Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional Dengan Syariah Islam (Studi Pada Pt. Prudential Life Assurance Medan)

(1)

PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL

DENGAN SYARIAH ISLAM

(Studi pada PT. Prudential Life Assurance Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

HERI GUNAWAN Nim : 110200162

Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL

DENGAN SYARIAH ISLAM

(Studi pada PT. Prudential Life Assurance Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

HERI GUNAWAN Nim : 110200162

Hukum Keperdataa

Program Kekhususan Perdata Dagang

Disetujui oleh:

Ketua Depertemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP : 196603031985081001

Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

Sinta Uli, S.H., M.Hum. Dr. Utary M Barus,S.H., M.Hum. NIP. 195506261986120001 NIP. 197501142002122002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dapat berkumpul ditempat ini.

Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah: “PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM (Studi pada PT. Prudential Life Assurance Medan)”. Dilihat pada prinsip-prinsip dan sistem-sitem yang mengatur antara Asuransi Jiwa Konvensional dengan Asuransi Jiwa Syariah, dengan perbandingan hukum yang terlihat pada Undang-Undang dan Fatwa MUI tentang Perasuransian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sehingga nantinya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Skripsi ini bukannya semata-mata merupakan jerih payah Penulis sendiri, namun tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas


(4)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universtas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universtas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universtas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. selaku KetuaDepertemen Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum. selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang dan

Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Utary M Barus, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini.

8. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Pegawai Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Ibu Syarafini Ong selaku maneger PT. Prudential Life Assurance Medan yang telah berkerja sama dalam memberikan informasi dan referensi kepustakaan seputar asuransi jiwa konvensional dan syariah hingga menyelesaikan skripsi ini.

10.Ibunda Rosita Nasution yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, motivasi serta pengorbanan yang tulus kepada penulis selama ini serta keluarga.

11.Ayahnda Sam Kadir yang juga senantiasa memberikan doa, kasih sayang, motivasi serta pengorbanan yang tulus kepada penulis selama ini serta keluarga.

12.Dina Puspita Sari, SE. Yang selama ini telah memberikan dorongan moril, semngat dan motivasi kepada penulis.


(5)

13.Teman teman terbaik : Ridho Situmorang, SH., Eko Pahala N, SH., Sarabjit Sing S, SH., Andreas Lifra S, SH., Anugrah Novantri Zebua, SH., Emil Mursyidin Nasution, SH, Yahya Afrian Zein Harahap, Ramot, Johanes, Giri Rahmad, Hendro Handoko, Harits, Yosafat, Dedhad (cepat wisuda), Amir (tidak pernah berubah), Tanto (duluan mendapa gelar sarjana), Darmayanti (jangan terlalu bnyak makan) Serta semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat kita semua. Amin.

Medan, Oktober 2015

Penulis


(6)

SURAT PERYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tanggan dibawah ini

NAMA : HERI GUNAWAN

NIM : 110200162

DEPERTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM (Studi pada PT.Prudential Life Assurance Medan)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah bukan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada peksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 27 September 2015


(7)

ABSTRAK

Heri Gunawan*

Sinta Uli** Utary M. Barus***

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian mendefenisikan segala usaha menyangkut jasa yang pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distributor produk Asuransi atau produk Asuransi Syariah. Terutama dalam produk Asuransi Syariah, sangat dibutuhkan perkembangannya didalam masyrakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Perusahaan Asuransi yang bekembang di maksyarakat melakukan pembaharuan sistem, yaitu memasukan Syariah Islam kedalam bentuk Asuransi. Hal ini dikarena Asuransi Konvensional tidak dapat melindungi masyarakat yang memiliki pengetahuan Islam yang luas.Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah: Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Persamaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Daya Tarik Pasar Antara Asurasi Konvensional dengan Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Konvensional dengan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.

Skripsi ini ditulis dengan melakukan penelitian kepustakaan dan riset lapangan. Penelitian lapangan yaitu langsung melakukan penelitian kantor PT. Prudential Life Assurance Medan. Teknik wawancara dilakukan kepada petugas PT. Prudential Life Assurance Medan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam skripsi. Riset perpustakaan yaitu mengumpulkan dan menelaah bahan-bahan literatur atatupun tulisan ilmiah, undang-undang, peraturan pemerintah, yang berkaitan dengan skripsi, baik yang diperoleh dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa industri Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan Nasional. Undang-Undang No 14 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah membedakan Asuransi menjadi Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Perbedaan asuransi kovensional dengan syariah yaitu unsur gharar, maisir, riba dan sistem Pengelolaan. Prudential memberikan perbedaan yang terlihat berupa resiko, asas, tugas perusahaan, manfaat, biaya, pengawasan, investasi dana, mata uang, pengelolaan dana dan keuntungan. Prudential memberikan perlindungan kepada tertanggung berupa uang santunan meninggal dunia dan cacat total serta dana investasi, manfaat tambahan, cuti pembayaran premi serta memberikan penarikan dana (withdraw).

*Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(8)

DAFTAR ISI

Hal ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Sistematik Penelitian ... 11

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi Konvensional ... 13

B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi Konvensional ... 15

C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional ... 20

D. Syarat Sah Perjajian Asuransi Konvensional ... 23

E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional ... 27

BAB III ASURANSI SYARIAH ISLAM A. Sejarah Asuransi Syaria ... 30

B. Landasan Teori Asuransi Syariah ... 39

C. Dasar Hukum Asuransi Syariah ... 58

D. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Syariah ... 60

E. Sistem Operasional Asuransi jiwa Syariah ... 61

BAB IVPERBANDINGAN ASURANSI KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE MEDAN A. Perbedaan dan Persamaan Asuransi JIwa Konvensional dengan Asuransi Jiwa Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance 1. Perbedaan Asuransi Jiwa Konvensional dan Syariah ... 69

2. Persamaan Asuransi Jiwa Konvensional dan Syariah ... 76

B. Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Jiwa Konvensional dengan Syariah dalam PT. Prudential Life Assurance ... 77


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83


(10)

ABSTRAK

Heri Gunawan*

Sinta Uli** Utary M. Barus***

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian mendefenisikan segala usaha menyangkut jasa yang pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distributor produk Asuransi atau produk Asuransi Syariah. Terutama dalam produk Asuransi Syariah, sangat dibutuhkan perkembangannya didalam masyrakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Perusahaan Asuransi yang bekembang di maksyarakat melakukan pembaharuan sistem, yaitu memasukan Syariah Islam kedalam bentuk Asuransi. Hal ini dikarena Asuransi Konvensional tidak dapat melindungi masyarakat yang memiliki pengetahuan Islam yang luas.Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah: Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Persamaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Daya Tarik Pasar Antara Asurasi Konvensional dengan Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Konvensional dengan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.

Skripsi ini ditulis dengan melakukan penelitian kepustakaan dan riset lapangan. Penelitian lapangan yaitu langsung melakukan penelitian kantor PT. Prudential Life Assurance Medan. Teknik wawancara dilakukan kepada petugas PT. Prudential Life Assurance Medan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam skripsi. Riset perpustakaan yaitu mengumpulkan dan menelaah bahan-bahan literatur atatupun tulisan ilmiah, undang-undang, peraturan pemerintah, yang berkaitan dengan skripsi, baik yang diperoleh dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa industri Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan Nasional. Undang-Undang No 14 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah membedakan Asuransi menjadi Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Perbedaan asuransi kovensional dengan syariah yaitu unsur gharar, maisir, riba dan sistem Pengelolaan. Prudential memberikan perbedaan yang terlihat berupa resiko, asas, tugas perusahaan, manfaat, biaya, pengawasan, investasi dana, mata uang, pengelolaan dana dan keuntungan. Prudential memberikan perlindungan kepada tertanggung berupa uang santunan meninggal dunia dan cacat total serta dana investasi, manfaat tambahan, cuti pembayaran premi serta memberikan penarikan dana (withdraw).

*Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014tentang Perasuransi memuat perjanjian antara dua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai imbalan.

Usaha perasuransian adalah segala usaha yang menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk Asuransi Syariah.

Usaha perasuransian umum adalah usaha pertanggungan resiko yang memberikan penggantian kepada kepada tertanggung atau pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur didalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Usaha perasuransian ini sebagai salah satu lembaga keuangan, menjadi penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semangkin meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Pembangunan tidak luput dari berbagai risiko yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Sehubungan dengan itu dibutuhkan hadirnya usaha perasuransian yang tangguh, yang dapat menampung kerugian yang timbul oleh adanya berbagai risiko.


