processing. Simple habit of employees like closing faucet irrigate, put-off the light which not used, helmet usage, and masker also assistive in improvement of efficiency produce.


(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri Jawa Timur)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Februari 2006 Yang membuat pernyataan

Galuh Ajeng Lestari F34101078


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 13 Januari 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang merupakan anak dari pasangan M. Daroel dan Purwani Indyah. Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN IV Sumbawa Besar dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gurah dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri II Pare-Kediri dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada 2004 Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan judul “Proses Produksi dan Penanganan Limbah Industri di Pabrik Gula Pesantren Baru Kediri Jawa Timur”. Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Gula (Studi Kasus Di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.


(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ayah dan mamah tercinta yang sudah memberikan kasih sayang yang tidak

ternilai, doa, semangat dan bantuan materi, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan dan memberikan jannah-Nya di kehidupan yang abadi kelak. Amin.

2. Citra Puspita, Adha Buyung dan Dhimas Akbar. Terima kasih atas motivasi dan keceriaannya. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik. Amin. 3. Semua keluarga di Bareng dan Mataram...terimakasih untuk dukungan dan

doanya.

4. Ahda Faradisa, for all the time, patience, and courage. U’ve been painting my blue world..

5. Anni dan O’o. After all, ure still my beloved friend and family. Terima kasih untuk pengertian dan segalanya.

6. Aang (don’t ever change), Hanni (), Nyak (pengen nanya apa aja bisa kejawab..thx yak!), Yeni (makasi printernya..),

7. Fauziah’ers… Indah, QQ, Atiq, Inang, Rani, Chandz, Umee, Melta, Euis. Senangnya bisa mengenal kalian yang super ceria.

8. Tinners ’38, untuk pertemanan dan kekeluargaannya. Friends forever..

Bogor, Februari 2006 Penulis


(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, Rasulullah mulia, teladan umat, utusan yang benar dalam janjinya serta terpercaya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. M. Romli, MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

2. Dr. Ir. Suprihatin, MEng selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Sugiarto selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan keluargaku atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan langkah perjalanan ini.

5. Seluruh staf PG. Pesantren Baru Kediri yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian berlangsung.

6. TIN’ers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil yang sederhana ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2006


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PRODUKSI BERSIH ... 4

B. PROSES PRODUKSI GULA ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN... 9

A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 9

B. TEKNIK ANALISA DATA ... 9

IV. UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI... 11

A. BAHAN PEMBANTU PRODUKSI... 11

B. PROSES PRODUKSI ... 12

1. Stasiun Gilingan (Unit Operasi Ekstraksi)... 12

2. Stasiun Pemurnian (Unit Operasi Purifikasi)... 15

3. Stasiun Penguapan (Unit Operasi Evaporasi) ... 18

4. Stasiun Kristalisasi ... 21

5. Stasiun Sentrifugasi... 23

6. Stasiun Penyelesaian ... 25

V. SISTEM PENANGANAN LIMBAH ... 27

1. Metode In of Pipe... 28

1. Daur Ulang (Recycle)... 28

a. Penggunaan dan daur ulang kembali (in site recovery... and reuse)... 28


(21)

Halaman

2. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction) ... 30

a. Perubahan bahan input (input material change) ... 30

b. Pengendalian proses yang baik (better process control)... 31

c. Modifikasi peralatan (equipment modification) ... 32

2. Metode Out of Pipe... 33

A. Inhouse Keeping... 33

B. Limbah Udara... 35

C. Limbah B3 ... 36

3. Penanganan Produk Samping... 37

A. Ampas (Bagasse) ... 37

B. Blotong ... 38

C. Abu Ketel ... 39

D. Tetes ... 39

VI. POTENSI PRODUKSI BERSIH... 42

A. POTENSI PENGHEMATAN PENGGUNAAN RESIDU MELALUI PENURUNAN KADAR AIR PADA AMPAS ... 42

B. POTENSI SUBSITUSI BAHAN KIMIA ... 44

C. PRODUKSI PRODUK SAMPING YANG BERMANFAAT (Creation of Usefull by Product)... 49

D. GOOD HOUSE KEEPING... 52

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. KESIMPULAN ... 56

B. SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 61


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Baku mutu limbah cair industri gula... 27 Tabel 2. Hasil uji laboratorium limbah cair PG. PG Pesantren Baru Kediri

musim giling 2004 ... 35 Tabel 3. Daftar sumber pencemar limbah pabrik gula dan karakteristiknya ... 41 Tabel 4. Kandungan nutrisi bahan baku pakan ternak dari produk samping

industri gula dan pakan komersil ... 50 Tabel 5. Peluang efisiensi proses melalui penerapan produksi bersih


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Teknik-teknik penerapan produksi bersih... 5 Gambar 2. Diagram alir penelitian... 10 Gambar 3. Jumlah tebu tergiling PG Pesantren Baru Kediri selama

musim giling 2004 ... 13 Gambar 4. Diagram alir stasiun kristalisasi ... 23 Gambar 5. Jumlah gula produk yang dihasilkan PG Pesantren Baru Kediri

selama musim giling 2004 ... 26 Gambar 6. Jumlah ampas yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri

selama musim giling 2004 ... 38 Gambar 7. Jumlah blotong yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri

selama musim giling 2004 ... 39 Gambar 8. Jumlah tetes yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri

selama musim giling 2004 ... 40 Gambar 9. Perubahan kandungan kapur dengan peningkatan pH ... 45 Gambar 10. Berbagai bentuk batuan dolomit ... 46 Gambar 11. Pemakaian kapur musim giling 2004 ... 47 Gambar 12. Complete feed block... 50 Gambar 13. Diagram alir pembuatan pakan ternak ... 51 Gambar 14. Potensi good house keeping yang dapat dilakukan oleh


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pohon industri tebu ... 62 Lampiran 2. Diagram alir proses PG Pesantren Baru Kediri... 63 Lampiran 3. Perhitungan neraca massa stasiun gilingan ... 64 Lampiran 4. Bagan material balance stasiun penggilingan ... 71 Lampiran 5. Potensi penghematan penggunaan residu melalui penurunan

kadar air pada ampas... 73 Lampiran 6. Perhitungan penghematan energi penguapan... 76 Lampiran 7. Perhitungan penghematan substitusi 60% CaO : 40% MgO .... 77 Lampiran 8. Perhitungan brix dan pol stasiun pemurnian dengan substitusi

40% MgO dan 60% CaO ... 79 Lampiran 9. Perhitungan finansial pembuatan pakan dari limbah tebu ... 83


(25)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan kalori masyarakat. Gula pasir memberikan kontribusi lebih dari 90 % dari pemenuhan konsumsi masyarakat (sebagai pemanis) disusul oleh gula merah (Sawit dkk, 1998

dalam Meiditha, 2003).

Produksi gula pasir di Indonesia mulai diusahakan sejak tahun 1600-an sedangkan kejayaan industri gula terjadi pada tahun 1930. Setelah kemerdekaan, jumlah pabrik gula di Indonesia semakin berkurang, bahkan sejak awal kemerdekaan hingga tahun 1961 produksi gula pasir dalam negeri mengalami stagnasi. Saat ini berbagai usaha peningkatan produksi gula sedang diupayakan, terutama yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat (Mubyarto, 1994).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, pendapatan masyarakat serta semakin berkembangnya industri pengguna gula pasir (non-rafinasi) mengakibatkan permintaan gula pasir dalam negeri mengalami peningkatan. Sebagai akibatnya, produksi gula nasional tidak dapat mencukupi permintaan lokal sehingga impor gula pasir cenderung mengalami peningkatan. Berikut ini disajikan perkembangan jumlah penduduk, produksi, konsumsi dan impor gula di Indonesia.

Konsumsi gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, konsumsi gula pasir di Indonesia sebesar 2,4 juta ton untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 178.170 ribu jiwa. Selanjutnya, konsumsi gula konsumsi gula pasir di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1999 yaitu sebesar 1,61% per tahun dan pertumbuhan produksi gula pasir rata-rata sebesar 1,44% per tahun menunjukkan bahwa komoditi gula pasir masih dibutuhkan masyarakat.

