Frekuensi Penyiraman Air Menggunakan Sprinkler Terhadap Respon Fisiologis dan Produksi Sapi Peranakan Simmental

(1)

ABSTRACT

WATERING FREQUENCY USING SPRINKLER ON PHYSIOLOGICAL RESPONSE AND PRODUCTION OF SIMMENTAL GRADE CATTLE

By

Citra Nindya Kesuma

The objective was to measure effects of watering frequency using sprinkler on physiological response and production of Simmental grade cattle. The

experiment was conducted for 45 days starting on December 2014 to January 2015 in Gunung Madu Plantation Cooperative farm, Gunung Batin sub districk Central Lampung regency. Ration analysis was in Laboratory Animal Nutrition and Feed, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung.

The experimental method used was completely randomized design (CRD) with consisting of no treatment (P0), the frequency of watering 1 time (P1), and the frequency of watering 2 times (P2). The results showed that the frequency of watering treatment significantly (P <0.01)of body temperature and respiratory rate and significant (P <0.05) of heart rate Simmental cattle grade, but non significant effect (P> 0.05) on feed consumption and average daily gain Simmental Cattle Grade.


(2)

ABSTRAK

FREKUENSI PENYIRAMAN AIR MENGGUNAKAN SPRINKLER

TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL

Oleh

Citra Nindya Kesuma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman air terhadap respon fisiologis dan produksi Sapi Peranakan Simmental. Penelitian dilaksanakan selama 45 hari dimulai pada Desember 2014—Januari 2015

bertempat di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation, Kecamatan Gunung Batin, Kabupaten Lampung Tengah. Analisis Ransum dilakukan di Laboraturium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari tanpa perlakuan (P0), frekuensi penyiraman air 1 kali (P1), dan frekuensi penyiraman air 2 kali (P2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi penyiraman air berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap suhu tubuh dan frekuensi pernafasan serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simmental, namun tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan Simmental.


(3)

FREKUENSI PENYIRAMAN AIR MENGGUNAKAN SPRINKLER

TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL

Oleh

CITRA NINDYA KESUMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Citra Nindya Kesuma, lahir di Desa Labuhan Ratu Satu, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur pada 26 Januari 1993. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, putri pasangan Bapak Syaiful Indra dan Ibu Hermawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Baitul Muslim Way Jepara (1998— 1999), SD MIN Braja Sakti, Way Jepara (1999—2005), SMP Negeri 1 Way Jepara (2005—2008), SMA Negeri 1 Way Jepara (2008—2011). Pada 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan FP Unila dan terdaftar sebagai Anggota Bidang I (Pendidikan dan Pelatihan)

Himpunan Mahasiswa Peternakan FP Unila (2012—2013). Penulis melaksanakan Magang di kandang peternakan milik PT Ramajaya di Desa Fajar Baru, Lampung Selatan (2012). Selanjutnya penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur pada Januari—Februari 2014 dan melaksanakan Praktik Umum di PT. Nusantara Tropical Farm


(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulllahirabbil’alamin…Alhamdulllahirabbil ‘alamin…

Sungguh bahagia,

sebuah keberhasilan sederhana yang kau hadiahkan padaku ya Rabb, bahkan

bibir ini hanya dapat bergumam menyucap syukur selalu pada-MU ya Allah

Alhamdulllahirabbil’alamin…..

Lantunan doa dalam setiap nafas dan sujudmu, zikir yang terucap hanya untuk

mengiringi langkahku, dan kasih sayang hangat darimu orang tuaku. Akhirnya

aku sampai pada titik ini, ku persembahkan lembaran-lembaran sederhana ini

untukmu ibu dan papah. Terimakasih ketulusanmu ibu.. terimakasih

kegagahanmu papah, beliau dua insan ya selalu sabar dan tersenyum tulus

menanggapi kelalain dan kenakalanku.

Teruntuk kakakku Tuan, Kanjeng, Ratu, Ajo, bidadari kecil Shakiranya Bikcu,

dan adikku (Darma), yang setia menunggu dan menemaniku selama perjalanan

langkah mengejar gelar sarjana, yang tak sabar menunggu karya sederhana ini

tercetak rapi di depan mata.

Sahabat-

sahatku terkasih, indahnya hari tak lengkap tanpa hadirnya kalian…

Kasih sayang, canda tawa, kelucuan, dan kebersamaan adalah momen yang

berarti dan kuyakin pastiku merindu saat kelak jarak menjadi pemisah, waktu

menjadi sempit, dan kesibukan menjadi lupa. Tapi semua bukan penghambat

untuk berjumpa. Sahabatku…selamat melanj

utkan langkah, selamat berjumpa

di pintu kesuksesan dalam senyum yang lebih indah.

ALMAMATER TERCINTA


(8)

MOTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila engkau

telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain,

dan berharaplah hanya kepada Tuhanmu.

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,

tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang

menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.

(Mahatma Gandhi)

Ibarat hewan, memang sulit merubah mental tikus menjadi kambing, jadi

silahkan kau yang memilih ingin menjadi seperti emas, perak, perunggu, ataukah

besi buruk.

(Syaiful Indra)

Sebenarnya hidup ini sangat sederhana, tetapi kita merumitkannya dengan

rencana yang tidak kita laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi,

dengan kewajiban yang kita lalaikan, dan dengan larangan yang kita langgar.

(Mario Teguh)

Tersenyumlah disetiap keadaan, senyumanmu itu lah sebagai tanda bahwa kau

selalu bersyukur, jangan mengeluh maka semuanya akan terasa lebih baik.


(9)

xi

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Frekuensi Penyiraman Air Menggunakan Sprinkler terhadap

Respon Fisiologis dan Produksi Sapi Peranakan Simmental”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak , sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S.—Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt.,M.P.—Ketua Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas persetujuan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis;

3. Bapak Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.—dosen pembimbing utama—atas ketersedian waktu, arahan, bimbingan, saran, nasehat, dan ilmu yang

diberikan kepada penulis selama ini;

4. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.—dosen pembimbing anggota—atas bimbingan, arahan, saran, kritik dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa study dan penulisan skripsi;


(10)

xii

5. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P.—dosen penguji penulis—atas ketersedian waktu, arahan, bimbingan, kritik yang membangun, kemudahan, ilmu, dan saran yang menyempurnakan tulisan ini;

6. Dr. Ir. Erwanto, M.S—dosen penggagas ide penelitian—atas arahan, bimbingan, ide, dan ilmu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan masa study dan penyusunan skripsi;

7. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.—dosen pembimbing akademik—atas persetujuan, arahan, nasehat, bimbingan, dan saran yang diberikan selama ini; 8. Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Peternakan, Universitas Lampung—

atas ilmu yang diberikan kepada penulis yang akan menjadi bekal dan pengalaman berharga bagi penulis. Terima kasih banyak;

9. Bapak Samsu S.E.—Anggota Korperasi Gunung Madu Plantation—atas persetujuan, fasilitas, bimbingan, dan arahan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian;

10. Direktorat Jenderal Pendidikan Perguruan Tinggi Negeri—atas beasiswa yang diberikan kepada penulis selama masa study;

11. Bapak mandor dan anak kandang Koperasi Gunung Madu Plantation—atas bantuan, arahan, informasi, dan persaudaraan yang diberikan kepada penulis selama penelitian;

12. Papah dan ibu tercinta yang dengan sepenuh hati memberikan cinta, arahan, doa yang tak henti, motivasi baik moril maupun materil, semangat, kesabaran, perhatian, dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. Terima kasih banyak papah ibuku tersayang;


(11)

xiii

13. Adikku Darma yang setia mengantar jemput dan menemani penulis selama masa study dan penyusunan skripsi;

14. Kakakku Tuan, Ratu, Kanjeng, Ajo, dan kesayanganku Shakiranya Biksu yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis;

15. Ayu dan Nia—sahabat perjuangan selama penelitian—atas kerja sama, semangat, motivasi, kesabaran, kasih sayang, persaudaraan, perhatian, saran, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama ini. Terima kasih banyak; 16. Sahabat-sahabatku tersayang Dina, Pipit, Enok, Lita, Matul, Hayu, Dea, Putri,

Depo, Arista, Decka, Dwi, Amita, Olin, Angga, Lasmi, serta seluruh sahabat PTK 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu—atas kebersamaan, canda tawa, kelucuan, support, persaudaran, saran, motivasi, kebahagiaan, dan bantuan yang diberikan selama ini. Semuanya terima kasih banyak untuk pengalaman diperjalanan kuliah selama ini;

17. Kakak dan adik tingkat Jurusan Peternakan, Universitas Lampung—atas saran, motivasi, bantuan, kebersamaan, dan persaudaraan yang diberikan.