(12)

Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian juga merupakan salah satu sarana finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar, yaitu risiko alamiah datangnya kematian maupun dalam menghadapi berbagai risiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya, di lain pihak dunia usaha seringkali tidak dapat menghindarkan diri dari suatu sistem yang memaksanya untuk menggunakan jasa usaha perasuransian.

Menghindari risiko merupakan sebab lahirnya lembaga asuransi dimana asuransi merupakan tuntutan masa depan karena mengandung manfaat sebagai berikut:

1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari risiko kerugian yang mungkin timbul.

2. Menciptakan efisiensi perusahaan (business efficiency).

3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi.

4. Sebagai sumber pendapatan (earning power) yang didasarkan pada financing the bussiness.1

Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelengarakan jasa penanggulangan resiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditentukan dan /atau berdasarkan pada hasil pengelolan dana.

Namun kebutuhan-kebutuhan yang diberikan asuransi kepada masyarakat tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat Indonesia. Hal ini penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga lembaga asuransi konvensional yang tumbuh dimana-mana saat ini sangat meragukan. Banyak dari mereka bersikap mendua, disatu pihak tuntutan kebutuhan akan masa depan, asuransi merupakan kebutuhan

1


(13)

setiap orang sehingga keikutsertaannya di dalam asuransi sangat penting, sementara di lain pihak keterlibatan orang Islam di dalam asuransi belum bisa secara optimal karena masih ragu tentang kedudukan hukum di dalam Islam.

Lahirnya perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia tidak dapat merangkul seluruh masyarakat Indonesia. Perusahaan Asuransi di Indonesia melakukan perkembangan sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia, yaitu dengan memasukkan aspek fiqih khususnya dalam bidang muamalah.

Pembahasan tentang asuransi dengan hakikat qadha dan qadar atau taqdir, misalnya masih banyak kalangan cendikiawan yang melihat bahwa berasuransi sama dengan melawan takdir dan mengurangi tawakal kepada Allah SWT. Ini jelas merupakan kesalahan besar yang sangat fatal akibatnya. Untuk meluruskan kesalahan ini perlu didudukkan secara jelas apa yang dimaksud dengan berasuransi dan bagaimana kaitanya dengan unsur takdir terutama yang berkaitan dengan kematian.

Pandangan Islam, kematian adalah urusan Allah SWT dan manusia tidak memiliki secuil kemampuan untuk memajukan atau menahan kedatangannya ajal. Satu-satunya yang manusia mampu mengatasipasi hanyalah dampak finansial yang muncul bila Sang pencari nafkah utama meninggal dunia. Pencari nafkah yang diasuransikan bukanlah jiwanya, karena jiwanya adalah milik Allah. Pengupayaan yang dilakukan adalah untuk meminimalkan resiko keuangan sepeninggal. Islam mengartikan Asuransi Jiwa sebagai Asuransi Keluarga atau lebih tepatnya Asuransi Finansial Keluarga. Hal ini mengingat seluruh manfaat asuransi akan diterima oleh keluarga yang meninggal.


(14)

Berkaitan dengan ikhtiar, Allah meminta manusia untuk hidup rapi penuh rencana dan strategi. Perencanaan yang baik bukan saja dalam mencari nafkah dan menggapai Ridha Ilahi tetapi juga dalam mengantisipasi musibah dan kemalangan. Diantara cara yang dilakukan manusia dalam antisipasi ini antara lain dengan cara menabung atau meminjam dari kerabat. Terkadang tabungan terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya biaya musibah, demikian juga pinjaman tidak selalu tersedia setiap saat. Disinilah manusia mengupayakan cara lain berupa bersama-sama saling membantu, saling menanggung dan saling menjamin yaitu dengan Asuransi Syariah.

Paradigma berasuransi ini bukanlah suatu upaya melawan takdir tetapi justru melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai dengan anjuran Allah. Allah juga melarang bila dengan mengambil skema asuransi kepercayaan kepada Allah menjadi berkurang dan meredup.

Paradigma diatas sebagai suatu perubahan untuk mengalihkan resiko yang terjadi kepada umat Islam untuk merencanakan kehidupanya tanpa mengurangi kecintaanya kepada Allah. Ulama Islam mencoba memasukan aspek fiqih kedalam Asuransi Syariah untuk membantu perkembangan Asuransi Syariah yang sangat dibutuhkan umat Islam yang ingin merencanakan kehidupanya.

Konsep Muamalah, termaksud prinsip ta’awud, tadhamun, dan takaful, telah demikian lengkap dan telah dipraktikan sejak generasi sahabat hingga beratus tahun kemudian.2

Perkembangan Asuransi Syariah telah berkembang bukan saja di dunia Islam, bahkan juga dibeberapa belahan dunia lainnya termaksuk Amerika, Eropa,

2

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), (Jakarta: Gema Insani Press. 2004), Hal. Xxi.


(15)

dan Australia. Produk-produk juga bermacam-macam mencakup Asuransi Kesehatan, pendidikan, kecelakaan, dan bahkan sampai ke jiwa. Lebih dari itu Asuransi Syariah juga mampu melayani dari semua bentuk keadaan perekomomian yang ada di masyarakat, baik yang rendah sampai yang paling tinggi.

Sistem dan produk serta layanan Asuransi Syariah adalah salah satu bagian dari rahmat Islam untuk dunia. Mengadapi realitas kehidupan sehari-hari setiap Insan tidak lepas dari resiko dan musibah. Sementara Allah menyuruh kita untuk senantiasa berikhtiar mengantisipasinya. Namun dalam melakukan ikhtiar ada yang sesuai dengan syariah ada juga yang tidak sesuai dengan syariah. Sistem ta’amin, dan ta,awun serta menghindari riba dalam pengeloaan dananya sesuai dengan Syariah Islam.

Majelis Ulama Indonesia melalui salah satu perangkatnya yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN), sejak berdirinya pada tahun 1999 adalah tiada berhentinya kerja keras untuk mengarahkan dan mendakwakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi Islam di tanah air tercinta ini. DSN telah mengeluarkan puluhan Fatwa sebagai pedoman pelaksana para pelaku ekonomi Islam, kemudian dengan rekomendasi maupun tanggapan yang responsif atas berbagai masalah ekonomi bangsa dan pendirian dan lembaga-lembaga keuangan dan bisnis syariah. Industri asuransi adalah salah satunya.

Sebagai sebuah Bangsa Muslim terbesar dengan jumlah penduduknya kurang lebih 90% beragama Islam, tuntutan atau kiat Islam dalam operasional Asuransi Syariah menjadi sangat relevan, tidak hanya untuk didakwakan atau


(16)

dipublikasikan, melainkan sebagai arahan bagi para praktisi dalam melayani berbagai lapisan dan golongan masyarakat dari perspektif Islam.

Terkait dengan kondisi diatas, maka MUI mengeluarkan Fatwa tentang Asuransi Syariah, diantaranya yaitu:

1. Fatwa No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

2. Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah

Musytarakah pada Asuransi Syariah.

3. Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah.

4. Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru dan Asuransi Syariah.

Pemerintah juga mendorong perkembangan Asuransi Syariah, pemerintah telah mengeluarkan KMK No. 426/KMK.06/2003 yang didalamnya antara lain mngatur ketentuan-ketentuan tentang Asuransi Syariah, baik yang menyangkut persyaratan untuk mendirikan konvensi syariah, membuka cabang syariah, ketentuan tentang ahli asuransi syariah, pengaturan tentang investasi yang dibenarkan secara syariah, dan sebagainya.

Prudential merupakan perusahaan jasa keuangan termuka asal Inggris yang berdiri sejak tahun 1848. Prudential merupakan grup jasa keuangan Internasional termuka. Prudential menyediakan jasa asuransi dan layanan keuangan lainnya melalui anak usaha dan inflasi di seluruh dunia.

Grup Prudential memiliki posisi yang sangat kuat pada tiga pasar terbesar dan paling menguntungkan di dunia, yaitu Inggris Raya dan Eropa, Amerika


(17)

Serikat, dan Asia. Pada ketiga pasar ini, kekayaan global yang terus mengikat dan demografi yang dinamis memunculkan permintaan pasar untuk produk proteksi jangka panjang dengan investasi.3

PT. Prudential Life Assurance di Indonesia didirikan pada tahun 1995. Prudential Indonesia sebagai perusahaan di bidang jasa keuangan telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan maupun melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.4

3

Prudential, Prufast Start, Hal.4.

4

Ibid, Hal.5.

