DAMPAK IMPLEMENTASI PSAK BERBASIS IFRS TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN

(1)

ABSTRACT

The objective of this research is to investigate the impact of PSAK-Based Implementation of IFRS on the Quality of Financial Statements. This research explored Earnings Management and Timeliness as a proxy of the Quality of Financial Statements.

The population of this research is a company listed on the Indonesia Stock Exchange from 2011-2012. Samples were selected based on several criteria and after passing through the stage of purposive sampling is the number of samples obtained as 322 sample firms. The analysis technique used in this study is a multiple linear regression analysis.

The results suggested that the implementation of PSAK-based IFRS in Indonesia can improve quality of financial statements as evidenced by reduced levels of earnings management and reporting decreasing lag.


(2)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Penelitian ini menggunakan Manajemen Laba dan Ketepatwaktuan sebagai proksi dari Kualitas Laporan Keuangan.

Populasi penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2012. Sampel dipilih berdasarkan beberapa kriteria dan setelah melewati tahap purposive sampling jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 322 perusahaan sampel. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi PSAK berbasis IFRS di Indonesia dapat meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan yang dibuktikan dengan menurunnya tingkat manajemen laba dan menurunnya reporting lag.


(3)

DAMPAK IMPLEMENTASI PSAK BERBASIS IFRS TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN

Oleh

NOLITA YENI SIREGAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS AKUNTANSI

Pada

Program Magister Ilmu Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

PROGRAM MAGISTER ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 28 Oktober 1975 yang merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan T. Siregar Ritonga dan Yetti Susiyanti.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK PTP X Tanjungkarang pada tahun 1982.

Dilanjutkan pendidikan di SD Muhammadiyah Labuhan Ratu hingga tahun 1988.

Pendidikan di SMP Negeri 1 Kedaton dan diselesaikan Penulis pada tahun 1991.

Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Tanjungkarang sampai tahun 1994.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi negeri di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Jurusan Akuntansi melalui jalur PMDK yang diselesaikan pada tahun 2000.

Saat ini penulis bekerja sebagai dosen tetap akuntansi di IBI Darmajaya sejak tahun 2004.


(8)

vii

MOTO

Satu formula untuk kebahagiaan yang rendah hati:

Berterima-kasihlah untuk yang telah kau terima dari sesama, dan

lupakanlah yang telah kau berikan kepada mereka.

Mario Teguh

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan

sabar. ~ Khalifah ‘Umar


(9)

viii

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Dengan keikhlasan dan kerendahan hati. Karya ini ku persembahkan untuk:

AYAH Dan IBU

Keluarga besar saya tercinta

Sahabat-sahabat terbaik saya


(10)

ix

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini..

Tesis dengan judul ”Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Akuntansi pada Program Magister Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Ibu Susi Sarumpaet, Ph.D.,Akt selaku Ketua Program Magister Ilmu Akuntansi Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama yang telah memberikan dukungan, saran, arahan dan waktunya selama penyusunan tesis. 3. Ibu Dr. Ratna Septiyanti selaku Dosen Penguji Utama yang telah memberikan

dukungan, saran, dan waktunya selama penyusunan tesis.

4. Ibu Liza Alvia, S.E.,M.Si.Akt selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan dukungan, saran, dan waktunya selama penyusunan tesis. 5. Bapak Ki Agus Andi, SE., M.Si., Akt selaku pembahas 2 yang juga telah

memberikan dukungan, saran, arahan dan waktunya selama penyusunan tesis. 6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang

sangat bermanfaat selama penulis berada di Magister Ilmu Akuntansi

7. Ayah dan Ibu tercinta T. Siregar. R dan Yetti Susiyanti yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta senantiasa mendoakanku dalam setiap zikir dan sujudnya.


(11)

x

kita bias menjadi anak yang selalu membahagiakan, membanggakan, dan mengangkat derajat kedua orangtua kita. Amin.

9. Suamiku Arip Rahman dan Anak-anaku tercinta Khansa, Abiyyu, dan Fredhania yang telah ikut berperan aktif selama menyelesaikan studi ini. 10. Sahabat terbaikku di PIA angkatan 2011 Dedy yang telah menjadi teman

seperjuangan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

11. Rekan-rekan PIA angkatan 2 : Mba Ayu, Mba Dea, Mba Aminah, Mba Ratna, Mba Ari, Mba Gustin, Mba Dwi, Mba Imelda, Bu Rita, Bu Rostina, Mba meidian, Mba Liya, Pak Fikri, Rico, Mb Ii, Pak Mujiman, Pak Taufik, Pak Nurcholis, Pak Suhendar, Pak Rudy, Pak Matson, Pak Udin, Pak Sadat, Pak Reza, Pak Riza, Pak Adhi, serta Mba Rosy.

12. Pengelola dan karyawan serta karyawati Magister Ilmu Akuntansi yang ikut membantu kelancaran perkuliahan.

13. Terimakasih untuk orang yang sudah terlibat dalam penelitian ini yang terlewat disebutkan tetapi memiliki arti yang sama pentingnya bagi kehidupan saya.

Semoga karya ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan semoga Allah memberikan rahmat, hidayah dan ridho-Nya kepada kita semua.

Bandar Lampung, Juni 2014 Penulis,


(12)

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 IFRS ... 7

2.1.1 Sejarah Munculnya IFRS ... 7


(13)

xii

2.2.1 Konsep Manajemen Laba ... 14

2.2.2 Definisi dan Prilaku Manajemen Laba ... 15

2.2.3 Teknik Manajemen Laba ... 17

2.2.5 Penelitian Terdahulu ... 18

2.2.6 Pengembangan Hipotesis ... 23

2.3 IFRS dan Ketepatwaktuan ... 25

2.3.1 Konsep Ketepatwaktuan ... 25

2.3.2 Penelitian Terdahulu ... 29

2.3.3 Pengembangan Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 42

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.3 Objek Penelitian ... 42

3.4 Populasi dan Sampel ... 42

3.5 Variabel Penelitian ... 44

3.5.1 Definisi Operasional Variabel ... 45

3.6 Metode dan teknik Analisis Data ... 49

3.6.1 Metode Analisis ... 49

3.6.2 Statistik Deskriptif ... 49

3.6.3 Uji asumsi Klasik ... 50

3.6.4 Teknik Analisis Data ... 52

3.7 Pengujian Hipotesis ... 53

3.7.1 Pengujian Hipotesis Pertama ... 53


(14)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data ... 56

4.1.1 Analisis Statistik Deskriptif Manajemen Laba dan Ketepatwaktuan ... 56

4.1.2 uji Asumsi Klasik ... 59

4.2 Uji Hipotesis Pertama ... 63

4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 63

4.2.2 Uji Statistik F ... 64

4.2.3 Uji Statistik t ... 64

4.3 Uji Hipotesis Kedua ... 70

4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 70

4.3.2 Uji Statistik F ... 71

4.3.3 Uji Statistik t ... 71

4.4 Pembahasan Hpotesis ... 76

4.4.1 Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Yang Diukur Dengan Manajemen Laba ... 76

4.4.2 Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Yang Diukur Dengan Ketepatwaktuan ... 79

4.4.3 Pengaruh Variabel Kontrol Terhadap Kualitas Laporan Keuangan 81 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 83

5.2 Keterbatasan dan Saran Penelitian ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(15)

xiv

Tabel 3.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 44

Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif ... 56

Tabel 4.2 Hasil Uji Klomogorov-Smirnov ... 59

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 60

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskdastisitas ... 62

Tabel 4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 63

Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik F Hipotesis Pertama ... 64

Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik t Hipotesis Pertama ... 65

Tabel 4.9 Hasil Uji Paried Sampel T Test... 69

Tabel 4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 70

Tabel 4.11 Hasil Uji Statistik F Hipotesis Kedua ... 71

Tabel 4.12 Hasil Uji Statistik t Hipotesis Kedua ... 72


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(17)

xvi

LAMPIRAN 1 Daftar Nama Perusahaan Sampel ... 92 LAMPIRAN 2 Data Variabel ... 97 LAMPIRAN 3 Hasil Pengolahan Statistik ... 103


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar penyusunan pelaporan keuangan yang didorong untuk dilaksanakan oleh banyak negara menuju terwujudnya penggunaan satu standar yang sama. Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris dampak implementasi PSAK berbasis IFRS terhadap kualitas laporan keuangan. Secara umum implementasi IFRS di negara-negara di dunia diharapkan memiliki dampak yang relatif sama, yaitu

meningkatnya kualitas laporan keuangan yang salah satunya ditandai dengan menurunnya tingkat earning management. Namun, secara luas diakui bahwa kualitas pelaporan keuangan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk insentif perusahaan dan pengaturan kelembagaan di mana pelaporan keuangan terjadi (Ball, 2006; Brown, 2011; Brüggemann, Hitz dan Sellhorn, 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan konvergensi PSAK ke IFRS sebagai konsekuensi keanggotaan di G.20. Sejak 1 Januari 2012 perusahaan yang telah go publik di Bursa Efek Indonesia menerapkan PSAK berbasis IFRS. Isu utama yang menyebabkan Standar Akuntansi Indonesia yang semula berdasarkan US GAAP beralih ke IFRS diantaranya pertama penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan kegunaan laporan


(19)

berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting sebagai penyebab kerusakan perekonomian sehingga mengubah paradigmanya menjadi Fair Value Based.