Semoga semua bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong ... 8

B. Deskripsi Sapi Peranakan Simmental ... 9

C. Temperatur dan Kelembapan Lingkungan ... 10

D. Pengaruh Temperatur Terhadap Konsumsi Pakan Ternak Sapi ... 12

E. Pengendalian Stres Panas pada Penggemukan Sapi... 12


(13)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

B. Bahan Penelitian... 20

C. Alat Penelitian ... 21

D. Metode Penelitian... 22

E. Peubah yang diamati ... 23

F. Pelaksanaan Penelitian ... 25

G. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Iklim Mikro Lokasi Penelitian ... 27

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Tubuh Sapi Peranakan Simmental ... 29

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Pernafasan Sapi Peranakan Simmental ... 32

D. Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Denyut Jantung Sapi Peranakan Simmental ... 34

E. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Sapi Peranakan Simmental ... 36

F. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi Peranakan Simmental... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 41

B. Saran ... 41


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi ransum penelitian ... 21

2. Rataan suhu udara dan kelembapan kandang peternakan PT. Gunung Madu Plantation ... 27

3. Rata-rata suhu tubuh Sapi Peranakan Simmental selama penelitian ... 30

4. Rata-rata frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simmental selama penelitian ... 32

5. Rata-rata frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simmental selama penelitian ... 35

6. Rata-rata konsumsi bahan kering ransum Sapi Peranakan Simmental selama penelitian ... 37

7. Rata-rata pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan Simmental selama penelitian ... 39

8. Analisis ragam suhu tubuh Sapi Peranakan Simmental ... 46

9. Kesimpulan beda nilai tengah dengan Uji BNT ... 47

10. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah ... 47

11. Analisis ragam frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simmental ... 48

12. Kesimpulan beda nilai tengah dengan Uji BNT ... 48

13. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah ... 49

14. Analisis ragam frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simmental ... 50

15. Kesimpulan beda nilai tengah dengan Uji BNT ... 50


(15)

17. Analisis ragam konsumsi ransum Sapi Peranakan Simmental ... 51 18. Analisis ragam pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan

Simmental ... 52 19. Susunan ransum penelitian... 53


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram produksi panas sapi pada beberapa suhu lingkungan ... 11

2. Grafik rata-rata suhu harian di lokasi penelitian (periode Desember 2014—Januari 2015) ... 28

3. Grafik rata-rata kelembapan harian di lokasi penelitian (periode Desember 2014—Januari 2015)... 28

4. Timbangan bobot badan sapi ... 54

5. IR thermometer ... 54

6. Stetoskop ... 54

7. Termohigrometer ... 54

8. Counter number ... 54

9. Peralatan kandang ... 54

10. Alat sprinkler ... 55

11. Penyiraman air ... 55

12. Pengukuran frekuensi pernafasan ... 55

13. Pengukuran frekuensi denyut jantung ... 55

14. Proses distribusi pakan ... 56

15. Proses pengadukan pakan ... 56

16. Proses cleaning kandang ... 56


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk tahun 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa. Jumlah penduduk

Indonesia dalam periode 10 tahun terakhir ini meningkat dengan laju pertumbuh-an per tahun sekitar 1,49 persen (Badpertumbuh-an Pusat Statistik, 2013). Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi protein hewani yang berasal dari ternak. Menurut Siagian (2008), konsumsi protein hewani yang berasal dari ternak ditargetkan mencapai 6 gram/kapita/hari, namun baru tercapai sekitar 4,7 gram/kapita/hari. Kebutuhan konsumsi protein hewani asal ternak antara lain dapat dicapai melalui komoditas sapi pedaging.

Sapi merupakan salah satu ternak yang memberikan kontribusi besar untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat Indonesia. Pengembangan peternakan sapi salah satunya harus didukung dengan peningkatan produktivitas ternak. Produktivitas merupakan gabungan dari potensi produksi dan reproduksi ternak. Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh gen-gen dan bersifat baka serta diturunkan dari tetua pada keturunannya. Faktor lingkungan merupakan faktor non genetik yang mendukung


(18)

2

ternak dalam berproduksi sesuai dengan kemampuannya (Purwanto et al., 1991). Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produktivitas sapi ialah iklim. Produktivitas dan kondisi fisiologis sapi yang dipeliharaa pada iklim tropis berbeda dengan sapi yang dipelihara pada iklim subtropis. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan suhu lingkungan yang cukup tinggi yaitu 28—34 ºC pada siang hari, dan di Provinsi Lampung mencapai 23,2— 33,6 ºC (BMKG, 2014). Sapi yang dipelihara pada suhu lingkungan yang tinggi dapat mengalami stres. Lokasi penelitian di Kabupaten Lampung Tengah menurut BMKG (2014) mencapai suhu lingkungan 23—33ºC pada siang hari, sehingga diduga sapi yang dipelihara berpotensi mengalami cekaman panas.

Kondisi lingkungan yang panas dapat menyebabkan cekaman pada tubuh sapi potong yang salah satunya akan berdampak pada peningkatan suhu rektal,

frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan penurunan konsumsi ransum, sehingga akan berdampak pada penurunan produksi ternak. Sapi-sapi yang banyak

digemukkan di Provinsi Lampung merupakan sapi hasil persilangan antara sapi impor dengan sapi lokal. Sapi impor tersebut merupakan bangsa-bangsa sapi yang biasa hidup pada iklim subtropis dan memiliki suhu lingkungan lebih rendah daripada iklim tropis. Salah satu sapi silangan tersebut adalah Sapi Peranakan Simmental yang merupakan hasil persilangan antara Sapi Simmental jantan dengan Peranakan Ongol (PO) betina.

Sapi Simmental berasal dari Benua Eropa yang beriklim subtropis. Sapi silangan antara Simmental jantan dengan PO betina yang disebut dengan Sapi Peranakan Simmental pada umumnya akan mengalami cekaman panas apabila dipelihara di


(19)

3

Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan manajemen

pengendalian lingkungan yang tepat agar sapi dapat berproduksi secara optimal.

Manajemen pengendalian lingkungan seperti teknik modifikasi atau rekayasa untuk mengendalikan suhu panas perlu dilakukan untuk memberikan tingkat kenyamanan ternak sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal.

Rekayasa untuk mengurangi suhu lingkungan yang panas dapat dilakukan dengan penyiraman air menggunakan sprinkler ke tubuh ternak.

Menurut Ismail (2006), perlakuan penyiraman pada sapi perah memberikan respon yang baik terhadap produktivitas ternak, tetapi belum dilaporkan pengaruhnya terhadap fisiologis dan produksi pada sapi potong. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman air terhadap respon fisiologis dan produksi Sapi Peranakan Simmental.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman air terhadap respon fisiologis (suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung) pada Sapi Peranakan Simmental;

2. mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman air terhadap respon produksi (konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian) pada Sapi Peranakan Simmental;


(20)

4

3. mengetahui frekuensi penyiraman air terbaik terhadap respon produksi dan fisiologis Sapi Peranakan Simmental.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan stakeholder mengenai frekuensi penyiraman air yang terbaik terhadap respon fisiologis dan produksi Sapi Peranakan Simmental.

