Delman Horse Perfomance as Transportation Tool in Bogor

PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT
TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR

SKRIPSI
ANGGA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
ANGGA. D14050172. 2009. Performa Kuda Delman sebagai Alat Transportasi
di Kota Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS
: Prof. Dr. Ir. Hj. Sri Supraptini M


Kuda (Equus caballus) merupakan salah satu ternak yang sejak lama sudah
memiliki hubungan dengan manusia. Peran kuda dalam kehidupan manusia dapat
dilihat dari fungsinya sebagai mata pencaharin, alat transportasi, olahraga, dan sarana
rekreasi. Delman merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Kota Bogor
yang memanfaatkan tenaga seekor kuda. Delman biasa digunakan untuk
memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Kehadiran teknologi
sekarang ini telah merubah peran dan fungsi delman dari alat transportasi atau
pengangkutan menjadi alat untuk sarana rekreasi.
Penelitian ini bertujan untuk mendapatkan informasi mengenai manajemen
pemeliharaan yang diterapkan pada kuda delman, yang digunakan sebagai alat
transportasi di Kota Bogor dan mengetahui permasalahan yang ada pada alat
transportasi delman tersebut.
Penelitian ini dilakukan pada awal bulan Maret sampai dengan pertengahan
bulan April 2009 di pangkalan delman Pasar Bogor dan tempat tinggal kusir di Kota
Bogor. Metode yang digunakan berupa pengamatan dan wawancara. Analisis
penelitian dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan pekerjaan sebagai kusir delman merupakan
sumber penghasilan utama kusir. Pendidikan sebagian besar kusir menunjukkan
bahwa tidak diperlukan pendidikan yang tinggi untuk menjadi kusir. Pendapatan

dengan menjadi kusir saja tidak memberikan keuntungan yang cukup untuk
menutupi pengeluaran yang besar. Pendapatan yang rendah dengan pengeluaran yang
besar memperlihatkan ketidaksejahteraan kusir.
Kuda yang digunakan sebagai penarik delman adalah kuda Sumba berjenis
kelamin jantan yang didatangkan dari Kota Bandung. Sebagian besar kuda bertanda
wajah polos, dengan warna dasar bulu badan coklat, berbadan kurus, dan bentuk
punggung lurus. Manajemen pemeliharaan kuda yang diterapkan masih bersifat
tradisional, sehingga perlu perbaikan yang lebih baik terutama perkandangan, pakan,
dan kesehatan. Minimnya pengetahuan kusir terhadap manajemen pemeliharaan kuda
memperlihatkan ketidaksejahteraan kuda. Kesejahteraan kusir dan kuda pun turut
dipengaruhi oleh kehadiran teknologi transportasi, sehingga berdampak pada
manajemen pemeliharaan kuda.

Kata Kunci : Equus caballus, delman, transportasi tradisional

ABSTRACT
Delman Horse Perfomance as Transportation Tool in Bogor
Angga, P.H. Siagian, and S.S. Mansjoer
This research was done from March up to April 2009 by observation and
interview of coachman that used as draft animal or called “delman” in Bogor. The

aim of this research was to collect information of management horse system for
human transportation in Bogor. The data were analyzed descriptively. The research
showed that the job as coachman was main source of money and doesn’t need a good
education to be a coachman. The horses that used for draft animal was Sumba horse.
The coachman bought their horse and the equipment in Bandung. The majority of
horses has a solid facial marking with brown basic colour of coat. The maintenance
management of horses that used by coachman is very traditional because the limited
knowledge that coachman known. The coachman have their knowledge from other
friends that work as coachman and legacy that have been passed on from one
generation to other generation in their family. The presence of technology has been
influence the prosperity of coachman and horse. It would have had an effect of
maintenance management of horses. The government and coachman play an
important role to increase the prosperity of horse with a good maintenance
management.
Keywords : Equus caballus, delman, traditional transportation

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1986 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suryanadi Degawijaya
dan Ibu Rahayu Dewi Sri Asih.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Mardi Yuana Bogor,
pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Mardi
Yuana Bogor dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun
2005 di SMU Mardi Yuana Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005.

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberkati Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Manajemen
Pemeliharaan Kuda Delman sebagai Alat Transportasi di Kota Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Pollung H. Siagian, MS selaku dosen pembimbing utama, Prof. Dr. Ir. Hj. Sri
Supraptini Mansjoer selaku dosen pembimbing anggota, dan kepada keluarga yang
telah mengarahkan dan mendukung Penulis dari persiapan hingga akhir selesainya
skripsi ini.
Ketertarikan Penulis terhadap kuda delman dikarenakan delman merupakan
alat transportasi khas Kota Bogor dan merupakan icon budaya Kota Bogor serta
keinginan Penulis untuk mengetahui manajemen pemeliharaan kuda delman. Delman

dapat dikatakan sebagai salah satu alat transportasi yang hampir tersingkirkan akibat
adanya perkembangan teknologi yang pesat. Skripsi ini merupakan hasil penelitian
mengenai manajemen pemeliharaan kuda delman yang ada di Kota Bogor.
Manajemen pemeliharaan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
kuda dan kusir delman sehingga keberadaan delman dapat dilestarikan sebagai
bagian dari kebudayaan Kota Bogor.
Tak ada gading yang tak retak, Penulis menyadari karya kecil ini masih jauh
dari sempurna. Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi
yang bermanfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. ....

i


ABSTRACT ...................................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................

v

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

vii


DAFTAR GAMBAR ....................................................................... ..............

viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... ...............

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda ...................................................................................................
Kuda Lokal Indonesia ........................................................................
Kuda Sumba dan Kuda Timor ...............................................
Kuda Priangan ........................................................................
Kuda Batak ............................................................................
Kuda Jawa dan Kuda Padang ................................................
Penentuan Umur Berdasarkan Gigi ....................................................
Manajemen Pemeliharaan Kuda ........................................................
Reproduksi .............................................................................
Perkandangan .........................................................................
Pakan ......................................................................................
Morfologi ............................................................................................
Kuda Sebagai Alat Transportasi .........................................................

