Dampak Pengimplementasian IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Indonesia: Studi Atas PSAK 30 Tentang Sewa
Dampak Pengimplementasian IFRS Terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Indonesia: Studi Atas PSAK 30 Tentang Sewa
1 Armelia Sri Wulandari Sitopu 2 , Dr. Ratna Wardhani
1,2 Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,
Depok, 16424, Indonesia
1 armelia.sitopu@gmail.com, 2 ratnawardhani@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak dari pengimplementasian IFRS terhadap kualitas laporan keuangan di Indonesia, dan difokuskan pada satu standar akuntansi yaitu standar akuntansi sewa (PSAK 30). Penelitian ini menggunakan data perusahaan publik yang tercatat di BEI untuk periode 2002-2012 yang melaporkan transaksi sewa operasi dan sewa pembiayaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengimplementasian IFRS khususnya standar akuntansi sewa meningkatkan value relevance dari informasi akuntansi dimana value relevance PSAK 30 (Revisi 2007) lebih tinggi dibandingkan PSAK 30 (1994) dan PSAK 30 (Revisi 2011) lebih tinggi dibandingkan PSAK 30 (Revisi 2007). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas informasi akuntansi dengan dilakukannya penyempurnaan atas PSAK 30 (Revisi 2007). Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya perbedaan valuasi investor atas harga saham perusahaan pada masa krisis dibandingkan pada masa normal, dimana investor lebih teliti dalam membaca laporan keungan pada masa terjadinya krisis.
The Impact of IFRS implementation on the financial Statements Quality: Study of PSAK 30 about Leasing
Abstract
This research aims to examine the impact of IFRS implementation on the quality of financial statement in Indonesia, focused on one accounting standard: leasing (PSAK 30). This study uses data of public companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) which report its financial and operating lease transaction during 2002-2012. The result of this research shows that implementation of IFRS, especially lease accounting standard increase value relevance of accounting information where value relevance of PSAK 30 (Revisi 2007) is higher than PSAK 30 (1994) and value relevance of PSAK 30 (Revisi 2011) is higher than PSAK 30 (Revisi 2007). This shows that there is an increasing in accounting information quality by improving PSAK 30 (Revisi 2007) to PSAK 30 (Revisi 2011). In this research also found there is a valuation difference on companies share price by investor during period of crisis compared to normal period. Investors become more thorough in reading the financial statements during the period of crisis.
Key words:Value Relevance; Financial Statements Quality; Lease Accounting
1. Pendahuluan
Seiring dengan terjadinya perkembangan perekonomian Indonesia, terlebih saat pemerintah menggalakkan program deregulasi dan debirokratisasi pada awal tahun 1980-an, kebutuhan akan dana investasi melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan mengalami peningkatan. Salah satu alternatif sumber pembiayaan ini adalah melalui leasing atau sewa. Meningkatnya kebutuhan pembiayaan melalui sewa juga meningkatkan kebutuhan akan standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan untuk menjadi pedoman pencatatan transaksi sewa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan akan pedoman pencatatan transaksi sewa, di Indonesia telah diberlakukan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha pada tanggal
24 Agustus 1994. PSAK ini dibuat berdasarkan standar akuntansi Amerika (US GAAP) yang dikenal sebagai a rule based standard. Namun pada periode 1994-2004 kiblat dari US GAAP yang rule based berubah ke IFRS yang principle based, sehingga PSAK 30 juga direvisi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007) dan direvisi kembali menjadi PSAK 30 (Revisi 2011) pada thaun 2011. Perbedaan mendasar antara PSAK 30 (1994) dengan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal definisi istilah- istilah yang dimaksudkan dalam standar dan pengklasifikasian sewanya. Sedangkan Perbedaan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal ruang lingkup standar, definisi umur manfaat, ketentuan mengenai sewa tanah dan bangunan dan penyempurnaan bahasa yang digunakan dalam standar tersebut. Beberapa perubahan ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas informasi keuangan yang terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan.
Ada dua pandangan di kalangan peneliti di bidang akuntansi mengenai standar yang rule based dan principle based. Dimitropaulos et al. (2013), Turel (2009), Christensen at al. (2007), Horton dan Serafeim (2006), Lin dan Chen (2005), Barth et al. (2005), Harris dan Muller (1999), dan lain-lain menemukan terjadi peningkatan kualitas informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar yang principle based dengan mengukur value relevance dari informasi tersebut. Hal ini bisa terjadi karena pengukuran akuntansi yang digunakan lebih mengutamakan substansi ekonomis transaksi, sehingga standar ini bisa membatasi manajer untuk melakukan manajemne laba. Menurut Barth, Landsman, dan Lang (2008) kondisi yang berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan Dimitropaulos et al (2013) bisa saja terjadi. Misalnya, membatasi manajemen laba dengan mengeliminasi kemampuan perusahaan untuk Ada dua pandangan di kalangan peneliti di bidang akuntansi mengenai standar yang rule based dan principle based. Dimitropaulos et al. (2013), Turel (2009), Christensen at al. (2007), Horton dan Serafeim (2006), Lin dan Chen (2005), Barth et al. (2005), Harris dan Muller (1999), dan lain-lain menemukan terjadi peningkatan kualitas informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar yang principle based dengan mengukur value relevance dari informasi tersebut. Hal ini bisa terjadi karena pengukuran akuntansi yang digunakan lebih mengutamakan substansi ekonomis transaksi, sehingga standar ini bisa membatasi manajer untuk melakukan manajemne laba. Menurut Barth, Landsman, dan Lang (2008) kondisi yang berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan Dimitropaulos et al (2013) bisa saja terjadi. Misalnya, membatasi manajemen laba dengan mengeliminasi kemampuan perusahaan untuk
Penelitian yang dilakukan oleh Neel dan wang (2010); Burgsthaller, Hail dan Leuz (2006); Ball, Robin dan Wu (2003) ; Street dan Grey (2002); Breeden (1994) menyatakan bahwa fleksibilitas yang ada di IFRS dan lemahnya pelaksanaan IFRS membuat kesempatan untuk melakukan manajemen laba menjadi semakin besar. Bahkan penelitian menurut Ahmed, Neel dan Wang (2010) menyatakan bahwa pengadopsian IFRS mengakibatkan manajemen laba semakin besar, pelaporan akrual yang lebih agresif dan berkurangnya pengakuan kerugian berjangka untuk pengakuan kerugian relatif terhadap pengakuan keuntungan. Hal ini merupakan akibat dari minimnya petunjuk pengimplementasian IFRS, insentif manajemen untuk memanipulasi pendapatan dan lemahnya mekanisme pelaksanaan IFRS.
