BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri perasuransian baik secara nasional maupun global telah mengalami peningkatan secara pesat. Perkembangan tersebut
ditandai dengan meningkatnya volume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa perasuransian oleh masyarakat. Layanan jasa
perasuransian pun semakin bervariasi sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
1
Kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan asuransi bersumber dari keinginan untuk mengatasi ketidakpastian
uncertainty
. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan
ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin menguntungkan dan mungkin pula merugikan.
2
Keadaan yang tidak pasti, yang menimbulkan rasa tidak aman terhadap setiap
kemungkinan menderita itu disebut risiko. Dengan kata lain, risiko adalah suatu ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa yang menciptakan kerugian.
3
Secara operasional, risiko diartikan sebagai
uncertainty of financial loss
atau kerugian yang tidak pasti. Karena risiko itu selalu ada, maka
1
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, akses dari www.hukumonline.com
, Tanggal 30 Agustus 2015, Pukul 16.00 WIB.
2
A. Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1.
3
Sri Rejeki Hartono, 2008, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 14.
harus ada upaya untuk menanggulangi agar kerugian yang timbul itu tidak terlalu besar sehingga tidak mempengaruhi kehidupan kita. Pada dasarnya,
ada beberapa cara atau metode untuk menangani risiko tersebut, antara lain
4
: 1.
Menghindari risiko
risk avoidance
; 2.
Mengurangi risiko
risk reduction
; 3.
Menahan risiko
risk retention
; 4.
Membagi risiko
risk sharing
; dan, 5.
Mengalihkan risiko
risk transfer
. Risiko pada hakikatnya dapat menimpa setiap orang, baik secara
pribadi atau kelompok, termasuk badan hukum. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menanggulangi, mengurangi, mengelakkan atau
memperkecil risiko tersebut dengan jalan mengalihkannya pada pihak lain berdasarkan perjanjian. Perjanjian tersebut adalah perjanjian asuransi atau
perjanjian pertanggungan.
5
Asuransi atau pertanggungan berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang selanjutnya disebut KUHD
adalah perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi
karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang
4
Agus Prawoto, Hukum Asuransi Dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, BPFE, Yogyakarta, hlm. 16.
5
Sri Rejeki Hartono, Op. Cit., hlm. 15.
tidak pasti.
6
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa di dalam suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan terkandung beberapa faktor atau
unsur sebagai berikut
7
: 1.
Bahwa pihak yang satu tertanggung mengikatkan diri untuk membayar premi atas persesuaian kehendaknya sendiri;
2. Bahwa pihak yang lain penanggung mengikatkan diri untuk
mengganti kerugian kepada pihak lain atas dasar persesuaian kehendaknya sendiri;
3. Bahwa penggantian kerugian dari penanggung digantungkan kepada
terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu,
onzeker voorval
. Pengertian asuransi berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian selanjutnya disebut Undang-Undang Perasuransian adalah perjanjian
antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai
imbalan untuk
8
: a.
Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
6
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, 2013, Rhedbook Publisher, Surabaya, hlm. 70.
7
Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1976, Pertanggungan Wajib Sosial, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 3.
8
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, akses melalui www.hukumonline.com
, tanggal 30 agustus 2015.
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan danatau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana”. Rumusan dalam Undang-Undang Perasuransian ini lebih luas
daripada yang diatur dalam Pasal 246 KUHD, karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, melainkan juga asuransi jiwa. Hal ini dapat
diketahui dari rumusan kalimat huruf b yaitu“untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dengan demikian, objek asuransi tidak hanya
meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwaraga manusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 302 KUHD yaitu bahwa jiwa seseorang
dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidup ataupun untuk suatu waktu yang ditentukan dengan
perjanjian. Berdasarkan pada Pasal 255 KUHD, disebutkan bahwa asuransi
atau pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang diberi nama polis. Dari ketentuan tersebut perjanjian asuransi dapat
digolongkan sebagai perjanjian formal, karena bentuk perjanjian tersebut telah ditentukan secara jelas oleh Undang-Undang yaitu harus secara
tertulis dan dituangkan dalam akta yang disebut polis. Polis berisi kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang
menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan
asuransi.
9
Syarat-syarat khusus tersebut adalah mengenai esensi dari perjanjian asuransi yang telah dibuat, terutama mengenai realisasi hak dan
kewajiban tertanggung dan penanggung, seperti
10
: 1.
Penyebab timbul kerugian evenemen; 2.
Sifat kerugian yang menjadi beban penanggung; 3.
Pembayaran premi oleh tertanggung; 4.
