BAB I BAB II and BAB III revisi.docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan

kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak
manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh
manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”.
Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak
sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif yang harus
dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam
hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan kepada
Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan pernah
mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu
tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut.
Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari
lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau dengan
ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat identik

dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara tertentu
yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat manusia. Banyak yang
beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu politik, maka agama ini tidak akan
murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika agama tidak menggunakan suatu
politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun pada
kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum sempurna
dan perlu menambahan ilmu.
Untuk itulah saya sangat berharap kepada pembaca semua, semoga setelah membaca
atau membahas makalah ini, kita semua mampu menjadikan agama islam agama yang
kembali sempurna untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya,
Amin.

[1]

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Bagaimana pandangan politik menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan

Mu’tazilah ?

1.2.2

Bagaimana pandangan aqidah menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan
Mu’tazilah ?

1.2.3

Siapakah Tokoh-tokoh aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3 Tujuan
1.3.1

Agar bisa mengetahui dan memahami pandangan politik islam menurut aliran
Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3.2

Agar bisa mengetahui dan memahami pandangan aqidah menurut aliran Syi’ah,

Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3.3

Agar bisa mengetahui dan mengenal Tokoh-tokoh aliran Syi’ah, Murji’ah,
Khawarij dan Mu’tazilah ?

Ada beberapa alasan mengapa tulisan ini dibuat penulis, yaitu :
1.

Memenuhi tugas mata kuliah Agama

2.

Dapat membandingkan politik yang terjadi pada saat sekarang dengan politik

menurut pandangan Islam.
3.

Agar dapat mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.


4.

Dengan mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih dapat

meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita serta lebih mendapatkan posisi yang
lebih baik di hadapan AllahSWT.
1.3.1

[2]

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pandangan Politik Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah
2.1.1. Syi’ah
Syiah merupakan kelompok minoritas di kalangan Sunni (ahlu al-sunnah wa al
jama’ah), Syiah memiliki pandangan berbeda dengan yang lainnya, kelompok ini
percaya bahwa sebelum Nabi SAW telah menentukan penggantinya sebagai
pemimpin, sebelum beliau SAW wafat, yaitu Ali R.A. yang merupakan saudara
sepupunya sendiri yang juga menjadi menantu beliau. Syiah berarti partai,

sedangkan nama aslinya adalah Syiah Ali (partai Ali), namun untuk
menyederhanakan penyebutan, hingga saat ini dikenal sebagai Syiah saja.
Alasan mereka adalah karena ketika melakukan Haji Wada’, Rasul pernah
membuat sebuah proklamasi tentang hal ini, yang berbunyi: “barang siapa yang
menganggap saya sebagai pemimpin, maka harus pula menganggap Ali sebagai
pemimpin”. Mereka semakin yakin dengan adanya fakta-fakta yang memperkuat
hal tersebut di atas, tentang keistimewaan Ali disbanding yang lain, antara lain
adalah: beliau masuk Islam semenjak kanak-kanak, beliau termasuk orang yang
pemberani dalam berbagai medan pertempuran, dan berbagai sifat lain yang
dianggap melampaui sifat keistimewaan yang dimiliki oleh kaum muslimin pada
umumnya.
Firqah utama Syi’ah ada empat, yaitu:
a.

Al-kisaniyah
Aliran ini bermula ketika Kaisan Abu Umar (Tawanan perang Paris yang
dimerdekakan

Ali)


memberikan

rekomendasi

bahwa

hak

imamah

sepeninggalan Imam Husain bina Ali bukanlah Ali zainal Abidin, akan tetapi
yang berhak adalah Muhammad bin Hanafiah (putera ketiga Ali bin Abi
Thalib dari perkawinannya dengan wanita dari Bani Hanifah).
b.

Al-imamiyah
Syi’ah imamiyah, meyakini pemerintah adalah milik imam saja, yang
seolah Ali dan kesebelas keturunannya telah disinggung dan berhak atas
otoritas spiritual dan politis dalam komunitas Islam pasca Nabi Muhammad
SAW. Mereka adalah: Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Ali bin Husain (Zainal

[3]

Abidin), Muhammad bin Ali (al-baqir), Ja’far bin Muhammad (al-shadiq),
Musa bin Ja’far (al-kazhim), Ali bin Musa (al-ridho), Muhammad bin Ali (aljawwad), Ali bin Muhammad (al-hadi), Hasan bin Muhammad (al-askari),
Muhammad bin Hasan (al-qaim) atau yang dikenal sebagai Imam al-mahdi.
c.

Az-zaidiyah
Aliran ini dibentuk oleh Zaid bin Ali. Aliran ini berpendapat bahwa
imamah merupakan hal Ali dan keturunannya dari Fathimah (keturunan
alhasan dan alhusain) saja, atau dengan kata lain menolak aliran Kisaniyah.
Mereka tidak menganut paham bahwa imam itu harus suci dari setiap
kesalahan dan dosa, dan tidak mengutuk Bu bakar dan Umar, karena pada
dasarnya aliran ini lebih cendrung kearah suni, mengingat pendiri aliran ini
Zaid bin Ali pernah belajar kepada Washil bin Atha yang merupakan murid
Imam Hasan al-bashri penganut Sunni.

d.