3
6
6
7
8
8

9
10
10
11
12
13
14

MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi .............................................................................
Materi dan Alat .................................................................................
Metode Penelitian .............................................................................
Analisis Data .....................................................................................

16
16
16
19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian ………………………………...
Karakteristik Kusir …………….…………………………………...
Karakteristik Kuda …………………………………………………
Morfologi Kualitatif Kuda Delman ………………………..

20
21
25
26

Morfologi Kuantitatif Kuda Delman ………………………
Manajemen Pemeliharaan Kuda Delman …………………..………
Perkandangan ……………………………………………....
Pakan ……………………………………………………….
Penanganan Kesehatan ……………………………………...
Perawatan …………………………………………………..
Peralatan yang Digunakan pada Kuda Delman …………………....
Karakteristik Gerobak atau Delman ………………………………..
Pengaruh Perkembangan Teknologi Transportasi terhadap
Delman sebagai Alat Transportasi ………….……………….….….

Fungsi Delman, Kusir, Manajemen Pemeliharaan, dan
Performa Kuda ….……………….……………………...….
Solusi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Kusir dan Kuda ..

27
30
30
34
37
39
41
43
46
46
48

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan …………………………………………………………
Saran ………………………………………………………………..

49
49

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………..

50

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

51

LAMPIRAN .................................................................................................

53

DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat
Asli ……………………………………………………. …………………… 5
2. Karakteristik Kusir Delman di Pasar Bogor …………………………… . 21
3. Morfologi Kuantitatif Kuda Delman …………………………………. 28
4. Sistem dan Jenis Perkandangan Kuda Delman ……………………. …. 30
5. Luas dan Jarak Kandang ke Rumah Kusir ……………………………. 31
6. Jenis Pakan Hijauan Kuda Delman ………………………………......... 34
7. Jumlah, Harga, Waktu, dan Frekuensi Pemberian Pakan ………........... 36
8. Waktu Pemeriksaan Kondisi Kuda ……………………………………. 38
9. Penanganan Kuda Sebelum Mati ……………………………………… 38
10. Waktu Pemandian Kuda …………………………………………......... 40
11. Tinggi dan Panjang Gerobak, Diameter Roda, dan Kapasitas
Jumlah Penumpang Delman ……………………..…….......................... 44

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Warna Bulu Kaki Kuda …..……………………………………………......17
2. Tanda Wajah Kuda ……………….………………..…………………....... 17
3. Panjang Badan, Lingkar dada, dan Tinggi Badan Kuda ……….…..….. 18
4. Kebun Tempat Pembuangan Feses Kuda ………………..…………........ 32
5. Tempat Penampungan Feses Selama Kuda Bekerja ………………….. 33
6. Pakan Hijauan Rumput Gajah dan Alang-alang ……………………… 35
7. Bagian Tali Pendukung pada Tubuh Kuda Delman ………………….. 42
8. Bagian Tali Penarik pada Tubuh Kuda Delman ………………………. 43
9. Roda Kayu (kiri), Ban Mobil (kanan), dan Roda Gerobak
(bawah) ……………………………………………………………….. 45

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Karakteristik Kusir Delman ………….………………………….….. 54
2. Perhitungan Rataan Karakteristik Kusir Delman ……………………… 56
3. Data Karakteristik Kuda Delman ……………………..………………. 57
4. Data Usia, Lama Kerja, Lama Istirahat, Sistem Pembiakan, dan
Tempat Pembelian Kuda Delman ………………………..…………… 58
5. Perhitungan Rataan Karakteristik, Usia, Lama Kerja, dan Lama
Istirahat Kuda Delman ……………………………………………...... 59
6. Data Karakteristik Gerobak ……………………………………........... 60
7. Perhitungan Rataan Karakteristik Gerobak …………………………… 61

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuda merupakan salah satu ternak yang sudah melekat dalam kehidupan
manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Hubungan kuda dengan manusia dapat
dilihat dari pemanfaatan kuda sebagai sumber pangan pada awal kehidupan manusia.
Kuda yang ada sekarang merupakan kuda hasil domestikasi, sehingga peranannya
menjadi semakin banyak dalam kehidupan manusia. Peran ini dapat terlihat dari
pemanfaatan kuda yang tidak lagi hanya sebagai sumber pangan, tetapi sudah banyak
bergeser menjadi alat transportasi, rekreasi, dan olahraga.
Namun, fungsi kuda sebagai alat transportasi sehari-hari sudah banyak
mengalami penurunan, karena adanya alat-alat transportasi berteknologi tinggi
seperti mobil atau angkutan umum lainnya. Akan tetapi, di beberapa tempat di
Indonesia kuda masih banyak digunakan sebagai alat transportasi. Delman adalah
alat transportasi yang masih bertahan hingga saat ini, disamping sebagai sarana
rekreasi di Kota Bogor. Delman dikendalikan oleh seorang kusir dengan
menggunakan seekor kuda, dan jarang sekali menggunakan lebih dari satu ekor kuda.
Delman merupakan sumber pendapatan bagi kusir, karena fungsi delman sebagai alat
transportasi untuk pengangkutan barang atau orang dari tempat satu ke tempat lain.
Delman merupakan kendaraan tradisional peninggalan kebudayaan Betawi,
dengan struktur dan bentuknya yang khas. Delman Betawi ini mempunyai umbulumbul yang terbuat dari kembang kelapa. Untuk berjalan delman menggunakan roda
setinggi 1,4 m dengan diameter 80 cm yang terbuat dari kayu jati atau kayu asem
yang dilapisi karet “berpelek“ besi. Delman dapat mengangkut empat sampai lima
orang dengan ditambah kusir sebagai pengemudi atau dapat juga digunakan untuk
mengangkut barang.
Perkembangan teknologi saat ini memang terasa sangat berarti terhadap
penurunan jumlah delman yang ada sekarang ini, orang lebih memilih untuk
menggunakan angkutan umum atau mobil sebagai alat transportasi dan pengangkutan
barang. Hal ini karena angkutan umum atau mobil memiliki daya jelajah yang lebih
jauh dan sedangkan delman memiliki kelemahan yaitu daya jelajah yang masih
terbatas oleh kemampuan kuda yang digunakan. Perkembangan teknologi yang kian

