Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN RESORT
MANDALAWANGI OLEH MASYARAKAT
SEKITAR KAWASAN

ARIF SETYAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemanfaatan
Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Arif Setyawan
NIM E34090122

ABSTRAK
ARIF SETYAWAN. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort
Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan. Dibimbing oleh TUTUT
SUNARMINTO dan RACHMAD HERMAWAN.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu contoh
taman nasional di Indonesia yang keberadaannya dapat menjadi sumber
kemakmuran rakyat sehingga harus dikelola secara lestari. Telah banyak
penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh
masyarakat yang ada di dalam kawasan dan/atau sekitar kawasan taman nasional,
tetapi penelitian tersebut hanya sebatas berorientasi pada masyarakat tradisional.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan persepsi pemanfaatan, motivasi
pemanfaatan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan. Metode pengambilan data

melalui kuesioner terbuka, kuesioner tertutup, kuesioner pola pertanyaan berskala
(rating), observasi non partisipan, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini
adalah terdapat perbedaan persepsi bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk
setiap kelompok sumberdaya hutan, masyarakat lebih banyak memanfaatkan
sumberdaya hutan untuk kelompok flora dan kelompok gejala alam dengan
bentuk pemanfaatan tertentu dibandingkan kelompok fauna, motivasi tertinggi
pemanfaatan sumberdaya hutan untuk setiap kelompok sumberdaya hutan adalah
sama yaitu menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat (pendidikan).
Kata kunci: masyarakat, motivasi, pemanfaatan, persepsi, sumberdaya hutan

ABSTRACT
ARIF SETYAWAN. Analysis of Forest Resources Utilization of Resort
Mandalawangi by Communities Around The Area. Supervised by TUTUT
SUNARMINTO and RACHMAD HERMAWAN.
Gunung Gede Pangrango National Park is a kind of national park in
Indonesia where its existence can be source of prosperity for cityzenry, therefore
it is important to be managed eternally. There were some researches about forest
resource utilization by communities inside whether around the conservation area,
yet those researches were oriented on local community. The objectives of this
research are describing perception of use, motivation of use, and perception of the

utilization’s impact of forest resources of the Resort Mandalawangi by
communities around the area. This research used open questionnair, close
questionnair, rating questionnair, non pasticipant observation, and literature study
in acquairing data. The results of this research are there is some different
perception in resource utilization for each groups of forest resources, people use
groups of flora and natural symptom by specifics type of use much more than
group of fauna, the highest motivation of use for each group of forest resources is
same that is to gain the people’s insight and knowledge (education).
Keywords: communities, forest resources, motivation, perception, utilization

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN RESORT
MANDALAWANGI OLEH MASYARAKAT
SEKITAR KAWASAN

ARIF SETYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pemanfaatan Surnberdaya Hutan Resort Mandalawangi
oleh Masyarakat Sekitar Kawasan
: Arif Setyawan
Nama
NIM
: E34090122

セ@

Disetujui oleh

Dr Ir Tutut Sunarrninto, MSi

Pembimbing I

Dr Ir Rachrnad Herrnawan, MScF
Pembimbing II

r
セ]Z[N⦅

TanggaJ Lulus: rot

S I\U3 l. .

セ・イ。@

Jr s セ ョ「。ウ@

Basuni, MS
Departemen

Judul Skripsi : Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi

oleh Masyarakat Sekitar Kawasan
Nama
: Arif Setyawan
NIM
: E34090122

Disetujui oleh

Dr Ir Tutut Sunarminto, Msi
Pembimbing I

Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Pemanfaatan
Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Mastarakat Sekitar Kawasan
berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tutut
Sunarminto, MSi dan Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF selaku pembimbing
skripsi yang telah banyak memberikan saran maupun arahan selama penelitian, Dr
Ir Ricky Avenzora, MScF yang telah mengajarkan bentuk pembelajaran yang kuat
dalam kehidupan, Dr Ir Harnios Arief, MSc dan Ir Bintang CH. Simangunsong,
MS Phd yang telah memberikan saran mengenai isi karya ilmiah, serta Dr Ir Agus
Hikmat, MScF yang telah memberikan saran mengenai format penulisan karya
ilmiah. Penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola Balai Besar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, pemerintah Desa Cimacan dan Desa Ciloto,
masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto, Bapak Sofyan, Kang Heri, dan Adi
yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan terimakasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Yono Afandi dan Mama Karmini selaku
orang tuaku tercinta, Aris Kristianto dan Anita Tripuspita selaku adikku
tersayang, Nisa Silmi Afina selaku terkasih, keluarga besar Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, sahabat seperjuangan “Anggrek

hitam 46”, dan keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Karate Institut Pertanian
Bogor atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Arif Setyawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3


METODE

4

Lokasi dan Waktu

4

Alat dan Objek

5

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

5

Ruang Lingkup Penelitian

6


Metode Pengambilan Sampel

8

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

9
9

Karakteristik Responden

11

Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

11

Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan
Peraturan Perundangan

21

Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

22

Analisis Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan
Teori Abraham Maslow

23

Persepsi Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

24

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Data yang diambil dalam penelitian
Nilai persepsi pemanfaatan kelompok fauna
Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna
Nilai persepsi pemanfaatan kelompok flora
Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora
Nilai persepsi pemanfaatan kelompok gejala alam
Analisis bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam

5
12
13
15
15
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Bentuk pemanfaatan kelompok fauna
Bentuk pemanfaatan kelompok flora
Bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam
Perbandingan nilai motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan
Piramida kebutuhan (Teori Abraham Maslow)
Perbandingan nilai persepsi dampak ekonomi pemanfaatan
sumberdaya hutan
9 Perbandingan nilai persepsi dampak sosial pemanfaatan
sumberdaya hutan
10 Perbandingan nilai persepsi dampak budaya pemanfaatan
sumberdaya hutan
11 Perbandingan nilai persepsi dampak ekologi pemanfaatan
sumberdaya hutan

2
4
14
18
21
22
24
25
26
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil kuesioner karakteristik responden
2 Struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango

36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu
contoh taman nasional di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Keberadaan TNGGP mempunyai fungsi pokok sebagai
pengawetan keanekaragaman hayati serta perlindungan sistem penyangga
kehidupan dan menyediakan sumberdaya alam hayati untuk pemanfataan secara
berkelanjutan. Atas dasar tersebut, keberadaan TNGGP dapat menjadi sumber
kemakmuran rakyat karena memiliki manfaat dan fungsi di dalamnya sehingga
harus dikelola secara lestari khususnya pada Resort Mandalawangi. Hal ini karena
Resort Mandalawangi memiliki sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar kawasan seperti fauna, flora, dan gejala alam. Selain itu,
masyarakat yang berada di sekitar kawasan Resort Mandalawangi tidak lagi
termasuk ke dalam kriteria masyarakat tradisional, melainkan masyarakat transisi
sehingga dibutuhkan bentuk pengelolaan kawasan yang berbeda.
Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan sumberdaya
hutan oleh masyarakat yang ada di dalam kawasan dan/atau sekitar kawasan
taman nasional di antaranya adalah Gailea (2005); Marliani (2005); Baharuddin
(2006); Souhuwat (2006); Dewi (2007); Fakhrozi (2009); Anggana (2011);
Novitasari (2011), tetapi penelitian tersebut hanya sebatas berorientasi pada
pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat tradisional yang dilakukan secara
subsisten. Hal yang terlupakan yaitu bahwa tidak seluruh masyarakat yang berada
di sekitar kawasan taman nasional merupakan masyarakat tradisional, salah satu
contohnya adalah masyarakat sekitar Resort Mandalawangi. Padahal secara
tersirat di dalam pengertian taman nasional menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, terdapat manfaat lain yang bisa dinikmati oleh masyarakat
khususnya masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Selain itu, penelitian yang
membahas tentang persepsi pemanfaatan, motivasi pemanfaatan, dan persepsi
dampak pemanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan taman nasional masih
belum ditemukan. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengetahui
persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat, motivasi pemanfaatan
sumberdaya hutan oleh masyarakat, dan persepsi dampak pemanfataan
sumberdaya hutan bagi masyarakat khususnya pada masyarakat sekitar kawasan
Resort Mandalawangi, TNGGP.
Perumusan Masalah
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki sumberdaya
hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan di antaranya
adalah fauna, flora, dan gejala alam. Hal yang perlu dipahami oleh para kalangan
akademisi yang meneliti pemanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan taman

2
nasional adalah karakteristik masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hutan
tersebut karena Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
memberikan jaminan hak bagi masyarakat adat yang merupakan kategori
masyarakat tradisional untuk dapat memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
hutan, namun tidak untuk masyarakat yang di luar kategori tersebut karena telah
dibatasi akan pemanfaatan sumberdaya hutan. Hal ini secara tidak langsung telah
membatasi hubungan antara sumberdaya hutan pada kawasan taman nasional
dengan masyarakat yang tidak termasuk ke dalam kategori masyarakat adat.
Pengelolaan kawasan taman nasional tersebut telah terbukti gagal
meningkatkan mutu masyarakat yang berada di sekitar kawasan karena kurang
mengakomodasi kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan konflik antara
taman nasional dengan masyarakat sekitar kawasan akibat pemanfaatan
sumberdaya hutan. Kegagalan tersebut bukan disebabkan oleh faktor teknis
melainkan oleh faktor sosial karena ketidakpahaman pengelola taman nasional
maupun kalangan akademisi dalam memahami karakteristik masyarakat.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

3
Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi,
yaitu masyarakat yang mengalami perubahan dari kondisi tradisional menuju
kondisi modern. Karakteristik masyarakat transisi berbeda dengan masyarakat
tradisional dan masyarakat modern. Menurut Nasution (2009); Riggs (1964) diacu
dalam Nursanti (2010), masyarakat transisi dapat dikatakan sebagai masyarakat
campuran antara nilai tradisional dan proses modernisasi yang telah terjadi
tumpang tindih di antara kedua nilai tersebut.
Masyarakat transisi memiliki kesamaan dengan masyarakat tradisional dan
masyarakat modern terkait hubungannya dengan kawasan taman nasional yaitu
pemanfaatan sumberdaya hutan taman nasional, tetapi dengan bentuk
pemanfaatan yang kemungkinan berbeda. Perbedaan bentuk pemanfaatan tersebut
dapat disebabkan oleh perbedaan motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan pada
setiap karakteristik masyarakat sehingga akan menghasilkan dampak pemanfaatan
sumberdaya hutan yang kemungkinan juga akan berbeda dalam hal ekonomi,
sosial, budaya, dan ekologi. Kondisi tersebut tentu saja akan membedakan bentuk
pengelolaan kawasan taman nasional.
Data yang didapatkan pada penelitian ini merupakan informasi awal
mengenai persepsi bentuk pemanfaatan, motivasi pemanfaatan, dan persepsi
dampak pemanfaatan sumberdaya hutan bagi masyarakat transisi yang ada di
sekitar Resort Mandalawangi, TNGGP. Adapun kerangka pemikiran pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pemanfaatan sumberdaya Resort Mandalawangi yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan?
2. Apakah bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan
Resort Mandalawangi berbeda dengan masyarakat tradisional yang ada di
taman nasional lainnya?
3. Apa motivasi masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi?
4. Apa dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi yang
dirasakan oleh masyarakat dalam hal ekonomi, sosial, budaya dan ekologi?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.
2. Mendeskripsikan motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.
3. Mendeskripsikan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi bagi masyarakat sekitar kawasan.
Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi dan peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pelengkap disiplin keilmuan konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata
serta sebagai bahan tambahan maupun rujukan untuk penelitian selanjutnya.

4
2. Bagi pengelola TNGGP, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam mengelola kawasan TNGGP khususnya pada Resort
Mandalawangi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar kawasan.
3. Bagi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk berperan aktif dalam melestarikan
kawasan konservasi di Jawa Barat khususnya TNGGP.
4. Bagi pemerintah pusat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam mengelola kawasan konservasi di Indonesia khususnya
taman nasional.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Cimacan dan Desa Ciloto,
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Waktu
pengambilan data berlangsung dari bulan Maret sampai Mei 2013.

