TA : Perancangan Buku Esai Fotografi Penambang Belerang Kawah Ijen Untuk Menggambarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Paltuding Banyuwangi.

(1)

PERANCANGAN BUKU ESAI FOTOGRAFI PENAMBANG BELERANG KAWAH IJEN UNTUK MENGGAMBARKAN MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA PALTUDING BANYUWANGI

TUGAS AKHIR

Program Studi

S1 Desain Komunikasi Visual

Oleh :

Reza Nanda Pratama

10420100063

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2016


(2)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... ..xv

DAFTAR TABLE ... .xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Kawah Gunung Ijen ... 10

2.3 Penambang Belerang ... 11

2.4 Fotografi ... 12

2.5 Sejarah Fotografi Indonesia ... 12

2.6 Jenis Fotografi ... 17

2.7 Esai Fotografi ... 18

2.8 Fotografi Human Interest ... 20

2.9 Unsur Cerita Dalam Esai Fotografi ... 21

2.10 Prinsip Desain ... 23

2.11 Buku ... 24

2.12 Anatomi Buku ... 25


(3)

xiii

2.14 Garis ... 36

2.15 Tipografi ... 37

2.16 Buku Refrensi ... 41

2.17 Proporsi ... 41

2.18 Warna ... 42

BAB III METODE & PERANCANGAN KARYA 3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.2.1 Observasi ... 46

3.2.2 Wawancara ... 46

3.2.3 Studi Pustaka ... 47

3.2.4 Dokumentasi ... 47

3.2.5 Diskusi ... 48

3.3 Teknik Analisa Data ... 48

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Analisis Data ... 51

4.1.1 Hasil Observasi ... 51

4.1.2 Wawancara ... 53

4.1.3 Studi Terdahulu ... 54

4.1.4 Studi Eksisting ... 54

4.2 Konsep atau Keyword ... 56

4.2.1 Analisis Segmentasi, Targeting, Positioning (STP) ... 56

4.2.2 Unique Selling Positioning (USP) ... 59

4.2.3 Analisis SWOT (Strengh, Weakness, Opprtunity, Threat) ... 60

4.2.4 Tabel Analisis SWOT (Buku Esai Fotografi) ... 61

4.2.5 Keyword ... 61

4.2.6 Deskripsi Konsep ... 62

4.3 Konsep Perancangan Karya ... 63


(4)

xiv

4.3.2 Tujuan Kreatif ... 64

4.3.3 Strategi Kreatif ... 64

4.3.4 Strategi Media ... 69

4.4 Implementasi Desain ... 71

4.4.1 Desain Layout Cover ... 71

4.4.2 Desain Layout Halaman ... 72

4.4.3 Dessain Poster ... 83

4.4.4 Dessain Flyer ... 84

4.4.5 Dessain Kartu Nama ... 84

4.5 Sistem Produksi Buku ... 85

4.5.1 Sistematika Penerbit Buku ... 85

4.6 Teknis Produksi Buku ... 85

4.6.1 Estimasi Harga Buku ... 86

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(5)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Contoh Huruf Sans Serif ... 38

Gambar 2.2 Contoh Huruf Serif ... 39

Gambar 2.3 Contoh Huruf Script ... 39

Gambar 2.4 Contoh Huruf Decoratif ... 40

Gambar 2.5 Contoh Huruf Monospace ... 41

Gambar 2.6 Perbandingan Emas Peradapan Yunani Kuno ... 42

Gambar 4.1 Tampilan Layout Cereal Magazine ... 55

Gambar 4.2 Tampilan Layout Cereal Magazine ... 55

Gambar 4.6 Pemilihan Warna ... 67

Gambar 4.9 Font Garamond ... 68

Gambar 4.10 Font Trajan Pro ... 69

Gambar 4.11 Desain Layout Cover ... 71

Gambar 4.12 Halaman Pembuka ... 72

Gambar 4.13 Halaman i & ii ... 73

Gambar 4.14 Halaman iii & iv ... 73

Gambar 4.15 Halaman v & vi ... 74

Gambar 4.16 Halaman 1 & 2 ... 74

Gambar 4.17 Halaman 3 & 4 ... 75

Gambar 4.18 Halaman 5 & 6 ... 75

Gambar 4.19 Halaman 7 & 8 ... 76

Gambar 4.20 Halaman 9 & 10 ... 76

Gambar 4.21 Halaman 11 & 12 ... 77

Gambar 4.22 Halaman 13 & 14 ... 77

Gambar 4.23 Halaman 15 & 16 ... 78

Gambar 4.24 Halaman 17 & 18 ... 78

Gambar 4.25 Halaman 19 & 20 ... 79

Gambar 4.26 Halaman 21 & 22 ... 79

Gambar 4.27 Halaman 23 & 24 ... 80


(6)

xvi

Gambar 4.29 Halaman 27 & 28 ... 81

Gambar 4.30 Halaman 29 & 30 ... 81

Gambar 4.31 Halaman 30 & 31 ... 82

Gambar 4.32 Halaman 32 & 33 ... 82

Gambar 4.43 Desain Poster ... 83

Gambar 4.34 Desain Flyer ... 84


(7)

xvii

DAFTAR TABLE

Halaman Gambar 4.3 SWOT ... 61 Gambar 4.4 Keyword ... 62 Gambar 4.5 Alur Perancangan Karya ... 63


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Terletak diujung paling timur pulau jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo disisi utara, Selat Bali disisi timur, Samudera Hindia disisi Selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di bagian barat. Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2 (http://www.banyuwangikab.go.id). Wilayah kabupaten Banyuwangi cukup beragam, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Faktor ini juga yang mendorong majunya sektor pariwisata di Banyuwangi.

Sektor pariwisata menjadi hal yang sangat penting bagi suatu negara dan merupakan kegiatan yang tak pernah mati. Dengan berkembangnya pariwisata, akan mendongkrak sektor yang lain, seperti: Kunjungan wisatawan, ekonomi kreatif, membuka kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran. Seperti yang di tegaskan dalam TAP MPR No.IV/MPR/1978, yaitu bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan pekerjaan dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan serta pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian local (http://www.banyuwangikab.go.id). Untuk itu diperlukan langkah-langkah dan


(9)

pengaturan yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, antara lain bidang promosi.

Salah satu tujuan wisata di Banyuwangi yang memiliki potesi besar adalah Kawah Gunung Ijen. Merupakan objek wisata yang telah dikenal luas oleh para wisatawan baik domestik maupun mancanegara karena keindahan alamnya. Pada 2011, sebanyak 8.785 wisatawan mancanegara mengunjungi Kawah Gunung Ijen yang berada di perbatasan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi.

Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Jawa Timur, Sunandar Trigunajasa, (18/2/2012), mengatakan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawah Gunung Ijen selama 2011 sebanyak 16.402 orang, dengan rincian 8.785 wisatawan mancanegara, dan 7.617 wisatawan domestik.

Menurut Sunandar, biasanya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kawah Gunung Ijen paling banyak pada saat berlangsungnya musim panas dengan didominasi warga Perancis dan Belanda. “ Kunjungan ke Kawah Gunung Ijen terdiri dari tiga kategori yakni untuk rekreasi, penelitian dan pendidikan, sehingga BKSDA Wilayah III Jatim memberikan izin kepada wisatawan sesuai dengan kebutuhannya. “ Pesona Kawah Gunung Ijen juga dilengkapi dengan aktivitas penambang tradisional yang mengambil belerang dari bibir kawah dan mengangkutnya secara manual ke tempat penimbangan belerang.

Belerang merupakan salah satu sumber daya alam yang masih aktif, tambang belerang di Jawa Timur terdapat di dua tempat berbeda yaitu Gunung Welirang dan Kawah Gunung Ijen, Banyuwangi. Penambangan belerang ini masih dilakukan secara tradisional, baik di Kawah Gunung Ijen begitu juga di Gunung Welirang.


(10)

Penambangan belerang dimanfaatkan sebagian besar penduduk sekitar tambang sebagai alat untuk mencari nafkah sebagai penambang belerang, Namun terdapat resiko yang berdampak buruk bagi penambang jika tidak berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Asap belerang yang bila terkena terus-menerus akan mengakibatkan paru-paru rusak dan pundak yang bengkak akibat menahan beban yang sangat berat, selain itu resiko tergelincir, gunung meletus dan sebagainya, merupakan resiko yang harus di hadapi oleh penambang belerang.

Pekerjaan sebagai penambang belerang adalah pekerjaan yang memiliki tingkat resiko sangat tinggi dan berbahaya terutama terhadap keselamatan jiwa. Mereka mendapatkan belerang yang terdapat di pinggir Kawah Gunung Ijen yang setiap saat dapat membahayakan jiwa para penambang belerang. Bahaya asap belerang yang terus keluar yang akan menggangu pernafasan, semua itu merupakan bahaya yang sewaktu-waktu terjadi dan menimpa penambang belerang.

Penambang belerang Kawah Gunung Ijen masih menggunakan cara dan alat yang traditional dalam melakukan pekerjaannya. Mereka menggunakan pipa yang terbuat dari besi yang berdiameter 16-20 cm dengan panjang 1 m, karena jika terjadi kerusakan pada pipa agar mudah mengganti dan memperbaikinya. Pipa tersebut dialirkan dari tebing atas yang merupakan titik solfatara dengan suhu mencapai 200 derajat celcius dan merupakan sumber dari belerang hingga ke dasar tebing yang jaraknya sekitar 50 – 150 cm. Melakukan pekerjaan penambangan bukan hal yang mudah. Selain menghadapi medan yang sulit, dan juga resiko kesehatan menjadi taruhannya. Para penambang ini dapat melakukan pekerjaan di lokasi sublimasi belerang dengan waktu yang lama setiap harinya yang dimana jika orang awam berdiri beberapa menit akan merasakan pusing dan


(11)

mual. Setiap harinya mereka bergelut dengan asap belerang di Kawah Gunung Ijen dan membawah bongkahan belerang tersebut dengan memikulnya dan berjalan dari bibir kawah hingga ketempat penampungan di paltuding sejauh 300 m dengan kemiringan 45 – 60 derajat. Setiap penambang memperoleh upah antara Rp. 50.000 – Rp. 70.000, dengan perhitungan setiap kilogramnya mereka dibayar beberapa ratus rupiah dan setiap penambang mengangkut antara 75kg – 90kg belerang.

Kehidupan para penambang belerang berbanding terbalik dengan kelimpahan sumber daya alam yang seharusnya membuat kehidupan para penambang lebih sejahtera. Upah yang tidak sesuai membuat para penambang hidup dalam kemiskinan, sebagai tulang punggung keluarga yang berkewajiban memberi nafkah, gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Itu semua merupakan gambaran kehidupan penambang belerang.

