Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit Pada Perbankan (Studi Terhadap PT. Asuransi Prudential Life Medan)

(1)

POLIS ASURANSI JIWA SEBAGAI JAMINAN

UNTUK MENDAPATKAN KREDIT PADA PERBANKAN

(STUDI TERHADAP PT. ASURANSI PRUDENTIAL LIFE MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

WAHYU HIDAYAT 050200319

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

POLIS ASURANSI JIWA SEBAGAI JAMINAN UNTUK MENDAPATKAN KREDIT PADA PERBANKAN (STUDI TERHADAP PT. ASURANSI PRUDENTIAL LIFE MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Wahyu Hidayat

050200319

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Menyetujui,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. NIP. 1962204211988031004

Dosen Pembimbing I DosenPembimbing II

Ramli Siregar, S.H,M.Hum Mulhadi, S.H,M.Hum. NIP. 131281010 NIP. 132300071

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan kasih setia yang telah diberikan-Nya kepada penulis. Terimakasih tidak terkira Allah SWT, dengan segala keterbatasan dari penulis, Engkau telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sebagaimana yang penulis inginkan dari dahulu.

Puji tuhan, tiada ungkapan lebih pantas diungkapakan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat pertolongan-Nya lah, akhirnya penulis dapat berhasil menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul: “POLIS ASURANSI JIWA

SEBAGAI JAMINAN UNTUK MENDAPATKAN KREDIT PADA PERBANKAN (STUDI TERHADAP PT. ASURANSI PRUDENTIAL LIFE MEDAN)”

Sesungguhnya skripsi ini terwujud bukanlah semata-mata hasil jerih payah penulis sendiri, tetapi banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa sangat berhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan konstribusi dan wawasan keilmuan di bidang hukum. Melalui kesempatan ini, tanpa bermaksud mengecilkan peran lainnya yang tidak disebutkan di sini, penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. M.Husni, S.H. M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara, yang telah menyetujui dan mensahkan skripsi ini serta turut memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(4)

6. Ramli Siregar, S.H,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan penulis, membantu mencari bahan-bahan skripsi serta membimbing penulis sampai akhir penulisan skripsi ini.

7. Mulhadi, S.H,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan penulis, membantu mencari bahan-bahan skripsi serta membimbing penulis sampai akhir penulisan skripsi ini.

8. T. Darwini, S.H.M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan bimbingan serta nasehat-nasehat kepada penulis.

9. Dosen-dosen serta seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dan menjadi kebanggan dan penghormatan tersendiri yang dalam kesempatan ini penulis juga turut mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Papaku tercinta, H.Ir.Arnis Djuri Msi dan Ibuku Hj.Siti Chadijah Dalimunthe yang telah mencurahkan kasih sayang yang tiada terhingga dan senantiasa memberikan motivasi dan dukungan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya berkat pengorbanan dan kasih sayang merekalah, maka penulis dapat menyelesaikan studi ini.

2. Adik dan Kakak-kakakku tersayang, Mahrani Syoufina, Rahmadina dan Yunitantri yang turut serta mendukung dan memberikan semangat kepada penulis.

3. Keluarga besarku di manapun mereka berada, yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

4. Sahabat-sahabatku yang dari Smp sampai dengan sekarang, Afif Abdilah, Dipo Kunto Utomo SE, Reza Prianatama SE,dan Taufik Azmi yang juga memberikan dorongan supaya penulis semangat menyelesaikan studi ini.

5. Teman-teman dan Abang-abang Sepermainan ku, Novitasari insa, Cecep, Cuplis, Andra, Egi, Rony, Boris, Ebiet, Tris, Dino, Faisal(Mamang),dan semua teman-teman aku di Kutilang.

6. Teman-teman terdekatku, Pt, Reza, Dimas, Olyn, Popy, Lidya&Tri, Liya, Vika, Tika, Said, Imam, Mutia, Ocha, dan semua mahasiswa angkatan 2005 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

7. Kepada Ibu Hj Nelly Nurlely SE, Senior Unit Manager di asuransi Prudential life yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan riset dan wawancara di Prudential Life, Medan. Tidak luput juga, saya ucapkan terima kasih


(5)

kepada Bapak Eunice selaku Consumer Loan di Bank Mandiri yang telah berkenan memberikan informasi yang sangat berarti kepada penulis.

Kiranya tidaklah cukup kata-kata yang penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong dan memberikan nasihat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Kiranya Tuhan yang akan membalas kebaikan mereka.

Akhirnya penulis mohon kepada Tuhan agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena kehadirat Dia-lah, skripsi ini dapat selesai dengan baik pada waktunya.

Medan, Agustus 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRACT... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Keaslian Penelitian... 7

F. Metode Penelitian... 7

BAB II Tinjauan Pustaka... 10

Tinjauan Umum Tentang Asuransi... 10

A. Pengertian Asuransi... 10

B. Dasar Hukum Asuransi... 18

C. Pengertian Asuransi... 19

D. Polis Asuransi... 22

E. Asas-asas Dalam Hukum Asuransi... 28

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa... 35


(7)

A. Pengertian Jaminan Secara Umum... 38

B. Dasar Hukum Jaminan... 38

C. Penggolongan Jaminan... 40

D. Pengertian Perjanjian... 44

E. Pokok-pokok Pengaturan Tentang Wanprestasi... 45

BAB IV Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit Pada Perbankan... 56

A. Gambaran Umum PT Prudential Life Assurance... 56

B. Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Kredit Bank... 72

C. Bentuk Jaminan Perlindungan Pihak Penanggung Kepada Pihak Kreditor... 79

D. Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi Jiwa Yang Tidak Dibayar Oleh Pihak Penanggung... 80

BAB V Kesimpulan Dan Saran... 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 83


(8)

ABSTRACT

Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhannya. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan. Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia terutama dibidang hukum yang meminta perhatian serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan diikuti perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan. Seperti negara- negara yang sudah maju penjamin polis asuransi jiwa sebagai jaminan kredit ini sudah biasa dilakukan. Tujuan nasabah menjaminkan polis asuransinya untuk mendapatkan pinjaman dari pihak ke pihak kreditor (Bank) untuk kebutuhannya yang mendesak, pihak penanggung akan menanggung segala beban tertanggung dalam hal penyelesaian masalah hutang angsuran kredit apabila debitor mengalami hal yang tidak terduga sehingga tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya sebagai debitor untuk melunasi hutang-hutangnya. Adapun rumusan permasalahannya adalah bagaimana syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat dijadikan jaminan kredit bank, bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada pihak kreditor bila debitor belum mengembalikan hutang kredit, bagaimana bentuk penyelesaian sengketa bila klaim asuransi tidak dibayar oleh pihak penanggung.

Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian di kota medan yaitu pada kantor PT. Asuransi Prudential Life. Alat pengumpulan data adalah data primer yaitu studi dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan analisa dengan pendekatan yuridis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat dijaminkan sebagai jaminan kredit adalah polis asuransi asuransi jiwa yang nilai polisnya (uang pertanggungan) mencukupi untuk membayar sisa hutang yang belum dibayarkan oleh debitor. Dengan kata lain uang pertanggungan tersebut akan digunakan untuk melunasi kewajiban-kewajiban nasabah yang belum dibayar kepada bank pada masa pengembalian kredit. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada kreditor bila debitor belum mengembalikan hutang kredit adalah dengan cara membayarkan sisa yang belum dibayar kepada bank dengan kata lain pihak asuransi hanya dapat membayar bila pihak debitor sudah tidak sanggup lagi membayarkan karena sakit yang berkepanjangan dan meninggal dunia dan dibayarkan sesuai dengan kontrak kredit yang dibuat antara pihak bank dengan nasabah. Bila mengalami kebuntuan dapat diselesaikan melalalui Badan Mediasi Asuransi Jiwa (BMAI) badan ini khusus menangani masalah klaim-klaim yang merugikan nasabah.

Disarankan agar pihak asuransi harus menjelaskan kepada nasabah bahwa kesanggupan pihak asuransi membayar hutang nasabah kepada bank hanya sebatas kesanggupan nilai polis yang dimiliki nasabah agar tujuannya tidak terjadi kesalahpahaman dalam melimpah kan tanggung jawab. Selain itu pihak pihak penanggung harus memberi kepastian waktu kapan hutang debitor dapat dibayarkan kepada bank. Agar dapat menumbuhkan kepercayaan pihak bank kepada pihak penanggung (pihak asuransi) sehingga bukti perlindungan pihak penanggung kepada kreditor dapat dijadikan jaminan nyata. Mengenai penyelesaikan masalah sengketa klaim asuransi, lebih baik diselesaikan secara interent melalui musyawarah sehingga waktu penyelesaiannya cepat.