Gambar 2 Lokasi penelitian

5
Alat dan Objek
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, literatur,
dan kuesioner. Objek pada penelitian ini adalah sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi serta masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto, Kecamatan
Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Bentuk data yang dihasilkan pada penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data tersebut dikumpulkan melalui kuesioner pola pertanyaan terbuka,
kuesioner pola pertanyaan tertutup, kuesioner pola pertanyaan berskala (rating),
observasi non partisipan, dan studi literatur (Tabel 1).
Tabel 1 Data yang diambil dalam penelitian
Jenis
Data

Data
primer

Data
sekunder

Unit Data
a) Karakteristik responden.
b) Persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan
(fauna, flora, dan gejala alam) Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar
kawasan.
c) Motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan
(fauna, flora, dan gejala alam) Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar
kawasan.
d) Persepsi dampak (ekonomi, sosial, budaya,
dan ekologi) pemanfaatan sumberdaya hutan
(fauna, flora, dan gejala alam) Resort
Mandalawangi bagi masyarakat sekitar
kawasan.
a) Karakteristik masyarakat.
b) Bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya
hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar
kawasan.
a) Kondisi umum lokasi penelitian.
b) Identifikasi sumberdaya hutan (fauna, flora,
dan gejala alam) Resort Mandalawangi.
c) Bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya
hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort
Mandalawangi oleh masyarakat sekitar
kawasan.
d) Peraturan perundangan.

Metode
Pengumpulan
Data
Kuesioner pola
pertanyaan
terbuka,
tertutup, dan
berskala
(rating) untuk
masyarakat
Desa Cimacan
dan Desa
Ciloto
(n = 45
orang/desa
penelitian)

Observasi non
partisipan

Studi literatur

6
Kuesioner
Altinay dan Paraskevas (2008) mengklasifikasikan kuesioner ke dalam tiga
tipe yaitu kuesioner pola pertanyaan terbuka, kuesioner pola pertanyaan tertutup,
dan kuesioner pola pertanyaan berskala (Rating). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan seluruh tipe kuesioner tersebut. Kuesioner pola pertanyaan terbuka
dan kuesioner pola pertanyaan tertutup digunakan untuk mengetahui karakteristik
responden, sedangkan kuesioner pola pertanyaan berskala (Rating) digunakan
untuk mengetahui persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi pemanfaatan
sumberdaya hutan, dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.
Observasi Lapangan Non Partisipan
Menurut Altinay dan Paraskevas (2008), observasi lapangan non partisipan
merupakan teknik observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara
tidak terlibat langsung ke dalam masyarakat. Observasi lapangan non partisipan
dilakukan dengan mengamati karakteristik masyarakat serta mengamati segala hal
yang berkaitan dengan bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort
Mandalawangi di lokasi penelitian. Selain itu, observasi lapangan non partisipan
dilakukan untuk memastikan hasil kuesioner yang diberikan kepada masyarakat
dengan kondisi di lapangan.
Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data pendukung dalam
penelitian yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pengambilan data di lapangan.
Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang terkait seperti buku,
laporan penelitian, jurnal, karya ilmiah, dan lain-lain. Data yang dikumpulkan di
antaranya adalah kondisi Resort Mandalawangi, kondisi Desa Cimacan dan Desa
Ciloto, peraturan perundangan, pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi, dan
dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Sumberdaya hutan Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga kelompok untuk
memudahkan dalam mengidentifikasi yaitu fauna, flora, dan gejala alam.
Pada penjelasan Undang-Undang Republik Indonesai Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari hewani, nabati, dan fenomena alam.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan membagi sumberdaya alam menjadi tiga kelompok yaitu
fauna, flora, dan keadaan alam. Avenzora (2008b); Basuni dan Kosmaryandi
(2008) membagi sumberdaya alam menjadi tiga kelompok yaitu fauna, flora,
dan gejala alam. Pada dasarnya, maksud dari terminologi setiap klasifikasi
sumberdaya hutan tersebut adalah sama, namun peneliti menggunakan
terminologi yang sekiranya dapat diterima oleh peneliti yaitu fauna, flora, dan
gejala alam.
2. Penentuan objek setiap kelompok sumberdaya hutan dilakukan berdasarkan
objek sumberdaya hutan yang umumnya diketahui oleh masyarakat sehingga
masyarakat mudah untuk menginterpretasikan kuesioner yang diberikan. Hal
ini karena persepsi merupakan inti dari komunikasi, sedangkan interpretasi
merupakan inti dari persepsi (Mulyana 2005 diacu dalam Riyanto 2010).

7
3. Kelompok fauna Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga sub kelompok
berdasarkan definisi satwa liar di dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya yaitu amphibi, reptilia, aves, dan mamalia. Sub kelompok
amphibi di antaranya adalah Kodok merah (Leptophryne cruentata), Katak
bertanduk (Megophrys montana), dan Katak mutiara (Nyctixalus
margaritfier). Sub kelompok reptilia di antaranya adalah Ular pucuk
(Ahaetulla prasina), Ular welang (Bungarus fasciatus), dan Bunglon tanduk
(Gonocephalus kuhlii). Sub kelompok aves di antaranya adalah Anis siberia
(Zoothera sibirica), Elang jawa (Spizaetus bartelsi), dan Opior jawa
(Lophozosterops javanicus). Sub kelompok mamalia di antaranya adalah
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas), Surili (Presbytys comata), dan
Kijang (Muntiacus muntjak).
4. Kelompok flora Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga sub kelompok
berdasarkan tipe habitus yaitu pohon, perdu, terna, dan liana. Sub kelompok
pohon di antaranya adalah Rasamala (Altingia excelsa), Saninten
(Castanopsis argentea), dan
Jamuju (Dacrycarpus imbricatus). Sub
kelompok perdu di antaranya adalah Katutungkul (Polygala venenosa),
Cempaka gondoh (Magnolia candollii), dan Cantigi gunung (Vaccinium
varingiaefolium). Sub kelompok terna di antaranya adalah Hariang beureum
(Begonia robusta), Konyal/markisa (Passiflora edulis), dan Honje hutan
(Etlingera hemisphaerica). Sub kelompok liana di antaranya adalah Kantong
semar merah (Nepenthes gymnamphora), Paku sarang burung/Kadaka
(Asplenidum nidus), dan Tabat barito (Ficus deltoidea).
5. Kelompok gejala alam Resort Mandalawangi dibagi menjadi dua sub
kelompok berdasarkan gejala alam yang sudah dikembangkan menjadi objek
wisata dan gejala alam yang belum/tidak dikembangkan menjadi objek
wisata. Sub kelompok gejala alam yang sudah dikembangkan menjadi objek
wisata di antaranya adalah Curug Cibeureum, Curug Ciwalen, Telaga biru,
Mata air panas, Rawa gayonggong, dan Kandang badak. Sub kelompok gejala
alam yang belum/tidak dikembangkan menjadi objek wisata di antaranya
adalah Curug Pancaweuleuh, Pancuran mas, Sumber mata air, Rawa denok,
Goa lalay, dan Batu kukus.
6. Masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi di antaranya adalah
masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto. Penentuan desa tersebut sebagai
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena kedua desa tersebut secara
administratif merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan
Resort Mandalawangi sehingga disebut daerah penyangga TNGGP. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam, daerah penyangga merupakan daerah yang
mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan konservasi dari segala bentuk
tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam kawasan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi
kawasan.
7. Dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi meliputi
dampak ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. Damanik dan Webber (2006)
diacu dalam Pitana dan Rukendi (2008) menyakatan bahwa ekowisata
memiliki empat dimensi sebagai indikator dari konsep pariwisata

