TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DI EMBARKASI/DEBARKASI PELABUHAN BATAVIA (TAHUN 1911-1930)

(1)

TRANSPORTASI JAMAAH HAJI

DI EMBARKASI/DEBARKASI PELABUHAN BATAVIA

(TAHUN 1911-1930)

SKRIPSI

Di ajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

(S.Hum)

Disusun oleh : Ahmad Fauzan Baihaqi

NIM : 109022000012

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana, jenjang Strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 16 April 2015


(5)

i ABSTRAK Nama : Ahmad Fauzan Baihaqi

NIM : 109022000012

Judul : Transportasi Jamaah Haji di Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan Batavia Tahun 1911-1930

ABSTRACT

This paper discusses the transportation of pilgrims at embarkation / debarkation port of Batavia in 1911-1930. The purpose of writing this thesis to determine the conditions transportation of pilgrims both in terms of economic, as well as of supporting facilities above pilgrims hajj ships available at the port of Batavia.

The method used in this study is qualitative. While data collection is done through literature research and documentation. This data analysis technique based on heuristic techniques, verification, interpretation, and historiography. The findings of this study is an irony between the colonial government policy for transportation improvements embodied in Ordinance Hajj pilgrimage in 1898 to 1922 which it prioritizes health facilities worshipers. In fact on the ground because not only encountered a sick pilgrims, even many pilgrims who died in the voyage aboard of the ships hajj belonging to the Dutch East Indies.

This discussion of the findings in the transportation of pilgrims produced that belonged to the Dutch East Indies in the dynamics can not serve pilgrims journey to the maximum and is only concerned with the economic aspects alone. Thus it can be concluded because often was found pilgrims are sick and even died in the course of the ships belonging to the Dutch East Indies Hajj, because Hajj ships is in the know of inadequate facilities and the rooms were not comfortable for long journeys pilgrims. On the other hand the passengers often forced longer sail aboard the ship transportation of pilgrims.

The authors hope this research can provide new insights for the writing of the history of the pilgrimage in the colonial Dutch East Indies.

Keywords: Transportation of pilgrims, Pilgrimage, Harbour in Batavia Skripsi ini membahas transportasi

jamaah haji di embarkasi/ debarkasi pelabuhan Batavia tahun 1911-1930. Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui kondisi transportasi haji baik dari segi ekonomis, maupun dari fasilitas penunjang jamaah di atas kapal-kapal haji yang tersedia di Pelabuhan Batavia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan pengambilan datanya di lakukan melalui penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Teknik analisis data ini berdasarkan teknik heuristik, verifikasi,

interpretasi, serta historiografi. Temuan dari penelitian ini adalah sebuah ironi antara kebijakan pemerintah kolonial untuk perbaikan tranportasi haji yang termaktub dalam Ordonansi haji tahun 1898 dengan tahun 1922 yang isinya mengutamakan fasilitas kesehatan jamaah. Faktanya di lapangan lantaran tidak saja di jumpai jamaah haji yang sakit, bahkan banyak jamaah yang meninggal dalam pelayaran di atas kapal-kapal haji milik Hindia Belanda.

Pembahasan terhadap temuan dalam ini di hasilkan bahwa transportasi haji


(6)

ii milik Hindia Belanda ini dalam dinamika perjalanannya tidak dapat melayani jamaah secara maksimal dan hanya mementingkan aspek ekonomisnya saja. Demikian dapat di simpulkan lantaran sering di jumpainya jamaah haji yang sakit bahkan meninggal dunia dalam perjalanan kapal-kapal haji milik Hindia Belanda, karena kapal-kapal haji ini di ketahui dari fasilitasnya sangat kurang memadai dan ruangan yang tidak nyaman

untuk perjalanan panjang jamaah. Di sisi lain para penumpang sering di paksa berlayar lebih lama di atas kapal-kapal angkutan haji tersebut.

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi pandangan baru bagi penulisan sejarah perjalanan haji di masa kolonial Hindia Belanda.

Kata kunci: Transportasi Haji, Perjalanan Haji, Pelabuhan di Batavia.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

”Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah

Haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) Haji, maka ketahuilah bahwa Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”(Q.S.Ali-Imran (3:97)

Pertama-tama segala puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT semata. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan pada muara ilham, lautan ilmu yang tidak pernah larut yakni junjungan baginda Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya.Amin

Akhirnya Skripsi ini selesai dengan beberapa kesulitannya, tema tentang Transportasi khususnya angkutan jamaah haji masa kolonial memang sangat jarang dan belum ada yang menulis selama peneliti lihat dalam catatan Skripsi alumni Sejarah dan Kebudayaan Islam di UIN Jakarta. inilah yang menjadi tantangan sendiri bagi peneliti dengan rujukan berbahasa Indonesia yang cukup kurang, maka harus sering bertemu arsip-arsip berbahasa Belanda. Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini saya tidak semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan terima kasih atas motivasinya. rasa terimah kasih yang begitu tinggi saya sampaikan kepada :

1. Prof.Dr.Syukron Kamil, M.A selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H.Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv

3. Dr.H.M.Ma’ruf Misbach,M.A selaku Pembimbing Akademik yang membantu dalam pengesahan awal dan dorongan awal penelitian skripsi ini.

4. Prof. Dr. M. Dien Majid dan Dr.Azhar Saleh selaku Dosen Pembimbing yang banyak membantu dan memotivasi selalu dalam mengarahkan proses penelitian ini.

5. Dosen-dosen di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan dosen jurusan lain yang memberikan sumbangsih moril, ilmu dan pengalamannya.

6. Seluruh staff dan pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orangtua secara khusus keluarga yang memberikan perhatian yang luar biasa, sehingga penulis selalu dapat termotivasi dan dapat menyelesaikan penelitian ini. 8. Kawan-kawan angkatan 2009 yang berproses bersama di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Yusuf, Tutur, Labib, Kholik, Budi, Rahmat, Fauzan, Kiki Blak, Itsna dan kawan-kawan lainnya serta adinda yang selalu menemani Lilis S.

9. Seluruh kawan-kawan di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada khususnya, dan kawan-kawan Fakultas Adab dan Humaniora umumnya, terima kasih atas segala bantuan dan semangat. Kemudian semua yang terangkum dalam kenangan indah yang tidak dapat penulis lupakan dalam dinamika intelektual perkaderan di HMI.

Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung serta membimbing penulis hingga selesai. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu semoga skripsi ini bermanfaat

untuk pembaca sekalian. Ciputat, 16 April 2015


(9)

iv

DAFTAR ISTILAH

Afdeling : Sub divisi Keresidenan, atau sama dengan tingkat Kabupaten

Agen Haji : agen yang secara hukum mengurus penyelenggaraan perjalanan para jamaah Haji menuju ke tanah Hijaz serta kepulangannya.

Asisten Residen : Pejabat kepegawaian negeri Eropa, biasanya bertanggung jawab atas Afdeling, dan mewakili di kantor pusat Kabupaten, unsur Eropa dalam pemerintahan

Batavia: Ibu kota Hindia Belanda yang dibangun sejak menjadi lokasi markas

besar perdagangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) oleh J.P/Coen tahun 1619. Karena masalah sanitasi kota akibat penyakit yang bersumber dari air, terutama kolera, membuat pemerintah kolonial memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah Weltevreden. Dan pelabuhan utamanya yang dibahas di sini adalah Tanjung Priok yang di resmikan sejak tahun 1887

Buitenzettingen : Provinsi-provinsi luar Hindia Belanda selain Jawa dan Madura

British Indie : Hindia Inggris (wilayah India dengan ibu kota Bombay) daerah jajahan Inggris

Bupati (Regentschap) : Kepala Kabupaten; pejabat yang termasuk tingkatan tertinggi Kepegawaian Negeri Pribumi.

Debarkasi : Pelabuhan tempat kepulangan Jamaah Haji

Depresi Ekonomi : kejatuhan perekonomian karena perbedaan besar antara kemampuan kapasitas produksi dengan besaran masyarakat mengkonsumsinya.

Drogman :salah satu personalia dalam Konsulat Belanda di Jeddah

Embarkasi : Tempat pemberangkatan Jamaah Haji

Haji Akbar : Ibadah Haji di mana waktu prosesi Wukuf jatuh pada hari Jum’at

Haji Singapura : calon jamaah Haji yang hanya sampai Singapura dan tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Jeddah karena masalah dana dan lainnya.

Karantina Haji : tempat singgah jamaah Haji untuk pemeriksaan Kesehatan ataupun untuk pembersihan serta di beri vaksinasi sebagai bentuk pencegahan penyakit menular pada jamaah Haji.

Kongsi Tiga : Sebutan Kapal milik perusahaan-perusahaan pelayaran Belanda yang dikontrak untuk pengangkutan jamaah Haji dari Pelabuhan-pelabuhan Embarkasi Hindia Belanda menuju Jeddah dan sebaliknya untuk kepulangan.


(10)

v

Adapun perusahaan-perusahaan tersebut adalah : Rotterdamsche Llyod, Mij Nederland, Mij Oceaan.

Koninklijke Paketvaart Maatschappij(KPM) : Perusahaan pelayaran milik dalam Negeri Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1888

Mukimin : komunitas „Jawi‟, atau para jamaah yang telah ber-Haji serta bermukim lama di tanah Hijaz

Ommelanden : Lingkungan sekitar Batavia, wilayah antara perbatasan Kota dan Kabupaten-kabupaten

Ordonansi (Ordonance) : Segala peraturan atau kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang tertulis dalam Lembaran Negara (Staatsblad)

Pan-Islamisme : Suatu paham untuk mewujudkan satu kesatuan serta gerakan umat Muslim seluruh dunia.

Residen : Pejabat Kepegawaian Negeri Eropa yang bertanggung jawab atas Keresidenan (gewest), atau unit administratif yang kira-kira serupa luasnya dengan distrik di Hindia Inggris (British Indie)

Retourbiljet : Karcis atau surat bukti pulang-pergi bagi jamaah Haji untuk naik ke atas Kapal Haji

Stoomvaart Maatschappij : Perusahaan Pelayaran(Maskapai) Kapal Uap

Straits Settelments : Negeri-Negeri Selat di bawah jajahan Inggris (wilayah Penang, Singapura, Malaka dan Labuan)

Syaikh haji : orang-orang yang mengurus kepentingan dan menuntun manasik

jamaah haji di Hijaz dan di kordinir serta berkedudukan di Mekkah.

Tawaf wada‟ : tawaf perpisahan jamaah Haji

Transportasi Jamaah Haji : Sebuah Kapal Haji (pelgrimsschip) yang

mengangkut jamaah haji dari embarkasi Pelabuhan di Hindia Belanda ke Laut Merah untuk ke Pelabuhan Jeddah atau sebaliknya dari Pelabuhan Jeddah menuju ke Hindia Belanda yang mana harus sesuai standar ordonansi haji

Wedana : Pejabat kepegawaian Negeri Pribumi yang bertanggung jawab atas Kewedanan, sub divisi Kabupaten.


