Pengembangan uji tanah untuk membangun kriteria rekomendasi pemupukan fosfor dan kalium pada tanaman tomat

vii

PENGEMBANGAN UJI TANAH UNTUK MEMBANGUN
KRITERIA REKOMENDASI PEMUPUKAN FOSFOR DAN
KALIUM PADA TANAMAN TOMAT

LUTFI IZHAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

viii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Uji Tanah
untuk Membangun Kriteria Rekomendasi Pemupukan Fosfor dan Kalium pada
Tanaman Tomat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang terbit maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 14 Juni 2012

Lutfi Izhar
A262080031

ix

ABSTRACT
LUTFI IZHAR. Development of Soil Test of Phosphorus and Potassium for
Fertilizer Recommendation of Tomato. Under supervision of ANAS. D. SUSILA
as chairman, BAMBANG S. PURWOKO, ATANG SUTANDI, and I WAYAN
MANGKU as members of the advisory committee.
The best management practices for fertilizer application on vegetable crop
in Indonesia are not available at present. Environmentally friendliness in fertilizer
recommendation based on soil analysis has been adopted by many developed
countries for crop production. Soil testing using single-nutrient soil analysis in
Indonesia has been developed since 1970. However, due to limited research fund,

soil testing has not been programmed continuously and recommendation for
fertilization of specific location based on soil family has not been established yet.
Therefore, this research developed the basic model of P and K fertilizer efficiency
and recommendation based on soil analysis for tomato in Inceptisols. This model
will be adopted for other vegetable crops and different soil type in the future.
Tomato is a vegetable growing well on Inceptisols soil type, which generally has
low pH and high P-fixation.
Research was done in greenhouse and open field of Cikabayan, UF, IPB,
from March 2010 to December 2011. The objective of this research was to
develop the best management practice for P fertilizer and K fertilizer
recommendation based on soil analysis on Inceptisols for tomato. The study was
designed in two years. The first year was to build recommendation for P and the
second year for K fertilizer. Each study consisted of three experiments. First
experiment was correlation study that aimed at finding out the best extraction
method. The second experiment was calibration study that aimed at developing
soil response category. The third experiment was recommendation study that
aimed at building P and K fertilizer recommendation for each soil category on
Inceptisols for tomato. Treatments were phosphorus and potassium rates i.e. 0X,
¼ X ½ X ¾ X and 1X, where X was 368.6 P2O5 kg ha-1 and was 608.6 K2O kg
ha-1. Correlation of soil P and K test with tomato growth was conducted in the

greenhouse through media obtained from soil incubation processes. Soil P test
used five extraction methods i.e. Bray I, Bray II, Mehlich I, Morgan Wolf and
Truog. Soil K test also used five extraction methods i.e. Mehlich I, Morgan
Vanema, Truog, HCl 25% and NH4OAc 1 M pH 7. Calibration test was arranged
in a completely randomized design with two factors. The treatment consisted of
several soil P status (levels) ranging from very low to very high. Fertilizer dosage
i.e. X, ¾ X, ½ X, ¼ X, and 0X was the second factor, where X was 368.6 P2O5 kg
ha-1 for P and was 608.6 kg ha-1 K2O for K.
Results showed that there were significant differences among P and K
fertilizer treatments on plant height, stem diameter, leaf number, fresh biomass
and dry biomass for both correlation test and calibration test. The correlation test
showed that the best extraction reagent was Mehlich I for P and Truog for K.
Fertilizer recommendation criteria for “very low-nutrient status” was 183.3 P2O5
kg ha-1 and 281.3 K2O kg ha-1. Fertilizer recommendation for “low-nutrient”
status was 71.4 P2O5 kg ha-1 and 178.6 K2O kg ha-1.
Keywords: fertilizer dosage, Inceptisols, phosphorus, potassium, tomato.

x

RINGKASAN

LUTFI IZHAR. Pengembangan Uji Tanah untuk Membangun Kriteria
Rekomendasi Pemupukan Fosfor dan Kalium pada Tanaman Tomat. Dibimbing
oleh ANAS. D. SUSILA sebagai ketua, BAMBANG S. PURWOKO, ATANG
SUTANDI, dan I WAYAN MANGKU sebagai anggota komisi pembimbing.
Tomat merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Usahatani
tomat dapat dilakukan di berbagai jenis tanah. Salah satu jenis tanah yang
memiliki peluang besar dalam pengembangan tanaman tomat adalah Inceptisols.
Inceptisols merupakan jenis tanah terluas di Indonesia yang mencapai 70,52 juta
hektar atau 37,5% dari total luas areal daratan di Indonesia.
Produktivitas nasional tomat di Indonesia masih rendah. Hal ini karena
aplikasi teknologi budidaya masih belum dilakukan secara optimal. Salah satu
kendala usahatani tomat adalah belum dilakukan pemupukan yang mengandung
unsur hara penting sesuai dengan kondisi tanah spesifik lokasi. Unsur hara penting
yang sering menjadi pembatas pada pertumbuhan dan produksi tomat adalah
fosfor dan kalium.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan produksi tomat
adalah aplikasi teknologi pemupukan fosfor dan kalium yang sesuai dengan
rekomendasi berdasarkan uji dan analisis tanah. Penelitian ini bertujuan:
(1) mendapatkan metode pengekstrak hara P dan K tanah yang terbaik dan sesuai
dengan kemampuan

tanaman tomat mengekstrak hara di Inceptisols,
(2) menentukan kelas status ketersediaan hara P dan K tanah untuk tanaman tomat
yang dibudidayakan di Inceptisols, (3) menyusun rekomendasi pemupukan P dan
K yang berdasarkan kategori kelas ketersediaan hara P dan K tanah tanaman
tomat di Inceptisols.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai bulan Desember
2011. Pembuatan rekomendasi pemupukan dengan metode ini harus melalui
beberapa tahapan, antara lain: pembuatan status hara (inkubasi pupuk di tanah),
uji korelasi, uji kalibrasi dan pembuatan rekomendasi. Tahapan tersebut diawali
dengan survey guna pemilihan lokasi yang tepat, melakukan uji tanah dan
pembuatan status hara tanah di lahan terpilih. Inkubasi tanah dilakukan selama 6
bulan untuk uji P tanah dan 3 bulan untuk uji K tanah. Pada proses awal inkubasi
setelah tanah siap olah, perlakuan diberikan ke tanah berupa penambahan pupuk P
dan K dengan dosis terbagi: 0X, ¼ X ½ X ¾ X and 1X, dimana nilai X adalah
368,6 P2O5 kg ha-1 dan 608,6 kg ha-1 K2O. Percobaan I yaitu uji korelasi yang
dilakukan di rumah kaca dengan kegiatan budidaya tanaman tomat menggunakan
media tanah terinkubasi dengan berbagai tingkat ketersediaan hara P dan hara K.
Kandungan P tanah dianalisis dengan berbagai metode ekstraksi antara lain: Bray
I, Bray II, Mehlich I, Truog dan Morgan Wolf; sedangkan kandungan K tanah
dianalisis dengan berbagai metode ekstraksi seperti HCl 25 %, NH4OAc 1 M pH