D. Kerangka Pemikiran

Kemampuan berproduksi pada ternak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Parakkasi, 1980). Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap penampilan produksi seekor ternak.

Keunggulan genetik suatu bangsa ternak dapat ditampilkan secara optimal dalam bentuk produktivitas yang tinggi apabila mendapat kondisi lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya (Rumetor, 2003). Faktor lingkungan tersebut antara lain pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan penyakit serta faktor iklim, baik iklim mikro maupun iklim makro.

Perubahan iklim secara global (global warming) menyebabkan meningkatnya cekaman panas dan diprediksi dapat menjadi masalah utama dalam penggemukan sapi potong pada masa yang akan datang. Kondisi lingkungan ekstrim akibat tingginya temperatur, radiasi matahari, kelembapan dan rendahnya kecepatan angin berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ternak yang berdampak pada peningkatan frekuensi pernafasan, denyut jantung, suhu rektal, dan penurunan


(21)

5

konsumsi ransum, kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas ternak (Brandl et al., 2003).

Kondisi fisiologis dan produktivitas sapi yang dipeliharaa pada iklim tropis berbeda dengan sapi yang dipelihara pada iklim subtropis. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan suhu lingkungan yang cukup tinggi (28—34 ºC) yang berpotensi menimbulkan efek negatif akibat adanya cekaman panas pada ternak sapi. Sapi-sapi yang banyak digemukkan di Provinsi Lampung merupakan sapi silangan antara sapi lokal dengan bangsa-bangsa sapi yang biasa hidup pada iklim subtropis. Salah satu sapi silangan tersebut adalah Sapi Peranakan

Simmental yang merupakan sapi hasil silangan antara Sapi Simmental jantan dengan PO betina yang saat ini dipelihara banyak peternak di Indonesia. Sapi Simmental berasal dari wilayah subtropis yang yang memiliki suhu lingkungan rendah (2—18 ºC). Sapi Peranakan Simmental berisiko lebih tinggi mengalami cekaman panas karena mengandung genetik Sapi Simmental yang berasal dari daerah subtropis.

Cekaman panas berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ternak yang terlihat pada peningkatan frekuensi pernafasan, denyut jantung, suhu tubuh, dan penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan terlihat pada penurunan konsumsi ransum yang berdampak lebih lanjut terhadap penurunan produktivitas. Produktivitas merupakan gabungan dari potensi produksi dan reproduksi ternak. Penurunan produktivitas sapi pada sapi silangan tersebut dapat diatasi dengan melakukan manipulasi lingkungan yang dapat memberikan kondisi lingkungan yang nyaman bagi sapi-sapi silangan yang dipelihara di Indonesia. Salah satu upaya manipulasi


(22)

6

lingkungan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu lingkungan di dalam kandang adalah melakukan penyiraman dengan menggunakan air yang diubah menjadi kabut melalui nozzle (mulut sprinkler). Perlakuanpenyiraman

diharapkan dapat mereduksi panas yang berasal dari tubuh dan suhu lingkungan tempat sapi dipelihara, sehingga dicapai kondisi lingkungan yang mendekati kondisi nyaman atau Temperature-Humidity Index (THI) ( Dahlen dan Stoltenow, 2012).

Perlakuan penyiraman yang berarti memberikan perlakuan pendinginan, memiliki konsep dasar untuk membantu ternak dalam memperlancar proses pelepasan panas. Sukarli (1995) menjelaskan bahwa perlakuan penyiraman membantu ternak mengurangi cekaman panas melalui konduksi, konveksi, dan evaporasi kulit. Pelepasan panas dilakukan secara konduksi saat air disiramkan ke tubuh ternak sehingga terjadi proses transfer panas dari tubuh ke media air yang suhunya lebih rendah. Transfer panas terjadi pada lapisan tipis yang berada di sekitar kulit.

Menurut Parakkasi (1999), tujuan penyiraman ini adalah melakukan proses pendinginan terhadap tubuh melalui proses evaporasi. Menurut Worley (1999), alat penyiram (sprayer) yang baik memiliki kapasitas mulut pipa (nozzle) sebesar 0,5—2 galon per menit atau setara dengan 1,9—7,7 liter per menit. Penelitian yang dilakukan di Universitas Kansas dan California menunjukkan bahwa penyiraman menghasilkan peningkatan bobot badan sebanyak 0,1 kg lebih tinggi daripada sapi-sapi yang tidak mendapat perlakuan penyiraman menggunakan sprinkler untuk hewan yang menderita stres panas.


(23)

7

Menurut Ismail (2006), perlakuan penyiraman air berpengaruh terhadap respon termoregulasi pada Sapi Fries Holland dara. Penyiraman air selama 15 menit pada saat suhu udara berada pada titik puncak dapat menurunkan suhu rektal, frekuensi laju pernafasan, dan frekuensi denyut jantung. Hasil penelitian Akbar (2008) melaporkan bahwa penyiraman air selama 15 menit pada siang hari dengan frekuensi 10 kali pada sapi perah pasca melahirkan menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata (P<0,05) pada suhu rektal dan frekuensi pernafasan.

Hasilnya, suhu rektal dan frekuensi pernapasan pada sapi perah lebih rendah yang diberi perlakuan penyiraman daripada tanpa penyiraman pada pukul 12.00—13.00 WITA dan pukul 17.00—18.00 WITA. Pada kondisi cekaman panas, penyiraman air menggunakan sprinkler ke tubuh ternak diharapkan mampu memberikan respon yang baik terhadap fisiologis dan produksi Sapi Peranakan Simmental.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. frekuensi penyiraman air berpengaruh terhadap respon fisiologis (suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung,) Sapi Peranakan Simmental; 2. frekuensi penyiraman air berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan

pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan Simmental;

3. terdapat frekuensi penyiraman air yang terbaik antara 0, 1, dan 2 kali yang memberi respon fisiologis dan produksi Sapi Peranakan Simmental.


(24)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong

Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa sapi yang ada saat ini berasal dari ketiga kelompok sapi tersebut dan terdapat bangsa-bangsa sapi baru hasil persilangan antar bangsa yang merupakan bangsa ketiga sapi tersebut. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), ciri-ciri bangsa sapi yang berasal dari wilayah tropis yaitu memiliki gelambir, kepala panjang, dahi sempit, ujung telinga runcing, bahu pendek, garis punggung berbentuk cekung, kaki panjang, tubuh relatif kecil, dengan bobot badan 250—650 kg, tahan terhadap suhu tinggi, dan tahan terhadap caplak. Sapi yang berasal dari wilayah subtropis memiliki bentuk kepala pendek, ujung telinga tumpul, garis punggung lurus, kaki pendek, bulu panjang dan kasar, tidak tahan terhadap suhu tinggi, banyak minum dan kotorannya basah, cepat dewasa kelamin, dan bentuk tubuh besar.

Sapi pedaging atau sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi pedaging memiliki ciri-ciri seperti tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, dan efisiensi pakannya tinggi


(25)

9

(Haryanti, 2009). Menurut Blakely dan Bade (1992), tujuan pemeliharaan sapi potong adalah untuk digemukkan yang berasal dari pemeliharaan sapi bakalan. Sapi pedaging pada umumnya dipelihara secara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.