(11)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK/ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISTILAH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL DAN FOTO ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Tinjauan Pustaka ... 12

E. Metode Penelitian ... 15

F. Landasan Teori ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II : GAMBARAN UMUM BATAVIA ... 21

A. Aspek Geografis dan Demografis ... 21

B. Keadaan Sosial Politik dan Perkembangan Haji ... 28

1. Kondisi Sosial dan Semangat Keagamaan ... 28

2. Pengaruh Politik ... 32

a. Keadaan Politik Dalam Negeri ... 32

b. Keadaan Politik Luar Negeri ... 38

C. Perkembangan Ekonomi dan Infrastruktur Pelabuhan Di Batavia ... 41


(12)

vii

1. Sarana Transportasi Laut ... 41

2. Sarana Transportasi Darat ... 53

BAB III : PERKEMBANGAN PELAYARAN SERTA KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP TRANSPORTASI HAJI ... 56

A. Perkembangan Transportasi Haji di Batavia ... 56

1. Kapal Layar (1825-1869) ... 56

2. Kapal Uap dan Motor (1870-1911) ... 61

B. Perusahaan Pelayaran Pengangkutan Jamaah haji ... 75

1. Rotterdamsche Llyod ... 75

2. Mij Nederland ... 77

3. Mij Oceaan ... 79

C. Kebijakan Kapal Angkutan Haji ... 82

1. Ordonansi Haji 1898 serta aturan tambahan ... 84

2. Ordonansi Haji 1922 ... 88

BAB IV : TRANSPORTASI HAJI DI TANJUNG PRIOK, BATAVIA . 94 A. Transportasi Haji Dalam Dinamika Pelayaran ... 94

1. Tahun 1911-1919 ... 94

2. Tahun 1920-1929 ... 101

3. Tahun 1930 ... 109

B. Pelayanan dan Fasilitas Kapal Haji ... 111

1. Administrasi ... 111

2. Ruangan dan Aspek Kesehatan Kapal Angkutan Haji... 118

3. Karantina Haji ... 128


(13)

viii

C. Pengangkutan Jamaah Haji ... 134

1. Keberangkatan ... 134

2. Dalam Perjalanan ... 141

3. Kepulangan ... 146

BAB V : PENUTUP ... 152

A.Kesimpulan ... 152

B.Saran ... 156

Daftar Pustaka ... 157


(14)

ix

DAFTAR TABEL

1. a. Data Pemukim asal Hindia Belanda di Kota Mekkah (1915) ... 39

2. a. Data Jumlah Kapal masuk Pelabuhan Tanjung Priok (1912-1913) ... 43

3. a. Tonnase Jumlah Kapal masuk Pelabuhan Tanjung Priok (1917-1926) ... 46

4. a. Jenis dan ukuran Pelabuhan di Hindia Belanda ... 47

5. a. Kapal-kapal Haji yang datang di Tanjung Priok (tahun 1893) ... 50

6. a. Jumlah minimal Perahu kecil (sekoci) di atas Kapal Api ... 72

7. a. Nama-nama Kapal milik Maskapai Rotterdamsche Llyod ... 77

8. a. Nama-nama Kapal milik Maskapai Mij Nederland ... 78

9. a. Data Lalu Lintas Pelayaran Kapal Milik Perusahaan-perusahaan Pelayaran Kongsi Tiga di Pelabuhan Tanjung Priok (Tahun 1914) ... 95

10. a. Data Lalu Lintas Pelayaran Kapal Milik Perusahaan-perusahaan Pelayaran Kongsi Tiga di Pelabuhan Tanjung Priok (Tahun 1922) ... 105

11. a. Data Lalu Lintas Pelayaran Kapal Milik Perusahaan-perusahaan Pelayaran Kongsi Tiga di Pelabuhan Tanjung Priok (Tahun 1923) ... 106

12. a. Data Lalu Lintas Pelayaran Kapal Milik Perusahaan-perusahaan Pelayaran Kongsi Tiga di Pelabuhan Tanjung Priok (Tahun 1928) ... 106

13. a. Perbandingan jumlah penumpang dalam kapal-kapal haji antar Negara tahun 1926-1929 ... 108

14. a. Perbandingan operasional Kapal Haji antar Negara dan Jamaah Meninggal tahun 1926-1929 ... 108

15. a. Jumlah jamaah yang meninggal dalam kapal-kapal Jawa saat kepulangan ke Pulau Onrust dan Pulau Roebia (3-14 Juli 1927) ... 123

16. a. Data persentase (%) angka jamaah haji yang Meninggal di Kapal milik Perusahaan-Perusahaan Pelayaran Haji (Tahun 1921-1927) ... 124

17. a. Persediaan konsumsi selama di kapal haji menurut Ordonansi 1922 ... 133

18. a. Biaya minimal seseorang jamaah haji asal Hindia Belanda tahun 1930 (dalam gulden) ... 139


(15)

x

19. a. Tabel Jumlah keberangkatan dan Jamaah Haji yang meninggal dalam perjalanan maskapai Rotterdamsche Llyod ke Jeddah (tahun 1927-1928) ... 144 20. a. Tabel Jumlah keberangkatan dan Jamaah Haji yang meninggal dalam perjalanan maskapai Mij Oceaan ke Jeddah (tahun 1927-1928) ... 144 21. a. Tabel Jumlah keberangkatan dan Jamaah Haji yang meninggal dalam perjalanan maskapai Mij Nederland ke Jeddah (tahun 1927-1928) ... 144 22. a. Tabel Jumlah Jamaah Haji yang meninggal dalam kepulangan maskapai

Rotterdamsche Llyod singgah di Pulau Onrust & Pulau Rubia (tahun 1928) ... 148 23. a. Tabel Jumlah Jamaah Haji yang meninggal dalam kepulangan maskapai Mij Oceaan singgah di Pulau Onrust & Pulau Rubia (tahun 1928) ... 148 24. a. Tabel Jumlah Jamaah Haji yang meninggal dalam kepulangan maskapai Mij Nederland singgah di Pulau Onrust & Pulau Rubia (tahun 1928) ... 149

DAFTAR FOTO-FOTO

1. a. Kapal M.S.Indrapoera milik Maskapai Rotterdamsche Llyod ... 76 2. a. Inspeksi surat jalan Jamaah Haji oleh Konsulat Belanda(N.Scheltema di kantor Konsulat) Jeddah ... 116 3. a. Jamaah Haji menumpang Perahu(sekoci) dari Karantina Pulau Kamaran kembali ke Kapal Haji ... 143 4. a. Jamaah Haji turun dari Kapal menuju Karantina Onrust, Batavia tahun 1929 ... 150


(16)

xi

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Lampiran Data

NASKAH SERTIFIKAT HAJI

1. Naskah Sertifikat untuk Kapal Haji ... 168 2. Terjemahan Sertifikat untuk Kapal Haji ... 170 TABEL DAN STATISTIK:

1. b. Perkembangan Jamaah Haji di Jawa dan Madura musim Haji 1912/1913 . 174 2. b. Perkembangan Jamaah Haji di Jawa dan Madura musim Haji 1913/1914 . 176 3. b. Jumlah Jamaah Haji asal Hindia Belanda yang berangkat tahun 1898-1930 dan terdaftar di Jeddah ... 178 4. b. Daftar Konsulat Belanda di Jeddah ... 179 5. b. Gubernur Jenderal Hindia Belanda era 1893 - 1936 ... 179 6. b. Statistik persentase Jamaah Haji yang meninggal dalam Kapal milik perusahaan-perusahaan pelayaran Haji (1921-1927) ... 180 7. b. Statistik perekonomian Hindia Belanda sebelum dan sesudah masa Depresi Ekonomi ... 181

B. Lampiran Foto dan Peta

FOTO-FOTO :

1. b. Kapal M.S.Indrapoera “pengangkut jamaah Haji” milik Maskapai Rotterdamsche Llyod (1929) ... 182 2. b. Kapal M.S.Christiaan Huygens milik Maskapai Mij Nederland (1930) .... 182 3. b. Kapal M.S.Tabian milik Maskapai Mij Nederland (1920) ... 183 4. b. Kapal Haji sedang meninggalkan Pelabuhan Haji Teluk Bayur(1928) ... 183 5. b. Persiapan pemberangkatan jamaah Haji dan perpisahan dengan Keluarga 184 6. b. Jamaah Haji pulang singgah di Pulau Onrust (1929) ... 184 7. b. Kapal-kapal kecil menjemput jamaah Haji di Karantina Pulau Onrust (1929) ... 185


(17)

xii

8. b. Kapal Sumbuk mengangkut jamaah Haji dari Kapal ke daratan Pulau

Kamaran ... 185

9. b. Kapal Dhow khas Arab mengangkut jamaah Haji dari Kapal ke Daratan Jeddah ... .…186

10. b. Stasiun Karantina Haji Pulau Kamaran………...186

11. b. Isolasi Barak di Karantina Pulau Kamaran ... …187

12. b. Jamaah Haji Hindia Belanda dan Bangsal-Bangsal Haji di Pulau Onrust (1925) ... 187

13. b. Jamaah Haji turun dari Kapal (1925) ... 188

14. b. Barak Karantina Haji di Pulau Onrust (1914) ... 188

15. b. Jamaah Haji Hindia Belanda di Bangsal Haji Pulau Onrust (1925) ... 189

16. b. Jamaah Haji sedang naik Kapal Haji di Tanjung Priok, Batavia (1928) .. 189

17. b. Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia (1929) ... 190

18. b. Kapal S.S. Jan Pieterszoon Coen milik Stoomvaart Maatschapij Nederland di Pelabuhan Tanjung Priok (1926) ... 190

19. b. Pelabuhan Tanjung Priok, dengan latar belakang Stasiun Tanjung Priok tahun 1930-an ... 191

20. b. Dok kering untuk pembuatan dan perbaikan Kapal-kapal di Pelabuhan Tanjung Priok (1920) ... 191

21. b. Pelabuhan Jeddah (1925) ... 192

PETA : 1. Peta Gementee Batavia tahun 1912 dan Letak Pelabuhan Tanjung Priok ... 193

2. Peta Jalur Haji dari Batavia ke Jeddah ... 194


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aktivitas perjalanan haji dari Nusantara sangat tergantung aktifitas pelayaran bagi calon jamaah haji untuk menumpang kapal-kapal menuju ke Pelabuhan Jeddah. Sepanjang sejarah perjalanan kapal-kapal yang membawa jamaah haji di ketahui sejak dahulu selalu mengalami hambatan dan berbagai tantangan dari mulai waktu tempuh yang lama, kondisi kenyamanan kapal, gangguan cuaca saat pelayaran, dan gangguan keamanan serta faktor eksternal lainnya. Pada abad ke-16 ketika Kekhalifahan Ottoman Turki Utsmani mampu mengontrol perjalanan haji, namun di sisi lain dalam pelayaran beberapa kapal-kapal dagang milik Muslim yang juga mengangkut sebagian para jama’ah haji dari Nusantara sering mendapat ancaman dari kapal-kapal Man o war milik angkatan laut Portugis di jalur sepanjang Pantai Selatan India dan Coromandel.1

Pada periode-periode abad pertengahan tersebut, di ketahui perjalanan haji dari Nusantara ke Tanah Hijaz pada umumnya ditempuh dengan menumpang kapal-kapal layar niaga baik milik domestik maupun milik orang-orang asing seperti kapal orang-orang Arab. Sementara kapal-kapal hasil produksi galangan kapal di Jepara atau Banjarmasin pada abad ke-16 menurut Pigafetta bisa memproduksi kapal dengan tonnase 400 ton dan cukup layak untuk pelayaran

1

Laporan yang mencuat juga yang ditulis oleh Portugis kala para sarjana dan Pedagang Muslim berkunjung dari Timur Tengah menuju Malaka mendapat banyak hadangan karena kontrol Portugis di Malaka pada abad ke-16. Hadangan ini berakibat juga pada mandeknya beberapa ekspor perdagangan ke Semenanjung Arabia dimasa itu. Lihat dalam catatan Suraiya Faroqhi. Pilgrims and Sultans: The Hajj Under The Ottomans;1517-1683.(London:I.B.Tauris & Co.Ltd Publishers, 1994).h.159-160.Lihat juga A.C.S Peacock and Annabel The Gallop.Introduction Islam, Trade and Politics in the Indian Ocean: Imagination and Reality. Dalam From Anatolia to Aceh:Ottoman, Turks and Southeast Asia.(London:Oxford University Press,2015).h.2