Berdasarkan perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, penulis ingin menguji ada tidaknya peningkatan kualitas informasi akuntansi di Indonesia yang telah mengadopsi IFRS. Penelitian ini difokuskan pada salah satu standar yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya, yaitu PSAK 30 mengenai sewa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan value relevance untuk menguji peningkatan kualitas informasi akuntansi di Indonesia yang dapat diidentifikasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian ini juga diuji perbedaan value relevance dari informasi akuntansi yang menggunakan model akuntansi sewa operasi dan model akuntansi sewa pembiayaan dan bagaimana peningkatan value relevance dari kedua model ini dengan diimplementasikannya IFRS pada PSAK 30 tentang sewa. Model akuntansi sewa yang digunakan juga sangat mempengaruhi kualitas informasi dari transaksi sewa perusahaan. Lugo (2010), Kilptrick et al (2006), Lindsey (2006) menemukan bahwa perusahaan seringkali memanfaatkan perlakuan pencatatan akuntansi sewa yang off balance shet dari operating lease untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu perusahaan. Hal ini mengakibatkan laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kilpatrick et al (2006) menyatakan bahwa perusahaan bisa melakukan manipulasi agar transaksi sewa memenuhi kriteria sewa operasi (sehingga kewajiban perusahaan sebagai akibat dari perjanjian sewa ini tidak dicantumkan di laporan posisi keuangan) karena standar akuntansi yang rule Berdasarkan perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, penulis ingin menguji ada tidaknya peningkatan kualitas informasi akuntansi di Indonesia yang telah mengadopsi IFRS. Penelitian ini difokuskan pada salah satu standar yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya, yaitu PSAK 30 mengenai sewa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan value relevance untuk menguji peningkatan kualitas informasi akuntansi di Indonesia yang dapat diidentifikasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian ini juga diuji perbedaan value relevance dari informasi akuntansi yang menggunakan model akuntansi sewa operasi dan model akuntansi sewa pembiayaan dan bagaimana peningkatan value relevance dari kedua model ini dengan diimplementasikannya IFRS pada PSAK 30 tentang sewa. Model akuntansi sewa yang digunakan juga sangat mempengaruhi kualitas informasi dari transaksi sewa perusahaan. Lugo (2010), Kilptrick et al (2006), Lindsey (2006) menemukan bahwa perusahaan seringkali memanfaatkan perlakuan pencatatan akuntansi sewa yang off balance shet dari operating lease untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu perusahaan. Hal ini mengakibatkan laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kilpatrick et al (2006) menyatakan bahwa perusahaan bisa melakukan manipulasi agar transaksi sewa memenuhi kriteria sewa operasi (sehingga kewajiban perusahaan sebagai akibat dari perjanjian sewa ini tidak dicantumkan di laporan posisi keuangan) karena standar akuntansi yang rule
2. Tinjauan Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Standar Akuntansi Sewa
Salah satu standar akuntansi yang telah direvisi oleh IAI dalam rangka konvergensi dengan IFRS adalah akuntansi sewa (PSAK 30). Akuntansi sewa telah direvisi sebanyak dua kali, yaitu dari PSAK 30 (1994) yang mengacu kepada US GAAP menjadi PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) yang mengacu kepada IFRS.
Definisi sewa menurut PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAk 30 (Revisi 2011) adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
Menurut Kieso (2011) Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan apabila perusahaan memperoleh aset dengan cara menyewa aset tersebut dibandingkan membeli aset tersebut. Beberapa keuntungannya adalah sebagai berikut:
• 100 % financing at fixed rate Perjanjian sewa biasanya ditandatangani tanpa adanya persyaratan pembayaran uang
muka dari lessee. Hal ini membuat lessee bisa menghemat kas yang jumlahnya terbatas, terutama pada perusahaan yang sedang berkembang. Pembayaran sewa juga biasanya tetap, sehingga lessee terlindung dari risiko inflasi dan pengingkatan biaya.
• Protection against obsolescence Aset yang disewa mengurangi risiko keusangan kepada lessee, dan dalam banyak kasus risiko nilai residu dari aset yang disewa diserahkan kepada lessor
• Flexibility Perjanjian sewa bisa memiliki persyaratan yang tidak se-ketat perjanjian hutang yang lain. Lessor juga bisa menyesuaikan perjanjian sewa dengan kebutuhan khusus lessee.
• Less costly financing Beberapa perusahaan menemukan bahwa leasing lebih murah daripada jenis pembiayaan lainnya. Misalnya untuk perusahaan yang baru berdiri atau perusahaan yang tergolong berpajak rendah bisa memilih pembiayaan melalui lease untuk mengklaim keuntungan pajak.
• Tax Advantages
Untuk tujuan pajak, perusahaan bisa mengkapitalisasi dan mendepresiasi aset yang disewa, dan sebagai akibatnya perusahaan memperoleh pengurangan pajak
• Off-balance-sheet financing
Jenis sewa tertentu tidak memasukkan hutang pada laporan keuangan, sehingga tidak mempengaruhi rasio keuangan, dan hal ini sangat kritis bagi beberapa perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasinya.