Menggunakan fotografi sebagai media untuk penyampaian pesan, dalam fotografi terdapat berbagai keragaman jenis foto yang dihasilkan dengan objek yang berbeda. Misalnya fotografi human interest, yang menjadi objek dalam fotografi ini adalah

aktifitas manusia. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh manusia akan menjadi salah satu daya tarik untuk dikemas menjadi sebuah karya fotografi, apabila aktifitas tersebut memiliki ekspresi atau ciri khas yang menjadikan objek itu menarik untuk dibingkai dalam sebuah jepretan kamera.

Penambang Belerang adalah salah satu objek yang sangat menarik untuk diabadikan sebagai aktifitas manusia atau human interest. Kerja keras dan semangat para

penambang belerang ditampilkan pada saat mereka sedang melakukan pekerjaannya sebagai penambang belerang. Ekspresi disaat penambang belerang sedang membawah


(12)

belerang melalui jalan yang naik turun dengan beban berat yang sedang dipukulnya akan menjadi objek yang menarik, bahwa kerja keras para penambang belerang tersebut membuahkan hasil dan bernilai jual. Penambang belerang di Kawah Gunung Ijen ini mempertahankan profesinya, walaupun dengan resiko yang sangat tinggi bagi kesehatan mereka dan upah yang diterima kurang sebanding dengan 90 kg beban yang dipikulnya dari lereng gunung menuju tempat penimbangan. Namun perjuangannya untuk tetap mempertaruhkan nyawa demi kebutuhan hidupnya.

Kegiatan para penambang belerang sangat menarik untuk diabadikan dalam sebuah karya fotografi, karena penambang belerang merupakan pekerjaan yang sangat berisiko tinggi dan merupakan sesuatu yang sangat susah dilakukan, terutama bagi kaum awam yang sama sekali belum pernah mencobanya. Kebanyakan orang tidak melihat jauh bagaimana proses belerang tersebut sebelum dioleh dan dikonsumsi masyarakat luas. Diharapkan agar pembaca dapat mendalami dan merasakan suasana kehidupan para penambang belerang secara lebih nyata dari sisi human interest. sehingga buku fotografi

sebagai dokumentasi, media pembelajaran budaya dan acuan bagi pekerja di bidang kebudayaan dan lingkungan , agar menghayati norma kehidupan dan bersahabat dengan alam. Selain itu, buku fotografi yang dirancang juga mengandung unsur visual sebagai alat penjelas mengenai apa yang akan disampaikan. Diharapkan target audience dapat merasakan dan memberikan apresiasi yang positif tentang kehidupan masyarakat penambang belerang di Kawah Gunung Ijen, Banyuwangi (Soelarso 1975:9).

Dalam perancangan ini penulis ingin menampilkan fotografi dari sisi human

interest dan dikemas melalui fotografi esai, yang di dalam karya tersebut terdapat


(13)

Keindahan dalam sebuah karya fotografi mengekspresikan pesan yang ingin disampaikan oleh fotografer melalui sebuah karyanya. Dengan menuangkan ide ke dalam karya yang di ciptakan sebuah karya fotografi akan penuh makna dan arti.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana merancang sebuah buku fotografi esai tentang kehidupan penambang

belerang di kawasan Kawah Gunung Ijen sebagai media informasi.

1.3 Batasan Masalah

Dari masalah yang ditemukan tentu diperlukan batasan adalah:

a.Lingkup yang dimuat dalam buku hanya kehidupan penambang belerang di Kawah Gunung Ijen.

b.Merancang buku refrensi dengan menggunakan teknik fotografi esai yang menampilkan gambaran kehidupan nyata para penambang belerang.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk merancang buku

fotografi esai sebagai upaya media informasi kepada masyarakat tentang bagaimana


(14)

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dengan buku fotografi esai mampu memberi gambaran tentang

kehidupan masyarakat penambang belerang Kawah Gunung Ijen.

b. Memberi informasi sebagai acuan perancangan selanjutnya yang berhubungan dengan fotografi esai

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Membantu pemerintah Banyuwangi untuk memperhatikan kesejahteraan para penambang belerang yang terdapat di Kawah Gunung Ijen

b. Sebagai refrensi dan media informasi khususnya dibidang fotografi agar lebih menarik para siswa dan siswinya.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas tentang teori dan konsep yang digunakan dalam perancangan buku fotografi esai penambang belerang di Kawah Gunung Ijen Banyuwangi.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu pernah dibuat oleh seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang bernama Heru Sutikna dengan judul penelitiannya adalah Jejak – Jejak Kaki Di Kawah Ijen Dalam Fotografi Dokumenter. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang penambang belerang kawah ijen melalui media fotografi documenter serta aktivitas penambang belerang di kawah ijen.

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder, yaitu wawancara, pegamatan langsung, dokumentasi, kepustakaan dan internet. Analisa yang dibuat berdasarkan dari situasi yang terjadi dan berhubungan dengan objek analisa. Permasalahan dalam penelitan ini diketahui dengan membandingkan kekuatan (strength),

kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity), dan ancaman (threat). Dengan hasil penelitian, bahwa dengan adanya penciptaan fotografi documenter ini sangat mempengaruhi untuk memberikan informasi tentang penambang belerang kawah ijen kepada masyarakat.

Dalam perancangan ini peneliti merancang Buku Esai Fotografi Penambang Belerang Untuk Menggambarkan Mata Pencarian Masyarakat Desa Patulding dimana membutuhkan sebuah media ntuk memberikan informasi kepada masyarakat dalam negri maupun mancanegara melalui media fotografi. Perancangan ini menggunakan media


(16)

fotografi dengan mengedepankan sisi human interest dan dikemas dalam bentuk buku Fotografi agar lebih menarik dan dapat diterima target audience.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah jika dalam penelitian sebelumnya meneliti fotografi dengan jenis dokumenter, penelitian saat ini lebih berfokus pada sisi human interest dan dikemas dalam Esai Fotografi untuk menggambarkan Mata Pencarian Masyarakat Desa Paltuding. Kesamaan dari kedua penelitian ini adalah sama – sama menggunakan penelitian media Fotografi guna untuk memberikan informasi Penambang Belerang Kawah Ijen yang diteliti.

Penelitian terdahulu dibuat oleh seorang mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya yang bernama Ryan Pratama Sutanto dengan judul penelitian Perancangan Buku Esai Foto Kehidupan Pengerajin Logam Di Kawasan Situs Trowulan Mojokerto. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang buku esai fotografi tentang kehidupan pengerajin logam di kawasan situs Trowulan sebagai media informasi dan media promosi untuk menarik wisatawan.

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk Perancangan Buku Esai Foto pengerajin logam di kawasan situs Trowulan. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yaitu wawancara, pengamatan langsung, dan dokumentasi. Sedangkan metode analisa data sekunder diperoleh melalui buku, artikel, jurnal dan sebagainya untuk memperkuat landasan teoritis sehingga mampu menunjang data primer yang telah dikumpulkan. Permasalahan dalam peneltian ini diketahui dengan membandingkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness),


(17)

adanya perancangan buku Esai Foto ini sangat mempengaruhi untuk menyadarkan dan memperkenalkan tentang kehidupan para pengerajin logam di kawasan situs Trowulan.

Perbedaan penelitian ini ialah jika dalam penelitian sebelumnya meneliti pengerajin logam di kawasan situs Trowulan dengan buku fotografi esai, penelitian saat ini lebih berfokus pada penambang belerang di kawah ijen Banyuwangi. Kesamaan dari kedua penelitian ini adalah sama – sama menggunakan fotografi esai guna memberikan informasi kehidupan masyarakat desa paltuding.

2.2 Kawah Gunung Ijen

Begitu banyak potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, salah satunya adalah objek wisata Kawah Gunung Ijen dengan Kawah danau terbesar di Pulau Jawa. Terletak dipuncak Gunung Ijen tersebut memiliki warna hijau dan ketika pagi hari terdapat fenomena yang biasa disebut masyarakat ijen dengan sebutan “ Api Biru “ atau

Blue Fire. Selain keindahan alam yang begitu memikat perhatian para pengunjung, perhatian lainnya adalah tertuju pada kehidupan masyarakat sekitar ijen yang berprofesi sebagai penambang belerang yang begitu luar. Para penambang ini berhasil menghipnotis para wisatawan dengan kerja keras dan semangatnya dalam melakukan pekerjaan yang sangat beresiko tinggi tersebut. Memikul beban seberat 70 kg bahkan sampai 90 kg dengan berjalan kaki sejauh 300 m dengan kemiringan sekitar 45 derajat untuk membawah sebongkah belerang menuju tempat penimbangan sehingga mereka mendapat upah dari jerih payahnya. Pemandangan itulah yang menjadi salah satu daya tarik Kawah Gunung Ijen dari sekian banyak pesona yang ada.


(18)

2.3 Penambang Belerang

Penambang belerang merupakan salah satu pekerjaan yang sangat beresiko tinggi. Gangguan kesehatan terutama pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh asap dari belerang, tidak hanya gangguan pernafasan bahkan yang lebih parah lagi dapat menyebabkan kematian. Namun, semangat dan tekad mereka sangat tinggi sehingga mereka tetap melakukan pekerjaannya sebagai penambang belerang. Alasan mereka tetap melakukan pekerjaan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan proses mendapatkan upah lebih cepat. Jika proses pengupahan cepat, maka kebutuhan hidup penambang pun akan lancar. Upah penambang ditentukan dengan sebarapa banyak para penambang dapat menyetorkan belerang ke tempat penimbangan. Semakin para penambang meningkatkan intensitasnya maka upah yang diperoleh juga semakin besar. Mereka memiliki kapasitas yang berbeda dalam proses penambangan, berat yang dipukul antara penambang satu dengan yang lain berbeda dan intensitas yang berbeda pula. (http://www.kompasiana.com/mawan.sidarta/penambang-belerang-kawah-ijen-yang-mengharukan)

2.4 Fotografi

Fotografi berasal dari bahasa Inggris : photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu “Fos” : Cahaya dan “Grafo” : Melukis/menulis adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer


(19)

untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.

Dalam kamus bahasa Indonesia pengertian fotografi adalah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Arti singkat dari penjabaran fotografi yaitu “menulis atau melukis dengan cahaya”. Fotografi menurut menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut : foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya.

2.5 Sejarah Fotografi Indonesia

Sejak awal kedatangannya, perkembangan fotografi Indonesia selalu mengait dan mengalir bersama momentum sosial-politik perjalanan bangsa ini. Momentum inilah yang menentukan perkembangan medium ini dalam masyarakatnya; dan, pada titik tertentu, juga turut berperan menciptakan momentum bagi masyarakatnya. Mulai dari momentum perubahan kebijakanpolitik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi awal 1980-an, sampai Reformasi 1998.

