Skenario dan Kebijakan 20 Tahun Pengembangan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

SKENARIO DAN KEBIJAKAN 20 TAHUN
PENGEMBANGAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYAHUTAN,
Oleh
Hariadi Kanodihardio21. PENDAHULUAN
1.1. Secara umum telah diketahui bahwa hutan negara telah mengalami kerusakm dengan
volume sangat besx dan kecepatan sangat tinggi. Berbagai sudut pandang dapat digunakdn
untuk menjawab sebabsebab terjadinp kerusakan hutan tersebut. Dalam kajian ini dicoba
sebabsebab terjadinja kerusakan sumberdap hutan dari sisi
untuk mengem*
ekonomi maupun kelembagaan;
12. Kedua sudut pandang tersebut menentukan arah dan skenario pemanfaatan sumberdaya
hutan. h d a s a n yang digunakan, dengan dernikian. adalah u n s u r - w u r ekonomi nasional
d m pasar yang menentukan tiiggi rendahnya permimaan kayu, sen? aturan main dan
kebijakan serta kapasitas lembagalembaga pemerintah dalam pelaksanaan kebijakdn;
1.3. Uraian ini membahas identiiikasi siruasi dan kondisi makro nasional, permasalahan pokok
d m isu strategis, arah kebijakan sekror terkait, lujian seluor, skenario janglu panjang, sena
arah kebijakan dan suategi nasiond
2. 1'UJUAN DAN PENDEKATAN

2.1. Tersusun kajian dan gambaran obyluif situasi dan kondisi serta pernasalahan


22.

pemanfaatan sumberdaya hutan, perurnusan arahan mairo dan skenario pengembangan
pernanfmtan SDH ke depan, serta sebagai sdah satu input dalam perurnusan rencdnd
kehutanan jangka panjang.
Pendekatan yang digunakan adalah melacukar? kajian terbadap data dan refelensi yang reldh
tersedia. Pen& tidak melakukan pengolaha data khusus untuk kajian ini.

I'emanfaatan Kayu
3.1. Selama periode 1993-2002 peran kayu lapk masih dominan, yaitu sekitar 48% dari selilruh
nilai ekspor. Namun muld tahuil ZOO0 peml h y u lapis telah digantikan oleh nilai ekspor
kenas dan bahan-b,ahan dari kenas]. Selama periode itu pula kapasita terpasang indusrri
pulp terus meningkat, sedangkan kapasita terpasag industri kayu lapis meskipun relatif
terap namun realisasi produksi dan peran ekspor terus men& (Gambar 1 d m Gambar
2).

C.wnb.>r 1
R*.,,b.,nl,n
Nbi

tLyrr Mmnllul
II t ~ mM4.LZ-li

3.2. Jumlah nilai ekspor produk-produk hsil hutan
hampir d ~ &
kali lipat dibandingkan e k s p r produk
penanian, namun nilai ekspor hsil hutan hanya
18% dari nilai total ekspor sektor industri
(Gambar 3).

a,m

5::

....

-

n*l


.-,.

..

.. . .
.

"'

3 n,+.
I,*>

IS*

L

-

I


3.3. Stmktur inductri perka~uannasional, yang telah '",-----------7-T-A
didominasip/yuooti, re!& bedin dengan dukung;m
*
*:
* r
-,6,.,U--,.r-r....W
ct~do,umcn~~/jr~or.i
selama hampir 20 tahun. Ddam
lima tahun terakhir s t m h r industri nasional telah
bembah. Kini perbandingan daya serap bahan baku dari HPH dan HTI untuk pbwood :
.tzl~,mi//+rvoohrking+hilir : pulp/kemas = 28 : 22 : 504. Pemerintah tidak kebijakan khusus
ymg ikut mempengaruhi pembahan struktur industri perkayuan nasional, kecuali unruk
industri pulp/kenas melalui pembangunan hutan tanarnan. Perubahan tsb lebih
diakibatkan oleh mekanisrne pasar. Kebangan bahan baku bagi industri p~wootld m
tenedianp bahan baku bagi industri pulp/kemas menjadi faktor penentu. Adapun
perkembangan industri .~~uwm~ll,
woudworhtg dan hiir perkayuan disebabhn oleh tingginya
c/rmunr/dal& dan Iuar negeri.
3.4. Data rahun 2002 menunjukkan bahwa kapasitas ijin seluruh industri sebesar 24 juta M3/th,
sedangkan kapasitas terpasangnya sebesar 17,3 juta M3/th. Distribusi kayu bulat di dalam

negeri pads tahun 2002, 22% untuk kayu gergajian, 28% untuk kayu lapis dan 50% unmk
kayu pulp. Selama periode 1990 - 2002 rata-rata k o n s m i kayu bulat di dalam negeri
sebesar 40 iuta m3. d m dalam tahun 2002 sebesar 33
juta m3. ~eleluruhL y u bulat yang diohh di dalam
negeri 58% digunakan unruk konsumsi di dalam
,,
negeri.5
,:.
- .&.
-"
3.5. Sumber kayu bulat itu sendiri telah bergeser. Setelah
,.
tahun 2000, jumlah kayu dari HTI sudah melebii
pasolan dari kayu hutan alam (Gambar 4). Tenru saja,
"
jumlah pasokan tersebut bedasarkan angka resrni yang
" * : - w . * e
tercatat oleh Departemen Kehutanan. Kondisi riil di
lapangan diperkirakan masih didorninasi oleh pasokan
k a ~ udari hutan dam.

t!