Pencatatan transaksi sewa di Indonesia dibuat berdasarkan PSAK 30. Sejak tahun 1994, PSAK 30 ini telah direvisi sebanyak dua kali, yaitu PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK
30 (Revisi 2011). PSAK ini direvisi dengan tujuan meningkatkan kualitas informasi akuntansi yang terdapat dalam pencatatan sewa. PSAK 30 (1994) dibuat dengan mengacu kepada US GAAP yang dikenal sebagai suatu standar yang rule based, sedangkan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) dibuat dengan mengacu kepada IFRS yang dikenal sebagai standar yang principle based. Maines et al dari American Accounting Association atau AAA (2003) menyatakan bahwa SFAS No, 13 tentang akuntansi sewa adalah standar yang rule-based, terbukti dari adanya beberapa persyaratan numeris yang harus dipenuhi untuk mengklasifikasikan transaksi menjadi operating atau financial lease. Standar ini juga menyediakan panduan pengimplementasian yang mendetail yang diduga menjadi penyebab munculnya mentalitas “check box”, penekanan di luar substansi ekonomi transaksi dan mencegah manajer dalam membuat professional judgement dalam memilih standar akuntansi yang digunakan. Hal ini akan berujung pada substitusi dari operating lease menjadi financial lease atau sebaliknya, tergantung pada tujuan manajer.
2.2.Perbandingan PSAK 30 (1994), PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi
2011)
Perbedaan mendasar antara PSAK 30 (1994) dengan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal definisi istilah-istilah yang dimaksudkan dalam standar dan pengklasifikasian sewanya. Dalam PSAK 30 (1994) tidak terdapat definisi yang lengkap mengenai sewa maupun mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam standar tersebut, sedangkan di dalam PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) terdapat definisi yang jelas mengenai sewa maupun istilah-istilah yang dimaksudkan dalam standar tersebut. Selain itu, terdapat perbedaan yang cukup
signifikan dalam kriteria pengelompokan atau klasifikasi sewa. Dalam PSAK 30 (1994) terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu transaksi sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan, sedangkan dalam PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) persyaratan pengklasifikasian sewa dibuat lebih fleksibel, ada beberapa kondisi yang dicantumkan di dalam standar yang kemungkinan besar merupakan indikator agar suatu transaksi sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan, tetapi poin utamanya adalah terjadi pengalihan seluruh risiko dan manfaaat yang terkait dengan kepemilikan aset secara substansial. Perbedaan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal ruang lingkup standar, definisi umur manfaat, ketentuan mengenai sewa tanah dan bangunan dan penyempurnaan bahasa yang digunakan dalam standar tersebut. Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam ketiga standar tersebut terjadi karena adanya proses penyempurnaan standar akuntansi yang ada untuk memenuhi kebutuhan pengguna informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan. Standar yang tadinya sangat kaku dalam hal pengklasifikasian dibuat menjadi lebih fleksibel dan fokus kepada esensi dari suatu transaksi sewa, dan bahkan dilakukan penyempurnaan bahasa untuk menghilangkan keambiguan dalam menginterpretasikan standar yang ada. Hal ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas informasi keuangan yang terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan.
Tabel 1. Perbandingan Akuntansi Sewa Secara Umum Berdasakan PSAK 30 (1994), PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011)
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi PSAK 30 (Revisi
1. Definisi istilah- Ada beberapa Terdapat definisi Terdapat definisi sitilah yang
yang jelas digunakan
penjelasan mengenai yang jelas
mengenai istilah- mengenai istilah- dalam standar
definisi beberapa
istilah yang
sitilah yang
sitilah yang
digunakan dalam
digunakan dalam digunakan dalam
standar, namun tidak standar
standar. Definisi
selengkap PSAK 30
yang terdapat
(Revisi 2007) dan
dalam standar ini
PSAK 30 (Revisi
secara substansial
mirip dengan definisi yang terdapat dalam PSAK 30(Revisi
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi PSAK 30 (Revisi
2011) 2007), hanya saja
ada perbedaan- perbedaan
kecil mengenai pemilihan kata untuk menyempurnakan definisi istilah- istilah yang terdapat di dalam standar ini dibandingkan PSAK 30 (Revisi 2007). Misalnya di PSAK 30 (Revisi 2007) pengertian sewa adalah “suatu perjanjian di mana lessor memberikan hak……”, sedangkan dalam PSAK 30 revisi 2011) pengertian sewa adalah “suatu perjanjian
yang
mana lessor memberikan hak….”
2. Definisi istilah Tidak ada
Umur manfaat “umur
Umur manfaat
adalah estimasi manfaat”
adalah estimasi
periode tersisa,
periode tersisa
mulai dari awal
mulai dari awal
masa sewa
masa sewa, tanpa hingga manfaat dibatasi masa ekonomis habis , sewa,
selama
tanpa
manfaat ekonomi
memperhatikan
aset diperkirakan
saat masa sewa
digunakan oleh
berakhir
entitas
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi 2007)
PSAK 30 (Revisi 2011)
3. Klasifikasi/ kriteria pengelompokan sewa
Sewa Pembiayaan: -Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha -Seluruh pembiayaan berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha -Masa sewa guna usaha minimum dua tahun
Sewa Pembiayaan: Sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset *Dalam PSAK ini ditambahkan keterangan mengenai contoh situasi yang pada umumnya mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan dan indikator dari situasi yang dapat menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: -Sewa
Sewa Pembiayaan: Sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset *Dalam PSAK ini ditambahkan keterangan mengenai contoh situasi yang pada umumnya mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan dan indikator dari situasi yang dapat menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan
Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan pada mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: -Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi 2007)
PSAK 30 (Revisi 2011)
mengalihkan kepemilikan aset kepada
lessee
pada akhir masa sewa -Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan -Masa sewa adalah
untuk
sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan -Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan -Aset sewaan bersifat khusus dan dimana
-Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan -Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset meskipun hak milik tidak dialihkan -Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan -Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi PSAK 30 (Revisi
2011) hanya lessee juga menunjukkan
yang dapat bahwa sewa menggunakannya diklasifikasikan tanpa perlu sebagai sewa modifikasi secara pembiayaan material
adalah: Indikator dari -Jika lessee dapat situasi yang membatalkan secara individual sewa, maka ataupun
kerugian lessor gabungan dapat yang terkait juga
dengan pembatalan
menunjukkan
tersebut bahwa sewa ditanggung oleh diklasifikasikan
lessee
sebagai sewa -Keuntungan atau pembiayaan
kerugian dari
adalah:
fluktuasi nilai -Jika lessee dapat wajar residu membatalkan
dibebankan kepada
sewa, maka rugi lessee lessor yang -Lessee memiliki terkait dengan kemampuan untuk pembatalan
melanjutkan sewa ditanggung oleh untuk periode lessee
kedua dengan nilai -Laba atau rugi rental yang secara dari fluktuasi substansial lebih nilai wajar residu rendah daripada dibebankan
nilai pasar rental.
kepada lessee -Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada
No. Kriteria
PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi PSAK 30 (Revisi
nilai pasar rental.
