Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Pidana Pencurian Sepeda Motor Yang di Lakukan Oleh Sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)

(1)

ABSTRAK

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH SINDIKAT DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)

Oleh Gagan Ghautama

Kepolisian sebagai pengayom masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Termasuk dalam hal penegakan hukum tindak pidana pencurian. Salah satu bentuk upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian khususnya Tim Reskrim Polsekta Kedaton adalah tidak henti-hentinya dalam membongkar sindikat pencurian kendaraan bermotor dengan berbagai modus dan berbagaicara. Permasalahan dalam skripsi ini adalah, a) Bagaimanakah Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung,b) Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer, dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari penelitian di lapangan dengan cara melakukan wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan:a) Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung adalah dengan peranan yang seharusnya dan peranan yang sebenarnya dilakukan oleh pihak Kepolisian Sektor kedaton dalam hal mengayomi masyarakat dan menjaga keamanan serta ketertiban umum dengan upaya yang dilakukan sesuai tugas yang diemban berdasarkan undang-undang meskipun selama ini belum optimal.b) Faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung antara lain faktor sarana pendukung seperti prasarana unit kendaraan patroli yang digunakan kepolisian yang masih kurang mencukupi, faktor penegak hukum kuantitas atau masih minimnya jumlah personil anggota Polri dalam penanganan kasus sindikat pencurian, faktor masyarakat berupa kebiasaan masyarakat yang masih enggan melapor dan menjadi saksi apabila terjadi suatu tindak pidana.


(2)

dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung, sudah sepatutnya kepolisian terus mengupayakan terciptanya suatu keamanan yang seperti diinginkan masyarakat agar terlepas dari itu tidak menciptakan kesan buruk bagi institusi Kepolisian itu sendiri. b) Perlu meningkatkan kuantitas atau jumlah personil dan sarana prasarana taktis dari penegak hukum (kepolisian) yang masih kurang serta terus mengupayakan melakukan pembinaan melalui polmas (Polisi Masyarakat) kepada masyarakat apabila terjadi suatu tindak pidana pencurian oleh sindikat pencurian yang ada di Bandar Lampung.


(3)

(4)

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH SINDIKAT DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)

( Skripsi )

OLEH : Gagan Ghautama

UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM

BANDARLAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

MOTO:

Salah satu sifat kegagalan hidup adalah membiarkan fikiran cemerlang diperbudak oleh tubuh yang mendahulukan istirahat sebelum lelah

(Gagan Ghautama)

Makin banyak belajar, makin insaflah kita betapa sedikitnya yang kita ketahui. (Kong Fu Tse)

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang yang khusyu”.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 16

II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepolisian RI ... 18

1. Tugas dan Fungsi Kepolisian RI ... 18

2. Fungsi Kepolisian RI dalam Masyarakat ... 20

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 24

C. Tinjauan Umum Tidak Pidana Pencurian ... 28

1. Pencurian Ringan ... 29

2. Pencurian Dengan Pemberatan ... 30

D. Pengertian Penyertaan dalam tindak Pidana ... 35

III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 42

B. Jenis Dan Sumber Data ... 42

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 43

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 44


(9)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden………... 46

B. Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Yang Dilakukan Oleh Sindikat Di Bandar

Lampung ……… 47

C. Faktor-Faktor Penghambat Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Yang Dilakukan Oleh Sindikat Di Bandar Lampung Lampung... 57

V PENUTUP

A. Simpulan ... 63 B. Saran ... 64


(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukurku sebagai hamba yang lemah kepada Allah SWT atas semua nikmat dan karunia-Nya.

Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang serta bhakti yang tulus, kupersembahkan karya ini

untuk :

Ayah dan Ibuku tercinta yang selama ini berjuang keras mendidik hingga Gagan Ghautama dewasa. Memberikan dukungan moril maupun materiil, Gagan optimis

dan percaya untuk membuat kalian bangga kelak. Dan untuk keluargaku yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu

Kakak dan adikku tersayang

yang selalu memberi motivasi dan semangat.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Gagan Ghautama beragama islam dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada tanggal 25 Februari 1987, sebagai anak ke-dua dari empat bersaudara, dari Bapak Hargono dan Ibu Karsiyati (Alm).

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Dharma Wanita, Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 21 Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2003, dan SMK Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006.

Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan kemudian mengambil minat pada bagian Hukum Pidana.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan, Selain itu penulis mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan dalam program KKN di Mahkamah Konstitusi dan Badan Narkotika Nasional (BNN).


(12)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT serta Sholawat dan Salam tak hentinya kita sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW atas segala berkat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: “PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH SINDIKAT DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kepolisian Sektor Kedaton)”.