8
berkelanjutan yang mengukurnya berdasarkan perspektif produk dan pasar
wisata yaitu ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya. Avenzora (2008a);
Dowling dan Fennel (2003) diacu dalam Diarta dan Sari (2008); McKerher
(2003) diacu dalam Pitana dan Rukendi (2008) menyatakan bahwa terdapat
prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu berkelanjutan ekonomi
(economic sustainability), berkelanjutan ekologi (ecological sustainability),
berkelanjutan budaya (cultural sustainability), dan berkelanjutan lokal (local
sustainability). Wisata merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya
hutan sehingga berada dalam konteks yang sama dengan penelitian ini. Atas
dasar tersebut, peneliti menggunakan empat dampak pemanfaatan
sumberdaya hutan yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi.
Metode Pengambilan Sampel
Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara Non-Probability
Sampling dengan teknik Convenience Sampling. Menurut Altinay dan Paraskevas
(2008), Non-Probability Sampling umumnya digunakan dalam penelitian
kualitatif dan teknik Convenience Sampling digunakan ketika populasi dapat
diakses oleh peneliti. Teknik ini digunakan oleh peneliti karena umum digunakan
dalam penelitian kualitatif, populasi dapat diakses tetapi tidak semua anggota
populasi dapat dijangkau oleh peneliti, mudah dalam penggunaannya, efisiensi
waktu, efisiensi biaya, dan tidak berjalannya cara Probability Sampling dengan
teknik Simple Random Sampling karena kejenuhan masyarakat Desa Cimacan dan
Desa Ciloto akibat telah banyaknya penelitian di lokasi tersebut dan/atau tidak
bersedia mengisi kuesioner. Teknik Convenience Sampling dilakukan dengan cara
memberikan kuesioner secara langsung kepada masyarakat yang bersedia mengisi
kuesioner.
Jumlah Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 45 orang/desa lokasi penelitian
sehingga total jumlah sampel adalah 90 orang. Menurut Gravetter dan Wallnau
(2007) diacu dalam Fachri (2008); Abrami et al. (2001), penggunaan sampel
sebanyak 30 orang pada penelitian dianggap mendekati distribusi normal.
Semakin besar jumlah sampel yang digunakan (n>30) pada penelitian,
menyebabkan distribusi sampel akan semakin mendekati ditribusi normal. Ada
beberapa penelitian yang menggunakan batas minimal pengambilan sampel 30
orang untuk penelitian kualitatif di antaranya adalah Kaharuddin (2003); Mariani
(2004); Herlina (2006); Iswandono (2007); Sulaksmi (2007); Fachri (2008). Oleh
karena itu, peneliti menggunakan jumlah minimal sampel setiap desa lokasi
penelitian adalah 30 orang.
Analisis Data
Pemetaan Skor (Score Mapping)
Data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner pola pertanyaan berskala
(rating) dianalisis dengan pemetaan skor (score mapping) karena mudah dan
umum digunakan dalam penelitian kualitatif (Avenzora 2008b; Sunarminto 2012).

9
Menurut Avenzora (2008b), dalam penggunaan sistem skoring sangat sering
dijumpai kesalahan dan kelemahan berupa inkonsistensi struktur skor dan
kelemahan penetapan indikator setiap satuan skor. Untuk mengeliminasi hal
tersebut, salah satu cara yang dapat dipakai adalah melengkapi Skala Likert
menjadi sistem skoring yang terstruktur dengan skor 1 sampai 7. Skor tersebut
digunakan karena masyarakat Indonesia memiliki rentang yang lebih panjang
dalam memberikan suatu pemaknaan, termasuk dalam memberikan penilaian.
Data yang dikumpulkan pada penelitian digunakan untuk mengetahui persepsi
atau motivasi responden terhadap satu aspek dan elemen-elemennya, sehingga
nilai skor 1 diberikan untuk pernyataan “sangat tidak setuju”, nilai 2 untuk
pernyataan “tidak setuju”, nilai 3 untuk pernyataan “agak tidak setuju”, nilai 4
untuk pernyataan “ragu-ragu”, nilai 5 untuk pernyataan “agak setuju”, nilai 6
untuk pernyataan “setuju” dan nilai 7 untuk pernyataan “sangat setuju”. Pola
pemaknaan dari setiap nilai tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Nilai
rata-rata untuk setiap aspek dan elemen yang dinilai merupakan nilai persepsi atau
motivasi responden terhadap aspek dan elemen tersebut.
Analisis Kualitatif
Data primer yang telah dianalisis dengan pemetaan skor (score mapping),
data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner terbuka, kuesioner tertutup,
observasi non partisipan, dan data sekunder selanjutnya dianalisis dengan metode
analisis kualitatif. Menurut Bungin (2006), analisis kualitatif umumnya digunakan
untuk menganalisis makna dengan memberikan deskripsi segala bentuk temuan di
lapangan. Seluruh data tersebut diberikan deskripsi untuk menjelaskan makna dari
persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi pemanfaatan sumberdaya
hutan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Berdasarkan letak geografis, TNGGP berada di antara 106º51’-107º02’ BT
dan 6º41’-6º51’ LS. Berdasarkan administratif, TNGGP berada di tiga kabupaten
yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kebupaten Sukabumi. Batas
wilayah TNGGP yaitu:
Utara : wilayah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor,
Barat : wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor,
Selatan : wilayah Kabupaten Sukabumi,
Timur : wilayah Kabupaten Cianjur.
Pengelolaan kawasan TNGGP dibagi ke dalam 13 resort yang merupakan
unit pengelolaan terkecil (Lampiran 10) dengan total luas kawasan 22851.03 Ha.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlidungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK. 39/IV-KKBHL/2011 tanggal 22 Februari
2011, kawasan TNGGP telah dirumuskan ke dalam tujuh zonasi yaitu zona inti,