Penerapan fair value memberikan dampak beragam terhadap praktek akuntansi. Pertama, fair value menyebabkan volatilitas yang tinggi pada kinerja perusahaan dan akan menyebabkan banyaknya penggunaan judgment untuk mengikuti aturan yang dimaksud fair value. Fair market value dipandang telah memberikan informasi keuangan “terkini” karena mengunakan harga “terkini” yaitu harga pasar.Kedua, konvergensi PSAK ke IFRS juga menyebabkan PSAK yang tadinya bersifat Ruled-Based menjadi Principle-Based, yang sangat

bergantung pada interpretasi dan professional judgment sehingga keterbandingan laporan keuangan sedikit turun apabila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).

Persoalan manajemen laba sebetulnya bukan hal yang baru dalam praktik pelaporan keuangan (financial reporting) pada suatu entitas bisnis. Hal ini disebabkan oleh tekanan pasar kepada perusahaan yang tidak mampu memenuhi target atau meleset dari yang diperkirakan oleh pasar. Tekanan untuk membuat keuntungan ini kerap terasa dampaknya pada perolehan pendapatan (income) bagi manajemen, sehingga manajemen melakukan manajemen laba untuk

mempengaruhi angka laba yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas laporan keuangan pada perusahaan tersebut. Penurunan kualitas laporan keuangan merupakan dampak utama yang diakibatkan dari adanya manajemen laba, di samping dampak-dampak lainnya. Setiawati dan Na‟im (2000) dalam


(20)

3

yang dapat mengurangi kualitas laporan keuangan. Selain manajemen laba, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sebuah laporan keuangan adalah ketepatwaktuan penyampaian laporan audit oleh manajemen. Ketepatwaktuan penyajian laporan keuangan berbanding lurus dengan relevansi dan kehandalan laporan keuangan. Jadi semakin lama suatu perusahaan menerbitkan laporan keuangannya maka semakin tidak relevan dan tidak handal laporan keuangannya.

Penelitian mengenai dampak penggunaan standar pelaporan keuangan internasional (International Financial Reporting Standards-IFRS) terhadap

kualitas laporan keuangan memberikan hasil yang beragam seperti penelitian yang dilakukan oleh Iatridis (2010); Iatridis dan Rouvolis (2010); Paananen dan Lin (2008); Petreski, (2006); Ewert dan Wagenhof (2005). Penelitian-penelitian tersebut mengukur kualitas laporan keuangan dengan beberapa pendekatan, seperti keterbandingan, nilai relevan, dan manajemen laba. Penelitian tentang dampak IFRS terhadap kualitas laporan keuangan difokuskan pada periode pergantian ke IFRS untuk melihat dampak dari perubahan Standar Akuntansi terhadap perilaku manajemen perusahaan dalam menyusun laporan keuangan. Hasilnya menyatakan bahwa dengan diterapkannya IFRS pada perusahaan maka dapat meningkatkan kinerja perusahaan, manajemen memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam menjalankan perusahaan dan laporan keuangan yang dihasilkan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi (Petreski, 2006). Ewert dan Wagenhof (2005) menyatakan bahwa standar akuntansi yang semakin ketat dapat

menurunkan manajemen laba dan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Hasil penelitian Barth et al. (2008) yang meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS menunjukkan bahwa setelah


(21)

diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu, dibanding dengan masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan local GAAP. Chua et al, (2012) meneliti dampak IFRS pada kualitas akuntansi dengan berfokus pada tiga persfektif: (1) earning managemen, (2) timely loss recognition, dan (3) value relevan. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa manajemen laba dengan income smoothing berkurang, sementara pengakuan kerugian tepatwaktu meningkat setelah adopsi IFRS dan relevansi nilai informasi laporan keuangan membaik terutama untuk perusahaan non keuangan. Sedangkan pada penelitian Tendeloo and Vanstraelen (2005) tidak menemukan perbedaan earnings management pada perusahaan IAS ketika dibandingkan dengan

perusahaan yang menerapkan GAAP Jerman. Penelitian Paananen dan Lin (2008) mengevaluasi kualitas akuntansi secara terpisah untuk perusahaan yang

mengadopsi IFRS secara sukarela di periode 2002-2004 dan yang mengadopsi IFRS baik secara sukarela dan wajib pada periode 2005-2006 di UE. Hasil penelitiannya menunjukkan penurunan kualitas akuntansi setelah perusahaan di UE wajib adopsi IFRS.

Margaretta (2011) melakukan penelitian mengenai keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan dengan menggunakan variabel seperti penerapan IFRS, ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran KAP, dan kompleksitas operasi perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010, hasil penelitiannya yaitu ukuran perusahaan dan ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan,


(22)

5

berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan. Yaacob and Ahmad (2011) dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa adanya peningkatan yang signifikan pada lamanya waktu untuk mengeluarkan laporan audit setelah adopsi IFRS di Malaysia.

Merujuk pada beberapa peneliti sebelumnya (Iatridis, 2010; Paglietti, 2009; Chua et al ,2012; Yaacob and Ahmad, 2011; dan Margareta, 2011) yang masih belum memberikan hasil konklusif terkait dengan implementasi IFRS terhadap kualitas laporan keuangan serta minimnya riset mengenai

implementasi IFRS di Indonesia, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terkait dengan dampak implementasi PSAK berbasis IFRS terhadap kualitas laporan keuangan. Ukuran kualitas laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

manajemen laba dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Faktor lain seperti Laverage, Ukuran Perusahaan, ROA, Cash Flow dan Pertumbuhan Perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol yang turut mempengaruhi kualitas laporan keuangan.

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif, pertama untuk memberikan bukti empiris dan memperkuat literatur mengenai dampak implementasi PSAK berbasis IFRS terhadap kualitas laporan keuangan. Kedua sebagai bahan pertimbangan pemerintah dan lembaga penyusun standar keuangan Indonesia dalam meningkatkan kualitas standar yang telah ada.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:


(23)

1. Apakah implementasi PSAK berbasis IFRS berpengaruh terhadap menurunnya tingkat manajemen laba?

2. Apakah implementasi PSAK berbasis IFRS berpengaruh terhadap meningkatnya ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris dampak implementasi PSAK berbasis IFRS terhadap kualitas laporan keuangan.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

1. Dalam bidang akademik, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu akuntansi dan penelitian-penelitian di bidang keuangan , terutama mengenai bagaimana dan apa dampak yang diberikan implementasi PSAK berbasis IFRS terhadap kualitas laporan keuangan.

2. Bagi Dewan Standar, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas standar yang telah ada.

3. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti manajemen perusahaan, dapat dijadikan arahan bahwa dengan menggunakan standar akuntansi internasional pada laporan keuangan perusahaan akan meningkatkan kinerja perusahaan. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi karena

penelitian-penelitian tentang akuntansi internasional masih perlu dikembangkan.


(24)

BAB II

KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 IFRS (International Financial Reporting Standard)

2.1.1 Sejarah Munculnya IFRS

IFRS adalah aturan akuntansi yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Pengenalan IFRS bagi perusahaan yang listed di beberapa negara di dunia merupakan salah satu perubahan regulasi paling signifikan dalam sejarah akuntansi. IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara

persemakmuran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting Standards Committee (IASC). IASC mendorong badan-badan standar akuntansi lokal untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi lokal dengan standar akuntansi,

peraturan dan prosedur yang berlaku secara internasional. IFRS adalah seperangkat aturan yang seragam yang secara teori diaplikasikan dengan cara yang sama terhadap semua perusahaan publik di pasar modal atau negara yang mengadopsi standar ini. IFRS adalah standar`pelaporan berbasis prinsip

(principles-based reporting standards) yang mencoba mencakup rentang kondisi ekonomi, transaksi, peristiwa atau aktivitas yang luas.


(25)

2.1.2 Keunggulan IFRS

Ada beberapa perbedaan penggunaan standar akuntansi internasional (IFRS) dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) yaitu :

1. Nilai wajar

Sebelum menggunakan standar akuntansi internasional (IFRS), akuntansi menggunakan historical cost untuk pengukuran transaksinya. Historical cost merupakan jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan jumlah yang dapat diatribusikan langsung ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu di dalam PSAK lain (PSAK 19, revisi 2009). Kelemahan dari historical cost adalah kurang

mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Keunggulan dari historical cost adalah bahwa historical cost lebih objektif dan lebih verifiable karena didasarkan pada transaksi, namun demikian pihak manajemen bisa memanfaatkan kelemahan historical cost untuk melakukan manajemen laba, misalnya pada saat kinerja perusahaan sedang buruk apabila nilai wajar aset pada tanggal pelaporan lebih besar dari nilai tercatatnya maka pihak manajemen akan menjual aset tersebut sehingga ada keuntungan yang terjadi diakui di dalam laporan laba rugi (Cahyati, 2011).

Pada saat menggunakan standar akuntansi internasional (IFRS) lebih condong pada penggunaan nilai wajar, terutama investasi properti, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan, dan aset biologis. Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran asset atau


(26)

9

berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction) (IAI, 2009). Keuntungan digunakan nilai wajar adalah pos-pos aset dan liabilitas yang dimiliki lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya pada saat tanggal laporan keuangan. Namun terdapat argument yang menolak penggunaan nilai wajar yang menyatakan bahwa penggunaan nilai wajar menyebabkan volatilitas dalam laporan keuangan dan mengurangi prediksi dari laba, tetapi jika penggunaan nilai wajar menyebabkan volatilitas yang tinggi hal tersebut sebenarnya hanya

mengungkapkan realitas ekonomi yang sebenarnya (Siregar, 2010 dalam Cahyati, 2011).

Fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen. Sehingga dengan adanya fair value accounting maka penyajian atas pelaporan keuangan untuk nilai aset dan instrumen keuangan tercatat pada nilai sebenarnya atau wajar sesuai dengan kondisi pasar. Sehingga kualitas yang dihasilkan atas laporan keuangan menjadi relevan.

2. Principal Based

Sebelum konvergensi ke IFRS, FASB merumuskan US GAAP yang merupakan standar akuntansi yang digunakan di Indonesia. US GAAP merupakan standar yang rules based (berbasis aturan). Standar yang berbasis aturan akan meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu, namun di sisi lain kurang relevan karena ketidakmampuan standar merefleksi kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar waktu.


(27)

Semakin banyak aturan, maka aturan tersebut akan semakin memiliki banyak celah untuk dilanggar. Hal ini mengakibatkan aturan akan semakin banyak untuk menutup celah-celah yang lain. Standar yang detail juga menyediakan insentif bagi manajemen untuk mengatur transaksi sesuai hasil yang diharapkan

berdasarkan aturan dalam standar. Auditor pun menjadi lebih sulit untuk menolak manipulasi yang dilakukan oleh manajemen ketika ada aturan detail yang

menjustifikasinya. Disamping itu Standar yang detail tidak dapat memenuhi tantangan perubahan kondisi keuangan yang kompleks dan cepat. Standar yang detail juga menyajikan dengan aturan (form) tapi tidak merefleksi kejadian ekonomi yang mendasarinya secara substansial (Cahyati, 2011).

Berbeda dengan US GAAP yang berbasis aturan sedangkan standar akuntansi IFRS berbasis prinsip (Principal Based). Principal Based merupakan pengaturan pada tingkat prinsip yang akan meliputi segala hal dibawahnya. Kelemahan principal based yaitu basis ini akan membutuhkan penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca aturan dalam menerapkannya. Keunggulan basis ini yaitu dalam hal kemungkinan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial, tidak sekedar melaporkan transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar (Cahyati, 2011).

Kesimpulannya Principle based mengandung makna bahwa standart akuntansi tidak bersifat ketat atau rigid, melainkan hanya memberikan


(28)

prinsip-11

prinsip umum standar akuntansi yang harus diikuti untuk memastikan pencapaian kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan dan objektif, sedangkan rule based mengandung makna bahwa untuk mencapai kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan, dan objektif, standar akuntansi harus bersifat ketat dan rigid.

3. Persyaratan Pengungkapan yang Lebih Banyak dan Lebih Rinci

IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati

pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan informasi). Ketidakseimbangan informasi antara manajer dengan pihak pengguna laporan keuangan. Asimetri informasi adalah kondisi dimana manajer mempunyai informasi superior dibandingkan dengan pihak lain. Oleh karena itu, disfunctional behavior akan dilakukan dengan melakukan manajemen laba oleh manajer terutama jika informasi tersebut terkait dengan pengukuran kinerja manajer. Jadi dapat disimpulkan kondisi informasi asimetri inilah yang merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk dilakukannya manajemen laba. Dengan kata lain tingkat pengungkapan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba cenderung mengungkapkan informasi lebih sedikit dalam laporan keuangannya agar tidak terdeteksi perusahaan dengan tingkat pengungkapan minimal


(29)

Dengan keunggulan yang diajukan oleh IFRS, penerapan IFRS sebagai standar global akan berdampak pada semakin sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan oleh manajer sehingga akan meminimalisir praktik-praktik kecurangan akuntansi. Implementasi PSAK berbasis IFRS diharapkan akan membawa dampak positif diantaranya, dari sisi ekonomi adalah dengan adanya standar yang beragam maka akan mengurangi hambatan investasi lintas Negara dan dari sisi akuntansi adalah meningkatnya kualitas laporan keuangan.

2.1.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas yang berguna untuk berbagai pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan

Keuangan juga menunjukkan hasil pengelolaan manajemen sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Informasi keuangan yang ada pada laporan keuangan harus memiliki karakteristik tertentu agar dapat memenuhi kebutuhan

pemakainya. Karakteristik yang harus dipenuhi suatu informasi yang ada pada laporan keuangan ditetapkan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan atau IFRS Framework.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (Revisi 2009), menyebutkan bahwa laporan Keuangan Dasar (basic financial statement) terdiri dari:

(1) Laporan Posisi Keuangan atau Neraca; (2) Laporan Laba-Rugi Komprehensif;


(30)

13

(3) Laporan Perubahan Ekuitas yang menunjukkan semua perubahan ekuitas dan perubahan-perubahan yang muncul dari transaksi-transaksi dengan pihak pemegang saham dalam kapasitas mereka sebagai pemilik perusahaan. (4) Laporan Arus Kas;

(5) Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi terkait dengan kebijakan akuntansi yang signifikan dan catatan-catatan penjelasan.

Suatu laporan keuangan itu berkualitas dan bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan.

Laporan keuangan dikatakan memenuhi kemampuan untuk mudah dipahami (understandability) ketika informasi yang disajikan mampu menghubungkan pemakai dengan keputusan yang akan diambil. Pemakai informasi memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami informasi keuangan yang

disampaikan perusahaan, sehingga informasi yang disampaikan harus disajikan dengan cara yang dapat dipahami oleh pemakai.

Laporan keuangan dikatakan memenuhi karakteristik relevansi ketika informasi dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna. Yaitu, dalam hal (a) membantu mereka mengevaluasi masa lalu, sekarang, atau kejadian masa depan yang berkaitan dengan suatu entitas (b) mengkonfirmasi atau mengoreksi masa lalu evaluasi yang telah mereka buat. Selain itu, informasi akuntansi dikatakan relevan jika informasi yang disajikan bersifat materialitas dan disajikan secara tepat waktu.

Laporan keuangan dapat diandalkan jika informasi tersebut bebas dari


(31)

transaksi. Keandalan dipengaruhi oleh penggunaan perkiraan dan ketidakpastian yang terkait dengan item yang diakui dan diukur dalam laporan keuangan. Ketidakpastian ini ditangani dengan, sebagian, dengan pengungkapan dan sebagian, dengan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyusun laporan keuangan. Kehati-hatian adalah dimasukkannya tingkat kehati-hatian dalam pelaksanaan penilaian yang diperlukan dalam membuat perkiraan yang diperlukan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau pendapatan tidak

dilebih-lebihkan dan kewajiban atau pengeluaran yang tidak sederhana. Namun, kebijaksanaan hanya dapat dilakukan dalam konteks karakteristik kualitatif lainnya dalam kerangka, terutama relevansi dan representasi setiap transaksi dalam laporan keuangan. Kebijaksanaan tidak membenarkan disengaja berlebihan dari kewajiban atau pengeluaran, atau sengaja meremehkan aset atau pendapatan, karena laporan keuangan tidak akan netral dan, karenanya, tidak memiliki kualitas kehandalan.

Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan dari suatu badan dari waktu ke waktu sehingga mereka dapat mengidentifikasi tren dalam posisi keuangan dan kinerja. Pengguna harus juga dapat membandingkan laporan

keuangan entitas yang berbeda. Pengungkapan kebijakan akuntansi sangat penting untuk perbandingan (Fara, 2012).

2.2 IFRS dan Manajemen Laba 2.2.1 Konsep Manajemen Laba

Ada sisi negatif yang tidak diharapkan dari perkembangan konsep-konsep manajemen sejak awal abad dua puluhan. Konsep pengelolaan korporasi yang


(32)

15

seharusnya membuat dunia usaha dijalankan secara profesional justru menjadi pemicu kehancuran dunia usaha dan merugikan publik. Permasalahan ini tentu bukan hanya disebabkan adanya kelemahan yang melekat dalam konsep-konsep manajemen itu namun juga didorong oleh moral hazard orang-orang yang menggunakannya. Ada kecendrungan seseorang untuk selalu mencari celah dari suatu aturan atau pedoman tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadinya. Akibatnya konsep-konsep manajerial yang sebenarnya bertujuan positif diselewengkan, seolah-olah menjadi sesuatu yang negatif dan merugikan publik (Sulistiyanto, 2008:28).

Hubungan sisi positif dan negatif konsep manajerial ini salah satunya terjadi dalam hubungan antara agensi teori dan manajemen laba. Manajemen laba memang merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan pentingnya penyerahan operasionalitas perusahaan dari pemilik (principal) kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk mengelola perusahaan dengan lebih baik (agent). Hubungan agensi antara pemilik dan pengelola perusahaan ini seharusnya menghasilkan simbiosis mutualisma yang menguntungkan semua pihak,

khususnya apabila setiap pihak menjalankan hak dan kewajibanya secara bertanggungjawab. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yaitu munculnya permasalahan agensi (agency problem) antara pemilik dan pengelola perusahaan (Sulistiyanto, 2008:30).

2.2.2 Definisi dan Prilaku Manajemen Laba

Scott (1997) menyatakan bahwa “earnings management is the choice by a


(33)

Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manajemen laba merupakan pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk berbagai tujuan spesifik.

Kebijakan akuntansi dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, pilihan kebijakan akuntansi itu sendiri, seperti straight-line versus declining-balance amortization, atau kebijakan untuk pengukuran revenue; dan kedua akrual diskresi, seperti provisi kerugian kredit, biaya jaminan, nilai persediaan, waktu dan jumlah pos luar biasa. Ada dua cara untuk melihat perilaku manajemen laba. Pertama, perilaku opportunistic manajemen untuk memaksimumkan utilitas mereka mengenai kompensasi, debt contract, dan political cost; dan kedua, manajemen laba dari perspektif efficient contracting.