Al-ismailiyah (kelompok tujuh)

Aliran ini meyakini bahwa yang menjadi pengganti imam Ja’far Shadiq
adalah putera tertuanya yaitu Ismail, bukan Musa al-kazim, walaupun pada
kenyataannya Ismail mati ketika jabatan Musa al-kazim berlangsung, dan
aliran ini tetap berpendapat bahwa Ismail tidaklah mati, akan tetapi
menghilang dan akan kembali pada akhir zaman membangun kerajaan Allah,
dan beliau menjabat sebagai imam ke 7, menggantikan Musa al-kazim, maka
aliran ini disebut juga kelompok tujuh atau sub’ah. Dalam versi ismailiyah
beliau bukan menjabat sebagai imamke-7, akan tetapi imam ke-6, karena Ali
bin Abi Tahlib adalah ashal/al-azas, sedangkan alhasan adalah imam pertama.
[1]

2.1.1.1

Pandangan Syi’ah tentang imamah
Pada hakikatnya Syi’ah lah yang pertama kali menemukan ilmu tentang
imamah, Syi’ah lah yang pertama kali mewarnai dengan karakter mereka dan
membentuknya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Atau dengan kata
lain bahwa Syi’ah lah yang menjadi peletak dasar istilah imamah dalam hal
perpolitikan umat muslim.[2]


[1] Joesoef Sou’yb, PERTUMBUHAN dan PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN SEKTE
SYI’AH, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982), h. 77-94
[4]

[2] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 64, 119-122
Muhammad al-baqir, pernah berkata bahwa seseorang tidak beriman
sampai ia mengenal Allah dan RasulNya, serta para imam dan imam di
zamannya. Menurutnya ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah membenarkan
Allah dan RasulNya, serta mengikuti Ali dan menjadikannya sebagai imam,
dan imam-imam berpetunjuk.
Syiah, mengimani atau meyakini eksistensi imam adalah persoalan pokok,
yang berarti tak sempurna (tidak sah) iman seseorang yang tak meyakini
keberadaan seorang imam. Dan mereka meyakini bahwa pemilihan imam pun
wajib bagi Nabi untuk menunjuknya, karena imam merupakan salah satu
rukun agama yang bersifat ma’shum (terhindar dari dosa kecil maupun besar),
alasannya adalah:
a.

Kita tidak akan mengenal Allah tanpa Rasul dan imam


b.

Imam adalah wakil Allah dan Rasul di bumi, dan setiap wakil tidak akan

bertindak kecuali atas izin yang diwakilkan,
c.

Jika yang imam bisa salah dan berdosa, ini bertentangan dengan perintah

Allah untuk nahi munkar, sebab bagaimana seorang imam bisa menegakkan nahi
munkar kalau dia sendiri masih melakukan yang munkar.
d.

Allah

memerintahkan

untuk

mengikuti


imam,

kalaulah

imam

bersalah/berdosa, ini sangat bertentangan dengan af’al Allah, yaitu tak mungkin
menyuruh kita mengikuti orang yang berbuat salah. [3]
Dalam Syiah, imam bukan hanya sekedar pemimpin masyarakat atau
politik belaka, melainkan juga sebagai pemimpin agama. Sebab dalam Syiah
tidak mengenal adanya pemisahan antara politik dan agama, setiap ritual
keagamaan selalu dikaitkan dengan ritual politik, karena pada dasarnya Islam
bersifat keagamaan, mengingat bahwa Rasul diutus untuk menjalankan misi
keagamaan, dan tak lupa pula bahwa dalam praktiknya Nabi harus
bersinggungan dengan lingkungan dan keadaan tempat beliau menyebarkan
ajaran, yang memiliki adat kebiasaan dan karakteristik tertentu, sehingga
secara tidak langsung politik pun ikut serta sebagai misi diutusnya Rasul.[4]

[3] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 118-122

[5]

[4] Rahman Zainuddin, SYI’AH DAN POLITIK DI INDONESIA: SEBUAH PENELITIAN,
(Bandung: MIzan, 2000), h. 52
Mereka menganggap bahwa masalah kepemimpinan umat adalah hal yang
terlalu vital untuk diserahkan begitu saja pada musyawarah manusia biasa
yang cendrung bisa melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin, dan hal
itu bisa menyalahi tujuan wahyu Ilahi. Olehkarena itu mereka mempercayai
bahwa garis besar silsilah keluarga Nabi yang berasal dari suku Quraisy,
teutama dari garis Fathimah (istri Ali R.A.) lebih pantas memegang amanah
ini ketimbang yang lain, dan mereka juga mengkultuskan bahwa imam
terakhir ke-12 yaitu imam al-mahdi Muhammad bin Hasan (al-qaim) masih
hidup dan akan datang kembali pada saat yang tepat nanti, yaitu waktu yang
ditentukan oleh Tuhan, karena pada saat ini beliau masih sah memegang
kekuasaan dan itu berarti keimamahan pun masih tetap berlaku sampai saat
ini.
2.1.1.2

Pandangan Imam Ayatullah Khomeini (pemikir politik kontemporer Syiah
sekaligus pemimpin reolusi Islam Iran) tentang imamah.
a.

Pendapatnya tentang wilayah alfaqih, yaitu kaum ulama memiliki

jabatan/otoritas tertinggi dalam bidang politik dan agama.
b.