”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan yang datang dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan hati yang besar penulis mengucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan selaku Pembimbing I, yang telah sabar memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna penyelesaian skripsi ini dan penyelesaian studi;

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekertaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II, yang telah sabar memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna penyelesaian skripsi ini dan penyelesaian studi;


(13)

5. Ibu Dr. Nikmah R, S.H., M.H., selaku Pembahas I, yang telah memberikan masukan dan saran guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini;

6. Bapak Budi Riski, S.H., M.H., selaku Pembahas II, yang telah memberikan masukan dan saran selama proses perbaikan skripsi ini;

7. Bapak Yusdiyanto S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis; 8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi pengembangan wawasan penulis;

9. Seluruh Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10.Kedua Ayah dan Ibuku yang cukup sabar mengasuh, mendidik, membesarkan penulis sampai kelak menjadi seorang Sarjana Hukum. Semoga Allah SWT memberikan Rahmat Nya kepada kalian hingga akhir kelak;

11.Kakak dan adik yang senantiasa selalu menayakan kapan lulus, yang memberikan motivasi untuk segera melaksanakan kewajiban tersebut;

12.Sahabat sejalan menyatukan perbedaan menimbulkan kekuatan dan saling mengisi yang menjadikan penulis semakin semangat dalam menjalani kehidupan, terima kasih Huex 08 Brother’s Akhmad Ramadani Said S.H, Lira Fetricia Farryal S.H, Lulu Amzah S.H, Dwi Rahmad Saputra S.H, Redo Bayu Pratama S.H, Fega Sury Marlinda Bujung S.H, Jury Aji Stihali, Dedi Kurniawan S.sos, Sulis Trianto S,H, Ira Yulyatin S.Pd (bondol) Inti Kurniasari (acil) dan Oni Dia Kumala (Moot) yang menemaniku dikala susah maupun senang sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;


(14)

civitas akademik Universitas Lampung dan bagi ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Oktober 2014

Penulis


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) sehingga saling melengkapi satu sama lainnya. Dari adanya hubungan tersebut masing- masing dari individu tersebut mempunyai kewajiban dan haknya dalam bermasyarakat yang berpedoman pada norma-norma yang ada, sehingga dapat menciptakan keadaan yang aman dan tentram saat tidak ada pelanggaran norma.

Kejahatan bersumber dari masyarakat,masyarakat yang memberi kesempatan dan masyarakat itu sendiri yang menanggung akibat dari kejahatan itu walau tidak secara langsung. Aksi pencurian dan kejahatan adalah salah satu bentuk kejahatan yang akan terus ada dalam masyarakat yang merupakan bagian keseimbangan antara kebajikan dan kebatilan.

Upaya penegakan hukum terhadap gangguan keamanan, ketertiban, dan tindak kriminalitas telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan walaupun masih ditemukan gangguan keamanan dan hambatan yang dapat mengganggu suasana yang sudah kondusif tersebut.1 Langkah Pemerintah khususnya Kepolisian tersebut akan terus dilakukan secara konsisten dan seyogyanya

1

BAPPENAS, Makalah Peningkatan Keamanan, Ketertiban, Dan Penanggulangan Kriminalitas Bab4/2012.hlm.2.


(16)

didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat agar kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan.

Kepolisian dalam hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pengayom masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus pencurian. Pihak kepolisian yang begitu dekat dengan masyarakat diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi fenomena fenomena kejahatan di masyarakat.2

Upaya memberantas kejahatan khususnya ditengah masyarakat maka seluruh jajaran Polri memiliki kewajiban untuk melakukan penegakan hukum dalam hal gangguan keamanan pencurian dan kejahatan guna meminimalisir kejahatan dan menciptakan situasi yang aman dan tenteram. Dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada danberlaku serta pedoman pelaksanaan Polri yang telah diatur dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi: barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun, yang terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur-unsur keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian ataupun seluruhnya milik

2


(17)

3

orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).

Sebagai contoh akhir-akhir ini di Provinsi Lampung khususnya di Wilayah Hukum Kedaton Bandar Lampung pada khususnya terdapat kecendrungan meningkatnya kasus terhadap pencurian kendaraan bermotor. Selain melukai korban kejahatannya, pelaku juga tega menghilangkan nyawa orang lain. Kejahatan pencurian sepeda motor dengan biasanya menimpa para pengemudi ojek seperti akhir-akhir ini. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian sepeda motor memang tidak akan dapat tertekan akibat laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi di Bandar Lampung.3

