Rumusan Masalah Tujuan Penelitian

cukup lengkap untuk menggambarkan kondisi awal Kerajaan Islam Cirebon pada masa Sunan Gunung Jati hingga Panembahan Ratu II. Rumusan masalah kedua adalah pecahnya Kesultanan Cirebon. Pada tahun 1677 Cirebon pecah menjadi dua kesultanan yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Pecahnya Kesultanan Cirebon berawal dari adanya campur tangan Kesultanan Mataram dan Kesultanan Banten yang ingin menanamkan pengaruhnya dan menguasai daerah Cirebon. Adanya perpecahan kesultanan di Cirebon mengakibatkan sultan-sultan Cirebon saling berselisih untuk mendapatkan daerah kekuasaan. Kedaan ini dimanfaatkan oleh VOC dengan memanfaatkan sultan- sultan Cirebon untuk menanamkan pengaruhnya. Hingga akhirnya Kesultanan Kasepuhan terpecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kacirebonan, dan artinya di Cirebon terdapat tiga kesultanan. Pada tahun 1723 Kesultanan Kacirebonan dihapuskan sehingga di Cirebon kembali menjadi dua kesultanan. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, penulis menggunakan pustaka karya Sobana Hardjasuptra yang diterbitkan di Bandung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dengan judul Cirebon dalam Lima Zaman Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20. Buku ini menjelaskan pengaruh Kesultanan Mataram dan Banten yang berusaha untuk menguasai Cirebon. Adanya pengaruh dua kekuatan tersebut membuat Cirebon terpecah menjadi dua kesultanan. Buku lainnya adalah Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809 karya Unang Sunardjo pada tahun 1983 terbitan Tarsito Bandung. Buku ini berisi tentang campur tangan Kesultanan Mataram dan Banten terhadap pemerintah Cirebon serta berisi penjelasan tentang keadaan tiga kesultanan Cirebon. Rumusan masalah ketiga adalah pengaruh pecahnya Kesultanan Cirebon terhadap kehidupan politik dan ekonomi. Cirebon pada awalnya merupakan sebuah Kerajaan Islam yang besar dan berpengaruh di Jawa Barat. Raja memiliki kekuasaan yang mutlak sehingga kedudukan raja benar-benar sebagai seorang pemimpin yang memiliki daerah kekuasaan. Pada masa ini juga Cirebon memiliki perekonomian yang kuat yang bertumpu pada perdagangan dan pertanian. Namun pada saat Kesultanan Cirebon terpecah, sultan-sultan Cirebon hanyalah sebagai boneka dari VOC saja. Hal ini berdampak pula pada perekonomian Cirebon yang pada akhirnya dimonopoli oleh VOC. Kerjasama antar sultan dan VOC pertama kali ditandai dengan adanya perjanjian pada tanggal 7 januari 1681. Perjanjian Sultan-Sultan Cirebon dengan VOC terus berlanjut hingga VOC semakin kuat menanamkan pengaruhnya di Cirebon. Pustaka yang digunakan penulis untuk menjawab rumusan masalah ketiga adalah buku Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi Ilmiah karya Susanto Zuhdi dkk., yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta pada tahun 1996. Buku ini berisi tentang kondisi perekonomian Cirebon pada saat VOC mulai menguasai wilayah Cirebon. Pustaka lainnya adalah buku karya Unang Sunardjo yang berjudul Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809 terbitan Tarsito Bandung pada tahun 1983 yang berisi tentang kondisi politik dan ekonomi Cirebon ketika VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Kesultanan Cirebon. Rumusan masalah keempat adalah pengaruh pecahnya Kesultanan Cirebon terhadap kehidupan sosial dan Budaya. Adanya pengaruh VOC tidak berdampak pada politik dan perekonomian saja, akan tetapi berdampak pula pada bidang