1

pesat turut merubah fungsi delman, sehingga akan memberikan dampak yang cukup
besar bagi tingkat pendapatan bagi kusir.
Perubahan fungsi delman sebagai alat transportasi atau pengangkutan
menjadi alat untuk sarana rekreasi, adalah sebagai akibat adanya perkembangan
teknologi yang akan berpengaruh terhadap kusir, kuda, dan manajemen pemeliharaan
kuda delman. Perubahan dapat dilihat dari tingkat pendapatan kusir, jam kerja kusir
dalam beroperasi menggunakan delman, serta manajemen pemeliharaan kuda yang
diterapkan meliputi jumlah pakan yang diberikan, luas kandang, cara perawatan, dan
peralatan yang digunakan untuk memelihara kuda.

Perumusan Masalah
Delman digunakan untuk membawa barang dan orang dari satu tempat ke
tempat lain yang ditarik seekor kuda. Hadirnya mobil, sepeda motor dan angkutan
umum yang dirasakan lebih praktis dan cepat dalam memobilisasi, memberi dampak
yang besar bagi peran delman yang digunakan sebagai alat transportasi. Manajemen
pemeliharaan yang diterapkan oleh pemilik kuda (kusir) pun turut berubah seiring
dengan meningkatnya perkembangan teknologi di tengah-tengah masyarakat Kota
Bogor.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai manajemen
pemeliharaan kuda yang digunakan untuk delman sebagai alat transportasi di Pasar
Bogor dan mengetahui pengaruh teknologi transportasi terhadap Delman, serta
memberikan solusi dalam memelihara kuda sebagai alat transportasi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
kusir, Pemerintah Daerah, dan perguruan tinggi khususnya Institut Pertanian Bogor,
serta sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan ternak kuda.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kuda
Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas
Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak tidak bermamahbiak),
famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Para pakar percaya bahwa dahulu kala
terdapat hewan prakuda dengan jumlah jari kaki sebanyak lima buah yang disebut
Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari dan satu
penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari dan satu split
(Eohippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus
yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus
menjadi hewan teracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda
seperti saat ini (Equus caballus) (Blakely dan Blade, 1991).
Kuda berasal dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari
jenis kuda yang liar, kini kuda sudah menjadi hewan yang didomestikasi dan secara
ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam
pengangkutan barang dan orang selama ribuan tahun. Kuda dapat ditunggangi
manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik
sesuatu, seperti kendaraan beroda, atau bajak. Pada beberapa daerah, kuda digunakan
sebagai sumber pangan. Walaupun peternakan kuda diperkirakan telah dimulai sejak
tahun 4.500 SM, bukti-bukti penggunaan kuda untuk keperluan manusia baru
ditemukan sejak 2.000 SM (Wikipedia, 2008a).
Berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha pada abad ketujuh di
Indonesia telah menunjukkan bahwa kuda memiliki peran yang penting dalam
menentukan kehidupan kerajaan. Peran kuda antara lain sebagai sarana angkutan dari
ibu kota kerajaan ke daerah pedalaman, digunakan sebagai kendaraan perang dan
kendaraan raja untuk berburu maupun tampil dalam parade (Parakkasi, 1986).
Ternak kuda selain dapat digunakan untuk konsumsi masyarakat (daging
kuda dan air susu), kuda juga dapat dimanfaatkan untuk berperang, untuk olahraga
dan rekreasi, keperluan pertanian secara luas dan untuk alat pengangkutan.
Kepemilikan ternak kuda juga dapat memberikan status sosial yang lebih tinggi pada
pemiliknya (Parakkasi, 1986).

3

Populasi kuda di seluruh dunia mencapai kira-kira 62 juta ekor, yang terdiri
dari 500 bangsa, tipe dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai
hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembangbiakkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia secara khusus (Bowling dan Ruvinsky, 2004).
Domestikasi kuda terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu. Kuda pertama kali
digunakan adalah sebagai sumber pangan, untuk perang dan olahraga, serta untuk
tujuan pengangkutan. Kuda tersebut digunakan sebagai alat transportasi cepat untuk
mengangkut orang dan memindahkan muatan yang berat. Kuda juga menjadi ternak
penting dalam bidang pertanian, pertambangan, dan kehutanan (Bogart dan Taylor,
1983).
Kuda telah menjadi teman bagi orang-orang karena keberadaannya sejak
domestikasi dilakukan. Kuda berperan penting dalam perang, pengiriman surat,
pengendali ternak lain, pertanian, pemungutan hasil panen hutan, dan pertambangan.
Sekarang ini kuda digunakan dalam balapan, pertunjukan, pengendali ternak lain,
dan teman bagi orang yang menyukai kuda. Kuda telah menjadi daya tarik bagi
orang, baik anak muda maupun orang dewasa (Bogart dan Taylor, 1983).
Kuda dapat diklasifikasikan menjadi tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni
sesuai ukuran, bentuk tubuh, dan kegunaan. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi
1,45-1,7 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg dan sering digunakan sebagai kuda
tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan
lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m
saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 kg dan biasa digunakan untuk
pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m jika berdiri dan bobot badan
250-450 kg, beberapa kuda berukuran kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan
kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). Tabel 1 menyajikan tipe, kegunaan, jenis, tinggi,
bobot badan, dan habitat asli dari kuda yang ada di dunia.