(9)

ABSTRACT

Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhannya. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan. Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia terutama dibidang hukum yang meminta perhatian serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan diikuti perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan. Seperti negara- negara yang sudah maju penjamin polis asuransi jiwa sebagai jaminan kredit ini sudah biasa dilakukan. Tujuan nasabah menjaminkan polis asuransinya untuk mendapatkan pinjaman dari pihak ke pihak kreditor (Bank) untuk kebutuhannya yang mendesak, pihak penanggung akan menanggung segala beban tertanggung dalam hal penyelesaian masalah hutang angsuran kredit apabila debitor mengalami hal yang tidak terduga sehingga tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya sebagai debitor untuk melunasi hutang-hutangnya. Adapun rumusan permasalahannya adalah bagaimana syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat dijadikan jaminan kredit bank, bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada pihak kreditor bila debitor belum mengembalikan hutang kredit, bagaimana bentuk penyelesaian sengketa bila klaim asuransi tidak dibayar oleh pihak penanggung.

Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian di kota medan yaitu pada kantor PT. Asuransi Prudential Life. Alat pengumpulan data adalah data primer yaitu studi dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan analisa dengan pendekatan yuridis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat dijaminkan sebagai jaminan kredit adalah polis asuransi asuransi jiwa yang nilai polisnya (uang pertanggungan) mencukupi untuk membayar sisa hutang yang belum dibayarkan oleh debitor. Dengan kata lain uang pertanggungan tersebut akan digunakan untuk melunasi kewajiban-kewajiban nasabah yang belum dibayar kepada bank pada masa pengembalian kredit. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada kreditor bila debitor belum mengembalikan hutang kredit adalah dengan cara membayarkan sisa yang belum dibayar kepada bank dengan kata lain pihak asuransi hanya dapat membayar bila pihak debitor sudah tidak sanggup lagi membayarkan karena sakit yang berkepanjangan dan meninggal dunia dan dibayarkan sesuai dengan kontrak kredit yang dibuat antara pihak bank dengan nasabah. Bila mengalami kebuntuan dapat diselesaikan melalalui Badan Mediasi Asuransi Jiwa (BMAI) badan ini khusus menangani masalah klaim-klaim yang merugikan nasabah.

Disarankan agar pihak asuransi harus menjelaskan kepada nasabah bahwa kesanggupan pihak asuransi membayar hutang nasabah kepada bank hanya sebatas kesanggupan nilai polis yang dimiliki nasabah agar tujuannya tidak terjadi kesalahpahaman dalam melimpah kan tanggung jawab. Selain itu pihak pihak penanggung harus memberi kepastian waktu kapan hutang debitor dapat dibayarkan kepada bank. Agar dapat menumbuhkan kepercayaan pihak bank kepada pihak penanggung (pihak asuransi) sehingga bukti perlindungan pihak penanggung kepada kreditor dapat dijadikan jaminan nyata. Mengenai penyelesaikan masalah sengketa klaim asuransi, lebih baik diselesaikan secara interent melalui musyawarah sehingga waktu penyelesaiannya cepat.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia terutama di bidang hukum yang meminta perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan diikuti perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan.1 Seperti negara-negara yang sudah maju penjaminan polis asuransi jiwa sebagai jaminan kredit sudah biasa dilakukan, akan tetapi di indonesia hal ini suatu yang baru karena yang dilakukan dalam penjaminan kredit adalah dalam bentuk barang.

Pembangunan ekonomi termaksud didalamnya politik ekonomi suatu negara, memegang peran penting dalam penentuan dan cara-cara pemberian kesempatan pemberian kredit oleh lembaga-lembaga kredit, sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang ada, menentukan jumlah pemberian fasilitas kredit dan kredit-kredit investasi dalam kehidupan perusahaan dan pertanian. Juga keadaan pertumbuhan ekonomi demikian menentukan kemungkinan pemberian kredit dengan benda-benda bergerak dan tak bergerak sebagai jaminan.

Adapun manfaat secara umum dan penjaminan asuransi tersebut adalah :

1. Debitor

1

Sri Soe Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, yogyakarta, 2003, hal.1


(11)

Memberikan jaminan rasa aman terhadap kelangsungan hidup keluarga apabila debitor meninggal dunia, sehingga ahli waris debitor yang ditinggalkan tidak perlu menanggung beban kredit lagi.

2. Kreditor

Memberi suatu keamanan dan kepastian yang terjamin atas sisa angsuran nasabah dan memberi perlindungan kepada pihak bank dan leasing.2

Asuransi sebagai perjanjian timbal balik. Yang dimaksud dengan perjanjian timbal balik adalah perjajian yang menimbulkan kewajiban poko bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual-beli.3

Dengan demikian Asuransi merupakan perjanjian timbal balik karena mendapat ikatan bersyarat dari penanggung terhadap tertanggung untuk membayar ganti rugi, tetapi sebaliknya dari sisi tertanggung terdapat ikatan tidak bersyarat untuk membayar premi, menurut kutipan dari Prof P.L Wery mengemukakan bahwa :

1. Asuransi merupakan perjanjian berdasarkan konsesus, dapat terjadi setelah ada kata sepakat, artinya perjanjian tanpa bentuk.

2. Asuransi merupakan sifat kepercayaan yang istimewa, saling percaya mempercayai diantara para pihak adalah menentukan perjajian itu sendiri.4

Selain itu ciri lain dari sifat asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadinya kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Tetapi asuransi baru berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah dipenuhi. Dengan kata lain, resiko atas benda beralih kepada penanggung sejak premi dibayar oleh tertanggung, oleh karena itu dapat dipahami bahwa ada atau tidaknya asuransi

2

Sumber dari, Asuransi Prudential Life, Proposal Pengenalan Produk, Desember 2005.

3

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung 1999, hal. 19

4


(12)

ditentukan oleh pembayaran premi. Premi adalah kunci perjanjian asuransi setelah terjadi perjajian asuransi. Sesuai dengan pasal 225 KUHD ayat 1 yang berbunyi : “Pertanggungan tersebut harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.

Jadi polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung, Pasal 258 ayat 1 KUHD yang berbunyi “Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa pertanggungan telah terjadi”. Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Begitu pula pada polis asuransi jiwa yang didalam akta polis yang dipertanggungkan adalah jiwa si tertanggung. Dengan demikian asuransi terutama asuransi jiwa mempunyai tujuan memberikan jaminan proteksi kepada nasabahnya (tertanggung) apabila si tertanggung mengalami hal-hal yang tidak diharapkan. Sedangkan Klaim Asuransi adalah pembayaran ganti rugi kepada pihak tertanggung bila mengalami kerugian yang tidak dapat dihindari. Sehingga pembayarannya sesuai dengan tingkat masalah atau kerugian yang dihadapi, yang disesuaikan pula dengan nilai barang yang diasuransikan pada waktu itu. Sedangkan pada asuransi jiwa pembayaran klaim asuransi sesuai dengan keterangan diagnosa dokter yang merawatnya dan tingkat resiko yang dialaminya. Kalaupun ia cacat total maka biaya yang dikeluarkan disesuaikan umur si tertanggung yang ada kalanya bila si tertanggung masih berumur belia maka pada perusahaan asuransi di prudential dia ditanggung sampai umur 65 tahun. Sesuai dengan judul skripsi yang akan diteliti tentunya arah yang akan dituju adalah dapatkah nilai polis asuransi jiwa dimana uang pertanggungan dapat memenuhi kesanggupan dalam jaminan kredit bank, tentunya yang diinginkan uang pertanggungan tersebut dapat menutupi kekurangan jumlah hutang yang dibayar pada debitor, disebabkan karena suatu hal


(13)

yang sudah tidak mampu menutupi kekurangan dari hutangnya sehingga ia sebagai nasabah asuransi dengan meminta izin dari pihak penaggung supaya polis asuransi jiwanya dapat dijadikan jaminan kredit bank. Yang dikhawatirkan bila nilai polisnya tidak mencukupi untuk menutupi kekurangan hutang pihak tertanggung (debitor) untuk membayarnya kepada bank (kreditor) karena itulah penulis berharap dapat dicarikan jawabannya dengan melalui penelitian yang mendalam sehingga dapat dijadikan referensi yang cukup bagi pihak-pihak yang ingin menjaminkan polis asuransinya untuk menjadi jaminan kredit.