7, Mehlich I, Truog dan Morgan Vanema. Berbagai metode ekstraksi tersebut
dipilih dan ditentukan yang mempunyai korelasi terbaik terhadap pertumbuhan
tanaman tomat. Percobaan II adalah percobaan kalibrasi yang dilakukan di tanah
dengan status hara berbeda. Tanah telah selesai diinkubasi. Analisis tanah
dilakukan dengan metode ekstraksi terpilih, dan ditentukan kriteria respon hasil

xi

tanaman tomat terhadap konsentrasi hara di dalam tanah. Data ini selanjutnya
digunakan untuk membangun kategori ketersediaan hara P dan K, serta sebagai
data interpretasi hasil analisis tanah. Percobaan III yaitu penentuan rekomendasi
pada masing-masing tingkat kategori ketersediaan hara di Inceptisols untuk
tanaman tomat dengan cara optimasi aplikasi pemupukan P dan K.
Metode ekstraksi hara P tanah yang terbaik dan sesuai dengan kemampuan
tanaman tomat mengekstrak hara P di Inceptisols adalah Mehlich I. Metode
ekstraksi hara K tanah yang terbaik dan sesuai dengan kemampuan tanaman tomat
mengekstrak hara K di Inceptisols adalah Truog.
Kategori ketersediaan hara dengan ekstraktan Mehlich I dikelaskan:
(1) kandungan P dengan ekstraktan Mehlich I ≤ 1,7 ppm P2O5 diklasifikasikan
”sangat rendah” memberikan produksi relatif tomat kurang dari 50%,

(2) kandungan P dengan ekstraktan Mehlich I > 1,7 – ≤ 18,1 ppm P2O5
diklasifikasikan ”rendah” memberikan hasil relatif tomat diantara 50% – 75%,
(3) kandungan P dengan ekstraktan Mehlich I > 18,1 – ≤ 48,1 ppm P2O5
diklasifikasikan ”sedang” memberikan hasil relatif tomat diantara 75% - 90%,
dan (4) kandungan P dengan ekstraktan Mehlich I > 48,1 ppm P2O5
diklasifikasikan ”tinggi” memberikan hasil relatif tomat lebih dari 90%.
Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog
membagi menjadi empat kategori (1) kandungan hara K berdasarkan ekstraktan
Truog ≤ 42,8 ppm K2O dikategorikan ”sangat rendah” memberikan produksi
relatif tomat kurang dari 50%, (2) kandungan hara K berdasarkan ekstraktan
Truog > 42,8 – ≤ 113 ppm K2O dikategorikan ”rendah” memberikan produksi
relatif tomat diantara 50% – 75%, (3) kandungan hara K berdasarkan ekstraktan
Truog > 113 – ≤ 191,6 ppm K2O dikategorikan ”sedang” memberikan produksi
relatif tomat diantara 75% - 85%, dan (4) kandungan hara K berdasarkan
ekstraktan Truog > 191,6 ppm K2O dikategorikan ”tinggi” memberikan produksi
relatif tomat lebih dari 85%.
Rekomendasi pemupukan P yang berdasarkan kategori kelas ketersediaan
P tanah untuk tanaman tomat di Inceptisols antara lain rekomendasi pertama pada
tanah yang memiliki kriteria kandungan hara P “sangat rendah”, maksimum
pemberian pupuk P dengan jumlah 183,3 P2O5 kg ha-1 atau sama dengan 509 kg

ha-1 SP 36 % P2O5. Rekomendasi kedua untuk tanah pertanian dengan kriteria
kandungan hara P “rendah”, memerlukan tambahan pupuk sebanyak 71,4 P2O5 kg
ha-1 atau sama dengan 198,4 kg ha-1 SP 36 % P2O5. Rekomendasi pemupukan K
yang berdasarkan kategori kelas ketersediaan K tanah untuk tanaman tomat di
Inceptisols, pada tanah dengan status hara K “sangat rendah”, pertumbuhan
tanaman tomat dengan hasil yang maksimum memerlukan tambahan dosis pupuk
sebanyak 281,3 K2O kg ha-1 atau setara dengan KCl 468,8 kg ha-1. Tanah dengan
kandungan hara K “rendah”, memerlukan tambahan pemupukan K sebanyak
178,6 K2O kg ha-1 atau setara dengan 297,7 KCl kg ha-1. Pada tanah yang
memiliki kandungan hara P atau K yang sedang dan tinggi, pemberian pupuk P
atau K tidak akan menaikkan produksi secara signifikan, sebaliknya akan dapat
menyebabkan penurunan produksi dan menganggu ketersediaan hara lain yang
dibutuhkan tanaman.
Kata kunci: fosfor, Inceptisols, kalium, dosis pemupukan, tomat, hara makro.

xii

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

xiii

PENGEMBANGAN UJI TANAH UNTUK MEMBANGUN
KRITERIA REKOMENDASI PEMUPUKAN FOSFOR DAN
KALIUM PADA TANAMAN TOMAT

LUTFI IZHAR

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

xiv

Judul Disertasi
Nama
NRP

: Pengembangan Uji Tanah untuk Membangun Kriteria
Rekomendasi Pemupukan Fosfor dan Kalium pada
Tanaman Tomat
: Lutfi Izhar
: A262080031
Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Bambang S. Purwoko, M.Sc
Anggota


Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si
Ketua

Ir.Atang Sutandi M.Si., PhD.
Anggota

Dr.Ir. I Wayan Mangku, M.Sc
Anggota
Mengetahui

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 14 Juni 2012

Tanggal Lulus:

xv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak Maret 2010 sampai dengan Desember 2011
ialah “Pengembangan Uji Tanah untuk Membangun Kriteria Rekomendasi
Pemupukan Fosfor dan Kalium pada Tanaman Tomat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila,
M.Si. sebagai ketua, Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc., Ir. Atang Sutandi
MSi., PhD., dan Dr. Ir. I Wayan Mangku, MSc, selaku anggota komisi
pembimbing. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ade Wachjar, MS.,
Dr. Ir. Adiwirman, MS. (penguji ujian prelim), Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS., Dr. Ir.
Sudrajat, MS. (penguji ujian tertutup), Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr., Dr. Ir.
M. Prama Yufdi, MSc (penguji ujian terbuka), Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
(Dekan Faperta), Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. (Wakil Dekan Faperta), dan Prof. Dr.
Ir. Munif Ghulamahdi, MS. (Ketua PS-AGH), atas semua saran dan masukan.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada, Kepala BPTP
Jambi, dan

Komisi Pembinaan Tenaga, Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan untuk
mengikuti program doktor di Institut Pertanian Bogor tahun 2008. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada KKP3T Badan Litbang Pertanian dan
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi atas bantuan dana penelitian. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf University Farm dan staf
Departemen Agronomi dan Hortikultura, kepada rekan-rekan mahasiswa pasca
sarjana AGH, seluruh petugas belajar Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan khususnya petugas belajar dari BPTP Jambi yang telah membantu
selama proses belajar dan proses penelitian. Terakhir, penulis sampaikan terima
kasih tak terhingga pada babeh, mama, bapak mertua, anak-anak dan istri serta
seluruh keluarga yang telah memberi dukungan dan doa.
Bogor , 24 Juni 2012

Lutfi Izhar

xvi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Jaya (Lampung) pada tanggal 28 November
1974 sebagai anak sulung dari pasangan H. Nurli Izhar, M.Ed dan Hj. Itje
Djoeangsari, B.Sc. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Tanaman,
Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2000,
penulis melanjutkan studi pascasarjana di Department of Agronomy, University of
the Philippines at Los Baños dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan
untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Agronomi dan
Hortikultura diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana
diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian Republik Indonesia. Bantuan dana penelitian didukung oleh KKP3T
tahun 2010 Badan Litbang Pertanian dan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi tahun
2011.
Penulis berkerja pada tahun 1998 sebagai Peneliti di Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Pada tahun 2002 berubah nama menjadi Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jambi. Bidang penelitian yang menjadi fokus peneliti adalah sumberdaya
pertanian dan usahatani.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Dasar Hortikultura pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, menjadi
wakil ketua Forum Komunikasi Petugas Pelajar Litbang di IPB tahun 2010/2011,
menjadi ketua bidang pelatihan dan pengembangan SDM Forum Komunikasi
Pascasarjana (Fosca) Agronomi dan Hortikultura tahun 2010/2011. Paper
berjudul Penentuan Metode Terbaik Uji Fosfor Tanah untuk Tanaman Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill. L) di Inceptisols telah disajikan pada Seminar
Perhimpunan Hortikultura Indonesia di Lembang pada bulan November 2011.
Dua artikel akan diterbitkan di Jurnal Hortikultura Indonesia berjudul Penentuan
Metode Terbaik Uji Fosfor Tanah untuk Tanaman Tomat (Lycopersicon
esculentum Mill. L) di Inceptisols dan di Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian berjudul Penyusunan Kriteria Rekomendasi Pemupukan
Fosfor Berdasarkan Analisis Tanah untuk Tanaman Tomat di Inceptisols.

xvii

Penguji pada Ujian Tertutup

: 1. Dr Ir. Sudrajat, MS
2. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS.

Penguji pada Ujian Terbuka

: 1. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
2. Dr. Ir. M. Prama Yufdi, MSc.

.

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...

i

DAFTAR TABEL…………………………………………………………....

iii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….......

v

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………........

vi

PENDAHULUAN……………………………………………………………

1

Latar Belakang………………………………………………………...

1

Rumusan Masalah……………………………………………………..

5

Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………...

8

Kerangka Pemikiran…………………………………………………...

8

Hipotesis…………………………………………………………….....

9

TINJUAN PUSTAKA………………………………………………………..

11

Tomat dan Syarat Tumbuh…………………………………………….

11

Inceptisols di Indonesia………………………………………………..

14

Hara Bagi Tanaman…………………………………………………...

15

Fosfor dalam Tanah dan Tanaman…………………………………….

17

Kalium dalam Tanah dan Tanaman…………………………………...

18

Uji Tanah dan Peranannya…………………………………………….

20

Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah……………………………………...

23

METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………..

29

Tempat dan Waktu…………………………………………………….

29

Metode Penelitian……………………………………………………..

29

Percobaan I: Uji Korelasi P dan K ........................................................

29

Percobaan II. Uji Kalibrasi P dan K Tanah ………………………..

34

Percobaan III: Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K .....

36

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….......
Pengembangan Uji Tanah untuk Membangun Kriteria Rekomendasi
Pemupukan Fosfor pada Tanaman Tomat ……………………………..
Analisis Tanah dan Pembuatan Status Hara P ................................
Uji Korelasi P ………………………………………………………..

39
39
39
43
i

ii

Halaman
Uji Kalibrasi P………………………………………………………......

50

Rekomendasi Pemupukan P ……………………………………..…......

54

Pengembangan Uji Tanah untuk Membangun Kriteria Rekomendasi
Pemupukan Kalium pada Tanaman Tomat …………………………...

56

Analisis Tanah dan Pembuatan Status Hara K ..........................................

56

Uji Korelasi K …………………………………………………………

59

Uji Kalibrasi K ….…………………………………………....................

66

Rekomendasi pemupukan K …………………………………………....

70

PEMBAHASAN UMUM …………………………………………………….

73

Aplikasi dan Perkembangan Uji Tanah Lebih Lanjut di Indonesia…....

77

SIMPULAN DAN SARAN………..………………………………………….

83

Simpulan ………………….…………………………………………...

83

Saran …………………………………………………………………...

83

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....

85

LAMPIRAN…………………………………………………………………..