Sebagaimana jamaknya di tanah jajahan pada abad ke-19, fotografi didatangkan sebagai bagian dari tradisi representasi visual baru yang dimungkinkan oleh teknologi kamera, dalam rangka lebih memperkenalkan tanah

jajahan dan penghuninya: manusia, hewan, dan tanaman. Tradisi ini kemudian berkembang sebagai dokumentasi visual yang secara sistematis mencatat properti


(20)

dan wilayah pemerintah kolonial; yang kemudian dipakai sebagai sertifikat keberhasilan Belanda memperadabkan tanah jajahan dan dipamerkan di berbagai

ekspo kolonial dunia.

Tahun 1841, seorang pegawai kesehatan Belanda, atas perintah Kementerian Kolonial, mendarat di Batavia dengan membawa dauguerreotype. Juriaan Munich, nama ambtenaar itu, diberi tugas "to collect photographic representations of principal views and also of plants and other natural objects" (Groeneveld 1989). Tugas ini berakhir dengan kegagalan teknis. Di Holand Tropika, untuk menyebut wilayah mereka di daerah tropis, Munich kelabakan mengendalikan sensitivitas cahaya plat yang dibawanya, dihajar oleh kelembapan

udara yang mencapai 90 persen dan terik matahari yang tegak lurus dengan bumi. Foto terbaik yang dihasilkannya membutuhkan waktu eksposure 26 menit.

Terlepas dari kegagalan percobaan pertama di atas, bersama mobil dan jalanan beraspal, kereta api dan radio, kamera menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah Belanda menjalankan kebijakan barunya. Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan, penempatan pasukan dan meriam, tetapi denganmembangun dan menguasai teknologi transportasi dan komunikasi modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat pekerja administratif kolonial, pegawai pengadilan, opsir militer, dan misionaris.

Dan studio foto pertama di Indonesia berdiri di sekitar Harmonie, Batavia yang didirikan oleh dua orang tukang potret Woodbury dan Page pada tahun 1857.Ini terjadi hanya berselang 18 tahun setelah penemuan dunia fotografi pada tahun 1839. Sejak


(21)

adanya studio foto di Batavia, banyak para tukang foto baik yang profesional maupun amatir membuat gambar hiruk pikuk kota dengan keanekaragaman etnisnya. Tentunya saat itu masih dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana, berupa kamera berukuran besar yang sangat berat, lensa yang mudah pecah, dan proses pembuatan gambar yang memakan waktu lama. Saat itu hanya dapat dibuat gambar dari obyek dengan posisi statis dan belum memungkinkan untuk membuat gambar dengan obyek bergerak. Tidak

heran, foto-foto tertua hasil cetakan Woodbury dan Page yang menampilkan sebuah kota selalu sepi karena obyek yang bergerak tidak nampak dalam foto.

Sebagian besar foto pada masa itu dibuat dalam studio. Karenanya terdapat gambar pedagang makanan dengan para pembelinya membelakangi sebuah layar. Tampaknya untuk membuat foto ini, pedagang dan pembelinya harus digiring masuk studio foto. Pada masa sesudahnya, para juru foto menemukan pasar peminat foto-foto yang menurut kacamata Barat sangat eksotik, seperti foto seorang pengrajin, warung, wayang, penari ronggeng, dan pecandu opium. Kesemuanya harus masuk ke studio untuk dijepret juru potret dengan latar

belakang gambar pohon palem atau hutan tropis untuk menciptakana suasana Asia (Indonesia).

Pada tahun 1900 terjadi kemajuan teknologi kamera yang dibuat lebih ringan dan tidak memerlukan waktu lama dalam pengambilan gambarnya yang memungkinkan para jurufoto mengambil foto di luar studio. Setelah 1920 kamera semakin ringan, harganya pun makin murah. Masyarakat Belanda di Batavia lantas banyak mengirimkan foto-foto pada keluarga mereka di negeri Belanda dan para wisatawan yang datang ke Batavia juga


(22)

membuat foto kenang-kenangan mereka sebagai cinderamata. Banyak dari foto ini yang kemudian disumbangkan ke museum yang kini menjadi warisan penting bagi kita.

Di antara foto-foto yang tersimpan di Museum Sejarah Jakarta terlihat suasana di Pasar Pagi, Glodok, Jakarta Kota pada tahun 1930-an. Pasar ini masih

nampak sepi baru berupa warung-warung kecil. Padahal pada tahun 1970-an pasar

ini merupakan salah satu pusat perbelanjaan grosir terbesar di ibukota yang kini telah dipindahkan ke Manggadua.

Jalan Jatinegara Timur yang kini merupakan kawasan pertokoan paling ramai di Jatinegara, di foto kuno itu tampak lalu lintasnya masih didominasi sado

dan sepeda pada 1920-an. Tidak terlihat mobil satupun yang melintas. Tapi, suasana di Pasar Gambir (kini Monas) di foto yang diambil dari udara tampak menyedot pengunjung pada 1920-an. Pasar Gambir diadakan tiap tahun sejak 1898 untuk memperingati penobatan Ratu Wilhelmina dari Belanda (nenek dari Ratu Beatrix sekarang). Rupanya minat penduduk Batavia yang belum berjumlah

setengah juta jiwa kala itu untuk menonton Pasar Gambir tidak kalah dengan padatnya PRJ (Pekan Raya Jakarta) sekarang.

Di Museum Sejarah DKI kita dapat melihat kembali bagaimana indahnya Hotel Des Indes di Jl Hayam Wuruk. Sampai awal 1960-an hotel itu merupakanhotel terbaik di Jakarta sebelum dibangun HI. Foto lain menunjukkan sebuah tokonmilik orang Arab di Batavia yang pemiliknya memakai jubah, sorban, dan pecin putih. Barang dagangan yang digelar layaknya banyak terlihat di Tanah Abang sekarang ini. Seperti, minyak wangi, madu, korma, dan tasbih. Tampak pula pedagang Cina dengan rambut dikepang tengah menjual tekstil keliling kampong memakai keranjang seperti tukang loak. Masih ada foto


(23)

pedagang India di Pasar Baru yang berjualan tekstil dan jasa penjahitan. Diantara foto tahun 1950, tampak trem yang penumpangnya membludak tidak kalah dengan KRL Jabotabek sekarang ini.

Latar inilah yang menjelaskan, mengapa selama 100 tahun keberadaan fotografi di Indonesia (1841-1941) penguasaan alat ini secara eksklusif berada di tangan orang Eropa, sedikit orang China dan Jepang. Survei fotografer dan studio foto komersial di Hindia Belanda 1850-1940 menunjukkan dari 540 studio foto di 75 kota besar dan kecil, terdapat 315 nama Eropa, 186 China, 45 Jepang dan hanya 4 nama "lokal": Cephas di Yogyakarta, A Mohamad di Batavia, Sarto di Semarang, dan Najoan di Ambon.

Sedangkan bagi penduduk lokal, keterlibatan mereka dengan teknologi ini

adalah sebagai obyek terpotret, sebagai bagian dari properti kolonial. Mereka berdiri di kejauhan, disertai ketakjuban juga ketakutan, melihat tanah mereka ditransfer dalam bidang dua dimensi yang mudah dibawa dan dijajakan. Kontak langsung mereka dengan produksi fotografi adalah sebagai tukang angkut peti peralatan fotografi. Pemisahan ini berdampak panjang pada wacana fotografi di Indonesia di kemudian hari, di mana kamera dilihat sebagai perekam pasif, sebagai teknologi yang melayani kebutuhan praktis.

Dibutuhkan hampir seratus tahun bagi kamera untuk benar-benar sampai ke tangan orang Indonesia. Masuknya Jepang tahun 1942 menciptakan kesempatan transfer teknologi ini. Karena kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi fotografer untuk bekerja di kator berita mereka, Domei. Mereka inilah, Mendur dan Umbas bersaudara, yang membentuk imaji baru Indonesia, mengubah pose simpuh di kaki kulit putih, menjadi manusia merdeka yang sederajat. Foto mereka adalah visual


(24)

khas revolusi, penuh dengan kemeriahan dan optimisme, beserta kesetaraan antara pemimpin dan rakyat biasa. Inilah momentum ketika fotografi benar "sampai" ke Indonesia, ketika kamera berpindah tangan dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri.

2.6 Jenis Fotografi

Fotografi memiliki banyak genre di dalamnya. Setiap genre juga memiliki ciri khas yang unik dan menarik serta berbeda satu sama lain. Berikut ragam genre dalam dunia fotografi (Haryanto,2010:19):

a. Fotografi Portrait

b. Fotografi Human Interest c. Fotografi Panggung d. Fotografi Olahraga e. Fotografi Lanskap f. Fotografi Makro g. Fotografi Arsitektur h. Fotografi Still Life i. Fotografi Jurnalistik j. Fotografi Pernikahan k. dan lain-lain

Meskipun ada banyak jenis dan genre dari fotografi, ada yang bersifat umum dan memiliki basis pengikut yang kuat. Salah satunya adalah fotografi arsitektur. Dilihat dari genre ini sendiri, kebutuhan akan foto arsitektur tak pernah surut dari waktu ke waktu.


(25)

Tujuannya pembuatannya pun beragam, mulai dari keperluan buku, majalah, company profile, sampai kalender dan kartu pos.

2.7 Fotografi esai

Fotografi Esai bisa juga disebut foto berita dan tidak harus dibuat oleh seorang wartawan profesional atau pekerja pers, siapa pun bisa membuatnya. Oleh karena itu tidak ada keharusan menyebarkan/mempublikasikannya, sehingga mungkin saja disimpan dalam laci untuk koleksi (Sugiarto, Hal 19). Fotografi Esai juga merupakan set foto atau foto berseri yang bertujuan untuk menerangkan cerita atau memancing emosi bagi orang yang melihat foto tersebut. Fotografi Esai disusun dari karya fotografi murni menjadi foto yang memiliki tulisan atau catatan kecil sampai tulisan esai penuh disertai beberapa atau banyak foto yang berhubungan dengan tulisan tersebut (Marhimin,par.2).

Fotografi Esai yang baik adalah foto yang dapat menarik tetapi tidak harus menampilkan wajah objek dari depan atau samping. Memotret dari belakang juga merupakan bagian dari foto yang baik dan menarik. (Sugiarto,74). Beberapa media cetak, baik Koran, tabloid,maupun majalah dan buku, pada halaman yang memuat foto peristiwa atau kejadian yang terdiri atas beberapa foto yang dicetak dalam ukuran besar. Sementara itu tulisan berfungi sebagai suatu pengantar yang bisa membingkai foto tersebut.