B. Deskripsi Sapi Peranakan Simental

Sapi Peranakan Simmental merupakan hasil persilangan antara Sapi Simmental jantan dengan Sapi Peranakan Ongol atau sapi lokal Indonesia lainnya. Sapi Peranakan Simmental berasal dari lembah Simme di Switzerland dan termasuk dalam kelompok sapi Bos taurus yang memiliki ciri-ciri yaitu ukuran tubuhnya besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah, warna bulu pada umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, muka dan keempat kaki dari lutut serta ujung ekor berwarna putih, tanduknya berukuran kecil, bobot sapi betina dapat mencapai 800 kg, dan jantan 1.150 kg (Pane, 1986).

Menurut Fikar dan Ruhyadi (2010), Sapi Simmental merupakan sapi pedaging yang berasal dari wilayah beriklim dingin, dan termasuk dalam golongan sapi tipe besar, volume rumennya besar, voluntary intake (kemampuan menambah

konsumsi pakan diluar kebutuhan yang sebenarnya) tinggi, dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tatalaksana pemeliharaan yang lebih teratur. Sapi Simmental murni sulit ditemukan di Indonesia karena sapi tersebut diimpor dalam bentuk mani beku yang digunakan untuk mengawini sapi-sapi lokal betina

sehingga di Indonesia hanya terdapat Sapi Simmental cross atau persilangan Simmental. Menurut Haryanti (2009), Sapi Peranakan Simmental merupakan sapi


(26)

10

persilangan dengan pertambahan bobot badan berkisar antara 0,6 sampai 1,5 kg per hari.

C. Temperatur dan Kelembapan Lingkungan

Sapi pedaging dapat berproduksi secara optimal bila dipelihara dalam lingkungan yang nyaman (Comfort zone = CZ), yaitu temperatur lingkungan yang nyaman bagi sapi yang memungkinkan dan mendukung kelancaran fungsi dalam proses fisiologi ternak (Webster dan Wilson, 1980). Lebih lanjut dikatakan bahwa CZ untuk sapi dari daerah tropis adalah antara 22—30 ºC. Comfort zone untuk Sapi Peranakan Simmental diduga 17—28 ºC sesuai dengan asal-usulnya yang berasal dari daerah tropis dan subtropis (Aryogi et al., 2005). Kusnadi et al. (1992), menyatakan bahwa kisaran suhu yang baik untuk pemeliharaan sapi di Indonesia adalah 18—28 ºC.

Suhu dan kelembapan udara memiliki pengaruh langsung terhadap fisiologis ternak yang berpengaruh terhadap termoregulasi dalam tubuh. Ternak yang hidup pada lingkungan zone thermoneutrally (20—26 ºC) dan yang hidup di lingkungan comfort zone dapat menampilkan produksinya secara maksimal. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa adalah 4 – 25 ºC. Zone thermoneutrally dibatasi oleh batas suhu kritis minimum (Low Critical Temperature 10 ºC) dan batas suhu kritis maksimum (Upper Critical Temperature 26 ºC) (Philips, 2001). Bligh dan Johnson (1985) membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan

perubahan produksi panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum. Diagram produksi panas sapi pada beberapa suhu lingkungan terdapat pada Gambar 1.


(27)

11

Gambar 1. Diagram produksi panas sapi pada beberapa suhu lingkungan (Bligh dan Johnson (1985).

Menurut Rumetor (2003), cuaca panas dan hujan harian dapat menyebabkan variasi suhu dan kelembapan lingkungan. Variasi suhu dan kelembapan harian dapat menjadi sumber cekaman panas bagi ternak. Suhu lingkungan yang lebih dari 27°C untuk sapi subtropis mengakibatkan gangguan termoregulasi. Indikasi yang paling mudah untuk mengetahui bahwa ternak mengalami cekaman panas adalah terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan yang melebihi batas normal. Peningkatan frekuensi pernafasan tersebut mengakibatkan terjadinya pengaruh negatif pada ternak.

Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi terjadinya pengaruh negatif akibat cekaman panas antara lain dengan menyediakan naungan (Worley, 1999), melengkapi kandang dengan kipas (Keown et al., 2005; dan Worley, 1999), menerapkan sistem penyiraman pada tubuh ternak (Janni, 2000 dan Worley, 1999), dan memodifikasi pakan dengan mengurangi konsumsi pakan hijauan dan meningkatkan ketersedian air minum (Keown et al., 2005). Beberapa


(28)

12

teknik telah diujikan, diantaranya oleh Sukarli (1995), Hadi (1995), dan Yanis (1996), dengan menerapkan cara penyiraman dan penganginan.

D. Pengaruh Temperatur Terhadap Konsumsi Pakan Ternak Sapi

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan ternak sapi. Faktor lingkungan dapat memengaruhi tingkat konsumsi pakan pada ternak. Temperatur udara yang tinggi mengakibatkan penurunan konsumsi ransum, sapi-sapi yang termasuk kelompok Bos taurus lebih banyak dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan dibandingkan dengan sapi yang termasuk dalam kelompok Bos indicus atau bangsa sapi di wilayah tropis lainnya.

Temperatur lingkungan juga memengaruhi efisiensi penggunaan pakan. Pada temperatur di bawah optimum, efisiensi menurun karena ternak lebih banyak makan guna mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Sebaliknya, pada temperatur di atas optimum ternak akan menurunkan tingkat konsumsinya guna mengurangi temperatur tubuh. Kesemuanya akan menurunkan produktivitas dan efisiensi penggunaan makanan (Parakkasi, 1999).

E. Pengendalian Stres Panas pada Penggemukan Sapi

Hewan mamalia dan unggas, termasuk ternak domestik digolongkan ke dalam hewan homeotermis, yaitu kelompok hewan yang memiliki sistem pengaturan suhu tubuh dicirikan dengan rendahnya variasi suhu tubuh sebesar lebih kurang 2ºC, meskipun suhu lingkungan eksternal menunjukkan fluktuasi yang sangat luas. Hewan homeotermi memiliki model pengaturan suhu tubuh yang sangat bergantung pada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tubuh


(29)

13

untuk mempertahankan suhu tubuh agar stabil pada kisaran tertentu. Kemampuan inilah yang didefinisikan oleh Esmay (1982) sebagai termoregulasi.

Konsep dasar termoregulasi adalah keseimbangan antara produksi panas dan pelepasan panas (Esmay dan Dixon, 1986). Keseimbangan panas menurut Williamson dan Payne (1993), dipengaruhi oleh produksi panas metabolik (produksi panas dari proses pencernaan, aktivitas ternak, dan peningkatan proses metabolisme untuk proses produksi), panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan), panas yang hilang atau didapat dari makanan atau minuman, konduksi, konveksi, dan radiasi.

Stres panas dapat menyebabkan dampak yang signifikan terhadap produksi dan kesehatan sapi pedaging. Pada ternak penggemukan, panas dapat mengurangi konsumsi pakan dan keuntungan sehari-hari serta dapat menurunkan kinerja reproduksi. Stres panas yang ekstrim dapat menyebabkan kematian pada ternak. Efek stres panas dapat dikurangi melalui manipulasi lingkungan. Salah satu upaya manipulasi lingkungan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu lingkungan di dalam kandang adalah penyiraman. Penyiraman dengan menggunakan air yang diubah menjadi kabut melalui nozzle diharapkan dapat mereduksi panas dari tubuh dan daerah di sekitar tempat ternak dipelihara. Perlakuan tersebut diharapkan mencapai kondisi lingkungan yang mendekati kondisi nyaman bagi ternak atau mencapai kondisi sesuai Temperature-Humidity Index (THI) (Dahlen dan Stoltenow, 2012).