Awal pembentukan, asuransi Prudential Life Assurance hanya mengenal satu sistem asuransi, yaitu Asuransi Konvensional. Sistem ini tidak mampu mengikat seluruh mayarakat Indonesia yang mayoritas adalah pemeluk agama Islam.

Prudential Life Assurance meluncurkan Asuransi Syariah atau yang disebut PRUlink Syariah pada tahun 2007 untuk meranggkul masyarakat Indonesia. Sehingga pada tahun 2007 PT. Prudential Life Assurance terdapat 2 sistem asuransi, yaitu Asuransi Konvensional dan Syariah.

Prudential link Syariah adalah sebuah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi berbasis Syariah. Prudential link Syariah dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan merancang keuangan masa depan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.


(18)

Penjelasan di atas, menarik untuk ditelitih dan memberi dorongan menulis skripsi dengan judul: Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional dengan Syariah Islam (Study pada PT.Prudential Life Assurance Medan).

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana Perbedaan dan Persamaan Asuransi Jiwa Konvensional dan

Asuransi Jiwa Syariah di PT. Prudential Life Assurance?

b. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Jiwa Konvensional

Dan Syariah di PT. Prudential Life Assurance?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Perbedaan dan Persamaan Asuransi Jiwa

Konvensional dan Asuransi Jiwa Syariah di PT. Prudential Life Assurance.

2. Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi

Jiwa Konvensional dan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi kajian bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan


(19)

hukum perdata dan dagang, khusunya dalam bidang hukum asuransi jiwa konvensional dan asuransi jiwa syariah.

Secara praktis diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan perundang-undangan yang masih diperlukan atau yang akan diterbitkan terkait dengan asuransi jiwa konvensional dan syariah. Selain itu juga penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelaku bisnis perasuransian dan bagi masyarakat pada umumnya.

D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini mengunakan pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan Yuridis Normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menginterprestasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma-norma hukum yang berkaitan dengan perjanjian asuransi.

Pendekatan Yuridis Normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Spesifikasi sifat dari skripsi ini adalah Deskriptif. Deskriptif yaitu suatu karya skripsi yang bertujuan untuk mengambarkan keadaan atau gejalah dari objek yang akan diteliti dengan mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum.


(20)

2. Sumber Data

a. Data sekunder diperoleh melalui perpustakaan ataupun studi dokumen

yang merupakan:

1. Bahan hukum primer, misalnya UUD, TAP MPR, UU No 40 tahun

2014 tentang Perasuransian di Indenesia.

2. Bahan hukum sekunder, misalnya karya ilmiah, RUU, dan hasil

penelitian.

3. Bahan hukum tertier, misalnya bilbilografi, kamus dan lain-lain. 3. Analisis Data

Analisis data dilakuakan secara kumulatif dengan mencatat semua data yang diperoleh dari data primer dan sekunder.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran penulisan judul skripsi yang ada di perpustakaan Fakultas Hukum USU, belum ada tulisan yang mengangkat judul tentang “Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional Dengan Asuransi Syariah Islam (Studi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan)”.

Diperpustakaan Fakultas Hukum USU terdapat skripsi membahas tentang asuransi tetapi berbeda substansinya, yaitu:

Nama : YANI MIRSAL P.RG

Nim : 990200196

Judul : Perbandingan Asuransi Takaful Dengan Asuransi

Konvensional Dalam Praktek.

Permasalahan :


(21)

2. Bagaimana perbedaan antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional

3. Manakah yang lebih menguntungkan bagi perusahaan (penanggung) antara

asuransi takaful dengan asuransi konvensional.

4. Manakah yang lebih menguntungkan bagi tertanggung antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional.

Walaupun terdapat pembahasan yang hampir sama dalam poin 1 dan 2, tetapi materi yang disajikan sangat berbeda dengan pembahasan diatas. Oleh karena itu penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih original sehingga keasliannya dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akademis.

F. Sistematik Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematik penulisan menetapkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinsi sebagai berikut:

Bab I pendahuluan

Didalam bab ini penulis menggambarkan hal-hal yang bersifat umum,

yang diikuti dengan latar belakang berupa alasan pemilhan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinajaun kepustakaan, metode penulisan, keaslian penulisan, serta sistematika penulisan.


(22)

Pada bab ini penulis memaparkan hal-hal umum yang ada pada asuransi konvensional, meliputi sejarah, pengertian, dasar hukum, syarat sahnya suatu perjanjian, dan sistem operasional pada asuransi konvensional.

Bab III Asuransi Jiwa Syariah Islam

Pada bab ini penulis memaparkan hal-hal umum yang ada pada asuransi syariah islam, meliputi sejarah, landasan teori, dasar hukum, syarat sahnya suatu perjanjian, dan sistem operasional pada asuransi syariah islam.

Bab IV Perbandingan Asuransi Konvensional Dengan Syariah Islam Pada PT. Prudential Life Assurance Medan

Pada bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian. Disini akan dibahas anatara lain mengenai perbedaan asuransi konvensional dengan syariah islam, persamaan asuransi konvensional dengan Asuransi syariah islam, daya tarik pasar antara asurasi konvensional dengan syariah islam, perlindungan bagi tertanggung asuransi konvensional dengan syariah dalam PT. Prudential Life Assurance. Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini disimpulka apa yang telah penulis uraikan pada bab terdahulu, disamping itu diberi saran sebagai masukan untuk menciotakan yang lebih baik.


(23)

BAB II

ASURANSI KONVENSIONAL

A. Sejarah Asuransi

1. Sebelum Masehi

Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk guna membiayai pemerintahan pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes Mengumumkan kepada para pemilik budak supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalanya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu di tangkap, atau jika tidak ditangkap akan dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.

Apabila ditelaah dan diteliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak adalah semacam premi yang di terima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini dengan asuransi kerugian.5

2. Abad Pertengahan

Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan diatas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi

sejenis membentuk satu perkumpulan yang disebut gilde. Pekumpulan ini

5

Muhammad Abdulkhadir, Hukum Asuransi Indonesia,(Bandar Lampung: PT Citra Abdity Bakti. 2006) Hal.1.


(24)

mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan berjanji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan pertengahan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah perkembangan asuransi kerugia laut.

3. Sesudah Abad Pertengahan

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti Inggris pada abad ke-17 dan prancis abad ke-18 serta sampai ke Belanda. Perkembangan pesat asuransi ini sampai ke negara-negara seberang laut terutama daerah-derah jajahan mereka.

4. Abad Ilmu dan Teknologi

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang perasuransian, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan


(25)

sarana tranformasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial.

B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi 1. Pengertian Asuransi

Asuransi (insurance) sering juga diistilakan dengan pertanggungan. Adapun pengertian dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (tentang usaha peransuransian):

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dalam hubungan dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi jiwa yang terlihat pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 2 Tahun 1992 yaitu:

“Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuaransikan”.

Didalam pasal 246 KUHD. Pertanggungan atau Asuransi adalah “suatu perjajanjian (timbal balik) dengan mana seseorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang penanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan pengantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau


(26)

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu.6

a. Arti kata dari persetujuan untung-untungan

Pengertian yang disebut di atas, maka pertanggungan suatu perjanjian (timbal balik), yang artinya suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai. Dalam hal pertanggungan, si tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlah ditentukan oleh penanggung, sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Menurut paal 1774 BurgelijkWetboek ditentukan bahwa:

b. Tiga contoh dari persetujuan tersebut, yaitu: 1. Asuransi

2. Bungan untuk selama hidup seseorang, juga di sebut juga bunga cagak hidup.

3. Perjudian dan pertaruhan.7

Penyebutan pasal di atas adalah tepat, tetapi mengenai penyebutan arti kata adalah kurang tepat, dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan persetujuan berupa untung atau rugi tergantung pada peristiwa yang belum tentu akan terjadi.

Sebetulnya yang tergantung secara langsung ini adalah pelaksanaan kewajiban dari pihak penjamin. Sehingga pelaksanaan ini mengakibatkan rugi bagi pihak penjamin, sedangkan bila kewajiban pihak penjamin tidak perlu dilaksankan, maka untung bagi penjamin.