Islam bersifat politis, karena al-quran memuat 100 kali lebih banyak ayat-

ayat yang berkenaan dengan masalah social dari pada ibadah. Dan dari 50 buku
hadits, hanya 3 atau 4 yang membahas tentang kewajiban kepada TUhan,,
selebihnya adalah membahasa tentang moralitas, masalah social, ekonomi,
hokum dan politik, oleh karena itu Islam tidak hanya mengatur masalah hubungan
antara Tuhan dan makhlukNya saja, akan tetapi juga membahasa tentang
hubungan antara manusia dengan manusia.
c.

Pemisahan agama dan politik serta tuntutan agar ulama tidak ikut campur

dalam masalah social-politik merupakan bagian dari propaganda imperialism.
d.

Para faqih memiliki hak sebagai sebagai wakil imam dalam semua aspek

keagamaan, sosial dan politik.
e.

Negara islam akan menjamin keadilan social, demokrasi yang sebenarnya,

dan kemerdekaan yang murni dari imperialisme, sebab Islam dan pemerintahan
Islam adalah fenomena Ilahi, yang menjamin kebahagiaan manusia, dan
keturunannya di dunia dan akhirat.[5]

[6]

[5] Rahman Zainuddin, SYI’AH DAN POLITIK DI INDONESIA: SEBUAH PENELITIAN,
(Bandung: MIzan, 2000), h. 58-60
2.1.2. Murji’ah
Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir
abad pertama hijriah.[6] Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang
berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga
memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti
meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan
iman dari pada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah
serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat.[7]
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan
Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari
sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis,
diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang
mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.[8]
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai
gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu AlHasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan
politik

tersebut

Al-Hasan

bin

Muhammad

Al-Hanafiyah

mencoba

menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan dengan
kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya,
serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan
Muawiyah.[9]
[6] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta:
2010.hlm.162.
[7] Cyril Glasse. The Concise Encyclopedia Of Islam. Staccny International, London,
1989.hlm,288-9:Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam,1990.hlm.633-6:Ahmad Amin,
[7]

Fajrul Islam. Jilid I. Islam. Ej Srill,Leiden, 1961,hlm.412.
[8] Lihat W.Montgomery Watt. Islamic Philosophy and Theology:An Extended Survey.At
Univ,Press, Eidenburgh, 1987.hlm 23.Departemen Agama RI.op.cit. hlm 633.
[9] Gibb and J.H. Krammers.loc.cit.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki
tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan
kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut
Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan AlQur’an atau dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah
dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan
perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan,
durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik – baik. Pendapat
tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah.
Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir
sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau
tidak.[10]
Adapun

secara

istilah,

murjiah

adalah

kelompok

yang

mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut
mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.[11]
Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat AsSamman, dan Tsauban Dliror bin 'Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada
pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair
kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah.[12]
2.1.3. Khawarij
Khawarij adalah sebuah barisan yang membangkang dan keluar dari
barisan Ali R.A. dan meninggalkannya serta membuat barisan baru, karena
tidak setuju dengan peristiwa tahkim karena persengketaan yang terjadi antara
Ali R.A. dan Mu’awiyah pada perang Siffin. Tahkim yang dimaksud adalah
memutuskan suatu perkara dengan perantara orang lain (hakam), bukan
dengan Al-quran atau hadits, maka dari sinilah awal mula keluarnya Khawarij
dari kedua golongan di atas (Ali R.A. dan mu’awiyah) dan membentuk barisan
baru.
[8]

[10]Watt.op.cit.hlm.21.
[11] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001)hlm. 56.
[12] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta:
2010.hlm.152.
Khawarij adalah aliran teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut
Ibnu Abi Bakar Ahmad al-Syahrastani, bahwa yang disebut khawarij adalah
setiap orang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jamaah, baik
ia keluar pada masa sahabat maupun pada masa tabi’in secara baik-baik.
Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar, yang akhirnya
diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali karena tidak setuju
dengan sikap Ali yang menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan
persengketaan khalifah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada umumnya
mereka adalah orang-orang Arab Badui yang memiliki gaya hidup dan
pemikiran yang sederhana namun memiliki hati yang keras, pemberani dan
bersifat merdeka, tidak bergantung pada orang lain dan cendrung radikal.[13]
Teori yang menjadi pijakan mazhab ini, menurut Abu Hasan asy-sya’ri,
yang pertama adalah wajib keluar dari atau memberontak kepada pemguasa
yang dzhalim, dan yang kedua penilaian mereka secara umum terhadap Ali
R.A. dan imam-imam sebelumnya, sebenarnya mereka mengakui legalitas
pembaiatan Abu bakar R.A. dan Umar R.A. menghargai karya mereka dan
menaati mereka hingga akhir pemerintahan mereka, dan menaati Utsman R.A.
selama enam tahun pertama dari masa kekhalifahannya, dan menolak sisa
periodenya, serta mengakui keabsahan pembaiatan dan menaati pemerintahan
Ali

R.A.

sampai

peristiwa

tahkim

terjadi.