95

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Hasil analisis kimia dan fisika lahan percobaan uji P tanah di
Inceptisols………………………………………………………………. 40

2.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap tinggi tanaman tomat ……..

3.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap diameter batang tomat ……. 45

4.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap jumlah daun tanaman tomat. 45

5.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap bobot basah dan bobot
kering biomas tanaman tomat ………………………………………….. 46

6.

P2O5 terekstrak pada berbagai metode ekstraksi dari dosis pupuk P
yang berbeda di Inceptisols…………………………………………….. 47

7.

Korelasi antara P terekstrak dari berbagai metode ekstraksi dengan
bobot segar biomas tomat di Inceptisols……………………………….. 48

8.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap tinggi tanaman dan diameter
batang tomat di Inceptisols……………………………………………... 52

9.

Efek status P tanah yang berbeda terhadap bobot buah tomat yang
dipasarkan (marketable yield), bobot kering biomas dan bobot basah
biomas………………………………………………………………….. 52

44

10. Respon kategori P tanah menggunakan ekstraktan Mehlich I pada uji
kalibrasi untuk tanaman tomat di Inceptisols…………………………... 54
11. Prediksi rekomendasi dosis pupuk P untuk tanaman tomat di
Inceptisols berdasarkan respon kategori P-tanah………………………. 55
12. Hasil analisis kimia dan fisika lahan percobaan uji K tanah di
Inceptisols………………………………………………………………. 56
13. Efek status K tanah yang berbeda terhadap tinggi tanaman tomat …..... 61
14. Efek status K tanah yang berbeda terhadap diameter batang tanaman
tomat …………………………………………………………………… 61
15. Efek status K tanah yang berbeda terhadap jumlah daun tanaman tomat

62

16. Efek status K tanah yang berbeda terhadap bobot basah tanaman tomat
dan bobot kering biomas tanaman tomat ……….……………………… 63
17. K2O terekstrak pada berbagai metode ekstraksi dari dosis pupuk K
yang berbeda di Inceptisols…………………………………………….. 64
18. Korelasi antara K terekstrak dari berbagai metode ekstraksi dengan
bobot kering biomas tomat di Inceptisols ……………………...………. 64
19. Efek status K tanah yang berbeda terhadap tinggi tanaman dan
diameter batang tomat di Inceptisols………………………………….... 67

iii

iv

Halaman
20. Efek status K tanah yang berbeda terhadap jumlah daun tomat di
Inceptisols………………………………………………………………. 67
21. Efek status K tanah yang berbeda terhadap bobot buah yang dipasarkan
(marketable yield), bobot kering biomas dan bobot basah biomas
tanaman tomat………………………………………………………….. 68
22. Respon kategori K2O tanah menggunakan ekstraktan Truog pada uji
kalibrasi untuk tanaman tomat di Inceptisols…………………………... 70
23. Prediksi rekomendasi dosis pupuk K untuk tanaman tomat di
Inceptisols berdasarkan respon kategori K-tanah………………………. 71

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Alur kerangka pemikiran penelitian ………………………………..

10

2.

Alur tahapan penelitian ………………………………………………..

30

3.

Kurva kalibrasi untuk menentukan respon kategori status hara P
terhadap hasil relatif…………………………………………………… 34

4.

Pembuatan status hara P dan inkubasi lahan …………………………….. 41

5.

Hubungan antara metode ekstraksi P seperti Bray I, Bray II, Mehlich I,
Truog, Morgan Wolf dengan perlakuan pemupukan fosfor pada
inkubasi lahan di Inceptisols ………………………………………….... 42

6.

Uji korelasi P tanah …………………………………………………….... 43

7.

Hubungan antara metode ekstraksi P seperti Bray I, Bray II, Mehlich
I, Truog, P-Morgan Wolf dengan hasil relatif bobot basah biomas
tomat …………………………………………………………………… 49

8.

Perkembangan tomat pada uji kalibrasi P di Inceptisols ..................

9.

Hubungan antara ekstraktan P-Mehlich I dengan produksi relatif
tanaman tomat di Inceptisols…………………………………………… 53

51

10. Hubungan antara dosis pemupukan P dengan hasil relatif tanaman
tomat di Inceptisols dengan berbagai respon kategori dari metode
pengekstrak Mehlich I…………………………………………………. 55
11. Pembuatan status hara K dan inkubasi lahan …………………………..

57

12. Hubungan antara metode ektraksi K seperti Mehlich I, Truog, HCl
25%, NH4OAc 1 N pH 7, dan Morgan Vanema dengan perlakuan
pemupukan fosfor pada inkubasi lahan di Inceptisols………………….. 58
13. Uji korelasi K tanah……………………………………………………… 60
14. Hubungan antara metode ektraksi K seperti Mehlich I, Truog, HCl
25%, NH4OAc 1 N pH 7, dan Morgan Vanema dengan hasil relatif
bobot basah biomas tomat ……………………………………………... 65
15. Perkembangan tomat pada uji kalibrasi K di Inceptisols ..................

66

16. Hubungan antara ekstraktan K-Truog dengan produksi relatif tanaman
tomat di Inceptisols…………………………………………………….. 69
17. Hubungan antara dosis pemupukan K dengan hasil relatif tanaman
tomat di Inceptisols dengan berbagai respon kategori dari metode
71
pengekstrak Truog …………………………………………………….

v

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Jadwal palang pelaksanaan penelitian……………………..………

95

2.

Denah pengambilan contoh tanah …………………………………

96

3.

Desain inkubasi lahan………………………...…..……….……….

97

4.

Denah penelitian lapangan ..............................................................

98

5.

Denah pertanaman dalam petak percobaan.………………...……..

99

6.

Denah uji korelasi di rumah kaca …………………………………

100

7.

Persiapan sampel dan analisa tanah di laboratorium ...……………

101

8.

Penetapan pH tanah …………………….…………………………

102

9.

Penetapan P dan K ekstrak HCl 25% ..............................................

103

10.

Penetapan P tersedia metode Bray……………….…..…………….

106

11.

Penetapan P tersedia metode Morgan Wolf ……………………

108

12.

Penetapan P dan K tersedia metode Mehlich I ..…………………..

110

13.

Penetapan hara K tersedia metode Morgan Vanema ……………...

113

14.

Penetapan hara K tersedia metode ekstraksi Amonium Asetat
Netral (NH4OAc 1 M pH 7)……………………………………….