Indikasi meningkatnya kejahatan pencurian kendaraan bermotor tidak saja disebabkan oleh laju pertumbuhan kendaraan bermotor semata, namun juga diperlihatkan dengan banyaknya laporan kehilangan kendaraan bermotor yang diterima oleh pihak berwajib dalam hal ini pihak kepolisian. Laporan yang diterima pihak kepolisian Polresta Bandar Lampung selama tahun 2013 – 2014 sekitar 1391 kasus untuk pencurian roda dua dan 328 kasus pencurian roda empat. Meskipun polresta Bandar Lampung berupaya menekan angka laju kejahatan pencurian kendaraan bermotor cenderung masih menunjukan angka kejahatan yang cukup tinggi. Keadaan ini cukup memprihatinkan, mengingat terjadi

keresahan masyarakat korban kejahatan pencurian kendaraan

bermotor.Masyarakat yang menjadi korban kejahatan akan mempertanyakan

3

Romi Rinando. Sindikat Pencurian Motor Diringkus. Harian Tribun 11 April 2013. http://www.tribunnews.com. 16-05-29014 (22:33)


(18)

kinerja aparat keamanan dalam hal ini pihak kepolisian dalam menjalankan tugasnya mencegah kejahatan pencurian kendaraan bermotor.

Seperti dikutip di beberapa harian dan surat kabar yang menjelaskan banyak terjadinya kasus pencurian dengan beberapa modus dan dengan sindikat pencurian yang profesional dengan pelaku kejahatan orang dewasa hingga masih berstatus pelajar seperti beberapa kasus diantaranya, tertangkapanya pelajar SMP yang terlibat dalam sindikat pencurian oleh Kepolisian Sektor Kedaton, Kapolsekta Kedaton Kompol Yohanes Agustiandaru mengatakan, (11/02/2014) Tim Reskrim Polsekta Kedaton berhasil membongkar sindikat pencuri motor yang dilakukan oleh pelaku yang masih dibawah umur. Mereka yakni pelajar SMP di Bandar Lampung. Polsek Kedaton berhasil membongkar sindikat pencurian kendaraan bermotor (curanmor), yang melibatkan pelajar SMP. Petugas meringkus dua pelajar SMP, sebagai pelaku dan pembeli, berikut barang bukti dua unit motor, dan kunci letter T.4

Wilayah Bandar Lampung lain juga tidak luput menjadi sasaran dari para sindikat pencurian kendaraan motor seperti di lansir berita yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu Kepolisian Unit reskrim Polsekta Teluk Betung Utara meringkus empat remaja yang diduga menjadi sindikat pencurian kendaraan bermotor (Curanmor) di wilayah Teluk Betung dan Kedaton, penangkapan empat tersangka ini berdasarkan laporan tindak pidana pencurian sepeda motor di dua lokasi perkara yakni oleh korban Emmi Indriyani warga Jalan Gg. Aster kelurahan Kupang Teba dan korban Enjang Wawan warga Kupang Teba, barang bukti ada

4

Agung.Terlibat Sindikat Curanmor Pelajar SMP Diamankan Polsek Kedaton, http://www.bandarlampungnews.com/16-05-2014 (22:33)


(19)

5

empat, tapi hanya tiga yang berhasil diamankan karena satu motor sudah dijual oleh tersangka ke penadah di wilayah Padang Cermin yang masih DPO seharga Rp2 juta, perbuatannya para tersangka akan dijerat pasal 363 KUHP dengan pencurian dengan pemberatan dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.5

Kepolisian tidak pernah henti-hentinya dalam membongkar sindikat pencurian kendaraan motor, dengan berbagai modus dan cara, di kutip pernyataan Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Takdir Matanette dalam penangkapan sindikat pencurian kendaraan motor di wilayah kota Bandar Lampung sindikat pencuri motor tersebut dalam beraksi modusnya mereka menggunakan kunci leter T, dengn cara merusak setang dan kontak motor, dengan pelaku dan penadah kebanyakan dari luar Bandar Lampung seperti Kotabumi dan Lampung timur.6

Pemberian sanksi terhadap pelaku tindak pidana pencurian merupakan bentuk pertanggungjawaban pidana yang melalui proses penegakan hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual didalam masyarakat beradab. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapaihasil

5

Toni. Astaga Remaja jadi Sindikat Curanmor. http://www.kupastuntaslampung.com/16-05-2014 (22:33)

6

Romi Rinando. Sindikat Pencurian Motor Diringkus. Harian Tribun 11 April 2013. http://www.tribunnews.com. 16-05-29014 (22:33)


(20)

undangan pidana yangsesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang7.

Penegakan hukum terhadap kejahatan merupakan salah satu tujuan dalam satu sistem peradilan pidana yang terpadu. Sistem peradilan pidana yang terpadu adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan bertujuan agar kejahatan tetap berada dalam batas toleransi masyarakat8. Sistem ini akan dianggap berhasil apabila terjadi keterpaduan antara ketiga komponen penegakan hukum, dalam hal ini kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan memang bukan tanggung jawab kepolisian semata, serta ketiga komponen penegak hukum lainya, melainkan dibutuhkan juga peran serta masyarakat dalam pihak kepolisian pada khususnya9.