Produksi gula pasir nasional mengalami penurunan terendah pada tahun 1998, yaitu sebanyak 1.488,27 ribu ton. Adanya pertumbuhan produksi gula rata-rata sebesar -2,94 % per tahun, menunjukkan bahwa


(26)

produksi gula pasir mengalami penurunan, yang mengakibatkan kebutuhan gula pasir dalam negeri tidak tercukupi. Hal ini mengakibatkan adanya upaya untuk melakukan impor gula pasir dalam rangka menambah ketersediaan gula pasir dalam negeri.

Tahun 2005, jumlah produksi gula mencapai 2,3 juta ton dan jumlah konsumsi gula mencapai 2,5 juta ton (www.bumnonline.com), sedangkan jumlah impor untuk awal tahun 2006 adalah sebesar 300 ribu ton dan pelaksanaannya dilakukan dalam satu tahap (http://agribisnis.deptan.go.id). Usaha peningkatan produksi gula tidak terlepas dari usaha untuk memperbaiki kinerja pabrik gula. Rendahnya kinerja lingkungan pabrik gula antara lain dikarenakan belum adanya pendekatan pengelolaan lingkungan yang efektif, efisien dengan biaya yang terjangkau Perbaikan kinerja pabrik gula dapat dicapai salah satunya melalui pendekatan pengelolaan lingkungan yang dapat memberikan manfaat lingkungan sekaligus manfaat ekonomi, yaitu pendekatan pengelolaan lingkungan yang ditujukan ke arah pencegahan terjadinya limbah. Dari pendekatan inilah akhirnya timbul konsep produksi bersih.

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Tujuan dari strategi dan rencana pelaksanaan produksi bersih dapat dicapai apabila semua pihak terlibat, dan keberhasilannya tergantung pada dukungan dan kerjasama semua pihak berdasarkan prinsip kemitraan (Bapedal, 1996).

Produksi bersih mengarah kepada efisiensi produksi sekaligus mengurangi limbah yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi biaya untuk penanganan limbah. Metode ini melakukan penghematan biaya melalui penggunaan teknik-teknik daur ulang, substitusi bahan baku, serta peningkatan sistem operasi.

Penerapan produksi bersih dalam industri memberikan pengaruh positif bagi perusahaan yang menerapkannya, baik secara finansial maupun non-finansial. Produksi bersih dapat diaplikasikan pada berbagai industri


(27)

baik industri yang bergerak di bidang pangan maupun industri yang bergerak di bidang non-pangan.

Salah satu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang melakukan kegiatan penanaman tebu dan memproduksi gula tebu adalah PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Jawa Timur, dengan Pabrik Gula Pesantren Baru sebagai salah satu pabriknya yang menghasilkan gula dengan kapasitas besar (5000 TCD). Tujuan utama perusahaan adalah kontinuitas usaha dalam rangka memaksimalkan keuntungan yang diperoleh untuk menghindari kerugian. Kajian terhadap penerapan produksi bersih pada industri ini akan dapat memberikan informasi tentang efisiensi dan efektifitas produksi yang pada akhirnya akan membantu perusahaan dalam mengoptimalkan sumberdaya dan keuntungan yang didapatkan.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peluang penerapan produksi bersih pada industri gula pasir dengan studi kasus pada PG. Pesantren Baru Kediri-Jawa Timur.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Produksi Bersih

Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan daya dukung lingkungan (carrying capacity approach), namun karena daya dukung lingkungan alami memiliki kemampuan yang terbatas dalam menetralkan pencemaran yang makin meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Pengelolaan pencemaran melalui pendekatan pengolahan limbah (end-of-pipe treatment)

ternyata bukan cara yang efektif dan hemat biaya, oleh karena itu strategi pengelolaan lingkungan harus diubah ke arah pencegahan pencemaran, yaitu dengan penerapan Produksi Bersih. Strategi ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, sehingga masalah pencemaran lingkungan, terutama bagi industri, tidak lagi identik dengan pengeluaran tambahan yang menaikkan biaya produksi bagi industri tersebut (Saribanon, 2003).

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi (UNEP, 1995 dalamhttp://www.uneptie.org).

Teknik-teknik dalam menerapkan produksi bersih dapat dilihat pada diagram dibawah ini.


(29)

Gambar 1. Teknik-teknik Penerapan Produksi Bersih (USAID, 1997). Manfaat penerapan produksi bersih menurut Bratasida (1996) antara lain (a) mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman; (b) mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan; (c) dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi secara efisien; (d) mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan; (e) mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja; dan (f) memperkuat citra produsen di mata konsumen.

Manfaat ekonomi dari berkurangnya limbah yang harus dikelola merupakan pemikat yang dapat dihitung secara nyata dalam bentuk biaya pengendalian pencemaran dan biaya manajemen. Melalui upaya pencegahan


(30)

pencemaran, penghematan biaya pengelolaan limbah dapat dicapai. Penghematan dapat dilakukan terhadap sejumlah biaya yang dikelompokkan sebagai berikut.

1. biaya penanganan dan pengelolaan di dalam pabrik 2. biaya transportasi dan pemusnahan di luar pabrik

3. biaya administrasi dan pencatatan (Djajadiningrat, 1999).

Upaya pencegahan pencemaran melalui produksi bersih tidak saja akan membantu kalangan industri meningkatkan keuntungan dari berkurangnya biaya untuk menangani limbah, tetapi juga memberikan keuntungan dari segi peningkatan efisiensi produksi. Produksi bersih dapat membantu mewujudkan industri berwawasan lingkungan.

Penerapan produksi bersih saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara itu sendiri serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan (Murdiyarso, 2003 dalam Saribanon, 2003).

B. Proses Produksi Gula

Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu untuk menghasilkan gula kristal putih terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin. Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir, dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah), partikel koloid seperti non-suspended sugar dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun penggilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk


(31)

menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan D dengan cara pemutaran (sentrifugasi).

Menurut Budianto (2003), dalam memproduksi gula pasir diperlukan bahan pembantu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu

1. Asam Phospat Cair

Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki nira tertimbang pada unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

P2O5 + 3 H2O 2H2OPO4

2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O 2. Susu Kapur (Ca(OH)2)

Adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan nira, mencegah terbentuknya inversi gula, dan membentuk endapan kotoran dalam nira.

3. Belerang

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi purifikasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada nira.

S (s) + O2 (g) SO2(g) 4. Flokulan

Adalah bahan pembantu yang digunakan di unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna


(32)

mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat dan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih mudah untuk disaring.

5. Desinfektan

Bahan kimia ini digunakan untuk membunuh bakteri penyebab kerusakan sukrosa.

6. Caustic Soda

Caustic soda (NaOH) digunakan untuk pembersihan (skrap).

Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira.

Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (1999), saat ini gula yang diproduksi di Indonesia 65% bermutu SHS (Super High Sugar) IA dan 35% bermutu SHS IB. Selain produk utama berupa gula kristal, pengolahan gula dari tebu menghasilkan produk samping berupa pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes. Produk samping ini merupakan bahan baku potensial dari berbagai industri dan belum optimal dikembangkan. Diperkirakan pengembangan produk samping ini dapat memberikan keuntungan 2 – 4 kali dari gula yang diperoleh. Gambaran tentang produk samping yang dapat dihasilkan industri gula disajikan pada Lampiran 1.


(33)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui tahapan sebagai berikut. 1. Persiapan

Berupa pengumpulan dan telaah pustaka yang relevan. 2. Pengumpulan Data Lapangan

Meliputi kebijakan perusahaan, aliran proses, volume input-output serta produk samping yang dihasilkan. Data tersebut diperoleh dari pengamatan secara langsung.