Karena Asuransi jiwa sebagai suatu perjajian maka selanjutnya dalam pelaksanaanya perjajian asuransi jiwa sangat diutamakan pula adanya unsur itikad baik (utmost good faith).5

Sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 : 3 KUH Perdata, dan pencerminan unsur itikad baik ini dapat dilihat dengan adanya surat permohonan asuransi yang harus diisi oleh pihak calon tertanggung. Karena seluruh pembahasan latar belakang masalah terdapat tentang masalah perjajian maka menurut pendapat Sri Reziki Hartono bahwa secara umum pengertian perjajian dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut :

1. Suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

2. Suatu hubungan hukum antara pihak atas dasar mana pihak yang satu (yang berpiutang/kreditor) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain (yang

5

Agus Prawato, didalam perjanjian asuransi, tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan segala sesuatu yang diketahuinya, mengenai objek atau barang yang dipertaggungkan secara benar. Keterangan yang tidak benar atau informasi yang tidak diberikan kepada penanggung walaupun dengan itikad baik, sekalipun dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi, prinsip Pasal 251 KUHD, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, BPFE, Yogyakarta, 1992 hal. 44


(14)

berhubungan/debitor) yang juga berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi.6

Dari batasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa setiap perjajian pada dasarnya akan meliputi hal-hal tersebut dibawah ini :

1. Perjajian selalu menciptakan hubungan hukum.

2. Perjajian menunjukan adanya kemampuan atau kewenangan menurut hukum. 3. Perjajian mempunyai atau berisikan suatu tujuan, bahwa pihak yang satu akan

memperoleh dari pihak yang lain suatu prestasi yang mungkin memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

4. Dalam setiap perjajian, kreditor berhak atas prestasi dari debitor yang dengan sukarela akan memenuhinya.

5. Bahwa dalam setiap perjajian debitor wajib dan bertanggung jawab melakukan prestasinya sesuai dengan isi perjajian.

Jadi perjajian asuransi ini diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan (ekonomi) sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat diterima sebagai jaminan kredit bank ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan dari pihak penanggung kepada pihak kreditor bila pembayaran pinjaman kredit belum lunas oleh pihak debitor ?

6


(15)

3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa bila klaim asuransi tidak dibayar pihak penanggung ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui syarat-syarat penjaminan polis asuransi jiwa yang dapat diterima sebagai jaminan kredit bank.

2. Untuk mengetahui bentuk jaminan perlindungan dari pihak penanggung kepada pihak kreditor bila pembayaran pinjaman kredit belum lunas oleh pihak debitor.

3. Untuk mengetahui cara dalam menyelesaikan sengketa bila klaim asuransi jiwa tidak dibayar pihak penanggung.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini bertujuan untuk : 1. Secara teoritis

a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama mengenai perjanjian kredit dengan jaminan polis asuransi jiwa.

b. Memberi bahan masukan bagi kajian lebih lanjut untuk berbagai konsep keilmuan khususnya hukum asuransi.

2. Secara praktis

Memberikan sumbangsih pengetahuan praktis bagi berbagai pihak yang membutuhkannya. Terutama bagi pihak yang bergerak dibidang keuangan yaitu


(16)

perbankan dan lembaga keuangan non perbankan yaitu perasuransian. Hal ini perlu dikaji karena suatu yang baru di indonesia karena itu perlu dikaji kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang tersedia dan dengan menelusuri kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, maka penelitian dengan judul “ Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit Pada

Perbankan ( Study Terhadap Asuransi Prudential Life Medan)”

Belum diteliti oleh peneliti sebelumnya dan dengan demikian penelitian ini adalah asli dan belum ada dalam referensi perpustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Metode Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Asuransi Jiwa Prudential Life di kota medan dengan alasan ditemukan permasalahan (kasus-Kasus) yang dapat diteliti. b. Spesifikasi Penelitian

Penulisan ini bersifat Deskriptif Analitis. Deskrptif dalam arti bahwa penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian yang menggambarkan penerapan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaanya dalam masyarakat. Sedangkan analitis, karena penelitian ini akan menjelaskan secara cermat,


(17)

menyeluruh dan sistematis aspek-aspek hukum keperdataan mengenai perjajian asuransi.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Normatif. Untuk itu akan dilakukan analisis terhadap peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Disamping itu juga digunakan metode pendekatan yuridis Empiris. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui fenomena dan fakta empiris yang berkaitan dengan penerapan hukum khususnya tentang penjaminan Polis Asuransi Jiwa untuk jaminan kredit.

c. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data sekunder dan data primer dengan diperoleh langsung dari perusahaan asuransi Prudential Life, baik itu berasal dari respoden yang menjadi sampel dalam penelitian ini juga diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis dengan mempelajari literatur-literatur peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

d. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan melalui pedoman wawancara dan disamping itu dilakukan juga studi kepustakaan, yaitu dengan membaca hasil-hasil penelitian, buku, peraturan perundang-undangan dan study dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini.


(18)

Sesuai dengan sifat penelitian yang deskriptif, maka analisis data yang dilakukan adalah secara yuridis kulitatif. Semua data yang terkumpul diseleksi, diklarifikasi, ditabulasi.

Kesimpulan merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian.


(19)

BAB II

Tinjauan Pustaka

Tinjauan umum tentang asuransi

A. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata “verzekering”. Di indonesia, para sarjana tidak ada keseragaman dalam pemakaian istilah “pertanggungan”. Dalam uraian skripsi ini nanti tidak dibedakan istilah asuransi atau pertanggungan, keduannya digunakan secara bergantian.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa :

Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” berarti pertanggungan. dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugiaan, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.7

Sementara itu Muhammad Muslehuddin memberikan pengertian asuransi sebagai berikut:

7


(20)

istilah asuransi menurut pengertian railnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa ditimpa kerugian, kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.8

Defenisi (perumusan otentik) dari asuransi termuat dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi sebagai berikut :

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Meskipun dalam definisi tersebut di atas, seolah-olah hanya terdapat satu pihak saja yaitu penanggung yang terikat, tetapi jika diselami maksud sebenarnya dari perumusan itu, maka pihak tertanggung juga terikat untuk melakukan sesuatu terhadap pihak lain. Dari pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD itu, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa ada 3 unsur dalam asuransi yaitu :

Unsur ke 1 : Pihak terjamin (verzekerde), berjanji membayar uang premi kepada penjamin (verzekeraar), sekaligus atau berangsur-angsur.

Unsur ke 2 : Pihak penjamin (verzekeraar) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin (verzekerde) sekaligus atau berangsur-angsur apabila

terlaksana unsur ke 3.

8


(21)

Unsur ke 3 : Suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.9

Rumusan yang diberikan oleh pasal 246 KUHD di atas adalah pengertian asuransi secara umum. Pasal 246 KUHD ini belum memberikan pengertian yang lengkap, karena lebih menekankan pada asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi jiwa atau sejumlah uang tidak tercukup didalamnya oleh karena itu dalam UU.No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian diberikan suatu defenisi yang lebih lengkap, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :

Asuransi atau pertanggung adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada penanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggalkan atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Seperti dengan perjanjian-perjanjian pada umumnya, maka transaksi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung harus memenuhi syarat tersebut (Pasal 1320 KUH Perdata). Dan apabila ini telah terjadi maka kedua belah pihak mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban.

Kalau Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Maka khusus bagi perjajian asuransi syarat-syarat tersebut masih dirasakan kurang, sehingga oleh Pasal 251 KUHD masih dipertegas lagi dengan mengatakan : bahwa tertanggung harus memberikan keterangan yang benar dan jujur, dan apabila ada hal-hal yang

9


(22)

disembunyikannya menyebabkan perjajian batal. Ketentuan ini berlaku untuk semua perjajian asuransi dengan tujuan untuk melindungi pihak penanggung.

Ada dua hal yang diberikan dari ketentuan itu yaitu :

1. Tertanggung hendaknya jangan memberikan keterangan yang keliru atau tidak benar kepada penanggung.

2. Tertanggung hendaknya jangan/tidak memberitahu hal-hal yang mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga perjajian itu tidak akan ditutup atau tidak mungkin diadakan dengan syarat-syarat yang sama, mengetahui keadaan sebenarnya walaupun ada itikad baik dari tertanggung dan apabila hal ini terjadimaka batallah perjajian asuransi yang dibuat.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa, perjajian asuransi merupakan perjajian timbal balik yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama melakukan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resikonya kepada pihak kedua yaitu penaggung.

Dari rumusan Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menunjukkan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggung merupakan suatu upaya dalam rangka menanggunlangi adanya resiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan. Antara asuransi dengan resiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru menanggunlangi adanya resiko, dan tanpa adanya resiko, asuransi atau pertanggungan tidak diperlukan kehadirannya.


(23)

Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapansiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang yang mengancam kehidupan manusia, terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.10 Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang menghendaki supaya resiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yang dapat disepakati bersama.11 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.

Menurut KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasi sebagai perjanjian untung-untungan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1774 :

Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu. demikian adalah;

Perjajian pertanggungan; Bunga cagak hidup;

Perjudian dan pertaruhan,

Persetujuan yang pertama diatur dalam KUHD.