Luasnya ruang lingkup tindak pidana oleh sindikat pencurian kendaraan bermotor dengan berbagai macam cara dan modus baik secara bersama dengan cara sembunyi-sembunyi maupun kekerasan sudah sangat meresahkan masyarakat Bandar Lampung pada umumnya sehingga sudah menjadi tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum khususnya Kepolisian untuk mengungkap kasus sindikat pencurian bermotor tersebut. Hal inilah yang melatar belakangi penulis memilih kasus pencurian dengan sindikat pencurian sebagai penelitian skripsi penulis, yaitu suatu “Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Pidana Pencurian Sepeda Motor yang Dilakukan oleh Sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)”.

7

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1993, hlm. 46.

8

Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, 1994, hlm. 140.

9Ibid, hlm. 6.


(21)

7

B. Permasalahan dan Ruang lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan diatas atau pada halaman sebelumnya, maka masalah yang diangkat atau diajukan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)?

2. Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton)?

2. Ruang Lingkup

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka dibatasi ruang lingkup penelitian dalam ruang lingkup hukum pidana, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mendapatkan data dalam menjawab permasalahan dengan ruang lingkup penelitian yaitu peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung, yang menjadi ruang lingkup dan lokasi adalah Kepolisian Sektor Kedaton Bandar Lampung dan Fakultas Hukum Unila pada tahun 2013-2014.


(22)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui peran Kepolisian dalam penegakan hokum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton).

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton).

2. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa. Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini :

a. Kegunaan Teoritis

Menjadi sumbangsih bagi pemerintah, khususnya bagi Kepolisian sebagai bahan pengetahuan mengenai Peran Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pencurian sepeda motor oleh sindikat dan faktor penghambatnya, demi terciptanya keamanan dan ketentraman bagi masyarakat.

b. Kegunaan Praktis

a) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai Pidana Pencurian oleh Sindikat.


(23)

9

b) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi, penambahan pengetahuan hukum umumnya dan hukum pidana

c) Memberikan pengetahuan kepada kita semua tentang tugas dan fungsi aparat penegak hukum dalam penegakan hukum khususnya Tindak Pidana Pencurian oleh Sindikat atau secara bersama-sama.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.10 Manusia sebagaimana diakui oleh hukum (pendukung hak dan kewajiban hukum) pada dasarnya secara normal mengikuti hak-hak yang dimiliki manusia. Hal ini berkaitan dengan arti hukum yang memberikan pengayom, kedamaian dan ketentraman seluruh umat manusia dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.11 Kata teoritis adalah bentuk adjective dari kata “teori”. Teori adalah

anggapan yang teruji kebenarannya, atau pendapat/cara/aturan untuk melakukan sesuatu, atau asas/hukum umum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan.

10

Soerjano, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta, Universitas Indonesia pres, 2007, hlm.127.


(24)

Pengertian peranan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam hal ini dia mengatakan bahwa “peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.”12

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kududukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka hal ini berarti ia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling bertentangan satu sama lain. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal tersebut sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Peranan lebih banyak menekankan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.13

Peranan menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa suatu peranan tertentu dapat dijabarkan kedalam dasar-dasar berikut:14

1. Peranan yang ideal (ideal role)

2. Peranan yang seharusnya (expected role)

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Sementara peranan itu sendiri

12

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.243.

13

Ibid,hlm.268.

14

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Penganta edisi barur. Rajawali Press, Jakarta, 2009, hlm.213.


(25)

11

diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.Peranan mencakup tiga hal, yaitu : 15

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang menjadi pedoman/membimbing seseorang untuk melakukan suatu aktifitas dalam kehidupan masyarakat;

b. Peran dalam suatu konsep, perihal yang dapat dilakukan oleh seorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian kegiatan yang dianggap paling tepat atau ideal yang dilakukan seseorang dalam kedudukan di masyarakat dalam menjalani tugasnya,

c. Peranan yang kenyataannya dapat dilakukan seseorang dalam aktifitasnya yang berkaitan dengan kedudukannya dalam masyarakat, peranan dalam arti ini adalah peran konkrit yang dilakukan seseorang karena situasi dan kondisi yang ada disekitarnya, sehingga wujud nyata dari peran tersebut adalah berupa kebijakan-kebijakan yang belum tentu sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak perlu sebagai suatu aktifitas yang seharusnya (yang ideal), melainkan aktifitas yang lahir karena keadaan yang nyata yang mempengaruhinya.