+*I

',.

'Thorns Waggrnrr. K h v n v v d i h h d . Nmr, J&

*"I_
*
.
I

Tauri 20M. Srntcgm for t b Dmbpmra of S u n r L u b d i ~ y W d B dInlurrrk m
Inbncrb. Indonrsi*:TTO Pmjm, ITTO I'D 85/01 Rrv.70). Exrmrkc Summary Comb Trchnul Rrpon. MOF-ITTO. %or Indoresit.
' Tho- W a ~ n r r Khmurudin
.
Mohd. Nmr, &J
T i . 2034. S&
lor the h b p m m of Swimability W d B a s d lndustrk in

ldcllvrb. ImionrritlTTO Pro+, ITTO PD 85/01 Rn.20.Exnucn+ Surmmry Comultant Technical R~pon.MOF-ITTO. Bogor. I n d o m l .

DISKUSI ARAH PEhfBANGUNAh' SEXTOR KEHUTAh'Ah'
Pnrrrr Rencnna Kcbwoman Ba&n Plarologi Krbwonna &n Duhmn~anMFFDrpbur
D T m

kelembagaan utamanp menyangkut s t a m hutan
negan dan kepastian usaha

Pemanfaatan Kawasan Hutan
3.7. P e m f a a t a n kawasan hutan sejauh ini sudah sarnpai di luar konteks penataan kawasan

3.8. Kurangnya informasi tentang perubahan

hutao
menjadi komoditas lainnp, menyebabkan peristiw
ini belum pernah dikaji secan mendalam Kenptaan
dari sini menunjukkan bahwa pemerintah yang masih
l e b i mengandakan aspek legalitas dalam mempertahankan status hutan negara, di
berbagai wilayah, telah dikalahkan oleh perkembangan ekonomi yang senantba

mengkonveni hutan menjadi bentuk penggunaan lain.

Pemanfaatan Non Kayu dan Jasa Lingkungan
3.9. Perhitungan terbaru ..tentang seluruh
manfaat ekonomi hutan menunjukkan
b a h w nilai kayu sekitar 26% - 29%,
sementm itu manfaat non kayu sebesar
antara 11% - 23%, k e d m p sanga:
tergantung dari fungsi hutannp (Tabel
I). Pengetahuan tenebut menunjukkan
haLhal sebagai berikut:
- Sistem pengelolaan sumberdap hutan
saat ini belum dapat memanfaatkan
- lhl tenebut diiebabhn pula olch
kebijakan
nasional,
yang
tidak
memperhitungkan jasa hutan y;tng
berupa jasa Lingkungan sebagai bagm

dari ukuran kine rja pembangunan.

rn-n

DISKUSI ARAH PGUBANGUNANSEKTDR KLHmANAN

----Kornposisi penggunaan bahan baku oleh holding, pasar bebas legal d m m a k r i kayukayu illegal sebesar 30:10:60.
4.4. Apabila dipetakan secara nasional, hubungan Pemerintah, Pernda, pengusaha, dan
mas)arakat dapat rnengikuti skerna pada Gambar 8. Hubungm keempat pihak yang
dianggap sentral dalam upaya pengendalian produksi tersebut dapat rnengikuti kornbinasi
antara setuju dan tidak setuju terhadap tujuan pengelolaan hutan produksi, sena setuju dan
tidak setuju terhadap cara yang akan diternpuh. Maka dapat diklasifiiikan menjadi tiga
kelompob, yang mana setiap kelornpok rnemerlukan kebijakan yang berbed~bedauntuk
rnenyelesaikan masalah-masalah hubungan pemerintahan yang ada.
4 5 . Kelornpok pihak-pihak y y g sepakat tujuan, dalam situasi saat hi, mash sangat tehatas,
diprkirakan sekitar ZOYo7. Dari kelompok ini yang telah sepakat baik tujuan maupun card
bagaimana hutan produksi dikelola dan dikendalikan produksinya, hanya 5%. Terhidap
kelompok yang terakhir ini, upaya yang dilakukan relatif paling rnudah, yaitu dengan
menjalankan ketentuan-ketentuan rnanajemen hutan. Yang perlu ddaldan pemerinth
adalah memperkuat kondisi yang telah ada dan menjalankan kebijakan bagi usaha

kehutanan yang sifatnya mernberi insentif bagi unit manajemen, sehingga pmduksi dapau
dikendalikan dan produluivitas hutan alam dapat ditingkatkan. Sedangkan kelompok yang
sepakat tujuan namun tidak sepakat cara yang perlu diternpuh adalah dengan rnelakukan
kornunikasi untuk rnendapat input bagi kernungkinan alternatif kebijakan pengelolaan
hutan produksi di witayah ini.
4.6. Pendekatan kebijakan di atas didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kebijakan yang

47.