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986:201) adalah

1) Bonus plan hypothesis dimana laba juga sebagai dasar dalam pemberian bonus kepada karyawan. Misalnya pada saat keuntungan dijadikan patokan dalam pemberian bonus, maka akan menciptakan dorongan kepada para manajer untuk memanejemen data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang diinginkan. 2) Debt (equity) hypothesis menegaskan bahwa perusahaan dengan rasio debt to equity ratio lebih besar, cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat menaikkan labanya.

3) Political cost hypothesis, perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba bersih yang dilaporkan. Manajamen laba yang dilakukan manajer akan menurunkan kualitas laba. Manajemen laba akan


(34)

17

membuat kemampuan laba untuk memprediksi laba masa depan menjadi berkurang.

2.2.3 Teknik Manajemen Laba

Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya menyiasati beberapa kelonggaran yang diperbolehkan dalam standar akuntansi keuangan. Seperti dikutip oleh Setiawati dan Naim (2000), manajemen laba dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi yaitu

manajemen dapat mempengaruhi laba melalui perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi asset tetap atau amortisasi asset tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dll.

b. Mengubah metode akuntansi, yaitu melakukan perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh mengubah depresiasi asset tetap dari metode jumlah angka tahun ke metode garis lurus.

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan, yaitu melakukan pergeseran periode biaya atau pendapatan. Misalnya dengan menunda atau

mempercepat pengeluaran penelitian sampai pada periode akuntansi berikutnya, menunda atau mempercepat pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi


(35)

sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur penjualan asset tetap perusahaan.

2.2.5 Penelitian Terdahulu

Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan mengandung informasi berkualitas tinggi. Penerapan IFRS tentunya akan berdampak pada laporan keuangan dan kinerja manajemen perusahaan. Ball, et al (2003) menyatakan bahwa mengadopsi standar yang berkualitas dibutuhkan untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Informasi yang berkualitas mengurangi kesempatan manajerial untuk melakukan diskresi akuntansi atau praktik earnings management (Ewert and Wagenhofer,2005). Kualitas yang lebih tinggi sebagai persyaratan pengungkapan dan pelaporan keuangan yang mengikuti adopsi IFRS akan cenderung menurunkan potensi manajemen laba dan kebijaksanaan

manajerial (Leuz &Verrecchia, 2000; Ashbaugh & Pincus, 2001; Leuz, 2003).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cai, et.al (2008) tentang pengaruh IFRS dan pelaksanaannya dalam earnings management dengan meneliti lebih dari 100.000 perusahaan di 32 negara dari tahun 2000 sampai tahun 2006, hasilnya menemukan bahwa earnings management di negara yang mengadopsi IFRS menurun pada tahun-tahun terakhir. Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa negara dengan pelaksanaan IFRS yang lebih kuat memiliki tingkat

earnings management yang lebih rendah. Hasil ini tentu mendukung pendapat pendukung IFRS bahwa dengan diadopsinya IFRS, maka earnings management akan berkurang. Sejalan dengan kesimpulan tersebut, di Eropa juga dilakukan


(36)

19

penelitian serupa oleh Chen, et.al (2010) tentang peran IFRS terhadap peningkatan kualitas akuntansi. Penelitian ini menggunakan indikator

discretionary accrual untuk mengukur earnings management, dimana earnings management tersebut adalah proxy dari kualitas akuntansi. Semakin rendah earnings management mengindikasikan bahwa akuntansi semakin berkualitas. Menggunakan analisis regresi, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa negara-negara yang mengadopsi IFRS memiliki angka discretionary accrual yang rendah, yang berarti juga kualitas akuntansinya lebih baik.

Salah satu negara di Eropa yang telah melakukan adopsi IFRS adalah Jerman. Penelitian dilakukan oleh Gassen dan Sellhorn (2006) dengan tiga tujuan: pertama, menganalisis determinan dari penerapan IFRS secara sukarela

(voluntary) oleh perusahaan terbuka di Jerman pada periode 1998-2004, ditemukan bahwa ukuran perusahaan, keterbukaan internasional, ketersebaran kepemilikan, dan IPO terakhir adalah faktor penentu yang penting. Kedua, menggunakan determinan-determinan tersebut, ditemukan adanya perbedaan signifikan pada kualitas akuntansi: perusahaan yang mengadopsi IFRS memiliki laba atau earnings yang lebih tetap/persisten, kurang dapat diprediksi, dan lebih konservatif secara kondisional. Ketiga, menganalisis perbedaan asimetri informasi antara perusahaan yang mengadopsi IFRS dengan perusahaan yang menggunakan German GAAP, dan ditemukan bahwa perusahaan yang mengadopsi IFRS

mengalami penurunan dalam persebaran penawaran. Di sisi lain, perusahaan pengadopsi IFRS cenderung memiliki harga saham yang volatile.


(37)

Di negara yang dinilai cukup stabil perekonomiannya meskipun dunia sedang dilanda krisis global seperti Australia, telah diteliti pengaruh dari mandatory IFRS terhadap kualitas akuntansi, dan ditemukan bahwa The

mandatory adoption dari IFRS di Australia menghasilkan kualitas akuntansi yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dalam penelitian ini adalah Australia negara stabil, tidak terpengaruh krisis ekonomi global, sehingga hasil penelitian dapat menghasilkan kesimpulan yang valid tanpa ada pengaruh dari krisis global. Penelitian yang bersampel perusahaan-perusahaan di Australia membandingkan kualitas akuntansi pada saat sebelum mengadopsi IFRS dan setelah mengadopsi IFRS, dan hasilnya diketahui bahwa ternyata kualitas akuntansi lebih tinggi ketika perusahaan mengadopsi IFRS, yang dalam hal ini bersifat mandatory (Elias, 2012).

Sebanyak 654 perusahaan di China diteliti oleh Hong (2008), di masa yang lalu masih menggunakan Chinese GAAP kemudian bertransisi ke IFRS.

Penelitian ini menghitung nilai absolut dari discretionary accrual untuk mengukur earnings management yang mencerminkan kualitas laporan keuangan. Di pasar China, laporan keuangan yang mengindikasikan “bad news” lebih informatif ketika disajikan dalam IFRS yang principles based. Dari sini didapatkan informasi bahwa penyajian laporan keuangan menggunakan IFRS membuat informasi perusahaan menjadi lebih berguna. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wang (2012) di negara yang sama, justru memberikan bukti yang lemah bahwa IFRS memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas akuntansi. Dengan

mengimplementasikan IFRS, earnings management menjadi lebih rendah daripada saat China mengimplementasikan Chinese GAAP, tetapi penelitian ini


(38)

21

belum memberikan bukti yang cukup untuk mencapai kesimpulan bahwa IFRS memberikan dampak menurunnya earnings management.

Dampak diimplementasikannya IFRS terhadap menurunnya earnings management di negara yang sedang mengembangkan perekonomiannya mungkin tidak dapat ditelusuri secara langsung ketika berbicara tentang stabilitas

perekonomian dan politiknya. Negara-negara Eropa dan Australia adalah contoh negara-negara dengan perekonomian dan politik yang cukup stabil dan dampak dari pengadopsian IFRS mungkin tidak dipengaruhi oleh situasi yang ada di negara tersebut. Hal ini bisa berbeda dengan hasil penelitian tentang adopsi IFRS di negara-negara berkembang, misalnya di India.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Rudra dan Bhattacharjee (2012). Menurut Rudra dan Bhattacharjee (2012), India adalah salah satu negara dengan tingkat earnings management tertinggi di dunia. India yang juga sebagai emerging market, memberikan peluang untuk menguji apakah adopsi standar internasional berhubungan dengan earnings management yang lebih rendah. Meskipun

demikian, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena ternyata di negara berkembang dimana standar internasional dihadapi, cenderung lebih “mulus” dalam laba jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengadopsi IFRS. Kesimpulan ini tentu berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu bahwa IFRS dapat meningkatkan kualitas laporan. Temuan ini dapat memberikan saran pada regulator untuk berpikir tentang efektivitas IFRS dalam mengurangi opportunistic earnings management di negara dengan ekonomi berkembang, seperti India khususnya,


(39)

ketika standar akuntansi di India mengalami perubahan substansial dengan konvergensi IFRS secara bertahap.

Meskipun hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa adopsi IFRS

berdampak positif terhadap kualitas pelaporan keuangan, apakah selalu demikian? Sebuah penelitian dilakukan oleh Djatec, et.al (2010) pada 15 negara di Asia Pasifik dimana 7 di antaranya merupakan negara yang dikarakteristikkan sebagai infrastruktur institusional yang market supportive (Australia, India, Jepang, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan), sementara 8 lainnya merupakan negara dengan institusi non-market supportive infrastructure (China, Indonesia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand). Menggunakan hipotesis nol, pengujian dilakukan dengan one-tailed test untuk menguji apakah terdapat perbedaan dalam kualitas informasi publik dan privat di antara negara yang memiliki dukungan yang tinggi ataupun rendah pada pasar saham. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas dari private information lebih tinggi daripada negara non-market supportive, dan kualitas informasi publik (umum) lebih tinggi untuk market supportive infrastructure. Dengan kata lain, jika kita mengkontekskan IFRS pada pelaporan akuntansi yang di-release di pasar saham dan informasinya dapat digunakan secara luas oleh pihak yang berkepentingan, IFRS lebih memberikan manfaat pada negara yang memiliki infrastruktur institusional yang mendukung pasar daripada negara yang infrastrukturnya tidak mendukung pasar (Sanikantantri, 2013).