115

Penetapan hara P dan K tersedia metode Tuog …………………...

117

15.

vi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini jumlah penduduk semakin meningkat pesat sehingga permintaan
terhadap komoditas pertanian semakin tinggi. Salah satu komoditas pertanian yang
memiliki permintaan serta pasar yang semakin meningkat adalah sayuran. Di negara
yang telah mencapai swasembada pangan, tanaman sayuran merupakan kunci utama
sebagai komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesempatan
pemasaran dan perdagangan, serta peningkatan pendapatan petani (Johnson et al.
2008).
Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang dikonsumsi untuk
menunjang kesehatan manusia. Perkembangan saat ini, konsumsi sayuran di
Indonesia masih rendah yaitu sebesar 41,90 kg/kapita/tahun. Nilai tersebut masih di
bawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan Singapura mencapai 125
kg/kapita/tahun (Bahar 2011). Kementrian Pertanian mencanangkan Gerakan Makan
Sayuran (GEMA Sayuran) di seluruh Indonesia sebagai salah satu upaya untuk
menaikkan tingkat konsumsi sayur (Kementrian Komunikasi dan Informasi 2009).
Ketersediaan lahan dan potensi pengembangan sayuran khususnya di dataran
rendah masih berpeluang besar. Lahan potensial yang dapat digunakan sebagai lahan
pertanian mencapai 48.747.000 ha, sedangkan lahan dataran rendah yang potensial
tersedia dan belum efektif digunakan sekitar 25.090.000 ha (Sukarman dan Suharta
2010; Adimihardja et al. 2009). Lahan pertanian yang paling luas tersedia
berdasarkan jenis tanah pada tingkat ordo adalah Inceptisols mencapai 70.520.000 ha
atau 37,5% dari total jenis tanah (Adimihardja et al. 2009). Lahan pada jenis tanah ini
sebagian besar cocok untuk dikembangkan sebagai lahan usahatani tanaman tomat
(Lycopersicon esculentum Mill. L). Tomat merupakan komoditas tanaman sayuran
penting di Indonesia, memiliki nilai ekonomis tinggi, dibutuhkan masyarakat, dan
mampu beradaptasi di berbagai jenis lahan pertanian (Purwanto 2005; Balai
Penelitian Sayuran 2009).
1

2

Pengembangan

dan

permintaan

tomat

akhir-akhir

ini

menunjukkan

kecenderungan yang selalu meningkat, namun produktivitas tanaman tomat Indonesia
masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika, Jepang dan
Eropa. Produktivitas rata-rata nasional tanaman tomat di Indonesia hanya mencapai
16,8 ton ha-1 (BPS 2012), sedangkan menurut data FAO 2012 di Amerika Serikat
mencapai 81,1 ton ha-1, di Jepang mencapai 56,2 ton ha-1, di Belanda mencapai 56, 2
ton ha-1 dan Malaysia mencapai 32,0 ton ha-1.
Rendahnya produktivitas tanaman tomat karena belum optimalnya penerapan
teknologi budidaya yang baik seperti karakterisasi lahan, perbenihan, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen (Balai Penelitian Tanaman
Sayuran 2009). Budidaya tomat yang belum memperhatikan perihal tersebut di atas
berakibat pada tidak optimalnya produksi dan kondisi lingkungan sekitar lokasi
budidaya akan rusak (degradasi lahan).
Alternatif peningkatan produktivitas tomat dapat dilakukan dengan cara
perbaikan kualitas tanah melalui penanganan hara yang tepat dan sesuai untuk
budidaya tanaman pada waktu tertentu dan di lokasi spesifik (Departemen Pertanian
2001). Penanganan hara tersebut dapat dilakukan melalui aplikasi pemupukan yang
sesuai kondisi spesifik tanah.
Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti
tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah
hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi
pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency level) yang
banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun rekomendasi
pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally friendliness) yang
tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia
maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan
tidak diterapkan secara baik dan benar.
Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan
anorganik berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan
meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk

3

mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan
eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan
saat diaplikasi dalam usaha budidaya (Setyorini et al. 2003). Perkembangan harga
pupuk yang semakin meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan
menerapkan aplikasi pemupukan yang lebih efisien dan efektif.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
kontaminasi bahan kimia yang berlebihan pada tanah pertanian serta penerapan
pupuk yang efisien adalah perakitan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah.
Analisis uji tanah merupakan upaya untuk implementasi pemupukan yang menjamin
ketersediaan hara tanaman serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Uji tanah harus melalui beberapa tahapan yaitu uji korelasi dan uji kalibrasi
berdasarkan analisis hara tanah. Prosedur pemupukan ini telah diadopsi oleh banyak
laboratorium uji tanah di negara maju guna membantu petani dan pemangku
kepentingan lainnya dalam upaya aplikasi pupuk yang tepat. Melalui upaya
pemupukan yang baik diharapkan peningkatan produktivitas tanaman tomat akan
tercapai dengan selalu memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan tanpa adanya
kelebihan dan polusi unsur kimia di tanah (Susila 2002).
Uji tanah dapat memberikan informasi kebutuhan hara esensial yang optimum
untuk tanaman. Aplikasi pemupukan berdasarkan uji tanah akan mempertimbangkan
kondisi hara tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk
tidak berlebih dengan memperhatikan dukungan lingkungan dan tidak kekurangan
bagi kebutuhan hara tanaman.
Informasi penting yang perlu diketahui berkenaan dengan ketersediaan unsur
hara esensial bagi tanaman dan mekanisme uji tanah adalah jenis tanah dan tingkat
kesuburan (ketersediaan hara). Terdapat jenis tanah yang memiliki rentang
kandungan unsur-unsur hara dan tingkat kesuburan tanah dengan skala luas mulai
dari kandungan sangat rendah sampai tinggi, adalah Inceptisols. Sebagian besar
Inceptisols memiliki kandungan liat 18% - 78%, pH (4,6 - 6,8), C/N ratio (rendah sedang), P-potensial dari rendah sampai tinggi, K - potensial (sangat rendah sedang), kapasitas tukar kation (sedang - tinggi) dan kejenuhan basa (rendah - tinggi).