Pertanggungan/Asuransi adalah perjanjian peralihan resiko, dengan mana penanggung mengambil ahli resiko tertanggung dan sebagai kontrak prestasi, tertanggung berkewajiban membayar uang premi kepada penanggung. Resiko itu terwujud beban kerugian atas benda pertanggungan terhadap bahaya yang

6

H.M.N Purwosutjipto, Pengertiam Pokok Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Djambatan. 2001) Hal.1. 7


(27)

mungkin timbul. Dipandang dari sudut ini, maka penganggung mengambil ahli resiko tertanggung, yang berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian kepada tertanggung bila terjadi evenemen (peristiwa yang tak tentu yang menjadi kenyataan), yang menimpa benda pertanggungan dan kerugian tertanggung. Peralihan resiko itu dilakukan dengan perjanjian yang dibuat untuk itu dan berdiri sendiri yang disebut pertanggungan atau Asuransi dengan mana salah satu pihak (penanggung), berkewajiban untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung, sedangkan tertanggung berkewajiban untuk membayar uang premi.

Didalam beberapa literatur terdapat perbedaaan tentang pemakaian istilah Asuransi, baik oleh para sarjana hukum Indonesia maupun sarjana hukum Belanda. Wiryono Projodikoro, memakai istilah “Asuransi” didalam bukunya “Hukum Asuransi Indonesia”, H.M.N. Purwosutjipto memakai istilah “Pertanggungan” didalam bukunya “Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa)”, sedangkan didalam KUH Dagang yang disusun oleh R.Surbekti dan R. Tijtrosudibio memakai dua istilah yaitu: “Asuransi dan Pertanggungan”.

Para sarjana Belanda memakai istilah “Verzekering dan Assurantie” seperti juga terdapat didalam buku Wetboek Van koophandel Nederland Indonesia.

Didalam istilah Verzekering maka penanggung disebut dengan istilah

“Verzekeraar” dan tertanggung disebut dengan istlah “Verkerde”. Untuk istilah

Assurantie, penanggung disebut dengan “Assuradeur atau Assurador” dan tertanggung disebut dengan istilah “Geassureurde” atau yang diasuransikan.8

8

Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa) (Yogyakarta: UGM. 2000), Hal.6.


(28)

Pada Marine Insuranse Act of 1906, untuk istilah Asuransi dipakai

“Insurance”, istilah penanggung dipakai “The Insurance” dan tertanggung dipakai “The Assured”.9

“Pertanggungan” sebagai terjemahan dari Verzekering dari W.V.K. dan

dengan demikian untuk Verzekeraar saya pakai istilah tertanggung. Sementara ada sarjana-sarjana hukum kita yang memilih dan memakai peristilahan penjamin untuk Verzekeraar dan yang dijamin untuk Verzekerde. Akan tetapi saya sendiri keberatan memakai peristilahan demikian oleh karena bagi saya istilah “Jaminan” lebih baik pakai dalam pengertian pemberian jaminan atau Zekerheidslling yang bersifat pribadi sepertinya didalam lembaga Borgtocht. Oleh karena itu dalam seluruh uraian saya didalam buku ini, saya akan tetap memakai peristilahan pertanggungan, penanggung dan tertanggung.

Pemakaian istilah yang berbeda-beda dapat menimbulkan kesalah pahaman bagi masyarakat. Dalam pemakaian istilah selanjutnya Emmy Pangaribuan Simanjuntak berpendapat bahwa:

10

Purwosutjipto, mengartikan pertanggungan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi dimana penanggung

Pada masyarakat awam di Indonesia lebih mengenal istilah Asuransi dari pada pertanggungan. Ini di sebabkan pengunaan istilah Asuransi selalu dipakai dalam pergaulan sehari-hari yang ditulis oleh media massa pada umumnya, juga untuk nama perusahaan selalu memakai istilah Asuransi. Demikialah bagi sarjana baik di Belanda maupun di Indonesia memakai istilah Asuransi untuk

Verzekering, penanggung untuk Verzekeraar dan tertanggung untuk Verzekerde.

Defenisi dari Asuransi atau pertaggungan itu menurut pasal 246 KUH Dagang merupakan suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu permi mengikatkan dirinyaterhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan akan dapat dideritanya oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.

9

Ibid, Hal.7. 10


(29)

mengikatkan diri untuk mengantikan kerugian dan membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada saat penutupan perjanjian, kepada penutup

perjanjian atau orang lain yang di tunjuk pada waktu terjadinya Evenemen,

sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.11

2. Fungsi Asuransi Jiwa

a. Tujuan Asuransi Jiwa adalah mengadakan penjaminan bagi masyarakat,

yaitu mengambil ahli semua beban resiko dari tiap-tiap individu. Bila mana ditanggung sendiri akan terlalu berat, maka lebih baik dipindahkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Untuk mengambil ahli resiko dari masyarakat, oleh perusahaan asuransi dipunggut suatu pembayaran yang relatif rendah (pembayaran premi)

b. Perusahaan Asuransi mempunyai tugas lain bila dilihat dari sudut

pembangunan (economic developmen) yaitu sebagia suatu lembaga yang

mengumpulkan dana (fund/premium) dan dana tersebut dapat

diinvestasikan dalam lapangan pembangunan ekomoni seperti: industri-industri, perkebunan, dan lain-lain. Dengan jalan demikian, adanya asuransi bisa untuk membangun perekonomian nasional.

c. Employment (pekerjaan), perusahaan asuransi memberi bantuan kepada publik, yaitu memberi kesempatan berkerja pada

buruh-buruh/pegawai-pegawai memperoleh pemasukan (income) untuk kelangsungan hidup

mereka sehari-hari.12

Dari semua fungsi yang kita lihat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan secara umum bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat b. Meningkatkan kesejahteraa ekomonis

Dalam asuransi jiwa banyak teori kemungkinan, untuk melihat kemungkinan-kemungkinan atau kejadian-kejadian yang mungkin timbul.13

3. Manfaat Asuransi Jiwa

Adapun beberapa manfaat dari Asuransi Jiwa yaitu: a. Meminimalisirkan resiko yang tak terduga.

11

H.M.N Purwosjipto, op. cit, Hal.10. 12

A. Abbas Salim,op. cit, Hal.39. 13


(30)

Siap pun tidak akan bisa mengatasipasi ataupun menduga terjadinya suatu bencana dalam keluarga. Dengan asuransi, perlindungan bisa didapat sehingga akan teras meringankan.

b. Keluarga kita akan lebih terjamin.

Kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada keluarga kita, karena ada “dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang akan dipakai untuk membantu keluarga kita.

c. Banyak hal-hal yang dapat disiapkan.

Seperti pendidikan anak, dana pensiun dan hingga sampai kematian. d. Menentramkan pikiran akan masa depan.

Khususya bagi yang menjadi kepala keluarga, adanya asuransi jiwa dapat membuat pikiran lebih tentram sebab akan ada dana cadangan jika terjadi suatu.14

C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional

1. Pengaturan Dalam KUH Dagang

Dalam KUH Dagang ada 2 cara pengaturan Asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I bab 9 pasal 246-286 KUD Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur didalam KUHD maupun diluar KUHD. Kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 -695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:

a. Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD.

b. Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD.

c. Asuransi Jiwa pasal 308 KUHD.

d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD

e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai dan Perairan Pedalaman pasal

686-695 KUHD.15

14

Ibid, Hal.41. 15


(31)

Pengaturan Asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, Asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut Polis Asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi sebagai berikut:

a. Asas-asas asuransi. b. Perjanjian asuransi. c. Unsur-unsur asuransi.

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi. e. Jenis-jenis asuransi.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992

Jika KUHD mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi keperdataan. Maka Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dilihat segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugika. Jika hari ini dilanggar, maka pelangaran tersebut akan diancam dengan sanksi pidana dan administratif menurut Undang Perasuransian. Pelaksanaan


(32)

Undang-Undang No 40 Tahun 2014 jo Undang-Undang-Undang-Undang No 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha Perasuransian, Lembaran Negara No 120 Tahun 1992.

Disahkan Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang perasuransian mengantikan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian. Secara umum, tardapat banyak perbedaan antara Undang-Undang No 40 Tahun 2014 dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan yang belum diatur didalam Undang-Undang Perasuransian yang lama. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 memiliki 92 pasal yang terbagi didalam 18 bab. Dari segi subtansi Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap dari undang undang yang lama. Namun perbedaan yang paling signifikan yaitu terlihat dari segi pengawasan yang berpindah ahli dari menteri keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).16

16

Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otaritas Jasa Keuangan, (Jakarta: 2014), Hal.345. Sebelum lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pembinaan dan pengawasan usaha Perasuransian dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Tugas pembinaan dan pengawasan tersebut diemban oleh masyarakat yang berada dibawah kementerian keuangan, yaitu badan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK). Usaha perasuransian termaksud dalam sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK semenjak Undang-Undang No.2 Tahun 1992 berlaku dan melalui peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelengaraan usaha perasuransian. Setelah lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pengaturan dan pengawasan perasuransian diemban oleh Otoritas Jasa Keuangan.