10
zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona konservasi
owa jawa, zona khusus (BBTNGGP 2011).
Desa Cimacan
Desa Cimacan merupakan salah satu kawasan penyangga TNGGP
khususnya pada Resort Mandalawangi (Gambar 2). Desa Cimacan memiliki luas
636 ha dengan jumlah penduduk 18507 orang. Masyarakat Desa Cimacan pada
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan mata pencaharaian
sebagai pedagang, buruh tani, karyawan, petani, dan pertukangan. Desa Cimacan
berada di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Batas
wilayah Desa Cimacan yaitu:
Utara : Desa Ciloto,
Barat : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
Selatan : Desa Sindang Jaya,
Timur : Desa Palasari.
Masyarakat Desa Cimacan dapat dikategorikan ke dalam masyarakat transisi.
Hal ini terlihat jelas pada hasil observasi lapangan seperti mata pencaharian
masyarakat Desa Cimacan yang heterogen, banyak masyarakat yang beralih
profesi dari bidang pertanian ke bidang non pertanian, pengalihan fungsi kawasan
menjadi areal villa maupun areal pemukiman, banyaknya masyarakat pendatang,
kemajuan teknologi dan transportasi masyarakat Desa Cimacan yang menandakan
keterbukaan terhadap budaya baru, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang
meningkat, dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi meskipun pada
umumnya masih berpendidikan rendah. Selain itu, terdapat pembangunan yang
dapat menandakan kemajuan Desa Cimacan seperti sarana pendidikan dari tingkat
SD sampai SLTA, tempat penginapan (villa dan hotel), pusat perbelanjaan
(vactory autlet), dan aksesibilitas berupa jalan aspal. Atas dasar tersebut,
masyarakat Desa Cimacan tidak lagi termasuk ke dalam kategori masyarakat
tradisional, melainkan masyarakat transisi.
Desa Ciloto
Desa Ciloto merupakan salah satu kawasan penyangga TNGGP khususnya
pada Resort Mandalawangi (Gambar 2). Desa Ciloto memiliki luas 891 ha dengan
jumlah penduduk 8920 orang. Masyarakat Desa Ciloto pada umumnya memiliki
tingkat pendidikan yang rendah dengan mata pencaharaian sebagai karyawan,
buruh, pedagang, petani, dan pegawai negeri sipil. Desa Ciloto berada di
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Desa
Ciloto yaitu:
Utara : Desa Batulawang,
Barat : Desa Tugu Selatan,
Selatan : Desa Cimacan,
Timur : Desa Palasari.
Masyarakat Desa Ciloto dapat dikategorikan ke dalam masyarakat transisi.
Hal ini terlihat jelas pada hasil observasi lapangan seperti mata pencaharian
masyarakat Desa Ciloto yang heterogen, banyak masyarakat yang beralih profesi
dari bidang pertanian ke bidang non pertanian, pengalihan fungsi kawasan
menjadi areal villa maupun areal pemukiman, banyaknya masyarakat pendatang,
kemajuan teknologi dan transportasi masyarakat Desa Ciloto yang menandakan

11
keterbukaan terhadap budaya baru, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang
meningkat, dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi meskipun pada
umumnya masih berpendidikan rendah. Selain itu, terdapat pembangunan yang
dapat menandakan kemajuan Desa Ciloto seperti sarana pendidikan dari tingkat
SD sampai SLTP, pondok pesantren, tempat penginapan (villa dan hotel), villa
kedutaan besar (Swiss, Belanda, Swedia, dan Amerika), dan aksesibilitas berupa
jalan aspal. Atas dasar tersebut, masyarakat Desa Ciloto tidak lagi termasuk ke
dalam kategori masyarakat tradisional, melainkan masyarakat transisi.
Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi jenis
kelamin, status pernikahan, jumlah anak, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,
dan pendapatan (Lampiran 1). Responden pada penelitian ini lebih banyak berasal
dari laki-laki (57%) dengan kondisi responden pada umumnya sudah berumah
tangga (84%) dan pada umumnya telah mempunyai anak berjumlah 1-3 orang
(52%). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi jawaban dari responden karena pada
umumnya akan cenderung bertindak untuk kebutuhan keluarga. Kelas umur
responden lebih banyak pada umur 16-34 tahun (50%) dengan pendidikan terakhir
pada umumnya setingkat SD/MI (46%). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi
jawaban dari responden karena pada umumnya responden memiliki tingkat
pendidikan rendah dan pada umumnya berada pada umur produktif untuk bekerja.
Responden pada penelitian ini lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta (41%)
dengan jumlah pendapatan pada umumnya berada di bawah Rp1 500 000/bulan
(setara dengan upah minimum rata-rata Kabupaten Cianjur, yaitu Rp.
970.000/bulan). Pekerjaan sebagai wiraswasta banyak dilakukan oleh masyarakat
karena memiliki tempat tinggal yang berada di jalur wisata Bopunjur (BogorPuncak-Cianjur) dan dekat dengan kawasan wisata Cibodas. Selain itu, rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya, minimnya keterampilan khusus,
dan minimnya kemampuan bersaing memaksa masyarakat membuka lapangan
pekerjaan sendiri akibat sulitnya mencari pekerjaan.
Menurut Riyanto 2010, terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi
yaitu faktor stimulus dan faktor perseptor. Faktor stimulus merupakan faktor yang
berasal dari objek saat melakukan proses persepsi, sedangkan faktor perseptor
merupakan faktor yang berasal dari subjek saat melakukan proses persepsi.
Adanya faktor perseptor menggambarkan bahwa karakteristik responden dapat
mempengaruhi persepsi yang diberikan oleh responden. Atas dasar tersebut,
segala bentuk jawaban yang diberikan oleh responden pada kuesioner penelitian
dapat dipengaruhi oleh karakteristik responden.
Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan
Apabila berdasarkan kepada sifat-sifat persepsi menurut Mulyana (2005)
diacu dalam Riyanto (2010), persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan yang
diberikan oleh responden merupakan persepsi yang berdasarkan pengalaman.
Responden memberikan penilaian berdasarkan pengalaman mereka terhadap
objek sumberdaya hutan dan bentuk pemanfaatannya sesuai dengan kuesioner
yang diberikan.