bersifat instruksional terbulcri tidak berjalan &hat Tabel 3). Aspek legalitas menjadi
kehilangan daya k e d a a t a n , bah!! rnungkm daya keadilannya; meskipun di lapangan
juga sangat banyak tejadi pelanggaran terhadap kebijakan nasional yang dilakukan bukan
untuk kepentingan daerah atau kepentingan orang banyak, n'amun lebih sebagai usaha
untuk memperjuangkan kepentingan individu danlatau kelornpok (rrnr .rre&n~ 6 c I w t . i r ~ r j ' .
Banpknya pelanggaran untuk kepentingan individdkebrnpok tersebut berbalik
mengeliminasi argumen kemanfaatan dan keadilan sebagai alasan melakukan pelanggaran.
Sebab argumen seperti itu tidak selayaknya d i m a n f a a h untuk kepenuingm
individdkelompok
~enyataan-kenyataandi atas rnenunjukkan b a h w upaya pengendalian produksi kayu bulat,
yang secara teknis dapar dilakukan dengan

pendekatanpendekatan rasional menggunakan
SEPAKAT
TDK
TUJUAN
SEPAWT
insuumen rnanajemen hutan hanya akan efektif di
wilayah yang sernpit. Dan untuk mernperluas
. SE- psndrc.bn
rmbon*wilayah itu yang diperlukan adalah pendekatanPAKAT
pendekatan instirusional khususnya hubungan
Mw
p e m e ~ t a h a n yang lebih luas. Bagaimand
5%
lu*
dm
pendekatan yang terakhir ini &pat berjalan
CI.
tergantung di satu pihak, hubungan-hubungan
hhlnpl
SE- 1n.lllE"w
antar sekror, dan di pihak lain sangat tergantung
PAKAT
I ~ L I { / ~ ~ J . / Jsetiap
~~I
lembaga, temtama lernbaga
15%
80%
p e r n e ~ t a h(daerh) .

D~lrm
hrl ini d i r w p tidrkdimungliinlun r&np lvlompok prig t i i k rnub trrtutbp tupun t a p i rouju ~ r A d upr a yn!: r h n d~vnlpuhdtl.au
F~grlotumn h u ~ palubi.
~n
' Pcnimboqon C n u i L p n p LID
hrril d i h i d c n y n s o h sau peywoi di E k p n c m n lichutoru~t
.Menutit b 5 , mar ink;!: m m p u n p i dua pengenln, p h : pe-,
pngusd-u p n g m t i o n renw jang odo l u ~ w
kchijolun

'

u penyapan kcp=&p h i auu biroknt; d m Mu,polirii rrw hlrukror jnng mnrari rentr
pcmrinwh dcnpn m
t e h
o k h swasu dengm m n g a n c m pmgusd-u dengon regului p n g d d h&luel L b s . 2001. op c i .

DISKUSI A R A H P E h 4 B A N G U N A N S E K m R KEHUT.4h'A.h'
MI Rrncana Krlr,ttannn Badan Plnnologi Krlrnrauna dan Dnk~*n.fnnMFP.F-Drpb*t
Xm,I

?an;:

E konorni Biaya Tinggi
4.8. I'asar internasiond tertentu yang rnensyaratkan penggunian bahan baku berserrifikat
ekolabel telah rnulai menjalankan s e r r i f i i i CoC, n m u n pelaksanran hi tidak cukup
rnernberikan insentif j ~ k adibandhgkan dengan banyaknya pewdamn kornoditas perkayudn
u n o a serrifiit G C Pemerintah daerah selama ini rnendapat manfaat ekonomi baik bagi
"
pendapatan daerah maupun serapan tenaga keja, narnun k e b i j h n pernerintah daerah
yang secara nyata rnernberikan layanan kelangsungan usaha sangat minimal atau bahkan
tidak ada, bahkm beban s t r u h r a l pemerintahan )ang tidak efisien rnasih cukup berat
diunggung sektor industri @abet 4).

-.
1 abet 3. Kelernbagaan dan Kinerja Pernegang ljin P e w f a a t a n Huran A l m

Sumbrr: Diobh & plblikad ICW &I Grwwmirs; Imhmeria !- W i

T a b e l 4. Biaya P d u k s i dan Trans&i Beberapa Industri E b p o r , 2003

a

MR*N

awr

a
P.SP.DFI

DISKUS1 ARAH PEWEXNGUNAN SEKIDR KEHUTAh'Ah'
Pnwr R c m w K t b u t a m r &I&r Plnroloxi K t b n I a ~ n&a D n k n q a r MFP-Dcpbnr

178

4.9.