(33)

Fungsi pengaturan dan pengawasan Otaritas Jasa Keuangan dalam hal Perasuransian meliputi perizinan usaha, tata kelola penyelenggaraan, pengantian pemilikan, penggabungan, dan peleburan, serta sampai pada pembubaran, likuidasi dan kepailitan. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap ruang lingkup kewenangan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK dibanding dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992. Dalam Undang-Undang yang lama, fungsi pembinaan dan pengawasan hanya meliputi kesehatan keuangan bagi perusahaan Asuransi Kerugian, perusahaan Asuransi Jiwa, perusahaan reasuransi dan meliputi penyelengaaan usaha. Berkaitan dengan fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK yang diatur pada pasal 60 Undang-Undang No 40 Tahun 2014, diantaranya adalah:

1. menetapkan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian. 2. memberikan dan mencabut izin usaha perasuransian.

3. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi

konsultan aktuaria, akunta publik, penilaian, sampai mewajibkan perusahaan perasuransian menyampaikan pelaporan secara berkala.17

D. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Asuransi Konvensional

Pertanggung adalah suatu perjanjian, karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian juga harus berlaku terhadap pertanggungan, seperti diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Pertanggungan adalah perjanjian khusus maka disamping

17


(34)

syarat-syarat umum dalam pasal 1320 KUH Perdata masi diberlakukan lagi syarat syarat khusus, yang diatur didalam KUH Dagang.18

1. Adanya persetujuan kehendak

Antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan harus ada persetujuan kehendak, maksudnya kedua belah pihak mesti menyetujui tentang syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian itu. Apa yang disetujui oleh penanggung juga harus disetujui oleh tertanggung. Pengertian yang sama antara kedua belah pihak antara benda yang menjadi objek perjanjian dan mengenai syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian tersebut.

2. Wewenang melakukan perbuatan hukum

Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan harus berwewenang melakukan perbuatan hukum. Artinya kedua belah pihak sudah dewasa, tidak berada dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan sakit ingatan, tidak dalam keadaan pailit. Apabila pihak-pihak itu memiliki pihak-pihak lain yang mengadakan pertanggungan perlu disebutkan untuk kepentingan siapa ia mengadakan itu. Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga berupa badan usaha. Biasanya pihak penggung berbentuk badan usaha yang pekerjaanya bergerak dalam bidang pertanggungan.

3. Adanya benda yang dipertanggungkan

Pada setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan, karena yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka ia harus

18

Muhammad Abdul Kadir, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, (Bandar Lampung: PT. Aditya Bakti, 2002), Hal.25.


(35)

mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Disebut mempunyai hubungan langsung, apabila tertanggung memiliki benda tersebut. Disebut mempunyai hubungan tidak langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda itu. Pihak tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul memiliki atau mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu. Jika ia tidak dapat membuktikan, mengakibatkan timbulnya anggapan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan pertanggungan batal. Undang-Undang tidak akan memperoleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam pertanggungan, walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus menyebutkan untuk kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Orang yang mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, dianggap tidak mempunyai kepentingan. Jika diadakan juga maka pertanggungan itu batal (pasal 599 KUH Dagang).

4. Ada causa yang diperbolehkan

Causa yang diperbolehkan adalah isi dari perjanjian tertanggung itu tidak dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Misalnya isi pertanggungan itu mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, disini tidak ada causa yang diperbolehkan. Misalnya lagi orang yang mempertanggungkan benda itu tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi saja sifatnya, dalam hal ini sifatnya sebagai perjudian. Perjudian adalah


(36)

perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak terhormat. Pertangggungan bukan perjudian atau pertaruhan.

5. Pembayaran premi

Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, maka kedua belah harus berprestasi. Pertanggungan menerima resiko atas benda yang dipertanggungkan, sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalanya. Besar atau kecilnya jumlah premi bukan soal penting. Terpenting adalah kedua belah pihak telah terdapat suatu persetujuan. Premi dibayar resiko beralih, jika premi tidak dibayar maka resiko tidak beralih.

6. Kewajiban pemberitahuan

Kewajiban pemberitahuan ada pada tertanggung. Tertanggung wajib memberitahu kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan. Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan persetujuan. Tertanggung lalai mengakibatkan pertanggungan itu batal (pasal 251 KUH Dagang).19

19

Ibid, Hal 27.

Kewajiban pemberitahuan seperti diatas, diatur dalam Pasal 251 KUH Dagang ini tidak digantungkan kepada adanya itikad baik atau tidak dari tertanggung. Bilamana tertanggung keliru memberitahukan, tanpa sengaja, juga mengakibatkan batalnya pertanggungan kecuali apabila para pihak menjanjikan lain. Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas didalam polis dengan klausula “sudah memberitahukan”.


(37)

E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional

Sistem operasional Asuransi Konvensional dilandasi atas perjanjian jual-beli. Perusahaan menerima uang premi dan mengembangkan kegiatan bisnis dengan orientasi memperoleh keuntungan. Premi merupakan unsur biaya bagi peserta dan pendapatan bagi perusahaan.

Berdasarkan perjanjian, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban peserta/tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis menjadi hak penuh perusahaan dengan segala konsekuensinya. Hak tertanggung adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim jika terjadi musibah.

Kewajiban Perusahaan Asuransi adalah membayar klaim yang diajukan tertanggung atas musibah yang dideritanya. Pembayaran uang pertanggungan berasal dari modal atau keuntungan perusahaan. Hak perusahaan diantaranya menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakan untuk kegiatan bisnis atau menginvestasikannya. Bila tidak terjadi klaim, maka hasil dari dana investasi sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta/tertanggung tidak berhak atas hasil investasi.

Mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Konvensional, semua dana peserta/tertanggung (premi) terkumpul menjadi satu dan status dana tersebut sepenuhnya adalah dana milik perusahaan asuransi. Perusahaan bebas mengelola dan menginvestasikan dana tersebut.

Dana yang terkumpul wajib untuk diinvestasikan guna menambah profit


(38)

diinvestasikan terdiri dari dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi. Nantinya dana-dana tersebut akan diinvestasikan ke berbagai instrument investasi yang disebut dengan kind of investment. Hasil dari investasi inilah nantinya akan kembali lagi pada dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi (return of investment).

Pengembalian keuntungan dari hasil investasi tidak secara langsung kepada peserta/anggota asuransi. Keuntungan dari hasil investasi, yang berupa bunga dari hasil investasi dikembalikan kepada peserta/anggota asuransi bila ada klaim dari peserta/anggota asuransi

Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di muka untuk jasa-jasa yang telah diberikan.

Investasi dana asuransi mengunakan sistem bunga. Hasil dari investasi dana asuransi akan memperoleh keuntungan dengan tambahan bunga. Perusahaan asuransi akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan peserta. Namun, jika tidak terjadi klaim, perusahaan berhak penuh atas sejumlah dana yang dibayar peserta. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk mengembalikan dana peserta dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap sebagai dana hangus.

Pendapatan atau hasil yang diterima peserta atau perusahaan didasarkan atas perjanjian dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, pendapatan dapat ditentukan di awal periode perjanjian dengan persentase bunga tertentu. Prinsip bisnis yang diterapkan pada asuransi konvensional atas dasar untung atau rugi. Perusahaan akan mendapatkan untung besar jika kegiatan bisnisnya dari


(39)

hasil berinvestasi berhasil, sementara nasabah/peserta akan mendapatkan presentase penghasilan tetap, tidak menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan mengalami kerugian, perusahaan akan mendapatkan kesulitan. Namun, peserta atau nasabah tidak akan merasakan kesusahan karena tetap akan mendapatkan penghasilan sebesar presentase yang telah ditetapkan di depan.20

20


(40)

BAB III

ASURANSI JIWA SYARIAH

A. Sejarah Asuransi Syariah

Secara historis, kajian tentang pertanggungan telah dikenal sejak zaman dahulu dan telah dipraktikan ditengah-tengah masyarakat, walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Ini dikarenakan nilai dasar penompang dari konsep pertanggungan yang terwujud dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia.

Konsep Asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada zaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa.21

Pada tahun 2000 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa

Suatu hari raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa peceklik selama 7 tahun berikutnya. Berjaga-jaga terhadap suatu bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisikan sebagian dari panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makan pada masa paceklik. Pada masa 7 tahun panceklik rakyat Mesir terhindar dari resiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri.