Pemberian perlakuan pendinginan, memiliki konsep dasar untuk membantu ternak melakukan proses pelepasan panas. Sukarli (1995) menjelaskan bahwa perlakuan


(30)

14

penyiraman membantu ternak mengurangi cekaman panas melalui konduksi, konveksi, dan evaporasi kulit. Pelepasan panas tubuh terjadi secara konduksi pada saat air disiramkan ke tubuh ternak, pada saat itu terjadi proses transfer panas dari tubuh ke media air yang suhunya lebih rendah yaitu ke lapisan tipis yang berada di sekitar kulit. Peristiwa ini menurut Handoko (1995) dinamakan pelepasan panas secara konduksi semu karena tidak sepenuhnya merupakan proses pemindahan panas dilakukan secara konduksi. Pelepasan panas secara konveksi terjadi melalui transfer panas dari permukaan tubuh dengan udara yang mengalir dan lebih dingin dari suhu permukaan kulit yang berasal dari air yang disiramkan. Pembuangan panas secara evaporasi pada penelitian Sukarli (1995) terjadi

bersamaan dengan transfer panas secara konduksi dan konveksi di daerah kulit. Proses evaporasi ini mampu menurunkan suhu permukaan kulit dan memudahkan proses transfer panas melalui aktivitas respirasi, sehingga respirasi dapat

dilakukan lebih dalam.

Menurut Parakkasi (1999), penyiraman bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Lama penyiraman dengan mengatur nozzle yaitu lubang pada ujung mulut dari sprinkler perlu disesuaikan untuk mengatur jumlah air yang keluar sesuai dengan kebutuhan. Menurut Worley (1999) hal yang perlu

diperhatikan dalam memilih alat penyiram (sprayer) adalah kapasitas mulut pipa (nozzle) yang sebaiknya diatur sebesar 0,5—2 galon per menit atau setara dengan 1,9—7,7 liter per menit. Cara tersebut paling efektif diterapkan apabila

kelembapan relatif lingkungan lebih rendah dari 50 % dan temperatur 29,8 ºC. Temperatur dan jumlah kepadatan ternak dalam pemeliharaan juga mempengaruhi kondisi fisiologis dan produktivitas ternak. Hasil penelitian di Universitas Kansas


(31)

15

dan California menunjukkan bahwa sapi-sapi yang diberi perlakuan penyiraman menunjukkan peningkatan bobot badan sebanyak 0,1 kg lebih tinggi dari pada kontrol (tanpa penyiraman) oleh perlakuan sprinkler untuk hewan yang menderita stres panas (Parakkasi, 1999).

Menurut Ismail (2006), perlakuan penyiraman air berpengaruh terhadap respon termoregulasi pada Sapi Fries Holland dara. Penyiraman air selama 15 menit pada saat suhu udara berada pada titik puncak dapat menurunkan suhu rektal, frekuensi laju pernafasan, dan frekuensi denyut jantung. Akbar (2008)

melaporkan bahwa penyiraman air selama 15 menit pada siang hari dengan frekuensi 10 kali pada sapi perah pasca melahirkan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) pada suhu rektal dan frekuensi pernafasan. Hasilnya, suhu rektal dan frekuensi pernapasan pada sapi perah lebih rendah yang diberi perlakuan penyiraman daripada tanpa penyiraman pada pukul 12.00—13.00 WITA dan pukul 17.00—18.00 WITA. Menurut Palulungan et al. (2013),

perlakuan pengkabutan dan kipas angin selama 10 menit terhadap sapi perah laktasi dapat menurunkan temperatur rektal dan denyut jantung serta mampu menurunkan laju respirasi ternak daripada dengan kontrol.

Menurut Ortiz et al. (2011), pendinginan melalui penyemprotan air selama 12 jam/hari selama periode puncak stres panas dapat menurunkan suhu tubuh sapi perah menyusui di lingkungan padang pasir. Melalui penyemprotan air terjadi pertukaran panas melalui penguapan atau disebut dengan pendinginan evaporatif. Penggunaan air untuk mendinginkan sapi dilakukan juga oleh Legrand et al. (2011) pada 12 Sapi Friesian Holstein bunting tidak laktasi. Hasilnya


(32)

16

menunjukkan bahwa terjadi penurunan laju respirasi antara perlakuan yaitu sebesar 53 kali/menit pada perlakuan pendinginan menggunakan air dan 61 kali/menit pada perlakuan kontrol.

F. Fisiologis Ternak

Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa kisaran normal suhu tubuh atau lingkungan pada jenis ternak mamalia adalah 37 °C. Ternak harus mengadakan penyesuaian secara fisiologis agar suhu tubuh tetap konstan pada suhu 38—39 °C. Ternak memerlukan keseimbangan antara produksi panas dan pelepasan panas untuk mempertahankan suhu tubuhnya.

1. Suhu tubuh

Suhu tubuh adalah hasil dari dua proses yaitu panas yang diterima dan panas yang dilepaskan. Swenson (1970) menyatakan bahwa suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibanding dengan bagian luar. Panas terutama dihasilkan oleh tubuh sebagai hasil aktivitas metabolisme dan dilepaskan secara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi melalui kulit dan saluran pernafasan (Ewing et al., 1999). Suhu tubuh pada ternak homeotherm bervariasi dan dipengaruhi umur, jenis kelamin, musim, siang atau malam, lingkungan, exersice, pencernaan, makan, dan minum (Swenson, 1970).

Suhu lingkungan yang mengakibatkan cekaman panas akan memengaruhi kerja hipotalamus dan sistem syaraf pusat yang akan memengaruhi konsumsi pakan, produksi, dan penghilangan panas tubuh yang pada akhirnya dapat menurunkan produksi (Johnson, 2005). Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara


(33)

17

memasukkan termometer ke dalam rektal. Cara tersebut cukup efektif karena mudah dilakukan dan suhu dalam rektal relatif konstan dan memegang peranan penting dalam menentukan suhu tubuh ternak terutama bila temperatur lingkungan berubah-ubah (Ewing et al., 1999). Peningkatan suhu rektal dan suhu kulit akibat dari kenaikan suhu udara, akan meningkatkan aktivitas penguapan melalui

keringat dan peningkatan jumlah panas yang dilepas persatuan luas permukaan tubuh. Demikian juga dengan naiknya frekuensi nafas akan meningkatkan jumlah panas persatuan waktu yang dilepaskan melalui saluran pernafasan.

Semua ternak domestik termasuk hewan berdarah panas (homeotherm) yang berarti ternak berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimal. Kisaran yang normal pada jenis ternak mamalia adalah 37—39 ºC (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Thomas (2010), suhu tubuh normal pada sapi yaitu 38,6 ºC. Kelly (1984) mengatakan bahwa secara fisiologis suhu tubuh akan meningkat hingga 1,5ºC pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak beraktivitas fisik maupun psikis.

2. Frekuensi pernafasan

Pernafasan atau respirasi merupakan proses pengambilan udara yang dimasukkan dalam paru-paru melalui hidung dan trachea, kemudian dikeluarkan kembali secara teratur (Williamson dan Payne, 1978). Mariyono et al. (1993), menyatakan bahwa jumlah frekuensi pernafasan yang ditandai dengan banyaknya oksigen yang dikonsumsi dipengaruhi oleh aktivitas, umur, pakan, ukuran tubuh, dan


(34)

18

temperatur lingkungan. Ternak yang berada di bawah kondisi cekaman panas akan meningkatkan frekuensi pernafasan.

Pengukuran frekuensi pernafasan dapat dilihat dari pergerakan tulang dada dan tulang rusuk atau pergerakan perut. Laju respirasi sapi pada kondisi normal berkisar 10—30 kali per menit (Thomas, 2010). Pada sapi dewasa berkisar antara 12—16 kali setiap menit, sedangkan pada sapi muda 27—37 kali per menit (Akoso, 1996). Peningkatan kecepatan pernafasan merupakan suatu tanda cekaman panas. Beberapa laporan menyatakan bahwa sapi Bos indicus

mempunyai kelenjar keringat yang berfungsi dan berkembang lebih baik dan lebih banyak daripada Bos taurus sehingga jenis Bos taurus lebih mudah stres terhadap panas (Huitema, 1986).