4

Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli.
Tipe

Kegunaan

Jenis Kuda

Kuda Tunggang

Kuda tunggang
berlari cepatTiga

Albino Amerika
Sadel Amerika
Arab
Appalossa
Morgan
Spotted Maroko
Palomino
Thoroughbred

Kuda Tunggang
berlari cepatLima
Kuda untuk
berjalan
Stock Horse

Pendaki
Pemburu dan
Pelompat

Kuda Pacu

Kuda Tarik

Kuda Poni untuk
ditunggangi
Kuda pacu pelari
Kuda pacu
berpakaian
Kuda Quarter

Kuda berpakaian
tipe berat

Kuda berpakaian
tipe sedang
Kuda
Transportasi
Kuda Poni untuk
menarik

Tinggi
(m)
1,45-1,70

Bobot Badan
(kg)
450-700

Sadel Amerika

1,45-1,70

450-700

Amerika Serikat

Tennesse Walking

1,50-1,60

500-600

Amerika Serikat

1,50-1,55

500-550

Amerika Serikat
Arab Saudi
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Inggris

Tingkatan,
persilangan atau hasil
biak dalam dari
semua jenis kuda, tapi
didominasi oleh
keturunan
Thoroughbred

1,45-1,55

500-625

1,55-1,65

500-625

Shetland & Welsh

0,90-1,45

250-450

Thoroughbred

1,55-1,65

450-575

Shetland Isles
Inggris
Inggris

Standardbred

1,45-1,55

450-600

Amerika Serikat

Quarter

1,45-1,55

500-600

Amerika Serikat

Cleveland Bay
French Coach
Jerman Coach
Hackney
Yorkshire Coach
Didominasi oleh
Kuda Sadel Amerika

1,45-1,65

450-650

1,45-1,70

450-700

Inggris
Prancis
Jerman
Inggris
Inggris
Amerika Serikat

1,45-1,55

450-600

Amerika Serikat

0,90-1,45

250-450

Inggris
Shetland Isles
Inggris

Tingkatan,
persilangan
atau hasil biak dalam
dari:
Kuda Appalossa
Kuda Arab
Kuda Morgan
Kuda Spotted Maroko
Kuda Palomino
Kuda Quarter
Kuda Thoroughbred

Morgan &
Standardbred
Hackney
Shetland & Welsh

Habitat Asli
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Arab Saudi
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Amerika Serikat
Inggris

Sumber : Ensminger, 1962

5

Kuda Lokal Indonesia
Penduduk asli Indonesia telah beternak kuda sebelum kedatangan bangsa
Eropa. Peternakan kuda pada saat itu belum memenuhi persyaratan teknis beternak,
karena kuda hidup dialam bebas dan sangat tergantung pada kebaikan alam.
Akibatnya peternakan kuda rakyat menghasilkan kuda dengan kualitas yang rendah.
Kuda lokal di Indonesia terdiri atas kuda Gayo, Batak, Priangan, Jawa, Sulawesi,
Bali, Sumbawa, Flores, Sandel, dan Timor (Soehardjono, 1990).
Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis
serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15–1,35 m, sehingga
tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak,
sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar.
Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan
berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung serasi.
Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Bentuk kuku kecil dan berada
diatas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang
serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila
dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai
jenis kuda di Asia Tenggara (Jacoebs, 1994).
Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana
transportasi, pengangkut barang, sarana hiburan, dan juga sebagai bahan pangan
masyarakat lokal (Prabowo, 2003). McGregor dan Moris (1980), menyatakan kuda
poni di Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk
transportasi dan pengembangan peternakan.

Kuda Sumba dan Kuda Timor
Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (termasuk kuda
Sumba) digolongkan kedalam kuda poni. Roberts (1994), menyatakan seluruh kuda
poni (termasuk kuda Sumba didalamnya) telah beradaptasi secara fisik dan merubah
gaya hidup mereka untuk bertahan dari kondisi tempat mereka hidup.
Kuda Sumba pinggangnya agak tinggi dan merupakan keturunan kuda
Australia yang pernah diintroduksi ke Pulau Sumba. Dijelaskan kemudian bahwa
kuda Sumba dianggap sebagai jenis kuda yang baik untuk kuda pacu, maka pada

6

tahun 1841 pejantan-pejantan kuda unggul, diekspor ke Pulau Jawa, Singapura dan
Malaysia (Straits Settlements), Manila dan Mauritius (Afrika Timur). Sebagai
akibatnya hanya disisakan pejantan yang berkualitas rendah, sehingga mutu
peternakan merosot. Sampai akhir tahun 1918 jumlah kuda di Pulau Sumba sekitar
16.000 ekor dan memperlihatkan dua jenis bentuk, yaitu kuda yang berbentuk kecil
di daerah selatan dan timur serta kuda yang berbentuk agak besar didaerah utara dan
barat (Soehardjono, 1990).
Kuda Sumba memiliki penampilan yang primitf, tinggi sekitar 1,27 m,
perbandingan kepala lebih besar daripada badan, dan bagian kepala lebih mengarah
tipe Mongolian dengan leher yang pendek. Konformasi kuda Sumba tidak sempurna
tetapi bagian punggung sangat kuat (Edwards, 1994).
Jaman pemerintahan Portugis di Indonesia pada abad ke-16, populasi kuda
Timor sangat tinggi. Rasio antara pemilik kuda dengan kuda Timor adalah 1:6,
dimana satu orang memiliki enam ekor kuda. Kuda Timor digunakan untuk
membawa barang, alat transportasi, dan berkuda. Kuda Timor memiliki ciri-ciri
tinggi badan 1,22 m dan leher yang pendek serta bentuk punggung yang lurus
(Edwards, 1994).

Kuda Priangan
Kuda Priangan dibentuk di pulau Jawa sekitar abad tujuh belas, dibentuk
melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Saat ini kuda
Priangan tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi
menempati lokasi yang panas dan memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang
tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk berlari dalam jarak jauh
juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil. Kuda
Priangan dapat dikatakan tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh yang
kecil, mempunyai kepala yang khas dengan telinga panjang dan mata yang cerdas,
leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam, pertulangan dapat dikatakan
baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang. Kuda
Priangan dapat mempunyai beberapa warna dengan tinggi pundak 112-122 cm
(Kingdom, 2006).