Secara teknis, kemakan hutan h produksi disebabkan oleh penebangan kayu melebii

p e ~ b u h a nhutan, yang pada &ya
membawa damp& negatif bagi ekologi dan
lingkungan. Narnun keputusan nknis teaebut sangat tergantung pada aspek-aspek
finansial, sosd, rnaupun institusional Masalahnmrahh sosial dan institusional dapat
mempenganh aspek fmansial,dalam ha1 ini berpengaruh langsung terhadap penarnbahan
biaya produksi. l h t u k rnenghmdari b i produksi per 1x13yang tinggi, salah sam cara yang
diternpuh adalah menambah produksi kayu bulat. Jika kondisi demikian tejadi, maka
penerapan kebijakan-kebijakan teknis dan manajemen hutan untuk menganu pelestanan
pasti tidak dapat bejalan. Kondisi di lapangan berikut rnenunjukkan buruknya s i w i
institusional pemerintah~yang menunjukkan bahwa kebijakan-kebijh teknis udak lagi
mampu mendomng perubahan.
4.10. Pertama, hubungan institusional pemeritahan saat ini belum marnpu mewujltdkan
kesamaan langkah bagahma hutan produksi dikelola dan dikendalikan produksinya.
Angka-angka dalam Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa secara nasional produksi kayu
yang dikonsumsi industri perkayuan lebih d a i 40% bemal dari ijin-ijin Bupati sena lelang
dari penangkapan rhgaI bait& yangmana kedua sumber ini
sebenarnya tidak dapar dikontrol Departemen Kehutanao. Di
lapangan, produksi ini dapat diambi dari kawasan hutan yang
masih dikelola oleh HPH, bahkan dilakuh di hutan lindung ,
maupun kawasan konservasi
4.11. Kedua, ~ n g u s a h a a n huran telah lama bergehx dengan s'ba*4
ekonomi biaya tin& yang terhitung sebagai biya transaksi
sebesar 12%-13% dari biaya total produksi per m3 (Tabel 5).
Disamping itu, pungutan-resmi $ang d i b a k j~~a'ditambah
dengan pungutan-pungutan yang d i i o h h Pemda dan
rnas)arakat, sehingga mengarnbii poai antara 379646% dari
.CspCd! =t.p, W L ?
total biaya produksi per m3.
4.12. Ketiga, implikasi dari k e t i i a s t i a n kebijakan pengelolaan hutan sena ungginya biaya
tmsaksi yang h a m ditanggung ohh usaha kehutanan, telah mengakibarkan bangkrutnya
usaha HPH. D h Gambar 9. ditunjukkan bdny~'daritahun 1998 sampai April 2004,
jumlah L-IPHyang tidak bempemi per
rata-rata 35 pemahaan.

Tabel 5. Biaya Produksi dan Transaksi Pengusahaan

4.13. Namun demikian, kebangkrutan tersebut ti&

&pat dilihat sebagi fenomena lima uhun
belakangan ini. Perhitungan untuk mengetahui produksi kayu bulat yang tidak dilapork~n
dari tahun 1977 sampai tahun 1998 menunpkkan bahwa selama periode tersebut m a - r ~ t a
pmduksi kayu bulat dari FIPH yang tidak dhporkan sebesar 12,8 juta m3 per tahun
(Kartodiiadjo, 2002). Realitas tersebut mcnunjukkan bahwa pengusaha HPI-I sendiri juga
telah melakukan pengurasan sumbedaya hutan melebiii jatah tebangan yang ditetapkan
pemerintah cukup lama, sehingga menyetnbkan kebangkrutannya saat ini.

Ukuran Kinej a Pernbangunan
4.14. Sejauh ini belurn ada valuasi ekonomi reAadap nilai guna tidak langsung dari sumberdap
huian. Kenyaum dernikian ini relah mernberikan kesalahan dalam rnenilai peran sektor
kchutartan bagi ekonomi nasional. Pendapatan nasional dari sehor kehutanan, misalnp,
diperhitungkan sebesar Rp. 8,7 trilyun pada tahun 2000 d m terus rnenurun menjadi Rp 1,3
rrilyun pada rahun 2003 (BPS, 2004). Demikim pula sumbangan sekror kehu~anan
terhada~GDP harga yang berlaku dalam sepuluh d u n rerakhir sebesar 3J5O/o. Penurunan
pendapatan dari sekror kehutanan d m kecilnya perm sehor kehutanan terhadap GI)P
telah rnernberikan opini yang cukup kuat bahwa sehor kehutanan ridak lagi penting d~lam
rnenopangpzrnbangunan ekonomi.
4.15. 1)aIarn pengarnbilan ,kepumsan rnengenai konveni maupun penggunaan kawasm huun
juga dipengaruhi oleh kesalahan mernpeAiwngkan manfaat hutan di aras. h4isalnya p n g
tejadi di Kabupaten Karimun yang merupakan kabupaten dengan kesatuan ekosistem
pulau di Propinsi Riau. Di saw sisi pertambangan menjadi sumber penghasilan bagi Pernda
yang cukup berarti, rerapi nilai lingkungan yang hdang &bar perrambangan itu ridak
terbayar oleh pendapatan langsung yang diterima oleh Pemda dari sehor perurnbangan
(LihatBox 1.)
Box 1. Kzrus Pcmrnbangan di Hutan Lindung di P u b u brirnun. R L u
Penn perurnbangan & PDRB per d u n di Kabuplun K a r k m . RLq p e d uhun iOXL2W2 s e k s ~ r20%).
p d n I8'!6, indurui kv;k dan bmgunm 13%. penlagangan, hue1 &n r e s ~ o n n3%. penpngkuun. Luwngzn &n
ksa L i m p . IPX, (ICarimun D h A*.
2002). L h h pandangan ckonomi Lngkungan, a n g k ~ - a g k rdi Jrrs od&
mnggunbilrlun penn w h o r ylng &rump, kanma fungsi h-an
lindung ylng ada
wwlul; d a k dlprrhhnglon.
HJhu dayah p h u scpeni Pdau Karimun
sap w r k o h i & q p n habaa1 hi& leupi jugr nr&
lingkung~n
Irhmm dengan p x p n i species e r d c d p n g kbib ringgi b b d i b d q h &nganpuLu koruinrn K m k e r i s i i bi>leih
Pulau Karimun p n g n r n o n p l p k
(I) ang glop an air p n g w h a m &n swnknla#cadangan air ouar p u g u n g a ~re& dm u h a u r ; (2) p e h d m renun
rr&p
h h r g a i w l u m dan p e n g a d elcnerml hib a l m i n n u p akiba~kcgLun nunuria, wpeni b d r i dm
gelombang besar w r u pemnnnn, (3)
wjunhh besar jenkjair (&me)
e d e m i k &n kcanelwrapnun
ylng r i p i &n bermti rin%gi (Ongkorongo, C5K 1998).
PuLu Karimun dengan hur 27500 HJn r n p v ~ y r ihuun W u n g w b g a i k a w m lindung sckiur lOYb drri luas puLq
piru reluas 2.818 Ha. M e w hil s w a i LPM I1B (2002). huun lindwg gunung Katiuun d & p m d k i 8 lunpi,
piru: 1. % b p i &enh m a p air. 2. Sebagai pelindung bou !cxhm &n &a di dalamnp drri wrfaan angin, 3.
P e M u n g &ri ~ e l u r u d g e b m b m gwru. n r n c e y h i o m i air la115 4. S i n k 4 budap r q o r a k a t dengan ~ b n Gunung
~ a
kina &n J a m n , 5. Lokasi s
a
m dan p n s a n m penrrinuh, 6. Kawkau 1Lm.7. Temp1 Ireanelunganun h ~ i i
&n 8. S d r pendap~unm s y d u ~
baik labagrung nnupun
Lngrung. D e w n mrujuk brhenpa d e w m i t e n u q
niLi huun p n g wlah a&. pe&n
fungi huun W u n g Gunung Kuirmn d i s a j i n dalam Tabcl6.
Tabcl6. P e h b g a n ( ! p v t m ~ , / r(nil Perrambangan di Hm+n L;ndung Gunung K a r h m