(19)

internasional ke Jeddah. Masa itu kapal niaga Nusantara telah menunjang kapal-kapal pelayaran yang sering digunakan muslim untuk berlayar ke tanah Hijaz.2

Memasuki abad ke-18 lalu lintas pelayaran antara Nusantara dan Samudra Hindia mulai di dominasi kapal-kapal jenis Galleon dan Frigate milik perniagaan Eropa.3 Konsekuensinya ialah kepada calon jamaah haji kadang harus berlayar menaiki kapal-kapal milik VOC dari Batavia menuju Teluk Aden sebelum ke Jeddah. Dan kondisi ini kemudian problematis karena adanya larangan bagi kapal-kapal Belanda mengangkut para jamaah haji sesuai Besluit van 4 Augustus 1716.4 Bagi pribumi hal ini menyulitkan, oleh karena itu para jamaah berinisiatif untuk menumpang kapal-kapal niaga secara sembunyi-sembunyi dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya, atau mengoptimalkan kapal-kapal milik saudagar Arab yang sering memberikan tumpangan.5

Menurut beberapa laporan yang dihimpun oleh peneliti, pelayaran dari Nusantara menuju Semenanjung Arab pada masa kapal layar membutuhkan waktu 5-6 bulan itupun sudah termasuk transitnya.6 Perjalanan laut ini pun harus memahami kondisi cuaca atau musim angin bertiup untuk kelancaran pelayaran kapal laut.7 Bahaya yang selalu menghantui dalam pelayaran kapal adalah badai

2

M.Saleh Putuhena.Historiografi Haji Indonesia.(Yogyakarta:LKiS,2006).h.132 3

Larrie D.Ferreiro. Ships and Naval:The Birth Naval Architecture in The Scientific Revolution, 1600-1800.(London:MIT Press Cambridge,2007).h.28

4

Johan Eisenberger.Indie en de Bedevaart naar Mekka.(Leiden:M.Dubbeldeman,1928).h.14 5

Pada tahun 1825 di ketahui Syekh Magbar Al-Bugis memberikan tumpangan khusus kepada 200 calon jamaah Haji yang akan pergi dari Pelabuhan Batavia dengan kapalnya. Perasaan satu keagamaan membuat pribumi Batavia sangat mengapresiasi dan menghormati orang-orang Arab. M.Saleh Putuhena.Historiografi Haji Indonesia.(2006:134)

6

Martin van Bruinessen. Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci.(Jakarta: Jurnal Ulumul Qur’an, No.5 Vol II, 1990). h.46

7

Dalam laporan kolonial abad ke 18 tentang sistem musim angin pelayaran bahwa dari bulan Mei hingga Oktober angin muson timur bertiup dari Tenggara atau dari Benua Australia, ini periode kapal datang dari timur dan pada bulan November hingga April angin muson barat bertiup dari Asia. Di antara 2 musim antara April hingga Mei dan dari Oktober ke November itu terjadi


(20)

dan ombak tinggi.8 Sementara pada tahun 1854 merujuk catatan Abdullah Kadir Al-Munsyi perjalanan kapal layar memakan waktu 3 bulan untuk ke Jeddah bila dari pelabuhan Singapura,9 tetapi bila menumpang kapal dari pelabuhan Batavia atau pelabuhan di sekitarnya memakan waktu lebih lama tergantung waktu transit di tiap-tiap pelabuhan untuk berganti kapal karena kapal layar saudagar Arab yang menuju pelabuhan Jeddah lebih banyak tersedia di pelabuhan Singapura.10

Perjalanan atau rute transportasi para haji dari Nusantara ke Semenanjung Arabia melewati lautan sebenarnya adalah sama dengan jalur lalu lintas perdagangan secara umum karena kapal-kapal layar tersebut juga sebagai kapal dagang. Dan bukan hanya orang-orang Asia yang memakai jalur ini, namun para penjelajah Eropa pun demikian menggunakannya.11 Jalinan interaksi yang terjalin sudah sangat lama membuat kemudahan akses pribumi Nusantara dalam beberapa waktu berikutnya untuk melakukan aktifitas ke Timur Tengah baik dalam transmisi ideologi maupun kepentingan politik dan perdagangan.12 Aktivitas para jamaah haji ini sangat memainkan peranan penting dalam membentuk jaringan internasional antara umat Muslim.13

pancaroba. Dari daghregister 1744-1777 dikutip oleh G.J.Knapp. Shallow Waters, Rising Tide: Shipping and Trade in Java Around 1775.(Leiden:KITLV Press, 1996).h.53-54

8

Suraiya Faroqhi.Pilgrims and Sultans…(1994:133) 9

Amin Sweeney.Kisah Pelayaran Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Singapura ke Mekkah .Jilid I.(Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2005).h.299-303

10

Henri Chambert Loir, et.al.Naik Haji di Masa Silam:Kisah-Kisah orang Indonesia naik Haji 1482-1890.Jilid I.(Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2013).h.374-375

11

Fernand Braudel. Civilization and Capitalism 15th-18th Century.(Volume III:The Perspective of The World).(London:Collins,Grafton Street, 1984) h.112

12

Persentuhan Islam dan Nusantara di ketahui pertama kali sejak era Kekhalifahan Islam dan sejak abad ke-7 M orang-orang Nusantara di kenal dengan komunitas Jawi. lihat Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara: Abad XVII dan XVIII.(Bandung: Mizan, 2004).h.12, lihat juga dalam catatan J.C.Van Leur. Dia tidak menyebut bangsa Islam tetapi hanya bangsa Arab sejak abad 4 M sudah ke Nusantara dalam Indonesian Trade And Society: Essays in Social and Economic History.(Foris Publication Holland:KITLV,1983).h.111-115

13

M.C.Ricklefs. Mystic Synthesis in Java: A History of Islamization from the Fourteenth to the Early Nineteenth Century.(Norwalk: East Bridge, 2006).h.225


(21)

Sepanjang abad ke-19 kapal-kapal layar masih tetap eksis digunakan untuk pelayaran ,namun secara kapasitas sering kesulitan untuk menampung jama’ah haji yang setiap tahun terus membludak. Setelah Terusan Suez dapat dibuka tahun 1869 persaingan dagang semakin meningkat, di tandai evolusi perkapalan ke kapal uap dan menjadi tanda kemajuan transportasi haji dari kapal layar berganti dengan kapal uap. Karena itu pemerintah kolonial tahun 1873 memutuskan turut serta dalam pengangkutan haji yang bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan pelayaran Belanda yaitu Rotterdamasche Llyod, Mij Nederland dan Mij Oceaan.14

Di sisi lain pemerintah Hindia Belanda juga mengharuskan Batavia membuka pelabuhan baru untuk menunjang perekonomian agar kapal-kapal uap bertonnase besar dapat melakukan bongkar muat di dermaga, dan pada akhirnya Tanjung Priok pun dibuka tahun 1887.15 Hal ini membuat sarana transportasi di Batavia pun ikut berkembang pesat pada akhir abad 19. Kapal-kapal uap banyak bermunculan di Pelabuhan utama Hindia Belanda Tanjung Priok, dan aspek persaingan bebas antara perusahaan-perusahaan pelayaran pun demikian terlihat.16

Meningkatnya lalu lintas kapal-kapal uap di Pelabuhan Tanjung Priok memang menjadi tanda kemajuan ekonomi untuk memfasilitasi ekspor-impor komoditas dagang Hindia Belanda ke Eropa.17 Apalagi memasuki tahun 1900an

14

Untuk menguasai pengapalan atas saingannya saat itu yaitu Inggris dan Arab. hal ini menginisiasi pemerintah untuk terjun dalam dunia bisnis pengangkutan jamaah haji, oleh karena itu perusahaan pelayaran Rotterdamsche Llyod, Mij Nederland, dan Mij Oceaan di kontrak oleh pemerintah sejak tahun 1873 untuk di gabung dalam satu kongsi yang di kenal dengan Kongsi Tiga. Lihat M.Dien Madjid.Berhaji di Masa Kolonial.(Jakarta:CV Sejahtera,2008).h.54-56

15

De Haven van Tandjong Priok dalam De Indische Gids 1924 .h.734-735 16

Bisa dilihat setelah perusahaan pelayaran dalam negeri yaitu KPM berjaya tahun 1900 di Hindia Belanda, bahwa visi kompeni memprioritaskan secara ekonomi dapat mengisolasi pelabuhan saingan terberatnya pada masa itu yaitu Singapura. Singgih Tri Sulistyono.Dinamika Kemaritiman dan Integrasi Negara Kolonial dalam kumpulan tulisan Indonesia Dalam Arus Sejarah Jilid IV:Kolonisasi dan Perlawanan. (Jakarta.KEMENDIKBUD,2012).h.115

17


(22)

dari sebelumnya hanya ada 800 kapal dalam setahun yang masuk ke Pelabuhan pada tahun 1913 menjadi 1636. Periode-periode awal abad ke-20 juga menjadi tanda kemajuan ekonomi di Hindia Belanda dengan cukup sejahteranya rakyat pribumi di tanah Jawa.18 Saat itu pertumbuhan ekonomi pelayaran sangat pesat pada tahun 1912 saja meningkat hingga 20%,19 beriringan dengan jumlah jamaah haji yang meningkat hingga berjumlah 18.694 orang.20 Perkembangan ekonomi memang menjadi faktor utama perkembangan jumlah jamaah haji.21

Di ketahui kemudian bahwa semangat liberalisasi pelayaran oleh kolonial bertujuan untuk mengembangkan kekuatan ekonomi pelayaran Hindia Belanda.22 Namun dalam perkembangannya, pertumbuhan sektor ekonomi dari kapal-kapal uap Belanda tidak menjamin kualitas kapal yang layak untuk mengangkut jamaah haji. Perjalanan menggunakan kapal uap dari Batavia ke Jeddah atau sebaliknya memang lebih cepat karena paling lama 49 hari ,dan pada abad ke-20 perjalanan dengan kapal uap hanya memakan waktu antara 19-25 hari. Namun kemudian timbul masalah baru yaitu jamaah sering terjangkit penyakit menular dan dampak paling buruk adalah meninggal dalam perjalanan kapal uap. Menurut Dr.Ziesel pada umumnya pelayanan kesehatan di kapal-kapal Belanda tidak lebih baik di

18

J.S.Furnivall.Hindia Belanda:Studi tentang Ekonomi Majemuk.(Jakarta:Freedom Institute, 2009).h.349

19

Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch Indie over het jaar 1912. (Batavia: F.B.Smits,1913).h.1-2

20

ANRI. 1912-1913 Pelgrimregister dalam (Arsip Algemene Secretaries Tzg Agenda: Seri Grote Bundel,1892-1942).No.6697 Tzg.GB.Ag.1913/39374.