21


(41)

yaitu Collegia Tennirium, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak yang diperbantukan pada ketentaraan kerjaan Romawi.22

Pada zaman Alexander Agung (336-323 sebelum Masehi) ada usaha manusia yang mirip dengan asuransi, yaitu upaya dari beberapa kotapraja untuk mengisi kasnya dengan cara meminjam uang dari perorangan dengan syarat-syarat sebagia berikut: “jumlah uang yang dipinjamkan diberikan sekaligus dengan kotapraja oleh yang meminjamkan, misalnya 6.000 Drachmen. Setiap bulan kotapraja membayar sejumlah 50 Drachmen kepada yang meminjamkan uang hingga ia wafat. Ketika ia wafat, kapada ahli warisnya atau keluarganya, kotapraja akan memberikan 200 Drachmen untuk biaya pemakaman.

Setiap anggota mengumpulankan sejumlah iuran dan bila salah seorang

anggota mengalami nasib sial (unfortunate) maka biaya pemakamannya akan

dibayar oleh anggota yang bernasib baik (Fortunate) dengan mengunakan dana yang telah dikumpulkan sebelumnya.

23

Pada zaman abad pertengahan, di exeter negeri Inggris, ada kebiasaan

diantara para anggota suatu gilde (perkumpulan dari orang-orang yang sama

perkerjaannya, seperti para tukang batu, tukang kayu, pembuat roti) dijanjikan bahwa apabila rumah anggota terbakar, maka kepadanya diberi sejumlah dari dana kepunyaan gilde tersebut.24

Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep aqilah yang sering terjadi dalam sejarah pra-Islam dan diakui dalam literatur hukum Islam. Jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka ia (si

22

Afzalur Rahman, Ecomomic of islam,(Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 2006),Hal.45-46 23

Wirjono Projodikoro, Op.cit, Hal.16. 24


(42)

pembunuh) dikenakan diyat dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat ditanggungoleh anggota suku yang lain.25

Hadist Nabi Muhammad SAW : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku huzail, kematian salah satu wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayar oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki).(HR.Bukhari)26

Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling berkerja sama membayar uang diantara mereka.

Selain hadist di atas’ ada pasal khusus dalam konstitusi Madinah yang memuat semanggat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya sebagai berikut:

27

Aqilah adalah praktik yang biasa terjadi pada suku Arab Kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku lain, maka ahli waris korban akan mendapatkan bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan sanak famili pembunuh. Penutupan yang dilakukan oleh sanak famili pembunuh itu disebut sebagai Aqilah, disangkah benar untuk membayar uang darah untuk kepentingan si pembunuh.28

25

Mohammad Masum Billah, Principles and Practices of Takaful and Insurance Comporate,(Kuala Lumpur: IIUm Press.2001),Hal.4-5.

26

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, vol. 9 Kitab al-Diyat, No. 45, Hal. 34. 27

Muhammad Syakir Sula, Op.cit, Hal.30. 28


(43)

Sesuai pemaknaan kata yang diberikan oleh Dr. Muhammad Muhsin Khan,29

William Gibbon

bahwa kata aqilah bermakna asabah, yang menunjukan hubungan

kekerabatan dari pihak orang tua laki-laki pembunuh. Oleh karena itu, pemikiran dasar tentang aqilah adalah seperti itu, dimana suku Arab Kuno telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk kepentingan si pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban. Kerelaan untuk melakukan pembayaran premi pada praktik asuransi, sementara itu konpensasi pembayaran dibawah aqilah dapat disamakan dengan penggantian kerugian (indemnity) pada praktek asuransi pada saat ini, sebagai satu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris dari sebuah kematian yang tidak diharapkan oleh korban.

Perkumpulan semacam ini merupakan salah satu konsep awal timbulnya semanggat untuk melakukan kegiatan yang menyerupai prinsip-prinsip awal asuransi, yaitu orang yang beruntung yang bernasib baik membantu orang yang tidak beruntung dengan cara melakukan iuran bersama antara anggota kelompok tersebut untuk menutupi kerugian (musibah) yang menimpah salah satu anggota kelompok (organisasi).

Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi tersebut telah memasuki fase yang memberikan muatan yang besar pada aspek bisnisnya dibandingkan dengan nilai nilai sosial yang terkandung pada asuransi sejak awal. Hal ini terjadi setelah bisnis asuransi memasuki masa modern.

30

29

Muhammad Syakir Sula, Op.cit,Hal.31. 30

Afzalur Rahman, Op.cit, Hal.58.

adalah seorang berkewarganegaraan Inggris yang pertama kali memperkenalkan praktik asuransi dalam instrumen perusahaan yang lebih terartur dan tertata dengan baik. Pada masa ini mulai dipakai underwriting


(44)

dalam oprasional asuransi. Di inggris bisnis asuransi mengalami perkembangan yang sangat signifikan setelah pada tahun 1870 dikeluarkan Peraturan Perusahaan Asuransi Jiwa yang peraturan pokonya sebagai berikut:

Setiap perusahaan asuransi yang terdiri di Inggris diwajibkan untuk mendepositokan uangnya sebesar $20.000 di Depertemen Keuangan Pemerintah, akan dibayarkan kembali apabila dana jaminannya telah mencapai $40.000.

Setiap perusahaan harus menyimpan tersendiri untuk kelangsungan usahanya dan semua penerimaan dari usahanya harus didanakan secara jelas “untuk dana kelangsungan usaha”.

Kelangsungan hidup usaha harus memperdalam keuanganya dan menyumbangkan usahanya dalam bentuk yang jelas serta bergabung dengan perusahaan lain membayar sejumlah uang untuk asuransi jiwa, kebakaran, maritim, dan usaha-usaha lain jika ada.

Sebuah perusahaan diwajibkan untuk melaporkan kondisi keuangan untuk diperiksa oleh dewan yang telah ditujuk (actuary), sekali dalam lima tahun jika terdiri setelah peraturan ini ditetapkan dan minimal sekali setiap sepuluh tahun jika perusahaan tersebut berdiri sebelumnya. Laporan-laporan dari dewan pemeriksa, yang mengandung penilaian secara mendetail, ketentuan mengenai proporsi premi yang dipersiapkan untuk pembiayaan yang akan datang dan sebagainya, harus didepositokan yang berkenaan dengan informasi butir-butir tersebut kepada Depertemen Perdagangan.31

31

G. Clayton, British Insurance, (London, 1971), Hal.13.

Pada paruh kedua abad 20 dibeberapa negara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempraktikan asuransi dalam bentuk Takaful.


(45)

Sejarah asuransi di Indonesia dimulai sejak terjadinya imigrasi usaha ini dari negeri Belanda yang dibawa oleh oleh para intelektual negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai

seperti N.V Levensverkering Maatshappij de Nedherland van 1845, N.V

Levensverkering Maatshappij NILLMIJ 1859, dan Orderlinge Levensverkering Genootshap de Olveh van 1879.32

Ketiga, masa Indonesia merdeka (17 Agustus 1945 sampai saat ini). Dalam masa ini tercatat pula mulai bermunculannya beberapa perusahaan swasta nasional Dalam perjalananya, asuransi jiwa di Indonesia telah melampaui 3 masa yang dikenal sebagai masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Japan, dan masa Indonesia merdeka.

Pertama, masa pendudukan Belanda (sampai Maret 1942) maskapai-maskapai yang tercatat dalam riwayat sejarah asuransi jiwa di Indonesia pada waktu itu mencapai 36 buah, yang tersebar di kota-kota Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Beberapa diantaranya di kemudian hari bergabung ke dalam Perusahaan Asuransi yang dimiliki negara (BUMN).

Kedua, masa pendudukan jepang (sampai 17 Agustus 1945). Pada masa pendudukan Japan, selama tiga setengah tahun banyak maskapai-maskapai yang tutup dan gulung tikar, kondisi ekonomi yang demikian terpuruk, menyebabkan perusahaan asuransi terbesar seperti NILLMIJ van 1859 seklipun nyaris gulung tikar, namun kuatnya kondisi maskapai ini memungkinkan ia dapat bertahan dengan memelihara sebagian kecil pertanggungan yang masih aktif pada saat itu.

32


(46)

di samping Bumi Putra, seperti Dharma Nasional (1954) saat ini bergaung dengan PT. Asuransi Jiwasraya, “imam Adi” (1961).