Pengertian tindak pidana maupun strafbaar feit menurut Simons, strafbaar feit

adalah

“Kelakuan atau handeling yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab” 16

15


(26)

Penegakan hukum pidana merupakan bagian dari formulasi kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal), dengan tujuan akhir adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Dengan demikian penegakkan hukum pidana yang merupakan bagian hukum pidana perlu di tanggulangi dengan penegakan hukum pidana berupa penyempurnaan peraturan perundang-undangan dengan penerapan dan pelaksanaan hukum pidana dan meningkatkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana.

Masalah penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut, faktor-faktor penegakan hukum adalah sebagai berikut:17

a. Faktor Perundang-undangan (substansi hukum)

Praktek menyelenggarakan penegakan hukum di lapangan sering sekali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakansuatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

b. Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa

16

Ruslan Saleh, Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif, Jakarta, Aksara Baru, 1981, hlm. 21.

17

Soekanto, Soerjano, Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta, Rajawali, 1986, hlm. 8.


(27)

13

kebenaran adalah suatu kebejatan.Penegakan kejahatan tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan.Maka keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan.

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

Sarana dan faslitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, orgnisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranannya sebagaimaa mestinya.

4. Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum.Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakintinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

5. Faktor kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undagan dengan kebudayaan


(28)

masyarakat, apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tiak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakan peraturan tersebut.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu.18 Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah.19

Upaya memudahkan pengertian yang terkandung dalam kalimat judul penelitian ini, maka penulis dalam konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan sekripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

a. Peranan dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, yang lebih anyak menekankan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses .20

b. Kepolisian Menurut Hoegeng, polisi secara universal mencakup fungsi dan organ yang merupakan lembaga resmi yang diberi mandat untuk memelihara ketertiban umum, perlindungan orang serta segala sesuatu yang dimilikinya

18

Sanusi Husin, Penuntun Praktis Penulisan Skripsi, Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 1991, hlm. 9.

19

Soerjono, Soekanto.. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta, Universitas Indonesia pres , 2007, hlm. 32.

20


(29)

15

dari keadaaan bahaya atau gangguan umum serta tindakan-tindakan melanggar hukum.21

c. Penegakan hukum Pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.22

d. Pengertian Tindak pidana maupun strafbaar feit menurut Simons, strafbaar feit adalah “Kelakuan atau handeling yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab” 23

e. Pengertian pencurian dengan Sindikat adalah, Pencurian sendiri dapat dirumuskan yaitu mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, untuk dimilikinya dengan cara melanggar hukum. 24

f. Sindikat sendiri dapat berarti sindikat Kriminal, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas criminal.25 Atau dalam arti lain merupakan suatu kejahatan terorganisir yaitu suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup

21

Ari Santoso dkk, Hoegeng, Yogyakarta, Betang pustaka, 2009, hlm. 4. 22

Soerjono, Soekanto, Factor-faktor Yang Mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta, Rajawali pers, 2005.

23

Ruslan Saleh, Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif'.Jakarta, Aksara Baru. 1981, hlm . 21.

24

R Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor, poilitea.1991.hlm.15.

25

Pamoengkas, Pengertian Sindikat perdagangan Manusia. http://id.shvoong.com/24-05-2014 (09:00)


(30)

dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban.26

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini secara keseluruhan dapat mudah dipahami dari sitematika penulisannya yang disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang pendahuluan yang merupakan latar belakang yang menjadi perumusan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang menjelaskan teori dan istilah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar yang berisikan tentang pengertian-pengertian umum pengertian Kepolisian, Penegakan Hukum, Tindak Pidana Pencurian.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini membahas metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian, terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data secara analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang membahas permasalahan-permasalahan yang ada, yaitu: mengenai Peran Kepolisian dalam penegakan

26


(31)

17

hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton).

V. PENUTUP

Bab ini merupakan hasil akhir yang berisikan kesimpulan dari penulisan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kepolisian RI

1. Tugas dan Fungsi Kepolisian Republik Indonesia

Eksistensi Kepolisian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang harus dijalankan sehubungan dengan perlengkapan serta atribut yang melekat pada individu maupun instansi, dalam hal ini diberikan oleh Polri didasarkan atas asas Legalitas Undang-Undang yang karenanya merupakan kewajiban untuk dipatuhi oleh masyarakat. Agar peran ini bisa dijalankan dengan benar, pemahaman yang tepat atas peran yang diberikan harus diperoleh.