Selepas

itu

mereka

mengesampingkan Ali R.A. bahkan memvonisnya sebagai orang yang kafir,
sebagaimana mereka juga memvonis kafir Utsman R.A. dalam masa setelah
enam tahun pemerintahannya.
Alasannya adalah karena menurut mereka tak ada perbedaan antara maksiat
dan kekafiran, karena melanggar salah satu darri bagian undang-undang, sama
dengan melanggarnya secara keseluruhan. Mereka juga mengkafirkan orangorang yang terlibat dalam perang Jamal, perang Siffin, periatiwa Hakamain
(dua orang juri) dan Muawiyah beserta rekan-rekannya.

[9]

[13] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2001, cet. 5. hal. 29.

[ 10 ]

Aliran Khawarij terdiri dari 20 firqoh, namun yang terkenal dan paling
utama ada lima, yaitu:
a.

Al-zariqah,
yaitu pengikut Nafi’ bin Azraq, mereka berpendapat bahwa

anak dari orang yang tidak sepaham dengannnya halal darahnya dan
kelak akan masuk neraka, artinya bahwa seseorang yang telah berbuat
dosa besar, sehingga menyebabkan kekafiran, akan diwariskan
keketurunannya, sekalipun masih kecil, sebab mereka adalah buah dari
hasil pemikiran orang tuanya yang berdosa besar. [14]
b.

An-najdat
Adalah pengikut najdat bin Athiyah bin Amir al-hanafi yang

keluar dari al-zariqoh, karena perbedaan pendapat tentang pembunuhan
anak kecil yang orang tuanya tidak sepaham dengannya, karena Rasul
pun pernah melarangnya, dan Allah pun telah berfirman, yang
artinya: “seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. [15]
c.

As-shafariyah
yaitu pengikut Ziyad al-ashfar, mereka sepakat kalau

pembunuhan terhadap anak dari pelaku dosa besar itu dilarang, dan
mereka juga mengungkapkan bahwa baraah (kebebasan diri) adalah
sengaja mengingkari orang yang melakukan dosa besar, karena
menganggap bahwa perintah dan larangannya tak layak disebut dan
dipatuhi sebagaimana larangan dan perintah pada umumnya.
d.

Al-‘ajaridah
Yaitu pengikut Abd al-karim bin ‘arjad, aliran ini merupakan

pecahan dari al-najdat, maka pandangan mereka mengenai anak orang
musyrik adalah sama dengan al-najdat, mereka dihukum kafir
sebagaimana bapaknya.

[14] Amir Al-Najjar, ALIRAN KHAWARIJ-Mengungkap Akar Perselisihan Umat, (Jakarta:
Lentera, 1993), h. 61-62
[15] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2001, cet. 5. hal. 31-33

[ 11 ]

e.

Al-ibadhiyyah
Adalah pengikut Abdullah bin Ibadh al-tamimi, aliran ini paling

toleran jika disbanding dengan aliran khawarij lainnya, sampai-sampai
ia tak suka jika disebut sebagai aliran khawarij, karena ada beberapa
pandangan al-ibadiyah yang bertentangan dengan pandangan khawarij
pada umumnya, buktinya adalah salah satu tokoh terkemukanya yaitu
al-rabi’ bin habib al-farahidi menyusun sebuah kitab musnad yang
shahih, untuk berlepas diri dari kaum khawarij, dan beliau pernah
berkata bahwa biarkan saja kaumkhawarij membuktikan ucapan
mereka dalam tindakan nyata, kalau mereka hanya berkata saja maka
dosa atas ucapan mereka berada di pundak mereka. [16]
Pandangan Khawarij tentang imamah
Mereka berpendapat bahwa bumi ini tidak boleh kosong dari
kehadiran imam, dari sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa hokum
mengangkat sebuah pemimpin adalah wajib menurut Khawarij.
Menurut mereke keimamahan adalah hak bagi setiap muslim yang
telah memenuhi syarat, seperti: berilmu, berlaku adil, dan berani, tanpa
harus melihat keturunan, kabilah dan jenis kelamin. Ini yang menjadi
alasan kenapa mereka dinamakan khawarij, karena mereka keluar dari
barisan Ali R.A. karena mereka berani berbeda pendapat, termasuk
dalam masalah keimamahan, menurut mereka bahwa diperbolehkan
seorang menjadi imam dengan syarat adil, berilmu, dan berani, meski
bukan dari kalangan Quraisy. Mereka juga berpendapat bahwa
imam/khalifah harus diangkat melalui pemilihan bebas kaum muslim,
dan kalau sudah terpilih, ia tidak boleh dihukum.[17]

[16] Amir Al-Najjar, ALIRAN KHAWARIJ-Mengungkap Akar Perselisihan Umat, (Jakarta:
Lentera, 1993), h. 69-85
[17] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 240

[ 12 ]