Sewa Operasi:
Sewa Operasi: Kalau salah satu Jika sewa tidak Jika sewa tidak kriteria sewa mengalihkan
Sewa Operasi:
mengalihkan
pembiayaan tidak secara
secara substansial
terpenuhi maka substansial
seluruh risiko dan transaksi sewa guna seluruh risiko manfaat yang usaha
dan manfaat terkait dengan
dikelompokkan
yang terkait kepemilikan aset
sebagai sewa dengan menyewa biasa kepemilikan aset (operating lease)
Sewa tanah dan Tidak ada Tanah yang Ada penjelasan bangunan
diperoleh dengan mengenai hak guna usaha, perlakuan untuk hak guna mengklasifikasikan bangunan atau dan mencatat sewa lainnya
tanah dan
diperlakukan
bangunan
sesuai dengan PSAK No. 47 tentang akuntansi tanah
Sumber: PSAK 30 (1994), PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011), telah diolah kembali
2.3. Penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai value relevance dari standar akuntansi yang rule based dan standar akuntansi yang principle based telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian ini telah dilakukan di berbagai negara yang telah mengimplemetasikan standar akuntansi berbasis IFRS.
Dimitropaulos et al (2013) melakukan penelitian untuk menguji dampak pengimplementasian IFRS bagi kualitas informasi akuntansi di Yunani. Kualitas informasi akuntansi dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan value relevance, konservatisme dan manajemen laba pada periode setelah pengimplementasian IFRS.
Exchange (ASE), dimana 76 perusahaan mengadopsi IFRS saat pengimplementasian IFRS dimandatkan untuk seluruh perusahaan yang terdaftar di ASE, sedangkan 25 diantaranya telah mengadopsi IFRS secara sukarela sebelum tahun 2005 dimana dilakukan pengimplementasian IFRS secara menyeluruh di Yunani. Periode yang diteliti adalah tahun 2001-2004 (sebelum pengimplementasian IFRS) dan tahun 2005-2008 (setelah pengimplementasian IFRS). Setelah mengontrol beberapa karakteristik spesifik perusahaan seperti size, growth opportunities, risiko dan kualitas audit, Dimitropaulos et al menemukan bahwa pengimplemetasian IFRS mengakibatkan terjadinya penurunan manajemen laba, peningkatan pengakuan kerugian yang berjangka dan value relevance. Kualitas akuntansi meningkat dengan diimplementasikannya IFRS.
Penelitian yang dilakukan oleh Hong (2008) mengenai pengadopsian IFRS di China menguji kualitas akuntansi dari laporan keuangan yang dibuat berdasarkan Chinese GAAP yang rule based dan IFRS yang diadopsi di China. Penelitian dilakukan atas 654 perusahaan publik di China. Hong mengeksaminasi apakah standar yang principle based memiliki asosiasi dengan lebih sedikitnya manajemen laba, laporan keuangan yang semakin tidak seragam karena berkurangnya pedoman pengimplementasian yang sangat detail, variasi perubahan laba bersih yang semakin tinggi, semakin tingginya rasio laba bersih terhadap arus kas, korelasi negatif yang signifikan antara akrual dan arus kas, discretionary accrual yang lebih rendah, pendapatan yang informatif yang lebih tinggi mengenai arus kas masa depan dan value relevance dari angka akuntansi yang lebih tinggi apabial dibandingkan dengan standar yang rule based. Hasil penelitian Hong menunjukkan bahwa standar akuntansi yang principle based memiliki kualitas akuntansi yang lebih tinggi daripada standar akuntansi yang rule based. Hong juga menemukan bahwa kerugian atau berita buruk lebih value relevance pada rezim standar akuntansi yang principle based, dan penemuan serupa juga ditemukan untuk perusahaan yang dimiliki oleh negara, dimana hasil untuk perusahaan privat adalah lebih rendah.
Penelitian mengenai perbandingan value relevance untuk satu standar akuntansi secara spesifik juga telah banyak dilakukan, dan dalam penelitian ini pembahasan difokuskan kepada leasing. Ada banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji value relevance dari standar akuntansi sewa yang telah ada saat ini. Penelitian- penelitian ini hanya fokus pada aspek klasifikasi sewa menjadi sewa operasi dan sewa pembiayaan.
Lugo (2010) menyatakan bahwa akuntansi sewa menjadi isu yang masih sering diperbantahkan karena dengan standar yang ada saat ini investor tidak bisa memperoleh gambaran yang lengkap mengenai aktivitas sewa perusahaan karena banyak kontrak sewa yang tidak dicantumkan dalam laporan posisi keuangan perusahaan.
Hal yang sama juga diteliti oleh Kilpatrick et al (2006), dan dalam artikel mengenai dampak pembiayaan yang off balance sheet terhadap rasio keuangan lessee Kilpatrick et al menyatakan bahwa area pembiayaan yang off balance sheet yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah melalui sewa operasi. Perusahaan seringkali dengan sengaja membuat perjanjian sewa memenuhi syarat operating lease agar perusahaan bisa menghindari pencatatan aset dan hutang atas aset yang disewa tersebut agar firm leverage dan profitability ratio semakin meningkat. Hal ini membuat FASB berencana untuk membuat pencatatan sewa dengan menggunakan metode right of use, dimana setiap aset yang disewa untuk periode lebih dari 12 bulan harus diakui seperti pengakuan sewa pembiayaan.