7

Kuda Batak
Kuda Batak memiliki pengaruh dari darah kuda Arab yang dikembangkan
oleh pemerintah Belanda dalam rangka meningkatkan keturunan ternak kuda
Indonesia melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab. Kuda Batak
berasal dari Sumatera Tengah dan biasa digunakan oleh suku Batak sebagai sumber
daging dan alat pembayaran dalam perjudian. Masa sekarang, kuda Batak merupakan
kuda kerja dan secara luas digunakan untuk berkuda. Kuda Batak memiliki peranan
penting sebagai inti dari perkembangbiakan kuda Indonesia. Kuda Batak merupakan
kuda yang cakap, dengan karakter kuda Arab dan proporsi yang baik, serta memiliki
tinggi badan sampai 1,32 m. Sifat kuda Batak antara lain jinak, gesit, dan cerdas
sehingga mudah dalam pemeliharaan (Edwards, 1994).

Kuda Jawa dan Kuda Padang
Kuda Arab dan kuda Barb diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh
pedagang Arab pada awal abad ke-17, pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, dan
memiliki pengaruh terhadap kuda keturunan Jawa. Keturunan kuda terpilih,
dikembangkan di Padang Mengabe dan diperkirakan memiliki pengaruh dalam
meningkatkan konformasi kuda poni lokal Sumatera. Kuda Arab tidak hanya
mempengaruhi penampilan kuda poni Jawa, tetapi mempengaruhi stamina dan daya
tahan terhadap suhu panas. Kuda Barb memiliki peran utama juga dalam
perkembangan kuda poni Jawa dalam karakter dan ketaguhan yang luar biasa. Kuda
poni Padang merupakan perkembangan dari keturunan kuda Batak dan memiliki
darah dari kuda Arab yang dikembangkan di Padang Mengabe oleh pemerintah
Hindia Belanda (Edwards, 1994).
Kuda Jawa dan Padang memiliki tinggi badan 1,27 m, lebih tinggi daripada
kuda poni lainnya kecuali kuda Batak dan Sandelwood. Kuda Jawa biasa digunakan
untuk menarik gerobak atau yang disebut sebagai sados dan terlihat tidak berkeringat
saat menarik gerobak yang berat dalam kondisi cuaca yang panas. Kuda Padang
memiliki konformasi yang lebih baik daripada kuda keturunan Sumatera lainnya,
dimana kuda Padang memiliki cannon yang panjang, tulang yang kuat, kaki yang
kuat dan cukup baik bentuknya tetapi memiliki pastern yang terlihat lemah
(Edwards, 1994).

8

Penentuan Umur Berdasarkan Gigi
Umur kuda dapat diperkirakan melalui bentuk dan jumlah gigi. Anak kuda
yang berumur 6 sampai 10 bulan mempunyai gigi sebanyak 24 buah yang disebut
dengan gigi susu, dimana gigi tersebut terdiri dari 12 gigi seri dan 12 gigi geraham.
Gigi seri meliputi tiga pasang pada bagian rahang atas dan tiga pasang pada bagian
rahang bawah (Bogart dan Taylor, 1983).
Mengunyah dapat membuat gigi seri menjadi usang (aus atau menipis).
Proses pengusangan gigi seri dimulai pada gigi seri bagian pusat (dari pertengahan)
dan berlanjut secara menyamping. Anak kuda dengan umur satu tahun, bagian pusat
gigi seri sudah mulai usang; umur 1,5 sampai 2 tahun gigi seri mulai pada bagian
pertengahan hingga bagian luar dan mengarah ke samping sudah mulai usang. Proses
penanggalan gigi seri dimulai pada umur 2,5 tahun. Gigi seri bagian pusat tanggal
terlebih dahulu dan akan menjadi gigi permanen. Kuda yang berumur empat tahun
ditandai dengan tanggalnya gigi bagian pertengahan dan pada umur lima tahun,
bagian luar, atau samping, gigi seri sudah mulai tanggal dan digantikan dengan gigi
permanen. Kuda yang berumur lima tahun ini dikatakan telah bermulut ”penuh”,
karena semua gigi telah permanen. Umur 6 sampai 8 tahun gigi permanen sudah
usang yang dimulai dari bagian pusat hingga bagian pertengahan mengarah
kesamping (Bogart dan Taylor, 1983).

Manajemen Pemeliharaan Kuda
Reproduksi
Seekor kuda dikatakan telah dewasa kelamin apabila telah memperlihatkan
tanda-tanda estrus bagi betina dan telah mampu berkopulasi untuk yang jantan dan
apabila terjadi kopulasi dapat menghasilkan individu baru (Hafez, 1967).
Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting dalam peternakan kuda.
Pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Cara memilih
pejantan yang baik dengan melihat sertifikatnya dapat menelusuri riwayatnya dan
memeriksa tingkat kesuburannya. Pejantan yang akan dikawinkan mulai diberikan
makanan yang bergizi dan vitamin mulai 2-3 bulan sebelum perkawinan, dengan
tujuan untuk meningkatkan kesuburan pejantan. Pejantan sebaiknya diistirahatkan
dan dijauhkan dari kuda jantan lainnya agar tidak mengalami stres sebelum masa

9

kawin. Pejantan yang akan digunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur
empat tahun (Jacoebs, 1994).
Seekor kuda betina mencapai masa dewasa kelamin pada umur sekitar 12-15
bulan. Sedangkan untuk kuda jantan dewasa kelamin dicapai pada umur sekitar 24
bulan (Blakely dan Bade, 1991).
Jacoebs (1994) menyatakan kuda betina yang baru pertama kalinya
dikawinkan, dipilih yang berumur tiga tahun. Masa subur kuda betina hanya
berlangsung selama lima hari dan ini merupakan waktu yang baik untuk dikawinkan,
karena biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan bila dalam kondisi subur. Masa
subur dapat diketahui dengan mendekatkan kuda betina ke pejantan dan apabila tidak
menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar kuda betina memang
sedang dalam keadaan subur.
Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 930 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut
dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Lama bunting kuda betina sekitar 11 bulan atau
340 hari. Kelahiran dapat terjadi pula pada waktunya atau 7 hari maju atau 7 hari
mundur. Pengawinan ulang sesudah beranak adalah 30 hari kemudian (McBane,
1991).
Kuda betina akan birahi setiap 21 hari sekali jika tidak dalam keadaan
bunting. Kuda betina umumnya memproduksi hanya satu anak per kelahiran. Kuda
betina mencapai dewasa kelamin pada umur 12 sampai 18 bulan, sedangkan kuda
betina yang digunakan untuk bekerja mencapai dewasa kelamin umur 30 bulan
(Bogart dan Taylor, 1983).