B. Teknik Analisa Data

Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisa permasalahan pada bagian proses produksi untuk mengidentifikasi tahapan proses yang mungkin untuk diefisienkan.Tahapan selanjutnya adalah penyusunan alternatif penerapan produksi bersih berdasarkan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh suatu proses modifikasi sebagai usulan kepada pihak perusahaan. Hasil penelitian yang diperoleh dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis yang diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pelaksanaan kebijakan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan peningkatan efisiensi proses produksi. Secara ringkas diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.


(34)

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian


(35)

IV. UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI A. Bahan Pembantu Produksi

Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu : 1. Triple Super Posphat (TSP)

Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki penampungan atau tangki nira tertimbang pada stasiun pemurnian. Tujuan pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah dari konsentrasi ± 150 ppm menjadi konsentrasi ± 300 ppm, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

P2O5 + 3 H2O 2H2OPO4

2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O b. Susu Kapur (Ca(OH)2)

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada alat

precontactor dan defekator 2. Kapur yang sudah dicampur dengan air

harus mencapai konsentrasi tertentu yaitu 6o Be. Pemberian susu kapur adalah untuk menetralkan nira, mencegah terbentuknya gula inversi, dan membentuk endapan kotoran dalam nira.

c. Belerang

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada tangki sulfitasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada nira.

d. Flokulan

Adalah bahan pembantu yang digunakan di stasiun pemurnian pada Multi

Tray Clarifier. Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna

mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat. Selain itu, penambahan flokulan


(36)

juga dilakukan di flash tank dan bak pada rotary vacuum filter dengan tujuan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih mudah untuk disaring. Jenis flokulan yang digunakan adalah kurifloc

e. Desinfektan

Desinfektan yang digunakan adalah jenis Buckom NT. Bahan kimia ini digunakan untuk membunuh bakteri pengkontaminasi nira mentah. Pemberian desinfektan ini adalah dengan cara disemprotkan pada talang-talang nira yang memungkinkan adanya mikroba seperti Leuconostoc sp

dan sebagainya.

f. Caustic Soda

Caustic soda (NaOH) dalam proses pembuatan gula digunakan untuk

pembersihan (skrap) evaporator. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira.

B. Proses Produksi

Proses pengolahan bahan baku yaitu tebu menjadi gula di PG. Pesantren Baru Kediri terdiri dari beberapa stasiun pengolahan. Stasiun pengolahan yang saat ini dijalankan adalah stasiun gilingan (ekstraksi), stasiun pemurnian (purifikasi), stasiun penguapan (evaporator), stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugasi dan penyelesaian.

1. Stasiun Gilingan (Unit Proses Ekstraksi)

Stasiun gilingan bertujuan untuk mengekstrak nira yang terkandung di dalam tebu semaksimal mungkin sehingga hanya sedikit jumlah gula yang terikut dalam ampas . Selama musim giling 2004, jumlah tebu tergiling terbanyak berada pada periode 11 atau pada 15 hari terakhir, yaitu sebanyak 85178.7 ton tebu. Jumlah tebu tergiling selengkapnya pada musim giling 2004 ditunjukkan dalam Gambar 3 berikut ini.


(37)

Gambar 3. Jumlah tebu tergiling PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004.

Tebu dari lori diangkat ke meja tebu oleh unloading crane kemudian tebu akan masuk ke canecarrier, demikian pula dengan tebu yang masuk dari trucktippler. Canecarrier akan membawa tebu ke canecutter I, yaitu alat untuk memotong tebu menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga mempermudah proses selanjutnya. Tebu yang tercacah akan masuk ke

Cane Cutter II yang memotong tebu menjadi ukuran yang lebih kecil lagi.

Cacahan tebu dari Cane Cutter II akan masuk ke Carding Drum

yang berfungsi untuk mengatur cacahan tebu yang akan masuk ke HDHS

(Heavy Duty Hammer Shredder) dengan tujuan pengaturan agar cacahan

tebu dapat masuk merata sehingga tidak menimbulkan beban yang terlalu berat untuk HDHS. Tujuan dari HDHS adalah menyempurnakan cacahan tebu dari cane cutter sehingga serabut tebu menjadi lebih halus lagi dengan cara pukulan (impact) berkali-kali.

Cacahan tebu kemudian akan dibawa oleh Cane elevator yang bertipe rantai dan penggaru ke gilingan I untuk dilakukan proses ekstraksi pertama kali. Elevator ini memiliki sudut elevasi sebesar 49o. Dari gilingan I, ampas akan ditarik dengan IMC (Intermediate Carrier) yang bersudut 39o untuk masuk ke gilingan II.

Ampas dari penggilingan 1 kemudian masuk ke penggilingan II untuk mengalami pemerahan kembali dan ampas tebunya akan ditarik

Jumlah Tebu Tergiling Musim Giling 2004

0 20000 40000 60000 80000 100000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Periode

J

u

m

la

h

T

e

bu

(

T

on)


(38)

dengan IMC untuk dibawa ke penggilingan III, demikian seterusnya hingga penggilingan V.

Ampas di penggilingan IV diberikan air imbibisi dengan suhu 60oC dengan tujuan untuk melarutkan sisa nira yang masih terdapat dalam ampas tebu. Bersama air imbibisi juga ditambahkan bahan pembantu yaitu larutan Karmand SN-01 untuk membuka sel tebu sehingga nira dalam tebu bisa terekstrak.

Nira mentah dari penggilingan V akan dipompa dan dialirkan kembali ke gilingan III sebagai nira imbibisi majemuk. Nira mentah di tangki penampungan nira gilingan IV akan dialirkan ke gilingan II, dan dari tangki penampung gilingan III nira mentah akan dialirkan ke gilingan I. Hal ini bertujuan untuk membasahi ampas sehingga pemerahan nira bisa berlangsung lebih optimal. Ampas dari gilingan V akan dibawa oleh

conveyor belt menuju ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel.

Nira mentah dari penggilingan I dan II akan masuk ke peti nira mentah kemudian disaring dalam rotary screen untuk meminimisasi jumlah ampas dalam nira, kemudian nira mentah masuk ke Sand Vanger

yang berguna untuk memisahkan kotoran yang bersifat fisik seperti pasir, debu, dan kotoran lain. Selanjutnya nira mentah dialirkan ke stasiun pemurnian.

Bahan penunjang yang diigunakan di stasiun penggilingan ini adalah desinfektan yang berfungsi untuk mematikan mikroorganisme merugikan seperti Leuconostoc sp yang dapat merusak sukrosa. Larutan desinfektan yang digunakan adalah Buchom NT sebanyak 1-2 ppm. Larutan ini disemprotkan ke talang-talang nira mentah. Selain itu juga ditambahkan larutan kapur atau Ca(OH)2 untuk menaikkan pH nira dari 5.2 menjadi sekitar 6.2 – 6.3 agar resiko perpecahan nira bisa berkurang.

Rendemen potensi tebu adalah sebesar 7,29 dan rendemen efektifnya sebesar 7,02. Kapasitas terpasang untuk operasi pabrik adalah sebesar 6000 TCD, namun kapasitas kenyataan yang ada di pabrik adalah sebesar 5000 TCD. Jam berhenti giling yang dikarenakan kendala mesin dan


(39)

mesin adalah sebesar 9,1% (data 2004), dengan demikian rata-rata pabrik beroperasi selama 22 jam dalam sehari.

2. Stasiun Pemurnian (Unit Operasi Purifikasi)

Stasiun pemurnian atau stasiun purifikasi adalah stasiun yang bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir, dan ampas yang masih terbawa mikroorganisme dalam nira mentah), partikel koloid (melayang) seperti non-suspended sugar dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun penggilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif.

Menurut Budianto (2004), pada dasarnya proses pemurnian dapat dilakukan dengan cara:

1. fisika, yaitu dengan perlakuan fisik seperti pengendapan, penyaringan, dsb.

2. kimia, yaitu dengan penambahan bahan-bahan kimia seperti Phospat, Susu Kapur dsb.

3. fisika-kimia, yaitu dengan gabungan antara proses fisika dan kimia seperti penambahan bahan kimia yang dilanjutkan dengan penggumpalan dan pengendapan. Di PG. Pesantren Baru digunakan cara ini, yaitu kombinasi antara cara fisika-kimia.

Nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan kemudian akan dipompa dan dialirkan ke timbangan Boulogne. Setelah bobot nira mentah mencapai sekitar 6.6 ton (6600 kg), nira akan mengalir ke tangki penampungan (tangki nira tertimbang). Pada tangki penampung ini, nira ditambahkan dengan triple super phospat cair (TSP) dengan tujuan menambah konsentrasi Phospat dari sekitar 150 ppm hingga ±300 ppm (merupakan syarat proses purifikasi nira mentah) sehingga mempermudah proses pembentukan inti endapan nantinya yaitu Ca3(PO4)2.

Nira mentah yang telah ditimbang akan dipompa menuju juice heater

I yang bersuhu 75 – 80oC. Fungsi dari juice heater I ini antara lain:

1. mempercepat reaksi karena bahan organik dan anorganik dalam nira reaktivitasnya rendah.


(40)

2. mematikan mikroorganisme merugikan yang dapat merusak sukrosa. 3. mengendapkan komponen non-gula, dan

4. memanaskan nira hingga 75-80oC yang merupakan kondisi optimal untuk pembentukan endapan CaSO3.

Nira dari juice heater I akan masuk ke dalam precontactor

ditambahkan dengan larutan susu kapur (Ca(OH)2), setelah itu campuran nira dan susu kapur dihomogenkan dalam defekator I hingga pH larutan mencapai 7.0 – 7.2. Tujuannya adalah mengikat asam serta kotoran dalam nira dan mengendapkan bahan non-gula. Waktu yang diperlukan dalam defekator I adalah sekitar 2 menit, karena jika lebih dari 2 menit akan menyebabkan terjadinya inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang dikarenakan pada pH tinggi resiko kerusakan nira semakin besar dengan terbentuknya asam-asam organik.

Nira dari defekator I akan dialirkan ke defekator II dan diberi penambahan Ca(OH)2 kembali yang berlebih dengan tujuan untuk menyempurnakan pengendapan garam-garam terutama Ca3(PO4)2 yang mempunyai sifat menyerap koloid tertentu dan zat warna. Ca3(PO4)2 juga merupakan endapan inti yang nantinya akan ditempeli oleh SO2 sehingga menjadi endapan yang lebih besar lagi. pH yang dicapai pada defekator II ini adalah 8.5-8.8. Proses dalam defekator II adalah ± 3 menit karena perpaduan pH yang tinggi dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan inversi sukrosa menjadi asam organik, sedang jika pH terlalu rendah, maka sukrosa akan terhidrolisis menjadi monosakarida yang tidak diinginkan. Reaksi perpecahan sukrosa adalah sebagai berikut.

C12H22O11 (l) + H2O C6H12O6 (l) + C6H12O6 (s) Sukrosa fruktosa glukosa

Nira dari defekator II akan dialirkan ke tangki sulfitasi dengan cepat agar nira dapat segera dinetralisasi dari pH basa menjadi pH netral yaitu sekitar 7.0 – 7.2. Pada tangki sulfitasi akan terbentuk CaSO3 yang akan menyelubungi endapan Ca3(PO4)2 yang telah terbentuk sebelumnya


(41)

sehingga menghasilkan endapan yang bersifat porous dan mudah ditapis. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut.

SO2 + H2O H2SO3 H2SO3 H+ + SO3

-SO3- + Ca 2+ CaSO3

pH nira pada proses sulfitasi ini tidak boleh kurang dari 7.0 karena CaSO3 yang terbentuk dapat terurai kembali menjadi kalsium bisulfit yang akan larut dalam nira yang tidak mengendap. Jika hal ini terjadi, maka proses pengendapan tidak akan berlangsung sempurna.

Nira dari tangki sulfitasi kemudian akan masuk ke juice heater II

yang bersuhu 105oC. Pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi gas SO2 dan kelebihan kapur dalam nira, mempercepat pengeluaran gas, pengendapan, dan juga merupakan persiapan pemanasan dalam evaporator. Nira kemudian masuk ke dalam flash tank secara tangensial sehingga terbentuk gerakan atau aliran sentrifugal yang dapat berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas tak terembunkan yang dapat mengganggu proses pengendapan selanjutnya. Sebelum masuk ke Flash Tank, nira ditambahkan dengan flokulan untuk mempercepat pengendapan kotoran nira.

Keluar dari flash tank nira ditambahkan lagi dengan flokulan dan dialirkan ke snow-balling tank. Fungsi dari snow-balling tank adalah menghomogenkan campuran antara flokulan dan nira sehingga proses pengendapan dalam multi tray clarifier bisa berlangsung optimal dan efektif.

Nira dari snow balling tank kemudian masuk ke dalam multi tray

clarifier. Pada alat ini, nira kotor atau kotoran dalam nira dikumpulkan

dengan rubber scrapper yang berputar lambat (±0.167 rpm) menuju ke bagian tengah dari clarifier, kemudian dikeluarkan secara kontinu ke dalam peti penampung nira kotor. Putaran penggaruk karet (rubber

scrapper) searah dengan pemasukan nira agar tidak terjadi turbulensi yang

dapat mengganggu pengendapan.


(42)

Nira kotor yang telah dialirkan ke peti penampungan nira kotor kemudian dipompa menuju rotary vacuum filter setelah sebelumnya ditambahkan dengan bagacillo atau ampas halus dari stasiun penggilingan dengan tujuan untuk meningkatkan porositas endapan sehingga lebih mudah untuk disaring, sedangkan nira jernih atau nira encer dari Multi

Tray Clarifier dialirkan ke penyaringan untuk menghilangkan

endapan-endapan kotoran yang mungkin masih terbawa dalam nira jernih dan selanjutnya dipompa menuju stasiun penguapan.

Nira kotor ditambahkan dengan flokulan pada penampungan nira kotor sebelum rotary vacuum filter untuk meningkatkan berat nira kotor yang akan disaring. Rotary vacuum filter ini memiliki diameter lubang saringan 0.82 mm dan kecepatan perputaran 0.44 rpm. Mekanisme pada

rotary vacuum filter adalah bagian yang tercelup ke bak nira kotor dan

terhubung dengan low vacuum akan mengakibatkan nira terangkat dan menempel. Semakin ke atas hisapannya akan semakin kuat. Sambil berputar, lapisan nira kotor akan melewati beberapa sprayer air yang menyemprotkan air dengan suhu 85oC, maka terjadilah proses pencucian

filter cake yang kemudian air pembilasnya ikut terhisap (high vacuum),

sedang kotorannya menempel terus di permukaan screen. Nira yang terhisap akan dikirim ke tangki penampungan atau tangki nira tertimbang. Sedang blotong yang merupakan limbah padat yang terdiri dari kalsium posphat dari hasil proses defekasi, kalsium sulfit dari hasil sulfitasi, ampas halus dan sebagainya yang bercampur di dalam nira, setelah melewati wilayah yang tidak menghisap (no vacuum) dilepas dengan rubber

scrapper sehingga jatuh ke penampung.

3. Stasiun Penguapan (Unit Operasi Evaporasi)

Stasiun penguapan adalah stasiun yang bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Nira encer dari stasiun pemurnian masih mengandung air sekitar 80-85 %. Nira encer akan diuapkan hingga kekentalan ±32oBeume. Sistem penguapan menggunakan


(43)

7 buah evaporator, dalam pengoperasiannya badan 1 terdiri dari 2 buah evaporator, badan 2 juga terdiri dari 2 buah evaporator yang dioperasikan masing-masing secara serial (QuadruppleEffect), sedangkan badan 3 dan 4 masing-masing 1 buah evaporator, sehingga dalam sistem evaporasi dapat diistirahatkan 1 buah evaporator. Setiap harinya evaporator yang diistirahatkan bergantian untuk mengalami penyekrapan dengan bahan pembantu soda caustic.