2.1.4. Mu’tazilah
Pada mulanya aliran ini menamakan dirinya sebagai a-qadariyah atau aladaliyah serta mengaku dirinya sebagai ahlu adli wa tauhid (pengikut keadilan
dan tauhid), awal mula kemunculannya adalah ketika Washil bin Atha’
(pelopor Mu’tazilah) berbeda pendapat dengan gurunya (Hasan Al-bashri) dan
memisahkan diri, kemudian mendirikan sebuah aliran baru.
Alasannya adalah mereka tak sepakat dengan pendapat yang ada mengenai
pengkafiran seseorang, mereka berusaha keluar dari pendapat yang umum
yang berpendapat bahwa mereka itu tetap mukmin atau telah kafir. Justru
mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar posisinya bukan sebagai
mukmin dan juga bukan kafir, akan tetapi berada diantara dua tempat
(manzilah baina manzilatain) yaitu fasik.
Prinsip Mu’tazilah adalah terang-terangan memerangi pemerintah yang
dzholim, amar ma’ruf nahi munkar dan tidak ada kesempurnaan iman tanpa
menerima keseluruhan dari akidah-akidah yang ada, seperti: tauhid, keadilan,
janji, ancaman manzilah baina manzilatain (posisi diantara dua posisi) dan
amar ma’ruf nahi munkar.[18]
Pandangan Mu’tazilah tentang imamah :
Mu’tazilah tidak jauh berbeda dengan Khawarij dalam persyaratan
menjadi imam, yaitu berilmu, adil dan berani, namun dalam hal keturunan,
mereka cendrung berlebihan,mereka memang mebolehkan imam dari selain
suku Quraisy, bahkan cendrung mengutamakan imam yang bukan dari
Quraisy, sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-syahrasatani, bahwa
seandainya ada calon pemimpin dari suku Quraisy dan suku Nabatean, maka
lebih baik mendahulukan orang Nabatean dari pada orang Quraisy, dan jika
ada calon dari kaum Habasyi dan Quraisy yang pada kenyataannya mereka
berdua sama-sama mengamalkan Al-quran dan Hadits, maka lebih baik
mendahulukan habasyi ketimbang Quraisy, sebab Habasyi gampang
diberhentikan dari keimamahan apabila terjadi penyimpangan dari dasar yang
ada.[19]

[18] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 46-49
[19] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 240-241
[ 13 ]

2.2. Pandangan akidah Syi’ah, Murji’ah, khawarij dan Mu’tazilah
2.2.1. Syi’ah
Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd. Karim Al
Aql, hal.237). Pada Syiah adalah aliran sempalan dalam islam dan syiah
merupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam islam.
Sedangkan yang dimaksud aliran-aliran sempalan dalam islam adalah aliran
yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran islam yang
sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa
agamanya disebut ahli bid’ah. Selanjutnya oleh karena aliran syiah itu
bermacam-macam, ada aliran syiah zadiyah ada aliran syiah immamiyah itsna
asyariah ada aliran syiah ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut
aliran syiah, maka yang dimaksud adalah aliran syiah imamiyah itsna asyariah
yang sedang berkembang di negara kita dan berpusat di Iran atau yang sering
disebut dengan syiah khumainiyah. Hal mana karena syiah inilah yang
sekarang menjadi penyebab adanya keresahan dan permusuhan serta
pemecahan didalam masyarakat, sehingga menggangu dan merusak persatuan
dan kesatuan bangsa kita.
Dalam syiah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok
agama) dan furu’uddin (masalah penerapan agama). Syiah memiliki lima
ushuluddin :
1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
2. Al-adl, bahwa Allah SWT adalah Maha adil
3.

An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan syiah meyakini keberadaan para nabi
sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia

4.

Al-Imamah, bahwa syiah meyakini adanya imam-imam yang senatiasa
memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian

5. Al-Ma’ad, bahwa akan terjadi hari kebangkitan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam al-quran yang
menginformasikan bahwa Allah Maha kuasa menciptakan Takdir.
AJARAN SYIAH
Perbedaan pandangan dalam konsep Imamah (kepemimpinan) yang
menjadikan sekte-sekte bermunculan. Sebagaimana diketahui dalam kasus aliran
syiah, bahwa persoalan imamah merupakan salah satu doktrin syiah yang tetap
[ 14 ]

menjadi prinsip. Persoalan pemimpin mereka punya pandangan yang diyakini
turun temurun. Berikut penjelasannya dan beberapa doktrin yang terdiri atas
tauhid, taqiyah, mu’tah, bada, dll.
a. Imamah
Syiah berpendapat, imam adalah dasar dari ajaran islam, tidak
sempurna iman seseorang kecuali dia harus percaya kepada imam. Bagi
mereka imam sama kedudukannya setingkat nabi, bahkan ada yang
mengatakan melebihi. Imam pun dipilih oleh nash Tuhan, maka seorang imam
tentu dijaga dari segala kesalahan seperti halnya Nabi.
Maka jadilah syiah begitu mensucikan dan mengagungkan imam
mereka yang dipercaya mendapat wasiat nabi untuk menggantikannya. Dan
wasiat tersebut berisi pemindahan kepemimpinan kepada Ali bin Abi Thalib
dan keturunannya yang terakhir. Begitulah syiah berpendapat.
b. Tauhid
Secara umum syiah mempercayai bahwa Tuhan mereka adalah Allah
SWT. Hanya saja ada pandangan-pandangan mendasar dalam hal yang
kemudian disebut dengan konsep tauhid ini. Mereka percaya bahwa Allah
adalah Tunggal dan tidak ada sekutu. Tetapi dalam syiah, mereka kemudian
menyebut - nyebut ; wahai Ali, wahai Husein dan keturunan Ali lainnya saat
berdoa. Mereka meminta-minta pada orang yang sudah meninggal yang dalam
aliran Sunni sebagai aliran terbesar Islam dunia sebagai dosa.
Selain itu syiah juga tidak mengakui bahwa Allah bersifat maha
mendengar dam melihat. Alasannya jika Allah demikian, maka Allah sama
saja dengan Manusia. Syiah juga meyakini Allah tidak bisa melihat hal-hal
yang akan terjadi.
c.