Perkandangan
Membangun kadang di daerah tropis, diusahakan agar ada ventilasi sehingga
pertukaran udara bisa berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas
didalamnya. Air hujan jangan sampai masuk kedalam kandang. Untuk kuda yang
akan beranak, dipergunakan kandang yang agak tertutup (Jacoebs, 1994).
Atap pada kandang kuda lebih baik jika jaraknya semakin tinggi, karena
dapat menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Ketersediaan udara yang baik sangat
dibutuhkan pada perkandangan kuda karena kuda mudah terkena penyakit

10

pernafasan. Udara yang bersih sangat penting untuk kesehatan dan kenyamanan kuda
serta akan mempengaruhi kekuatan dari kuda tersebut. Ventilasi yang baik adalah
berbentuk puncak pada atapnya dan akan sangat berpengaruh pada penanganan
masalah kuda. Jendela pada kandang kuda harus berada pada posisi sejajar dengan
kepala kuda (McBane, 1991).
McBane (1991) menyatakan bagian kandang harus tersedia air bersih. Air
minum harus diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda
betina tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan
berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang baik
dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas, dan lain sebagainya.
Kuda betina dan anaknya yang ditempatkan dalam satu kandang harus
memiliki ukuran kandang lebar agar anak kuda dapat bergerak bebas, sedangkan
kandang pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau kandang anak. Letak
kandang jantan lebih jauh dari kandang betina agar kuda betina tidak terganggu
terutama saat merawat anaknya (Jacoebs, 1994).
Alas kandang kuda harus selalu dalam keadaan bersih dan lunak serta
beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi
kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda
serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane,
1994).
Peternakan kuda lebih baik dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti
tempat penyimpanan peralatan, tempat penyimpanan pakan, ruang groom pada setiap
kandang sehingga memudahkan dalam pengawasan kuda (McB

Pakan
Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan
pertumbuhan kuda sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan
kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis rumput seperti
Panicum muticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk
digunakan bagi kelangsungan hidup tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu
tambahan konsentrat dan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan
energi bagi kuda. Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat sereal yang

11

terdiri dari gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi dan
produk non sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan (legum)
seperti kedelai dan kacang (McBane, 1994).
Pakan kuda yang diberikan harus sesuai dengan umur dan fungsi kuda
tersebut. Umur kuda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1-6 bulan, 6-12
bulan 12-24 bulan, dan diatas 24 bulan. Kuda yang berumur 1-6 bulan tidak
disediakan pakan khusus, karena masih dalam masa menyusu dengan induknya.
Induk kuda yang sedang menyusui memerlukan kebutuhan pakan yang cukup banyak
baik untuk induk kuda maupun anaknya. Induk menyusui dan induk bunting
memerlukan pakan tiga kali lipat terutama untuk vitamin dan mineral, kacangkacangan dan bungkil yang dapat membantu pembentukan air susu dalam jumlah
yang cukup. Pengaturan pemberian pakan dapat dilakukan 2-3 kali sehari yaitu pagi,
siang, dan sore hari tergantung dari kuda dan fungsi kuda tersebut (Jacoebs, 1994).
Morfologi
Fungsi dasar tulang adalah membentuk kerangka yang sifatnya kaku untuk
melindungi semua bagian lunak serta memelihara bentuk tubuh. Kerangka
melindungi bagian organ yang vital, seperti otak dalam tempurung dan sistem saraf
dibagian tulang belakang. Hal ini sangat penting sehingga konformasi kuda menjadi
salah satu pertimbangan, karena panjang, posisi dan kelurusan tulang yang benar
berkaitan dengan gerak kuda yang baik (Hammer, 1993).
Sambungan tulang terjadi pada dua atau lebih tulang yang saling
bersinggungan. Sistem sambungan dan pertautan otot akan menjadikan pergerakan
yang bebas dari tulang. Kombinasi antara otot dengan tulang akan memberikan
bentuk pada kuda (Hammer, 1993).
Orang memiliki prioritas yang berbeda dalam menilai bentuk kuda. Untuk
tujuan penampilan yang bagus, tungkai dan kaki menjadi prioritas utama untuk
melihat kekokohan kuda secara cepat. Membicarakan kaki depan akan berhubungan
dengan bagian bahu. Kaki belakang memiliki peran penting dalam menggerakkan
sebagian tubuh karena adanya dorongan dari seperempat bagian otot belakang.
Fungsi kekuatan dari panjang garis bagian pinggul kearah pantat harus baik,
begitupun panjang garis dari pinggul kebagian hock dimana berfungsi untuk

12

kecepatan, dan susunan kaki belakang yang lurus menopang berat dari seperempat
bagian belakang (Hammer, 1993).
Leher yang memanjang keatas sampai batas penglihatan serta membentuk
lengkung digaris bagian atas, secara natural memberikan posisi kepala yang nyaman
(Knowles, 1994). Ekspresi wajah dari kuda dan gerakan kepala serta leher
memberikan kesan pertama yang bermanfaat. Kepala memiliki ukuran proporsi
besar, kepala yang padat serta pendek membutuhkan leher yang kuat untuk
menopangnya. Panjang dari leher dapat menjelaskan panjang langkah, dimana
sebagian besar otot yang ada di leher berperan dalam pergerakan bahu dan kaki
depan. Hal ini membuat keterbatasan pada kuda untuk meletakkan kaki depan
melewati garis hidung saat bergerak (Hammer, 1993).
Konformasi yang baik terlihat dari susunan kepala, panjang leher yang baik
dan bagus, punggung yang baik dan kuat serta tidak terlalu panjang atau pendek,
daerah bagian pinggang yang kuat dan seperempat bagian belakang yang kuat
(Hammer, 1993).
Kuda Sebagai Alat Transportasi
Delman adalah kendaraan transportasi tradisional beroda dua, tiga, atau
empat, yang dalam pengoperasiannya tidak menggunakan mesin melainkan
menggunakan

kuda

sebagai

penggantinya.