3. Frekuensi denyut jantung

Denyut jantung merupakan urutan peristiwa yang terjadi secara kontinyu pada jantung, berupa gerakan diastole (relaksasi) dan gerakan sistole (kontraksi) (Frandson, 1992). Pengukuran denyut nadi pada sapi dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya memeriksa ekor bagian tengah (Kelly, 1984), dan rongga dada dengan menggunakan stetoskop (Sukarli,1995).

Denyut jantung sapi yang normal 55—80 kali per menit (Kelly, 1984). Denyut jantung normal sapi adalah 60—80 kali per menit (Thomas, 2010). Kisaran tersebut dapat berubah-ubah sesuai kondisi internal sapi maupun kondisi

lingkungan. Bila terjadi cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang cukup tinggi maka akan menyebabkan frekuensi denyut jantung ternak akan meningkat.


(35)

19

Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang

menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas otot-otot respirasi. Hal tersebut mempercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh (Esmay 1978). Menurut Kelly (1984), intensitas kinerja denyut jantung dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu bangsa sapi, ukuran tubuh, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, kebuntingan, melahirkan, laktasi,

perangsangan, gerak tubuh, aktivitas mencerna makanan, ruminasi, dan suhu lingkungan.


(36)

20

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Kecamatan Gunung Batin, Kabupaten Lampung Tengah. Analisis sampel ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Sapi Peranakan Simental

Sapi penggemukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sapi Peranakan Simmental jantan sebanyak 12 ekor. Sapi-sapi tersebut dipelihara oleh peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation.

2. Pakan

Pakan yang diberikan selama penelitian berupa ransum complete feed.

Penggunaan ransum mengikuti ransum yang tersedia di peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation. Kandungan nutrisi ransum yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.


(37)

21

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum penelitian.

Nutrisi Kandungan nutrisi ransum

---%---

Bahan kering (BK) 38,44

Protein kasar (PK) 7,72

Lemak kasar (LK) 4,53

Serat kasar (SK 17,56

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 51,59

Sumber: Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2015).

Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari dengan jumlah pemberian sebanyak 30 kg/ekor/hari.

3. Air

Air yang digunakan untuk minum sapi dan perlakuan penyiraman pada tubuh ternak berasal dari air tadah hujan yang berada dekat dengan lokasi peternakan.

C. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu terdiri atas:

1. termometer infrared merk IR thermometer dengan ketelitian ± 0,3oC atau 0,54oF yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh sapi;

2. termohigrometer merk HTC-1 dengan ketelitian 0,1oC dan 1 % yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembapan kandang;

3. counter number merk Jason yang digunakan untuk menghitung frekuensi pernafasan;

4. stetoskop merk Riester digunakan untuk mengukur denyut jantung pada sapi; 5. stopwatch merk Samsung yang digunakan untuk mengukur frekuensi


(38)

22

6. timbangan pakan kapasitas 15 kg merk Five Goats dengan ketelitian 0,1 digunakan untuk menimbang pakan dan sisa pakan pada tempat pakan; 7. sekop dan bak yang digunakan untuk distribusi pakan;

8. sapu lidi yang digunakan untuk membersihkan kandang;

9. timbangan sapi merk Sonic A12E kapasitas 2000 kg dengan ketelitian 0,5; 10. alat sprinkler yang digunakan untuk melakukan penyiraman pada tubuh sapi; 11. selang dengan panjang 20 meter yang digunakan untuk membantu proses

penyiraman air ke tubuh sapi dan pada proses cleaning;

12. alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat data yang diperoleh.

D. Metode Penelitian

Metode eksperimental digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan pada setiap perlakuan.

Perlakuan tersebut yaitu:

1. Kontrol (P0) : tanpa perlakuan atau kontrol 2. Perlakuan pertama (P1) : frekuensi penyiraman air 1 kali 3. Perlakuan kedua (P2) : frekuensi penyiraman air 2 kali

Prosedur perlakuan yang diberikan sebagai berikut :

1. perlakuan kontrol, ternak yang mendapat perlakuan kontrol tidak diberikan perlakuan apapun;

2. perlakuan pertama, sapi mendapat perlakuan penyiraman dengan frekuensi penyiraman air satu kali sehari selama 1 jam pada pukul 13.00—14.00 WIB.


(39)

23

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat penyiram (sprinkler) yang diletakkan di atap kandang. Mulut nozzle sprinkler menghadap ke bawah; 3. perlakuan kedua, sapi mendapat perlakuan penyiraman dengan frekuensi

penyiraman air dua kali sehari masing-masing selama 1 jam yaitu pada pukul 10.30—11.30 WIB dan 13.00—14.00 WIB.

E. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah

1. Suhu tubuh

Suhu tubuh sapi diukur dengan menggunakan termometer infrared (digital) yang ditempelkan pada jarak ± 2—5 cm dari permukaan kelopak mata ataupun hidung ternak sapi. Pada saat alat digunakan untuk pengukuran, termometer harus dalam keadaan nol.

2. Frekuensi pernafasan

Frekuensi pernafasan dihitung menggunakan counter number dengan cara melihat kembang kempis perut atau suara dari pernafasan yang timbul pada Sapi

Peranakan Simmental selama 1 menit.

3. Frekuensi denyut jantung

Frekuensi denyut jantung dihitung menggunakan stetoskop dengan cara


(40)

24

Didengarkan dengan cermat dan dihitung selama 1 menit banyaknya denyut jantung Sapi Peranakan Simmental.

Catatan : Pengamatan respon fisologis pada Sapi Peranakan Simmental dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00 dan 16.00 WIB.

4. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum diperolehdengan caramenghitung jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan pakan sisa setiap hari. Penimbangan sisa dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian ransum. Bahan kering ransum didapatkan dari hasil analisis sampel ransum pemberian dan sampel ransum sisa di laboraturium. Selanjutnya dihitung jumlah bahan kering (BK) ransum pemberian dan ransum sisa. Bahan kering ransum dihitung sesuai rekomendasi Parakkasi (1999) dengan rumus sebagai berikut : (%BK pemberian/100 x jumlah pemberian) – (%BK sisa/100 x jumlah sisa).

Konsumsi ransum harian dihitung berdasarkan bahan kering ransum dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan (awal) dengan jumlah yang tersisa (akhir) keesokan harinya (Siregar, 1994). Rumus menghitung konsumsi bahan kering (KBK) ransum adalah sebagai berikut: ∑KBK ransum (kg/ekor/hari) =


(41)

25

5. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan harian dihitung dengan rumus : ( bobot badan akhir – bobot badan awal dibagi dengan lama pengamatan). Bobot badan awal = bobot badan pada saat dilakukan percobaan/perlakuan. Cara pengambilan data bobot badan awal yaitu dilakukan penimbangan sebelum mulai menerapkan perlakuan. Bobot badan akhir = bobot pada saat akhir penelitian. Cara pengambilan data bobot badan akhir yaitu dilakukan penimbangan setelah perlakuan atau saat akhir penelitian.

F. Pelaksanaan Penelitian

1. Tahapan persiapan kandang

Kandang yang digunakan merupakan kandang koloni yaitu kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak. Kandang dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air sebelum

melakukan penelitian. Sprinkler dipasang di atas atap kandang untuk penyiraman ke tubuh ternak.

2. Tahap pra penelitian

Penelitian didahului dengan proses pra penelitian selama 14 hari. Hal ini dilakukan agar ternak beradaptasi terlebih dahulu terhadap perlakuan baru yang diberikan. Sapi ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal sapi penelitian.