-

a

WICMT

'nCHm,

I

-

n.a. tidak dikediui
Senmnun iru dikcm'1ui bahwa p e d p a u n &enh &ri rojdri FT.&
K
Gmicc dikcuhui nusing-nnsing rehsar Rp
4 3 +di
@un 2000, Rp 557 m3yYdi diu 2001. Rp 558 ndprdidiu 2002, Rp 4.14 dyardi d u n 2003. N h
m& v a dmemkb
~ ~
Kabumwn KuLRln oer d u n wrwbur s e h SO% dui & minkun a u u s e k r 20% ddri ruLj

hlum wmpruk b;il & n d a p u n
I&&
d a k Lngrung ).mg &mkh w ) & r
hui huun lindungyerrebur
Tdak dikakukikurnyl && hgkmgsn. sard dm budayl, dui khn& huun L n d q rnenpdilun peq.amhlln
pendeb &rP,
hail b n m g u r & f i i d bagi p e i g G l u ~.UI
k p m a n a h ,nmgurh
p&k p i t u r i
n u s p n k a ~s u uu
~ &rinn d
e
w mngorb+nlon hbutuhan rmsyu+lu~ hur di m a ).mg d u n h u n g . Selanju~npiuga
penring d k d u i dui kunNngan pngh p e d w n e b u ~i p a whemnyr ylng pPlrng dnurnrnglun dan s i a p ~p n g
dkuIlplr&m b l h w
paling dmrgrkn Aollsis ini &I& s a q i &pat mnjauab peluny+m ini w q i vcan unum &p
perurnbugan di huun lindung k b i banyak m n p m q k m Lrpmhgan pemdar~~.,&
m r r p n l u ~ Iw,
Irhurunn nne
di PuLu KuLmra

DISKUSI ARAH P M B A N C U N A N SEKTDR KEHUTANAN
Puur R m u n o Krbu~asonBa&n Plnnofogi Kcburonam &n D d u n g o n MFP.Dgbur
R)sKsNHIT-MPUN

OTWl

'.wp.DH

180

kelembagaan utamanp menyangkut s t a m hutan
negan dan kepastian usaha

Pemanfaatan Kawasan Hutan
3.7. P e m f a a t a n kawasan hutan sejauh ini sudah sarnpai di luar konteks penataan kawasan

3.8. Kurangnya informasi tentang perubahan

hutao
menjadi komoditas lainnp, menyebabkan peristiw
ini belum pernah dikaji secan mendalam Kenptaan
dari sini menunjukkan bahwa pemerintah yang masih
l e b i mengandakan aspek legalitas dalam mempertahankan status hutan negara, di
berbagai wilayah, telah dikalahkan oleh perkembangan ekonomi yang senantba
mengkonveni hutan menjadi bentuk penggunaan lain.

Pemanfaatan Non Kayu dan Jasa Lingkungan
3.9. Perhitungan terbaru ..tentang seluruh
manfaat ekonomi hutan menunjukkan
b a h w nilai kayu sekitar 26% - 29%,
sementm itu manfaat non kayu sebesar
antara 11% - 23%, k e d m p sanga:
tergantung dari fungsi hutannp (Tabel
I). Pengetahuan tenebut menunjukkan
haLhal sebagai berikut:
- Sistem pengelolaan sumberdap hutan
saat ini belum dapat memanfaatkan
- lhl tenebut diiebabhn pula olch
kebijakan
nasional,
yang
tidak
memperhitungkan jasa hutan y;tng
berupa jasa Lingkungan sebagai bagm
dari ukuran kine rja pembangunan.