Variasi

alat

transportasi

yang

menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana, dan Kereta
Kuda (Wikipedia, 2008b).
Nama kendaraan delman berasal dari nama penemunya, yaitu Charles
Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur dimasa Hindia Belanda. Orang
Belanda sendiri sering menyebut kendaraan ini dengan nama dos-a-dos (punggung
pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk
penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-a-dos kemudian oleh penduduk
pribumi Batavia disingkat lagi menjadi sado (Wikipedia, 2008b).
Komponen delman terdiri dari kuda, gerobak, dan seorang kusir. Pengemudi
adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor atau orang
yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar
mengemudikan kendaraan bermotor ataupun kendaraan yang tidak bermotor, seperti
pengemudi delman yang disebut dengan kusir (Wikipedia, 2008c).

13

Gerobak adalah sebuah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat
buah roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh
hewan seperti kuda, sapi, kambing, zebu, atau dapat pula ditarik oleh manusia.
Gerobak tangan yang didorong oleh manusia digunakan secara luas di seluruh dunia.
Contoh gerobak yang paling umum di dunia adalah kereta belanja atau troli. Kereta
belanja pertama kali muncul di Oklahoma City pada tahun 1937 (Wikipedia, 2008d).
Tujuan utama penggunaan kekangan pada kuda adalah untuk membantu
dalam mengendalikan kuda, biasanya kekangan tidak hanya dililitkan pada bagian
kepala, ada juga kekangan yang diletakkan di dalam mulut kuda sehingga kuda
menggigit kekangan tersebut. Kekangan yang diletakkan di dalam mulut kuda
disebut juga bit. Bit bisa terbuat dari besi, plastik, atau karet. Penggunaan bahanbahan untuk bit sangat penting mengingat mulut kuda sangat sensitif dan mudah
terluka (McBane, 1995).
Kekangan dapat diklasifikasikan ke dalam lima bagian yaitu (1) Snaffle; (2)
Weymouth atau kekangan ganda; (3) Pelham; (4) Gag; dan (5) Bitless Bridles atau
kekangan tanpa bit. Bagian-bagian kekangan dipasangkan pada bagian kepala, pipi,
kening, dan batang hidung, dimana semua bagian kekangan dihubungkan dengan tali
kekang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kekangan atau pelana
terbuat dari kulit sapi atau kulit babi. Kulit babi merupakan bahan yang baik dalam
pembuatan kekangan khususnya pelana, karena kulit babi yang tipis, kuat dan elastis
(Edwards, 1963).

14

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 bertempat di
pangkalan delman dan di tempat para kusir serta kudanya tinggal, di sekitar Pasar
Bogor, Bogor Selatan.

Materi dan Alat
Materi yang diamati dalam penelitian adalah kusir, kuda, dan delman yang
ada disekitar Pasar Bogor sebanyak 17 dari 20 orang kusir (85%). Responden yang
dilibatkan meliputi kusir dan sekaligus pemilik kuda. Peralatan yang digunakan
meliputi alat tulis, alat ukur meteran, satu unit kamera dan lembar wawancara yang
telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Metode Penelitian
Pengumpulan Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung. Peubah-peubah yang
diamati mencakup karakteristik kualitatif dan kuantitatif.
1. Karakteristik kusir, meliputi status kepemilikan, jumlah pendapatan, lama
bekerja, waktu bekerja, wilayah yang ditelusuri, dan jumlah kuda yang dimiliki.
2. Morfologi kualitatif kuda, meliputi tanda wajah (blaze, stripe, bald face, star, atau
snip; seperti terihat pada Gambar 2), warna bulu badan (bay, black, chestnut,
gray, atau white), bentuk tubuh (kurus, atau gemuk), bentuk kaki (tegak lurus,
atau bengkok/pincang), warna bulu kaki (coronet, half pastern, sock, stocking,
atau half cannon; seperti terihat pada Gambar 1), dan bentuk punggung (lurus
atau melengkung).

Gambar 1. Warna Bulu Kaki Kuda

15

Gambar 2. Tanda Wajah Kuda

3. Morfologi kuantitatif kuda, meliputi tinggi badan (tinggi atau rendah), lingkar
dada (besar atau kecil), dan panjang badan (panjang atau pendek), dengan cara
pengukuran seperti terlihat pada Gambar 3

Gambar 3. Panjang Badan, Lingkar Dada, dan Tinggi Badan Kuda

16

4. Pakan, meliputi jenis pakan yang diberikan baik rumput maupun konsentrat dan
frekunesi pemberian pakan dalam sehari serta waktu (jam) pemberian pakan.
5. Perawatan, meliputi peralatan yang digunakan dan cara perawatan yang diberikan
pada kuda.
6. Perkandangan, meliputi bentuk, luas, alas, tata letak dan lantai kandang serta
tempat pembuangan limbah.
7. Penyakit, meliputi jenis penyakit, waktu pemeriksaan kondisi kuda, dan cara
penanganan penyakit.
8. Gerobak/delman, meliputi tinggi gerobak (m), panjang gerobak (m), diameter
roda gerobak (m), jenis roda, jumlah muatan, harga delman, dan tempat
pembelian.
9. Peralatan, meliputi jenis-jenis tali yang dipasangkan pada tubuh kuda, bahan tali,
dan peralatan lain/hiasan yang terdapat pada delman.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran informasi pustaka, laporanlaporan, jurnal, dan internet. Data ini meliputi :
1. Anatomi kuda, seperti ukuran-ukuran standar tubuh kuda (baik morfologi
kuantitatif maupun morfologi kualitatif);
2. Asal-usul (silsilah), jenis-jenis dan jumlah populasi kuda lokal di Indonesia; dan
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei ke lokasi dan
wawancara langsung dengan responden menggunakan borang yang telah disiapkan
terlebih dahulu. Data primer yang diperoleh dari responden melalui wawancara
langsung sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran informasi pustaka,
laporan-laporan, jurnal, dan internet.