10

Mehr & Cammack-A. Hasyimi, Dasar-dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981. hal. 13

11

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1997, hal. 28


(24)

Menurut Pasal 1774 KUHPdt di atas, perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung atau ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi beberapa pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Selain asuransi, yang termaksuk dalam perjanjian untung-untungan adalah bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan perjudian adalah perbuatan berjudi, yaitu “permainan dengan bertaruh uang” (seperti main kartu, main dadu, dan sebagainya).12 Sedangkan pertaruhan adalah perbuatan bertaruh atau memasang taruh, yaitu “uang dan sebagainya yang dipasang pada ketika berjudi”.13

Meskipun asuransi dan perjudian ditempatkan dalam pasal yang sama sebagai perjanjian untung-untungan, namun antara kedua perbuatan itu terdapat perbedaan yang prinsipil, yang menyebabkan asuransi diterima oleh undang-undang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1788 KUHD “Undang-Undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian dan pertaruhan”.

Beberapa perbedaan antara asuransi (khususnya asuransi kerugian) dan perjudian yaitu :

a. Dilihat dari segi “tidak pastinya prestasi”

Pada asuransi, tidak pastinya prestasi hanya ada pada pihak penanggung. Penanggung akan membayar prestasi yang akan mungkin jauh lebih besar dari yang diterimanya, manakala peristiwa yang tidak pasti terjadi. Sedangkan pihak yang tertanggung, tetap akan membayar prestasi (premi) kepada penanggung baik terjadi atau tidak terjadinya peristiwa itu.

12

W.J.S. Poerwadarminta, Kampus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 424

13


(25)

Pada perjudian tidak pastinya prestasi ada pada semua pihak (peserta perjudian). Para penjudi menggantungkan kewajiban untuk melakukan prestasi, manakala suatu peristiwa yang tidak pasti terjadi, dengan mana telah menyebabkan timbulnya ketidak-samaan nilai dari prestasi diantara mereka.

b. Dilihat dari segi prinsip Indemnitas (pembatasan ganti rugi)

Pada asuransi, penanggung akan membayar ganti kerugian berdasarkan jumlah atau besarnya kerugian yang sesungguhnya di derita oleh tertanggung, yang disebut dengan prinsip (asas) indemnitas. Sedangkan pada perjudian, asas indemnitas ini tidak ada, karena pihak menang akan menerima pembayaran berdasarkan jumlah pertaruhan atau menurut yand diperjanjikan diantara para penjudi.

c. Dilihat dari segi “resiko”

Pada asuransi, resiko atau kemungkinan tertimpa berbagai bahaya menyebabkan hilangnya kekayaan atau timbulnya kerugian, telah ada sejak semula dan akan tetap ada, terlepas dari apakah suatu kekayaan itu dipertanggungkan atau tidak.

Pada perjudian, resiko hilangnya kekayaan (dalam hal ini uang pertaruhan), adalah suatu yang sebelumnya tidak ada sama sekali. Resiko itu baru ada, setelah seorang penjudi itu mengeluarkan uang pertaruhannya, yang sebenarnya dapat dihindarkan, kalau ia mau berbuat untuk itu.

d. Dilihat dari segi “tujuan”

Pada asuransi, dengan mengeluarkan premi seorang tertanggung sama sekali tidak mengharapkan terjadinya “peristiwa yang tidak pasti”, walaupun dengan terjadinya itu, ia dapat menuntut ganti kerugian dari penanggung. Tujuan asuransi adalah semata-mata untuk berjaga-jaga kalau-kalau terjadi kerugian karena peristiwa yang tidak pasti dan bukan


(26)

mengharapkan terjadinya peristiwa itu. Apa yang diperoleh tertanggung dalam hal terjadinya kerugian atas dirinyaitu, tidak dapat dipandang sebagai keuntungan.

e. Dilihat dari segi “fungsi” uang premi

Pada asuransi, setelah pembayaran premi, seorang tertanggung mendapatkan jaminan untuk memperoleh penggantian atas setiap kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dipertanggungkan. Premi, dalam hal ini berfungsi sebagai modal atau biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pengamanan. Pengamanan ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan mempunyai jangkauan yang jauh bagi kelangsungan hidup perekonomian, yang kegunaannya itu tidak akan berkurang, baik dalam hal terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan itu.

Pada perjudian, jika seorang penjudi kalah dalam permainan, maka uang taruhan yang telah dikeluarkan itu, merupakan sesuatu yang hilang secara percuma. Dengan jalan apapun ia tidak akan dapat memperoleh kembali kehilangan itu. Satu-satunya yang dapat dikatakan sebagai imbangan ialah harapan untuk mendapatkan kemenangan pada permainan berikut. Tetapi harapan ini akan membawa penjudi itu untuk terus bermain dalam jangka waktu yang lama dan tidak terkendali.14

Pengklasifikasian perjanjian asuransi atau pertanggungan sebagai perjanjian untung-untungan yang disamakan dengan perjudian dalam Pasal 1774 KUHPdt, menimbulkan beberapa pendapat yang membedakan antara keduanya.

Menurut Sri Rejeki Hartono pengklasifikasian perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan sebagai perjanjian untung-untungan adalah tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian itu sendiri. Perjanjian

untung-14

Amiruddin Abdul Wahab, Tinjauan Tentang Aspek-aspek Hukum Dalam Asuransi Kecelakaan Bermortor di Indonesia, Disertai, Universitas Airlangga, Surabaya 1990, hal 39


(27)

untungan lebih mengarah pada pertaruhan atau perjudian. Tujuan perjanjian untung-untungan selalu berkaitan dengan keuangan yang dihubungkan dengan terjadi atau tidaknya dengan suatu peristiwa yang belum pasti, dan keberadaan dari peristiwa tersebut baru dimulai setelah ditutupnya perjanjian tersebut, jadi bersifat spekulatif. Berbeda halnya dengan perjanjian pertanggungan yang mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu mengalihkan resiko yang sudah ada yang berkaitan dengan kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang sama.

B. Dasar Hukum Asuransi

Sumber hukum asuransi adalah dasar kekuatan atau dasar berpijak kegiatan penyelenggaraan asuransi. Secara umum di indonesia sekarang ini, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, yaitu KUHPerdata dan KUHD. Di samping itu sejak tahun 1992 juga telah keluar Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Untuk lebih jelasnya, dasar hukum perjanjian asuransi di indonesia antara lain :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

a. Buku III Bab I tentang perikatan-perikatan pada umumnya.

b. Buku III Bab II tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

a. Buku I Bab IX Pasal 246 s/d 286, memuat tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.

b. Buku I Bab X Pasal 287 s/d 308, memuat tentang pertanggungan terhadap biaya kebakaran, hasil pertanian dan pertanggungan jiwa.


(28)

c. Buku II Bab IX Pasal 592 s/d 685, memuat tentang pertanggungan terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya-bahaya-bahaya perbudakan.

d. Buku II Bab X Pasal 686 s/d 695, memuat pertanggungan terhadap bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman.

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian.

4. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tanggal 30 Oktober 1992 tentang penyelenggaraan usaha peasuransian.

a. Keputusan-keputusan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.

b. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Usaha Asuransi Jiwa.

c. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK.011/1987 tanggal 10 Februari 1987 tentang Perizinan Agen Asuransi Jiwa di indonesia.

d. Surat Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan RI No. 626/MK-11/1987 tanggal 15 September 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK-011/1987.

e. Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan RI No. SE-365/MD/1981 tentang Kode Etik Agen Asuransi Jiwa.

C. Pengertian Asuransi Jiwa

Khusus mengenai pertanggungan jiwa, Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengemukakan sebagai berikut :

Perjanjian pertanggungan jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian dimana suatu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar uang secara sekaligus atau periodik,


(29)

sedang pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi dan pembayaran itu tergantung pada mati atau hidupnya seseorang tertentu atau lebih.15

Sementara itu H.M.N. Purwosutjipto memberikan pengertian tentang asuransi jiwa sebagai berikut :

Asuransi jiwa adalah suatu perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama berjalannya asuransi membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah dilampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang telah ditunjukan oleh penutup asuransi sebagai penikmat.16

Selain itu menurut pendapat H. Abdul Muis menyatakan pertanggungan jiwa termasuk dalam golongan sommen verzekering yaitu suatu persetujuan pertanggungan menanggung untuk membayar sejumlah uang yang jumlahnya sudah ditentukan terlebih dahulu, apabila sesuatu hal yang belum pasti telah terjadi sommen verzekering (pertanggungan sejumlah uang) dimana pertanggungan atas hidup atau jiwa seseorang atas kesehatan seseorang, terhadap invalid seseorang yang pada pokoknya mengenai pribadi seseorang yang sama juga halnya dengan pertanggungan sejumlah uang.

Sommen verzekering dalam bidang pertanggungan jiwa ini dapat digolongkan dua jenis pertanggungan yaitu :

15

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1997, hal. 28

16


(30)

a. Pertanggungan jiwa yang murni, karena disamping unsur pertanggungan tidak lagi mempunyai unsur yang lain;

b. Pertanggungan jiwa yang tidak murni disamping mempunyai unsur pertanggungan masih terdapat unsur lain;

Pertanggungan jiwa yang murni adalah pertanggungan terhadap kematian dalam jangka waktu tertentu. Dalam pertanggungan ini ada kemungkinan perusahaan pertanggungan tidak usah membayar apabila si tertanggung tidak meninggal dunia dalam jangka waktu tertentu.

