2002 hingga awal tahun 2005 menjadi carut marutnya dunia pendidikan terkait dengan uji kemampuan melalui Ujian tahap akhir pembelajaran
bernama UAN. Harapan yang digantungkan pada sistem pendidikan saat itu adalah,
kejelasan dari Depdiknas mengenai sikapnya dalam menentapkan standar kelulusan yang berbeda dan meningkat selama lima tahun mendatang
Kunandar, 2009 seperti contohnya standar kelulusan terus meningkat dengan rentang nilai 0,5 - 1 pada tiap rentang kenaikannya. Standar kelulusan
pada UAN 2003 adalah 3,01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata minilan adalah 6,00. Dan pada 2004 standar kelulusan UAN adalah 4,01. Berarti pada
rentang 1 hingga memasuki periode tahun 2005 yang kembali nama berubah menjadi UN. Hal yang menyebabkan terjadinya perubahan nama, menjadi
bentuk ketidakjelasan pemerintah dalam menentukan nama yang sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan rancangan ujian akhir nasional. Hal
tersebut berlangsung hingga kini, dengan nama Ujian Nasional UN. Sejarah mencatatkan nama dalam perubahan Ujian akhir nasional, tetapi sejarah tidak
mencatat perubahan sistematika yang mencarikan solusi pendidikan di Indonesia terkait evaluasi hasil belajar di tingkat akhir pembelajaran.
C. Ujian dan Pendidikan Nasional
Ujian menjadi menjadi pembicaraan banyak pihak apabila dikaitkan dengan pendidikan nasional, mulai dari rancangan, standarisasi, hingga tujuan
dan ketercapaiannya. Penilaian hingga pencapai tingkat tertinggi memerlukan proses yang signifikan secara bertahap. Pemaknaan ujian yang tergambar
melalui sejarah ujian akhir sekolah di Indonesia, ujian dimaknai sebagai tes kelayakan. Apakah peserta didik tertentu telah layak atau tidak untuk diakui
kemampuan dan penguasaannya untuk dapat melanjutkan jenjangnya atau tidak. Padahal, pada dasarnya ujain merupakan tahap evaluasi yang mengarah
pada hasil akhir pembelajaran dan prestasi pembelajaran. Ujian adalah penilaian dan pengukuran M Solichin, 2011. Tindakan menilai berarti
mengukur yang dipahami sebagai upaya membandingan sesuatu dengan satu
5
ukuran yang bersifat kuantitatif, mengambil suatu keputusan dengan ukuran tertentu yang bersifat kualitatif, serta keduanya dilakukan secara bertahap.
Pelaksanaan evaluasi di tingkat sekolah akan terkait erat dengan guru. Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam melalukan tindakan evaluasi di
antaranya adalah, pendidik harus membuat perencanaan yang efektif terhadapa penilaian dengan fokus pada siswa. Dengan demikian ujian akhir
yang direncanakan sebagai instrumen penilaian haruslah direncanakan secara berkesinambungan dengan kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Hal
tersebut terkait dengan kesesuaian instrumen dengan responden. Ujian juga dapat diartikan sebagai penilaian terhdap keterampilan guru dalam
menjalankan profesionalisme kerjanya. Dengan demikian bimbingan dalam upaya peningkatan kemampuan menjadi proses yang panjang dan harus
sesuai dengan penacapaian rencana penilaian kemampuan. Seperti halnya yang tercantum dalam peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 mengenai standar nasional pendidikan pada bab I mengenai ketentuan umum yang menentapkan peraturan pemerintah
tentang standar nasional pasal 1, yaitu bahwasanya standar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, halnya yang dialami di beberapa wilayah daerah tertinggal di Indonesia, yang
tengah sibuk mengatasi permasalahan pendidikan pada tingkat penyediaan sarana pendidikan di tingkat dasar apakah mampu mengikuti standar
pendidikan yang telah di tetapkan beberapa tahun kemudian mengalami perubahan secara spontanitas menjadi hal yang mustahil.
Kaitannya ujian dengan keberlanjutan jenjang, seperti pada tingkatan SMASMK yang melanjutkan ke perguruan tinggi, maka kedudukan ujian
sebagai instrumen evaluasi hasil belajar dan prestasi tidak memiliki kedudukan yang signifikan secara fungsional. Terlihat pada periode
memasuki perguruan tinggi tetap diselenggarakan oleh perguruan tinggi terkait dalam bentuk SMPTN dan Ujian Masuk UM yang bersifat mandiri,
dan tentunya memiliki standar kelulusan yang berbeda sesuai kebutuhan.
6
Untuk itulah, kebutuhan dan keberfungsian ujian yang diselenggarakan dan disosialisasikan secara menasional ini masih perlu pemahaman yang
mendalam mengenai keberfungsiannya. Hal tersebut terjadi kemungkinan disebabkan adanya ketentuan mengenai evaluasi pendidikan yang diartikan
sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan PerMen RI nomor 19 tahun 2005 pasal 1 butir 18
Tuntutan itulah yang menjadi pegangan, bahwasanya fungsi guru menjadi bergeser, pada tingkat penilaian dan evaluasi, bukan ketercapaian
kurikulum pendidikan. Pergeseran inilah yang semakin lama membuat udara pendidikan semakin hari terkesan tidak percaya diri dengan sistematika yang
telah dirancang dan ditentukannya. Ujian dan pendidikan seolah menjadi dua hal yang saling menunjuk.
D. Ujian Nasional UN dalam Kebijakan Paradoksal