Bada
Bada’ secara bahasa munculnya pendapat baru. Dalam konteks

terminologi, syiah meyakini bahwa Allah mampu mengubah peraturan atau
keputusan yang semula telah ditetapkan dan menggantinya dengan yang baru.
Sederhananya, ilmu Allah itu dinamis karena bisa saja berubah-ubah sesuai
kebutuhan dan fenomena terkini.
d. Taqiyah

[ 15 ]

Taqiyah merupakan tindakan menyembunyikan kebennaran dan
menutupi keyakinannya dari orang-orang yang berbeda dengan syiah. Tujuannya
untuk menjaga dari marabahaya yang bisa saja menghampiri masalah harta,
kekuasaan dan juga aqidah.
Taqiyah ini kemudian posisinya sepert sholat. Jika dilanggar maka
pelakunya berdosa dan jatuh menjadi kafir. Tidak melakukan taqiyah, berarti
belum sempurna agama seseorang.
e. Roj’ah
Konsep roj’ah merupakan suatu doktrin tersendiri bagi masyarakat
syiah. Roj’ah berarti kembali atau pulang. Mereka meyakini imam mereka akan
kembali turun ke muka bumi, untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di
bumi. Sebagaimana kita tahu, bahwa Imam Mahdi yang merupakan keturunan
dari imam mereka hinggahari dinanti.
f. Nikah Mut’ah
Ringkasnya Mut’ah adalah kawin kontrak. Sebuah pernikahan yang
hanya berorientasi pada kesenangan semata. Suami tak terbebani nafkah, tempat
tinggal, dan melahirkan ahli waris bagi si istri. Syiah mengatakan kalau nikah
mut’ah adalah halal dan dianggap sebagai kebiasaan yang baik menjalin tali
silatuhrahmi.
POKOK - POKOK PENYIMPANGAN SYIAH PADA PERIODE PERTAMA
Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah saw. Adalah Ali bin Abi
Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh
merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib.Keyakinan bahwa
Imam mereka masum(terjaga dari dosa). Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib
dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari kiamat
untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar,
Utsman, Aisyahdll. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam
mengetahui rahasia ghoib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini
berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam. Keyakinan tentang ketuhanan
Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’
[ 16 ]

dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan
tersebut.
Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan
Umar bin Khatab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80
kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut. Keyakinan mencaci
maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat
Dirasat fil Ahwaa’ wal abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah
semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat
keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah
di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat
kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara
Iran sejak 1979.
POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH SECARA UMUM :
Pada Rukun Iman : Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman tanpa
menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qodho dan Qodar, yaitu:
1. Tauhid (Keesaan Allah),
2. Al ‘Adl (Keadilan Allah),
3. Nubuwwah (Kenabian),
4. Imamah (Kepemimpinan Imam),
5. Ma’ad (Hari kebangkitan dan pembalasan). (lihat ‘Aqa’idul
Imamiyyah oleh Muhammad Ridho Mudhoffar dll.)
Pada Rukun Islam : Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam
rukun Islam, yaitu :
1. Sholat,
2. Zakat,
3. Puasa,
4. Haji,
5. Wilayah (Perwalian) (lihat Al Kafie juz II hal. 18).
Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah,
ditambah atau dikurangi dari yg seharusnya. (lihat Al-Qur’an Surat Al
_Baqarah/ 2:23). Karena itu mereka meyakini : Abu Abdillah (Imam Syi’ah)
berkata : “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad
[ 17 ]

saw. Adalah tujuh belas ribu ayat (Al Kafi fil Ushul juz II hal 634). Al-Qur’an
mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab
Syi’ah Al Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fathul Khithob karangan
Annuri Ath Thibrisy). Syi’ah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi
saw. Mereka murtad, kecuali beberapa orang saja seperti : Al-Miqdad bin
al_Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisy (Ar Raudhah minal Kafi
juz VIII hal. 245, Al-Ushul minal Kafi juz hal. 244) Syi’ah menggunakan
senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang
berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabuhi (Al Kafi fil Ushul juz II
hal. 217).
2.2.2. Murji’ah
Murji’ah adalah isim fa’il (kata pelaku) dari irjaa yang mempunyai dua arti
secara bahasa: mengakhirkan dan mengharapkan. Yang pertama karena
mereka mengakhirkan perbuatan dari niat dan maksud.Atau tegasnya mereka
tidak memasukan perbuatan dalam keimanan.Sedangkan makna yang kedua
menurut mereka iman tidak bertambah dan berkurang dengan amal taat dan
maksiat. [20]
Murji’ah terbagi menjadi tiga golongan:
 Pertama : Merka yang mengatakan bahwa iman itu hanya dihati
saja tidak ada sangkut pautnya dalam lisan (ucapan) dan perbuatan.
Mereka inilah Murji’ahnya Jahmiyah
 Kedua :