Jeanjean dan Stolowy (2008) meneliti dampak keharusan mengadopsi IFRS terhadap manajemen laba dengan mengobservasi 1146 perusahaan dari


(40)

23

Australia, Prancis, dan UK mulai tahun 2005 hingga 2006. Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa manajemen laba di negara-negara tersebut tidak mengalami penurunan setelah adanya keharusan mengadopsi IFRS, dan bahkan meningkat untuk Prancis.

Penelitian Ball et all. (2003) juga menunjukkan bahwa standar berkualitas tinggi tidak selalu menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa hal ini diakibatkan oleh buruknya insentif terhadap pembuat laporan keuangan dan bahwa kualitas pelaporan pada akhirnya ditentukan oleh faktor ekonomi dan politik di negara yang bersangkutan yang mempengaruhi insentif manajer dan auditor, dan bukan semata-mata ditentukan oleh standar akuntansi.

Penelitian Ali dan Hwang (2000) menyimpulkan di negara-negara dengan mekanisme perlindungan investor yang lemah, ruang lingkup manajemen laba akan cenderung lebih tinggi dan kualitas pelaporan keuangan yang lebih rendah serta menyiratkan bahwa biaya pengadopsian IFRS lebih tinggi. Sedangkan menurut hasil penelitian Van Tendeloo and Vanstraelen (2005) tidak menemukan perbedaan earnings management pada perusahaan yang menerapkan IAS

dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan GAAP Jerman.

2.2.6 Pengembangan Hipotesis

2.2.6.1 Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Menurunnya Manajemen Laba

Standar akuntansi internasional bertujuan untuk menyederhanakan


(41)

membatasi pertimbangan kebijakan manajemen (management’s discretion) terhadap manipulasi laba sehingga dapat meningkatkan kualitas laba (Cai et al, 2008). Terbatasnya pertimbangan kebijakan manajemen tersebut terkait

dengan semakin sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan sehingga akan meminimalisir praktik kecurangan akuntansi. Sebelum penerapan IFRS, manajemen mempunyai fleksibilitas ketika memilih metode akuntansi sehingga memotivasi manajer untuk memilih metode akuntansi atau untuk mengubah yang digunakan dalam rangka

meningkatkan, menurunkan, atau meratakan laba. Dengan kata lain, manajemen dapat dengan mudah memanfaatkan kelonggaran penggunaan metode atau prosedur akuntansi untuk memainkan laba sehingga akan meningkatkan tindakan manajemen laba. Dengan demikian, adanya penerapan IFRS pada perusahaan akan menurunkan tindakan manajemen laba karena terdapat pembatasan pertimbangan kebijakan manajemen dalam hal ini adalah kebijakan dalam

pemilihan metode akuntansi yang semakin sedikit akibat adanya penerapan IFRS (Qomariah, 2013).

Penerapan IFRS juga berdampak pada persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci. Tingkat pengungkapan yang semakin mendekati pengungkapan penuh (full disclousure) akan mengurangi tingkat asimetri

informasi (ketidakseimbangan informasi). Asimetri informasi ini merupakan salah satu yang menyebabkan adanya konflik antara menejemen dan pemegang saham. Oleh karena itu disfunctional behavior akan dilakukan dengan melakukan

manajemen laba oleh manajer terutama jika informasi tersebut terkait dengan pengukuran kinerja manajer. Dengan demikian, berdasarkan teori diatas dapat


(42)

25

disimpulkan bahwa dengan adanya penerapan IFRS yang berdampak pada pemberian pengungkapan yang lebih banyak dan rinci akan mengurangi tingkat asimetri informasi sehingga dapat mengurangi tindakan manajemen laba.

Barth et al. (2008) meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS. Hasil penelitiannya menemukan bukti bahwa setelah diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu, dibandingkan dengan masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan local GAAP. Ewert dan Wagenhof (2005) menyatakan bahwa standar akuntansi yang semakin ketat dapat menurunkan manajemen laba dan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.

Berdasarkan teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang masih terdapat kontroversi, hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian adalah:

H1: Tingkat manajemen laba telah berubah setelah implementasi PSAK berbasis IFRS

2.3 IFRS dan Ketepatwaktuan (Timelinees) Pelaporan Keuangan

2.3.1. Konsep Ketepatwaktuan

Kualitas ketepatwaktuan (timeliness) ditunjukkan dengan (1) tersedia pada waktu yang tepat atau (2) dijadwalkan dengan baik (Gregory, at.al, 1963:576 dalam Owusu, 2000:278). Ketepatwaktuan informasi mengandung pengertian bahwa informasi sebelum kehilangan kemampuannya untuk mempengaruhi atau membuat perbedaan dalam keputusan (Suwardjono, 2002:11). Berkaitan dengan pengertian tersebut, ketepatwaktuan laporan keuangan tahunan tersedia di publik


(43)

sebelum kehilangan kemampuannya untuk mempengaruhi atau membuat perbedaan dalam keputusan. Dari konsep ini, maka poin penting yang menjadi masalah adalah apabila tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangan tahunan. Tidak tepat waktu dapat dikonsepkan sebagai waktu antara ketersediaan informasi yang didistribusikan oleh pelapor informasi pada saat tertentu dengan distribusi informasi yang seharusnya sudah diterima oleh pemakai informasi pada waktu yang telah ditetapkan (Syafrudin, 2004:760).

Ketepatwaktuan laporan keuangan adalah salah satu aspek penting atas laporan keuangan terkait relevansinya yang merupakan salah satu karakteristik kualitatif atas laporan keuangan. Ketepatwaktuan menghendaki suatu informasi tersedia bagi para pengguna laporan keuangan secepat mungkin (Carslaw dan Kaplan, 1991). Menurut Owusu (2000) pelaporan yang tepat waktu adalah suatu cara yang penting untuk mengurangi insider trading, kebocoran, dan rumor di pasar modal negara berkembang. Jaggi dan Tsui (1999) menyatakan bahwa investor membutuhkan informasi yang tepat waktu untuk mengurangi tersebarnya informasi keuangan yang asimetri dan untuk pertumbuhan investasi masyarakat secara keseluruhan.

Ketepatwaktuan merupakan salah satu syarat relevansi dan keandalan penyajian laporan keuangan. Ketepatwaktuan tidak menjamin relevansi tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepatwaktuan, namun pada penerapan ketepatwaktuan pelaporan terdapat banyak kendala. Untuk melihat

ketepatwaktuan, biasanya suatu penelitian melihat keterlambatan pelaporan (lag) (Margaretta, 2011). Menurut Dyer dan McHugh, dalam Bandi dan Hananto (2000), ada tiga kriteria keterlambatan, yaitu:


(44)

27

1. Keterlambatan audit (Auditors’ Report Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani;

2. Keterlambatan Pelaporan (Reporting Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan auditor ditandatangani sampai tanggal pelaporan oleh BEJ; 3. Keterlambatan total (Total Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal

periode laporan keuangan sampai tanggal laporan dipublikasikan oleh bursa.

Chamber dan Penman (1984: 2) mendefinisikan Ketepatwaktuan dalam dua cara : (1) Ketepatwaktuan didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal melaporkan dan (2) ketepatwaktuan ditentukan dengan ketepatwaktuan pelaporan realtif atas tanggal pelaporan yang diharapkan.

Berkaitan dengan tuntutan ketepatwaktuan publikasi suatu laporan keuangan bagi perusahaan yang terdaftar di BEI, telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ( BAPEPAM dan LK). Dimana BAPEPAM dan LK adalah sebuah lembaga yang berfungsi memberikan

pengawasan terhadap pasar modal dan lembaga keuangan. Regulasi

ketepatwaktuan pelaporan keuangan pada tahun 1996, BAPEPAM mengeluarkan lampiran keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Keputusan 80/PM/ 1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada BAPEPAM selambat-lambatnya120 hari setelah tanggal laporan tahunan


(45)

Sejak tanggal 30 September 2003, BAPEPAM semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya lampiran surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep-36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Jika regulasi dilanggar, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi dapat berupa peringatan, sanksi administartif, dan sanksi denda. Regulasi ini diharapkan dapat membuat perusahaan untuk dapat menerbitkan laporan keuangan tepat waktu. Dengan adanya program konvergensi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) ke IFRS sebagai bentuk penyempurnaan peraturan sebelumnya, maka dikeluarkanlah draft awal Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-/BL/2011 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten dan Perusahaan Publik. Namun kenyataannya masih banyak perusahaan yang terlambat

menerbitkan laporan keuangannya. Hal ini membuktikan bahwa regulasi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi lamanya rentang waktu penerbitan suatu laporan keuangan.

IFRS adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Penerapan IFRS dapat menjadi salah satu faktor terjadinya

keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan di karenakan : (1) masih sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang IFRS, (2) IFRS dalam penjelasannya masih menggunakan bahasa Inggris, (3) Infrastruktur profesi akuntan yang belum siap, (4) perubahan dari rule-based system menjadi principel based system, (5)


(46)

29

pencatatan menggunakan fair value. Untuk itu kita memerlukan banyak waktu untuk memahami dan mempelajarinya.