Nira encer yang dihasilkan dari pemurnian akan masuk ke badan penguapan I. Prinsip dari evaporator pada stasiun penguapan adalah secara berkesinambungan. Badan penguapan IA dan IB akan diuapkan dengan uap bekas (uap dari turbin gilingan) yang diturunkan suhunya lewat

desuperheater sehingga mempunyai suhu 125oC dan tekanan 1-1.1

kg/cm2. Penggunaan uap bekas ini selain untuk menghemat penggunaan uap dalam pabrik, juga karena uap bekas lebih mudah menyalurkan panas ke dalam nira. Sebelum masuk ke desuperheater, suhu dari uap bekas adalah ±200oC. Pada desuperheater, uap akan dispray dengan air konden yang panas (55-60oC) sehingga terjadi kondensasi dan suhu uap turun menjadi sekitar 125oC. Apabila salah satu badan penguapan I sedang mengalami penyekrapan, badan penguapan IIA juga akan memakai uap bekas, tetapi bila tidak maka badan penguapan IIA dan IIB memakai uap nira dari evaporator yang ada di depannya (sebelumnya), demikian pula badan penguapan III, IV, dan V akan memakai uap nira dari evaporator sebelumnya.

Nira jernih dari stasiun pemurnian akan masuk ke evaporator IA dan IB untuk diuapkan kandungan airnya. Nira encer yang masuk adalah setinggi sepertiga dari pipa pemanas (pipa calandria) untuk mengoptimalkan proses penguapan nira encer. Nira encer dari evaporator IA dan IB masuk ke evaporator IIA dan IIB dan mengalami penguapan kembali, demikian seterusnya hingga evaporator terakhir. Aliran nira terjadi secara kontinyu karena dari badan penguapan I hingga badan penguapan terakhir tekanan uap semakin kecil dan tekanan vacuum

semakin besar. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan nira dari badan


(44)

penguapan I akan mengalir hingga badan penguapan terakhir (dari tekanan uap tinggi ke tekanan uap rendah). Nira kental dari evaporator terakhir akan masuk ke tangki sulfitasi untuk ditambahkan dengan SO2(g). Penambahan ini berguna untuk pemucatan warna atau bleaching nira kental. Reaksi bleaching ini berdasarkan pada reaksi reduksi dari ikatan

Fe3+ (ferro) yang berwarna gelap menjadi Fe2+ (ferri) yang berwarna

cerah. Penambahan gas belerang ini mengakibatkan perubahan pH nira menjadi 5.5 – 5.7. Nira kental ini kemudian akan dialirkan ke peti penampungan sebelum diproses lebih lanjut di stasiun masakan.

Badan pertama akan memakai uap bekas dengan suhu 125oC. Uap dari badan penguapan I akan dipakai pada badan penguapan II. Uap yang berasal dari badan penguapan II akan digunakan dalam badan penguapan III, demikian seterusnya hingga evaporatoe terakhir. Uap dari evaporator terakhir akan melewati separator untuk dipisahkan antara uap dan nira yang terbawa dalam uap. Nira yang terbawa dengan uap tersebut kemudian dialirkan ke timbangan Boulogne dan uapnya akan diteruskan masuk ke kondensor. Kondensor ini berfungsi untuk membuat keadaan

vacuum dalam evaporator III, IV, dan V dengan prinsip kondensasi uap.

Uap yang masuk ke dalam kondensor akan bersentuhan dengan spray air dari bagian atas sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi air. Perubahan fase ini akan menyebabkan penurunan suhu dan penurunan volume sehingga menyebabkan tekanan vacuum semakin besar (hampa). Air jatuhan (kondensat) dari kondensor ini bersuhu 50-55oC. Air jatuhan ini akan disirkulasikan kembali untuk proses setelah mengalami pendinginan dan penetralan (bau dan pH) dengan bakteri BT-55 dalam

spray ponds.

Dalam evaporator terdapat pipa amonia yang berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas tak terembunkan dalam proses penguapan, karena kandungan 3% gas tak terembunkan dalam penguapan akan mengurangi 30% efektifitas penguapan atau proses pindah panas antara uap dan nira (Hukum Reliux). Gas tak terembunkan pada badan penguapan I dan II akan langsung dikeluarkan ke udara luar (udara terbuka), sedangkan untuk


(45)

badan penguapan III, IV, dan V gas-gas tak terembunkan akan dialirkan ke kondensor untuk kemudian dikeluarkan ke udara luar. Hal ini adalah agar keadaan vacuum dalam badan penguapan tidak terganggu namun gas-gas tak terembunkan tetap dapat dikeluarkan.

4. Stasiun Kristalisasi

Stasiun masakan atau stasiun kristalisasi adalah stasiun yang bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. PG Pesantren Baru menggunakan sistem masakan ACD yang dengan sistem ini gula produksi akan dihasilkan dari masakan A.

Secara umum proses kristalisasi melewati 3 tahapan, yaitu: 1. Pembuatan Gula Bibitan

Pembuatan masakan A dibuat dari leburan gula C, gula D2, gula kasar dan halus, nira kental, dan klare SHS. Masakan D dibuat dari stroop C serta klare D dan bibitnya dari fondant. Masakan C dibuat dari stroop A dan gula D2.

2. Pembesaran Kristal Gula

Dilakukan dengan cara mendekatkan molekul sukrosa pada inti kristal. Sehingga akhirnya molekul tersebut menempel pada inti kristal. Proses ini dilakukan dalam Vacuum Pan pada daerah yang stabil. Kristal gula akan berada di tahap ini hingga besar kristalnya sesuai dengan ukuran kristal gula produk (diameter 0,9-1,1 mm).

3. Kristalisasi sempurna

Tahap pembesaran kristal dilanjutkan dengan penguapan larutan untuk memperoleh kepekatan setinggi-tingginya dengan tanpa menambah larutan baru (hanya ditambahkan air seperlunya/secukupnya untuk menghindari terbentuknya kristal palsu dan juga menguatkan kristal dan mengurangi larutan di sekeliling kristal) dan tetap menjaga agar proses ini berlangsung pada daerah daerah stabil. Ciri kristalisasi sempurna adalah larutan di sekeliling kristal tipis dan bening serta bebas dari kristal palsu (gula dengan diameter kurang dari 0,9mm). Pencucian dengan air adalah salah satu cara untuk menghindarkan

20


(46)

terbentuknya kristal palsu. Pencucian ini dilakukan saat bahan ditarik masuk Vacuum Pan.

Pemasukan bahan diurutkan mulai dari bahan dengan HK tinggi, kemudian bahan dengan HK lebih rendah. Urutan pemasukan bahan untuk proses kristalisasi adalah sebagai berikut:

- Masakan A, bahan yang digunakan yaitu: gula C, klare SHS dan nira kental.

- Masakan C, menggunakan bahan gulaD II, dan stroop A.

- Masakan D, menggunakan bahan stroop A, fondan (bibit gula D), stroop C dan klare D.

Dibawah ini disajikan dalam Gambar 4 diagram alir proses kristalisasi gula di PG. Pesantren Baru Kediri

21


(47)

5. Stasiun Sentrifugasi

Stasiun sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan stroopnya atau larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan D dengan cara pemutaran (sentrifugasi). Stasiun sentrifugasi memiliki 8 unit HGF (High Grade Fugal) dengan rata-rata putaran 1200 rpm dan 9 unit LGF (Low Grade Fugal) dengan rata-rata putaran 1800-2000 rpm. Penggunaan HGF adalah untuk sentrifugasi masakan A dan sentrifugasi

Gambar 4. Diagram Alir Stasiun Kristalisasi


(48)

gula SHS, sedangkan LGF adalah untuk sentrifugasi masakan C, D1, dan D2.

Kristal nira hasil masakan C (Vacuum Pan No. 4) akan turun ke

receiver atau palung 4. Kristal nira dari receiver kemudian akan dialirkan

ke magma mixer dengan tujuan agar nira jangan sampai menggumpal

dengan cara pengadukan nira secara kontinyu. Dari magma mixer, nira disentrifugasi di LGF No. 8 dan 9. Pada proses ini akan dihasilkan stroop C (yang akan dialirkan kembali ke masakan untuk bahan pembuatan Gula D) dan gula C. Gula C yang telah terbentuk ini kemudian dipompa menuju tangki penampungan sebagai bahan untuk memasak gula A.