Pemaknaan akan Pelindung, Pengayom, dan Pelayan masyarakat bisa beragam dari berbagai tinjauan, namun untuk kesamaan persepsi bagi kita dan langkah bagi kita, pemaknaan itu dapat dirumuskan: 1) Pelindung: adalah anggota POLRI yang memiliki kemampuan memberikanperlindungan bagi warga masyarakat, sehingga terbebas dari rasa takut, bebas dari ancaman atau bahaya, serta merasa tentram dan damai, 2) Pengayom: adalah anggota POLRI yang memiliki kemampuan memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dorongan, ajakan, pesan dan nasehat yang dirasakan bermanfaat bagi warga masyarakat.3) Pelayan: adalah anggota POLRI yang setiap langkah pengabdiannya dilakukan secara bermoral, beretika, sopan, ramah dan proporsional


(33)

19

Pemaknaan dari peran Pelindung, Pengayom dan Pelayan seyogianya tidak hanya tampil dalam setiap langkah kegiatan apapun yang dilakukan oleh personil Polri berkaitan dengan tugasnya, melainkan juga dalam perilaku kehidupannya sehari-hari Tampilan perilaku dimaksud akan sangat tergantung pula kepada integritas pribadi masing-masing anggota Polri, untuk bisa dilaksanakan secara sadar, baik dan tulus. Pada intinya, perilaku yang ditampilkan dapat berwujud :

Sebagai Pelindung : berikan bantuan kepada masyarakat yang merasa terancam dari gangguan fisik dan psikis tanpa perbedaan perlakuan

1. Sebagai Pengayom : dalam setiap kiprahnya, mengutamakan tindakan yang bersifat persuasif dan edukatif

2. Sebagai Pelayan : layani masyarakat dengan kemudahan, cepat, simpatik, ramah, sopan serta pembebanan biaya yang tidak semestinya

3. Sebagai pengayom : POLRI harus selalu simpati dan ramah tamah. Disini ada tiga konsep policy Kapolri yang relevan, yaitu etis,tanggap dan jangan semena mena. Sedangkan sebagai pengawas masyarakat, Polri harus tegas, berwibawa dan kalau perlu keras. Satu lagi konsep policy Polri adalah relevan kuat, yaitu Polri harus sadar bahwa dirinya adalah sebagai ”Crime Hunter”.

Polisi harus bertindak keras tetapi tidak bengis, harus melakukan pelayanan yang efisien tapi tidak mengharap apapun, tidak memihak pada kesatuan apapun (khususnya bidang politik) demi tegaknya azas kepolisian. Bagi kepolisian, hal-hal itu merupakan falsafah pelaksanaan tugas yang bersifat universal, sebagai standar minimum perilaku organisasi Polisi. TAP MPR RI No. VII/MPR/2000


(34)

tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka peranan Kepolisian adalah :

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

2. Dalam menjalankan perannya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional

2. Fungsi Kepolisian RI Dalam Masyarakat

Tugas yuridis Kepolisian tertuang dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam UU Pertahanan dan Keamanan.

Selanjutnya dalam Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 disebutkan :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalan lingkup kewenangan administratif kepolisian


(35)

21

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan

g. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang i. Mencari keterangan dan barang bukti

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional

k. Mengeluarkan surat dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu

Tugas pokok tersebut dirinci lebih luas sebagai berikut : 1. Aspek ketertiban dan keamanan umum

2. Aspek perlindungan terhadap perorangan dan masyarakat (dari gangguan atau perbuatan melanggar hukum/kejahatan, dari penyakit-penyakit masyarakat dan aliran-aliran kepercayaan yang membahayakan termasuk aspek pelayanan masyarakat dengan memberikan perlindungan dan pertolongan)

3. Aspek pendidikan sosial di bidang ketaatan/kepatuhan hukum warga masyarakat

4. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya di bidang penyelidikan dan penyidikan

Mengamati tugas yuridis Kepolisian yang demikian luas tetapi luhur dan mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan bahwa didalam


(36)

menjalankan tugasnya itu harus selalu menjungjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara, khususnya dalam melaksanakan kewenangannya dibidang penyidikan. Ditegaskan pula agar senantiasa mengindahkan norma-norma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan. Beban tugas yang demikian berat dan ideal itu tentunya harus didukung pula oleh aparat pelaksana yang berkualitas dan berdedikasi tinggi.