2.3.2 Penelitian Terdahulu

Perusahaan di Indonesia yang menerapkan IFRS cenderung mengalami audit delay. Hal ini dikarenakan perusahaan yang telah menerapkan IFRS

diwajibkan untuk melakukan pengungkapan yang luas, dengan begitu dibutuhkan upaya dan waktu yang lebih lama dalam melaksanakan audit (Hoodgendoorn, 2006 dalam Haryani dan Wiratmaja, 2014) . Selain itu Carlin, et al. (2009) menyatakan bahwa kompleksitas IFRS tidak hanya pada perlakuan akuntansi, tetapi juga pada kesulitan untuk mematuhi pelaporan yang terinci. Hasil penelitian yang terkait dengan penerapan IFRS terhadap ketepatwaktuan pelaporan

keuangan diantaranya, penelitian yang dilakukan Che-Ahmad (2012) menguji tentang penerapan IFRS, dimana hasilnya menyebutkan bahwa penerapan IFRS di Malaysia memperpanjang audit delay yang dialami perusahaan karena

kompleksitas IFRS menyebabkan waktu yang dibutuhkan auditor untuk mengaudit laporan keuangan menjadi relatif lebih lama.

Penelitian Sari (2012) mengenai analisis pengaruh penerapan IFRS terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memberikan bukti bahwa penerapan IFRS, ukuran perusahaan, dan kinerja perusahaan berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan.

Hasil penelitian yang dilakukan Margaretta (2011), menyatakan bahwa penerapan IFRS tidak berpengaruh terhadap keterlambatan waktu penyampaian


(47)

laporan keuangan dengan arah koefisien regresi positif. Arti dari penelitian ini yaitu penerapan IFRS mengakibatkan semakin tingginya tingkat keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan menjadi salah satu indikasi bahwa perusahaan mengalami audit delay yang panjang, karena sebelum laporan keuangan dipublikasi harus terlebih dahulu diaudit. Penelitian Haryani dan Wiratmaja (2012), mengenai Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komite Audit, Penerapan International Financial Reporting Standards Dan Kepemilikan Publik Pada Audit Delay pada perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2008 sampai 2011, memberikan bukti bahwa variabel komite audit dankepemilikan publik berpengaruh pada audit delay. Sedangkan variabel ukuran perusahaan dan penerapan IFRS tidak berpengaruh pada audit delay.

2.3.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.3.1 Dampak Implementasi PSAK Berbasis IFRS Terhadap Meningkatnya Ketepatwaktuan (Timelinees) Pelaporan Keuangan

Ketepatwaktuan didefinisikan sebagai suatu pemanfaatan informasi oleh pengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas atau kemampuannya untuk mengambil keputusan. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. Ketepatwaktuan tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak dimungkinkan tanpa ketepatwaktuan informasi


(48)

31

mengenai kondisi dan proses perusahaan harus cepat dan tepat sampai kepada pengguna laporan keuangan (Rahmawati, 2008).

IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati

pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan informasi) antara manajer dengan pihak pengguna laporan keuangan. Dari beberapa bukti empiris yang dilakukan dari tahun 2005-2010 ditemukan bahwa tingkat keterlambatan penyampaian laporan keuangan menjadi meningkat setiap tahunnya (Margareta, 2011). Dimana penerapan IFRS dapat menjadi salah satu faktornya dikarenakan masih sedikitnya pengetahuan

masyarakat tentang IFRS, banyak disclousure, banyak menggunakan fair value, dan relatif baru untuk diterapkan.

Yaacob and Ahmad (2011) dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa adanya peningkatan yang signifikan pada lamanya waktu untuk mengeluarkan laporan audit setelah adopsi IFRS di Malaysia. Penelitian Sari (2012) mengenai analisis pengaruh penerapan IFRS terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memberikan bukti bahwa penerapan IFRS, ukuran perusahaan, dan kinerja perusahaan berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan.

Berkaitan dengan adanya program konvergensi PSAK ke IFRS sebagai bentuk penyempurnaan regulasi sebelumnya dan tuntutan ketepatwaktuan


(49)

publikasi suatu laporan keuangan, BAPEPAM selaku lembaga yang berfungsi memberikan pengawasan terhadap pasar modal dan lembaga keuangan telah melakukan sosialisasi sebelummya terkait dengan perubahan regulasi tersebut. Jika regulasi dilanggar, maka perusahaan akan dikenakan sanksi. Regulasi ini diharapkan dapat membuat perusahaan untuk lebih menerbitkan laporan keuangannya tepat waktu. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H2: Reporting lag menurun setelah Implementasi PSAK berbasis IFRS

Fenomena adopsi IFRS telah menjadi isu yang banyak didiskusikan dan dikaji secara ilmiah di beberapa negara. Beberapa hasil penelitian terkait tentang implementasi atau adopsi IFRS terangkum dan disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu No Peneliti dan

Judul Penelitian

Tujuan Penelitian Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1 Barth,Landsman and Lang (2007), Accounting Quality: International accounting

Standards and US GAAP Menguji apakah Perusahaan-perusahaan yang menerapkan IAS memiliki kecenderungan bahwa berkurangnya manajemen laba, pengakuan kerugian lebih sering dan memiliki nilai relevansi yang tinggi. Analisis Deskriftif

-kualitas akuntansi tinggi setelah menggunakan IAS -Income

smoothing berkurang -pengakuan

kerugian tepat waktu lebih banyak di lakukan oleh perusahaan yang

menggunakan US GAAP dari pada perusahaan yang menggunakan IAS

-Tidak ada

perbedaan relevansi nilai


(50)

33

2 Petreski, Marjan (2006) Menjelaskan dampak adopsi IFRS pada laporan keuangan perusahaan danpada manajemen perusahaan Wawancara; Studi kasus Pengungkapan laporan keuangan lebih tinggi, lebih credible, dan comparable Manajemen perusahaan menjadi lebih accountable dan biaya yang dikeluarkan lebih rendah

3 Chen et al (2009), International Financial Reporting Standards and Accounting Quality: Evidence from the European Union* Income smoothing, Managing towards earnings targets, Timeliness of loss recognition, Value relevance Analisis Regresi Kualitas akuntansi membaik setelah adopsi IFRS di Uni Eropa Kami menemukan bahwa perusahaan terlibat dalam smoothing pendapatan yang lebih dan mengenali besar kerugian dengan cara yang kurang tepat waktu pasca-IFRS periode. 4 Chua et al (2012),

The Impact of Mandatory IFRS Adoption on Accounting Quality: Evidence from Australia Income smotthing, Timely loss recognition, Value relevan Analisis regresi Hasil menunjukkan bahwa manajemen laba dengan cara smoothing telah berkurang, sementara Ketepatwaktuan pengakuan kerugian telah meningkatkan pasca –adopsi. Selain itu relevansi nilai informasi laporan keuangan telah membaik, terutama untuk non-keuangan perusahaan.


(51)

5 Samarasekera,N., Chang,M.,Tarca, Anna (2012), IFRS and accounting quality: The impact of enforcement Income smoothing, Managing towards earnings targets, Timeliness of loss recognition,

Value relevance

Analisis regresi

Relevansi nilai meningkat

berdasarkan IFRS untuk semua perusahaan dan bahwa perusahaan yang cenderung untuk mengelola menuju target laba. Namun langkah-langkah

berdasarkan penghasilan

smoothing dan pengakuan

kerugian tepat waktu hanya untuk meningkatkan perusahaan yang terdaftar lintas 6 Givoly &

Palmon (Amerika. 1982) Timeliness of annual earnings announcements: some empiricalevidence

Meneliti lima faktor yang mempengaruhi Ketepatwaktuan pelaporan keuangan Analisis Logit Regression Rata-rata keterlambatan pelaporan keuangan perusahaan berhubungan erat dengan pola & tradisi perusahaaan dibandingkan dengan atribut perusahaan spt : ukuran perusahaan & kompleksitas operasi perusahaan. Berita buruk cenderung terlambat untuk dilaporkan. respon pasar mengindikasikan kurang signifikan terhadap isi laporan keuangan yang terlambat. Laba perusahaan


(52)

35 yang dilaporkan terlambat diindikasikan tidak menyampaikan informasi baru mengenai perusahaan yang dibutuhkan investor. 7 Ainun

Na‟im(1999) Nilai Informasi Ketepatwaktuan Penyampaian Laporan keuangan ; AnalisisEmpirik Regulasi Informasi di Indonesia Meneliti faktor-faktor yg Mempengaruhi ketepatwaktuan pelaporan keuangan di Indonesia Logit Regression Faktor ukuran perusahaan, financial distress(debt to equity) tidak signifikan berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan 8 Yaacob, Najihah

Marha & Ayoib Che-Ahmad (2011) IFRS Adoption and Audit Timeliness: Evidence From Malaysia.

Adopsi IFRS, ukuran perusahaan, leverage, loss, opini auditor, jumlah anak perusahaan, bulan akhir tahun keuangan,

perubahan auditor, ukuran KAP, proporsi direktur independen,

dualitas CEO, persentase saham yang dimiliki direktur non-independen,

persentase saham yang dimiliki direktur

independen, industri.

Regresi Hasil utama penelitian ini adalah adopsi IFRS berpengaruh signifikan terhadap lamanya waktu untuk menerbitkan laporan audit.

9 Margareta, Stevanny (2011) Pengaruh

Penerapan IFRS Terhadap Keterlambatan

Meneliti Variabel IFRS, ukuran perusahaan,

profitabilitas,ukuran KAP, opini audit, dan kompleksitas.