Pada masa ini juga tercatat dalam sejarah, peleburan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa milik Belanda ke dalam perusahaan negara yang dikuasai pemerintah. Perkembangan dunia asuransi berkembang terus, sejalan dengan perkembangan zaman, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Sampai tulisan ini diturunkan berdasarkan catatan terakhir Dewan Asuransi Indonesia (DAI) perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia tercatat berjumlah 60 perusahaan, yang terdiri dari, badan usaha milik negara, swasta nasional, dan perusahaan patungan (Join Venture).

Sejarah asuransi jiwa di Indonesia, bukan merupakan suatu jalan mulus yang dapat dilalui dengan lancar, di dalamnya tercatat bagaimana usaha ini diterpai oleh banyak badai, dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa asuransi ini baru di nikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekomoni di masa pendudukan Japan yang menyebabkan tidak beroprasinya sebagian besar perusahaan asuransi jiwa, dan titip puncak dari kondisi ini dicatat dengan dikeluarkanya PP No. 27 tahun 1965 tentang penarikan Rupiah lama dan beredarnya Rupiah baru.

Dewan asuransi Indonesia pada tahun 1999 memberikan data tentang jumlah perusahaan asuransi terdiri dari :

a. Milik negara 4 buah.

b. Milik swasta nasional 37 buah. c. Usaha patungan asing 21 buah.


(47)

Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru pada paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya PT. Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994 dengan dirsmikan PT. Asuransi Takaful keluarga dengan SK Menkeu No.Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian PT. Asuransi Takaful Indonesia diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Depertemen Keuangan, dan Perusahaan Muslim di Indonesia.33

Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia (PT.STI) sebagai Holding Company pada tahun 24 Februari 1994. Kemudian PT. STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni perusahaan PT. Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT. Asuransi Takaful Umum (General Insurance).

PT. Asuransi Takaful Keluarga di resmikan lebih awal pada tanggal 25 agustus 1994 oleh Bapak Marie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.34

33

Sumber: Modul Basic Training 2002, T&D Depertement PT. Asuransi Takaful Keluarga, Hal.2. 34

Ibid, Hal.20.

Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk bersaing dengan PT. Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya asuransi Mubarakah, MAA Assurance, Asuaransi Great Eastem, dan lain-lain. Menurut survey dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok potensial.


(48)

1. Mereka yang menghendaki agar transaksi asuransinya benar-benar memiliki orientasi syariah. Jumlahnya tidak terlalu besar, menginggat kesadaran terhadap produk-produk asuransi bernilai syariah masih belum signifikan.

2. Mereka yang berpotensi untuk melakukan perpindahan dari suatu model

asuransi ke model asuransi lainnya. Mereka ini lebih menginginkan profit dan benefit ketimbang nilai syariah. Jumlahnya sangat dominan dan umumnya berasal dari kelas menengah.

3. Mereka yang selama ini setia pada suatu model asuransi konvensional dan sukar untuk berpindah ke model lain, karena merasa sudah conford dan percaya.

Satu satunya alasan mereka untuk melakukan perpindahan adalah apabila kualitas model asuransi tersebut sama atau lebih dari model yang selama ini mereka referensikan.

Memang perusahaan asuransi seperti yang telah diketahui membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya seperti pengetahuan teknis yang cukup memadai dari para pelakunya, perekonomian negara yang diharapkan terus berkembang, stabilitas moneter yang berkesinambungan. Saat ini kita diterpah lagi dengan melambungnya nilai dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, juga membuat usaha cukup oleng di terpah badai tersebut, banyaknya penebusan dan pembatalan merupakan salah satu ganjalan yang cukup berat yang harus dihadapi oleh usaha ini.

Mudah-mudahan usaha pemerintah yang terus menerus dan serius mengusahakan stabilitas, rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi serta keuangan


(49)

negara kita, menjadikan usaha ini terus berkembang di masa-masa yang akan datang.

B. Landasan Teori Asuransi Syariah 1. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa Arab Asuransi disebut At-tamin, penanggung disebut

Mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut Mu’ammaan Lahu atau Mustamin.35

35

Jubran ma’ud, Ar-Rai’id, Mu’jam Lughawy ‘Ashry, Hal.30.

At-Tamin memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.

Men-Ta’Min-kan sesuatu, artinya seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan “seseorang mempertanggungkan atau mengansuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya.

Tujuan dalam Islam yang menjadi dasar kebutuhan mendasar, yaitu

al-kifayah “kecukupan” dan al-amnu “keamanan”. Sebagaimana firman Allah SWT “Dialah Allah yang megamankan mereka dari ketakutan”, sehingga sebagian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan. Mereka menyebutkan bahwa al-amnu al-qidza’i “aman konsumsi”. Prinsip tersebut, Islam mengarahkan kepada umatnya untuk mencari rasa aman baik untuk diri sendiri di masa mendatang maupun untuk keluarganya, sebagaimana nasihat Rasul kepada Sa’ad bin Abi Waqqash agar mempersedekahkan sepertiga harta. Selebihnya ditinggalkan untuk keluarganya agar tidak menjadi beban masyarkat.


(50)

Menurut Mushtafah Ahmad Zarqa:

Asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metologi dan gambaranya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dan perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya.36

Asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian tersebut, mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpah musibah. Dengan demikian, asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling menolong

dalam berbuat kebaikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu

antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya yang mengancam mereka. Husain Hamid Hisan:

37

Dalam buku 'Aqdu at-Ta’min wa Mauqifu asy-Syariah al-Islamiyyah Minhu,

az-Zargqa juga mengatakan bahwa sistem asuransi yang dipara ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpah musibah. Pengganti tersebut diambil dari kumpulan premi-premi mereka. Mereka mengatakan bahwa dalam penetapan semua hukum yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan ekonomi, Islam bertujuan agar suatu masyarakt hidup berdasarkan atas asas saling menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.38

Asuransi dilihat dari segi teori dan sistem, tanpa melihat sarana atau cara-cara kerja dalam merealisasikan sistem dan mempraktekan teorinya, sangat

36

Mushtafah Ahmad Zarqa, Al-Igh tishodi Al-Islamiyah.(Bairut: Dar al-Fikr. 1968), Hal.4. 37

Husain Hamid Hisan, Hukmu asy-Syarii’ah al-Islamiyah Fii’ uquudi at-Tam’in.(Kairo: Darul. 2007),Hal.2.

38


(51)

relevan dengan tujuan-tujuan umum syariah yang diserukan oleh dalil-dalil

juiz-nya. Dikatakan demikian karena Asuransi dalam arti tersebut adalah sebuah gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Tujuannya adalah menghilangkan meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpah mereka. Jalan yang mereka tempuh adalah dengan memberikan sedikit pemberian dari masing-masing individu.

Asuransi dalam pengertian ini dibolehkan, tanpa adanya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat dalam sebagia sarana-sarana kerja yang berusaha merealisasikan dan mengaplikasikan teori dan sistem tersebut, yaitu akad-akad yang dilangsungkan oleh para tertanggung bersama perorangan-perorangan Asuransi.39

Defenisi diatas tanpak bahwa Asuransi Syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong disebut dengan ta’awun. Ta’awun Yaitu prinsip hidup saling

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi, yaitu:

“Asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling

melindungin dan tolong menolong diantara sejumlah orang /pihak melalui investasi dalam bentuk aset yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.”

39


(52)

melindungi dan menolong atas dasar ukhuwah Islami antara sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko).40

2. At-Takaful (Tolong-Menolong)

Premi dalam Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayar oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru. Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syariah (Life Insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-Mudrarabah) dari pandangan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada para peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim tunai maupun klaim manfaat asuransi. Tabarru adalah dana kebajikan yang akan diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan digunakanuntuk membayar klaim atau manfaat asuransi (Life maupun General Insurane).

Istilah lain yang sering digunakan untuk asuansi syariah adalah Takaful. Kata Takaful berasal dari kata Takafala-Yatakafalu, secara etimologi berarti menjamin atau saling menanggung.

Takaful dalam pengertian Muamalah ialah saling memikul resiko diantara sesama orang sehingga antara yang satu dengan yang lain menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana

Tabarru (dana ibadah), sumbangan yang ditunjukan untuk menanggung resiko.41

40

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.20/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Syariah 41


(53)

Takaful dalam pengertian muamalat diatas, ditegakkan dalam tiga prinsip dasar, yaitu:

a. Saling bertanggung jawab

Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yang mengajarkan bahwa hubungan orang-orang yang beriman dalam jalinan rasa kasih sayang satu sama lain, ibarat satu badan. sebagian tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuh akan turut merasakan penderitaan.

b. Saling berkerja sama dan saling membantu

Allah swt memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakan nilai tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa. Hadist Nabi saw, mengajarkan bahwa orang yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya akan diringankan kebutuhannya oleh Allah swt.

c. Saling melindungi

Hadist Nabi saw, mengajarkan bahwa belum sempurna keimanan seseorang yang dapat tidur dengan nyenyak dengan perut kenyang, sedangkan tetangganya menderita kelaparan.