Esai tulisan dan fotografi esai sendiri pembedanya adalah pada media penyampaiannya. Kalau dalam fotografi esai terdapat tulisan, tetapi kehadiran tulisan ini hanya sebagai pelengkap yang membingkai tema serta keterangan mengenai foto. Jadi disimpulkan focus utama fotografi esai terdapat pada foto itu sendiri (Sugiarto 80).


(26)

Sedangkan esai tulusan adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dengan menonjlkan opini penulisannya.

Menurut Sugiarto, pada buku paparasi fotografi esai juga dapat disebut dengan foto berita, foto berita harus memuat hal yang sama dengan berita yang ditulis dengan 5W1H, bedanya foto berita menggunakan gambar, dengan kata lain gambar berfungsi sebagai berita yang dapat menimbulkan emosi, responden emosional dari pembacanya. Dengan teknik foto yang baik bisa dikatakan berita itu berhasil.

Kualitas fotografi esai sedikit banyak ditentukan oleh cropping, tata letak, dan ukuran perbesaran fotonya. Perpaduan ini merupakan salah satu cara beropini, berkomunikasi, dan bercerita tentang suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi ke dalam bentuk foto tersebut, dan hal ini mempertegas bahwa gambar mengandung berjuta makna yang lebih kaya daripada kata ( Sugiarto,81-83).

2.8 Fotografi Human Interest

Fotografi human interest adalah foto yang bertujuan untuk menyampaikan pesan visual dengan pendekatan humanis di mana pengalaman personal fotografernya dapat dirasakan oleh pengamatnya (Way,hal 9). Fotografi ini bertujuan untuk mengamati bagaimana pola perilaku masyarakat, apa yang mereka pikirkan dan lakukan sebagai sebuah kebiasaan yang terus menerus terjadi.

Fotografi human interest dapat diartikan berdasarkan kata “human” dan “interest”. “Human” sendiri memiliki arti manusia sedangkan “interest” memiliki arti menarik, sehingga arti fotografi human interest adalah sebuah foto yang muncul karena adanya ketertarikan akan pengabdian manusia, yang dapat dilihat dari berbagai aspek,


(27)

seperti gaya hidup, kebiasaan dan berbagai macam hal yang berkaitan dengan manusia itu sendiri (Way,hal 9). Fotografi human interest dapat menghadirkan pemaknaan hidup yang tidak dapat dirasakan diri sendiri, tetapi dapat dirasakan oleh orang lain. Foto adalah sebuah media yang mewakili cara pandang fotografer dalam memvisualkan suatu kejadian, dimana apa yang dipandang oleh fotografer dapat menjadi sebuah cerita yang bermakna dan mempunyai nilai estetis tersendiri bagi pengamatnya.

2.9 Unsur Cerita Dalam Fotografi Esai

Sebuah informasi yang baik adalah yang didalamnya mengandung unsur atau elemen informasi yang disajikan secara lengkap. Para fotogafer jurnalistik dalam membuat sebuah foto yang dapat disajikan kepada masyarakat selalu menggunakan 5W+1H : Who, What, When, Where, Why dan How. Sama dengan Fotografi Esai juga dituntut untuk memenuhi elemen informasinya selengkap mungkin. Elemen yang ada dalam Fotografi Esai yang digunakan sebagai pembentuk tuturan didalam Fotografi Esai adalah:

a. Establishing Shot

Gambar pertama yang mampu menarik dan menggiring pembaca masuk ke dalam cerita, biasanya membawa kita ke lokasi cerita (scene) dan menambatkan suatu nada (tone) tertentu, tak jarang memuat elemen penting lainnya, terutama karakter penting di dalam tuturan yaitu sang tokoh.

b. Potrait

Foto Potret dari sang tokoh (karakter) atau pelaku utama dalam cerita. Bisa berupa potret tunggal bisa pula potret kelompok (group portrait).


(28)

c. Interaction

Hubungan antara pelaku cerita atau pelaku dengan lingkungannya, baik secara fisik, emosi, psikologis atau secara professional. Rangkaian interaksi membentuk plot cerita. Unsur ini memberikan cerita suatu kedalaman emosi lewat tampilan ekspresi wajah, sorot mata dan bahasa gerak (gesture) si tokoh.

d. Signature

Penanda Utama adalah elemen interaksi juga, namun sebuah interaksi yang

menjadi momen penentu, satu foto yang, bila terpaksa, bisa mewakili keseluruhan cerita, yang menandai atau menffambarkan adanya perubahan. Sebuah penanda utama biasanya berupa suatu “moment shot” dimana aksi si tokoh atau tokoh yang terlibat dan lingkungannya terangkai dalam suatu komposisi yang memberi kesan mendalam (drama).

e. Detail

Detail adalah sesuatu yang semula tampak biasa padahal kehadirannya sangat penting di dalam cerita. Detail di dalam tuturan berfungsi “menyandera” perhatian pembaca untuk berhenti dan meluangkan waktu lebih untuk menelitinya. Karena kelebihan tersebut, detail juga berfungsi untuk menentukan langkah kecepatan (pace) alur cerita. Detail bisa berupa apa saja dan tidak harus suatu benda, tidak pula harus close-up yang penting adalah signifikansinya.

f. Clincher

Foto terakhir yang menggambarkan situasi akhir atau penegasan yang berfungsi untuk menutup cerita. (www.infofotografi.com)


(29)

2.10 Prinsip Desain

Prinsip-prinsip desain ini nantinya digunakan sebagai patokan dalam memberikan penilaian alternative desain yang dibuat sehingga dapat menentukan desain yang terbaik. Didalam bukumya Supriyono (2010:86) dijelaskan prinsip-prinsip desain komunikasi visual adalah sebagai berikut:

a. Keseimbangan

Dalam keseimbangan terdapat dua pendekatan dasar untuk menyeimbangkan. Pertama adalah keseimbangan simetris yang teridiri dari susunan elemen agar dapat merata ke kiri dan ke kanan dari tengah. kedua adalah keseimbangan asimetris. Keseimbangan ini merupakan pengaturan yang berbeda supaya dua sisi memiliki bobot visual yang sama.Unsur-unsur yang dapat digunakan sebagai unsur penyeimbang antara lain adalah warna, nilai, ukuran, bentuk, dan tekstur.

b. Penekanan

Penekanan dapat dilakukan pada hal-hal yang menonjol atau yang akan terlihat pertama kali. Dalam sebuah layout dibutuhkan titik focus untuk menarik mata pembaca kepada bagian yang dianggap penting. Titik focus yang terlalu banyak dapat mengalahkan apa yang ingin diungkapkan. Sehingga, pada umumnya titik focus akan muncul ketika sebuah elemen Nampak berbbeda dari yang lain.

c. Irama

Irama adalah sebuah pola layout yang dibuat oleh elemen-elemen secara

berulang dan bervariasi. Kunci utama dalam ritme visual adalah pengulangan (mengulangi unsur serupa secara yang konsisten) dan variasi (perubahan dalam bentuk,


(30)

ukuran, posisi atau elemen).Penempatan elemen dalam sebuah layout juga harus ditata secara teratur sehingga dapat membuat nuansa yang lembut, tenang dan santai.

d. Kesatuan

Kesatuan atau unity adalah salah satu prinsip yang menekankan pada keselarasan dari unsur-unsur yang disusun baik dalam wujudnya maupun hanya sebatas ide yang menjadi landasannya.Dengan adanya kesatuan ini, elemen-elemen yang ada dapat saling mendukung sehingga diperlukan focus yang dituju.

2.11 Buku

Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangun watak bangsa. Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk anak-anak umumnya adalah buku bergambar, karena anak-anak lebih mudah memahami buku tersebut dengan banyak gambar daripada tulisan, sedangkan orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku walaupun tanpa gambar sekalipun. (Muktiono, 2003:25)

Secara bahasa, buku berarti lembaran kertas yang berjilid, baik itu beisi tulisan/ gambar maupun kosong (Depdinas, 2001). Buku merupakan sekumpulan tulisan/ gambar yang dikumpulkan dan disusun hungga membentuk sebuah lembaran yang dijilid.

2.12 Anatomi Buku

Iyan Wibowo dalam bukunya yang berjudul “ Aanatomi Buku “ (2007:37), menyebutkan bahwa buku memiliki beberapa bagian yang menjadi kelengkapan buku antara lain:


(31)

1. Kover Buku (Sampul Buku)

a. Kover depan : Kover sangat memengaruhi daya tarik sebuah buku, sebab awal terhadap buku ada di sini. Setiap datang ke toko atau sebuah pameran buku, yang terlebih pertama kali oleh pandangan kita adalah pajangan buku berbentuk kover buku yang menarik. Kover depan biasanya berisi judul, nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, serta logo dan nma penerbit.

b. Kover belakang : Biasanya berisi judul buku, sinopsis, biografi penulis, ISBN (International Standard Book Number) beserta barcode-nya, dan alamat penerbit sekaligus logonya.

c. Punggung buku : Buku yang memiliki ketebalan tertentu biasanya memiliki punggung buku (khusus untuk buku tebal). Punggung buku berisi nama pengarang, nama penerbit, dan logo penerbit.

d. Endorsement : Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca atau ahli atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis di kover buku atau kover belakang.

e. Lidah kover (jarang ada, buku tertentu saja) : Biasanya berisi foto beserta riwayat hidup pengarang dan atau ringkasan buku yang dihadirkan untuk kepentingan estetika dan keeksklusifan buku.

2. Perwajahan Buku

a. Ukuran buku : Masalah ukuran buku sangat berhubungan dengan materi (isi). Sebuah novel biasanya memiliki ukuran yang berbeda dengan buku pelajaran. Buku pelajaran biasanya lebih panjang dan lebih lebar.