rn-n

DISKUSI ARAH PGUBANGUNANSEKTDR KLHmANAN

----Kornposisi penggunaan bahan baku oleh holding, pasar bebas legal d m m a k r i kayukayu illegal sebesar 30:10:60.
4.4. Apabila dipetakan secara nasional, hubungan Pemerintah, Pernda, pengusaha, dan
mas)arakat dapat rnengikuti skerna pada Gambar 8. Hubungm keempat pihak yang
dianggap sentral dalam upaya pengendalian produksi tersebut dapat rnengikuti kornbinasi
antara setuju dan tidak setuju terhadap tujuan pengelolaan hutan produksi, sena setuju dan
tidak setuju terhadap cara yang akan diternpuh. Maka dapat diklasifiiikan menjadi tiga
kelompob, yang mana setiap kelornpok rnemerlukan kebijakan yang berbed~bedauntuk
rnenyelesaikan masalah-masalah hubungan pemerintahan yang ada.
4 5 . Kelornpok pihak-pihak y y g sepakat tujuan, dalam situasi saat hi, mash sangat tehatas,
diprkirakan sekitar ZOYo7. Dari kelompok ini yang telah sepakat baik tujuan maupun card
bagaimana hutan produksi dikelola dan dikendalikan produksinya, hanya 5%. Terhidap
kelompok yang terakhir ini, upaya yang dilakukan relatif paling rnudah, yaitu dengan
menjalankan ketentuan-ketentuan rnanajemen hutan. Yang perlu ddaldan pemerinth
adalah memperkuat kondisi yang telah ada dan menjalankan kebijakan bagi usaha
kehutanan yang sifatnya mernberi insentif bagi unit manajemen, sehingga pmduksi dapau
dikendalikan dan produluivitas hutan alam dapat ditingkatkan. Sedangkan kelompok yang
sepakat tujuan namun tidak sepakat cara yang perlu diternpuh adalah dengan rnelakukan
kornunikasi untuk rnendapat input bagi kernungkinan alternatif kebijakan pengelolaan
hutan produksi di witayah ini.
4.6. Pendekatan kebijakan di atas didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kebijakan yang

47.

bersifat instruksional terbulcri tidak berjalan &hat Tabel 3). Aspek legalitas menjadi
kehilangan daya k e d a a t a n , bah!! rnungkm daya keadilannya; meskipun di lapangan
juga sangat banyak tejadi pelanggaran terhadap kebijakan nasional yang dilakukan bukan
untuk kepentingan daerah atau kepentingan orang banyak, n'amun lebih sebagai usaha
untuk memperjuangkan kepentingan individu danlatau kelornpok (rrnr .rre&n~ 6 c I w t . i r ~ r j ' .
Banpknya pelanggaran untuk kepentingan individdkebrnpok tersebut berbalik
mengeliminasi argumen kemanfaatan dan keadilan sebagai alasan melakukan pelanggaran.
Sebab argumen seperti itu tidak selayaknya d i m a n f a a h untuk kepenuingm
individdkelompok
~enyataan-kenyataandi atas rnenunjukkan b a h w upaya pengendalian produksi kayu bulat,
yang secara teknis dapar dilakukan dengan
pendekatanpendekatan rasional menggunakan
SEPAKAT
TDK
TUJUAN
SEPAWT
insuumen rnanajemen hutan hanya akan efektif di
wilayah yang sernpit. Dan untuk mernperluas
. SE- psndrc.bn
rmbon*wilayah itu yang diperlukan adalah pendekatanPAKAT
pendekatan instirusional khususnya hubungan
Mw
p e m e ~ t a h a n yang lebih luas. Bagaimand
5%
lu*
dm
pendekatan yang terakhir ini &pat berjalan
CI.
tergantung di satu pihak, hubungan-hubungan
hhlnpl
SE- 1n.lllE"w
antar sekror, dan di pihak lain sangat tergantung
PAKAT
I ~ L I { / ~ ~ J . / Jsetiap
~~I
lembaga, temtama lernbaga
15%
80%
p e r n e ~ t a h(daerh) .

D~lrm
hrl ini d i r w p tidrkdimungliinlun r&np lvlompok prig t i i k rnub trrtutbp tupun t a p i rouju ~ r A d upr a yn!: r h n d~vnlpuhdtl.au
F~grlotumn h u ~ palubi.
~n
' Pcnimboqon C n u i L p n p LID
hrril d i h i d c n y n s o h sau peywoi di E k p n c m n lichutoru~t
.Menutit b 5 , mar ink;!: m m p u n p i dua pengenln, p h : pe-,
pngusd-u p n g m t i o n renw jang odo l u ~ w
kchijolun

'

u penyapan kcp=&p h i auu biroknt; d m Mu,polirii rrw hlrukror jnng mnrari rentr
pcmrinwh dcnpn m
t e h
o k h swasu dengm m n g a n c m pmgusd-u dengon regului p n g d d h&luel L b s . 2001. op c i .

DISKUSI A R A H P E h 4 B A N G U N A N S E K m R KEHUT.4h'A.h'
MI Rrncana Krlr,ttannn Badan Plnnologi Krlrnrauna dan Dnk~*n.fnnMFP.F-Drpb*t
Xm,I

?an;:

4.9.