Mereka yang mengatakan bahwa iman ucapan dengan

lisan semata-mata tanpa ikatan hati dan perbuatan. Mereka ini
Murji’ahnya Karomiyah.
 Ketiga : Merekan yang mengatakan bahwa iman itu adalah
membenarkan dihati dan diucapkan dengan lisan. Sedangkan
perbuatan tidak masuk didalam bagian keimanan mereka inilah
Murji’ahnya para Fuqoha’.Murjiah yang ketiga ini yang terbaik
dibandingkan dengan dua Murji’ah sebelumnya
2.2.3. Khawarij
Konflik pertama yang menimbulkan perpecahan dan pemberontakan terhadap
pemimpin dan kaum Muslimin pada waktu itu, bermuara dari sumber
mengkafirkan seseorang, yaitu:[21]
[ 18 ]

1. Tahkim dan al-Hukum (Peletakan dan Penetapan Hukum Allah). Mereka
mempunya slogan (jargon), “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah” yang
dipelopori oleh Urwah bin Jarir ketika memprotes kebijakan Ali dan Mu’awiyah
dalam mengangkat dua hakim. Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali dan Amr bin
Ash dari pihak Mu’awiyah.
[20] Abdul Hakim bin Amir Abdat, Kesahihan hadis iftirakul umah, Firqah-Firqah Sesat Di
Dalam Islam, Aqidah Salaf Ahlusunah Wal Jama’ahJakarta: pustaka Imam Muslim,cet I,
2005, hal. 75
[21] Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql, Op.Cit., hal. 30-31
2. Pengkafiran Ali dan Mu’awiyah, kedua hakim yang berasal dari kedua
belah pihak bertikai dan mengkafirkan siapa saja yang ridho dengan keputusan
keduanya. Mereka menyadur dari surah Al-An’am, ayat 40 dan surah Yusuf, ayat
67.
2.2.4. Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang
dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah
samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang
ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam.
disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota
ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula
musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam
secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.
Mereka yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu
pesat sehingga berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk
menghancurkan islam dikalangan peneluk islam sendiri,
dalam sejarah, mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha’
(80-131) dan temannya, amr bin ‘ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun 700 M.
Washil termasuk orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan
al-Hasan al-Basri di msjid Basrah. suatu hari, salah seorang dari pengikut kuliah
(kajian) bertanya kepada Al-Hasan tentang kedudukan orang yang berbuat dosa
besar (murtakib al-kabair). mengenai pelaku dosa besar khawarij menyatakan
kafir, sedangkan murjiah menyatakan mukmin. ketika Al-hasan sedang berfikir,
[ 19 ]

tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa
besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya
(al manzilah baina al-manzilataini). setelah itu dia berdiri dan meninggalkan alhasan karena tidak setuju dengan sang guru dan membentuk pengajian baru. atas
peristiwa ini al-Hasan berkata, “i’tazalna” (Washil menjauhkan dari kita). dan
dari sinilah nama mu’tazilah dikenakan kepada mereka.
Ajaran yang Diajarkan oleh Golongan Mu’tazilah
Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu
misalnya: Al – ‘adl (Keadilan). Yang mereka maksud dengan keadilan adalah
keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya
kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah adalah
firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205)
“Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut
mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian
menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu
merekan menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah.
Al-Wa’du Wal-Wa’id. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa
wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar
dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id)
bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam
An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk
menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah.
Kaum mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan
yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah. dalam pembahasan , mereka banyak
memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.
Aliran mu’tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua,
aliran ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam.
Orang yang ingin mempelajari filsafat Islam sesungguhnya dan yang
berhubungan dengan agama dan sejarah Islam, haruslah menggali buku-buku
yang dikarang oleh orang-orang mu’tazilah, bukan oleh mereka yang lazim
disebut filosof-filosof Islam.
[ 20 ]

Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah
di kota Basrah (Irak), pusat ilmu dan peradaan dikala itu, tempat peraduaan aneka
kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama. Pada waktu itu
banyak orang-orang yang menghancurkan Islam dari segi aqidah, baik mereka
yang menamakan dirinya Islam maupun tidak.
2.3. Tokoh-tokoh Syi’ah, Murji’ah, khawarij dan Mu’tazilah
2.3.1. Syi’ah
Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer
seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua
tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam
pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin
dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada
zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal
ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara
langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu,
tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas
al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut
Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap
orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.
Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di
bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal
sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia
hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh.
Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di
antaranya:
a. Nashr bin Muhazim
b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
e. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
[ 21 ]

f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
g. Ali bin Babawaeh al-Qomi
h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
i. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi
m. Ayatullah Ruhullah Khomeini
n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
o. Sayyid Husseyn Fadhlullah
p. Murtadha Muthahhari
q. ‘Ali Syari’ati
r. Jalaluddin Rakhmat
s. Hasan Abu Ammar
2.3.2. Murji’ah
Beberapa buku dan keterangan para ulama

menyatakan bahwa di antara

tokoh-tokoh faham Murji’ah adalah sebagai berikut :
a) Jahm bin Shufwan, golongan Al-Jahmiyah,
b) Abu Musa Ash-Shalahi, golongan Ash-Shalihiyah
c) Yunus As-Samary, golongan Al-Yunushiyah
d) Abu Smar dan Yunus, golongan As-samriah
e) Abu Syauban, golongan Asy-Syaubaniyah
f) Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy, golongan AlGhailaniyah
g) Al-Husain bin Muhammad An-Najr, golongan An-Najariyah
h) Abu Haifah An-Nu’man, golongan Al-Hanafiyah
i) Muhammad bin Syabib, golongan Asy-Syabibiyah
j) Mu’adz Ath-Thaumi, golongan Al-Mu’aziyah
k) Basr Al-Murisy, golongan Al-Murisiyah
l) Muhammad bin Karam As-Sijistany, golongan Al-Kalamiyah.
Adapun pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzni,
Abu Salat as Samman (meninggal 152 H.) Tsauban, Dhirar bin Umar. Penyair
mereka yang terkenal pada masa Bani Umayah adalah Tsabit bin Quthanah,
[ 22 ]

yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan kepercayaan kaum
Murji’ah.
2.3.3. Khawarij
1)