Kristal nira hasil masakan D (Vacuum Pan No. 5), akan turun ke

receiver No. 5. Kristal nira dari receiver kemudian akan dikirim ke palung

pendingin atau No. 1 hingga 8. Suhu masakan di palung pendingin No. 1 hingga 8 ini akan semakin menurun. Sewaktu masakan masuk ke palung pendingin, suhunya adalah ± 62oC dan pada saat sampai di palung pendingin No. 8 suhu telah mencapai ± 54oC. Masakan dari palung pendingin akan dipanaskan kembali hingga ± 56oC dalam reheater untuk menurunkan viskositas sehingga tidak memberikan beban yang terlalu berat untuk stasiun sentrifugasi berikutnya. Hasil dari reheater akan disentrifugasi di Low Grade Fugal (LGF) D1 No. 1-5 untuk memisahkan kristal dari larutannya. Dari proses ini terdapat hasil samping gula D1 dan tetes yang kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam tangki penampung molase untuk selanjutnya dimanfaatkan oleh pabrik pembuat MSG, dsb. Gula D1 kemudian dipompa menuju magma mixer D1. Dari

magma mixer D1, gula disentrifugasi kembali dalam LGF D2 No. 6 dan 7

dan menghasilkan gula D2 dan klare D yang dimasukkan kembali ke stasiun masakan sebagai bahan pembuat masakan D. LGF No. 5 merupakan LGF interchange yang dapat dipakai sebagai sentrifugasi gula C ataupun gula D2. Gula D2 akan jatuh ke talang ulir kemudian ditampung dalam tangki penampung.

Hasil dari masakan A, nira akan turun ke receiver kemudian dipompa menuju Feed Mixer kemudian dipompa menuju High Grade


(49)

Fugal (HGF) A. HGF A akan menghasilkan stroop A yang akan digunakan sebagai bahan masakan C dan D. Gula A ini lalu masuk ke

Magma Mingler dengan penambahan Klare SHS dan air dengan tujuan

untuk membersihkan kristal dari larutannya sehingga setelah disentrifugasi di HGF-SHS akan menghasilkan gula yang bersih dan putih serta berguna juga untuk menambah rendemen kristal. Jumlah air yang ditambahkan harus tepat agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Jika jumlah air yang ditambahkan kurang, maka fungsi dari magma mingler sebagai tempat untuk membilas kristal tidak akan terpenuhi, dan bila jumlah air yang ditambahkan terlalu banyak maka beban kerja HGF-SHS akan bertambah berat karena semakin banyak larutan yang harus dtarik oleh pompa.

Nira dari magma mingler akan dialirkan ke feed mixer SHS untuk kemudian dimasukkan ke HGF-SHS TSK No. 1 dan 2 serta BroadBendt No. 3. HGF-SHS akan menghasilkan klare SHS dan gula SHS. Klare SHS digunakan sebagai bahan masakan A, sedangkan gula SHS diturunkan ke

Grasshopper Conveyor untuk kemudian diteruskan ke stasiun

penyelesaian. HGF memiliki tiga (3) lapisan saringan, yaitu: 1. Backing Screen : lapisan dasar yang berukuran ± 4 mesh. 2. Buffer Screen : lapisan penyangga yang berukuran ± 7 mesh.

3. Working Screen : saringan yang bekerja dalam HGF dengan ukuran diameter tiap lubangnya adalah 37 mesh.

6. Stasiun Penyelesaian

Gula yang berasal dari Grasshopper Conveyor yang terletak di bawah HGF-SHS pada stasiun sentrifugasi kemudian dilewatkan ke

Bucket Elevator 1 untuk menuju Sugar Dryer and Cooler. Sugar Dryer

and Cooler adalah unit pengering gula dengan hembusan udara panas dan

udara suhu normal. Suhu panas yang diperbolehkan adalah 85-90oC dengan tekanan uap panas sekitar 4 kg/cm2 karena apabila lebih dari itu akan terjadi reaksi browning atau berubahnya gula menjadi warna cokelat. Suhu pendinginnya adalah suhu normal udara luar.


(50)

Gula SHS kemudian dilewatkan ke Bucket Elevator 2 dan dimasukkan ke VibratingScreen. VibratingScreen akan memisahkan gula dengan ukuran gula partikel kasar yaitu > 1,1 mm, gula partikel halus dengan ukuran < 0,9 mm, dan gula produksi dengan ukuran 0,9 – 1,1 mm. Saringan yang digunakan ada 2 macam, yaitu :

1. Saringan I : ukuran 7 mesh dan digunakan untuk menyaring gula kasar. 2. Saringan II : ukuran 23 mesh dan digunakan untuk menyaring gula

produk.

Gula halus dan gula kasar dari vibrating screen akan dilebur dalam nira kental untuk dipakai sebagai bahan masakan A, sedangkan gula produksi akan dibawa oleh BucketElevator3 menuju SugarBin. Gula dari

Sugar Bin akan dimasukkan ke dalam zak setelah melalui proses

penimbangan otomatis dengan Automatic Netweigher seberat 50 Kg. Berikut ini disajikan dalam Gambar 5 jumlah gula produk yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004 yang dihitung tiap 15 hari dengan awal musim giling pada tanggal 9 Mei 2004.

Gambar 5. Jumlah gula produk yang dihasilkan PG. Pesantren Baru Kediri selama musim giling 2004.

Kemasan gula SHS atau Gula Kristal Putih ini adalah zak plastik polietilen dan inner bag. Setelah gula mengalami pengepakan dengan Bag

Filling Machine, gula akan dibawa ke gudang. PG Pesantren Baru

memiliki 5 buah gudang dengan kapasitas yang berbeda. Jumlah Gula Produk Musim Giling

2004

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Periode Jumlah

Gula Produk

(Ton)


(51)

V. SISTEM PENANGANAN LIMBAH

Limbah yang dihasilkan oleh setiap industri dapat merugikan ataupun menguntungkan. Langkah awal yang menjadi kunci pengendalian pencemaran adalah pengendalian pada sumbernya. Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan pengenalan sifat dan karakter pencemar tersebut. Kemudian masing-masing sumber pencemar tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan dilakukan pengelompokan sesuai dengan karakter pencemarannya.

Pemanfaatan limbah akan dapat menunjang peningkatan pendapatan industri. Dalam operasinya PG Pesantren Baru menghasilkan limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Pemerintah daerah menetapkan standar baku mutu lingkungan yang harus dipenuhi oleh pabrik gula termasuk PG. Pesantren Baru Kediri. Tabel 2 memperlihatkan standar baku mutu lingkungan yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi Jawa Timur untuk industri gula pasir.

Tabel 1. Baku mutu Limbah Cair Industri Gula*)

Baku Mutu Limbah Cair SK. Gubernur Jatim No. 45/2002

Volume Limbah Cair Maksimum per Satuan Produk

Limbah Cair : 5m3 /Ton produk

Kondensor : 175 m3 /Ton produk

Kondensor Dan Limbah Cair : 180 m3 /Ton produk Kadar Maksimum (mg/L) N

o Parameter

Kondensor dan

Limbah Cair Limbah Cair Kondensor

1. BOD5 21.1 60 20

2. COD 41.7 100 40

3. TSS 20.8 50 20

4. Minyak dan Lemak 0.208 5 2

5. Sulfida (sebagai H2S) 0.208 0.5 0.2

pH 6 – 9


(52)

PG. Pesantren Baru dalam produksinya juga menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah cair yang dihasilkan merupakan air yang digunakan dalam proses produksi yang mengandung banyak padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Limbah padat yang merupakan produk samping yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru adalah berupa ampas tebu dan blotong. Limbah udara yang dihasilkan adalah berupa gas-gas pembakaran dari stasiun ketel, dan limbah B3 dihasilkan dari laboratorium pabrik.