12
Persepsi Pemanfaatan Kelompok Fauna
Berdasarkan hasil pada Tabel 2, persepsi pemanfaatan kelompok fauna
memiliki nilai akhir 1 (tidak pernah). Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat
pada umumnya tidak pernah memanfaatkan kelompok fauna Resort
Mandalawangi untuk bentuk pemanfaatan yang diberikan pada kuesioner.
Meskipun persepsi pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok fauna
memiliki nilai akhir 1 (tidak pernah), namun terdapat pemanfaatan kelompok
fauna pada objek fauna tertentu dengan bentuk pemanfaatan tertentu yang
memiliki nilai persepsi tertentu.
Tabel 2 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok fauna
Nilai Persepsi Pemanfaatan Kelompok Fauna
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Objek Fauna
Kodok merah
Katak bertanduk
Katak mutiara
Ular pucuk
Ular welang
Bunglon tanduk
Anis siberia
Elang jawa
Opior jawa
Macan tutul jawa
Surili
Kijang
Total
Rata-rata

Keterangan :

a.

b.

A

B

C

D

E

F

G

Total

1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
17
1

1
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
16
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
14
1

1
1
1
1
1
1
3
2
2
2
2
1
19
2

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
16
1

1
1
1
1
1
1
3
2
2
1
2
1
19
2

2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
21
2

9
9
9
10
10
8
13
10
12
11
10
10
121
1

Ratarata
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2
1
1
17
1

A = Dijual langsung, B = Bahan baku kerajinan tangan, C = Bahan baku
makanan/minuman (konsumsi), D = Objek peragaan/kontes, E = Objek
rekreasi, F =
Dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi), G = Objek
pendidikan lingkungan.
1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Agak jarang, 4 = Kadang-kadang,
5 = Agak sering, 6 = Sering, 7 = Selalu

Apabila hasil pada Tabel 2 dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan
kelompok fauna yang memiliki nilai persepsi tertinggi, maka terdapat nilai
persepsi yang dapat menggambarkan kondisi di lapangan (Tabel 3). Bentuk
pemanfaatan kelompok fauna tersebut memiliki nilai persepsi tertinggi (2/jarang).
Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan
kelompok fauna Resort Mandalawangi hanya untuk bentuk pemanfaatan tertentu
dengan nilai persepsi tertentu.

13
Tabel 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna
No.
1

2

3

Persepsi Bentuk
Pemanfaatan
Tertinggi
Objek
peragaan/kontes

Keterangan

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
peragaan/kontes kelompok fauna yang diadakan
pada hari minggu di Desa Cimacan dan hari Rabu
di sekitar Pasar Cipanas. Fauna tersebut merupakan
sub kelompok aves yang memiliki suara merdu
seperti Anis siberia (Zoothera sibirica) dan Opior
jawa (Lophozosterops javanicus). Tidak menutup
kemungkinan bahwa fauna yang dikonteskan oleh
masyarakat hanya untuk sekedar menarik minat
pembeli karena fauna tersebut memiliki nilai
ekonomi.
Dipelihara sendiri Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
(koleksi/dokumenta masyarakat yang memelihara kelompok fauna
si)
sebagai koleksi di rumah. Fauna tersebut
merupakan sub kelompok aves yang memiliki suara
merdu seperti Anis siberia (Zoothera sibirica) dan
Opior jawa (Lophozosterops javanicus). Tidak
menutup kemungkinan bahwa fauna yang
dipelihara oleh masyarakat hanya untuk sekedar
menunggu pembeli karena fauna tersebut memiliki
nilai ekonomi. Selain itu, terdapat masyarakat yang
memiliki dokumentasi berupa foto fauna untuk
kesenangan pribadi. Menurut BBTNGGP (2012b),
terdapat bentuk gangguan terhadap Resort
Mandalawangi berupa perburuan satwa. Laporan
tersebut dapat menjadi salah satu bukti adanya
pemanfaatan sumberdaya hutan kelompok fauna
oleh masyarakat sekitar kawasan. Kondisi ini
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Abywijaya et al. (2013) yang menyatakan bahwa
terdapat penangkapan, pemeliharaan, dan penjualan
burung oleh warga Kampung Rarahan, Desa
Cimacan (Gambar 3).
Objek pendidikan Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
lingkungan
bentuk program interpretasi fauna yang dilakukan
oleh pengelola TNGGP seperti penyediaan pusat
informasi fauna TNGGP, pusat informasi fauna
Resort Mandalawangi, papan interpretasi fauna,
buku panduan wisata TNGGP, leaflet, dan kalender.
Selain itu, terdapat kegiatan wisata yang berprinsip
ekowisata di kawasan wisata Resort Mandalawangi
(Gambar 3). Menurut BBTNGGP (2012a), terdapat
kegiatan pendidikan konservasi yang dilakukan

14
Tabel 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna (lanjutan)
No.

Persepsi Bentuk
Pemanfaatan
Keterangan
Tertinggi
Objek pendidikan oleh pengelola TNGGP dengan mengikutsertakan
lingkungan
masyarakat seperti pembinaan masyarakat, kemah
(lanjutan)
konservasi, kunjungan ke sekolah (visit to school),
kunjungan ke pesantren, dan kunjungan ke kampus.
Temuan tersebut dapat menjadi media yang
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kegiatan
pemanfaatan kelompok fauna untuk pendidikan
lingkungan.