Secara teknis, kemakan hutan h produksi disebabkan oleh penebangan kayu melebii

p e ~ b u h a nhutan, yang pada &ya
membawa damp& negatif bagi ekologi dan
lingkungan. Narnun keputusan nknis teaebut sangat tergantung pada aspek-aspek
finansial, sosd, rnaupun institusional Masalahnmrahh sosial dan institusional dapat
mempenganh aspek fmansial,dalam ha1 ini berpengaruh langsung terhadap penarnbahan
biaya produksi. l h t u k rnenghmdari b i produksi per 1x13yang tinggi, salah sam cara yang
diternpuh adalah menambah produksi kayu bulat. Jika kondisi demikian tejadi, maka
penerapan kebijakan-kebijakan teknis dan manajemen hutan untuk menganu pelestanan
pasti tidak dapat bejalan. Kondisi di lapangan berikut rnenunjukkan buruknya s i w i
institusional pemerintah~yang menunjukkan bahwa kebijakan-kebijh teknis udak lagi
mampu mendomng perubahan.
4.10. Pertama, hubungan institusional pemeritahan saat ini belum marnpu mewujltdkan
kesamaan langkah bagahma hutan produksi dikelola dan dikendalikan produksinya.
Angka-angka dalam Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa secara nasional produksi kayu
yang dikonsumsi industri perkayuan lebih d a i 40% bemal dari ijin-ijin Bupati sena lelang
dari penangkapan rhgaI bait& yangmana kedua sumber ini
sebenarnya tidak dapar dikontrol Departemen Kehutanao. Di
lapangan, produksi ini dapat diambi dari kawasan hutan yang
masih dikelola oleh HPH, bahkan dilakuh di hutan lindung ,
maupun kawasan konservasi
4.11. Kedua, ~ n g u s a h a a n huran telah lama bergehx dengan s'ba*4
ekonomi biaya tin& yang terhitung sebagai biya transaksi
sebesar 12%-13% dari biaya total produksi per m3 (Tabel 5).
Disamping itu, pungutan-resmi $ang d i b a k j~~a'ditambah
dengan pungutan-pungutan yang d i i o h h Pemda dan
rnas)arakat, sehingga mengarnbii poai antara 379646% dari
.CspCd! =t.p, W L ?
total biaya produksi per m3.
4.12. Ketiga, implikasi dari k e t i i a s t i a n kebijakan pengelolaan hutan sena ungginya biaya
tmsaksi yang h a m ditanggung ohh usaha kehutanan, telah mengakibarkan bangkrutnya
usaha HPH. D h Gambar 9. ditunjukkan bdny~'daritahun 1998 sampai April 2004,
jumlah L-IPHyang tidak bempemi per
rata-rata 35 pemahaan.

Tabel 5. Biaya Produksi dan Transaksi Pengusahaan

4.13. Namun demikian, kebangkrutan tersebut ti&

&pat dilihat sebagi fenomena lima uhun
belakangan ini. Perhitungan untuk mengetahui produksi kayu bulat yang tidak dilapork~n
dari tahun 1977 sampai tahun 1998 menunpkkan bahwa selama periode tersebut m a - r ~ t a
pmduksi kayu bulat dari FIPH yang tidak dhporkan sebesar 12,8 juta m3 per tahun
(Kartodiiadjo, 2002). Realitas tersebut mcnunjukkan bahwa pengusaha HPI-I sendiri juga
telah melakukan pengurasan sumbedaya hutan melebiii jatah tebangan yang ditetapkan
pemerintah cukup lama, sehingga menyetnbkan kebangkrutannya saat ini.

4.16. Kabupaten Kanrnun yang hanya menenma pendapatan dan sector penambangan selutar
20% - 50% dari seluruh kehilangan nilai ekonomi (totul ervnomrc wIue) huran lindung yang
ditambang adalah bagian dan tekanm p e m e ~ t a hpusat yang secan srrdural ham,
diterimag. Kenyataan demikian ini hanyalah salah satu contoh fenomena yang dihadapl
Pemda yang telah berupaya unrk menrimbangkan pemanfaatan sumberdaya
alamnyal010, namun menghadapi tekanan politik ekonomi yang belum dapat d~can
solusinya. Dan p e m e ~ t a htetap akan terus menguras sumberdaya dam apabila ukuran
b e y pembangunan tidak memasukkan nilai-nilai mtangrbk dan sumberdaya dam.
P e n m a n semu pendapatan pemerintah dari sumberdaya darn (Garnbar 10 dan 11)
mengakibatkan mudahnya jastifikasi untuk mengebploirasinya.

Kcbijakan Pemcrintah
4.17. Dalam Tabel 7. berikut disajikan ringkasan telaah analisis kebijakan 8 bldang (54
peraturan) yang berbitan dengan pengelolaan dan usaha kehutanan. Dari has11 telaah ke 8
bidang tersebut dapat ditunjukkan mengapa kebijakan pengelolaan hutan produks~kurang
efehd, yaitu:
m
m

B u

rn

10

1899i210

ncc

at r

-MqJL--b.---Wmu,--

2012

am3

-.lambang-Pcrllann

Garnbar 11. Perkembangan Pendapatan Pemerintah dariSumberdaya Alam, 1996 - 2003

---- R p k D m ~ . b h-Palah

Inl'l-SOA

-LabaBlhlIl

------PI=

Garnbar 10. Perkernbangan Pendaparan Pemerinrah, 1996 - 2003

' Perpu N >1 / 2 W

tanggal I 1 h4am1 2004 tentug Pembaban aus UU No 41/1999,1ahu d m s e k l u m daetul~uDI'R ~ r l pull
~ h
drundA Lnjuu &ngm Kepprcs No 41/1999 tanggal 12 &I2004 y q m n e w p k v l I3 p z n u h r a n u m b m g dl h u m Imdun: 1 t 1IF
kmpers~
'6 Ddarnsrrmrur srhrn png d d A h n & G d u n g & w d
Tanjungbdq K r m , 24 Me1 2004,Peda Ranrnun r w n m w l u n h
~
h
rp+lgrj d u p z n ~ m b ~ rersebur
n ~ ~ n d u n d ~ l A t l l o nd e n g ~ n
pcnr&nyn
~ e h t b dl
r h r u n Lndung heaLLinp &nulun,
mnghrnctulun Gunung Jrnlan dm Gunung &urn sena s m hudap hemp P m s r r Pxsu tang m n r d r r~rnholh ~ mg \ )~~ m l u ~
K~runun