PG. Pesantren Baru dalam mengelola dan menimisasi limbahnya secara umum menggunakan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan in of pipe dan out

of pipe. Pendekatan in of pipe merupakan pendekatan ke arah produksi bersih

yang mengusahan meminimisasi terbentuknya limbah dari awal hingga akhir proses produksi. Pendekatan out of pipe merupakan pengolahan limbah setelah limbah tersebut terbentuk sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan.

1. Metode In Of Pipe

Produksi bersih adalah suatu strategi atau usaha berkesinambungan, terpadu dan bersifat preventif dalam manajemen lingkungan yang akan mencegah dan atau mengurangi dampak terhadap lingkungan melalui siklus hidup produk dari awal penyediaan bahan baku sampai pembuangan akhir. Inti dari pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan atau menghilangkan terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya diseluruh daur hidup produk, yang dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih dan akrab lingkungan, serta perubahan mendasar dalam sikap dan perilaku manajemen.

Strategi pengolahan limbah yang telah dilakukan oleh PG. Pesantren Baru Kediri adalah sebagai berikut:

1. Daur Ulang (Recycle)

a. Penggunaan dan Daur Ulang Kembali (In site Recovery and Reuse).

Penggunaan kembali pada tempatnya (On-site recovery and Re-use) adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses


(53)

yang sama atau pada proses yang lain di industri tersebut. PG Pesantren Baru telah melakukan beberapa hal dalam bidang ini, yaitu penggunaan kembali air hasil akhir pengelolaan limbah, pengambilan tebu yang tercecer di emplacement untuk dimasukkan ke stasiun gilingan, penggunaan ampas tebu dari stasiun gilingan sebagai bahan bakar pada stasiun ketel, penggunaan uap nira dari stasiun masakan (kristalisasi) untuk stasiun penguapan (evaporasi), penggunaan uap nira dari evaporator I untuk pengoperasian evaporator berikutnya, nira yang terkandung dalam uap bekas dipisahkan dengan sap vanger sehingga nira kental bisa dikembalikan ke proses, peleburan kembali gula hasil yang biasanya pada awal giling masih kotor untuk dijadikan umpan pada stasiun kristalisasi, peleburan kembali gula yang tidak memenuhi kriteria produk (gula kasar dan gula halus) di stasiun sentrifugasi untuk dijadikan bibitan di stasiun kristalisasi, tumpahan nira kental di stasiun kristalisasi yang terjadi karena kerusakan peralatan ditarik kembali dengan pompa ke timbangan boulogne di stasiun pemurnian (purifikasi) untuk mengalami proses kembali, ceceran oli yang telah diserap dengan ampas di stasiun penggilingan digunakan pada ketel sebagai tambahan bahan bakar pada saat terjadi jam berhenti giling yang biasanya dikarenakan kerusakan alat, dan gula yang tercecer di sekitar timbangan curah diambil kembali secara manual untuk dilebur kembali di stasiun masakan sehingga jumlah kehilangan produk bisa lebih dikurangi.

b. Produk Samping yang Bermanfaat (Creation of Useful By Product).

Penciptaan produk samping yang berguna juga merupakan strategi yang digunakan oleh PG. Pesantren Baru sebagai usaha untuk meminimisasi limbahnya. Produk samping ini ada yang secara langsung dijual tanpa melalui proses terlebih dahulu dan ada juga yang diproses terlebih dahulu sehingga nilai ekonominya lebih


(54)

tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan tambahan bagi pihak perusahaan.

Produk samping yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru adalah ampas tebu dari stasiun gilingan yang selain digunakan sebagai bahan bakar ketel juga dijual kepada perusahaan-perusahaan kertas di sekitar daerah Jawa Timur. Ampas ini juga direncanakan akan diolah menjadi particle board yang akan ditangani oleh anak perusahaan PG. Pesantren Baru Kediri.

Abu ketel dan blotong yang dihasilkan di stasiun ketel dan pemurnian juga diproses oleh PG. Pesantren Baru sebagai biokompos yang untuk saat ini pengolahannya diserahkan kepada PT. AgroBio Teknik Sentosa. Penggunaan biokompos saat ini masih terbatas pada kalangan petani kebun milik PG. Pesantren Baru Kediri.

Tetes yang dihasilkan di stasiun sentrifugasi juga merupakan hasil samping yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dari stasiun sentrifugasi, molasses dialirkan ke tangki yang terdapat di luar pabrik. Tangki ini diletakkan di luar pabrik untuk memudahkan perusahaan pengguna dalam pengambilannya. Perusahaan yang mengambil molasses dari PG. Pesantren Baru adalah perusahaan MSG.

Produk samping lain yang juga bermanfaat bagi perusahaan adalah abu cerobong yang telah diendapkan dalam kolam pembuangan akhir. Abu ini dijual kepada masyarakat sekitar yang biasanya akan digunakan sebagai tanah urug.

2. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction) a. Perubahan Bahan Input (Input Material Change)

PG. Pesantren Baru dalam proses produksinya, menggunakan bahan baku tebu yang berasal dari tanaman tebu (Sacharum

officinarum). Produk yang dihasilkan adalah gula SHS (Super High

Sugar) atau GKP (Gula Kristal Putih).


(55)

Bahan penunjang atau bahan pembantu yang digunakan oleh PG. Pesantren Baru adalah Asam Phospat Cair, Susu Kapur (Ca(OH)2), belerang (SO2(g)), flokulan, desinfektan, dan caustic soda.

Penggunaan asam phospat cair (P2O5) di PG. Pesantren Baru yang berfungsi untuk membentuk endapan kotoran dalam nira menggantikan peran Tripple Super Phospat (TSP) dengan pertimbangan perusahaan sebagai berikut:

1. TSP berharga murah namun keefektifannya kurang bila dibandingkan dengan asam phospat karena kadar PO4- yang terkandung dalam TSP hanya ± 36% dan yang dapat bereaksi dengan nira hanya ± 30% dan menimbulkan lebih banyak endapan pospat.

2. Asam Phospat berharga mahal namun lebih efektif daripada TSP karena kadar PO4- ± 80% dan endapan pospat yang ditimbulkan lebih sedikit sehingga bahan buangan yang harus diolah juga lebih sedikit.

3. Pertimbangan ekonomis perusahaan yang menyatakan bahwa pemakaian asam Phospat lebih hemat daripada TSP.

b. Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control)

Pengendalian proses yang baik diperlukan untuk menurunkan inefisiensi proses. Diharapkan dengan adanya pengendalian proses yang baik akan dihasilkan produk yang lebih baik dengan tingkat inefisiensi proses yang rendah. Pada PG. Pesantren Baru Kediri, pengendalian proses dilakukan dengan cara yaitu

1. penggunaan panel kontrol yang berada di ruang kontrol untuk stasiun penggilingan. Ruang kontrol ini digunakan untuk mengatur kerja rol gilingan seperti menghentikan atau menjalankan gilingan dan mengatur kecepatan perputaran gilingan.