Lindsey (2006) menyatakan bahwa investor memiliki penilaian yang berbeda terhadap sewa operasi dan sewa pembiayaan, oleh karena itulah apabila FASB meminta seluruh sewa dikapitalisasi bisa saja investor malah kehilangan informasi yang relevan dari pencatatan sewa operasi. Lindsey mengatakan bahwa pembuat standar harus mempertahankan adanya pengklasifikasian sewa menjadi sewa operasional dan sewa pembiayaan, sehingga jumlah yang tertera dalam laporan posisi keuangan (yang berasal dari sewa pembiayaan) dan jumlah yang diungkapkan dalam laporan keuangan (yang berasal dari sewa operasi) tetap bisa diketahui.
Kilpatrick et al (2006) menyatakan bahwa FASB seharusnya mengkaji ulang metode pencatatan lease yang menggunakan pendekatan right of use. Kilpatrick et al juga menyatakan bahwa FASB juga harus mengkaji ulang standar akuntansi sewa yang rule based dan mengadopsi standar dengan pendekatan yang lebih principle based yang mensyaratkan pengkapitalisasian kepentingan ekonomis perusahaan untuk sewa sewa yang tidak dapat dibatalkan. Pendekatan itu akan mengahasilkan perlakuan akuntansi yang merefleksikan substansi ekonomis dari suatu transaksi. Kilpatrick juga menambahkan bahwa dengan adanya pengklasifikasian aset sewaan menjadi operating dan financial lease, pengguna laporan keuangan dapat mengevaluasi perbandingan perusahaan yang menggunakan tipe sewa yang berbeda, sehingga pengguna laporan keuangan dapat menaksir risiko dari perusahaan yang sengaja menghindari pencatatan financial lease dengan lebih baik
Maines et al dari American Accounting Association atau AAA (2003) menyatakan bahwa SFAS No. 13 tentang akuntansi sewa adalah standar yang rule- based , terbukti dari adanya beberapa persyaratan numeris yang harus dipenuhi untuk mengklasifikasikan transaksi menjadi operating atau financial lease. Standar ini juga menyediakan panduan pengimplementasian yang mendetail yang diduga menjadi penyebab munculnya mentalitas “check box”, penekanan di luar substansi ekonomi transaksi dan mencegah manajer dalam membuat professional judgement dalam memilih standar akuntansi yang digunakan. Hal ini akan berujung pada substitusi dari operating lease menjadi financial lease atau sebaliknya, tergantung pada tujuan manajer.
2.4.Pengembangan Hipotesis
Untuk menguji apakah terjadi peningkatan kualitas informasi akuntansi maka digunakan pengujian atas value relevance dari informasi tersebut. Beaver (2002) menyatakan bahwa value relevance telah menjadi area penelitian yang paling utama dalam penelitian mengenai pasar modal dalam sepuluh tahun belakangan. Penelitian value relevance mengeksaminasi asosiasi antara variabel dependen harga saham dan sekumpulan variabel independen akuntansi. Suatu nilai akuntansi dikatakan value relevance apabila berkaitan secara signifikan dengan variabel dependen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Barth et al (2001). Barth et al menyatakan bahwa tujuan utama dari pengujian value relevance adalah untuk mengetahui relevansi dan reliabilitas dari angka-angka akuntansi yang ter-refleksi dalam nilai ekuitas. Nilai ekuitas merefleksikan angka akuntansi apabila keduanya saling berkorelasi.
Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai value relevance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang principle based menemukan terjadi peningkatan value relevance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang principle based dibandingkan dengan informasi akuntansi yang rule based (Dimitropaulos et al (2013) dan Hong (2008)). Menurut Dimitropaulos et al (2013) dan Hong (2008) menyatakan bahwa IFRS adalah standar akuntansi principle based yang berorientasi pada pasar dan mensyaratkan adanya pengungkapan yang ekstensif dibandingkan dengan standar akuntansi lokal yang rule based. International Accounting Standard Board (IASB) menghapuskan alternatif akuntansi dan mensyaratkan penggunaan pengukuran akuntansi yang lebih mencerminkan posisi dan kinerja ekonomis perusahaan. Oleh karena itulah, IFRS meningkatkan Value relevance Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai value relevance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang principle based menemukan terjadi peningkatan value relevance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang principle based dibandingkan dengan informasi akuntansi yang rule based (Dimitropaulos et al (2013) dan Hong (2008)). Menurut Dimitropaulos et al (2013) dan Hong (2008) menyatakan bahwa IFRS adalah standar akuntansi principle based yang berorientasi pada pasar dan mensyaratkan adanya pengungkapan yang ekstensif dibandingkan dengan standar akuntansi lokal yang rule based. International Accounting Standard Board (IASB) menghapuskan alternatif akuntansi dan mensyaratkan penggunaan pengukuran akuntansi yang lebih mencerminkan posisi dan kinerja ekonomis perusahaan. Oleh karena itulah, IFRS meningkatkan Value relevance
H1 Pengimpementasian PSAK 30 (Revisi 2007) meningkatkan value relevance dari laporan keuangan dibandingkan PSAK 30 (1994)
PSAK 30 (Revisi 2007) kembali direvisi menjadi PSAK 30 (Revisi 2011) dengan tujuan meningkatkan kualitas laporan keuangan entitas. PSAK 30 (Revisi 2007) direvisi kembali menjadi PSAK 30 (Revisi 2011) agar PSAK mengenai sewa menjadi lebih jelas dan lebih mudah dipahami, sehingga laporan keuangan yang dibuat berdasarakan standar akuntansi ini memiliki kualitas yang lebih baik (lebih value relevance ) dibandingkan dengan laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2007). Berdasarkan hal ini, maka hipotesis kedua yang diajukan adalah sebagai berikut
H2 Pengimpementasian PSAK 30 (Revisi 2011) meningkatkan value relevance dari laporan keuangan dibandingkan PSAK 30 (Revisi 2007)
Demper (2012) menemukan bahwa informasi akuntansi yang diperoleh dari model pencatatan financial lease adalah lebih value relevance dari pada informasi akuntansi yang diperoleh dari model pencatatan operating lease, karena informasi yang disediakan dari transaksi sewa operasi mengenai komitmen sewa di masa depan hanya diungkapkan di dalam catatan atas laporan keuangan dan bukannya diakui di laporan keuangan. Tidak semua investor bisa memperoleh gambaran yang sesungguhnya mengenai aktivitas sewa perusahaan serta hutang dan risiko perusahaan terkait dengan sewa tersebut, dan melakukan constructive operating lease juga membutuhkan beberapa informasi yang tidak mudah didapatkan (Beatie el al, 2008). Oleh karena itulah, hipotesis ketiga yang diajukan adalah sebagai berikut