Dalam pertanggungan jiwa tidak murni soal unsur yang tidak pasti (onzekervooval) itu bukanlah apakah ia akan mati ( karena semua orang pasti akan mati). Tetapi apabila ia mati dalam semua hal uang pertanggungan itu harus dibayar.

Perusahaan pertanggung tentu akan memperhitungkan akan hal ini dan karenanya akan menyediakan sebahagian dari premi untuk membayar jumlah itu kelak.

Sebagai suatu perjanjian, maka asuransi juga dikuasai oleh ketentuan mengenai persyaratan sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan 4 syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif karena menyangkut orang-orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian. Dan apabila syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif karena menyangkut dengan perjanjian itu sendiri yang menjadi objek dari perbuatan hukum itu. Jika salah satu


(31)

dari kedua syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian yang diadakan itu dianggap tidak ada. perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum (absolut nietighied), yang berarti tidak perlu lagi dimintakan pembatalannya oleh para pihak.17

Jadi dalam asuransi jiwa yang dipertanggungkan adalah kemungkinan terjadinya kerugian oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi yang disebut dengan resiko. Resiko yang ditimbulkan terletak pada unsur waktu. Mengenai pengertian resiko Herman Darmawi menulis beberapa defenisi resiko yang dikemukakan oleh Vaughan sebagai berikut :

1. Risk is the chance of loss (resiko adalah kerugian)

2. Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian) 3. Risk is uncertainty ( resiko adalah ketidakpastian)18

Dari ketentuan Pasal 302 KUHD tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa asuransi jiwa itu berbentuk :

a. Asuransi jiwa yang disadarkan untuk selama hidupnya seseorang yang pembayaran klaim asuransi digantungkan pada meninggalnya seseorang itu.

b. Asuransi jiwa yang hanya berlangsung untuk tenggang waktu tertentu ditentukan dalam perjanjian.

D. Polis Asuransi

1. Fungsi Polis

17

H. Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Medan Area, Medan 2001, hal. 41-42

18


(32)

Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 menentukan polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengadung kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penaggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.

Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interprestasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Disamping itupolis juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan Asuaransi. Namun Pasal 257 KUHD ayat (1) menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu telah ada, segera setelah adanya kata sepakat, bahkan sebelum polis itu ditandatangani. Tetapi lain halnya menurut Pasal 258 KUHD ayat (1) yang mengatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan, harus dibuktikan dengan surat, akan tetapi semua upaya pembuktian akan diperkenankan bilamana ada permulaan pembuktian dengan surat. Dari bunyi pasal ini jelas bahwa polis bukan merupakan syarat sahnya perjanjian tetapi merupakan sekedar alat bukti dalam perjanjian pertanggungan. Bahkan Emmy Pangaribuan S, mengatakan bahwa polis itu merrupakan alat bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam polis itu.

Asuransi mulai ditentukan oleh tanggal yang disebut dalam nota penutupan sedangkan mulainya kontrak asuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama misalnya kontrk


(33)

asuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama, misalnya dalam nota penutupan dinyatakan mulai asuransi; 1 Maret 1988. Seandainya tertanggung meninggal pada tanggal 15 Februari 1988 maka tidak ada kewajiban perusahaan untuk membayarnya.

Cara Penutupan Asuransi

1. Mereka yang bermaksud menutup kontrak asuransi jiwa diwajibkan mengisi dan menandatangani surat permintaan dan formulir-formulir lainnya yang khusus disediakan untuk keperluan itu, dan selanjutnya menyampaikannya kepada perusahaan. Bentuk formulir yang disediakan untuk diisi dan ditanda tangani dalam hal :

a. Penutupan asuransi tanpa pemeriksaan kesehatan (non medical) adalah : i. Surat Permintaan (S.P)

ii. Surat Keterangan Kesehatan Calon Tertanggung (SKK) b. Penutupan Asuransi dengan pemeriksaan dokter (medical) adalah :

i. Surat Permintaan (S.P) ii. Laporan

2. Semua keterangan persyaratan dan kesanggupan yang dicantumkan didalam surat permintaan dan formulir-formulir lainnya yang telah ditanda tangani oleh calon pemegang polis, menjadi dasar dari kontrak asuransi jiwa antara perusahaan dan pemegang polis.

3. Jika kemudian ternyata keterangan, pernyataan dan kesanggupan yang dicantumkan maupun didalam formulir-formulir lainnya yang dibuat dalam rangka kontrak asuransi jiwa ini tidak benar atau palsu, maka perusahaan mempunyai hak untuk membatalkan kontrak ini.

4. Dalam hal kesalahan keterangan, peryataan dan kesanggupan tersebut pada point 3 ternyata dibuat dengan tidak sengaja oleh pemegang polis, menurut pertimbangan perusahaan kontrak ini berlaku terus dengan pembetulan, disesuaikan dengan dengan


(34)

keadaan sebenarnya. Jika karena pembetulan atas kehendak pemegang polis kontrak asuransi ini dihentikan, maka terhadap asuransi ini diberlakukan pasal-pasal mengenai penghentian kontrak dengan ketentuan segala sesuatunya didasarkan atas keadaan yang sebenarnya.

2. Isi Polis

Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat berikut ini :

1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.

2) Nama tertanggung untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga. 3) Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan. 4) Jumlah yang diasuransikan

5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung.

6) Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penaggung.

7) Premi asuransi.

8) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara pihak.

Disamping syarat-syarat khusus tersebut, dalam polis harus dicantumkan juga berbagai asuransi yang diadakan lebih dahulu, dengan ancaman batal jika tidak dicantumkan. Berbagai asuransi yang dimaksud adalah seperti tercantum dalam pasal KUHD berikut ini :

1) Reasuransi (Pasal 271 KUHD) 2) Asuransi rangkap (Pasal 252 KUHD) 3) Asuransi Insolvabilitas (Pasal 280 KUHD)


(35)

5) Asuransi kapal yang belum tiba ditempat tujuan (Pasal 606 KUHD) 6) Asuransi atas keuntungan yang diharapkan (Pasal 615 KUHD)

3. Jenis Polis

Dalam praktek asuransi, setiap perusahaan Asuransi telah menyusun polisnya masing-masing dengan syarat-syarat khusus dan pula. Berdasarkan syarat-syarat khusus dan klausula-klausula tertentu yang dicantumkan dalam polis timbullah bermacam-macam jenis polis yang berbeda antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama lain, bahkan menunjukan persaingan antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama penanggung. Demikian juga tertanggung, ada yang merasa sulit memiliki perusahaan Asuransi yang mana akan dijadikan penanggung karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.

1) Polis Maskapai

Dinamakan polis maskapai karena polis ini dibuat dan diterbitkan oleh maskapai-maskapai asuransi. Selain syarat-syarat yang diharuskan oleh Undang-undang, Polis maskapai memuat beberapa ketentuan khusus yang berlaku bagi maskapai yang menciptakan syarat-syarat tersebut. Dalam operasi kerjanya perusahaan Asuransi yang mengunakan Polis Maskapai ini banyak mengalami kesulitan, sehingga lambat laun polis maskapai ini ditinggalkan dan orang mulai mengarah pada perbuatan dan penggunaan polis seragam.

2) Polis Bursa

Polis mempunyai syarat-syarat yang seragam dan digunakan pada bursa asuransi. Ada dua macam polis bursa yaitu Polis Bursa Amsterdam dan Polis Bursa Rotterdam. Kedua Polis ini digunakan pada asuransi pengangkutan laut dan asuransi kebakaran. Kedua polis ini dinamakan demikian karena Polis Bursa Amsterdam digunakan di Bursa Asuransi Amsterdam, sedangkan Polis Bursa Rotterdam digunakan di bursa Asuransi Rotterdam.


(36)

Polis-polis ini masih terus dikembangkan dengan menambah syarat-syarat yang telah diseragamkan itu secara berurutan dengan diberi nomor urut dan dicetak.

Dalam dunia usaha-usaha Asuransi di indonesia dewasa ini, Polis-polis standar yang demikian itu digunakan oleh Perusahaan Asuransi. Disamping itu Dewan Asuransi Indonesia (PAI) juga telah menetapkan Polis Standar untuk Asuransi Kebakaran dan Asuransi Kendaraan bermotor.

3) Polis Lloyds

Polis Lloyds adalah polis yang digunakan di Bursa Lloyds London. Polis ini telah dikembangkan sendiri dibawah merek Lloyds dan hanya digunakan oleh perusahaan Asuransi yang menjadi The Lloyds Corpepration. Polis Lloyds digunakan untuk asuransi pengangkutan laut, asuransi kebakaran dan asuransi terhadap bahaya-bahaya lain. Polis Lloyds untuk asuransi penggangkutan laut diatur oleh Marine Insurance Act 1906.

