anaerobic solid waste reactor ASWR. Pada penelitian ini tidak dilakukan penambahan inokulum. Pengaturan pH dilakukan dengan mengunakan pH controller
yang diatur untuk deviasi positif dan negatif dari titik setnya yang mana menggunakan asam HCl atau basa campuran NaOH dan KOH. Pengaturan VFA
dilakukan dengan menggantikan cairan di dalam reaktor dengan umpan baru untuk menjaga kandungan VFA. Pada penelitian ini terbukti bahwa proses hidrolisis limbah
padat organik sesuai dengan kinetika reaksi orde satu. Dari analisa statistik yang dilakukan, diperoleh bahwa konstanta laju hidrolisis tergantung pada pH tetapi
konsentrasi VFA tidak tergantung pada pH.
2.4.2 Alkalinitas
Nilai alkalinitas menyatakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh basa yang ditambahkan ke dalam sistem. Alkalinitas membantu mempertahankan pH agar
tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam [47]. Alkalinitas terutama terdiri dari ion bikarbonat yang berada dalam keseimbangan dengan karbon
dioksida. Proses asidifikasi yang terlalu kuat akan diantisipasi oleh karbon dioksidahidrogen karbonatkarbonat. Selama fermentasi, CO
2
secara kontinu dihasilkan dan dilepas ke udara. Pada kondisi pH yang semakin menurun, semakin
banyak CO
2
diserap ke dalam substrat sebagai molekul bebas. Jika nilai pH meningkat, CO
2
yang terlarut tersebut akan membentuk asam karbonat yang mana akan terionisasi dan menghasilkan ion hidrogen. Adapun reaksinya adalah sebagai
berikut [48]: CO
2
+ H
2
O ↔ H
2
CO
3
↔ HCO
3 -
+ H
+
↔ CO
3 2-
+ 2H
+
2.4.3 Temperatur
Tingkat metabolisme dan pertumbuhan reaksi kimia dan biokimia cenderung meningkat dengan kenaikan suhu, sampai toleransi suhu mikroorganisme terpenuhi.
Jika temperature terlalu ekstrim, denaturasi sel akan terjadi dan mengakhiri kehidupan efektif sel [49]. Terdapat tiga kondisi temperatur yang memungkinkan
mikroorganisme anaerobik berkembang, yaitu mesofilik dengan temperatur optimum pada 30-37°C, termofilik dengan temperatur optimum 55-60°C dan psikropilik
dengan temperatur optimum pada 15-20°C [39].
Universitas Sumatera Utara
Temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan
atau menggunakan sistem pemanas pada digester [38]. Dalam penelitiannya, Moset et al 2015 [49] membandingkan produksi metana yang dihasilkan dari proses
digestasi anaerobik dengan bahan baku kotoran ternak pada temperatur mesofilik dan termofilik. Diperoleh hasil bahwa pada temperatur termofilik, digestasi anaerobik
menunjukkan degradasi bahan organik yang lebih tinggi, pH dan yield metana CH
4
yang lebih tinggi, serta emisi CH
4
yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi mesofilik. Selain itu, keragaman mikroba yang lebih rendah ditemukan di reaktor
termofilik, terutama untuk kelas Clostridia. Umumnya, digestasi anaerobik berlangsung lebih cepat pada temperatur
termofilik. Hal ini dikarenakan mikroorganisme lebih aktif pada temperatur yang lebih tinggi. Selain itu temperatur yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan
ketersediaan senyawa organik tertentu karena kelarutan umumnya meningkat dengan meningkatnya suhu. Sebagai akibat dari peningkatan kelarutan, viskositas bahan
tertentu mungkin lebih rendah dalam kondisi termofilik. Keuntungan lain penggunaan temperatur termofilik adalah berkurangnya mikroorganisme patogen
yang tidak diinginkan seperti Salmonella [39].
2.4.4 Pengadukan