Regresi logistik

Hasil penelitian penerapan IFRS, profitabilitas, ukuran perusahaan, ukuran KAP,


(53)

waktu Penyampaian Laporan Keuangan Pada Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI

kompleksitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

keterlambatan waktu

penyampaian laporan keuangan, kecuali ukuran perusahaan yang berpengaruh. 10 Sari, Puri Ratna

(2012) Analisis Pengaruh penerapan IFRS terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan

Menguji penerapan IFRS, ukuran perusahaan, kinerja perusahaan, opini auditor, kualitas auditor,

kompleksitas

operasi, dan solvabilitas

Regresi logistik

Hasilnya membuktikan bahwa penerapan IFRS, ukuran perusahaan, dan kinerja Perusahaan berpengaruh, sedangkan opini auditor, kualitas auditor.

Kompleksitas operasi dan solvabilitas tidak berpengaruh.

Meskipun fokus penelitian ini pada variabel dampak implementasi PSAK berbasis IFRS, banyak karakteristik lain dari perusahaan yang dapat

mempengaruhi kualitas laporan keuangan diataranya :

a. Laverage

Leverage atau biasa disebut dengan sovabilitas merupakan alat untuk mengukur seberapa jauh suatu perusahaan bergantung pada kreditor dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya,


(54)

37

membiayai asetnya dengan modal sendiri. Dengan demikian, semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi resiko karena ada kemungkinan perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya baik berupa pokok maupun bunganya. Perusahaan dengan tingkat solvabilitas yang tinggi akan cenderung memiliki rentang waktu penyajian laporan keuangan yang lebih lama (Gede, 2004 dalam Spica, 2006), sehingga perusahaan dengan tingkat leverage tinggi tidak dapat melaporkan keuangannya secara tepat waktu, karena perusahaan akan berusaha memperbaiki tingkat leverage nya.

Besarnya leverage perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik dimata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka

diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran (Cohen, 2003;2006).

Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset. Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman (dalam

Sulistyanto, 2008), dalam hipotesis debt covenant bahwa motivasi debt covenant disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara manajer dengan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial. Dengan demikian, perusahaan yang

mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba.


(55)

Perusahaan yang memiliki hutang tinggi akan memilih kebijakan

akuntansi dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang. Pernyataan ini juga dibuktikan oleh penelitian Herawati dan Baridwan (2007) yang memberikan bukti empiris tentang adanya tingkat manajemen laba yang lebih besar pada perusahaan yang terikat perjanjian hutang daripada perusahaan yang tidak terikat perjanjian hutang. Diharapkan Laverage berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.

b. Ukuran Perusahaan (Size)

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan dengan berbagai cara yaitu total asset, jumlah penjualan, jumlah tenaga kerja (Suwito dan Herawaty, 2005). Sedangkan menurut Machfoedz (1999:135) pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu: perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan kecil. Besar kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Keakuratan dalam sistem pelaporan keuangan kemungkinan akan berbeda pada ukuran (size) perusahaan, semakin besar ukuran perusahaannya maka akan lebih besar keakuratan dalam sistem pelaporan keuangannya. Ukuran perusahaan yang besar akan lebih memiliki sistem pengendalian intern yang canggih

dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Sistem pengendalian intern yang efektif akan memberikan kontribusi pada keandalan informasi keuangan yang diungkapkan ke publik (Sumarwoto, 2006). Pelaksanaan


(56)

39

dan meningkatkan kualitas laba (Warfield,et.al, 1995 dan Beasly et.al,2000) dalam Kim et.al, 2003. Oleh karena itu ukuran perusahaan yang besar, akan lebih besar kemungkinannya untuk membuat sistem pengendalian intern yang efektif dari pada perusahaan kecil dan tentunya kemungkinan manipulasi laba oleh manajemen diharapkan berkurang. Ukuran (size) perusahaan yang besar akan berpengaruh positif dengan kualitas laporan keuangan, karena perusahaan yang besar memiliki aktiva/asset dan memperoleh laba yang besar pula.

c. Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu (Hanafi dan Halim, 2005). Profitabilitas merupakan salah satu indikator keberhasilan

perusahaan untuk dapat menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi perusahaannya. Ada tiga rasio yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan yaitu: profit margin, return on asset (ROA), dan return on equity (ROE). Rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan return on asset (ROA) untuk membandingkan antara laba bersih dan total aset sehingga akan dapat diketahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Hilmi dan Ali (2008) menemukan bukti empiris bahwa profitabilitas secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bukti bahwa perusahaan yang memperoleh laba cenderung tepat waktu menyampaikan laporan keuangannya dan sebaliknya jika mengalami rugi.


(57)

d. Cashflow

Cash flow didefinisikan sebagai arus kas operasi dibagi dengan total asset karena arus kas opersi telah menunjukkan korelasi negatif dengan discretionary accrual (Dechow; Sloan dan Sweeney, 1995). Jensen (1986) menyatakan bahwa jika arus kas bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini akan memunculkan masalah keagenan. Dimana manajer akan memilih untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.

Tidak adanya pengawasan atau tindakan kedisiplinan yang efektif oleh pemegang saham independent lain membuat manajer dapat mengaburkan informasi dengan memberikan pengungkapan yang minimal atau memanipulasi sejumlah akuntansi. Manajer tidak memberikan arus kas yang terproyeksi secara internal untuk beberapa investasi. Sebagai hasilnya dari keuntungan pribadi, manajer akan menyiapkan perkiraan arus kas dan laba yang diproyeksikan. Diharapkan cashflow berpengaruh positif pada kualitas laba (Sumarwoto, 2006).

e. Growth

Berdasarkan penelitian Skinner dan Sloan (1999) dalam Bowen et.al.(2005) menemukan bahwa pasar sungguh memberi hukuman pada

perusahaan yang tumbuh yang memilki lonjakan laba negative. Oleh karena itu, perusahaan yang bertumbuh memiliki insentif yang relative kuat untuk memenuhi estimasi earning. Barangkali untuk menghindari meningkatnya cost of capital atau untuk menjaga akses pada kapital. Selanjutnya perusahaan yang bertumbuh


(58)

41

memiliki insentif untuk meratakan earning melalui akrual karena earning volatility meningkatkan persepsi resiko perusahaan (Beaver, Kettler dan Scholes 1970) dalam Bowen et.al (2005). Sesuai dengan Nagy (2005) Proksi untuk growth adalah perubahan total asset dibagi dengan asset tahun sebelumnya. Diharapkan Growth berpengaruh negatif pada kualitas earning (Sumarwoto, 2006)

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran

Kualitas Laporan Keuangan

H1

H2 Implementasi PSAK

Berbasis IFRS

Variabel kontrol: Leverage SIZE ROA Cashflow Growth

Manajemen Laba


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti misalnya data dari Biro Pusat Statistik, majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. Sumber data dan informasi yang mendukung penelitian ini diperoleh melalui situs Bursa Efek Indonesia.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka mengumpulkan data untuk penelitian yang akan diolah lebih lanjut dalam penulisan tesis ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah study kepustakaan (library research) yaitu mencari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian, karangan ilmiah, serta sumber lain yang

berhubungan dengan penelitian untuk menghimpun pengetahuan teoritis serta teknik-teknik perhitungan yang berhubungan dengan penelitian.

3.3. Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Dampak Implementasi PSAK berbasis IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan.

3.4. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2011-2012. Penelitian ini menggunakan data laporan


(60)

43

tahunan dan laporan keuangan perusahaan yang telah menggunakan PSAK hasil konvergensi IFRS baik seluruhnya maupun secara parsial.

Sampel yang dipilih dari populasi dalam penelitian ini berdasarkan purposive sampling (kriteria yang dikehendaki). Penentuan kriteria diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam melakukan interpretasi data dalam penentuan sampel penelitian yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil analisis. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian tahun 2011-2012.

2. Perusahaan perbankan dan sektor keuangan dikecualikan dari sampel karena bentuk akuntansi perusahaan ini lebih spesifik

3. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan (anual report) yang lengkap dan dipublikasikan berturut-turut selama periode pengamatan.

4. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya.

5. Perusahaan yang telah melakukan publikasi financial report 2012 sampai tanggal 30 Juni 2013.


(1)

Brüggemann, U., Hitz, J.-M., & Sellhorn, T. 2012. Intended and Unintended Consequences of Mandatory IFRS Adoption: Review of Extant Evidence and Suggestions for Future Research. European Accounting Review, forthcoming.

Brown, P. 2011, „International Financial Reporting Standards: what are the benefits.’Accounting and Business Research, vol. 41, no. 3, pp. 269-285. BAPEPAM LK. 2011. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan Nomor: KEP-/BL/2011.

Carlin, T. M., Finch C. dan Laili N. H. 2009. “Investigating Audit Quality among Big Four Malaysian Firms”. Asian Review of Accounting. 17 (2). Pp 96-114.

Cai, Lei; Asheq Rahman; Stephen Courtenay. 2008. “The Effect of IFRS and its Enforcement on Earnings Management: An International Comparison”. Massey University. Available at: http://ssrn.com/abstract=1473571

Carslaw, C. A. P. N. & Kaplan, S. E. 1991. „An examination of audit delay: Further evidence from New Zealand‟. Accounting and Business Research, 22(85), Winter: 21-32.

Cahyati, Ari Dewi. 2011. Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS: Sebuah Tinjauan Teoritis dan Empiris, JRAK, vol.2 No. 1.