Dasar pijak Takaful dalam Asuransi mewujudkan hubungan manusia Islam diantara para pesertanya yang sepakat untuk menanggung bersama diantara mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta. Semangat Asuransi Takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas rasa persaudaraan diantara peserta.42

42


(54)

3. Tabarru (Hibah/Dana Kebajikan)

Tabarru berasal dari kata tabarra’a yatabarra’u-tabarru’ua, artinya sumbangan, hibah, dan dana kebajikan. Orang yang memberikan kebajikan disebut mutabarri. Tabarru merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan perpindahanya kepemilikan harta itu dari pemberian kepada orang yang diberi.

Ulama mendefenisikan Tabbarru dengan “akad yang mengakibatkan

pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.43

43

Ibid, Hal.35.

Niat tabarru dana kebajikan dalam akad Asuransi Syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara’ dalam melepaskan diri dari praktik gharar

yang diharamkan oleh Allah swt.

Dalam konteks akad dalam Asuransi Syariah, tabarru bermaksud

memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas dengan tujuan saling membantu diantara sesama peserta takaful (Asuransi Syariah) apabila ada diantaranya yang mendapat musibah. Dana klaim yang diberikan diambil dari rekening tabarru

yang sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta Asuransi Syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong-menolong. Karena dalam akad tabarru, pihak yang memberi dengan ikhlas memberi suatu tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali kebaikan

dari Allah swt. Hal ini berbeda dengan akad mu’awadhah dalam Asuransi

Konvensional dimana pihak yang memberi sesuatu kepada orang lain berhak menerima penggantian dari pihak yang diberikan.


(55)

Akad tabarru adalah semua bentuk yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru

hibah, peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelolah.44

4. Aqad (Akad)

Lafal akad berasal dari Arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian. Secara terminologi fiqih, akad didefenisikan sebagai pertalian ijab (pernyataan

melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan

kehendak Syariah yang berpengaruh pada objek perikatan.

Percantuman kalimat yang sesuai dengan kehendak Syariah maksudnya adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Percantuman kalimat berpengaruh pada objek perikatan maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak kepada pihak yang lain.

Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional, mengeluarkan Fatwa khusus tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah sebagai berikut:45

a. Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam Pertama: ketentuan umum

44

Ibid, Hal.36. 45


(56)

bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan Syariah.

b. Akad yang sesuai dengan Syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang

tidak mengandung gharra (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu

(penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan maksiat.

c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan umtuk tujuan

komersial.

d. Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan

kebaikan dan tolong menolong, dan semata-mata bukan untuk tujuab komersial.

e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada

perusahaan sesuai dengan kesepakatan dengan akad.

f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberi perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Kedua: Akad dalam Asuransi

a. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah

dan atau akad tabarru.

b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah, sedangkan akad tabarru adalah hibah.

c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan: - Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bahwa yang menjadi perbedaan antara asuransi konvensional dengan syariah Islam secara umum adalah:

Pertama : konsep asuransi syariah adalah konsep dimana terjadi saling memikul resiko diantara sesama peserta, asuransi konvensional memakai konsep bahwa semua yang terjadi pada tertanggung menjadi resiko perusahaan asuransi.

Kedua : asal-usul dari asuransi syariah adalah kebiasaan suku Arab, pada asuransi konvensional adalah kebiasaan masyarakat Babilonia.

Ketiga : sumber hukum asuransi syariah yaitu Al-quran, Sunnah, Ijmah, Qiyas,

Istihsan, tradisi. Sumber hukum asuransi konvensional yaitu pemikiran dan

budaya, sesuai dengan hukum positif yang ada di Indonesia.

Keempat : asuransi syariah bebas dari MaGRib, yaitu Maisir, Gharar, dan Riba. Asuransi konvensional mengandung Maisir, Gharar, dan Riba.

Kelima : oprasional asuransi syariah diawasi oleh Dewan Pengawasan Syariah, sedangkan asuransi konvensional tidak memiliki Dewan Pengawasan Syariah. Keenam : akad tijarah dan tabarru menjadi dasar perjanjian pada asuransi syariah, sedangkan asuransi konvensional akad yang digunakan adalah mu’awdhah.

Ketujuh : mekanisme pertanggungan yang dimiliki oleh asuransi syariah adalah saling menanggung resiko (sharing of risk), dalam asuransi konvensional menganut sistem perpindahan resiko (transfer of risk).


(2)

Kedelapan: dana yang dibayar didalam asuransi syariah dibagi menjadi dua bagian yaitu rekening peserta dan rekening tabarru, asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana.

Kesembilan: kepemilikan dana di perusahaan asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam pengelolaan. Perusahaan asuransi konvensional dana menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaaan bebas untuk mengunakannya. Kesepuluh: premi dalam asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru dan tabungan, pada asuransi konvensional terdiri dari unsur mortabilitas tabel, penerimaan bunga dan biaya-biaya asuransi.

Kesebelas: rekening tabarru sebagai sumber pembayaran klaim pada asuransi syariah. Asuransi konvensional pembayaran klaim dari rekening perusahaan.

Bahwa yang menjadi persamaan antara asuransi konvensinal dengan syariah Islam adalah sama-sama bertujuan untuk mengalikan resiko yang mungkin akan timbul.

2. Asuransi syariah dan konvensional pada Prudential Life Assurance memberikan perlindungan berupa uang pertanggungan kematian dan cacat total, investasi, dapat memilih penambahan asuransi, cuti kontribusi, dan serta withdraw.

B. SARAN

1. Perusahaan asuransi lebih meningkatkan lagi sosialisasinya kepada masyarakat, sehigga asuransi syariah maupun konvensional ini semakin dipercayai oleh masyrakat dan dapat menghilangkan pandangan negatif terhadap asuransi.


(3)

2. Pengelolaan dana dalam perusahaan asuransi harus jelas dan meningkatkan produk-produk yang diperlukan oleh masyarakat sesuai dengan perkembangan yang tejadi di dalam kehidupan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Anshori, Abdul Ghofur, 2006, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media: Yogyakarta.

Antonio, Muhammad Syarif, 2004, Asuransi dalam Perspektif Islam, Serikat Takaful Indonesia: Jakarta.

Billah, Muhammad Ma’sum, 2001, Principles dan Practices of Takaful and Insurance Comporate, IIUm Press: Kuala Lumpur.

Darmawi, herman, 2001, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara: Jakarta.

Hisan, Husain Hamid, 2007, Hukmu Asy-Syariah Al-Islamiyah Fii Uquudi Atta’min, Darul I’tisham: Kairo.

Modul Basic Training, T&D depertemen PT. Asuransi Takaful Keluarga.

Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti: Bandar Lampung.

Projodikoro, Wirjono, 2002, Hukum Asuransi Islam, PPM: Jakarta.

Prudential, 2007, Pru-Fast Start,PT. Prudential Life Assurance: Jakarta.

Purwosutjipto, H.M.N, 2001, Pengertian Pokok Hukum Dagang Islam, Djambatan: Jakarta.

Rahman, Afzalur, 2006, Economi Doktrines of Islam, Dana Bakti Wakaf: Yogyakarta. Salim, A. Abbas, 2001, Dasar-Dasar Asuransi (Principle of Insurance), Tarsito:


(5)

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 2000, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan, BPHN dan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Sitompul, Zurkarnain, 2014, Konsepsi dan Trasformasi Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta.

Sokarno, Ahmadi, 2003, Asuransi Islam dalam Tinjauan Sejarah dan Perspektif Ulama,Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Sula, Muhammad Syakir, 2004, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,Gema Insani Press: Jakarta.

_____________________, 2006, Konsep Asuransi dalam Islam, (PPM fi Zhilal: Bandung)

Yosuf, Fadzli, 2006, Takaful Sistem Insurance Islam, Tinggi Press: Malaysia. Zarqa, Mushthopa Ahmad, 2000, Al-ightishodi Al-islamiyah, Dar al Fikr: Bairut.

Peraturan Perundang-Undangan

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), 2001, Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Jakarta.

UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.


(6)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Internet

http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt54606b814dc1a/parent/lt54606