Latar Belakang T PD 1202217 Chapter 1

EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dianggap sebagai aspek yang memiliki peranan penting dalam membentuk generasi bangsa agar tidak kehilangan pegangan tradisi dan budaya yang sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia. Oleh karena itu instrumen yang paling strategis dalam mengembangkan kehidupan manusia ke arah yang lebih baik adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan yang dijadikan sebagai wacana pembangunan bangsa. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menjelaskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan tujuan tersebut merupakan rujukan utama untuk penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang selain memuat kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada pembentukan dan pengembangan pribadi, sikap dan watak peserta didik. Implikasi dari Undang-Undang tersebut bahwa, pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar SD harus diselenggarakan secara terprogram dan sistematis mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional tahun 2005 - 2025 menyatakan, bahwa upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting. Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya, pentingnya toleransi, EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antar budaya. Namun, di sisi lain upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, seperti penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Hal tersebut disebabkan antara lain, karena belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan pemberitaan media baik cetak maupun elektronik yang tidak mendidik, ditengarai berpengaruh negatif terhadap perkembangan karakter dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Atas dasar hal tersebut pendidikan karakter seharusnya dapat dijadikan sebagai upaya untuk melakukan internalisasi sikap dan perilaku terpuji sesuai dengan norma-norma yang dapat dijadikan sebagai pendidikan budi pekerti plus yang melibatkan pengetahuan, perasaan dan tindakan. Lickona 2004 berpendapat bahwa karakter mulia good character meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen niat terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Hal ini didukung oleh pendapat Koesoema 2007 yang menyatakan bahwa karakter identik dengan dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan- bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir. Hasil penelitian Sandjaja 2006 di beberapa Sekolah Dasar SD di kabupaten Semarang menunjukkan bahwa anak-anak mengaku melakukan: 1 perkataan bohong 44; 2 berkata kasar dan kotor 72; 3 merusak barang milik teman atau sekolah 22; 4 mencuri barang milik teman 17; 5 membolos sekolah 11; 6 mengganggu anakorang lain 39; 7 saling mengejek 78; 8 berbuat gaduh di kelas 56; 9 berkelahi 72; 10 tidak membuat PR 44 11 menyontek pekerjaan anak lain 33; 12 berebut barang atau permainan 28. Selanjutnya hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2010 yang EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu diakses dari berita on line detik.com dan viva.co.id menyebutkan sebanyak 67 dari 2.818 siswa kelas 4,5, dan 6 di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses informasi pornografi. Proporsi dari jumlah tersebut adalah 24 mengaku melihat pornografi melalui media komik, 22 melalui internet, 17 melalui games, 12 melalui film, dan 6 melalui telepon genggam. April 2013, sebanyak 5 siswa SD di Gowa, Sulawesi Selatan tega memperkosa temannya sendiri karena terinspirasi film porno. Pada bulan Mei 2013 seorang siswa perempuan dari salah satu SD di Medan yang masih duduk di kelas 1 menjadi korban pemerkosaan 3 temannya yang juga masih duduk di bangku SD detik.com, 2013. Selain pengaruh dari internet dan televisi, berbagai bentuk ketidaksesuaian juga muncul akibat pergaulan yang tidak sehat yang didukung oleh lemahnya pengawasan orang tua. Rasa ingin tahu yang sangat tinggi mendorong anak untuk berkeinginan mencoba hal-hal baru. Semisal tentang kebiasaan merokok, hasil riset Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI yang diakses dari media on line kompas.com tahun 2010 dan 2011 terhadap usia minimum perokok terjadi pergeseran umum perokok pemula dari usia 7 tahun ke usia 4 tahun. Bahkan data yang berhasil dihimpun KPAI selama tahun 2008 hingga 2012 jumlah perokok anak di bawah 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok anak antara usia 10 hingga 14 tahun mencapai 1,2 juta orang. Sebuah hasil survey di Nebraska, yang dimuat dalam jurnal oleh Suan, et al dalam Darmansyah, 2014 menunjukkan bahwa pendidikan karakter telah memberikan perbedaan dalam kehidupan siswa. Dari hasil survey didapatkan bahwa 85 anak-anak yang diajarkan karakter dilaporkan memiliki perilaku positif, 73 siswa meningkat kepercayaan, rasa hormat, tanggung jawab, keadilan, peduli dan kewarganegaraan, sebesar 75 siswa mampu mengubah perilaku mereka sebagai hasil dari pengajaran karakter, 61 terjadi peningkatan frekuensi sifat saling membantu, terjadi penurunan frekuensi menyalahkan orang lain sebesar 55 dan peningkatan frekuensi kejujuran sebesar 50. Sedangkan Zins, et al dalam Darmansyah, 2014 mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dikatakan bahwa ada sederet faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Kondisi ini menyebabkan hasil pendidikan di sekolah hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang memiliki kesadaran diri termasuk sikap spiritual dan sikap sosial, serta kurang mampu berkomunikasi secara luwes dengan lingkungan pembelajaran dan kehidupan sosial masyarakat. Hal ini tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia selama ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Meski anggapan tersebut tidak selalu benar, tetapi pada sisi yang lain tampaknya perlu diakui bahwa karakter kita sampai saat ini masih hanya sekedar mengantarkan peserta didik untuk memahami suatu konsep sementara dalam tataran aplikasi belum