Urwah bin hudair

2)

Mustarid bin sa'ad

3)

Hausarah al-as'adi

4)

Quraib bin maruah

5)

Nafi'bin al at-azraq

6)

Zaid bin al asfar

7)

Abdullah bin basyir

8)

Abdullah ibn ka'wa

9)

Abu rasyid nafi' bin al razaq

10)

Najdah ibn 'amir al hanafiy

11)

Abdul karim bin ajrad.

2.3.4. Mu’tazilah
1. Washil bin Atha’
Pokok-pokok pikiran teologis washil bin atha’ dapat disimpulkan kepada
tiga hal yang penting diantaranya : a) tentang seorang muslim yang melakukan
dosa besar.b) kekuasaan berbuat atau berkehendak bagi manusia (Free will) c)
tentang sifat tuhan.
2. Abu Huzail Al-Allaf
Beliau merupakan generasi kedua dari aliran mu’tazilah yang menyusun
dasar-dasar faham mu’tazilah yang lima (At-Tauhid, Al-‘Adl, Al-Wa’d Wa-AlWai’d, Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain, Amar Makruf dan Nahi munkar),
memerintah orang untuk berbuat baik dan melarang orang untuk berbuat jahat
wajib dijalankan, kalu perlu dengan kekerasan.
3. Ibrahim Ibn Sayyar Ibn HaniAl-Nazzam
Al-Nazzam memeberikan gambaran tentang dirinya sebagai orang yang
mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi besar dari gurunya Abu al-Huzail.
Dan banyak mempunyai hubungan dengan filsafat Yunani.
Dalam membahas soal keadilan Tuhan, Abu Huzail berpendapat bahwa Tuhan
berkuasa untuk bersikap zalim, tetapi mustahil. Al-Nazzam berlainan dengan
gurunya, berpendapat bahwa bukan hanya mustahil bagi Tuhan bersikap zalim,
bahkan Tuhan tidak berkuasa untuk bertindak zalim. Bahwa kezaliman hanya
[ 23 ]

dilakun oleh orang yang mempunyai cacat dan berhajat atau oleh orang yang
tidak mempunyai pengetahuan (jahil).
4. Abd al-Wahhab al-Jubba’i
Berpendapat bahwa yang disebut kalam atau sabda Tuhan tersusun dari
huruf dan suara. Tuhan disebut Mutakallim dalam arti menciptakan kalam.
Mutakallim tidak mengandung arti sesuatu yang berbicara. Juga mereka
berpendapat bahwa Tuhan tidak akan dapat dilihat manusia dengan mata
kepalanya diakhirat. Daya untuk beruat sesuatu telah ada didalam diri manusia
sebelum perbuatan dilakukan; dan daya itu merupakan sesuatu diluar tubuh
yang baik dan sehat.

[ 24 ]

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Syiah menurut bahasa adalah pendukung/pembela. Kelompok syiah adalah kelompok
yang menyanjung Ali bin abi thalib dan keturunannya secara berlebihan. Aliran syiah muncul
setelah peristiwa tahkim yang hasilnya sangat merugikan khalifah Ali bin abi thalib.
Murjiah diambil dari kata Irja’, yang memiliki dua pengertian. Pertama, dalam arti
pengunduran, dan kedua memberi harapan. Pengertian pertama merujuk pada surat Al-A’raf
ayat 111: “arjih wa-akhohu”, tahanlah dia dan saudaraya-menunjukan bahwa perbuatan
bersifat sekunder dibandingkan dengan niat. Demikian pula dalam pengertian yang kedua
untuk menunjukan bahwa ketidakpatuhan atas keyakinan bukan suatu dosa, sebagaimana
ketaatan atas suatu keyakinan lain tidak berguna.
Khawarij merupakan golongan yang keluar dari barisan khalifah Ali bin abi thalib karena
tidak setuju dengan tahkim/arbitrase pada perang siffin. Secara harfiah khawarij berarti
"mereka yang keluar" atau umumnya khawarij yaitu keluar. Pertama sekali airan khawarij
muncul pada pertengahan abad ke 7 terpusat di daerah yang kini ada di irak selatan.
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan
sebagai kaum rasionalis islam. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota
Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam.
3.2. Kritik dan Saran
Apabila terdapat kejanggalan ataupun kesalahan

baik dalam penulisan maupun

isinya, kami harapkan kesediaan rekan-rekan untuk menyampaikan kritikan dan saran demi
perbaikan makalah ini nantinya.

[ 25 ]

DAFTAR PUSTAKA
http://aliranaliran.blogspot.co.id/2013/11/aliran-salaf-aliran-khawarij-aliran.html
http://musloemsejati.blogspot.co.id/2012/03/pemikiran-kalam-murjiah.html.

[ 26 ]