4

Inceptisols merupakan ordo tanah yang tersebar paling luas di seluruh wilayah
daratan Indonesia, oleh karena terbentuk dari semua bahan/batuan induk tanah
(kecuali bahan organik) dan pada banyak posisi geomorfik yang berbeda seperti
dataran pantai sampai dengan pegunungan dan perbukitan (Pusat Penelitian Tanah
2000). Pengembangan sayuran tomat pada Inceptisols paling luas dan mencapai
31,93% total luas pertanaman tomat di Indonesia (Balai Penelitian Sayuran 2009).
Inceptisols terbagi atas 3 sub ordo (Aquepts, Udepts dan Usteps) yang merupakan
tanah-tanah pertanian utama. Berbagai usahatani dapat dilakukan pada lahan
pertanian basah (Aquepts), lahan pertanian lembab (Udepts) dan lahan pertanian
kering (Ustepts). Budidaya tanaman tomat banyak dilakukan di lahan pertanian
lembab (Udepts) dan di lahan kering (Ustepts), namun teknis budidaya tomat di lahan
tersebut masih belum mengaplikasikan teknik pemupukan berdasarkan analisis tanah
secara spesifik lokasi dan waktu tertentu.
Faktor penting dalam budidaya sayuran seperti tomat di Inceptisols adalah
identifikasi ketersediaan unsur hara. Pengelolaan unsur hara yang salah melalui
teknik

budidaya

yang

kurang

baik

akan

mempengaruhi

dan

membatasi

ketersediaannya sehingga produksi tanaman akan menurun (Giller et al. 2011).
Unsur hara utama dan esensial bagi tanaman tomat adalah Fosfor (P) dan
Kalium (K). Unsur P berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, penyimpanan
energi, transfer, pembelahan dan perbesaran sel serta berperan dalam pertumbuhan
akar dan pucuk tanaman (Bennet 1996). Unsur K memegang peranan penting dalam
proses membuka dan menutup stomata, transportasi unsur hara dari akar ke daun,
serta proses kerja enzim pertumbuhan. Unsur K juga banyak terlibat dalam sistem
selular tanaman, sistem enzimatis, ketahanan tanaman, sintesis selulosa,

sintesis

protein dan pengaturan pH (Marschner 1995). Apabila unsur hara esensial tersebut
tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan produksi
tanaman (Mendoza et al. 2009). Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan
tambahan suplai kedua unsur hara P dan K dengan penggunaan pupuk anorganik
yang optimal melalui rekomendasi pemupukan sesuai dosis dan berimbang.

5

Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Prosedur Operasional Baku (POB)
atau Best Management Practices untuk rekomendasi pemupukan tanaman tomat yang
dibangun berdasarkan analisis tanah. Bahkan pemupukan masih belum masuk ke
dalam salah satu faktor dari POB tersebut. Akibatnya rekomendasi pupuk yang ada
sangat bervariasi dengan skala rentang dosis yang lebar sehingga sangat sulit dipakai
sebagai acuan untuk meningkatkan hasil sayuran tomat secara maksimal. Disamping
itu, status kecukupan hara tanaman khususnya P dan K terutama di dataran rendah
lahan kering belum tersedia, sedangkan data status tersebut sangat diperlukan sebagai
dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk. Menurut Hilman et al.
(2008), sampai dengan saat ini penerapan rekomendasi pemupukan berimbang
berdasarkan analisis tanah pada tanaman sayuran belum ada.
Mengingat pentingnya mengatasi masalah ini, maka upaya meletakkan dasar
program pemupukan tanaman sayuran perlu dilakukan uji tanah dengan tahapan
metode uji korelasi dan uji kalibrasi dalam penetapan dosis pemupukan. Melalui
penelitian ini akan dihasilkan rekomendasi pemupukan khususnya P dan K
berdasarkan analisis tanah di lahan Inceptisols pada tanaman tomat sebagai model
rekomendasi pemupukan tanaman jenis sayuran lain dengan memperhatikan
keberlangsungan dukungan lingkungan.

Rumusan Masalah
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. L) merupakan tanaman sayuran model
yang mempunyai fase pertumbuhan vegetatif dan generatif yang jelas. Daya adaptasi
tomat yang tersebar luas pada berbagai jenis tanah termasuk Inceptisols dan berbagai
jenis topografi (dataran tinggi dan rendah) merupakan model yang baik sebagai jenis
sayuran yang dapat dibudidayakan dan dikaji dalam hal analisis aplikasi pemupukan.
Jenis tanah Inceptisols ini merupakan daerah pertanaman tomat yang paling luas
sekitar 31,93% dari total luas lahan pertanaman tomat di Indonesia (Balai Penelitian
Sayuran 2009).

6

Perkembangan dan produksi tanaman tomat sangat bergantung pada
ketersediaan hara di media tanam seperti media tanah dan media air. Banyak faktor
yang menyebabkan berubahnya keseimbangan dan jumlah hara esensial yang ada di
dalam tanah. Pengikatan hara esensial seperti fosfor oleh mineral liat dan pencucian
hara kalium oleh curah hujan yang sangat tinggi, merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah ketersediaan hara bagi tanaman tomat. Kekurangan dan
minimnya ketersediaan hara essensial bagi tanaman tomat akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan serta rendahnya produksi tanaman.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan hara adalah pemupukan
(tindakan penambahan hara ke dalam media tanam). Saat ini pemupukan yang
dilakukan dalam budidaya tanaman tomat masih belum optimal dan tidak berdasarkan
analisis hara tanah. Pemupukan akan lebih baik apabila dilakukan dengan
menganalisis jumlah hara yang terkandung di dalam tanah dan kebutuhan optimum
tanaman untuk melangsungkan pertumbuhan dengan memberikan maksimum
produksi.
Rekomendasi pemupukan berdasarkan analisis tanah telah banyak diterapkan
oleh banyak negara maju. Rekomendasi pemupukan dengan analisis tanah dapat
memberikan informasi kebutuhan hara yang optimum untuk tanaman tomat dengan
lebih memperhatikan faktor dukungan alam dan ramah lingkungan.