(a)
(b)
Gambar 3 Bentuk pemanfaatan kelompok fauna: (a) Objek
pendidikan lingkungan (b) Dipelihara sendiri (koleksi)
Apabila hasil pada Tabel 3 dibandingkan dengan pemanfaatan kelompok
fauna yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di dalam/sekitar kawasan
konservasi, maka terdapat perbedaan bentuk pemanfaatan. Penelitian yang
dilakukan oleh Hastiti (2011); Himakova (2012) menunjukkan bahwa masyarakat
tradisional melakukan pemanfaatan kelompok fauna untuk bahan makanan,
kegiatan adat, dan obat tradisional yang dilakukan secara subsisten (kebutuhan
skala rumah tangga). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Souhuwat (2006),
pemanfaatan fauna yang dilakukan oleh masyarakat tradisional tidak hanya untuk
kebutuhan skala rumah tangga, tetapi juga untuk dijual meskipun hanya dalam
jumlah yang rendah apabila dibandingkan dengan kebutuhan skala tumah tangga.
Persepsi Pemanfaatan Kelompok Flora
Berdasarkan hasil pada Tabel 4, persepsi pemanfaatan kelompok flora
memiliki nilai akhir 2 (jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa pemanfaatan
secara keseluruhan untuk kelompok flora Resort Mandalawangi oleh masyarakat
sekitar kawasan memiliki tingkat intensitas yang jarang. Meskipun persepsi
pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok flora memiliki nilai akhir 2
(jarang), namun terdapat pemanfaatan kelompok flora pada objek flora tertentu
dengan bentuk pemanfaatan tertentu yang memiliki nilai persepsi tertentu.

15
Tabel 4 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok flora
Nilai Persepsi Pemanfaatan Kelompok Flora
No.

Objek Flora

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Rasamala
Saninten
Jamuju
Katutungkul
Cempaka gondoh
Cantigi gunung
Hariang beureum
Konyal/Markisa
Honje hutan
Kantong semar
10
merah
Paku sarang
11
burung/Kadaka
12 Tabat barito
Total
Rata-rata
Keterangan :

a.

b.

A

B

C

D

E

F

G Total

2
2
2
1
2
2
2
3
2

2
2
2
1
2
2
2
2
1

2
2
1
2
2
2
2
3
3

2
1
1
1
2
2
1
2
1

2
2
2
1
2
2
2
2
2

2
2
2
2
2
1
2
2
2

2
2
2
2
2
2
2
2
2

14
13
13
11
12
11
12
15
13

Ratarata
2
2
2
2
2
2
2
2
2

2

1

1

2

2

3

2

13

2

2

2

2

2

2

2

2

13

2

2
23
2

1
21
2

2
24
2

1
19
2

2
20
2

2
24
2

2 13
23 153
2
2

2
22
2

A = Dijual langsung, B = Bahan baku kerajinan tangan, C = Bahan baku
makanan/minuman (konsumsi), D = Objek peragaan/kontes, E = Objek
rekreasi, F =
Dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi), G = Objek
pendidikan lingkungan.
1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Agak jarang, 4 = Kadang-kadang,
5 = Agak sering, 6 = Sering, 7 = Selalu

Apabila hasil pada Tabel 4 dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan
kelompok flora yang memiliki nilai persepsi tertinggi, maka terdapat nilai persepsi
yang dapat menggambarkan kondisi di lapangan (Tabel 5). Bentuk pemanfaatan
kelompok flora tersebut memiliki nilai persepsi tertinggi (2/jarang). Hasil ini
menggambarkan bahwa masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan kelompok
flora Resort Mandalawangi hanya untuk bentuk pemanfaatan tertentu dengan nilai
persepsi tertentu.
Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora
Persepsi Bentuk
No.
Pemanfaatan
Tertinggi
1 Dijual langsung

Keterangan
Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
kelompok flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk dijual langsung yaitu Konyal/Markisa
(Passiflora edulis), Kantong semar merah
(Nepenthes
gymnamphora),
Paku
sarang
burung/Kadaka (Asplenidum nidus), dan Cantigi
gunung (Vaccinium varingiaefolium). Pemanfaatan

16
Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)
No.

2

3

Persepsi Bentuk
Pemanfaatan
Tertinggi
Dijual langsung
(lanjutan)

Keterangan

tersebut dilakukan karena flora memiliki nilai
ekonomi, nilai estetika, dan permintaan pasar. Hal
ini menggambarkan bahwa masyarakat melihat
peluang dari tahap terakhir kegiatan wisata di
kawasan wisata Cibodas maupun wisata lainnya
pada jalur Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yaitu
penyediaan cinderamata/tahap rekoleksi untuk
wisatawan (Avenzora 2008a). Laporan BBTNGGP
(2012b) dan peta rawan gangguan hutan menurut
BBTNGGP (2012a) menunjukkan bahwa telah
terjadi pemanfaatan flora secara ilegal pada
kawasan Resort Mandalawangi seperti pencurian
tumbuhan hias. Hal ini menggambarkan bahwa
memang terdapat pemanfaatan kelompok flora
untuk dijual langsung oleh masyarakat sekitar
kawasan. Kondisi tersebut terjadi karena
masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi
banyak yang kehidupannya bergantung pada
budidaya tanaman hias.
Bahan
baku Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
kerajinan tangan
kelompok flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan baku kerajinan tangan yaitu Jamuju
(Dacrycarpus imbricatus). Biji jamuju dijadikan
aksesoris sehingga memiliki nilai ekonomi dan nilai
estetika yang dapat dijual pada kawasan wisata
Cibodas. Hal ini menggambarkan bahwa
masyarakat melihat peluang dari tahap terakhir
kegiatan wisata di kawasan wisata Cibodas yaitu
penyediaan cinderamata/tahap rekoleksi untuk
wisatawan (Avenzora 2008a).
Bahan
baku Berdasarkan observasi lapangan, terdapat kelompok
makanan/minuman flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
(konsumsi)
bumbu masak dan pangan. Flora yang dikonsumsi
untuk bumbu masak yaitu Honje hutan (Etlingera
hemisphaerica), sedangkan untuk bahan pangan
yaitu
Konyal/Markisa
(Passiflora
edulis).
Pemanfaatan tersebut dilakukan dengan mencari
flora ke dalam kawasan Resort Mandalawangi,
TNGGP. Setelah mendapatkan flora tersebut,
masyarakat
menyembunyikannya
di
dalam
tas/karung karena pada umumnya tidak ada
pemeriksaan bagi masyarakat sekitar untuk
masuk/keluar kawasan TNGGP.