21

Bila dilihat nanti Jumlah jamaah Haji terus meningkat pasca Perang Dunia ke-I (1914-1918).lihat Jacob Vradenbergt.Ibadah Haji:Beberapa Ciri dan Fungsinya di Indonesia…(1997:28)

22

Menurut van Leur dalam Mahan op den Indischen lessenar yang dikutip Abdurrahman Hamid ,Pemerintah Hindia Belanda terpengaruh teori Mahan yaitu agar memperkuat armada laut untuk kepentingan ekonomi dan politik suatu Negara Maritim. Abdurrahman Hamid.Sejarah Maritim Indonesia.(Yogyakarta:Ombak,2013).h.28-29


(23)

banding kapal-kapal Inggris.23 Sehingga meningkatnya pertumbuhan kapal uap milik Hindia Belanda, tidak mengurangi pilihan jamaah haji Hindia Belanda untuk menaiki kapal-kapal milik swasta lain.24

Dalam laporan medis sejak pertengahan akhir abad ke-19, banyak jama’ah haji yang meninggal terkena wabah penyakit menular ,dan seringkali mereka meninggal dalam perjalanan di kapal uap yang tidak sehat.25 Seperti pada bulan Juni tahun 1882 sebuah kapal milik Perusahaan Pelayaran Rotterdamsche Llyod

yang berangkat dari Tanjung Priok, Batavia di duga jamaahnya terjangkit kolera setelah 24 jam menjalani pemeriksaan kesehatan di Karantina Kamaran.26 Pada tahun 1891 sebuah kapal Gelderland yang datang ke Tanjung Priok dengan membawa 700 jamaah Haji dari Jeddah di dapat 32 orang jamaah yang meninggal dalam perjalanan karena di ketahui tanpa seorang dokter di dalam kapal.27 Dan 2 tahun kemudian pada tahun 1893 sebuah kapal Samoa berbobot 5000 ton mengangkut 2500 jamaah dari Jeddah, tetapi saat tiba di Tanjung Priok di dapat banyak penumpang yang terkena penyakit menular dan 61 orang di antaranya meninggal dalam perjalanan karena kurangnya perawatan kesehatan.28

23

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee.(Amterdam:P.H.Vermeulen, 1929).h.120-121

24

Beberapa jamaah haji asal Sumatra dan Kalimantan Barat lebih memilih Kapal milik Inggris yang berangkat dari Pelabuhan Singapura, karena memang biaya yang lebih murah dibanding Kapal Belanda, lalu dikapal Inggris jamaah dapat memilih untuk memasak kesukaannya sendiri. Jan Hendrik Ziesel. De Pelgrims Quarantaine…..(1929:122). Lihat juga M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.(Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2008). h.353

25

Liesbeth Hesselink.Healers On The Colonial Market:Native Doctors and Midwives in The Dutch East Indies.(Leiden:KITLV Press,2011).h.302

26

P.Adriani. De Bedevaarten naar Arabie en de Verspreiding der Epidemische Ziekten :eene Epidemologische studie voor Medici en Politici. (Ooltgensplaat: M.Breur,1899).h.10

27

Surat Snouck Hurgronje kepada Direktur Pengajaran, Ibadah dan Kerajinan di Madiun, tanggal 12 Januari 1891

28

Dalam surat Menteri Kolonial tertanggal 9 Juni 1893 No.5823 menuturkan bahwa Kapal yang berisi 2500 sampai 3000 jamaah sangat berbahaya untuk kesehatan mereka dan secara tidak langsung menimbulkan kematian di Hindia Belanda karena penyakit menular. (Arsip Algemene


(24)

Wabah penyakit ini seperti pes, kolera dan lain-lain yang menyebar dan menjadi perhatian dunia internasional.29 Konsulat Belanda sendiri telah mensinyalir sebelumnya bahwa penyebaran penyakit endemik ini melalui aktivitas perkapalan.30 Sementara keadaan di Mekkah sendiri usaha untuk pembasmian wabah seperti kolera sudah dilakukan Dinas Kebersihan Turki, penyakit-penyakit menular yang memang timbul sejak tahun 1831 terjadi sewaktu berlangsungnya ibadah haji.31 Oleh karena itu Turki dengan beberapa negara penyelenggara perjalanan haji melaksanakan Konferensi Sanitasi Internasional yang digelar pada tahun 1892 dan 1897 di Venesia, serta tahun 1893 di Dresden, kemudian di Paris pada tahun 1894 dan 1900. Hasil konferensi itu membentuk pengelolaan yang lebih baik pengawasan kesehatan jamaah haji semenjak keberangkatan dalam kapal serta saat kepulangan dan pengawasan bersama terhadap karantina untuk pemeriksaan kesehatan jama’ah haji di pulau Kamaran, Laut Merah.32

Hal itu yang mengilhami usaha-usaha perbaikan fasilitas kesehatan pelayaran kapal-kapal haji oleh pemerintah Hindia Belanda dengan di tetapkan ordonansi pelayaran haji tahun 1898 dan 1922. Serta pada tahun 1911 menetapkan

Secretaries:Missive Gouvernement Secretaries (MGS): Seri Grote Bundel(GB),1892-1942). No. 2811 MGS 4-11-1893. GB.Ag.2280

29

Berkumpulnya ratusan manusia ini menjadi dasar penularan penyakit, yang dibawa dari negeri asal jama’ah atau penularan penyakit itu terjadi saat melaksanakan ritual haji. Penularan penyakit cepat menyebar disebabkan berbedanya ketahanan tubuh jamaah selama tinggal berbulan-bulan di Hijaz(Mekkah). M.Dien Madjid.Berhaji di Masa Kolonial.(2008:112)

30

Wibowo Priyanto,dkk.Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda.(Depok: Kerja sama FIB UI-UNICEF Jakarta-Komnas FBPI,2009).h.198

31

Sejak tahun 1831 telah dibuatkan sebuah Karantina untuk pengawasan kesehatan jamaah haji sebelum sampai Pelabuhan Jeddah, namun semakin meningkatnya pasien saat wabah penyakit endemik terjadi, pada tahun 1865 di buatlah kesepakatan antara Negara-negara koloni untuk memperluas stasiun Karantina dan di sepakati kapal-kapal haji harus singgah di Pulau Kamaran. Lihat catatan Dr.Johan Eisenberger.Indie en de Bedevaart naar Mekka.(Leiden: M. Dubbeldeman, 1928).h.81, bandingkan dengan Snouck Hurgronje.Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje. Jilid V (Jakarta: INIS,1996). hal.28

32

Dalam ketentuan hasil konvensi sanitasi internasional juga di rekomendasikan kapasitas ruangan bagi jamaah haji 5-10 orang per 100 registerton bruto kapal. Lihat P.H.Van Der Hoog. Pelgrims Naar Mekka.(‘S-Gravenhage:Leopold’s Uitg,-Mij,1935).h.170


(25)

Ordonansi untuk Karantina (Quarantine Ordonantie) sebagai bentuk pengawasan kesehatan penumpang-penumpang dalam Kapal dan untuk memfasilitasi pencegahan penyakit menular.33 Dan karantina jamaah haji tersebut berada di Pulau Rubiah, Sabang, dan Pulau Onrust serta Kuiper di Batavia.34 Saat itu tempat Pelabuhan haji juga di jadikan tempat pemeriksaan kesehatan dan penyelidikan sanitasi kapal di Pelabuhan Embarkasi atau Debarkasi Hindia Belanda masa kolonial ditetapkan di enam Pelabuhan utama yaitu Makassar, Surabaya, Tanjung Priok, Palembang, Teluk Bayur dan Sabang sesuai ordonansi haji 1922.35

Namun perkembangannya saat jamaah semakin meningkat, kapal-kapal pemerintah di nilai kesulitan dalam menjaga kesehatan jamaah haji. Hal demikian seperti di ulas media-media pribumi dalam Pandji Poestaka di beritakan:

“Mendjaga kesehatan jamaah hadji sedjak berangkatnja hingga poelang kembali kenegerinja masing-masing adalah soeatoe soal jang amat soelit. Dikapal mereka hidoep berdesak-desak kadang-kadang hingga lebih seriboe orang, Beberapa minggoe lamanja. Kalau berdjangkit penjakit menoelar dalam keadaan jang demikian itoe alangkah besar bahajanja!”.36

Bila di lihat dari laporan kapal milik perusahaan-perusahaan pelayaran Hindia Belanda yaitu Mij Nederland, Rotterdamsche Lloyd, dan Mij Oceaan yang tergabung dalam Kongsi Tiga. Dari tahun 1921 sekitar 22% jamaah yang meninggal dunia dalam kapal-kapal perusahaan tersebut, namun seiring perbaikan dan ketegasan pemerintah soal peningkatan fasilitas kapal-kapal haji. jumlah

33

Lihat kebijakan pemerintah yang berhubungan terhadap perbaikan sarana kesehatan untuk Kapal-kapal penumpang maupun Haji dalam Staatsblad 1898 No.294, Staatsblad 1905 No.370, Staatsblad 1911 No.277 dan Staatsblad 1922 No.698.

34

Staatsblad van Nederlansch Indie. 1922 No.698 Stoomvaart Pelgrims. 35

Lihat Husni Rahim.Sistem Otoritas dan Administrasi Islam:Studi Tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang.(Jakarta:Logos,1998).h.183 dan lihat juga M.Dien Majid yang tidak menyebutkan Teluk Bayur tetapi Pelabuhan Emena(Padang) .Berhaji di Masa Kolonial.(2008:105).

36

Hal-ihwal Perdjalanan Naik Hadji jang laloe di Kamaran (1927-1937).Dalam Pandji Poestaka, No.81 Tahoen XV edisi 8 October 1937.


(26)

kematian jamaah dalam kapal mulai menurun pada tahun 1926-1927 hingga 5% sampai 2,3% dari total keseluruhan jamaah haji yang naik di dalam kapal seiring perbaikan kapal-kapal haji milik pemerintah.37

Dari latar belakang tersebut studi ini berupaya untuk memberikan informasi bahwa, kebijakan tentang pelayaran transportasi haji dalam ordonansi haji tahun 1898 dengan tahun 1922 secara hampir keseluruhan substansinya untuk peningkatan fasilitas kesehatan dan kenyamanan transportasi jama’ah haji. Namun tetap saja dalam laporan perjalanan kapal-kapal haji selalu ada jamaah yang meninggal di kapal karena kondisi kapal dan kurangnya pelayanan kesehatan jamaah haji. Oleh karenanya penulis memutuskan hal ini sebagai objek kajian sejarah dengan melakukan peninjauan antara ketetapan ordonansi dan fakta pelayanan yang terjadi di lapangan dengan judul: Transportasi Jamaah Haji : di Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan Batavia (Tahun 1911-1930).

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian penulis memilih batasan waktu sejak puncak liberalisasi pelayaran tahun 1911, bersamaan dengan upaya pemerintah dalam pencegahan penyakit menular (Besmettelijke Ziekten) dalam perjalanan kapal haji maupun saat di Pelabuhan Hindia Belanda tahun 1911 dalam Ordonansi Karantina (Staatsblad 1911 No.277). Dan perbaikan terhadap kondisi kapal haji tahun 1922 seiring perkembangan pelayaran Hindia Belanda yang pesat antara tahun 1912-1914 serta tahun 1927-1929 yang berpengaruh pada perkembangan Kongsi Tiga sebagai kapal-kapal haji Hindia Belanda. Perkembangan ekonomi tersebut kemudian mengalami resesi seiring masa depresi ekonomi dunia tahun 1930 dan ini sebagai

37


(27)

batasan ruang lingkup penulisan dinamika pelayaran transportasi haji di embarkasi Batavia. Agar proses penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini harus dibatasi secara angka tahun objek yaitu antara tahun 1911-1930.

Merujuk ruang lingkup masalah di atas, dan untuk mempermudah proses pendeskripsian tersebut, maka penelitian ini di fokuskan dalam rumusan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi umum Batavia selain sebagai Kota Pelabuhan Niaga juga sebagai Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan Haji ?