(32)

b. Bidang cetak : Dalam setiap halaman isi buku, kita melihat bagian yang kosong di setiap pinggir-pinggirnya, atau biasa disebut margin. Selain untuk keindahan, bagian tersebut berfungsi mengamankan materi dari kesalahan cetak (misalnya terpotong). Sedangkan bagian yang berisi tulisan (materi) biasa dinamakan bidang cetak.

c. Pemilihan huruf : Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antarbaris (lead) sangat penting dalam pembuatan buku. Ketiga hal tersebut selain untuk kepentingan estetika, akan menentukan enak tidaknya buku dibaca.

d. Teknik penomoran halaman : Masalah halaman berkaitan dengan kemudahan pembaca dalam menandai materi (isi).

e. Pemilihan warna : Beberapa buku terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar-gambar tertentu yang memang dibutuhkan, untuk penegasan atau sekadar keindahan.

f. Keindahan dan kesesuaian ilustrasi : Beberapa buku, terutama yang diperuntukkan bagi anak-anak banyak membutuhkan ilustrasi yang berfungsi menggambarkan materi, sehingga membantu imajinasi pembaca memahami pesan di dalam buku.

g. Kualitas kertas dan penjilidan : Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama. Untuk buku anak-anak yang mengandung banyak ilustrasi dan berwarna, biasanya membutuhkan kertas yang lebih tebal. Hal ini mempengaruhi penjilidan di akhir proses penerbitan buku. 3. Halaman Preliminaries (Halaman Pendahulu)


(33)

a. Halaman judul : Halaman ini berada di halaman awal, setelah kita membuka Kover Buku, antara lain berisi judul, subjudul, nama penulis, nama penerjemah, nama penerbit,, dan logo. Akan tetapi, sebagian buku terbitan memiliki halaman prancis, yang terletak sebelum halaman judul, dan hanya berisi judul buku.

b. Hak cipta (copyright) : Halaman hak cipta berisi judul, identitas penerbit, penulis, termasuk tim yang terlibat selama proses publikasi, misalnya editor, penata letak, desainer sampul, ilustrator, dan lain-lain. Halaman hak cipta ini biasanya juga disertai pernyataan larangan atau izin untuk memperbanyak (menggandakan) buku tersebut. Akan tetapi, kami pernah menemukan buku yang seakan-akan menolak hak cipta dengan menyebutkan bahwa buku tersebut boleh difotokopi. Secara umum memang aneh, tapi begitulah adanya perbedaan pendapat.

c. Halaman tambahan : Halaman ini biasanya berisi motto dan atau ucapan terima kasih dari penulis.

d. Sambutan : Halaman ini berisi semacam sambutan yang disampaikan oleh lembaga atau perseorangan yang berkompeten. Ada pula yang menyebutnya sebagai Sekapur Sirih dan lain sebagainya.

e. Kata pengantar : Kata pengantar berisi sedikit ulasan atas buku atau ulasan atas penulis, yang ditulis penerbit atau siapa pun yang berkompeten dan berkaitan dengan isi buku.


(34)

f. Prakata : Prakata ditulis sendiri oleh penulis sebagai pemandu sebelum pembaca memasuki materi atau isi buku. Prakata biasanya berisi uraian tentang tujuan serta metode penulisan.

g. Daftar isi : Memudahkan pembaca mencari halaman isi yang berkaitan dengan tema tertentu dari materi buku.

h. Selain itu juga beberapa hal yang termasuk dalam Halaman Preliminaries, tetapi tergantung kebutuhan atau sesuai dengan materi (isi) buku (tidak selelu ada), yaitu : Daftar tabel, Daftar singkatan dan akronim, Halaman daftar lambang, Halaman daftar ilustrasi, Halaman pendahuluan.

4. Halaman Isi Buku

a. Judul bab : Biasanya, jenis beserta ukuran font (font size, lebih besar) judul bab dibuat berbeda dengan judul subbab apalagi dengan isinya. b. Penomoran bab : Penomoran Penomoran ini berbeda-beda pada beberapa

buku. Pada buku yang berisi ilmu pengetahuan teoritis biasanya penomoran bab menggunakan angka Romawi atau angka Arab. Akan tetapi, pada buku-buku sastra atau buku-buku ilmu pengetahuan populer, biasanya lebih banyak menggunakan simbol-simbol atau berupa tulisan, satu, dua, tiga, dan seterusnya.

c. Alinea : Setiap paragraf baru akan ditandai dengan adanya alinea.

d. Penomoran teks : Dalam penomoran teks, kita harus selalu konsisten dan sesuai aturan penomoran teks. Misalnya dengan huruf (A, 1, a, (1), (a)) dan dengan angka (1.1, 1.2, 1.2.3), atau dengan teknik lain.


(35)

e. Perincian : Dalam melakukan perincian hampir sama dengan sistem penomoran teks. Perincian banyak dijumpai pada soal-soal ujian. Perincian dapat berupa penjabaran, dapat pula berupa pilihan, dapat menggunakan nomor, dan dapat pula menggunakan angka.

f. Kutipan : Setiap kutipan harus mencantumkan sumber. Jika kutipan agak banyak maka harus dibuat dengan font yang berbeda, baik ukuran, dan jenis font-nya, atau bisa juga dengan cara diberi background.

g. Ilustrasi : Ilustrasi harus memiliki keterkaitan dengan materi. Sebab, pemberian ilustrasi bertujuan membantu menjelaskan materi memalui gambar.

h. Tabel : Penempatan tabel harus berdekatan dengan materi yang berkaitan. Jika tidak memungkinkan karena menyesuaikan layout, sebaiknya diberi nomor.

i. Judul lelar : Judul lelar biasanya ditempatkan di atas atau di bawah teks, kadang diletakkan bersebelahan dengan nomor halaman buku. Judul lelar biasanya berisi judul buku (pada setiap halaman genap) dan judul bab atau nama pengarang (pada setiap halaman ganjil).

j. Inisial : Inisial adalah huruf pertama dalam di awal paragraf setelah judul bab yang dibuat sangat besar melebihi ukuran huruf yang lain.

k. Catatan samping : Biasanya berada di akhir kalimat kutipan tidak langsung.

l. Catatan kaki : Biasanya berada di baris paling bawah halaman, sebelum Judul lelar.


(36)

5. Halaman Postliminary (penyudah)

a. Catatan penutup : Semacam catatan kaki yang berada di akhir materi atau setelah bab terakhir.

b. Daftar istilah : Biasanya berisi istilah-istilah asing dan penjelasannya yang dipakai dalam materi buku.

c. Indeks : Daftar kata atau istilah penting yang dilengkapi dengan nomor halaman. Indeks disusun secara alfabetis dan terletak pada bagian akhir buku. Kita dapat mencari informasi dari istilah yang terdapat dalam indeks sebagaimana tidak semua buku memerlukan indeks.

d. Daftar pustaka : Berisi daftar buku-buku yang dijadikan referensi dalam menulis materi buku.

e. Biografi penulis : Penjelasan tentang latar belakang penulis yang melahirkan buku.

2.13 Layout

Menurut Tom Lincy dalam buku (Kusrianto, 2007:35), prinsip layout yang baik adalah yang selalu memuat 5 prinsip utama dalam desain, yaitu proporsi, keseimbangan, kontras, irama dan kesatuan. Pada pembuatan buku referensi ini desain layout harus diperhatikan, layout tidak akan bisa berkomunikasi dan menyampaikan informasinya bila layout itu tidak diperhatikan. Untuk itu, layout harus memiliki tampilan yang berbeda dari yang lain yang mampu menarik perhatian yang melihatnya.


(37)

Sebelum memulai membuat desain layout, diperlukan pengetahuan mengenai jenis-jenis layout. Berikut adalah jenis-jenis layout pada media cetak, baik majalah, iklan, koran maupun buku :

a. Mondrian Layout

Mengacu pada konsep seorang pelukis Belanda bernama Piet Mondrian, yaitu penyajian iklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square / landscape / portrait. dimana masing-masing bidangnya sejajar dengan bidang penyajian dan memuat gambar / copy yang saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisi yang konseptual.

b. Multi Panel Layout

Bentuk iklan dimana dalam satu bidang penyajian dibagi menjadi beberapa tema visual dalam bentuk yang sama (square/double square semuanya).

c. Picture Window Layout

Tata letak iklan dimana produk yang diiklankan ditampilkan secara close up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa menggunakan model (public figure).

d. Copy Heavy Layout

Tata letaknya mengutamakan pada bentuk copy writing (naskah iklan) atau dengan kata lain komposisi layout-nya didominasi oleh penyajian teks (copy).

e. Frame Layout

Suatu tampilan iklan dimana border/bingkai/frame-nya membentuk suatu naratif (mempunyai cerita).


(38)

f. Shilhouette Layout

Sajian iklan yang berupa gambar ilustrasi atau tehnik fotografi dimana hanya ditonjolkan bayangannya saja. Penyajian bisa berupa Text-Rap atau warna spot color yang berbentuk gambar ilustrasi atau pantulan sinar seadanya dengan tehnik fotografi.

g. Type Specimen Layout

Tata letak iklan yang hanya menekankan pada penampilan jenis huruf dengan

point size yang besar. Pada umumnya hanya berupa Head Line saja.

h. Circus Layout

Penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada ketentuan baku. Komposisi gambar visualnya, bahkan kadang-kadang teks dan susunannya tidak beraturan.

i. Jumble Layout

Penyajian iklan yang merupakan kebalikan dari sircus layout, yaitu komposisi beberapa gambar dan teksnya disusun secara teratur.

j. Grid Layout

Suatu tata letak iklan yang mengacu konsep grid, yaitu desain iklan tersebut seolah-olah bagian per bagian (gambar atau teks) berada di dalam skala grid.

k. Bleed Layout

Sajian iklan dimana sekeliling bidang menggunakan frame (seolah-olah belum dipotong pinggirnya). Catatan : Bleed artinya belum dipotong menurut pas cruis (utuh) kalau Trim sudah dipotong.


(39)

l. Vertical Panel Layout

Tata letaknya menghadirkan garis pemisah secara vertical dan membagi layout iklan tersebut.

m. Alphabet Inspired Layout

tata letak iklan yang menentukan pada susunan huruf atau angka yang berurutan atau membentuk suatu kata dan diimprovisasikan sehingga menimbulkan kesan narasi (cerita).

n. Angular Layout

Penyajian iklan dengan susunan elemen visualnya merupakan suatu perbandingan yang tidak seimbang.

o. Informal Balance Layout

Tata letak iklan yang tampilan elemen visualnya merupakan suatu perbandingan yang tidak seimbang.

p. Brace Layout

Unsur-unsur dalam tata letak iklan membentuk letter L (L-Shape). Posisi bentuk L-nya bisa terbalik, dan dimuka bentuk L tersebut dibiarkan kosong.

q. Two Mortises Layout

Penyajian bentuk iklan yang penggarapannya menghadirkan dua inset yang masing-masing memvisualkan secara deskriptif mengenai hasil penggunaan/detail dari produk yang ditawarkan.

r. Quadran Layout

Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian dengan volume/isi yang berbeda. Midalnya kotak pertama 45%, kedua 5%. ketiga


(40)

12%, dan keempat 38% (mempunyai perbedaan yang menyolok apabila dibagi empat sama besar).

s. Comic Script Layout

Penyjian iklan yang dirancang secara kreatif sehingga merupakan bentuk media komik, lengkap dengan captions-nya.

t. Rebus Layout

Susunan layout iklan yang menampilkan perpaduan gambar dan teks sehingga membentuk suatu cerita.

u. Big Type Layout

Bentuk tampilan layout yang menonjolkan teks dan tidak bergambar karena didominasi oleh teks yang berukuran besar.