H3 Perusahaan yang menggunakan metode financial lease untuk mencatat lease- nya memiliki informasi akuntansi yang lebih value relevance daripada perusahaan yang menggunakan metode operating lease untuk mencatat lease- nya
Pada tahun 2005 SEC mengestimsi ada sebesar 1.25 Triliun USD kas yang off balance sheet terkait dengan sewa operasi yang dilaporkan oleh perusahaan di AS. Sejak dikeluarkannya Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 13,
Accounting for Leases (FASB, 1976), telah banyak trik-trik yang dikembangkan untuk menghindari pengkapitalisasian sewa. Hal ini terjadi karena adanya celah dalam SFAS No 13 yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengindari pengkapitalisasian sewa ini. Hal ini diilustrasikan oleh Kilpatrick et al (2006) dengan menunjukkan bagaiamana perbedaan sebesar 0.5% dari total aset yang disewa bisa membuat suatu sewa diklasifikasikan menjadi dua model sewa yang berbeda. Kilpatrick et al (2006) menyatakan bahwa FASB harus mengkaji ulang standar akuntansi sewa yang rule based dan mengadopsi standar dengan pendekatan yang lebih principle based yang mensyaratkan pengkapitalisasian kepentingan ekonomis perusahaan untuk sewa sewa yang tidak dapat dibatalkan. Pendekatan itu akan mengahasilkan perlakuan akuntansi yang merefleksikan substansi ekonomis dari suatu transaksi. Oleh karena itulah maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
H4 Terjadi peningkatan value relevance dari informasi akuntansi operating lease dan financial lease yang dibuat berdasarkan PSAK 30 (1994) dibandingkan dengan informasi akuntansi operating lease dan financial lease yang dibuat berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2007)
PSAK 30 (Revisi 2007) kembali direvisi menjadi PSAK 30 (Revisi 2011). Tujuan. Standar akuntansi sewa direvisi kembali menjadi PSAK 30 (2011) mengikuti IAS 17 (2009). Dari tabel mengenai perbedaan PSAK 30 (Revisi 2007) dengan PSAK
30 (Revisi 2011) dapat kita lihat adanya beberapa perbedaan dalam hal penyempurnaan kalimat dalam standar tersebut (pemilihan kata-kata untuk menerjemahkan IAS 17 (2009) menjadi PSAK 30 (Revisi 2011)). Pembuatan standar membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar, oleh karena itulah seharusnya perevisian standar akuntansi sewa ini bertujuan untuk meningkatkan kulaitas informasi dari laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK yang baru ini (PSAK 30 (Revisi 2011)). Oleh karena itulah, hipotesis kelima yang diajukan adalah sebagai berikut
H5 Terjadi peningkatan value relevance dari informasi akuntansi operating lease dan financial lease yang dibuat menggunakan PSAK 30 (Revisi 2007) dibandingkan dengan informasi akuntansi operating lease dan financial lease yang dibuat menggunakan PSAK 30 (Revisi 2011)
3. Metode Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2002-2012 selain Bank dan perusahaan jasa keuangan karena adanya perbedaan operasional dan kebijakan kauntansi. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dimana populasi yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi beberapa kriteria sesuai dengan penelitian Dimitropaulos et al (2013), yaitu perusahaan-perusahaan yang memiliki data harga saham, nilai buku ekuitas, jumlah saham beredar, total hutang, laba bersih,dan komitmen sewa operasi atau pembiayaan untuk periode 2002-2012. Data diperoleh dari website BEI yaitu www.idx.co.id, dan melalui Datastream.
Dalam penelitian ini akan diuji value relevance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan PSAK 30 (1994) yang rule based dan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revsi 2011) yang principle based. Dalam penelitian ini juga akan diuji value relevance dari dua model leasing, yaitu financial lease dan operating lease. Hal yang diuji adalah perbandingan value relevance dari operating lease dan financial lease dan value relevance dari operating lease dibandingkan dengan financial lease antar periode. Value relevance tersebut akan diukur dengan menggunalan model valuasi yang disediakan oleh Ohlson (1995). Model Ohlson merepresentasikan nilai perusahaan sebagai fungsi linear dari expected future abnormal earnings dan present value dari expected future abnormal earning . Dengan adanya asumsi informasi yang dinamis, model nilai perusahaan dapat di-reekpresikan sebagai fungsi linear dari nilai buku ekuitas, laba bersih, dividen dan informasi lainnya (Barth et al., 2001). Demper (2012) menyatakan bahwa indikator value relevance dipilih untuk mengukur kualitas akuntansi karena indikator ini bisa merefleksikan efek dari pengkapitalisasian atau pengungkapan sewa dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Untuk mengukur value relevance dari model akuntansi sewa, Demper (2012) menambahkan total liabilitas dan mengeluarkan dividen dalam model tersebut.
Berdasarkan informasi dalam paragraf sebelumnya, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang diadopsi dari model yang digunakan oleh Dimitropaulos et al (2013) untuk menguji perbedaan value relevance dari informasi akuntansi dalam laporan keuangan yang dibuat berdasarkan standar akuntansi yang rule based dan principle based. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah ada variasi dalam relasi antara laba bersih per lembar saham dan nilai buku ekuitas per lembar saham dengan harga saham di antara standar akuntansi yang rule based (PSAK
30 1994) dan standar akuntansi yang principle based (PSAK 30 Revisi 2007 dan PSAK
30 Revisi 2011). Apabila eksplanatory power dari kelompok sampel di tahun dimana standar akuntansi yang digunakan adalah IFRS, maka diambil kesimpulan bahwa pengimplementasian IFRS meningkatkan informasi akuntansi karena terjadi peningkatan value relevance dari informasi akuntansi pada laporan keungan perusahaan.