2. Bagaimana keadaan dunia pelayaran dan perniagaan umumnya pada masa itu serta dampaknya pada kebijakan transportasi kapal-kapal haji?

3. Bagaimana kondisi fasilitas dan pelayanan transportasi jamaah haji dari Embarkasi/Debarkasi Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia?

4. Bagaimana kondisi jamaah-jamaah haji dalam perjalanan di atas kapal-kapal haji Hindia Belanda dari Pelabuhan Batavia?

Pertanyaan-pertanyaan diatas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini di rancang secara substansial untuk menggambarkan kondisi atau situasi, Perkembangan Transportasi Haji di Embarkasi Pelabuhan Tanjung Priok Batavia. Dengan menggunakan analisa faktor-faktor sosial-politik, ekonomi dan kesehatan maka tujuan penulisan di rincikan sebagai berikut.

1. Tujuan Penelitian

a. Secara akademik, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi Transportasi di Pelabuhan baru Batavia, Tanjung Priok selain sebagai


(28)

Pelabuhan Niaga namun juga Pelabuhan Haji. Hal ini dengan menimbang pula kebijakan yang di ambil kolonial terkait fasilitas transportasi Haji. Hasil penelitian ini, akan diperoleh pengetahuan bagaimana dinamika sejarah perjalanan transportasi haji antara tahun 1911-1930.

b. Untuk menganalisa bagaimana faktor-faktor eksternal seperti kondisi sosial, politik, perekonomian (dalam hal ini pelayaran dan perdagangan), serta kondisi kesehatan, yang hangat berkembang antara tahun 1911-1930 mempengaruhi dinamika perjalanan jamaah haji Hindia Belanda. Dan sebagai upaya pemecahan masalah perjalanan haji masa kolonial

2. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan hasil penelitian sejarah transportasi angkutan haji dan beberapa kebijakan haji masa kolonial ini, dapat digunakan sebagai tinjauan pemikiran dalam menentukan kebijakan manajemen haji, guna meminimalisir permasalahan haji yang biasa terjadi dari tahun ke tahun. b. Diharapkan akan meningkatkan kepedulian dan kepekaan masyarakat

yang telah atau ingin menunaikan ibadah haji untuk lebih menjadi insan yang berguna sebagaimana dipelajari dari orang-orang yang telah memberikan ilmunya pada masa lalu.

c. Sebagai bahan motivasi para peminat dan penulis sejarah, khususnya peneliti sejarah Islam, untuk lebih bisa menghasilkan karya-karya yang bersifat terbuka terhadap aspek lain sejarah seperti sudut pandang Hukum. d. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan bagi

penelitian selanjutnya di bidang yang sama, guna menghasilkan penulisan yang lebih baik lagi.


(29)

D. Tinjauan Pustaka

Mengenai buku tentang haji masa Kolonial lebih banyak berbahasa Belanda atau Inggris. untuk sumber berbahasa Indonesia dan bahasa Melayu tulisan M.Dien Majid, M.Saleh Putuhena, Henri Chamber Loir dkk.Dalam tulisan M.Saleh Putuhena yang berjudul Historiografi Haji Indonesia memaparkan praktik pelaksanaan Haji masyarakat Muslim diNusantara sejak abad XV hingga pertengahan pertama abad XX tepatnya hingga tahun 1940. M.Saleh mengeksplor haji secara general dari aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berpengaruh terhadap perjalanan haji dan perbedaan dengan tulisan ini adalah tidak adanya suatu fokus dalam tulisan Saleh Putuhena. Dalam penelitian ini fokus pada aspek pelayaran perjalanan haji. kemudian

Dalam buku lainnya yang telah disusun dan diterbitkan oleh Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama tahun 2012 berjudul Haji Dari Masa ke Masa menjelaskan Perhajian di Indonesia dari pra kolonial hingga masa reformasi beserta peraturan yang menyertainya. Namun, pembahasan tentang haji masa kolonial misalnya hanya terdapat 15 halaman dalam Sub-Bab haji masa kolonial dan pembahasan sejak diberlakukannya peraturan haji tahun 1825 hingga revisi ordonansi 1922 hanya terdapat 6 halaman. Buku penting lainnya terbitan terbaru adalah karya Henri Chambert Loir beserta tim.”Naik Haji di Masa Silam: Kisah-kisah orang Indonesia Naik Haji”

dari tahun 1482 sampai 1960 (3 Jilid). dengan memunculkan kembali beberapa salinan naskah catatan harian perjalanan para jamaah haji secara personal dari Nusantara, namun hanya beberapa yang dapat di ambil sebagai sumber. Dan untuk mengetahui situasi perjalanan dari Embarkasi Tanjung Priok penulis lebih


(30)

mendayagunakan catatan R.A.A.Wiranata Koesoema seorang Bupati Bandung yang berangkat dengan Kapal Sitoebondo dari Embarkasi Tanjung Priok pada bulan Maret tahun 1924. Naskah edisi Melayu terbitan Balai Poestaka ini hanya terdapat 1 buah di PNRI dengan kode 719, berjudul Perdjalanan Saja ke Mekah.

Dan buku penting yang menjadi pedoman penulis adalah karya M.Dien Majid terbitan tahun 2008 berjudul Berhaji di Masa Kolonial pembahasannya cukup fokus pada permasalahan ordonansi Haji dari tahun 1825 hingga 1922, walaupun buku ini tidak membahas ordonansi Haji 1898. Dalam kajian penelitian buku ini lebih di titik beratkan pada perjalanan haji di akhir abad ke-19, sedangkan penulisan skripsi ini mencoba fokus pada abad ke-20. namun sampai saat ini penulis masih menjadikan buku ini sebagai referensi utama karena selain membahas faktor-faktor terbentuknya ordonansi tetapi juga pembahasan menarik lainnya adalah masalah swastanisasi haji masa kolonial yang sangat jarang dilirik oleh para pemerhati sejarah haji masa kolonial.

Kompilasi surat nasehat-nasehat C.Snouck Hugronje dari tahun 1889-1936 Jilid VIII terbitan tahun 1993 yang dibukukan oleh E.Gobee dan C.Adrianse. ini adalah kumpulan nasehat dalam bentuk surat-surat Snouck semasa menjadi penasehat urusan Arab dan pribumi persoalan pelanggaran perusahaan-perusahaan pelayaran haji. Untuk karya tulisan surat-menyurat Snouck tersebut lebih banyak di pakai penulis sebagai gambaran umum permasalahan-permasalahan haji masa colonial. Edisi jilid VIII tentang serba-serbi haji ini Snouck sangat keras mengkritik konsep karcis pulang-pergi untuk jamaah haji. Surat-surat Hurgronje tersebut sering menjadi acuan pemerintah dalam membuat kebijakan haji.


(31)

Tentang angka atau statistik jamaah yang meninggal dalam perjalanan pulang-pergi Kapal haji Hindia Belanda dan Karantina bagi jamaah Haji, serta persaingannya dengan Kapal Haji milik Inggris tulisan disertasi Jan Hendrik Ziesel terbitan universitas Amsterdam tahun 1929 menjadi acuan, yang berjudul

De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee (Karantina Haji di Laut Merah),

menurutnya jamaah dalam kapal haji Hindia Belanda lebih sering terkena penyakit cacar sesuai laporan petugas kesehatan. Tema lain yang membahas perjalanan Haji Hindia Belanda adalah karya Johan Eisenberger yang penulis jadikan juga sebagai rujukan utama berjudul Indie en de Bedevaart naar Mekka, (Pribumi dan Perjalanan Haji ke Mekkah) terbitan tahun 1928 soal ordonansi Haji dan pengangkutan jamaah Haji dari Hindia Belanda ke Jeddah, menurutnya ordonansi pelayaran haji yang jelas hanya ada 2 di Hindia Belanda yaitu ordonansi Haji 1898 dan 1922. Pengangkutan jamaah haji menurutnya dapat berjalan lancar setelah berdirinya maskapai dalam Negeri Hindia Belanda tahun 1888 yaitu Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) di mana pola kerjasama yang baik antara KPM tiga maskapai pelayaran haji (Kongsi Tiga).

Soal kesehatan jamaah Haji juga penulis mengambil rujukan kajian perjalanan haji abad ke-19 dari seorang dokter karantina “P.Adriani, dalam bukunya De Bedevaarten naar Arabie en de Verspreiding der Epidemische Ziekten :eene epidemologische studie voor Medici en Politici, dimana menurutnya pertimbangan-pertimbangan konvensi sanitasi internasional harus menjadi landasan kuat kebijakan haji di Hindia Belanda sebagai bentuk pencegahan wabah penyakit endemik untuk jamaah haji oleh pemerintah.


(32)

Beberapa laporan tahunan pemerintah Hindia Belanda menjadi bahan rujukan primer untuk pembahasan mengenai Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia abad ke-20 sebagai pelabuhan utama Hindia Belanda penulis menggunakan laporan tahunan pemerintah seperti Jaarverslag van der Haven Tandjong Priok, Koloniaal Verslag, Indisch Verslag, Regeerings Almanak. Dan naskah kebijakan pemerintah kolonial terhadap perjalanan haji yaitu Staatsblad van Nederlansche Indie dari tahun 1859 sampai aturan perubahan Ordonansi Haji tahun 1922, serta aturan tambahan dari sirkuler pemerintah dalam naskah Bijblad op het Staatsblad.

Sebagai tambahan juga merujuk laporan tahunan maskapai-maskapai haji dalam

Mij Nederland verslag serta Rotterdamsche Lloyd verslag walaupun tidak detail dalam pengangkutan haji. Rujukan primer lainnya adalah data dan perkembangan haji (pelgrims verslag) dari arsip-arsip Algemene Secretarie tahun 1891-1942.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (historis).38 Di tulis dengan pikiran deduktif dari wilayah umum ke masalah khusus di bantu pendekatan multi dimensional. Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan kejadian, suasana dan masanya. Adapun analisa pada faktor-faktor ekonomi, sosial, politik dan kesehatan menjadi faktor pendukung untuk menilai praktik kebijakan. Namun, pasti dalam penelitian ini semua aspek akan saling berhubungan walau ada dominasi dari satu aspek, karena hubungan antara suatu aspek memberikan pengaruh kepada aspek lainnya.39

38

Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah.(Jakarta:UI Press, 1983).h. 32 39

Sartono Kartodirjo.Pendekatan Ilmu Sosial dan Metode Sejarah.(Jakarta:Gramedia Pustaka, 1992).h.87


(33)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah oleh karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu di tempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, yaitu suatu cara untuk mencari akar permasalahan dengan cara menguraikan, menafsirkan, mencatat, dan melanjutkan proses analisa data.40 Sebagai cara untuk memaparkan kondisi transportasi haji masa kolonial serta kebijakan pemerintah terhadap perbaikan fasilitas transportasi jamaah haji. Oleh karena itu, proses dalam analisis data dalam penelitian ini berdasarkan :

1. Heuristik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber

(Dokumen).41 Maka dalam hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library

Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan

dengan tema dalam skripsi ini, seperti buku-buku, majalah, koran, dan arsip lainnya sebagaimana yang telah di paparkan sebelumnya dalam tinjauan pustaka. Dalam hal ini, penulis telah mengunjungi beberapa tempat seperti Perpustakaaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Istiqlal, Perpustakaan UI, Arsip Nasional RI(ANRI), dan PNRI serta mengunjungi beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta namun demikian Perpustakaan daerah Jakarta juga mendapat perhatian. Untuk memperkaya perbendaharaan sumber penulis, selain itu penulis juga menggunakan

40

Louis Gottschalk.Mengerti Sejarah.(Jakarta:UI Press,1983).h.30 41

Dudung Abdurahman. Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta:Logos Wacana Ilmu, 1999), h.54


(34)

buku-buku dan berbagai media cetak koleksi pribadi yang berhubungan dengan tema sebagai sumber, baik itu sumber primer ataupun sekunder. 2. Tahap selanjutnya yaitu Verifikasi atau kritik sumber juga terkait dengan

keaslian sumber (otentisitas) dan urgensitas sumber. di mana semua sumber-sumber telah terkumpul baik berupa buku-buku, majalah, koran, dan arsip-arsip koloni. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya untuk mengindentifikasi keabsahannya tentang keaslian dan kredibilitas sumber (otentisitas) yang dilakukan baik melalui kritik interen maupun kritik eksteren serta melihat urgensitas sumber tersebut.42

3. Interpretasi atau penafsiran sejarah, karena itu, data-data yang sudah terkumpul di lakukan metode kritik sumber, untuk menafsirkan fakta-fakta serta menhubungkan fakta satu dengan fakta lainnya. Oleh sebab itu, dalam teknik interpretasi ini, diharapkan peneliti mampu menemukan berbagai kronologi suatu fakta dari suatu kejadian , dalam penulisan ini adalah meninjau praktik atau aktifitas perusahaan-perusahaan pelayaran pengangkutan jamaah haji.

4. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi sebagai upaya penulisan sejarah secara berurutan melalui suatu rangkaian heuristik, verifikasi dan interpretasi. Dan merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan.43 Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan penulisan.

42

lihat dalam Dudung Abdurrahman. Metode Penelitian Sejarah…..(1999:58-64) 43


(35)

F. Landasan Teori

Sepintas mungkin tulisan ini melihat bagaimana fokus keadaan transportasi haji setelah diberlakukan ordonansi Haji 1898 dan 1922 yang umumnya tentang higienitas kapal-kapal haji serta di dukung ordonansi Kapal uap dan Karantina masing-masing tahun 1905 dan 1911. Bila merelevansikan dengan teori G.J.Resink bahwa melalui pendekatan hukum kita dapat mengetahui benang merah dari untaian panjang sejarah kolonial, yaitu selalu adanya konflik interpretasi terhadap ketentuan yang telah dirumuskan tentang “kedaulatan” dan “kekuasaan”. Konflik ini bukan hanya sekedar bagaimana masing-masing orang menafsirkan ketentuan itu, tetapi juga yang lebih penting adanya ketimpangan antara ketentuan resmi dengan kenyataan di lapangan.44 Dan di sini perusahaan pelayaran pengangkutan haji tidak bekerja maksimal dalam melayani jamaah haji. Sementara untuk melihat bagaimana tetap tingginya minat masyarakat terhadap haji walaupun dengan berbagai bahaya, dapat di lihat dari teori pendekatan prilaku dalam sejarah oleh F.Berkhofer menurutnya situasi lingkungan, kultural ,sosial, ekonomi dan lainnya mempengaruhi keadaan seseorang.45 Interpretasi atau minat calon jamaah haji dalam tulisan ini dipengaruhi tentang kondisi kapal-kapal haji milik Hindia Belanda yang belum bisa memfasilitasi dengan baik kondisi kesehatan penumpang selama di kapal.

Perusahaan pelayaran pengangkutan haji milik Kolonial dalam menyikapi kebijakan pemerintah tentang peningkatan fasilitas kesehatan transportasi haji

44

G.J.Resink.Sejarah Perkembangan Kedudukan Hukum Swapraja Di Pulau Madura. kumpulan tulisan oleh Taufik Abdullah dalam Sejarah Lokal Indonesia.(Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,1985).h.248-249

45

Robert F.Berkhofer,Jr.A Behavioral Approach to Historical Analysis.(New York:The Free Press, 1971).h.66-70


(36)

pada tahun 1898 dengan 1922 ternyata tidak banyak di hiraukan, dan umumnya transportasi haji ini lebih mementingkan aspek yang menguntungkan yaitu ekonomi pelayaran di banding aspek kesehatan penumpang.46 Karena faktanya transportasi haji umumnya lebih di fungsikan hanya sebagai pengangkut komoditas ekspor barang dagang kolonial. Sedangkan jamaah membutuhkan kenyamanan proses perjalanan haji dengan infrastruktur yang mendukung. Oleh karena itu akan di analisis dinamika penyelenggaraan haji di lihat dari segi fasilitas yakni pola kerjasama pemerintah dengan perusahaan-perusahaan pelayaran (transportasi Haji) selama masa kolonial menggunakan pendekatan multidimensional.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menyajikan laporan dan penulisan penelitian, sekaligus memberikan gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi ini. Penulis menyusun sistematika penulisan ini kedalam 5 bab beserta bibliografi dengan urutan sebagai berikut.

BAB I : berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, landasan teori dan sistematika penulisan.

BAB II : merupakan bab inti pertama yang membahas gambaran umum Batavia sebagai kota kolonial. Dan bagaimana melihat peranan Batavia juga sebagai

46

Dalam kesimpulannya tentang penyelenggaraan haji Vradenbergt menguraikan “untuk kepentingan ekonomi dan politik pemerintah mengaturnya hanya demi keuntungan sistem monopolinya ,dan ambisinya untuk menguasai semua pengapalan”. Lihat Jacob Vredenbergt, Ibadah Haji Beberapa Ciri dan Fungsinya di Indonesia. Dalam kumpulan tulisan Dick Douwes & Nico Kaptein.Indonesia & Haji.(Jakarta:INIS,1997).h.6-7


(37)

embarkasi/Debarkasi pelabuhan haji masa Hindia Belanda dengan infrastruktur yang amat mendukung.

BAB III : merupakan bab inti kedua yang akan membahas perkembangan pelayaran dan dampaknya pada inovasi transportasi jamaah haji serta pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintahan Hindia Belanda terhadap pelayaran transportasi haji pada abad ke-XX.

BAB IV : merupakan bab inti ketiga yang membahas permasalahan-permasalahan dalam pelayanan dan fasilitas penunjang kapal-kapal haji milik Hindia Belanda serta kondisi pengangkutan jamaah haji di Embarkasi Pelabuhan Tanjung Priok Batavia.

BAB V ; mengandung dua sub-bab, yaitu kesimpulan yang merupakan pandangan penulis tentang hasil penelitian. Kesimpulan merupakan hasil akhir yang dapat penulis berikan sebagai puncak dari penelitian yang dilaksanakan. Sub-bab kedua; saran-saran yang merupakan anjuran penulis kepada para akademisi yang memiliki perhatian terhadap penelitian transportasi jamaah haji agar di kaji lebih mendalam aspek kesehatan jamaah haji karena kurang mendapat perhatian.


(38)

21 BAB II

GAMBARAN UMUM BATAVIA

A. Aspek Geografis dan Demografis

Kalau kita pahami kawasan Teluk Batavia yang kemudian menjadi poros kota pelabuhan ini secara historis terbentuk karena faktor geologis atau faktor alam.1 Teluk Batavia mempunyai perairan yang terlindungi oleh pulau-pulau yang berada di garda depan yang disebut Kepulauan Seribu. Dan memberikan dampak yang sangat menguntungkan untuk perkembangan pelayaran dan perdagangan. Faktor ekologi Teluk Batavia yang subur juga ikut berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu kota.2 Saat Batavia di guncang peristiwa meletusnya Gunung Salak yang terletak di Bogor tahun 1699 sangat berakibat pada garis pantai Batavia bergeser 75 meter ke arah laut setiap tahun. Sementara sesuai dengan pendapat Restu Gunawan dalam penelitiannya mengatakan bahwa antara tahun 1625-1873 garis pantai Batavia maju sampai 1.300 meter.3

Wilayah Batavia sendiri beriklim panas dengan suhu rata-rata saat itu adalah 270 C. Angin muson barat yang terjadi pada bulan November-April dan angin muson timur yang terjadi pada bulan Mei-November sangat berpengaruh terhadap pelayaran dan terhadap morfologi pantai.4 Kota Pelabuhan ini dapat berkembang juga tidak lepas dari peranan sungai-sungai disekitarnya dan yang

1

Supratikno Rahardjo.Kota-Kota Prakolonial Indonesia:Pertumbuhan dan Keruntuhan. (Jakarta:FIB UI,2007).h.22

2

Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita.Sejarah Perkembangan Kota Jakarta.(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta,2000).h.10

3

Proses ini dapat dibuktikkan bahwa kastil Batavia yang sebelumnya berbatasan dengan laut seolah-olah bergeser ke darat. lihat Restu Gunawan.Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa. (Jakarta:Kompas,2010).h.6-9

4

Restu Gunawan.Gagalnya Sistem Kanal(2010:11). Lihat juga catatan musim angin pada abad ke-18 oleh G.J.Knapp. Shallow Waters, Rising Tide: Shipping and Trade in Java Around 1775.(1996: 53-54)


(39)

terutama adalah sungai Ciliwung sebagai pemasok bahan-bahan dari hutan di hulu dan sebagai jalan masuk untuk menuju daerah pedalaman dari hilir. Pada abad 16 sampai 19 jumlah sungai lebih banyak dari pada saat ini.5

Secara astronomis dan geografis wilayah Batavia sendiri terletak antara 60-80 Lintang Selatan dan 1060-1080 Bujur timur dengan luas pelabuhan ± 65 Km2.6 Kota yang didirikan di muara sungai Ciliwung ini saat masih bernama Jayakarta memiliki pola tata kota seperti kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa pada umumnya. Alun-alun, masjid-masjid, dan pasar-pasar. yang diperkuat pagar kayu sebagai garis pertahanan kota.7

Wilayah ini menjadi tempat perdagangan yang sangat strategis secara geografis sejak bangsa eropa yang pertama yaitu Portugis mengunjungi Sunda Kelapa pada tahun 1513 begitu menaruh perhatian terhadap wilayah ini sebagai kebutuhan untuk basis operasi perdagangan di Pulau Jawa,8 dapat dikatakan karena berada di tengah-tengah wilayah perdagangan popular di sebelah barat yaitu Malaka dan dekat Selat Sunda. Sejak awal Jan Pieterszoon Coen sebagai pimpinan persekutuan dagang VOC saat itu sudah membuat rencana bahwa Belanda akan memiliki rangkaian pos perdagangan di seluruh Asia untuk mendominasi perdagangan di wilayah tersebut.9

5

Restu Gunawan.Gagalnya Sistem Kanal.,op.cit.(2010:12) 6

Edi Sedyawati, et.al. Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. (Jakarta:Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,1987).h.20

7

Uka Tjandrasasmita. Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2009).h.142-143

8

Term ‘Sunda Kelapa’ digunakan ketika menjelaskan situasi sebelum penaklukkan oleh Fatahillah tahun 1522. Lihat Slamet Muljana.Dari Holotan ke Jayakarta .(Jakarta:Yayasan Idayu,1980) .h.41

9

Susan Blackburn.Jakarta:Sejarah 400 Tahun.(Jakarta:Komunitas Bambu,2011).h.10-11, Lihat juga dalam tulisan C.E. Boxer. Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-1799;Sebuah Sejarah Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda.(Jakarta:Sinar Harapan, 1983).h.16


(40)