Sebuah layout yang menarik bisa jadi adalah layout yang cantik, mengejutkan, menghibur, aneh/tidak biasa atau bisa juga layout yang sederhana dan lugas. Untuk memilih image apakah yang akan ditampakkan oleh sebuah layout, kita dapat mendekatinya dari target audience yang akan membaca layout tersebut dan juga bagaimanakah layout halaman-halaman web sejenis lainnya. Berikut ini beberapa tips untuk membuat layout yang menarik :

a. Mengatur informasi penting dengan satu cara tertentu, misalnya : meletakkan headline dalam sebuah lengkung kurva, atau menggunakan jenis font yang berbeda.

b. Untuk headline yang lucu atau provokatif namun menarik dapat menggunakan ukuran font yang sangat besar.


(41)

c. Memotong (crop) sebuah image dengan cara yang tidak biasa, misalnya membentuk potongan yang abstraksi untuk menarik perhatian.

d. Apabila background memakai warna kelam, gunakan warna-warna terang pada bagian informasi yang ditampilkan.

e. Untuk gambar atau tulisan yang kecil diperhatikan agar diberi ruang kosong yang cukup.

f. Miringkan sebuah gambar atau blok tulisan.

g. Perbesar sebuah foto atau gambar pada proporsi yang cukup lebar.

2.14 Garis

Garis adalah unsur seni rupa yang paling utama. Ini disebabkan apabila kita ingin menggambar ataupun mendesain, wujud yang pertama kali ditorehkan adalah garis (Bambang, 2013:10). Terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai garis, di antaranya sebagai berikut :

a. Hubungan antara dua titik secara lurus. b. Kumpulan titik-titik yang berderet lurus.

c. Suatu titik yang diperluas menjadi sesuatu yang mempunyai panjang, kedudukan, dan arah.

Bentuk garis terdiri dari tiga macam, yaitu garis organis, garis jadian-geometris, dan garis batas. Berikut penjelasan dari setiap macam garis :


(42)

a. Garis Organis

Disebut demikian karena bentuk garis tersebut mengadopsi bentuk-bentuk garis yang terdapat di alam. Garis-garis organis memiliki bentuk yang lebih bebas.

b. Garis Jadian-geometris

Garis yang terbentuk melalui suatu proses dan alat. Apabila kedua ujungnya ditautkan, akan tercipta raut yang secara geometris membentuk sebuah bidang. Sejak Zaman Yunani, hanya ada tiga bentuk dasar utama geometri, yaitu bujur-sangkar, segi-tiga sama sisi, dan lingkaran.

c. Garis Batas

Garis yang terbentuk karena ada dua bidang atau permukaan yang warna atau nada warnanya berbeda atau pertemuan dua permukaan yang berbeda kedudukannya.

2.15 Tipografi

Tipografi (Typography), menurut Hendratman dalam bukunya mengatakan tipografi adalah ilmu yang mempelajari tentang huruf. Tipografi adalah menata huruf yang menjadi unsur penting dalam sebuah karya desain komunikasi visual untuk mendukung terjadinya kesesuaian antara konsep dan komposisi karya serta maksud dan tujuan (Santosa, 2008:17).

Didalam dunia desain tipografi sangatlah penting. Tipografi berfungsi sebagai pelengkap dalam desain agar dapat menjelaskan konsep dan ilustrasi dalam sebuah desain. Tipografi memiliki peran sebagai alat untuk mengkomunikasikan informasi dari halaman kepada pengamat atau pembaca. Kurangnya perhatian dan pengetahuan


(43)

mengenai tipografi dapat berdampak pada minimnya daya komunikasi suatu desain. Karena itu, untuk menghasilkan sebuah desain yang mampu mengkomunikasikan informasi atau pesan dengan baik tidak lepas dari ilmu tipografi (Thomas dan Poppy Evans, 2004:14). Berikut adalah jenis-jenis huruf:

a. Huruf Tak Berkait (Sans Serif).

Tidak memiliki kait (hook) hanya batang dan tangkainya saja, ujungnya tajam dan tumpul, sifatnya kurang formal, sederhana, modern dan akrab. Huruf jenis ini memiliki keuntungan yaitu mudah dibaca dan cocok untuk desain di layar computer web, e-book, cd, profile, dan media lainnya. Contoh: Arial, Avan Grade, Trebhucet MC, dan Vaground.

Headline

Arial Black

Subhead

Tahoma

Body Text

Calibri

Gambar 2.1 Contoh huruf Sans Serif Sumber: Hasil Olahan Peneliti b. Huruf Berkait (Serif).

Jenis huruf ini memiliki kait, sifatnya yang elegan danmewah dengan ketebalan yang kontras membuat huruf ini menjadi formal, sangat anggun dan konservatif. Huruf ini sangat cocok digunakan untuk desain di media cetak seperti Koran, skripsi, brosur dan media lainnya. Contoh: Times New Roman.

Headline

Timpany

Subhead

Times Roman

Body text

Bell MT

Gambar 2.2 Contoh huruf Serif Sumber: Hasil Olahan Peneliti


(44)

c. Huruf Tulis atau Latin (Script).

Huruf ini memiliki jenis yang saling berkaitan seperti tulisan tangan, sifatnya anggun, tradisional, dan informal, kurang mudah dibaca sehingga jangan terlalu banyak digunakan. Didalam desain undangan pernikahan, ulang tahun, dan upacara tradisional, huruf ini sangat cocok digunakan. Contoh: Brush Script, Shelley, Mystral, Comic Sans, dan Rage.

Welcome

Brush Script

Undangan

Rage italic

Selamat

Mistral

Gambar 2.3 Contoh huruf Script Sumber: Hasil Olahan Peneliti d. Dekoratif (Graphic).

Bentuk huruf ini sangat rumit dalam desainnya. Setiap huruf sengaja dibuat sangat detail sehingga menjadikan sifat dari huruf ini sangat mewah, anggun, bebas dan tradisional. Jenis huruf ini sangat sulit dibaca namun cocok untuk aksen, hiasan, huruf pada awal alinea artikel dan logo perusahaan. Contoh: Augsburg intial, Aquarium, dan English.

Once Upon

Aquarium

Tribun

English

Gambar 2.4 Contoh huruf Decoratif Sumber: Hasil Olahan Peneliti


(45)

e. Monospace.

Jenis font ini adalah jenis font yang biasa digunakan untuk bahasa pemrograman dikarenakan huruf ini mudah dibaca namun kurang cocok untuk tampilan. Bentuknya sangat sederhana tapi jarak dan ruang hurufnya sama. Sifat dari huruf ini adalah formal, sederhana, futuristic, dan kaku.

3.D.s.t.u.d.i.o.M.a.x

3.D.s.t.u.d.i.o.M.a.x

Gambar 2.5 Contoh huruf Monospace Sumber: Hasil Olahan Peneliti

2.16 Buku Referensi

Buku Referensi adalah suatu buku atau sejumlah publikasi kepada siapa orang berkonsultasi untuk mencari fakta-fakta atau informasi tentang latar belakang objek, orang, dan atau peristiwa secara cepat dan mudah. Buku sumber ini bukan untuk dibaca secara menyuluruh, seperti kamus, ensiklopedia, handbook, direktori, guide books, almanak-almanak, peta, buku biografi, buku indeks dan abstrak, publikasi penelitian dan publikasi pemerintah.

2.17 Proporsi

Proporsi adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya (Kusrianto, 2007:35). Penerapan teori ini dalam pembuatan buku referensi masjid tua di Surabaya,


(46)

sebuah konsep dalam penerapan perbandingan ukuran yang digunakan untuk menentukan penataan visual, keseimbangan visual demi mebentuk proporsi yang sesuai.

Di dalam bukunya Bambang Irawan dan Pricilla Tamara yang berjudul “Dasar-Dasar Desain”, proporsi adalah perbandingan dari satuan ukuran yang dinyatakan dengan bilangan dan simbol (Bambang & Pricilla, 2013:41). Peradaban kuno Mesir, India, dan Yunani masing-masing memiliki asas proporsi dengan satuan ukuran tersendiri. Misalnya di Yunani kuno, proporsi yang terkenal disebut Golden Mean, yaitu 1 : 1,618. Seiring dengan perkembangan zaman, proporsi kuno sudah tidak lagi mendukung untuk keperluan desain.

Peradaban baru mulai bangkit dan membawa asas proporsi baru yang beraneka ragam, sesuai dengan perkembangan zamannya. Proporsi itu penting. Suatu komposisi visual dinyatakan baik apabila memiliki proporsi yang pas, apa pun bentuk dan gaya dari karya seni tersebut. Di dalam perancangan visual, semua unsur rupa terlibat dalam proporsi yang merupakan perbandingan tersebut.

Gambar 2.6 Perbandingan Emas pada peradaban Yunani Kuno


(47)

2.18 Warna

Warna adalah sesuatu yang sederhana yang dapat dengan mudak menarik perhatian. Pemilihan warna yang tepat dapat menciptakan keinginan melihat dan membuat teks lebih terbaca. Dalam bukunya Supriyono (2010:70) menjelaskan, kekuatan warna sangat dipengaruhi oleh background. Dalam seni rupa warna dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:

1. Hue: pembagian warna berdasarkan nama-nama warna, seperti merah, biru, kuning, hijau dan seterusnya.

a. Warna Prime

Merupakan warna dasar yang tidak merupakan campuran dari warna-warna lain. Warna yang termasuk dalam golongan warna primer adalah merah, biru, dan kuning.

b. Warna Sekunder Merupakan hasil pencampuran warna-warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijau adalah campuran biru dan kuning, dan ungu adalah campuran merah dan biru.

c. Warna Tersier

Merupakan campuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder. Misalnya warna jingga kekuningan didapati dari pencampuran warna kuning dan jingga. Warna merupakan elemen desain yang sangat berpengaruh terhadap desain, karena akan membuat suatu komposisi desain tampak lebih menarik.


(48)

2. Value: gelap terang warna, dimana semua warna dapat dikuatkan atau diperlemat karakteristiknya dengan cara dibuat lebih terang atau lebih redup

3. Intensity: tingkat kejernihan warna. Suatu warna disebut memiliki intensitas murni ketika tidak dicampur dengan warna lain. Untuk menambah atau membuat warna lebih redup dan netral, maka dapat dengan cara menambahkannya dengan warna lain.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan ini menggunakan metodologi kualitatif. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mendalam yang dapat mendukung perancangan buku Fotografi Esai Penabang Belerang Kawah Gunung Ijen.