Menurut Barth et al (2001), dengan adanya asumsi informasi yang dinamis, model penelitian value relevance dapat direekspresikan sebagai fungsi linear dari nilai buku ekuitas, laba bersih, dividen dan informasi lainnya. Dalam penelitian ini ditambahkan variabel total hutang per lembar saham seperti model yang digunakan dalam penelitian Demper (2012). Dalam penelitiannya Demper menguji perbedaan value relvance dari informasi akuntansi yang dibuat berdasarkan moel akuntansi sewa operasi dan sewa pembiayaan. Dalam penelitian tersebut Demper menambahkan variabel total hutang untuk mengukur value relevance dari model akuntansi yang digunakan perusahaan. Total hutang dimasukkan ke dalam model penelitian karena model akuntansi sewa yang digunakan oleh perusahaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasio keuangan perusahaan yang terkait dengan hutang perusahaan.
Model untuk menguji seluruh hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pit=β 0 +β 1 BVEPS it +β 2 NIPS it + β 3 TLPS it + ε it
Di mana: P
: adalah harga saham tiga bulan setelah periode pelaporan keuangan BVEPS : adalah nilai buku dari ekuitas biasa per lembar saham NIPS : adalah laba bersih per lembar saham TLPS : adalah total liabilitas per lembar saham yang dilaporkan ε
: adalah informasi value relevant lainnya dari perusahaan
Pengukuran value relevance dalam penelitian ini adalah berdasarkan explanatory power dari regresi harga saham pada laba bersih, nilai buku ekuitas dan total hutang.
Sebelum melakukan regresi untuk seluruh kelompok sampel pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji statistik dan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model yang digunakan signifikan, dan hasil regresi yang diperoleh memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Untuk menguji hipotesis pertama, Sebelum melakukan regresi untuk seluruh kelompok sampel pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji statistik dan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model yang digunakan signifikan, dan hasil regresi yang diperoleh memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Untuk menguji hipotesis pertama,
value relevance 2 ditandai dengan lebih tingginya nilai R untuk kelompok sampel 2008- 2011. Untuk menguji hipotesis kedua data di-run untuk kelompok sampel 2008-2011
(periode PSAK 30 (Revisi 2007) dan kelompok sampel tahun 2012 (periode PSAK 30 (Revisi 2011). Peningkatan value relevance ditandai dengan lebih tingginya nilai R 2
untuk kelompok sampel 2012. Untuk menguji hipotesis ketiga, data di-run untuk kelompok sampel sewa operasi tahun 2002-2012 dan kelompok sampel sewa pembiayaan tahun 2002-2012. Model sewa pembiayaan dikatakan lebih value relevance
apabila nilai R 2 nya lebih tinggi daripada kelompok sampel sewa operasi. Untuk menguji hipotesis keempat, data di-run untuk kelompok sampel sewa operasi tahun
2002-2007, kelompok sampel sewa operasi tahun 2008-2011, kelompok sampel sewa pembiayaan tahun 2002-2007 dan kelompok sampel 2008-2011. Peningkatan value
relevance 2 ditandai dengan lebih tingginya R dari kelompok sampel baik sewa operasi maupun sewa pembiayaan tahun 2008-2011. Untuk menguji hipotesis kelima, data di-
run untuk kelompok sampel sewa operasi tahun 2008-2011, kelompok sampel sewa operasi tahun 2012, kelompok sampel sewa pembiayaan tahun 2008-2011 dan kelompok sampel 2012. Peningkatan value relevance ditandai dengan lebih tingginya R2 dari kelompok sampel baik sewa operasi maupun sewa pembiayaan tahun 2012.
4. Hasil Penelitian
Berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan pada bagian metode penelitian, maka diperoleh total observasi sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pemilihan Sampel
Jumlah
Jumlah
Jumlah Perusahaan
Jumlah Perusahaan Tahun
Jumlah
Perusahaan yang
yang Tidak Memiliki
Perusahaan
Memiliki Data
Outlier yang
Data yang Lengkap
yang Lengkap
Diobservasi
4 181 Jumlah
Dalam Tabel 3 disajikan statistik deskriptif untuk pengujian hipotesis pertama dan kedua. Pada Tabel 4 disajikan statistik deskriptif untuk pengujian hipotesis ketiga, dan pada Tabel 5. disajikan statistik deskriptif untuk pengujian hipotesis keempat dan kelima.
Dari tabel statistik deskriptif dapat dilihat bahwa rerata nilai harga saham dan total hutang per lembar saham sangat bervariasi dengan standar deviasi hampir dua kali rata-ratanya. Hal ini menunjukkan bahwa rentang nilai harga saham dan total hutang per lembar saham dari perusahaan-perusahaan yang diteliti sangat lebar. Rerata laba bersih per lembar saham dan nilai buku ekuitas per lembar saham juga sangat bervariasi, dengan angka terkecil bernilai negatif. Perusahaan yang memiliki nilai laba yang negatif (rugi) atau nilai buku ekuitas negatif tidak dikeluarkan dari sampel penelitian ini karena nilai laba yang negatif (rugi) dan nilai buku ekuitas yang negatif bisa juga mendorong perusahaan untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dan mengakibatkan kualitas laporan keuangan menurun. Rerata untuk variabel dummy tahun meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah observasi meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah perusahaan yang memiliki data keuangan yang lengkap sehingga jumlah observasi semakin besar seiring berjalannya waktu.
Tabel 3. Statistik Deskriptif Hipotesis Pertama dan Kedua
Variabel Observasi
Mean
Std.Dev.