2. pengukuran pH di stasiun pemurnian yang dilakukan secara manual dengan penggunaan kertas pH. Pengontrolan ini sangat penting mengingat parameter mutu di stasiun pemurnian adalah


(1)

1. Pemakaian kapur dengan kapasitas 201,05 ton tebu per jam:

Pemakaian MgO dengan kapasitas 201,05 ton tebu per jam

MgO yang terjadi dari reaksi pembakaran:

2. Pemakaian belerang untuk sulfitasi nira mentah:

SO2 yang terjadi dari reaksi pembakaran = 64/32 x 0,093 ton/jam

= 0,186 ton/jam = 0,093 (%tebu) 3. Pemakaian asam pospat cair =

= 0,012 ton/jam

= 0,006 (%tebu)

4. Pemakaian flokulan =

= 0,00052 ton/jam = 0,00026 (%tebu) 5. Zat kering blotong % tebu = Zkbl x bl (%tebu)

= 3,50 x 3,5 = 0,8225(%tebu)

6. Pol blotong (%tebu) = % pbl x bl (%tebu)

= 0,025 x 3,5 = 0,0875

(

tebu

)

jam ton jam kg % 0799 , 0 / 160639 , 0 / 639 , 160 9 , 79 100 05 , 201 = = = ×

(

tebu

)

jam ton jam kg x % 047 , 0 / 093 , 0 / 5 , 93 5 , 46 100 05 , 201 = = = jam kg/ 34 , 12 14 , 6 100 05 , 201 = × jam kg/ 52 , 0 26 , 0 100 05 ,

201 × =

) (% 045 , 0 / 09114 , 0 / 139 , 91 332 , 45 100 05 , 201 tb jam ton jam kg = = = × ) (% 0321 , 0 / 0646 , 0 0911 , 0 24 17 tebu jam ton = = ×


(2)

7. Zat kering ampas % tebu = Zka x A (%tebu)

= 0,49 x 33,81 = 16,57

8. Pol ampas (%tebu) = % pa x A (%tebu)

= 0,0298 x 33,81 = 1,008

9. Nira encer (%tebu) =

=

10. Brix nira encer (%tebu) = % brix ne x Ne (%tebu) = 11,92 x 115,87 = 13,812

11. Pol nira encer (%tebu) = HK Ne x Bne (%tebu) = 72,43x13,812

= 10,004

Nilai brix dan pol sebelum dan setelah substitusi terlihat hanya selisih 0,1. Nilai brix hasil perhitungan ini adalah nilai yang tidak dibandingkan dengan parameter lain, sehingga tidak dapat diketahui komposisi padatan terlarut, termasuk gula di dalamnya. Menurut hasil penelitian Nursasiati (2001), pemakaian 100% CaO menghasilkan kadar sukrosa/brix(%) sebesar 88,05, sedangkan dengan pemakaian 40% MgO persentase sukrosa/brix adalah sebesar 88,70, sehingga selisih persentase sukrosa/brix dengan pemakaian 100% CaO dan 40% MgO : 60% CaO adalah sebesar 0,65%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan MgO akan menghasilkan 88,70% dari total brix yang ada dalam nira mentah tersebut adalah sukrosa.

(

)

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − + + + + + zka pa HKne bne bne tb Pbl tb Pnm pa zka tb zkbl tb Flc tb SO tb MgO tb CaO tb posp tb Bnm % 100 / % % ) (% ) (% % ) (% ) (% ) (% 2 ) (% ) (% ) (% ) (% 100 49 98 , 2 100 / 43 , 72 92 ,. 11 92 , 11 0875 , 0 1 , 10 98 , 2 49 8225 , 0 00026 , 0 093 , 0 0321 , 0 045 , 0 0799 , 0 006 , 0 526 , 14 100 x x − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − + + + + + +

(

)

87 , 115 04 , 130 64 , 164 959 , 13 100 = − − =


(3)

Lampiran 9. Perhitungan Finansial Pembuatan Pakan dari Limbah Tebu. Asumsi mengenai produksi adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan bahan baku (per hari) : 100 kg

2. Kapasitas produksi (per hari) : 283,6 ≈ 284 kg 3. Harga jual : Rp 3000 4. Jumlah hari produksi (per bulan) : 30 hari 5. Jumlah jam kerja (per hari) : 7 jam 6. Umur ekonomi usaha (tahun) : 10 7. Tingkat bunga : 20 % Tabel 1. Investasi tetap usaha pakan

No Jenis Jumlah Umur

(thn)

Nilai Investasi (Rp)

Penyusutan (Rp)

Nilai Sisa (Rp)

1 Alat pemotong 2 10 1.000.000 100.000 -

2 Oven 4 10 20.000.000 2.000.000 -

3 Chopper 2 10 6.000.000 600.000 -

4 Alat pencetakan 4 10 1.600.000 160.000 -

6 Timbangan 2 10 700.000 70.000 -

Total 29.300.000 2.930.000 -

Tabel 2. Biaya variabel usaha pakan

No Variabel Jumlah Harga (Rp)/unit Total (Rp)

1 Tetes (kg) 450 490 220.500

2 Ampas (kg) 50 150 7.500

3 Blotong (kg) 100 125 12.500

4 Pucuk tebu (kg) 75 - -

5 Daun Tua (kg) 150 - -

6 Tepung sagu (kg) 100 2.500 250.000

7 Garam (kg) 50 1.500 75.000

8 Urea (Kg) 25 1.400 35.000

9 Air (liter) 0.4 125 50.000

10. Listrik (Kwh) 181,25 450 81.562,5

11. Tenaga Kerja 5 15.000 75.000


(4)

Umur ekonomis usaha diperkirakan 10 tahun (10 kali siklus produksi) dalam 1 tahun berproduksi selama 6 bulan dengan setiap bulannya selama 30 hari, sedangkan tingkat bunga yang berlaku diasumsikan 20 % dan biaya produksinya adalah sebagai berikut:

a. Biaya produksi per bulan : 30 x Rp.807.062,5 = Rp 24.211.875,- b. Biaya produksi per tahun : 6 x Rp.24.211.875 = Rp 145.271.250,- c. Kapasitas produksi (kg) : 284 kg/hr = 51.120 kg/thn

Perhitungan dilakukan per tahun dengan menggunakan indikator-indikator kelayakan finansial yang sederhana yaitu :

a. Harga pokok penjualan (HPP)

Harga pokok penjualan adalah suatu metode untuk menentukan harga pakan per Kg, dimana hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :

Total cost = Penyusutan + Biaya Produksi = Rp 2.930.000 + Rp 145.271.250

= Rp 148.201.250,-

HPP = Total cost (TC) per tahun Total produksi per tahun = Rp 148.201.250

51.120 kg

Dari hasil perhitungan maka harga pokok penjualan pakan ternak per liter adalah Rp 2899,09 /kg

b. Titik Impas (BEP)

BEP (break event point) terjadi jika total cost (TC) sama dengan total revenue (TR), maka hasil perhitungannya adalah :

BEP

= 51.119,92 kg/thn

2899,09 0 148.201.25

Rp Rp =


(5)

Keuntungan tahun ke – 1 = penjualan per tahun – biaya produksi per tahun = (Rp. 3.500 x 51.119,92) – Rp 145.271.250 = Rp 33.648.470,-

c. Pay back period (PBP)

= 0,9

Pay back period yang didapatkan adalah 0,9 maka dalam jangka waktu 10,8 bulan usaha ini telah kembali modal.

d. Net present value (NPV)

Net present value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang, menghitung nilai NPV harus diketahui aliran net cash flow. Pada tabel disajikan aliran cash flow dari usaha pakan.

Tabel 11. Aliran cash flow usaha pakan Thn Net Cash Flow

(Rp)

D.F = 20 % PV Cash Flow (Rp)

1 33.648.470 0,83 27.928.230,1

2 33.648.470 0,69 23.217.444,3

3 33.648.470 0,58 19.516.112,6

4 33.648.470 0,48 16.151.256,6

5 33.648.470 0,40 13.459.388

6 33.648.470 0,33 11.103.995,1

7 33.648.470 0,28 9.421.571,6

8 33.648.470 0,23 7.739.148,1

9 33.648.470 0,19 6.393.209,3

10 33.648.470 0,16 5.383.755,2

Total 140.314.110,9 NPV = Nilai investasi sekarang – investasi awal

= Rp 140.314.110,9 - Rp 29.300.000 = Rp 111.014.110,9

Net Present Value yang didapatkan adalah Rp 111.014.110,9. Oleh karena 33.648.470

29.300.000 Rp

Rp =


(6)

e. Profitability index (PI)

PI = Nilai sekarang bersih = Rp 111.014.110,9 Investasi awal Rp 29.300.000

= 3,78

PI yang didapatkan adalah 3,78. Oleh karena nilai PI lebih besar 1 maka usaha pakan ternak layak untuk dilakukan. Hasil analisa kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha pakan ternak secara finansial layak untuk dilakukan.