Analisis Data
Data hasil wawancara (pengisian borang) akan dianalisis menggunakan :
1. Analisa deskriptif, merupakan penggambaran dari keadaan umum identitas
responden (kusir), karakteristik kuda, dan gerobak serta informasi-informasi yang
didapat dan yang berhubungan dengan data sekunder yang didapat; dan
2. Gambar postur kuda untuk menggambarkan performa umum kuda delman yang
ada di Bogor.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kota Bogor terletak diantara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 6°30’30”LS
– 6°41’00”LS dengan ketinggian 190 sampai 330 m di atas permukaan laut (dpl)
dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km. Udaranya relatif sejuk dengan suhu
udara rata-rata setiap bulannya 26°C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%.
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 11.850 ha dan dilalui oleh beberapa sungai
yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan kota, yaitu sungai Ciliwung,
Cisadane, Cikapancilan, Cidepit, dan Cibalok.
Kota Bogor berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk, dan Kecamatan Caringin
Kabupaten Bogor di sebelah Selatan, Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi di
sebelah Timur, Kecataman Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan
Kemang Kabupaten Bogor di sebelah Utara, sedangkan di sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Penelitian dilakukan di Kota Bogor, lebih tepatnya di sekitar Pasar Bogor dan
di rumah pemilik kuda. Pasar Bogor terletak di Jalan Oto Iskandardinata di samping
pintu masuk Kebun Raya Bogor sedangkan rumah pemilik kuda menyebar di
beberapa daerah di kota Bogor.
Pasar Bogor merupakan tempat yang sudah sejak lama dijadikan sebagai
pusat pangkalan delman untuk mencari penumpang, baik digunakan sebagai alat
pengangkutan barang, alat transportasi, maupun sarana rekreasi. Lokasi ini
berdekatan dengan area pasar malam yang terletak di samping Kebun Raya Bogor,
sehingga sering disebut sebagai daerah Pasar Bogor.
Letak pintu masuk Kebun Raya Bogor berada bersebelahan dengan Pasar
Bogor dan baik Kebun Raya Bogor maupun Pasar Bogor terletak di tengah-tengah
Kota Bogor yang tidak jauh dari gerbang pintu tol Jagorawi. Posisi strategis inilah
yang membuat Pasar Bogor selalu ramai dikunjungi oleh pengunjung dari dalam dan
luar Kota Bogor, sehingga secara ekonomi menjadikan pula tempat pangkalan yang
menguntungkan bagi kusir delman. Posisi Pasar Bogor dan Kebun Raya Bogor
merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.

18

Karakteristik Kusir
Karakteristik kusir yang diamati dalam penelitian ini meliputi alamat atau
domisili, umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, jumlah
pengeluaran keluarga, masa kerja, pekerjaan lain, lama kerja, dan wilayah yang
ditelusuri. Kusir yang diamati sebanyak 17 orang atau 85% dari 20 orang yang masih
aktif saat ini bekerja sebagai kusir delman. Hasil pengamatan karakteristik kusir
disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Kusir Delman di Pasar Bogor
No

Kriteria

Rataan

Simpanga
n Baku

KK

Selang

1

Umur (tahun)

36,65

16,38

(%)
44,69

23-78

2

Jumlah anggota keluarga (orang)

6,59

2,71

41,12

3-14

3

Pendapatan Senin-Jumat (Rp/bulan)

183.528,-

67.160,-

36,59

40-400*

4

Pendapatan hari libur (Rp/bulan)

414.704,-

72.120,-

17,39

360-510*

5

Pengeluaran keluarga (Rp/bulan)

1.111,-*

760.665,-

70,64

600-3.000*

6

Masa kerja (tahun)

17,53

11,64

66,4

2-51

7

Lama kerja (jam/hari)

6,62

0,96

14,5

5,5-9

8

Lama kerja (hari/minggu)

5,53

1,74

41,79

3-7

9

Jarak yang ditempuh (km/hari)

27,65

3,99

14,43

20-35

Keterangan : (*) dalam ribu
KK : koefisien keragaman

Berdasarkan hasil wawancara, tempat tinggal kusir tersebar di beberapa
daerah di Kota Bogor, seperti daerah Semplak, Bubulak, Bantarjati, Bantarkambing,
Ciapus, Laladon, dan Pagelaran. Keseluruhan kusir (100%) di Kota Bogor berjenis
kelamin laki-laki dan status kepemilikan delman merupakan milik sendiri.
Pendidikan mereka saat ini dapat digolongkan rendah, karena hampir semua
kusir hanya menempuh pendidikan sampai sekolah dasar dan sedikit yang sampai
sekolah menengah. Kusir yang berpendidikan antara sekolah dasar (SD) sampai
sekolah menengah pertama (SMP), masing-masing dengan jumlah 88,24 dan
11,76%. Data pendidikan kusir mununjukkan, bahwa tidak diperlukan pendidikan
yang tinggi untuk menjadi seorang kusir delman.

19

Jika ditinjau dari segi umur, kusir delman rata-rata berumur 36,65 ± 16,38
tahun dengan selang antara 23-78 tahun. Umur kusir yang berada di bawah 30 tahun
sebanyak 52,94%, sedangkan umur kusir di atas 30 tahun sebanyak 41,18% dimana
dari persentase ini terdapat 5,88% yang berumur 78 tahun. Data umur menunjukkan,
bahwa yang menjadi kusir umumnya adalah anak muda. Kusir yang berumur muda
menyatakan bahwa mereka menjadi kusir dengan alasan meneruskan usaha
keluarganya.
Rataan jumlah anggota keluarga kusir adalah 6,59 ± 2,71 orang dengan
kisaran antara 3-14 orang termasuk kusirnya sendiri. Peker