(42)

26

3. Tahap pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. perawatan ternak dan pembersihan kandang yang dilakukan pagi hari, yaitu pukul 07.00—09.00 WIB;

b. pengukuran suhu dan kelembapan relatif kandang.

c. pengukuran parameter respon fisiologi ternak, meliputi pengukuran suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung.

d. Pemberian pakan dan minum. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari dengan jumlah pemberian sebanyak 30 kg/ekor/hari. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam (ANOVA) dengan taraf nyata 5% dan atau 1%. Uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1% dilakukan apabila perlakuan berpengaruh terhadap peubah pengamatan (Steel and Torrie, 1991).

G


(43)

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. perlakuan frekuensi penyiraman air 0, 1, dan 2 kali berpengaruh (P<0,01) terhadap suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta berpengaruh (P<0,05) terhadap frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simmental;

2. perlakuan frekuensi penyiraman air 0, 1, dan 2 kali tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan Simmental;

3. perlakuan frekuensi penyiraman air 2 kali memberikan pengaruh yang terbaik terhadap respon fisiologis Sapi Peranakan Simmental, namun tidak

berpengaruh nyata terhadap respon produksi Sapi Peranakan Simmental.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan pada peternak untuk menggunakan frekuensi penyiraman air 2 kali ke tubuh Sapi Peranakan Simmental untuk mendapatkan respon fisiologis dan produksi yang optimal.


(44)

42

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, J. 2008. Ekspresi berahi ternak sapi perah pasca melahirkan dengan dan tanpa pemberian pendingin. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanudin. Makasar.

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi : Panduan bagi Petugas Teknis, Penyuluh, dan Peternak. Kanisius. Yogyakarta.

Aryogi, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2005. Performans Sapi Silangan Peranakan Ongole di Dataran Rendah (studi kasus di kecamatan kota Anyar kabupaten probolinggo jawa timur). Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2014.

http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/propinsi/10. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 02:36.

Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Social Ekonomi. Badan pusat statistik edisi 40. Jakarta.

Blakely, J., dan D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Bligh, J. and Johnson, K.G. 1985. Glossary of Term for Physiology. In: M.K.Yousef, Stress Physiology in Livestock. CRC Press. Boca raton. Florida

Brown-Brandl, T. M., J. A. Nienaber, R. A. Eigenberg, G. L. Hahn, and H. Freetly. 2003. Thermoregulatory responses of feeder cattle. J. Therm. Biol. 28:149–157.

C.R. Dahlen, dan C.L. Stoltenow. 2012. Dealing With Heat Stress In Beef Cattle operation. North Dakota State University Fargo, North Dakota.

Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science. Interstate Publisher Inc., Illinois Esmay, M.L. 1982. Priciples of Animal Environment. AVI Publishing Company Inc.,Connecticut.


(45)

43

Esmay, M.L. dan J.E. Dixon. 1986. Environmental Control for Agricultural Building. AVI Publishing Company Inc, Connecticut.

Esmay, M. L. 1982. Principle of Animal environmental. AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.

Esmay, M. L. 1978. Principle of Animal environmental. Texbook Ed. AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Co. p. 1-15.

Ewing, S.A., D.C.J.R Lay, and E.V. Borell. 1999. Farm Animal Well Being. Stress Physiology, Animal Behavior and Environmental Design. Prentice- Hall, Inc. New Jersey.

Fikar, S dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak `dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadi, J.S. 1995. Pengaruh kecepatan angin terhadap respon termoregulasi sapi fries holland dara. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko. 1995. Suhu udara. Dalam : Handoko (Editor). Klimatologi Dasar. P.T. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.

Haryanti, N.W. 2009. Kualitas pakan dan kecukupan nutrisi sapi Simmental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Diponogoro. Semarang

Huitema, H., 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti Ekonomi dan

Kemampuannya, Penelitian Dibeberapa Daerah di Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Ismail, M. 2006. Pengaruh penyiraman dan penganginan terhadap respon

termoregulasi dan tingkat konsumsi akan sapi Fries Holland dara. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Janni, K. 2000. Engineering Options for Reducing Dairy Cows Heat Stress. http://www.uwex.edu/ces/dairymod/cowhousing/documents/ReducingCow HeatStress-Janni.pdf. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 23:11.

Johnson, H. D. 2005. The Lactating Cow In The Various Ecosystems:

Environmental Effects On Its Productivity. Aust. J. Agric Res. 24(5)775-782. Australia.


(46)

44

Kelly, W.R. 1984.Veterinary Clinical Diagnosis. Bailliere Tindall, London. Keown, J. F., P.J. Kononoff, and R. J. Grant. 2005. How to Reduce Heat Stress in

Dairy Cattle. http://ianrpubs.unl.edu/live/g1582/build/g1582.pdf. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 01:44.

Kusnadi, U., M. Sabrani, M. Winugroho, S. Iskandar, U. Nuschati, dan D. Sugandi. 1992. Usaha Penggemukan Sapi Potong di Dataran Tinggi Wonosobo. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Hal: 24—28. Legrand, A., K. E. Schutz, and C. B. Tucker. 2011. Using Water to Cool Cattle:

Behavioral and Physiological Changes Associated with Voluntary use of Cow Showers. American Dairy Science Association. J. Dairy Sci. 94 :3376–3386.

Mariyono, Ma’sum, Umiyasih dan Yusran. 1993. Eksistensi Sapi Perah Induk

Berkemampuan Produksi Tinggi dalam Usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Jurnal Balas Penelitian Ternak Grati vol 3 Hal 2. Sub Balai Penelitian Grati Departemen Pertanian Pasuruan..

Ortiz, X.A., J. F. Smith, B. J. Bradford, J. P. Harner, and A. Oddy. 2011. Effect of complementation of cattle cooling systems with feedline soakers on lactating dairy cows in a desert environment. American Dairy Science Association. J. Dairy Sci. 94 :1026–1031

Palulungan, J.A., Adiarto, dan T. Hartatik. 2013. Pengaruh Kombinasi

Pengkabutan dan Kipas Angin Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Peranakan Friesian Holland. Buletin Peternakan Vol. 37(3): 189-197. Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta Philips, C. J. C. 2001. Principles of Cattle Production. Head, Farm Animal

Epidemiology and Informatics Unit. Departement of Clinical Veterinary Medicine. University of Cambridge. UK. London.

Purwanto, B. P., M. Fujita, M. Nishibori & S. Yamamoto. 1991. Effect of environmental temperature and feed intake on plasma concentration of thyroid homones in dairy heifers. AJAS. 4: 293-298.

Rumetor, S.D. 2003. Stres panas pada sapi perah laktasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siagian, V. 2008. Peningkatan Protein Hewani Untuk Ketahan Pangan. Harian Bisnis Indonesia. Sumatera Selatan.


(47)

45

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukarli. 1995. Pengaruh volume air yang digunakan untuk penyemprotan pada

tubuh terhadap repon termoregulasi sapi Friesian Holland dara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Swenson, M. J. 1970. Dukes’ Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press.United States. Amerika.

Thomas, H.S. 2010. Storey’s Guide To Raising Beef Cattle 3rd Edition. Storey Publishing. United States.

Webster, C. C. dan P. N. Wilson. 1980. Agriculture in Tropics. The English Language Book Society and Longman Group. London.

Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Worley, J.W. 1999. Cooling System for Georgia Dairy Cattle.

http://pubs.caes.uga.edu/caespubs/pubcd/b1172.w.html. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 01: 27.

Yanis, M. 1996. Pengaruh lama penganginan terhadap respon termoregulasi pada sapi dara Fries Holland. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor. Bogor.

Yousef, M.K. 1984. Measurement of heat production and heat loss. Dalam :

M.K.Yousef (Editor) Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc. Florida.