Min Max
Kelompok Sampel 2002-2007 Price
11.25 11265.34 Nips
-860.232 5109.368 Bveps
-5006.89 6143.558 Tlps
0.001322 9693.004 d12002
0 1 d22003
0 1 d32004
0 1 d42005
0 1 d52006
Kelompok Sampel 2008-2011 price 766
0 1 Kelompok Sampel 2012 Price 181
0.007639 9693.004 Keterangan: Price = Harga saham tiga bulan setelah periode pelaporan keuangan BVEPS = nilai buku dari ekuitas biasa per lembar saham NIPS = laba bersih per lembar saham TLPS = total liabilitas per lembar saham yang dilaporkan D12002 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2002 dan 0 untuk periode selain 2002 D12003 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2003 dan 0 untuk periode selain 2003 D12004 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2004 dan 0 untuk periode selain 2004 D12005 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2005 dan 0 untuk periode selain 2005 D12006 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2006 dan 0 untuk periode selain 2006 D12008 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2008 dan 0 untuk periode selain 2008 D12009 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2009 dan 0 untuk periode selain 2009 D12010 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2005 dan 0 untuk periode selain 2010
Sumber: data diolah, 2013
Tabel 4. Statistik Deskriptif Hipotesis Ketiga
11.25 11265.34 Kelompok Sampel Sewa Operasi Nips
Kelompok Sampel Sewa Pembiayaan
11265.34 Nips
Price 485
997.2661
1980.403
13.625
4403.343 Bveps
485
51.99746
267.2658
-558.94
6143.558 Tlps
485
412.3905
904.4272
-4469.21
485
656.9835
1205.768
0.004028
9693.004
d1 485
0.012371
0.11065
d2 485
0.018557
0.135093
d3 485
0.065979
0.248502
d4 485
0.096907
0.296137
d5 485
0.12165
0.327218
d6 485
0.127835
0.334251
d7 485
0.123711
0.329592
d8 485
0.115464
0.319911
d9 485
0.140206
0.347559
d10
485
0.113402
0.317411
Keterangan: Price = Harga saham tiga bulan setelah periode pelaporan keuangan BVEPS = nilai buku dari ekuitas biasa per lembar saham NIPS = laba bersih per lembar saham TLPS = total liabilitas per lembar saham yang dilaporkan D1 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2002 dan 0 untuk periode selain 2002 D2 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2003 dan 0 untuk periode selain 2003 D3 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2004 dan 0 untuk periode selain 2004 D4 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2005 dan 0 untuk periode selain 2005 D5 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2006 dan 0 untuk periode selain 2006 D6 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2007 dan 0 untuk periode selain 2007 D7 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2008 dan 0 untuk periode selain 2008 D8 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2009 dan 0 untuk periode selain 2009 D9 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2010 dan 0 untuk periode selain 2010 D10= Dummy 1 untuk observasi tahun 2011 dan 0 untuk periode selain 2011
Sumber: data diolah, 2013
Tabel 5. Statistik Deskriptif Hipotesis Kempat dan Kelima
Kelompok Sampel Sewa Operasi 2002-2012 price 534 823.4591 1646.525 11.25
11265.34 nips
534 48.05222 338.7141 -860.232 5109.368 bveps 534 286.8594 839.6977 -5006.89 6143.558 tlps
price 527 1642.104 2662.373 18.21428 11265.34 nips
527 179.7832 973.8048 -2234.24 14162.64 bveps 527 575.3366 1185.816 -3750.59 6143.558 tlps
price 150 1907.708 2884.022 50 11265.34 nips
150 201.2314 1080.189 -77.6406 12954.18 bveps 150 661.9999 1273.15
-661.956 6143.558 tlps
Kelompok Sampel Sewa Pembiayaan 2002-2012 price
4733.459 Keterangan: Price = Harga saham tiga bulan setelah periode pelaporan keuangan BVEPS = nilai buku dari ekuitas biasa per lembar saham NIPS = laba bersih per lembar saham TLPS = total liabilitas per lembar saham yang dilaporkan D12002 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2002 dan 0 untuk periode selain 2002
D12003 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2003 dan 0 untuk periode selain 2003 D12004 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2004 dan 0 untuk periode selain 2004 D12005 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2005 dan 0 untuk periode selain 2005 D12006 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2006 dan 0 untuk periode selain 2006 D12008 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2008 dan 0 untuk periode selain 2008 D12009 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2009 dan 0 untuk periode selain 2009 D12010 = Dummy 1 untuk observasi tahun 2010 dan 0 untuk periode selain 2010
Sumber: data diolah, 2013
Pada tabel berikut ini disajikan hasil pengolahan data atas seluruh kelompok sampel untuk pengujian hipotesis pertama sampai hipotesis kelima.
Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis Pertama Hingga Kelima
R2 Jumlah Sampel
Prob>Chi2 Prob>F
Sampel Observasi
2002-2007 BVEPS
1.17 NIPS
TLPS
D1 0.001
D2 0.297
D3 0.725
D4 0.735
D5 0.026
0.2266 750 2008-2011
BVEPS
2.17 NIPS
1.53 TLPS
D1 0.004
D2 0.047
D3 0.868
0.4250 181 Sewa Operasi
1.45 2002-2012
NIPS
BVEPS
1.52 TLPS
D1 0. 000
D2 0.000
D3 0.001
D4 0.007
D5 0.539
D6 0.003
D7 0.033
D8 0.676
1.69 D10
D9 0.792
0.3275 1212 Sewa
2.00 Pembiayaan
NIPS
2.70 2002-2012
BVEPS
TLPS
D1 0.066
D2 0.535
D3 0.246
D4 0.177
D5 0.377
D6 0.094
D7 0.067
D8 0.336
2.75 D10
D9 0.814
Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis Pertama Hingga Kelima (Lanjutan)
R2 Jumlah Sampel
Prob>Chi2 Prob>F
Sampel Observasi
1.24 2002-2007
Sewa Operasi Nips
0.2615 534 Sewa Operasi
1.58 2008-2011
Nips
Bveps
1.93 Tlps
D8 0.047
1.45 D10
D9 0.961
0.3134 527 Sewa
1.29 Pembiayaan
Nips
1.36 2002-2007
Bveps
Tlps
d1 0.161
d2 0.678
d3 0.389
d4 0.508
d5 0.186
Sewa Nips
0.4545 239 Sewa Operasi
Pembiayaan bveps
0.8541 31 Sumber: data diolah, 2013
Dari tabel 4.5 pada kita peroleh infomasi berikut ini: • Nilai Prob > F dari seluruh kelompok sampel adalah sebesar 0.0000. Nilai