Proses

rekomendasi ini diawali dengan pembuatan status hara pada lokasi terpilih (metode
satu lokasi) atau status hara berasal dari beberapa lokasi (multi lokasi) yang memiliki
selang ketersediaan hara yang besar mulai dari terendah sampai tertinggi.
Mencocokkan dan memilih metode ekstraksi unsur hara dengan mekanisme dan
kebutuhan tanaman tomat dalam mengambil unsur hara terbaik dari dalam tanah
merupakan tahapan lanjut pembuatan rekomendasi pemupukan (Uji Korelasi).
Metode ekstraksi yang banyak dilakukan untuk uji korelasi di negara maju untuk
mengekstrak hara Fosfor dalam tanah antara lain: Bray I, Bray II, Mehlich I, Mehlich
III, Morgan, Truog, HCl 25% dan Olsen; sedangkan

hara Kalium terdiri dari:

NH4OAc 1M pH 7, NH4OAc 1M pH 4,8 , Morgan Vanema, Mehlich I, Mehlich III,
dan HCl 25%. Hasil uji tanah (soil index) berdasarkan metode ekstraksi terbaik harus

7

dikalibrasikan dengan hasil panen tanaman tomat untuk menentukan dosis pupuk
optimum (Uji Kalibrasi).
Uji tanah menggunakan single-nutrient soil analysis telah dikembangkan di
Indonesia sejak tahun 1970, namun karena keterbatasan dana penelitian, proses
keberlanjutan uji tanah ini tidak pernah dilakukan secara berkesinambungan untuk
membangun kriteria suatu rekomendasi pemupukan yang spesifik lokasi dan sesuai
daya dukung lingkungan (Al-Jabri 2007a). Beberapa penelitian korelasi uji P tanah
telah dilakukan pada tanaman padi (Nursyamsi et al. 1993), dan jagung (Kasno et al.
2001) akan tetapi belum pernah dilakukan untuk komoditas hortikultura secara
keseluruhan khususnya tanaman tomat.
Rekomendasi pemupukan tanaman tomat oleh suatu organisasi internasional
(IFA 1999), menyatakan bahwa kebutuhan pupuk untuk tanaman tomat dengan hasil
sedang 40 - 50 ton ha-1 memerlukan pupuk sebanyak 20 - 40 P2O5 kg ha-1 dan 150 300 K20 kg ha-1, sedangkan hasil tomat yang tinggi 100 ton ha-1 memerlukan pupuk
sebanyak 100 - 200 P2O5 kg ha-1 dan 600 - 1.000 K20 kg ha-1. Rekomendasi ini tidak
menjelaskan kapan dosis 100 P2O5 kg ha-1 dan kapan dosis 200 P2O5 kg ha-1 dapat
digunakan, serta rekomendasi tersebut tidak mencantumkan jenis tanah dan status
hara tanah. Rekomendasi seperti ini sering ditemukan dalam aplikasi pupuk untuk
suatu tanaman. Pemberian pupuk harus sesuai dengan kondisi hara tanah dan
kebutuhan tanaman, sehingga metode uji tanah merupakan hal penting yang harus
dilakukan dalam pembuatan recomendasi pemupukan tersebut.
Penggunaan analisis tanah untuk penentuan rekomendasi pemupukan P dan K
pada tanaman tomat dipenelitian ini akan menjadi dasar model penyusunan
rekomendasi pemupukan tanaman sayuran semusim lain di Indonesia di masa depan,
dengan memperhatikan keberlangsungan dukungan lingkungan.

8

Tujuan dan Kagunaan Penelitian
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah:
Menetapkan dasar rekomendasi pemupukan P dan K pada tanaman tomat
yang rasional untuk mendukung budidaya tanaman tomat berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan:
1.

Mendapatkan metode pengekstrak hara P dan K tanah yang terbaik untuk
tanaman tomat di Inceptisols.

2.

Menentukan kelas status ketersediaan hara P dan K tanah untuk tanaman
tomat yang dibudidayakan di Inceptisols.

3.

Menyusun rekomendasi dosis P dan K untuk tanaman tomat pada setiap
kategori kelas ketersediaan hara P dan K Inceptisols.

Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah memberi dasar penetapan dosis
rekomendasi pemupukan hara fosfor dan kalium berdasarkan analisis tanah pada
budidaya tanaman tomat di Inceptisols.

Kerangka Pemikiran
Faktor lingkungan merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu usaha
pertanian, khususnya tomat yang cukup rentan terhadap perubahan lingkungan. Saat
ini issue tentang kerusakan lingkungan semakin meluas. Salah satu anggapan yang
ada tentang penyebab kerusakan lingkungan dalam kegiatan pertanian adalah
manajemen budidaya tanaman pertanian yang kurang baik saat penerapan dan
pengunaan bahan kimia, seperti pemupukan anorganik dan penggunaan pestisida
yang berlebihan. Saat ini masih berkembang pengunaan pupuk anorganik yang tidak

9

sesuai dengan dosis anjuran yang berakibat akan mempercepat terjadinya degradasi
lahan dan kerusakan lingkungan.
Pada kondisi lain, penggunaan pupuk anorganik dengan dosis yang sesuai
dengan anjuran untuk budidaya tanaman tomat sangat diperlukan. Pupuk anorganik
dibutuhkan untuk menunjang asupan nutrisi/hara, ketahanan dan produksi tanaman
tomat. Aplikasi pupuk anorganik dengan dosis sesuai kebutuhan tanaman tidak akan
menimbulkan polusi lingkungan sekitar. Namun sejauh ini, penelitian dan penerapan
pemupukan pada tanaman tomat yang sesuai dengan rekomendasi berdasarkan uji
tanah masih belum ada dan belum cukup lengkap. Melalui penelitian ini, akan
disusun suatu kriteria rekomendasi pemupukan berdasarkan tahapan uji tanah
khususnya bagi unsur hara esensial seperti fosfor dan kalium (Gambar 1). Beberapa
tahapan kegiatan yang dilakukan ialah: analisis unsur kimia dan kandungan hara di
tanah, pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat terhadap pengaruh berbagai
tingkatan kandungan unsur hara esensial P dan K (uji korelasi), dan hubungan soil
index dengan respon tanaman (uji kalibrasi), serta rekomendasi bagi penerapan pada
usahatani tanaman tomat pada lokasi dan waktu tertentu.