(1)

3. Tahap pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. perawatan ternak dan pembersihan kandang yang dilakukan pagi hari, yaitu pukul 07.00—09.00 WIB;

b. pengukuran suhu dan kelembapan relatif kandang.

c. pengukuran parameter respon fisiologi ternak, meliputi pengukuran suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung.

d. Pemberian pakan dan minum. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari dengan jumlah pemberian sebanyak 30 kg/ekor/hari. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam (ANOVA) dengan taraf nyata 5% dan atau 1%. Uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1% dilakukan apabila perlakuan berpengaruh terhadap peubah pengamatan (Steel and Torrie, 1991).

G


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. perlakuan frekuensi penyiraman air 0, 1, dan 2 kali berpengaruh (P<0,01) terhadap suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta berpengaruh (P<0,05) terhadap frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simmental;

2. perlakuan frekuensi penyiraman air 0, 1, dan 2 kali tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian Sapi Peranakan Simmental;

3. perlakuan frekuensi penyiraman air 2 kali memberikan pengaruh yang terbaik terhadap respon fisiologis Sapi Peranakan Simmental, namun tidak

berpengaruh nyata terhadap respon produksi Sapi Peranakan Simmental.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan pada peternak untuk menggunakan frekuensi penyiraman air 2 kali ke tubuh Sapi Peranakan Simmental untuk mendapatkan respon fisiologis dan produksi yang optimal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, J. 2008. Ekspresi berahi ternak sapi perah pasca melahirkan dengan dan tanpa pemberian pendingin. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanudin. Makasar.

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi : Panduan bagi Petugas Teknis, Penyuluh, dan Peternak. Kanisius. Yogyakarta.

Aryogi, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2005. Performans Sapi Silangan Peranakan Ongole di Dataran Rendah (studi kasus di kecamatan kota Anyar kabupaten probolinggo jawa timur). Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2014.

http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/propinsi/10. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 02:36.

Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Social Ekonomi. Badan pusat statistik edisi 40. Jakarta.

Blakely, J., dan D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Bligh, J. and Johnson, K.G. 1985. Glossary of Term for Physiology. In: M.K.Yousef, Stress Physiology in Livestock. CRC Press. Boca raton. Florida

Brown-Brandl, T. M., J. A. Nienaber, R. A. Eigenberg, G. L. Hahn, and H. Freetly. 2003. Thermoregulatory responses of feeder cattle. J. Therm. Biol. 28:149–157.

C.R. Dahlen, dan C.L. Stoltenow. 2012. Dealing With Heat Stress In Beef Cattle operation. North Dakota State University Fargo, North Dakota.

Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science. Interstate Publisher Inc., Illinois Esmay, M.L. 1982. Priciples of Animal Environment. AVI Publishing Company Inc.,Connecticut.


(4)

Esmay, M.L. dan J.E. Dixon. 1986. Environmental Control for Agricultural Building. AVI Publishing Company Inc, Connecticut.

Esmay, M. L. 1982. Principle of Animal environmental. AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.

Esmay, M. L. 1978. Principle of Animal environmental. Texbook Ed. AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Co. p. 1-15.

Ewing, S.A., D.C.J.R Lay, and E.V. Borell. 1999. Farm Animal Well Being. Stress Physiology, Animal Behavior and Environmental Design. Prentice- Hall, Inc. New Jersey.

Fikar, S dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak `dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadi, J.S. 1995. Pengaruh kecepatan angin terhadap respon termoregulasi sapi fries holland dara. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko. 1995. Suhu udara. Dalam : Handoko (Editor). Klimatologi Dasar. P.T. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.

Haryanti, N.W. 2009. Kualitas pakan dan kecukupan nutrisi sapi Simmental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Diponogoro. Semarang

Huitema, H., 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti Ekonomi dan

Kemampuannya, Penelitian Dibeberapa Daerah di Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Ismail, M. 2006. Pengaruh penyiraman dan penganginan terhadap respon

termoregulasi dan tingkat konsumsi akan sapi Fries Holland dara. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Janni, K. 2000. Engineering Options for Reducing Dairy Cows Heat Stress. http://www.uwex.edu/ces/dairymod/cowhousing/documents/ReducingCow HeatStress-Janni.pdf. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 23:11.

Johnson, H. D. 2005. The Lactating Cow In The Various Ecosystems:

Environmental Effects On Its Productivity. Aust. J. Agric Res. 24(5)775-782. Australia.


(5)

Kelly, W.R. 1984.Veterinary Clinical Diagnosis. Bailliere Tindall, London. Keown, J. F., P.J. Kononoff, and R. J. Grant. 2005. How to Reduce Heat Stress in

Dairy Cattle. http://ianrpubs.unl.edu/live/g1582/build/g1582.pdf. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 01:44.

Kusnadi, U., M. Sabrani, M. Winugroho, S. Iskandar, U. Nuschati, dan D. Sugandi. 1992. Usaha Penggemukan Sapi Potong di Dataran Tinggi Wonosobo. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Hal: 24—28. Legrand, A., K. E. Schutz, and C. B. Tucker. 2011. Using Water to Cool Cattle:

Behavioral and Physiological Changes Associated with Voluntary use of Cow Showers. American Dairy Science Association. J. Dairy Sci. 94 :3376–3386.

Mariyono, Ma’sum, Umiyasih dan Yusran. 1993. Eksistensi Sapi Perah Induk Berkemampuan Produksi Tinggi dalam Usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Jurnal Balas Penelitian Ternak Grati vol 3 Hal 2. Sub Balai Penelitian Grati Departemen Pertanian Pasuruan..

Ortiz, X.A., J. F. Smith, B. J. Bradford, J. P. Harner, and A. Oddy. 2011. Effect of complementation of cattle cooling systems with feedline soakers on lactating dairy cows in a desert environment. American Dairy Science Association. J. Dairy Sci. 94 :1026–1031

Palulungan, J.A., Adiarto, dan T. Hartatik. 2013. Pengaruh Kombinasi

Pengkabutan dan Kipas Angin Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Peranakan Friesian Holland. Buletin Peternakan Vol. 37(3): 189-197. Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta Philips, C. J. C. 2001. Principles of Cattle Production. Head, Farm Animal

Epidemiology and Informatics Unit. Departement of Clinical Veterinary Medicine. University of Cambridge. UK. London.

Purwanto, B. P., M. Fujita, M. Nishibori & S. Yamamoto. 1991. Effect of environmental temperature and feed intake on plasma concentration of thyroid homones in dairy heifers. AJAS. 4: 293-298.

Rumetor, S.D. 2003. Stres panas pada sapi perah laktasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siagian, V. 2008. Peningkatan Protein Hewani Untuk Ketahan Pangan. Harian Bisnis Indonesia. Sumatera Selatan.


(6)

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukarli. 1995. Pengaruh volume air yang digunakan untuk penyemprotan pada

tubuh terhadap repon termoregulasi sapi Friesian Holland dara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Swenson, M. J. 1970. Dukes’ Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press.United States. Amerika.

Thomas, H.S. 2010. Storey’s Guide To Raising Beef Cattle 3rd Edition. Storey Publishing. United States.

Webster, C. C. dan P. N. Wilson. 1980. Agriculture in Tropics. The English Language Book Society and Longman Group. London.

Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Worley, J.W. 1999. Cooling System for Georgia Dairy Cattle.

http://pubs.caes.uga.edu/caespubs/pubcd/b1172.w.html. Diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 01: 27.

Yanis, M. 1996. Pengaruh lama penganginan terhadap respon termoregulasi pada sapi dara Fries Holland. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor. Bogor.

Yousef, M.K. 1984. Measurement of heat production and heat loss. Dalam : M.K.Yousef (Editor) Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc. Florida.