Pada tanggal 30 Mei 1619 Jan Pieterszoon Coen telah berhasil mengambil alih Jayakarta dari vassal Kesultanan Banten. Dan secara otomatis kota ini jatuh ke tangan VOC dan kemudian di ganti namanya menjadi kota Batavia yang bercorak kolonial.10 Batavia di rancang menurut kota Belanda dengan sistem kanal dan kastil sebagai pusatnya, kondisi lahan yang berawa-rawa mendorong penduduk kota dalam hal ini orang Belanda dengan menerapkan teknologi untuk perencanaan kota ,bentuk residensi Belanda pun ditiru.11 Batavia dirancang sedemikian rupa selain sebagai sarana pertahanan tetapi juga untuk kelancaran transportasi. Kota di fungsikan menjadi pusat pemerintahan serta sebagai pelabuhan perdagangan internasional sehingga lebih terbuka terhadap imigran.12

Namun pimpinan Batavia setelah beberapa lama secara sadar kompeni mengalami masalah, bahwa arsitektur Eropa tidak berfungsi sebagaimana mestinya di daerah ini. Para pejabat kompeni akhirnya nanti melempar kesalahan pada iklim yang tak sehat di daerah berawa-rawa negeri tropis ini mengingat bahwa tingginya angka kematian di Batavia akibat penyakit epidemik pada abad ke-18, dan bagi sebagian Eropa Batavia menjadi tempat yang tidak layak huni karena sanitasi yang buruk.13 Akibat dari dampak buruknya bagi para pejabat koloni, pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah selatan Batavia yang lebih

10

Dalam catatan penulis sejarah versi pemerintah Belanda nama Batavia diambil dari sebuah

‟Batavier‟, nama bangsa atau nenek moyang yang dulu mendiami tanah Belanda, dan oleh pribumi

Hindia Batavia disebut Betawi.Lihat G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia. (Bandar Batawi: Koninklijk Instituut voor Taal Land & Volkekunde Nederlands Indie,1894).h.43

11

Tawalinuddin Haris. Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial (Abad XVI-XVIII).(Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007).h.12-13

12

Leonard Blusse.Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC. (Yogyakarta:LKiS, 2004).h.31

13

Tentang kondisi sanitasi Batavia lama lihat karya klasik F.de Haan.Oud Batavia. Twee Herziende Druk.(Bandung:A.C.Nix & Co,1935).pada Bab ke-IV.h.251-256


(41)

tinggi dan lebih sehat yakni wilayah Weltevreden saat era Gubernur Jendral Herman Willem Deandels(1808-1811).14

Saat Pulau Jawa secara umum dan Batavia secara khusus diambil alih oleh Inggris tahun 1811 sampai 1816 ,maka untuk mengurusi kepentingannya Inggris mengangkat Raffles sebagai Letnan Gubernur. Dalam pandangan Raffles Batavia abad ke-19 seperti di tuliskan dalam History of Java bahwa:

“Dari semua keindahan dan kemegahan yang disandangkan pada ibukota ini, ‘Queen of the East‟, hanya sedikit yang masih tersisa. Semua jalanannya rusak parah, kanal-kanalnya penuh lumpur, pelabuhan-pelabuhan mangkrak, dan bangunan-bangunannya kelabu penuh debu. Stad-house,dimana hakim tertinggi dan anggota dewan berkumpul tetap berdiri kokoh;para pedagang pada siang hari menstraksasikan bisnis mereka dikota, dan semua gudangnya masih penuh dengan hasil-hasil terkaya dari pulau-pulau segala penjuru, tetapi beberapa kaum Eropa terpandang tetap tinggal dalam batasan-batasan wilayah ini.15

Kondisi sanitasi Kota pada pertengahan abad ke-19 pun masih dapat dikatakan tidak bersih, dan berdampak kesehatan penduduk yang tidak terjaga. Residen Batavia pada tahun 1851 melaporkan ke Gubernur Jenderal bahwa ada 468 warganya yang menderita penyakit Kolera beberapa diantaranya meninggal. Dan penyakit tersebut tidak hanya di menular di wilayah kota lama ,namun juga banyak warga yang tinggal di Weltevreden juga terjangkit penyakit tersebut.16

Meskipun kota lama sudah ditinggalkan, namun kegiatan komersial Batavia masih tetap berlangsung. Penduduknya sebagian besar orang Cina yang lahir di Batavia, ditambah dengan pendatang baru dari suku-suku Hokian, Hakka, dan Kanton, mereka berkumpul di daerah Glodok. Diantara pedagang Asia lainnya juga terdapat kelompok orang Arab dan India golongan Koja dan Keling.

14

Leonard Blusse.Persekutuan Aneh.,Ibid.(2004:56), Lihat juga G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia.(1894:74)

15

Thomas Stamford Raffles.The History of Java.(Yogyakarta:Penerbit Narasi,2008).h.595 16

Rapporten van de Resident Batavia aan de Gouvernour Generaal Ned. Indie betreffende de lijdende aan de Cholera de stad Batavia. (ANRI:Arsip Batavia K.3). No.362.12


(42)

Beberapa etnis cukup banyak bercampur baur dilingkungan luar kota Batavia di antara selain yang di sebutkan sebelumnya, yaitu Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Sumbawa, Ambon, Melayu, Minangkabau, Maluku, Batak, Madura, dan juga telah lahir etnis baru yang berasal dari campuran beberapa etnis yaitu “Batavians”(Betawi) dalam jumlah besar.17

Orang-orang Betawi tersebut banyak tinggal di rumah-rumah bambu dengan fasilitas yang sangat minim. Kesenjangan rasial itu ditopang struktur kota Batavia yang di rencanakan tanpa memperhatikan kebutuhan pribumi.

Pembagian Wilayah Administratif

Pemukiman penduduk Batavia abad ke-19 terkonsentrasi di Distrik yang saat ini menjadi Penjaringan dan Mangga Besar. Batavia sendiri sejak memasuki masa pemerintahan Hindia Belanda sampai awal abad ke-20, adalah suatu Karesidenan. Residen dianggap representatif dari otoritas Gubernur Jenderal dalam kebijakannya di tingkatan provinsi.18 Luas Karesidenan Batavia abad ke-19 mencapai 11.066 Km2.19 Untuk menyesuaikan dengan perkembangan di negeri Belanda dan mengefisiensikan tugas serta wewenangnya, maka pemerintah kolonial mencoba mereorganisasi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Sejak tahun 1903 undang-undang desentralisasi diterapkan dengan

17

Lance Castles. Profil Etnik Jakarta. (Jakarta:Masup Jakarta, 2007).h.24-26 18

Clive Day.The Policy And Administration of Dutch in Java. (London:Macmillan & Co, 1904).h.418

19

Secara geografis Keresidenan Batavia masa itu ke arah selatan didominasi dataran rendah subur membentang luas sampai ke dataran tinggi yang berpusat di Gunung Salak dan Gunung Gede.Bagian utara merupakan persawahan dan tanaman kelapa, sedangkan diselatan dijadikan perkebunan kopi,coklat, kacang,indigo,buah-buahan dan kayu, lalu bagian selatan merupakan tanah partikelir. lihat dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie II. h.354


(43)

menciptakan dewan-dewan lokal. Dan pada tahun 1905 pemerintah menetapkan tiap-tiap daerah di bagi atas beberapa Gementee.20

Pada tahun 1905 populasi penduduk Karesidenan Batavia berjumlah 2.110.000 yang terdiri dari beragam etnik.21 Menurut Reglement 1854 Batavia dengan kepala pemerintahannya dipimpin oleh seorang Residen, dan secara administratif dibagi ke dalam beberapa afdeling, dan terbagi atas: Afdeling Kota Batavia, Meester Cornelis, Tangerang, Buitenzorg, dan Krawang yang masing-masing dipimpin oleh seorang asisten residen.22 Dari semua afdeling di Keresidenan Batavia, afdeling kota Batavia kemudian berkembang menjadi suatu kotapraja (Gementee) berdasarkan Stb (Staatsblad) 1905 no.204 yang berlaku mulai 1 April 1905. Lingkup wewenangnya meliputi urusan pengelolaan kota tetapi tidak berwenang dalam urusan otoritas terhadap pelabuhan besar Tanjung Priok. Luas kotapraja Batavia saat itu sekitar 250 Km persegi, dan tidak termasuk pulau-pulau luar yang menjadi bagian afdeling Batavia dan sekitarnya.23

Semenjak tahun 1908 pembagian administrasi Batavia terdiri dari 2 kawasan (distrik) yaitu Batavia yang dekat wilayah kota lama (Oud Batavia) yang mempunyai 3 kecamatan (onderdistrik) meliputi Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priok. Wilayah berikutnya Weltevreden di daerah yang saat ini disebut wilayah Jakarta Pusat mempunyai 3 kecamatan (onderdistrik) terbagi atas, Gambir, Senen dan Tanah Abang yang dikepalai para wedana dan assistant

20Abdul Riva’i.

Politik Negeri-Decentralisatie. dalam Bintang Hindia edisi tahun keempat (1 Desember 1906. No.16).h.207-208

21

Terdiri dari 14.000 orang Eropa, 93.000 Cina dan 3000 Arab. Sedangkan selebihnya adalah penduduk pribumi yang berjumlah 2.000.000 orang. Dan di kota Batavia sendiri sebenarnya masih banyak etnik lain yang hidup dalam perkampungan. The Liang Gie. Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.(Jakarta:Kotapradja Djakarta Raja,1958).h.31

22

Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita.Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. (2000:41) 23

Lihat selengkapnya dalam Staatsblad (Stb) 1905 no.204 tanggal 18 Maret 1905.Kemudian di ubah dengan Stb 1916 no.508, 1917 no.587 dan 1925 no.674 ,Ibid


(44)

wedana. Tiap-tiap onderdistrik itu dibagi dalam wijk-wijk yang berjumlah 27 buah, dan masing-masing wijk dibagi lagi dalam kampung-kampung.24

Keputusan pemerintah Hindia-Belanda tanggal 20 Juni 1925 setelah dibentuk Provinsi Jawa Barat, (yang dimuat dalam Staatsblad 1925 no.285 dan 378) membagi provinsi Jawa Barat dalam 4 afdelingen, yaitu Banten, Batavia, Priangan ,Cirebon dan kedudukan ibukota Provinsi Jawa Barat adalah di Batavia. Kepala masing-masing afdeling adalah residen yang bertugas untuk mengatur administrasi umum dan pengawasan serta harus mengawasi pemerintahan di

regentschap (kabupaten) yang berada dalam wilayahnya masing-masing.25

Kemudian setelah terbitnya undang-undang pemerintah daerah “Stadsgemeente Ordonantie” (disingkat SGD 1926) Batavia ditetapkan menjadi Stadsgemeente, yang memiliki otonomi dibawah Provinsi Jawa Barat (West Java).26

Karesidenan Batavia sendiri dalam perkembangannya berikutnya masih sangat banyak tanah-tanah partikelir semisalnya tahun 1930 ,tanah-tanah partikelir tersebut ada di beberapa daerah distrik yaitu distrik Mauk, distrik Tangerang, distrik Meester Cornelis, distrik Kebayoran, distrik Bekasi, distrik Cikarang, serta distrik Krawang. Di wilayah-wilayah tersebut penduduk yang bermukim di tanah-tanah partikelir biasanya terdiri dari orang-orang pribumi dan Cina. Hasil sensus tahun 1930 jumlah penduduk pribumi yang tinggal di tanah pertikelir saja di

24

Tim Penyusun Pemerintahan Kotapradja Djakarta Raja.Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.op.cit.h.32-33

25

Mona Lohanda.Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia.(Jakarta:Masup Jakarta, 2007). h.205-207