Hipotesis
Penelitian ini akan menjawab beberapa hipotesis antara lain
1. Kondisi status hara P dan K tanah yang bervariasi akan menghasilkan respon
tanaman tomat yang berbeda.
2. Setiap metode pengekstrak pada uji korelasi mempunyai kemampuan yang
berbeda untuk mengekstrak hara P dan K yang larut.
3. Terdapat metode pengekstrak terbaik untuk mengekstrak hara P dan K yang
larut.
4. Semakin meningkat ketersediaan hara P dan K tanah akan menurunkan
kebutuhan pupuk kimia anorganik yang akan digunakan.

10

Inceptisols

Ketersediaan hara rendah

Membangun status P
tanah

Membangun status K
tanah

Uji korelasi

Uji korelasi

Uji kalibrasi

Uji kalibrasi

Rekomendasi
pemupukan P
berdasarkan analisis
tanah

Aplikasi
pemupukan
tanaman tomat
yang rasional

Rekomendasi
pemupukan K
berdasarkan analisis
tanah

Budidaya tanaman tomat berkelanjutan, berwawasan
lingkungan dan produktivitas meningkat

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran penelitian

11

TINJUAN PUSTAKA
Tomat dan Syarat Tumbuh
Sayuran merupakan salah satu tanaman hortikultura.

Berdasarkan bagian

tanaman yang dipanen, sayuran dapat dibagi atas sayuran daun, bunga, buah, dan
umbi. Tanaman sayuran yang dipanen pada bagian daun antara lain sawi, selada,
kangkung, bayam dan kailan. Tanaman sayuran buah antara lain tomat, cabai, timun,
terung, dan kacang panjang. Tanaman sayuran bunga antara lain brokoli dan kol
bunga. Tanaman sayuran umbi antara lain kentang, lobak dan wortel. Berdasarkan
karakter ekosistem tumbuh tanaman dan berdasarkan tinggi tempat (altitude), sayuran
terbagi atas sayuran dataran rendah (lahan kering dan lahan rawa) dan sayuran
dataran tinggi. Sayuran yang termasuk cocok dibudidayakan di dataran tinggi adalah
kentang, wortel, buncis serta sebagian besar jenis tomat dan cabai. Di dataran rendah
sayuran yang biasa diusahakan antara lain kangkung, bayam, tomat, cabai, kacang
panjang, dan timun (Departemen Pertanian 2001).
Salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi saat ini dan merupakan
sayuran yang paling banyak dibudidaya oleh petani mulai awal abad-19 adalah tomat
(Cooperative Extension Service Vegetarian 2001). Tomat juga merupakan komoditas
sayuran buah yang penting di Indonesia karena banyak dibutuhkan masyarakat untuk
berbagai keperluan, baik untuk konsumsi segar atau sebagai makanan olahan
(Purwanto 2005). Tomat mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena sangat digemari
dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Buah tomat merupakan komoditas multiguna,
berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan,
minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan
(Balai Penelitian Sayuran 2009).
Budidaya tomat dapat dilakukan dengan pola tumpang sari atau pola
polikultur (Adiyoga et al. 2004). Pola tanam tersebut memberikan keuntungan karena
input produksi dapat dioptimalkan bagi tanaman dan biaya produksi yang lebih
rendah dibandingkan dengan penanaman dengan pola monokultur (Nguyen et al.
11

12

2007). Pola tanam juga dapat dilakukan dengan sistem agroforestri, yang akan
memberikan keuntungan seperti: mencegah degradasi lahan, menurunkan intensitas
serangan hama dan penyakit, penurunan resiko gagal panen dan kerugian ekonomis
karena adanya diversifikasi usahatani, memberikan interaksi positif pada lingkungan,
meningkatkan produksi tanaman pohon, serta peningkatan pengikat karbon dan hara
tanah (Manurung et al. 2008).
Budidaya tomat memerlukan penggunaan input yang optimum dan berskala
ekonomis menguntungkan seperti penggunaan varietas unggul, benih bermutu,
pemupukan yang tepat, pengendalian hama penyakit, dan proses panen/pasca panen
yang lebih baik (Izhar et al. 2008). Tanaman tomat dapat beradaptasi luas mulai dari
dataran rendah sampai

dataran tinggi, tergantung dari varietas yang digunakan.

Berdasarkan jenis tanah, daerah pertanaman tomat yang paling luas adalah pada tanah
Inceptisols (31,93%), Andisol (27,59%) dan Alluvial (13,75%).

Di Indonesia

tanaman tomat banyak diusahakan sebagai tanaman pekarangan ataupun tujuan
komersil (Balai Penelitian Sayuran 2009).
Tomat dapat dibudidayakan dengan sistem hidroponik dan di lapangan
dengan mengaplikasikan komponen teknologi yang berbeda (Susila 2006). Sistem
hidroponik masih jarang dilakukan oleh petani di Indonesia, sehingga penanaman di
hamparan lahan merupakan budidaya tomat yang biasa dilakukan oleh petani. Saat ini
rata-rata produksi tomat di dataran rendah umumnya masih sangat rendah, yaitu ± 6,0
ton ha-1. Produksi tomat di dataran tinggi dapat mencapai 26,6 ton ha-1, sedangkan
potensi hasil dari penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian dapat mencapai
> 60 ton ha-1 (Balai Penelitian Sayuran 2009).
Budidaya tomat memiliki kendala antara lain: (a) terbatasnya ketersediaan
varietas unggul di tingkat petani; (b) terbatasnya aplikasi kultur teknis (pengolahan
tanah, cara penanaman, pemupukan serta pemeliharaan yang kurang optimal);
(c) serangan hama dan penyakit yang merupakan penyebab penurunan hasil. Penyakit
busuk daun (Phytophthora infestans) merupakan penyakit utama yang menyerang
tanaman tomat di dataran tinggi. Serangan penyakit ini pada bagian daun, batang dan
buah. Biasanya penyakit ini berkembang baik pada musim hujan dan dapat

13

mengakibatkan

kerugian

sampai

100%.

Penyakit

layu

bakteri

(Ralstonia

solanacearum) menyerang tanaman muda sampai dewasa terutama di dataran rendah.
Penyakit ini dapat menurunkan produksi sampai 75%. Hama yang sering menyerang
tomat khususnya saat musim kemarau antara lain: ulat tanah (Agrotis ipsilon), lalat
buah (Bactrocera Spp), ulat buah tomat (Helicoverpa armigera), dan beberapa hama
lainnya (Balai Penelitian Tanaman Sayuran 2009). Menurut Giller et al. (2006),
selain kondisi k