Tentang Polis Pertanggungan Jiwa diatur didalam Pasal 304 KUHD yang menyebutkan :

a) Hari ditutupnya pertanggungan b) Nama si tertanggung

c) Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan

d) Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung e) Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan

Di dalam sub 2 disebut tertanggung yang ternyata kalau dihubungkan dengan apa yang disebut di dalam sub-sub yaitu nama orang yang jiwa nya dipertanggungkan, tidak lain daripada bahwa yang dimaksud orang yang mengambil pertanggungan tersebut, yang menurut sistem undang-undang adalah orang yang berkepentingan walaupun kenyataannya di dalam praktek kedua sifat itu tidak selalu jatuh bersama.


(37)

Apabila kita perhatikan bunyi Pasal 304 KUHD maka tidak ada sebutkan bahwa polis harus ditanda tangani oleh tiap-tiap penanggung seperti yang diatur didalam Pasal 255 ayat 2 KUHD mengenai isi Polis pada umumnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa Polis dari pertanggungan jiwa itu tidak perlu dibubuhi tanda tangan penanggung.

Walaupun demikian penyebutan itu hanya merupakan penunjuk bukan hukum yang memaksa seperti yang diatur dalam Pasal 603, 605, 606 masing-masing dari KUHD untuk pertanggungan laut. Tanpa ada hal-hal itu pertanggungan tetap sah dan tidak batal.

4. Gadai Polis

Tergolong sebagai benda yang dapat digadaikan ialah tagihan, polis dalam hal ini merupakan surat tanda bukti adanya penagihan, dan kurangnya polis dapat juga merupakan benda yang dapat digadaikan. Pengadaian polis dalam hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada debitor pemberi gadai, sebelum hutangnya lunas.

Apabila debitor meninggal dunia, maka seluruh hutang sisanya dibayar dengan uang pertanggungan.

Penggadaian polis hanya akan mengikat penanggung, bila hal itu diperjanjikan secara tegas-tegas ; baik didalam polis sendiri maupun dengan surat yang tersendiri. Sedangkan menurut kebiasaan dari Asuransi Rakyat untuk memperkenalkan polis-polis yang dikeluarkan dipergunakan sebagai obyek penggadaian.

E. Asas-asas Dalam Hukum Asuransi

Dalam hukum asuransi terdapat tiga asas pokok yaitu asas indemnitas, asas kepentingan dan asas itikad baik.


(38)

Kata indemnitas berasal dari bahasa latin yang berarti ganti kerugiaan. inti asas indemnitas adalah seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita tertanggung dengan jumlah ganti kerugiaannya.19 Dalam hukum asuransi, asas indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang memberi batasan tentang asuransi atau pertanggungan, yaitu sebagai perjanjian yang bermaksud memberikan penggantian untuk suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang mungkin diderita oleh tertanggung sebagai akibat terjadinya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak dapat dipastikan apakah akan terjadi atau tidak.20 Asas ini hanya berlaku terhadap asuransi kerugian saja, tidak berlaku terhadap asuransi sejumlah uang.

Ada 3 macam kerugian yang timbul karena kehilangan atau kerusakan harta benda dalam asuransi kerugian yaitu :

1) Kerugiaan atas barang itu sendiri.

2) Kerugiaan pendapatan dan pemakaian, karena hancurnya barang itu sampai barang itu dapat diganti

3) Kerugiaan yang menyangkut tanggung jawab terhadap orang lain.

Semua jenis kerugian tersebut dapat dituntut penggantiannya jika resiko terhadap timbulnya kerugian itu pertanggungkan secara tegas. Dengan adanya asas indemnitas ini, maka jumlah ganti rugi yang diberikan penaggung kepada tertanggung, tidak melebihi besarnya kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung. Dengan kata lain, asas indemnitas bermaksud semata-mata untuk memulihkan keadaan tertanggung yang tertimpa kerugian kembali seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian itu, sehingga jumlah kekayaan tertanggung tetap terpelihara.

19

H.M.N. Poerwosutjipto, Op Cit, hal 58

20


(39)

Gunanto berpendapat, “perjanjian yang memungkinkan tertanggung menjadi lebih kaya daripada sebelum tertimpa musibah dapat membuat tertanggung justru mengharapkan terjadinya musibah. hal tersebut tidak dapat ditoleransi.21

Penentuan besarnya ganti kerugiaan pada jumlah yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung ini sifatnya adalah memaksa. Setiap penyimpangan atau pelepasan dari ketentuan tersebut adalah batal. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 252, 253, dan 254 KUHD. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut jelaslah bahwa penggantian lebih tinggi dari jumlah kerugian atau harga kepentingan yang sesungguhnya tidak diperbolehkan. Sementara penggantian kerugian lebih rendah dari kerugian yang sesungguhnya diderita dapat terjadi, apabila diadakan pertanggungan di bawah harga. Hal ini diatur dalam Pasal 253 ayat 2 KUHD, tetapi ketentuan itu tidak bersifat memaksa, karena hal itu dapat dilanggar dengan membuat janji secara tegas untuk pembayaran penuh yang disebut dengan “primer risque” sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat 3 KUHD.

2) Asas Kepentingan

Asas kepentingan dalam hukum asuransi diatur dalam Pasal 250 dan 268 KUHD. Pasal 250 KUHD menyebutkan :

Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberi ganti rugi.

21


(40)

Selanjutnya dalam Pasal 268 KUHD disebutkan, “suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikanoleh undang-undang”.

J.E. Kaihatu menyebutkan, “kepentingan adalah suatu hubungan atau ikatan yang sah dan sedemikian rupa maupun langsung atau tidak dengan barang yang dipertanggungkan itu.22 Sementara itu H.M.N Purwosutjipto mengartikan kepetingan sebagai “hak atau kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan”.23 Jika kedua pendapat itu disatukan, maka hubungan atau ikatan yang sah itu sama dengan hak dan kewajiban seseorang atas benda yang dipertanggungkan.

Pengertian hubungan yang sah atau hak berkaitan dengan hukum yaitu sesuai atau dibenarkan oleh hukum. Jadi bila seseorang yang memiliki suatu benda yang dilarang Undang-undang, maka orang itu secara hukum tidak mempunyai hubungan yang sah atau tidak berhak atas benda tersebut. Dengan demikian menurut hukum asuransi, seorang tertanggung harus menunjukkan :

a) Benda tertentu, yang patut dipertanggungkan.

b) Kepentingan, yaitu hubungannya yang sah dengan benda tersebut sehingga jika benda itu tertimpa bahaya, terhadap mana diadakan pertanggungan, maka ia berhak menerima ganti kerugian yang sewajarnya.

3) Asas Itikad Baik

Asas itikad baik diatur dalam Pasal 251 KUHD yang berbunyi sebagai berikut :

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang

22

J.E. Kaihatu, Asuransi Kebakaran, Djambatan, Jakarta, 1964, hal 13

23


(41)

demikian sifatnya sehingga seandainya si tertanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Yang dimaksud dengan itikad baik adalah kemauan baik dari setiap pihak untuk melakukan perbuatan hukum agar akibat dari kehendak/perbuatan hukum itu dapat tercapai dengan baik.

Menurut Amiruddin Abdul Wahab, dari Pasal 251 KUHD dapat diperoleh beberapa unsur yaitu :

a) Bahwa dalam perjanjian pertanggungan sangat diperlukan adanya asas itikad baik.

b) Bahwa pelanggaran terhadap asas tersebut terjadi dalam hal tertanggung memberikan keterangan keliru/tidak benar, atau tidak memberitahukan/mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya.

c) Sifat dari hal-hal itu dapat mempengaruhi keputusan si penanggung. d) Bahwa asas itu harus diperhatikan sejak sebelum perjanjian ditutup.

e) Bahwa pelanggaran terhadap asas tersebut mengakibatkan batalnya perjanjian itu.24 Syarat-syarat umum sahnya perjanjian pada umumnya diatur oleh Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPdt, Syarat tersebut dalam Pasal 1320 KUHPdt adalah sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

24


(42)

Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

Dalam perjanjian setidaknya ada dua orang yang saling berhadap-hadapan dan mempunyai kehendak yang saling mengisi. Kedua belah pihak yaitu penanggung dan tertanggung dalam mengadakan perjanjian harus setuju atau sepakat terhadap hal-hal pokok dalam perjanjian yang diadakan. Orang dikatakan tidak memberikan persetujuan/sepakat, kalau orang memang tidak menghendaki apa yang disepakati. Kesesuaian kehendak saja dari dua orang belum menimbulkan suatu perikatan, karena hukum hanya mengatur perbuatan nyata daripada manusia, kehendak tersebut harus saling bertemu dan untuk saling bertemu harus dinyatakan.