3.1 Jenis Penelitian

Metode Kualitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam tehadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih diutamakan dengan menggunakan teknik analisis mendalam in-depth analysis, mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kualitatif yakni bahwa sifat suatu masalah akan berbeda dengan sifat masalah lainnya. Tujuannya dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Penelitian ini berfungsi memberikan kategori substantive dan hipotensi penelitian kualitatif.

Menurut Sugiono (2009:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang ilmiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabunga) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.


(50)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh memiliki peranan penting untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam perancangan buku Fotografi Esai Penambang Belerang Kawah Gunung Ijen. Sehingga diperlukan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Data ini digunakan untuk mengetahui konsep awal yang akan digunakan untuk perancangan buku Fotografi Esai.

3.2.1 Observasi

Observasi atau pengamatan, merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap obyek penelitian mengenai masalah dan fenomena yang diteliti. Melakukan pengamatan dengan turun langsung ke lapangan untuk mencari dan mencatat hasil observasi sehingga menjadi data acuan pembuatan analisis data dan perancangan karya.

3.2.2 Wawancara

Metode ini merupakan proses tanya jawab lisan yang bertujuan untuk mencari informasi-informasi lebih mendalam mengenai Penambang Belerang di Kawah Gunung Ijen yang tidak diketahui oleh masyarakat luas.

Wawancara adalah suatu proses komunikasi interaksional antar dua orang, dan salah satu diantaranya memiliki tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya, dan dilakukan dengan melibatkan pemberian dan menjawab pertanyaan.


(51)

Pada hal ini pihak yang akan diwawancarai adalah para Penambang Belerang di Kawah Gunung Ijen dikarenakan perancangan ini berkaitan dengan kehidupan para penambang.

3.2.3 Studi Pustaka

Metode ini menggunakan pembahasan yang berdasarkan pada buku, literatur, catatan dan laporan yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan teori tertentu yang berhubungan dengan penulisan dan menunjang keabsahan data yang diperoleh di lapangan. Pada metode ini, menggunakan berbagai literatur yang berhubungan dengan perancangan buku Fotografi Esai Penambang Belerang, seperti penelitian terdahulu, buku jurnal dan artikel yang diperoleh dari website.

3.2.4 Dokumentasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan seluruh bukti otentik yang berkaitan dengan Penambangan Belerang Kawah Gunung Ijen berupa foto dan video tentang kehidupan Penambang Belerang Kawah Gunung Ijen yang nantinya akan dicatat.

3.2.5 Diskusi

Proses pengumpulan data dan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Proses diskusi kali ini dilakukan oleh


(52)

pihak pengelola penambangan belerang dikarenakan perancangan ini menggunakan forum discussion group yang berfungsi sebagai brain stroming kepada pihak pengelola.

3.3 Teknik Analisa Data

Moleong (2006:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Selanjutnya di cari kaitannya antara data yang satu dengan yang lainnya dalam proses sintesisasi. Dan yang teakhir adalah membuat kesimpulan menjadi datu pertanyaan yang menjawab pertanyaan penelitian.

Berdasarkan analisa data tersebut selesai dilaksanakan, maka dibuat beberapa rancangan Fotografi Esai Penambang Belerang Kawah Gunung Ijen yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data (http://www.pengertianpakar.com/).

Reduksi data yang dilakukan peneliti dengan memilih data yang berkaitan dengan buku fotografi esai, cara menciptakan buku fotografi esai dan alur cerita yang akan dipakai.


(53)

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan (http://www.pengertianpakar.com/).

Penyajian data yang dilakukan peneliti dengan menyajikan dalam bentuk skema perancangan desain buku fotografi esai yang akan menjelaskan tahap-tahap penciptaan buku fotografi esai dari pengumpulan data sampai pada tahap proses mendesain buku Fotografi Esai Penambang Belerang Kawah Gunung Ijen.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan untuk mengambil tindakan (http://www.pengertianpakar.com/).

Penarikan kesimpulan yang dilakukan peneliti dengan cara mengambil kesimpulan dari reduksi data mengenai buku fotografi esai, cara menciptakan buku fotografi esai dan sebagai media informasi yang akan dipakai hingga mendapatkan keywords, yaitu perancangan buku fotografi esai Penambang Belerang Kawah Gunung Ijen Sebagai Media Informasi


(54)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan dalam bab ini lebih difokuskan pada metode yang digunakan dalam perancangan karya, observasi data serta pengolahannya dalam perancangan buku fotografi esai penambang belerang kawah ijen Banyuwangi untuk menggambarkan mata pencaharian masyarakat desa paltuding.

4.1 Hasil dan Analisis Data

4.1.1 Hasil Observasi (Pengamatan)

Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek dan melakukan pencatatan secara sisematis tentang hal – hal tertentu yang menjadi objek pengamatan.

Observasi yang dilakukan pada tanggal 15 – 17 Maret 2016 dilakukan pengamatan secara langsung mengenai kehidupan penambang belerang di Kawah Gunung Ijen Banyuwangi, sehingga dapat ditentukan apa yang sesuai untuk perancangan buku fotografi essai penambang belerang Kawah Gunung Ijen Banyuwangi. Berdasarkan hasil observasi dari beberapa buku, jurnal dan website resmi. Didapatkan berbagai macam data yang berhubungan dengan penambang belerang di kawasan Kawah Gunung Ijen Banyuwangi. Hasil observasi peneliti, Banyuwangi memiliki potensi wisata alam yang sangat menonjol, salah satunya adalah kawasan wisata Kawah Gunung Ijen yang terdapat tambang belerang didalamnya. Potensi belerang yang ada di kawasan Gunung Ijen tersebut sudah ada sejak jaman belanda dan bertahan sampe sekarang, peneliti mengobservasi penambang belerang sebagai objek dengan mendokumentasikan aktifitas para penambang tersebut yang nantinya akan dituangkan dalam buku fotografi essai.


(55)

Peneliti bukan hanya meneliti para penambang belerang, tetapi juga meneliti potensi lain yang ada di kawasan wisata Gunung Ijen seperti, kunjungan wisatawan domestic maupun mancanegara adalah 16.402 orang. Pada saat peneliti terjun lapangan potensi besar kawah ijen mampu menarik berbagai wisatawan, terutama para penambang belerang menjadi objek foto yang menarik bagi para wisatawan. Dengan beban berat yang bisa menjapai puluhan kilogram bahkan sampe 100 kilogram menarik pandangan para wisatawan untuk mengabadikan moment dan proses penambangan yang dilakukan para penambang. Para penambang belerang inilah yang nantinya akan dijadikan bekal dalam perancangan buku fotografi essai.

Potensi Banyuwangi selanjutnya adalah Tari Gandrung merupakan salah satu warisan budaya yang merupakan khas dari Banyuwangi, ketika melakukan observasi peneliti mengunjungi monument sekaligus menjadi gerbang masuk Banyuwangi yaitu monument selamat datang yang terdapat patung penari gandrung sebagai ikon Banyuwangi. Bukan hanya mengunjungi saja peneliti juga mendokumentasikan dikarenakan tari gandrung merupakan ikon dari Banyuwangi yang dilestarikan.

Potensi – potensi tersebut yang berhasil diobservasi oleh peneliti dan didokumentasikan yang nantinya sebagai bahan untuk perancangan buku fotografi essai. Potensi wisata alam Banyuwangi sangat mendukunguntuk dijadikan tujuan wisata unggulan Kabupaten Banyuwangi. Aktifitas penambang belerang yang mampu menjadi daya tarik para wisatawan dapat menunjukkan kepada pemerintah daerah bahwa Banyuwangi memiliki keunggulan yang berbeda dengan daerah lain dan dapat lebih memperhatikan kesejahteraan para penambang belerang.


(56)

4.1.2 Wawancara (Interview)

Analisis data adalah proses sistematis pencarian dan pengaturan transkrip observasi, wawancara, dan studi pustaka yang telah dikumpulkan berguna untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi dan memungkinkan penyajian data yang sudah ditemukan. Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu yang di ucapkan peneliti dan berhadapan langsung kepada informan untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahn penelitian (Moleong 1991:135). Dalam metode wawancara ini terjadi proses tanya jawab secara langsung dan lisan dengan informan yang berfungsi untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang penelitian yang dikerjakan. Untuk mendapatkan informasi yang mendalam dan terpercaya.Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 15 Maret 2016 dengan Bapak Purwanto selaku Penambang Belerang Kawah Ijen Banyuwangi. Menurut bapak Purwanto penambangan belerang saat ini mengalami kemajuan termasuk kemajuan dari segi alat yang digunakan untuk membawah belerang dari tempat penambangan ke tempat penimbangan belerang. Akan tetapi alat modern tersebut tidak lah banyak dan tidak semua penambang mendapatkan alat modern tersebut, dikarenakan itu merupakan pemberian dari seseorang yang peduli akan nasib para penambang.

4.1.3 Studi Terdahulu

Berdasarkan studi literature yang telah dilakukan terhadap buku mengenai Penambang Belerang yang ditulis Heru Sutikna pada Tahun 2014 berjudul Jejak – Jejak Kaki Di Kawah Ijen Dalam Fotografi Dokumenter yaitu potret kehidupan penambang belerang yang berada di kawah ijen, para penambang berjalan menaiki Gunung Ijen yang


(57)

kurang lebih sekitar 2 hingga 3 jam. Sesampainya dipuncak mereka harus menuruni lagi menuju bibir kawah selama 30 menit. Kesejahteraan penambang ini lah yang harus di perhatikan, karena para penambang mempunyai kontribusi yang akan diberikan kepada manusia berupa jasa. Ada beberapa fungsi dari belerang adalah berfungsi sebagai komponen produksi pupuk, campuran bahan pewarna, dan sebagai produksi asam sulfat. Belerang adalah salah satu unsur kimia yang tidak termasuk dalam kelompok mineral logam. Belerang dalam table periotic disebut dengan symbol S atau sulfur. Belerang yang masih murni bisa ditemukan pada sumber lingkungan yang dekat dengan gunung berapi atau gunung berapi yang sudah tidak aktif. Banyak manfaat belerang sebagai bahan kosmetik dan untuk kesehatan.

4.1.4 Studi Eksisting

Studi Eksisting yang digunakan adalah Cereal Magazine dalam majalah ini menggunakan layout dan konsep modern minimalis meskipun pentaan foto yang tidak teratur tapi akan tetap bisa dibaca dengan jelas dan fokus oleh pembaca

Pada buku esai foto ini memiliki kekuatan yaitu menggunakan foto yang di dapatkan oleh fotografer untuk menarik minat pembaca dan dalam buku esai fotografi ini tersebut juga terdapat artikel yang sesuai dengan detail kehidupan serta mengangkat dari sisi humanisme dengan objek para penambang.