sepenuhnya ditekankan. Sebagaimana disinyalir Tilaar 2012, bahwa pelaksanaan pendidikan karakter bangsa di sekolah-sekolah kurang memberi ruang bagi tumbuhnya nilai-nilai karakter siswa sebagai upaya penguatan jati diri dalam mempersiapkan generasi bangsa menuju sukses Indonesia Emas Tahun 2025. Hal ini sangat beralasan menurut Naseh 2010 karena pada kenyataan saat ini anak-anak teriklimkan oleh kebebasan menentukan dan merebut pilihan, merefleksikan egoismenya tanpa dukungan, krisis keteladanan yang bijak, terabaikan dari arahan yang bermoral dan berbobot spiritual. Waktu-waktu mereka didominasi oleh kekuatan-kekuatan materialistik, konsumtif, hedonisme, dan egoisme yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, yang mana apabila kondisi ini dibiarkan terus menerus maka bukan tidak mungkin moralitas bangsa ini akan rusak, ketentraman dan kehormatan akan hilang. Seharusnya masa usia anak-anak inilah yang dimanfaatkan untuk pembentukan kejiwaan atau kepribadian yang beragama dan bermoral. Sehingga pendidikan moral tidak terlepas dari pendidikan agama mencakup pengembangan sikap spiritual dan sikap sosial yang keduanya harus dilaksanakan dalam praktek kehidupan. EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pendidikan merupakan usaha suatu masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi keberlangsungan hidup di masa depan Ghozi, 2010. Mengapa nilai-nilai karakter bangsa esensial dikembangkan pada siswa? Beberapa alasannya adalah 1 nilai karakter sebagai perekat kultural yang memuat nilai-nilai: kerja keras, kejujuran, disiplin, etika, estetika, komitmen, rasa kebangsaan, menghargai dan menghormati pendapat orang lain, dll, 2 nilai karakter merupakan proses berkelanjutan, 3 nilai karakter sebagai landasan legal formal untuk tujuan pendidikan dalam ketiga ranah, 3 proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan karakter dan Ipteks, 4 melibatkan beragam aspek pengembangan peserta didik termasuk aspek spiritual dan sosial, dan 5 sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik Ghozi, 2010. Selain itu, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang dijabarkan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 juga menjelaskan bahwa kompetensi dasar setiap mata pelajaran perlu diintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa yang mengarah pada pencapaian pembentukan akhlak mulia peserta didik secara terpadu dan seimbang sesuai dengan SKL. Memperhatikan beberapa alasan di atas maka dikembangkannya nilai-nilai karakter pada diri siswa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabatkomunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab Ghozi, 2010. Upaya mewujudkan nilai-nilai karakter tesebut dapat dilaksanakan melalui pembelajaran di setiap bidang studi di sekolah dengan proses kehidupan bangsa baik di lingkungan keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Tentunya proses belajar dan pembelajaran yang demikian menuntut adanya pendidik atau guru yang dapat memfasilitasi dan mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun. Upaya ini sangat penting dalam rangka antisipasi pelaksanaan Kurikulum 2013. Dalam Kurikulum 2013 tersebut telah disebutkan bahwa kompetensi dirumuskan dalam tiga domain, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam proses perolehan pengetahuan dan keterampilan sikap diintegrasikan EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sehingga memiliki kontribusi terhadap pembentukan dan pengembangan sikap keagamaan dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Jadi dalam belajar bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam IPA, tidak hanya domain kognitif siswa yang dapat dikembangkan tetapi juga domain afektif seperti pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Sikap spiritual dan sikap sosial adalah salah satu aspek penting yang perlu dihadirkan dalam proses pembelajaran IPA, karena sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Sauri 2010 mengemukakan empat cara pelaksanaan pembelajaran bidang studi berbasis nilai-nilai karakter, yaitu melalui: 1 memberi pemahaman yang benar tentang pendidikan karakter, 2 pembiasaan, 3 contoh atau teladan, dan 4 pembelajaran bidang studi secara integral. Memperhatikan nilai-nilai karakter serta cara mengembangkannya, timbul pertanyaan: bagaimana menghadirkanmemunculkan sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran IPA sehingga kompetensi nilai-nilai budaya dan karakter berkembang secara bersamaan?. Menurut Fathurrohman et al, 2013 “kemampuan siswa pada suatu jenjang pendidikan mencakup tiga domain, yaitu kemampuan berpikir kognitif, keterampilan melakukan pekerjaan psikomotor, dan perilaku afektif ”. Setiap siswa memiliki potensi pada ketiga domain tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki potensi yang berbeda dan dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Domain afektif lebih difokuskan pada pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial memang sangat penting bagi semua orang, namun kedua aspek tersebut tidak mudah dilakukan. Selain itu memerlukan kemampuan yang khusus dan tidak semua orang dapat meraihnya. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran IPA tidak hanya menekankan pada pencapaian kompetensi saja, akan tetapi lebih dari itu dapat menumbuhkan pembentukan pribadikarakter peserta didik. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perlu dianalisis bagaimana menghadirkan atau kemunculan domain sikap spiritual dan sikap sosial dalam kegiatan pembelajaran IPA. Karena itu, penulis tetapkan judul penelitian EVI GUSVIANI, 2015 ANALISIS KEMUNCULAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD YANG MENGGUNAKAN KTSP DAN KURIKULUM 2013 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu “ Analisis Kemunculan Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dalam Pembelajaran IPA di kelas IV Sekolah Dasar yang Menggunakan KTSP dan Kurikulum 2013 ”.

B. Rumusan Masalah