1
1. PENDAHULUAN
Transparansi dan Akuntabilitas saat ini kian populer karena masalah
Good Coporate Governance GCG.
GCG mengandung dua pengertian yaitu nilai-nilai
yang menjunjung tinggi keinginankehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial Yahya, 2006. Daniri 2005 dalam Kaihatu menyatakan GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan bisnis global. Namun dalam pelaksanaannya GCG menghadapi banyak kendala yang cukup
rumit, salah satu masalah penting yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya akuntabilitas dan transparasi Yahya, 2006. Transparasi dan Akuntabilitas
merupakan keniscayaan, semua aktivitas lembaga baik publik maupun swasta selalu
dituntut transparan dan akuntabel Simanjutak dan Januarsi 2011.
Organisasi nirlaba merupakan sebuah organisasi yang didirikan tidak bertujuan untuk memperoleh laba. Organisasi keagamaan merupakan salah satu organisasi
nirlaba yang dianggap khusus dari organisasi nirlaba lainnya. Kekhususan tersebut dapat terlihat segi penyelenggaraannya. Menurut buku
Akuntansi untuk LSM dan Partai Politik
216-217 menyatakan bahwa dari segi penyelenggaraannya, organisasi keagamaan dijalankan oleh sebuah lembaga atau organisasi yang muncul atas
kesadaran akan berjalannya visi dan misi agama tersebut. Organisasi keagamaan mengacu pada organisasi dalam bentuk tempat ibadah
seperti Masjid, Gereja, Pure, Wihara, dan organisasi yang dibentuk sebagai tempat belajar agama seperti pesantren, serta organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang
keagamaan. Sumberdaya atau pengurus yang terlibat dalam pengelolaan organisasi keagamaan bukan merupakan orang-orang yang profesional seperti halnya dalam
organisasi bisnis Setio dan Radianto, 2007. Sebagai bentuk dari organisasi keagamaan, sebagian organisasi gereja belum memperhatikan pengelolaan keuangan,
dan terkesan tertutup bagi publik Silvia dan Ansar 2011. Selama ini penelitian peran dan praktek akuntansi keagamaan seperti Gereja
setidaknya lebih maju dibandingkan dengan penelitian akuntansi di entitas
2 keagamaan lainnya Simanjuntak dan Januarsi 2011. Beberapa penelitian terkait
akuntansi dan akuntabilitas dalam organisasi Gereja telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Booth 1993, Duncan
et al.
1999, Lightbody 1999, Silvia Ansar 2011, dan Randa 2011. Hasil penelitian mengenai akuntabilitas dalam
organisasi Gereja lebih banyak ditentukan oleh para pemimpin Gereja yang cenderung menolak praktik akuntabilitas Booth, 1993.
Dilihat dari keorganisasiannya, keanggotaan organisasi Gereja lebih jelas dibandingkan dengan organisasi Masjid. Dilakukan pencatatan keanggotaan untuk
organisasi Gereja, sedangkan tidak demikian untuk organisasi Masjid. Dalam konteks masjid bersifat terbuka bagi siapapun masyarakat Islam yang ingin menggunakannya,
berbeda dengan kalangan kelompok masyarakat Kristen yang memiliki gereja-nya masing-masing Barliana, 2004. Muhamad 2002 menyatakan bahwa Islam
merupakan agama yang rahmatan lil „alamiin, yang berarti ajaran Islam akan dapat
diterapkan atau dipakai siapa saja, dan dimana saja. Masjid adalah pusat kegiatan ibadah ummat Islam, yang hadir dari segenap
kemampuan yang dimiliki masyarakatnya dan merupakan representasi dari komunitas ummat Islam yang melahirkan dan memakmurkannya Barliana, 2004.
Imam masjid hanya sebatas menjadi imam dalam shalat tidak menjadi pimpinan dalam sebuah organisasi masjid tersebut. Kebanyakan organisasi di masjid
merupakan organisasi kecil yang kurang terstruktur dengan baik, terlebih pada masjid didaerah pemukiman kampung. Sebagai salah satu dari organisasi keagamaan, Masjid
merupakan organisasi yang cukup besar yang ada di Indonesia, mengingat mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam. Simanjuntak dan Januarsi 2011
menyatakan bahwa entitas Masjid jarang sekali menjadi perhatian peneliti akuntansi sebelumnya, padahal organisasi nirlaba seperti organisasi Masjid yang memperoleh
sumber dana dari sumbangan para donatur, justru harus menjadi prioritas mengenai transparasi dan akuntabilitas organisasi Masjid tersebut.
Allah SWT melalui Al-Qur ’an surat Al Baqarah 282 berfirman:
“Hai orang
-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan.”
3 Penggalan Surat Al Baqarah 282 tersebut memberikan pesan bahwa Islam mendorong
praktek akuntansi dalam kehidupan bermuamalah. Sebagai entitas pelaporan akuntansi yang menggunakan dana masyarakat sebagai sumber keuangan dalam
bentuk sumbangan, sedekah atau bantuan sosial lainnya yang berasal dari masyarakat, Masjid menjadi bagian dari entitas publik yang semua aktifitasnya harus
dipertanggungjawabkan kepada publik Simanjuntak dan Januarsi, 2011. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Simanjuntak dan Januarsi
2011 tentang “Akuntabilitas Dan Pengelolaan Keuangan Di Masjid”, memfokuskan praktik akuntansi dalam bentuk laporan keuangan sebagai suatu wujud transparansi
dan akuntabilitas. Namun, akuntabilitas memiliki cangkupan yang luas bukan hanya pertanggungjawaban financial Silvia dan Ansar, 2011. Dalam penelitian kali ini
peneliti akan melakukan penelitian bukan hanya didasarkan pada praktik akuntansi, tetapi peneliti akan mengkaji atas pertanggungjawaban secara keseluruhan atas
segala aktifitas dan kinerja financial organisasi Masjid. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu; Bagaimanakah praktek akuntabilitas dan wujud transparansi yang dijalankan organisasi Masjid?. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan tambahan pemahaman dan pengetahuan mengenai transparansi dan akuntabilitas organisasi Masjid. Selain itu juga diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan dan pertimbangan bagi organisasi Masjid bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah dua aspek penting, yang berguna untuk keberhasilan organisasi
tersebut dalam terwujudnya kepercayaan, kepuasan, dan untuk menghindari fitnah dari masyarakat.
2. TELAAH TEORITIS