Memperhatikan perincian tugas dan wewenang kepolisian seperti telah dikemukakan diatas, terlihat bahwa pada intinya ada dua tugas kepolisian dibidang penegakan hukum, yaitu :

1. Penegakan hukum dibidang Peradilan pidana (dengan sarana penal) 2. Penegakan hukum dengan sarana non-penal

Tugas penegakan hukum dibidang Peradilan (dengan sarana penal) sebenarnya hanya merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas kepolisian, sebagian tugas kepolisian justru terletak diluar penegakan hukum pidana (non-penal). Tugas Kepolisian dibidang peradilan pidana hanya terbatas dibidang penyelidikan dan penyidikan, tugas lainnya tidak secara langsung berkaitan dengan hukum pidana walaupun memang ada beberapa aspek hukum pidanya. Misalnya, tugas memelihara ketertiban dan keamanan umum, mencegah penyakit-penyakit masyarakat, memelihara keselamatan, perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat dan penanggulangan dalam konflik sosial, mengusahakan ketaatan hukum warga masyarakat tentunya merupakan tugas yang lebih luas dari yang sekedar dinyatakan sebagai tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) menurut ketentuan hukum pidana positif yang berlaku.


(37)

23

Uraian diatas ingin diungkapkan bahwa tugas dan wewenang kepolisian yang lebih berorientasi pada aspek sosial atau aspek kemasyarakatan (yang bersifat pelayanan dan pengabdian) sebenarnya lebih banyak daripada tugas yuridisnya sebagai penegak hukum dibidang peradilan pidana. Dengan demikian dalam menjalankan tugas dan wewenangya, kepolisian sebenarnya berperan ganda baik sebagai penegak hukum maupun sebagai pekerja sosial untuk menggambarkan kedua tugas peran ganda ini. Kongres PBB ke-5 (mengenai Prevention of crime and the treatment of offenders) pernah menggunakan istilah ”service oriented

task” dan “law enforcement duties”.

Perihal kepolisian dengan tugas dan wewenangnya, ada diatur dalam UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa, kepolisian adalah segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan perundang-undangan.

Keterangan pasal tersebut, maka dapat dipahami suatu kenyataan bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi adalah sangat komplek dan rumit sekali terutama didalam bertindak sebagai penyidik kejahatan atau tindak pidana bahkan dalam penanggulangan konflik sosial antar kampung.

Sebagai alat perlengkapan negara, polisi bertanggungjawab melaksanakan tugas pemerintah sehari-hari, yaitu menimbulkan rasa aman pada warga masyarakat. Tugas pemerintah ini dilakukan polisi melalui penegakan hukum pidana, khususnya melalui pencegahan dan menyelesaikan kejahatan prostitusi yang terjadi. Tetapi dalam usaha menimbulkan rasa aman ini, polisi juga bertugas


(38)

memelihara ketertiban dan keteraturan. Tetapi untuk keperluan analisa kedua fungsi tersebut harus dibedakan, karena menyangkut profesional yang berbeda.

Undang Undang Kepolisian (Undang Undang No. 2 tahun 2002) memberikan tugas dan wewenang yang sangat luas kepada polisi, mandat yang diberikan ini pada hakikatnya dapat dibagi dalam dua kategori dasar, pertama adalah untuk mencegah dan menyidik kejahatan, dimana akan tampil wajah polisi sebagai alat negara (penegak hukum). Mandat kedua agak lebih sukar menggambarkannya, polisi disini bertugas adalah sebagai Pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

Sebagaimana telah disebut diatas, masyarakat menginginkan bahwa polisi harus menegakkan hukum pidana dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian secara bersama atau dalam bentuk sindikat, polisi harus berusaha melakukan upaya meminimalisir kejahatan pencurian dengan melakukan tugasnya dengan lebih cepat.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. faktor-faktor penegakan hukum adalah sebagai berikut:27

a. Faktor hukumnya sendiri, Undang-Undang.

27

Soerjano Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta, Rajawali, 1986, hlm. 8.


(39)

25

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentu maupun menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

1. Faktor Hukum

Penegakan hukum, adakalanya terjadinya pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum. Keadilan merupakan suatu yang abstrak, sedangkan kepatian hukum merupakan suatu prosedur yang telah di tentukan secara normatif.

Telah lebih lanjut, sebenarnya segala tindakan atau kebijakan yang dilakukan tanpa melanggar hukum akan dapat di ketegorikan sebagai sebuah kebajikan, karena sesungguhnya penyelenggaraan hukum bukan hanya merupakan sebuah penegakan hukum dalam kenyataan tertulis saja, akan tetapi juga harus mengandung penyerasian antara nilai kaedah dan pola prilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan keadilan.

Hukum yang di golongkan dalam bab ini ada 2, yaitu hukum baik dan hukum buruk. Hukum yang baik adalah Peraturan hukum yang di buat berdasar kesepakatan melalui kepentingan politik yang berbeda, sedangkan Hukum yang buruk merupakan Peraturan hukum yang di buat berdasar kesepakatan melalui kepentingan politik yang sama.