Klausula-klausula tertentu. Khusus polis asuransi jiwa berdasarkan Pasal 304 KUHD harus memuat :
1. Hari pengadaan pertanggungan itu;
2. Nama tertanggung;
3. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
4. Nama bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir;
5. Jumlah uang yang dipertanggungkan;
6. Premi pertanggungannya.
Berkembangnya bisnis asuransi yang semakin pesat, salah satu cara yang digunakan perusahaan asuransi agar transaksi-transaksi dapat
dilakukan secara praktis, cepat dan efisien, adalah dengan menggunakan perjanjian baku. Pada perjanjian baku, klausula-klausula dalam perjanjian
telah ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih dominan. klausula-klausula tersebut umumnya cenderung lebih
mengutamakan hak-hak pihak yang merumuskan klausula yang bersangkutan.
9
Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, cetakan kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 59.
10
Ibid.
Klausula baku dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UUPK
diartikan sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam perjanjian asuransi
jiwa, klausula baku tersebut ditentukan oleh pihak penanggung yang dituangkan dalam polis asuransi jiwa. Pihak tertanggung tidak bisa
bernegosiasi mengenai klausula dalam polis tersebut, pilihannya adalah menerima atau menolak polis tersebut.
Format dan isi dalam perjanjian baku sudah dirancang secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan lebih dominan, karena itu
dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan baginya, atau meringankan, atau menghapuskan beban-
beban atau kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya yang biasa dikenal sebagai klausula eksonerasi.
11
Syarat-syarat eksonerasi ini sangat merugikan tertanggung sebagai konsumen, tetapi
tertanggung tidak dapat membantah syarat tersebut, karena perjanjian baku hanya memberikan 2 dua alternatif, yaitu diterima atau ditolak oleh
tertangggung
take it or leave it contract
.
12
11
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 41.
12
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 285.
Penggunaan klausula baku dalam perjanjian asuransi apabila dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata,
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan ini secara tersirat
mengatur mengenai asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan asas yang menduduki posisi sentral
di dalam hukum perjanjian. Satjipto Rahardjo mengutarakan bahwa asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum.
13
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat
liberalism
yang mengagungkan kebebasan individu.
14
Namun, kebebasan ini bukanlah tanpa batas, tetapi dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum. Menurut Johannes Gunawan, kebebasan berkontrak di dalam
civil law tradition
terdiri dari 5 lima macam kebebasan, yaitu
15
: a.
Kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian; b.
Kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan membuat perjanjian;
c. Kebebasan untuk menentukan isi perjanjian;
d. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian;
13
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, cetakan keenam,Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 45.
14
Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, hlm. 95.
15
Johannes Gunawan, 2008, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H., Refika
Aditama, Bandung, hlm. 262.
e. Kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.
Dikaitkan pada macam-macam kebebasan berkontrak yang dikemukakan oleh Johannes Gunawan, dengan digunakannya klausula
baku dalam perjanjian asuransi jiwa, maka telah membuat pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak. Perjanjian pada umumnya harus
berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak, diantara pihak yang mempunyai kedudukan seimbang dan kedua belah pihak berusaha
mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian melalui suatu proses negosiasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa dengan adanya perkembangan dalam industri asuransi yang membutuhkan efisiensi, baik
waktu, tenaga,
maupun biaya,
perusahaan-perusahaan asuransi
menggunakan klausula baku guna mempercepat proses transaksi. Penggunaan klausula baku tersebut dalam polis asuransi membuat
eksistensi asas kebebasan berkontrak sebagai salah satu asas sentral dalam hukum perjanjian mulai terkikis. Padahal asas kebebasan berkontrak
merupakan salah satu asas yang melandasi munculnya jenis perjanjian baru yang mungkin dibutuhkan, sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Selain memberikan pembatasan terhadap kebebasan berkontrak, klausula-klausula baku yang terdapat dalam polis asuransi juga banyak
menggunakan bahasa yang tidak mudah untuk dipahami oleh awam, sehingga meskipun telah dibaca, belum tentu dapat dipahami, hingga pada
saat klaim tertanggung akan merasa kecewa karena ternyata ada syarat-
syarat tertentu yang telah dikecualikan klausula eksonerasi oleh pihak penanggung. Penggunaan klausula baku dalam polis asuransi juga
menimbulkan ketidakadilan bagi tertanggung, karena hanya bisa menerima ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara sepihak oleh
penanggung. Selain itu, agen asuransi yang menjadi tombak ujung perusahaan asuransi untuk menjaring konsumen juga dalam menawarkan
asuransi terkadang hanya menjelaskan tentang kelebihan dari perusahaan asuransi tersebut. Mereka tidak menjelaskan mengenai syarat dan
ketentuan yang seharusnya perlu untuk diketahui oleh calon tertanggung, sehingga bisa menentukan apakah setuju untuk terikat atau tidak dengan
ketentuan-ketentuan yang telah menjadi aturan dalam perusahaan asuransi tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan tersebut, dan dalam
penelitian ini penulis merumuskan
judul ”ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN
ASURANSI UNTUK
MEWUJUDKAN KEADILAN
BAGI TERTANGGUNG SEBAGAI KONSUMEN Studi Pada Polis
Asuransi Jiwa Prudential ”.
B. Rumusan Masalah