26

Mengikuti kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang membagi Jawa menjadi 3 Provinsi. lihat Harry J.Benda. The Pattern Administrative Reform in the Closing Years of Dutch Rule in Indonesia.(The Journal of Asian Studies, Vol.25,No.4,1966) h.589-592.,Lihat juga Tim Penyusun.. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. (2000:43)


(45)

Karesidenan Batavia berjumlah 507.991 orang, sisanya adalah orang-orang Cina yang berjumlah 25.674 orang.27

Kemudian Batavia berkembang karena di dukung perkembangan sarana infrastuktur transportasi yang akan di jelaskan lebih rinci kemudian. Sebagai kota pelabuhan yang sangat vital perannya Batavia di jadikan tempat pemberangkatan jamaah haji untuk ke Jeddah. Secara territorial diketahui sejak abad ke-19 perjalanan haji tercatat dimulai dari Batavia, Padang, Singapura dan Penang. Saat itu Hindia Belanda belum menetapkan pelabuhan tertentu sebagai embarkasi haji dan hanya ketetapan pelabuhan yang mengangkut pribumi keluar wilayah Hindia Belanda.28 Dan penetapan pelabuhan haji itu secara adminstratif baru di tetapkan melalui ordonansi haji tahun 1898 (Staatsblad 1898 no.294). Pelabuhan haji (pelgrimshaven) hanya di tetapkan di wilayah Batavia dan Padang.29

B. Keadaan Sosial Politik dan Perkembangan Haji

1. Keadaan Sosial dan Semangat Keagamaan

Kondisi Sosial

Sejak lama para kaula pribumi yang telah menjalankan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah, maka pada umumnya di anggap sebagai orang suci dan dalam persepsi takhayul dengan rahmat Tuhan memiliki kesaktian tertentu. Secara realita sosial di Tanah Jawa sendiri cukup banyak orang-orang yang hanya memangku gelar “haji” yang kemudian harapan dalam anggapan pribadinya statusnya naik secara vertikal di hadapan masyarakat umum. Karena bagi

27

De bevolking der particuliere landen op Java. dalam Indisch Verslag 1931.(Batavia: Landsrukkerij,1931).h.23

28

Melalui Staatsblad 1872 no.179 ditetapkan embarkasi hanya dilakukan pada pelabuhan-pelabuhan Batavia,Surabaya,Semarang,Makassar,serta Padang dan sejak 1880 ditambahkan Ulee Lheue. Namun ketetapan tersebut tidak dinyatakan sebagai pelabuhan Haji.

29


(46)

masyarakat pribumi apabila bertalian dengan serban dan telah mengalami perubahan nama saat ke tanah airnya sendiri, dan menjadi tokoh masyarakat. Namun dalam laporan pejabat Eropa hingga akhir abad ke-19 “kenyataan di lapangan mereka memakai serban pura-pura menjadi tuan haji”.30 Ibadah haji ini menjadi jalan perubahan secara vertikal bagi masyarakat pribumi secara khusus.31

Sedangkan beberapa kelompok elit yang di kenal orang Betawi hanya berkaitan dengan Agama, yaitu guru mengaji, para haji, dan orang-orang Arab keturunan Nabi yang disebut Sayyid atau Habib. Tradisi penghormatan ini bukan hanya di lakukan oleh orang biasa ,tetapi juga oleh para ulama ternama. Demikian pula dengan para Haji, penghargaan masyarakat terhadap Haji ketika perjalanan itu harus mengadu nasib menentang maut. Mereka menerima penghormatan dengan sebutan atau gelar “haji” akan selalu mengiringi dalam setiap acara formal. Di masjid-masjid di sekitar masyarakat Betawi para Haji selalu mewarnai shaf-shaf bagian depan, dengan model pakaian mereka yang terdiri baju kurung putih sampai mata kaki, dan tutup kepala putih seperti dalam shalat jamaah.32

Para haji yang niatnya lurus ke Mekkah ini di samping menjalankan ibadah haji, tetapi mereka juga meniatkan untuk menetap dan memperdalam ilmu agama mereka ditanah suci. Lalu sepulangnya mereka ke tanah air, ilmu-ilmu yang diperoleh dari tanah suci mereka ajarkan kepada masyarakat sekitar tidak hanya dalam bidang peribadatan, namun juga pengalaman ,wawasan ide serta

30

Surat Snouck Hurgronje kepada Direktur Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan di Betawi tertanggal 28 Maret 1900. Gobee,E dan C,Adriaanse.Nasihat-Nasihat C.Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda:1889-1936. (Jakarta: INIS, 1991). Jilid V. h.713

31

Menurut Pijper Untuk mereka yang telah berhaji lebih bisa mendapatkan jabatan Penghulu Agama. Lihat G.F.Pijper.Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950.(Jakarta: UI-Press,1985).h.74-75

32


(47)

gagasan revolusioner. Pengaruh atau gerakan para haji itu sangat dirasa oleh penguasa Hindia-Belanda.

Semangat Keagamaan

Semenjak kecil warga-warga muslim di sekitar Batavia atau yang identitasnya biasa disebut “Slam”33 diajarkan untuk menjadi Muslim yang taat dan di sekolahkan di pengajian-pengajian surau di luar jangkauan pemerintahan pusat Batavia atau di tempa oleh pendidikan non formal lainnya seperti pesantren, ini untuk mereka yang biasanya orang tuanya berprofesi sebagai petani, nelayan atau pekerja kasar lainnya umumnya perekonomian mereka cukup rendah. Keadaan demikian terjadi pula pada pribumi-pribumi Muslim di daerah Jawa Barat seperti Banten, Krawang, Cirebon, dan Priangan.

Sekolah-sekolah tradisional milik Muslim biasanya ada yang menjadi cabang-cabang perkembangan Tarekat. Dalam penelitian K.F.Holle selama di Jawa misalnya bahwa manifestasi perkembangan Tarekat ini bisa di lihat dari tumbuhnya sekolah sekolah tradisional keagamaan Muslim dan meningkatnya jumlah orang yang berangkat ibadah haji. Dan dalam bahasa Sartono Kartodirjo inilah menjadi tanda semangat keagamaan pribumi Muslim.34

Dalam agenda perayaan-perayaan keagamaan sangat menarik massa dalam jumlah besar di Batavia. Hari-hari raya Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi’raj dan Maulid Nabi menarik ribuan muslim untuk ke masjid-masjid besar terutama bila ada penceramah yang menjadi panutan atau favorit warga. Semisal

33

Sebutan untuk orang Islam Betawi .lihat Abdul Aziz. Islam dan Masyarakat Betawi.(1998). h.83

34

Sartono Kartodirdjo. The Peasant‟s Revolt of Banten in 1888; it‟s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Social Movements in Indonesia. (‘S-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1966).h.141-142


(48)

dalam peringatan Isra Mi’raj yang biasanya dalam kalender Islam di selenggarakan pada tanggal 27 Rajab di masjid-masjid ,warga pribumi Batavia mendatangi Masjid Pekojan untuk mendengar ceramah Isra Mi’raj dari Sayyid Ali bin ‘Abd-al’Rahman al-Habashi. Para jamaahnya banyak berasal dari luar kota (Ommelanden) Batavia,Tandjung Priok,Meester Cornelis, dan Tangerang.35

Dalam ceramah-ceramah tersebut mereka di berikan ketauladanan Nabi Muhammad SAW , keutamaan tanah Suci Mekkah dan Madinah sebagai pusat ”ngelmu” dan pusat informasi umat Muslim serta keutamaan mengunjunginya. Hal ini ditambah motivasi orang-orang yang pernah melaksanakannya, menjadi penyemangat pribumi untuk menjalankan ibadah haji dan karena niat awal mereka yang besar ,walau tidak didukung perbekalan yang cukup. Dan menurut van Bruinessen semuanya adalah karena motivasi untuk mencari pahala lebih di tanah Suci.36 Pemberitaan koran Berita Nahdhatoel Oelama terbitan tahun 1940 menggambarkan kondisi jamaah haji selama masa kolonial:

“….Sesoenggoehnja soedah lama mereka itoe menderita kesoelitan dan kesoekaran dalam perdjalanannja, baik di daratan maoepoen di laoetan, karena mereka tidak diatoer dengan atoeran jang mengikuti perintah agama Islam dan menghargai derajat kaoem muslimin Indonesia”.

oleh karena,

“Kalaoe tidak karena seroean agama jang wadjib ditoenaikan nistjajalah mereka tidak akan melaloei djalan jang sangat sengsara itoe”.37

Kesulitan-kesulitan yang akan di hadapi jamaah Haji setiap tahun secara historis selalu terjadi, tetapi kemudian bagi jamaah Haji kesulitan tersebut adalah bagian dari ibadah haji itu sendiri. Dan kesulitan dalam

35 Perayaan Isra Mi’raj kadang tidak hanya di adakan di masjid namun juga di langgar -langgar. G.F.Pijper. Fragmentica Islamica:Studien over het Islamisme in Nederlandsche-Indie. (Leiden:E.J.Brill,1934).h.133

36

Martin van Bruinessen. Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci:Orang Nusantara Naik Haji. (Jakarta:Jurnal Ulumul Qur’an, No.5 Vol II, 1990)

37


(1)

Foto 15.b

Jamaah Haji Hindia Belanda di Bangsal-Bangsal Karantina Onrust (1925)

(Sumber Foto: ANRI. No.1965- 1925 A 38/1/17- Stukken Betreffende de Verbetering van den aanlegsteir van het quarantainestation op het eiland Kuiper-Batavia.

Foto 16.b

Jamaah Haji Hindia Belanda sedang antri menaiki kapal haji dari Embarksi Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia tahun 1928


(2)

PELABUHAN TANJUNG PRIOK, BATAVIA Foto 17.b

Pelabuhan Tanjung Priok, BataviaTahun 1929 Foto 18.b

Kapal S.S. Jan Pieterszoon Coen (milik Stoomvaart Maatschappij Nederland tonnase ±11.140 M3) di Pelabuhan Tanjung Priok 7 Sept.1926


(3)

Foto 19.b

Pelabuhan Tanjung Priok, dengan latar Stasiun Kereta Api Tanjung Priok pada tahun 1930-an.

Foto 20.b

Dok kering galangan pembuatan dan perbaikan Kapal-kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, 1920

Sumber Foto : Hasil-hasil Dokumentasi penelitian di Museum Bahari, Jakarta Utara tanggal 8 Agustus 2013, pada Pukul 10.45-13.40 WIB


(4)

Foto 21.b

Pelabuhan Jeddah (1924)

Pelabuhan Jeddah (1925)

(Sumber Foto: Raden Adipati Aria Wiranatakoesoema. Perdjalanan Saja ke Mekka. (Weltevreden:Balai Poestaka,1925)


(5)

Peta Gementee Batavia tahun 1912

Peta Gementee Batavia tahun 1912 ,terlihat zona pelabuhan Tanjung Priok ada di sebelah kiri atas

(Sumber Foto:The Liang Gie.Sedjarah Pemerintahan Kotapradja Djakarta.(1958)


(6)

Peta No.2

Peta Jalur Haji dari Batavia

Jalur Laut Kapal Haji pemberangkatan dari Batavia

(Sumber Foto: Henri Chambert Loir, et.al. Naik Haji di Masa Silam: Kisah-Kisah Orang

Indonesia Naik Haji 1482-1894.Jilid I.(Jakarta:KPG,2013)

Peta No.3

Foto Peta Semenanjung Arab dan tempat-tempat prosesi Haji

(Sumber Foto: Henri Chambert Loir, et.al. Naik Haji di Masa Silam: Kisah-Kisah Orang