DISKUSI ARAH PLHBANCUNAN SEK7VR KEHUTANAN
hut Rrncana Kcbwraum Badan Pl.nolop Kebwuwan I n Dukrtngan MFP-Dtphat
FUSRNHJI U ? U N
DtPHJl

HFP

"'

~

4.16. Kabupaten Kanrnun yang hanya menenma pendapatan dan sector penambangan selutar
20% - 50% dari seluruh kehilangan nilai ekonomi (totul ervnomrc wIue) huran lindung yang
ditambang adalah bagian dan tekanm p e m e ~ t a hpusat yang secan srrdural ham,
diterimag. Kenyataan demikian ini hanyalah salah satu contoh fenomena yang dihadapl
Pemda yang telah berupaya unrk menrimbangkan pemanfaatan sumberdaya
alamnyal010, namun menghadapi tekanan politik ekonomi yang belum dapat d~can
solusinya. Dan p e m e ~ t a htetap akan terus menguras sumberdaya dam apabila ukuran
b e y pembangunan tidak memasukkan nilai-nilai mtangrbk dan sumberdaya dam.
P e n m a n semu pendapatan pemerintah dari sumberdaya darn (Garnbar 10 dan 11)
mengakibatkan mudahnya jastifikasi untuk mengebploirasinya.

Kcbijakan Pemcrintah
4.17. Dalam Tabel 7. berikut disajikan ringkasan telaah analisis kebijakan 8 bldang (54
peraturan) yang berbitan dengan pengelolaan dan usaha kehutanan. Dari has11 telaah ke 8
bidang tersebut dapat ditunjukkan mengapa kebijakan pengelolaan hutan produks~kurang
efehd, yaitu:
m
m

B u

rn

10

1899i210

ncc

at r

-MqJL--b.---Wmu,--

2012

am3

-.lambang-Pcrllann

Garnbar 11. Perkembangan Pendapatan Pemerintah dariSumberdaya Alam, 1996 - 2003

---- R p k D m ~ . b h-Palah

Inl'l-SOA

-LabaBlhlIl

------PI=

Garnbar 10. Perkernbangan Pendaparan Pemerinrah, 1996 - 2003

' Perpu N >1 / 2 W

tanggal I 1 h4am1 2004 tentug Pembaban aus UU No 41/1999,1ahu d m s e k l u m daetul~uDI'R ~ r l pull
~ h
drundA Lnjuu &ngm Kepprcs No 41/1999 tanggal 12 &I2004 y q m n e w p k v l I3 p z n u h r a n u m b m g dl h u m Imdun: 1 t 1IF
kmpers~
'6 Ddarnsrrmrur srhrn png d d A h n & G d u n g & w d
Tanjungbdq K r m , 24 Me1 2004,Peda Ranrnun r w n m w l u n h
~
h
rp+lgrj d u p z n ~ m b ~ rersebur
n ~ ~ n d u n d ~ l A t l l o nd e n g ~ n
pcnr&nyn
~ e h t b dl
r h r u n Lndung heaLLinp &nulun,
mnghrnctulun Gunung Jrnlan dm Gunung &urn sena s m hudap hemp P m s r r Pxsu tang m n r d r r~rnholh ~ mg \ )~~ m l u ~
K~runun

DISKUSI ARAH PLHBANCUNAN SEK7VR KEHUTANAN
hut Rrncana Kcbwraum Badan Pl.nolop Kebwuwan I n Dukrtngan MFP-Dtphat
FUSRNHJI U ? U N
DtPHJl

HFP

"'

~

1

'I'abel7. Ringkasan Telaah Kebijakan Pengelolun dan Usaha Kehutanan
MASNMAI-I

KEBIJAKAN

An:klin

Bdwn a&
klrran
htnm rlillkJi

Kerangka

',a

n bg;nuol

REKOMENDASI
PEMBAHARUAN

nrar

prig d
i
L
k
&
k
r ~ z tK Akibnnp Pcmt brig
mlmLprt inrrnd, tLnhtd lubihn pzlrjl yrni p m z p u l
b n s a n potcxsi hmm ?an: &prt ditsabbn. ry I , a r l r , rbn

Umiun

hn%m ritwrt yutg &&pi

pcnn w a d pcngclulr 8-lh
dlrd~lunpa& podrlutm
mmurif m L l w Iroprrrri. Kcnn;Lu unum jvb. acrtri dngvl
o ~ u u l r l ,lrntvl Irontmk rntsrr prrrrinth - p m a a h L L m

-. .
.

-

I'erizinan dan
I'engendalian

hha,&m prp,dcbd untuk rmn)rlalrhnny
K&&n
uu n+k
&h -;bu~ prss + k a n i i S q
t c h & homun Gmru unm m m a h d u &n
hum

j

p km& m w n hh.Lut PI;~LIAJII
4 u i A 6ub ILb 4 12) U u n t w lvhurlon

Indusrri dan
Tataniaga
tlasil I-Iuran
Kawasan