Che-Ahmad, Ayoib. 2012. “Adoption of IFRS 138 and Audit delay in Malaysia”. International Journal of Economics and Finance. Vol. 4, No. 1; January 2012. Malaysia.

Chua, E. Y. L., C. S. Cheong, and G. Gould. 2012. The impact of mandatory IFRS adoption on accounting quality: Evidence from Australia. Journal of International Accounting Research, 11 (1): 119–146.

Chen, H., Tang, Q., Jiang, Y. and Lin, Z. 2010, „The Role of International Financial Reporting Standards in Accounting Quality: Evidence from the European Union.‟ Journal of International Financial Management and Accounting, vol. 21, no. 3, pp. 220-278.

Chambers, AE and S.H. Pennman , 1984. Timeliness of Reporting and The Stock Prices Reaction Announcement. Journal Accounting Research.

Cohen, Daniel A. 2003. Quality of Financial Reporting Choice: Determinants and Economic Consequences. Working Paper Northwestern University Collins.


(2)

Cohen, Daniel A. 2006. Does Information Risk Really Matter? An Analysis of the Determinants and Economic Consequences of Financial Reporting

Quality. Working Paper Northwestern University Collins.

Dechow, P.,R. Sloan, dan A. Sweeney. 1995. Detecting earning management. The Accounting Review 70:pp.193-225.

Djatec, Arsen; Grace Geo; Robert Sarikas; David Senteney. 2010. “An Investigation of The Comparative Impact of Degree of Implementation of IFRS Upon The Public and Private Information Quality of Asia Pacific Country Firms”. International Business & Economics Research Journal Vol. 9; No. 3.

Elias, Nabil. 2012. “The Impact of Mandatory IFRS Adoption onAccounting Quality: Evidence from Australia”. Journal of Interbational Accounting Research Vol. 11 No. 1, pp. 147-154.

Ewert, R., and A. Wagenhofer. 2005. Economic effects of tightening accounting standards to restrict earnings management. The Accounting Review 43 (4): 1101-1124.

Fanani, Zaenal. 2009. “Kualitas Pelaporan Keuangan: Berbagai Faktor Penentu dan Konsekuensi Ekonomis”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,Vol.6, No.1. Gassen, Joachim; Thorsten Sellhorn. 2006. “Applying IFRS in Germany –

Determinants and Consequences”. Forthcoming in: Betriebswirtschaftliche Forschung und Praxis, 58 (4), 2006.

Givoly, D. and Palmon, D. 1982, “Timeliness of annual earnings announcements: some empirical evidence”, The Accounting Review, 57(3): 485-508.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. N. 2003. Basic Econometric. Fourth Edition. New York:McGraw Hill Inc.

Gu, Zhaoyang, Chi-Wen Jevons Lee dan Joshua G. Rosett. 2002. Information Environment and Accrual Volatility. Working Paper Tulane University. Haryani, Jumratul dan Wiratmaja, I Dewa Nyoman. 2014. Pengaruh Ukuran

Perusahaan, Komite Audit, Penerapan International Financial Reporting Standards Dan Kepemilikan Publik Pada Audit Delay E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.1 (2014):63-78


(3)

Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. “Manajemen Laba pada Perusahaan yang Melanggar Hutang”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Hidayat, Widi dan Elizabet. 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas

Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Indonesia, Jurnal Ekonomi (Journal Of Economic) Vol. 1 No. 1, UNAIR. Hilmi, Utari dan Syaiful Ali. 2008. ”Analisis Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi

Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di BEJ)”. Simposium Nasional Akuntansi XI Ikatan Akuntan Indonesia.

Hong, Yongtao. 2008. “Do Principles-based Accounting Standards Matter? Evidence from the Adoption of IFRS in China”. Thesis. Dexel University. IAI. 2009. Standar AKuntansi Keuangan, Salemba empat

Iatidris, G. 2010. IFRS adoption and financial statement effects: The UK Case Internationa Research Journal of Finance and Economics.

Iatridis, G., and S. Rouvolis. 2010*. The post-adoption effects of the implementation of International Financial Reporting Standards in Greece.Journal of International Accounting, Auditing and Taxation 19 (1): 55–65.

Jaggi, B & Tsui, J. 1999. Determinants of audit report lag: Further evidence from Hong Kong, Accounting and Business Research, London, Winter, 30 (1), pp 17-28.

Jensen, Michael C, 1986. Agency Costs of Free Cash Flow,. Corporate Finance, and Takeovers. American Economic Review, Vol. 76, No. 2, pp. 323-329. Kim. Y, Liu. C,Rhee. S.G.2003. The Relation of Earning Managemen to Firm

Size, Working paper. University of Hawai.

Leuz, C. and R. Verrecchia. 2000, “The Economic Consequences of Increased Disclosure”,Journal of Accounting Research, 38, pp. 91–124.

Leuz, C. 2003, “IAS Versus U.S. GAAP: Information Asymmetry-based Evidence from Germany‟s New Market”, Journal of Accounting Research, 41 (3), pp. 445-472.


(4)

Machfoedz, Mas‟ud. 1999. Financial Ratio Analysis and Prediction of Earning Change In Indonesia, Gajah Mada University Business Review,No.7/III/1999.

Margaretta, Stepvanny. 2011. Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Keterlambatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008-2010. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.

Nagy, A. L, 2005. “Mandatory Audit Firm Turnover, Financial Reporting Quality, and Client Bargaining Power: The Case of Arhur Andersen”. Accounting Horizons. Vol 19, No. 2 : pp.51-68

Owusu-Ansah, S. 2000. Timeliness of corporate financial reporting in emerging capital markets: Empirical evidence from the Zimbabwe Stock Exchange. Accounting and Business Research, 30, 241−254.

Paananen M. and Lin H. 2008, The Development of Accounting Quality of IAS and IFRS Over Time: The Case of Germany, Working paper, University of

Hertfordshire, UK, available at

http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1066604.

Paglietti P. 2009. Earnings management, timely loss recognition and value relevance in Europe following the IFRS mandatory adoption: evidence from Italian listed companies, Economia Aziendale Online 2000 Web 100 4 97-117

Petreski, Marjan, 2006. “The Impact of International Accounting Standard on Firms”. http://papers.ssm.com/sol3/papers.cdm?abstract_id=901301. Diakses tanggal 11Juni 2013.

Qomariah, Ratu Nurul, 2013. Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap Manajemen Laba Dengan Struktur Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Moderating,Skripsi, Universitas Dipenogoro

Rahmawati, sistya.2008. Pengaruh faktor Internal dan Eksternal Perusahaan terhadap Audit Delay dan Timeliness, Jurnal Akuntansi dan Keuangan,Vol.10. No.1 Mei 2008:1-10

Rudra, Titas; CA. Dipanjan Bhattacharjee. 2012. “Does IFRs Influence Earnings Management? Evidence from India”. Journal of Management Research 2012, Vol. 4, No. 1: E7.

Samarasekera,N.,Chang,M.,Tarca,Anna. 2012.IFRS and accounting quality: The impact of enforcement.

Sari, Puri Ratna. 2012. Analisis Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Keterlambatan Penyampaian Laporan Keuangan. Skripsi. Binus University.


(5)

Scott, W.R. 1997, Financial Accounting Theory, Prentice Hall, New-Jersey. Setiawati, Lilis & Na‟im, Ainun. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Indonesia, Vol. 15, No. 4 : 424-441.

Sianipar, Glory A.E.M. 2013. Analisis Komparasi Kualitas nformasi Akuntansi Sebelum dan Sesudah Pengadopsian Penuh IFRS di Indonesia, Skripsi, Universitas Dipenogoro.

Siregar, Sylvia Veronika.2010. Tantangan Konvergensi IFRS-Penarapan Nilai Wajar. Economic Business & Accounting Review Vol. III no.1 April hal.62-68

Siregar, Sylvia Veronika dan Yaniti S. Bachtiar 2003, Hubungan antara manajemen laba dengan tingkat pengungkapan social. Simposium nasional akuntansi VI

Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta: Grasindo.

Sumarwoto, 2006. Pengaruh Kebijakan Rotasi Kap Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Suwito, Edy dan Arleen Herawaty. 2005.Analisis Pengaruh Karakteristik

Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.

Sugiono, 2008. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung

Suwardjono. 2002. Akuntansi Pengantar, Proses Penciptaan Data Pendekatan Sistem. Edisi ke-3. Yogyakarta: BPFE.

Syafrudin, M. 2004. “Pengaruh Ketidaktepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan pada Earnings Respons Coefficient : Studi di Bursa Efek Jakarta”. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2 - 3 Desember 2004.

Van Tendeloo, B., & Vanstraelen, A. 2005. Earnings management under German GAAP versus IFRS. European Accounting Review, 14(1), 155-180.

Wang, Ying; Michael Campbell. 2012. “Earnings Management Comparison: IFRS vs. China GAAP”. Montana State University-Billings, Billings, MT, USA. International Management Review Vol. 8 No. 1.

Watts, Ross L. & Zimmerman, Jerold L. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall : International Edition.


(6)

Yaacob, Najihah Marha & Ayoib Che-Ahmad, 2011. IFRS Adoption and Audit Timeliness: Evidence From Malaysia. Journal of American Academy of Business, Cambridge 17. 1 (Sep: 112-118).

Sanikatantri.wordpress.com/2013/03/09/Akuntansi: Pentingkah IFRS? (Peran IFRS untuk Mengurangi Earning Management)

http://fara-narsis.blogspot.com/2012/04/kerangka-konseptual-ifrs-dan.html diunduh 24/2/2014.