Sehubungan dengan syarat kesepakatan ini KUHPdt dalam Pasal 1321 menentukan bahwa, tiada sepakat yang sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Kesepakatan yang hendak dicapai tersebut harus bebas dari unsur-unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan.

Ad.2. Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian

Para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Pasal 1329 KUHPdt mengatakan bahwa setiap orang adalah berwenang untuk membuat perikatan jika oleh Undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Para pihak dianggap cakap apabila telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah, sehat jasmani dan rohani serta tidak berada di bawah pengampunan.

Ad.3. Suatu hal tertentu

Suatu perjanjian harus mengenai hal-hal tertentu, artinya ada objek yang jelas yang diperjanjikan, dalam hal ini adalah jiwa seseorang. Dengan demikian timbullah hak dan


(43)

kewajiban kedua belah pihak yaitu penanggung dan pemegang polis yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan (tertanggung). Suatu hal tertentu adalah objek dari perjanjian. Perjanjian yang tidak mengandung suatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa, perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak jelas apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak.

Ad.4. Suatu sebab yang halal

Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, namun yang dimaksud sebab dalam Pasal 1320 KUHPdt bukan yang mendorong orang untuk membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti “isi perjajian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Termasuk dalam sebab-sebab yang tidak halal adalah sebab-sebab yang palsu dan sebab-sebab yang terlarang. Suatu sebab-sebab dikatakan palsu apabila sebab itu diadakan oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya. Sebab yang terlarang adalah sebab yang bertentangan dengan kesusilaan, undang-undang maupun ketertiban umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebab yang halal disini adalah isi dari perjanjian penanggungan jiwa ini tidak dilarang undang-undang, tidak beertentangan dengan ketertiban umum dan nilai-nilai kesusilaan.

4) Asas Subrogasi

Di dalam KUHD, asas ini secara tegas diatur dalam Pasal 284 :

“Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut ; dan si


(44)

tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu”.

Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada Pasal 284 KUHD tersebut di atas adalah suatu asas yang merupakan konsekuensi logis dari asas indemnitas.

Mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan, artinya tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga (meskipun ada alasan hak untuk itu).

Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undang-undang, Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut :

a) Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.

b) Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian

Jadi pada perjanjian asuransi, atas subrogasi dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian.25

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa

Pada perjanjian asuransi tatanan hubungan hukum antara para pihak. Tatanan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban. Menurut Sudikno Merkusumo, tatanan yang diciptikan oleh hukum baru menjadi kenyataan apabila kepada subyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi

25


(45)

yang isinya di satu pihak “hak”, sedang di pihak lain “kewajiban”. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.26

Urain di atas menunjukan bahwa dalam suatu hubungan hukum perjanjian hak dan kewajiban selalu berada pada posisi yang bersebelahan. Hak pada satu pihak akan merupakan kewajiban pada pihak lain. Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada satu pihak, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban pada pihak lain.

Berkaitan dengan hak dan kewajiban, lebih lanjut Sudikno Mertukusumo mengatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah, melainkan merupakan perimbagan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban dipihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban kepada seserorang oleh hukum.27

Dalam suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan diatur hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat di dalamnya yaitu penanggung dan tertanggung. Pasal 26 KUHD antara lain menetapkan bahwa pertanggungan itu suatu perjanjian, penggung berkewajiban untuk mengganti kerugian bila terjadi evenemen (peristiwa yang tidak tentu terjadi menjadi kenyataan) yang merugikan tertanggung serta berhak untuk mendapatkan uang santunan. Kemudian dalam Pasal 257 ayat KUHD menetapkan bahwa hak dan kewajiban itu mulai berlaku pada saat perjanjian pertanggung ditutup. Sehubungan dengan hal ini H.M.N Purwusutjipto berpendapat bahwa hak dan kewajiban itu bersifat timbal balik antara penanggung dan tertanggung dengan perincian sebagai berikut :

a) Kewajiban membayar uang premi dibebankan kepada tertanggung atau orang yang berkepentingan.

b) Kewajiban pemberitaan yang lengkap dan jelas dibebankan kepada tertanggung.

26

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta 1991, hal 39

27


(46)

c) Kesalahan-kesalahan yang tidak termasuk dalam kesalahan orang yang berkepentingan, tidak dapat dilimpahkan pada orang yang berkepentingan.

d) Tertanggung bukan orang yang berkepentingan dalam pertanggungan, tidak dibebani yang disebut dalam Pasal 283 KUHD yaitu berkewajiban mengusahakan segala sesuatu untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang mungkin terjadi.

e) Tertanggung mempunyai hak untuk menuntut penyerahan polis, sedang orang yang berkepentingan mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian kepada penanggung.28 Sementara itu M. Isa Arif memberikan perincian mengenai hak dan kewajiban dari tertanggung, sebagai berikut :

a) Kewajiban adalah :

− Berusaha untuk membatasi kerugian.

− Membayar premi pada waktunya.

b) Hak dari tertanggung adalah berhak atas penggantian kerugian. Sedangkan dari penanggung, hak dan kewajiban sebagai berikut : a) Kewajiban adalah :

− Mengganti biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk menghalang atau membatasi kerugian.

− Mengganti kerugiaan, jika itu memang terjadi.

b) Penanggung yang menganti suatu kerugian mendapat semua hak yang dipunyai oleh tertanggung terhadap orang yang menyebabkan kerugian.29

28

H.M.N Purwosutjipto, Op Cit, hal 35

29


(47)

BAB III

Tinjauan Tentang Jaminan dan Perjanjian Secara Umumnya

A. Pengertian Jaminan Secara Umum

Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zaker Heiddos Stelling atau Security Of Law. Dalam seminar badan pembinaan hukum nasional tentang lembaga politik dan jaminan lainnya, yang diselenggarakan di yogyakarta, pada tanggal 20 sampai 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Defenisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dan penggolongan jaminan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah :

“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberi fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang diberinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah”.

B. Dasar Hukum Jaminan

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil adalah tempat materi


(48)

hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional dan keadaan geografis.

Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu sumber formal tertulis dan tidak tertulis. analog dengan hal ini, maka sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurispendensi.

Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis, yaitu :

1) Buku II KUH Perdata (BW)

KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848, diberlakukan di indonesia berdasarkan asas konkordansi. Sedangkan yang menyangkut tentang jaminan terdapat pada buku II KUH Perdata Pasal 1131 dan 1132. Yang mana isi dari Pasal ini adalah :

Pasal 1131 “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut


(49)

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk di dahulukan”.

2) KUHD

KUH Dagang diatur dalam stb 1847 nomor 23 KUH Dagang, terdiri atas 2 buku, yaitu buku I tentang dagang pada umumnya dan buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran. Sedangkan jumlah pasalnya sebanyak 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotik kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.

3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria

Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51 dan Passal 57 UUPA yang berbunyi “Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi “Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam kitab undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S. 1937-190.

C. Penggolongan Jaminan

Demikian kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan undang-undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua Kreditor dan mengenai semua harta benda debitor. Baik mengenai benda bergerak maupun tak bergerak, baik benda yang sudah ada


(50)

maupun yang masih akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh perutangan debitor. Hasil penjualan dari benda-benda tersebut dibagi-bagi “Secara ponds-ponds gelifik”, seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua Kreditor dan menyangkut semua harta kekayaan debitor dan sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan untuk kreditor. Sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang dengan piutangnya masing-masing.

Walaupun telah ada ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memberikan jaminan bagi perutangan debitor sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, namun ketentuan tersebut diatas adalah merupakan ketentuan yang bersifat umum.

Dalam praktek perbankan adanya jaminan yang dikhususkan itu diisyratkan oleh suatu prinsip sebagaimana tercantum dalam undang-undang pokok perbankan, yaitu ketentuan Pasal 24 undang-undang No. 14 tahun 1967 yang melarang adanya pemberian kredit tanpa jaminan. Jadi jaminan disini maksudnya adalah jaminan yang dikhususkan untuk Bank dimana persediaan barang-barang jaminan itu disebutkan secara terperinci.

Adapun jaminan khusus ini timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan diantara kreditor dan debitor yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ialah adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah adanya orang tertentu yang sangup membayar/memenuhi prestasi manakala debitor berprestasi.

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan”, dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahuluhi atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang


(51)

menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (hasil seminar badan pembinaan Hukum Nasional yang diselengarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai tanggal 30 juli 1977). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukan pengertian jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan perorangan,

Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil yaitu :

1. Hak mutlak atas suatu benda

2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu 3. Dapa dipertahankan terhadap siapapun

4. Selalu mengikuti bendanya, dan 5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.

Unsur jaminan perorangan, yaitu :

1. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu. 2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu; dan 3. Terhadap harta kekayaan debitor umumnya.

Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu ; 1. Gadai (pand) yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata 2. Hipotik, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata

3. Credietverband, yang diatur dalam stb 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan stb 1937 Nomor 190

4. Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1999 5. Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 42 tahun 1999

Yang termasuk jaminan perorangan, adalah :

1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih 2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng


(52)

3. Perjanjian garansi

Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah : 1. Gadai

2. Hak tanggungan 3. Jaminan fidusia

4. Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara 5. Borg

6. Tanggungan-menanggung, dan 7. Perjanjian garansi30

8. Jaminan Atas Benda Bergerak dan Tak Bergerak

Penggolongan atas benda yang penting menurut sistem hukum perdata yang berlaku kini di indonesia adalah penggolongan atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Karenanya juga dikenal adanya pembedaan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. Pembedaan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak, juga pembedaan atas jaminan benda bergerak dan tak bergerak demikian itu juga dikenal hampir diseluruh perundang-undang modern di berbagai negara didunia ini.

Pembedaan atas benda bergerak dan benda tak bergerak demikian, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam hal-hal tertentu, yaitu mengenai :

1. Cara pembebanan/jaminan 2. Cara penyerahan

3. Dalam hal daluwarsa 4. Dalam hal bezit

Cara penyerahan benda bergerak dilakukan dengan cara-cara yang berlainan dengan tak bergerak. Penyerahan benda bergerak menurut jenisnya dapat dilakukan dengan

30

H.Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 25


(53)

penyerahan nyata, penyerahan simbolis (penyerahan kunci gudang), Traditio Brevimanu, Coustitum Possessoium (penyerahan dengan terus melanjutkan penguasaan atas benda itu), Cossi Endossomint. Sedangkan untuk benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama, yaitu harus dilakukan penyerahan yuridis yang bermaksud memperalihkan hak itu, dibuat dengan bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan notaris/PPAT dan didaftarkan. Dalam hal Daluwarsa, untuk benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sedang untuk benda tak bergerak mengenal lembaga daluwarsa.

D. Pengertian Perjanjian

Adapun pengertian perjanjian Terdapat pada buku III KUHPerdata yang berjudul “Tentang Perikatan”, perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian sebab dalam buku ke III KUHPerdata juga diatur hal-hal yang perhubungan perhubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada persetujuan atau perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul berdasarkan pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaak waarning). Walaupun demikian sebagian besar dari buku III KUHPerdata ditujukan kepada perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, jadi berisi hukum perjanjian.

Menurut KUHPerdata istilah yang dipergunakan adalah persetujuan dan bukannya perjanjian. Hal ini tersimpul dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Dimana pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata tersebut adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Menurut Surbekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.31

31


(1)

BAB V

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan

Setelah diuraikan pada bab-bab terdahulu khususnya mengenai pembahasan. Maka pada bab terakhir ini, yang merupakan bab penutup dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa syarat-syarat polis asuransi jiwa yang dapat diterima sebagai jaminan kredit bank adalah polis asuransi jiwa yang mempunyai nilai polis dengan uang pertanggungan yang cukup (jika hutang kredit Rp. 100 Juta maka uang pertanggungan diatas Rp. 100 Juta) untuk mengcover sisa hutang yang belum dapat dibayarkan oleh pihak debitor atau seharusnya uang pertanggungan sama atau lebih besar jumlahnya dengan nilai uang pinjaman yang akan diterima oleh nasabah tersebut. Dengan catatan pihak asuransi jiwa akan membantu menanggung pembayaran hutang kredit bank apabila pihak debitor sudah melunasi pembayaran angsuran asuransi jiwa baik itu bulanan, triwulan atau tahunan, selain itu ada alasan-alasan tertentu saja yang dapat dibantu oleh pihak asuransi (pihak penanggung) dikarenakan meninggal dunia atau sakit sehingga tidak mampu lagi membayar hutang kredit di bank.

2. Bentuk perlindungan yang dijamin oleh penanggung kepada pihak kreditor apabila pembayaran pinjaman belum lunas adalah dengan cara mengembalikan pinjaman debitor kepada pihak bank jika ternyata pihak debitor meninggal dunia didalam masa pengembalian pinjaman kredit.

3. Dalam hal penyelesaian sengketa bila klaim asuransi tidak dibayar pihak penanggung maka penyelesaiannya melalui musyawarah antara pihak penanggung dengan pihak nasabah asuransi. Akan tetapi bila mengalami jalan buntu maka sebaiknya juga diselesaikan melalui suatu wadah yaitu Badan Mediasi Asuransi Indonesia atau disingkat


(2)

BMAI. Badan ini berdiri pada tanggal 12 Mei 2006 yang merupakan konsekwensi dikeluarkanya UU No. 37/2004 yang mengubah UU No. 4/1998 mengenai kepailitan. Pembentukan BMAI merupakan buah janji industri Asuransi dengan Departemen Keuangan dan DPR sebagai wadah solusi dispute dalam penyelesaian klaim-klaim bermasalah yang sering merugikan nasabah karena bila diselesaikan di pengadilan akan memakan waktu yang lama.

B. Saran

Mengenai saran yang dapat penulis sampaikan disini sebagai berikut :

1. Polis Asuransi Jiwa yang nilainya dalam hal ini uang pertanggungannya tidak mencukupi sebaiknya pihak Asuransi harus menjelaskannya kepada nasabah bahwa kesanggupan pihak asuransi membayar hutang nasabah kepada bank hanya sebatas kesanggupan nilai polis yang dimiliki oleh nasabah agar supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam pelimpahan tanggung jawab. Sebaiknya nasabah jangan menganggap bahwa dengan adanya produk Asuransi jiwa kredit, nasabah tidak membayar hutang kepada bank, tetapi harus dibayar selama nasabah masih mampu membayar hutang pinjaman kredit kepada bank.

2. Pihak penanggung harus memberikan kepastian waktu kapan pembayaran hutang debitor dapat dibayarkan kepada bank, karena pengembalian hutang yang tepat waktu akan menimbulkan kepercayaan pihak kreditor (bank) kepada pihak penanggung (pihak asuransi), sehingga bukti perlindungan pihak penanggung kepada kreditor dapat dijadikan bukti jaminan nyata.

3. Dalam penyelesaian sengketa klaim asuransi, lebih dianjurkan untuk diselesaikan secara intern melalui musyawarah dan kekeluargaan, sehingga waktu penyelesaiannya cepat.


(3)

khusus menangani klaim-klaim bermasalah yaitu BMAI (Badan Mediasi Asuransi Indonesia) karena BMAI ini adalah badan yang dirancang khusus untuk menangani permasalahan yang timbul dikarenakan klaim-klaim nasabah asuransi yang mengalami persoalan yang tidak dapat dipecahkan bersama dengan pihak asuransi selain itu merupakan solusi agar permasalahan ini jangan sampai dibawa ke pengadilan karena akan mengeluarkan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga akan merugikan nasabah asuransi itu sendiri. Selain itu kerahasiaan nasabah terjamin di BMAI karena masalahnya tidak akan dipublikasikan.


(4)

Daftar Pustaka

1. Buku

Sofwan, Sri Soe Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, yogyakarta, 2003

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung 1999

---, Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, 2004

Prawato, Agus, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, BPFE, Yogyakarta, 1992

Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1997

---, Hukum Dagang, Asuransi, dan Hukum Asuransi, IKIP Semarang, 1985

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1986

---, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1997

---, Hukum Pertanggungan, Cet V, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982


(5)

Muslehuddin, Muhammad, Menggugat Asuransi Modern, Lentera, Jakarta, 1999

Mehr & Cammack-A, Dasar-dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981

Wahab, Amiruddin Abdul, Tinjauan Tentang Aspek-aspek Hukum Dalam Asuransi Kecelakaan Bermortor di Indonesia, Disertai, Universitas Airlangga, Surabaya 1990

Poerwosutjipto, H.M.N., Hukum Pertanggungan, Cet. II Djambatan, Jakarta, 1986

---, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, 1983

Darmawi, Herman, Manajemen Resiko, Bumi Aksara Jakarta, 2000

H. Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Medan Area, Medan 2001

---, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005

Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Tirta Pustaka, Jakarta, 1984

Kaihatu, J.E., Asuransi Kebakaran, Djambatan, Jakarta, 1964

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta 1991

Arif, M. Isa, Bidang Usaha Perasuransian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987

Subekti, R,Hukum Perjanjian PT. Internasa, Jakarta, 1987

---, Aneka perjanjian, Alumni Bandung, 1985

---, Jaminan-jaminan Pemberian Kredit Menurut Hukum Islam, Alumni Bandung, 1982


(6)

Van der Brught, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori dan Yurisprudensi, saduran Mandar Maju, Bandung, 1999

Satrio, J, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Alumni Bandung, 1993

Harahap, M Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1990

Salim HS, H, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Usaman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001

2. Peraturan Perundang-undangan :

Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1974

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2000

Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

3. Sumber Lain :

Internet http//www.Prudential.co.id