Selanjutnya Studi Eksisting yang digunakan adalah Cereal Magazine dalam majalah ini menggunakan layout dan konsep modern minimalis meskipun pentaan foto yang tidak teratur tapi akan tetap bisa dibaca dengan jelas dan fokus oleh pembaca.


(58)

Gambar 4.3 : Tampilan Layout Cereal Magazine

Sumber : cerealmagazine.com

Gambar 4.4 : Tampilan Layout Cereal Magazine


(59)

4.2 Konsep atau Keyword

Berdasarkan data yang sudah terkumpul dari hasil wawancara, observasi, studi literatur, STP, dan beberapa data penunjang lainnya yang nantinya akan dijadikan sebuah konsep atau keyword.

4.2.1 Analisis Segmentasi, Targeting, Positioning (STP)

Analisa STP dalam perancangan ini mengacu pada observasi yang dilakukan di area penambangan belerang Kawah Ijen Banyuwangi sebagai berikut :

1. Segmentasi

Target market atau konsumen terdapat berbagai macam yang berbeda-beda menurut kelas sosial masing-masing dan asal mereka sendiri. Oleh karena itu agar buku yang akan dibuat dapat diterima sesuai target market, peneliti harus menentukan dan lebih fokus terhadap segmen-segmen tertentu yang dinilai tepat sasaran. Berikut ini adalah dasar-dasar alam menentukan segmentai :

a. Demografis

Jenis Kelamin : Laki-Laki dan Perempuan Usia : 21-40 Tahun

Status Sosial : Menengah Ke atas

Masa Dewasa Awal (Early Adulthood, 18/21-40 Tahun) Menurut Hurlock (1991:247-252) mempunyai ciri-ciri umum di antaranya sebagai berikut :

1. Masa pengetahuan, seseorang mulai menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa


(60)

2. Usia produktif, masa paling produktif untuk memiliki keturunan, dengan memiliki anak, mereka akan memiliki peran baru sebagai orang tua

3. Masa bermasalah, pada usia ini akan muncul masalah-masalah baru yang berbeda dengan masalah sebelumnya, diantaranya masalah pernikahan

4. Masa ketegangan emosional, masa yang memiliki peluang terjadinya ketegangan emosional, karena pada masa itu seseorang berada pada wilayah baru dengan harapan-harapan baru, dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru.

5. Masa keterasingan sosial, ketika pendidikan berikahir seseorang akan memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga. Seiring dengan itu, hubungan dengan kelompok teman sebaya semakin renggang.

6. Masa komitmen, seseorang akan menentukan pola hidup baru dengan memikul tanggung jawab baru dan memuat komitmen-komitmen baru dalam kehidupan

7. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

8. Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreativitas

b. Geografis

Wilayah : Kota Surabaya Kepadatan Populasi : Kota Besar


(61)

c. Psikografis

Sesuai dengan inventori Psikografik VALS (The Value and Lifestyle System) analisis nilai dan gaya hidup. Pengukuran dan pengelompokan gaya hidup konsumen dibagi menjadi 8 kelompok yaitu: Actuallizer, Fullfield, Achiver, Experiencers, Believers, Strivers, Makers, And Strungglers. Kelompok yang terpilih dalam penelitian ini ada 1 kriteria yaitu Fullfield : orang yang percaya diri, menyukai hal-hal baru yang bernilai, kurang memperhatikam image dan gengsi, menyukai program-program pendidikan dan program Public seperti berita, dan cukup sering membaca.

2. Targeting

Target audience yang dituju dari perancangan buku essay Photography essai penambang belerang kawah ijen adalah orang-orang yang berada pada fase dewasa Dini yaitu dewasa yang berusia 21-40 tahun yang tergolong dalam kategori Mahasiswa sampai orang bekerja, yang memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mulai mencari hal-hal baru. Dengan Target Market sebagai berikut:

Usia : 21-40 tahun

Pekerjaan : Pegawai negeri/ swasta, ibu rumah tangga dan wiraswasta Kelas Sosial : Kelas menengah atas

3. Positioning

Positioning adalah strategi komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana khalayak menempatkan suatu produk, merek atau perusahaan di dalam otaknya, di dalam alam khayalnya, sehingga khalayak memiliki pemikiran tertentu (Morissan, 2010:72). Dalam hal ini produk tersebut adalah buku esai fotografi penambang belerang yang


(1)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada bab ini adalah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan pada objek penelitian Para Penambang Belerang Di Kawah Gunung Ijen Banyuwangi yang berjudul Perancangan Buku Esai Fotografi Penambang Belerang Kawah Ijen Untuk Menggambarkan Mata Pencahatian Masyarakat Desa Paltuding.

Para Penambang Belerang memiliki kisah yang perlu diperhatikan karena kerja kerasnya dalam melakukan pekerjaannya. Mempertaruhkan nyawa demi memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Kurangnya pengaman yang digunakan saat melakukan pekerjaan sebagai penambang sangat beresiko tinggi dan faktor cuaca yang kadang tidak pasti dapat merengut nyawa para penambang sewaktu – waktu. Para penambang juga melewati jalan yang terjal dan curam untuk bisa sampe ke kawah gunung dimana belerang tersebut ada. Oleh karena itu dengan buku esai fotografi diharapkan mampu mebuat masyarakat dan pemerintah lebih peduli dengan para penambang belerang. Dengan buku fotografi yang dirancang oleh peneliti dirasa sudah mampu mengantarkan dan menginformasikan konten yang ada.

5.2 Saran

Para Penambang Belerang memiliki jasa yang cukup besar, karena pekerjaan yang dilakukan sangat bermanfaat untuk masyarakat luas, mereka mampu memberikan


(2)

kebutuhan belerang setiap harinya. Hal ini dikarenakan kebutuhan belerang yang terus meningkat di Indonesia.

Setelah perancangan Buku Esai Photografi ini selesai, diharapkan dapat memberikan gambaran pihak pengelola, pemerintah dan masyarakat untuk lebih peduli kepada para penambang belerang. Sehingga para penambang belerang dapat kehidupan dan kenyamanan saat melakukan pekerjaannya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku:

Agung, Ranang, Basnendar Herryprilosadoso & Asmoro Nurhadi Panindias. 2010. Animasi Kartun; dari Analog sampai Digital. Jakarta: indeks.

Anggraini, Lia dan Kirana Nathalia. 2014. Desain Komunikasi Visual; Dasar-Dasar Panduan untuk Pemula. Bandung: Nuansa Cendekia.

Bungin, Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitati; Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Carter, David & James Diaz. 1999. The Elements of Pop-Up: A Pop-up Book for

Aspiring Paper Engineers. New York: Little Simon.

Dameria, Anne. 2007. Color Basic; Panduan Warna untuk Desainer & Industri Grafika. Jakarta: Link & Match Graphic.

Dameria, Anne. 2009. Digital Printing Handbook. Jakarta: Link & Match Graphic.

Erikson, E. H. 1993. Childhood and society. New York: Norton

Ibrahim, N.A. 2011. Dyeing of Textile Fibre Blends in Handbook of Textile and Industrial Dyeing; in Apllication of Dyes. vol.2 (Clark, M.,Ed), chapter 4, Cambridge: Woodhead.

Kosasih, R.A. 1990. Pandji Semirang. Surabaya: Elex Media Komputindo dan Paramita.

Mardiyanto. 1995. Analisis Struktur dan Nilai Budaya Dalam Panji Sekar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Pentak, Stephen dan Richard Roth. 2004. Color Basics. USA: Wadsworth Cengage Learning.

Rustan, Surianto. 2013. Mendesain Logo. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Safanayong, Yongky. 2006. Desain Komunikasi Visual; Visual Terpadu. Jakarta:

Arte Intermedia.

Sastrawinata, Saleh. 2000. Panji Semirang. Jakarta: Balai Pustaka.

Scheder, Georg. 1976. Perihal Cetak Mencetak. Yogyakarta: Pusat Grafika Indonesia.


(4)

Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual; Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI Offset.

Tabrani P, 2005. Metode Bercerita Dengan Gambar. Bandung: Kelir.

Muller, Lars, Worjisch, Barbara and Rehm, Dieter. 1995. ECM; Sleeves of Desire; A Cover Story. Baden: Verlag Lars Muller.

Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber Web:

https://cahyarani.wordpress.com/ (diakses pada tanggal 25 September 2015) http://library.binus.ac.id/ (diakses pada tanggal 30 September 2015)

https://longjournal.wordpress.com/ (diakses pada tanggal 30 September 2015) http://perpustakaan.tanahimpian.web.id/ (diakses pada tanggal 30 September

2015)

http://portalremaja.co.id/ (diakses pada tanggal 27 Oktober 2015)

http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/ (diakses pada 30 September 2015) http://topthatpublishing.com/ (diakses pada tanggal 8 November 2015)

http://wp.robertsabuda.com/ (diakses pada tanggal 8 November 2015) http://www.academia.edu/ (diakses pada tanggal 30 September 2015) http://www.kedirikota.go.id/ (diakses pada tanggal 14 September 2015) http://www.pengertianpakar.com/ (diakses pada tanggal 25 September 2015) http://www.popup-book.com/ (diakses pada tanggal 25 September 2015) http://www.technologystudent.com (diakses pada tanggal 8 November 2015) Web.iaincirebon.ac.id/ (diakses pada tanggal 27 Oktober 2015)


(5)

Sumber Jurnal Tugas Akhir:

Adiputra, SV. 2010. Intangible Cultural. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara:-

Ifadhah, Hani Tanzilia. 2015. Penciptaan Buku Ilustrasi Berbasis Pop-Up Tentang Cerita Rakyat Danau Kastoba Bawean sebagai Upaya Memperkenalkan Produk Budaya Lokal. Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. Surabaya:-

Kusuma, A.D. 2013. Perancangan Buku Pop-up Cerita Rakyat Bledhug Kuwu sebagai Proyek Studi. Universitas Negeri Semarang. Semarang:-

Latul, DAP. 2012. Pembuatan Website PT Infomedia Nusantara. Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. Surabaya:-

Mubarok, M.Fatchul. 2014. Penerapan Media dalam Bentuk Pop-up Book Pada Pembelajaran Unsur-Unsur Rupa untuk Siswa Kelas 2 SDNU Kanjeng Sepuh Sidayu. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya:-

Sesdiawan, Mezki. 2012. Perancangan Media Buku Pop-Up Sebagai Upaya Pencegahan Perilaku Anak Usia 7-12 Tahun Berisiko Obesitas di Bandung. Universitas Telkom Bandung. Bandung:


(6)