17
Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)
No.
4

5

6

7

Persepsi Bentuk
Pemanfaatan
Tertinggi
Objek
peragaan/kontes

Keterangan

Berdasarkan hasil observasi lapangan, tidak
ditemukan peragaan/kontes kelompok flora yang
dilakukan oleh masyarakat di lokasi penelitian.
Nilai estetika dan nilai ekonomi yang dimiliki oleh
flora seperti Paku sarang burung/Kadaka
(Asplenidum nidus) dan Kantong semar merah
(Nepenthes gymnamphora) memang tidak menutup
kemungkinan untuk dimanfaatkan sebagai objek
peragaan/kontes. Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan kegiatan pemanfaatan tersebut
dilakukan di luar lokasi penelitian.
Objek rekreasi
Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
kelompok flora di sepanjang jalur wisata Resort
Mandalawangi yang mudah ditemukan seperti
Rasamala (Altingia excelsa), Saninten (Castanopsis
argentea), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus),
Cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium), Paku
sarang burung/Kadaka (Asplenidum nidus), dan
Tabat barito (Ficus deltoidea). Keberadaan flora
tersebut dapat menjadi objek yang dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk rekreasi. Selain itu,
pemanfaatan flora untuk dipelihara sendiri di rumah
dan penyediaan program interpretasi flora oleh
pengelola TNGGP juga dapat digunakan oleh
masyarakat sebagai objek rekreasi.
Dipelihara sendiri Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
(koleksi/dokumenta masyarakat yang memelihara kelompok flora
si)
sebagai koleksi di rumah rumah seperti Paku sarang
burung/Kadaka (Asplenidum nidus), Anggrek hutan
(Eria multiflora), dan Kantong semar merah
(Nepenthes
gymnamphora).
Flora
tersebut
dimanfaatkan karena memiliki nilai estetika dalam
upaya menambah keindahan (Gambar 4). Tidak
menutup kemungkinan bahwa flora yang dipelihara
oleh masyarakat hanya untuk sekedar menunggu
pembeli karena flora tersebut memiliki nilai
ekonomi. Laporan BBTNGGP (2012b) dan peta
rawan gangguan hutan menurut BBTNGGP (2012a)
menunjukkan bahwa telah terjadi pemanfaatan flora
secara ilegal pada kawasan Resort Mandalawangi
seperti pencurian tumbuhan hias.
Objek pendidikan Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat
lingkungan
bentuk program interpretasi flora yang dilakukan

18
Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)
No.

Persepsi Bentuk
Pemanfaatan
Keterangan
Tertinggi
Objek pendidikan oleh pengelola TNGGP seperti penyediaan pusat
lingkungan
informasi flora TNGGP, pusat informasi flora
(lanjutan)
Resort Mandalawangi, papan interpretasi flora,
buku panduan wisata TNGGP, leaflet, dan kalender
(Gambar 4). Selain itu, terdapat kegiatan
wisatayang berprinsip ekowisata di kawasan wisata
Resort Mandalawangi. Menurut BBTNGGP
(2012a), terdapat kegiatan pendidikan konservasi
yang dilakukan oleh pengelola TNGGP dengan
mengikutsertakan masyarakat seperti pembinaan
masyarakat, kemah konservasi, kunjungan ke
sekolah (visit to school), kunjungan ke pesantren,
dan kunjungan ke kampus. Temuan tersebut dapat
menjadi media yang dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam kegiatan pemanfaatan kelompok flora untuk
pendidikan lingkungan.

Gambar

(a)
(b)
4 Bentuk pemanfaatan kelompok flora: (a) Objek
pendidikan lingkungan (b) Dipelihara sendiri (koleksi)

Apabila hasil pada Tabel 5 dibandingkan dengan pemanfaatan kelompok
flora yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di dalam/sekitar kawasan
konservasi, maka terdapat perbedaan bentuk pemanfaatan. Penelitian yang
dilakukan oleh Kartikawati (2004); Gailea (2005); Iswandono (2007); Oktaviana
(2008); Hasibuan (2011); Novitasari (2011); Himakova (2012); Rahayu (2013)
menunjukkan adanya pemanfaatan kelompok flora untuk tumbuhan obat, bahan
makanan dan minuman (konsumsi), bahan bangunan, peralatan rumah tangga,
kegiatan adat, bahan pewarna, pestisida nabati, tumbuhan hias, pakan ternak, dan
kayu bakar yang dilakukan secara subsisten (kebutuhan skala rumah tangga).
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Marliani (2005); Baharuddin (2006);
Souhuwat (2006); Dewi (2007); Fakhrozi (2009); Anggana (2011); Lestari (2011),
pemanfaatan flora yang dilakukan oleh masyarakat tradisional tidak hanya untuk

19
kebutuhan skala rumah tangga, tetapi juga untuk dijual meskipun hanya dalam
jumlah yang rendah apabila dibandingkan dengan kebutuhan skala tumah tangga.
Persepsi Pemanfaatan Kelompok Gejala Alam
Berdasarkan hasil pada Tabel 6, persepsi pemanfaatan kelompok gejala
alam memiliki nilai akhir 2 (jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa
pemanfaatan secara keseluruh