(40)

2. Faktor penegak hukum

Aparat penegak hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pelaksanaan hukum, tanpa mereka hukum sulit tercapai, meski dengan keberadaanya hukum hanya dalam posisi mungkin bisa tercapai. Ini bukan hanya tentang permasalahan ada atau tidaknya penegak hukum, tapi baik atau tidaknya kualitas penegak hukum akan sangat mempengaruhi kualitas hukum.

Polisi, Jaksa, dan Kpk merupakan aparat penegak hukum di indonesia, tapi lihat saja bagaimana sepak terjang tiga aparat penegak hukum di negara kita ini. Jika masih seperti ini, maka kualitas hukum yang terjadi di Indonesia tidak akan berubah menjadi baik, dan mungkin akan semakin terpuruk ketika para Markus (makelar kasus) menjadi sahabat para penegak hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas pendukung

Fasilitas bukan hal yang asing lagi sebagai sarana pendukung, ini memang merupakn hal yang juga menentukan terhadap pelaksanaan hukum. Tanpa sarana atau fasilitas, penegakan hukum akan mengalami sedikit kendala. Tapi uniknya kadang faktor pendukung ini di jadikan sebagai faktor utama dalam keikutsertaan para aparat hukum dalam mengabdi pada negara, sehingga sekarang bisa dilihat sendiri hasilnya.

KIB (Kabinet Indonesia Bersatu) jilid II, memberikan fasilitas berupa mobil untuk pemerintah seharga Rp. 1,3 milyar dengan menukar mobil lamanya Toyota Camri yang senilai ratusan juta. Bahkan dalam kondisi perekonomian yang carut-marut,


(41)

27

kelengkapan dan kemewahan fasilitas tetap menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat atau SDM masyarakat

Penegakan hukum yang dilakukan untuk sebuah keadilan dan kedamaian bagi masyarakat akan menuntut masyarakatnya untuk banyak berparisipasi. Kesadaran masyarakat sangatlah penting sehingga ketika masyarakat menjalankan hukum karena takut, maka hukum akan berlalu begitu saja. Lain halnya ketika masyarakat melaksanakan hukum karena kesadarannya.

Di indonesia kesadaran masyarakat terhadap hukum sangat jarang sekali di temui, pelaksanaan hukum masih terpaku pada menonjolnya sikap apatis serta menganggap bahwa penegakan hukum merupakan urusan aparat penegak hukum semata dan tidak berangkat dari kesadaran masyarakat.

5. Faktor kebudayaan

Sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan kebudayaan menurut Soerjono Sukanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya jika mereka tak berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian kebudayaan adalah suatu garis pokok yang menentukan peraturan dan menetapkan mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang.


(42)

Masalah budaya, lebih mengenaskan beberapa budaya kita sudah di curi malasyia. Dan budaya barat lebih populer di negara berlambang garuda ini, budaya kita kini memang tengah mengalami keterasingan di negara sendiri, padahal budaya sangat menentukan hukum. Bagaimana kelanjutan penegakan hukum di Indonesia dapat menjadi lebih baik, jika kelima faktor penegakan hukum sudah tidak dimiliki oleh bangsa ini. Bagi siapa saja yang membaca ini, marilah kita tumbuhkan kecintaan kita terhadap Indonesia dengan memunculkan kesadaran hukum kita agar kedamaian dan keadilan dapat di wujudkan di negara kita yang tercinta ini.

C. Tinjauan Umum Tindak Pidana Pencurian

Tindak pidana maupun strafbaar feit menurut Simons, hakikatnya merupakan adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum28. Tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang melawan memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi), yang berupa pidana tertentu, bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan pidana yang diancam dengan sanksi pidana tersebut dapat dipaksakan kepada pelakunya oleh aparat penegak hukum dalam rangka menjaga ketertiban, keamanan serta norma-norma hukum pidana itu sendiri29.

28

Ruslan Saleh, Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif', Jakarta, Aksara Baru, 1981, hlm. 21.

29Ibid


(43)

29

Perbuatan pidana menurut sistem KUHP kita dibagi dalam dua jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran. Penggolongan jenis-jenis delik yang ada dalam KUHP terdiri dari kejahatan, disusun dalam Buku II KUHP, sedangkan Pelanggaran disusun dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.

Secara yuridis dapat dikatakan bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang bertentangan dengan moral, kemanusiaan dan merugikan masyarakat serta sifatnya yang melanggar atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku. Tindak pidana itu sendiri diatur dalam KUHP yaitu dalam Buku kedua tentang Kejahatan dan Buku Ketiga tentang Pelanggaran.

1. Pencurian Ringan

Pencurian ringan dijelaska Pasal 364 “Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362, dan pasal 363ayat (1) no. 4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 ayat (1) no. 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya dan jika barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah”.

Adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 362 : pencurian biasa

2. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 363 ayat 1 no. 4: Pencurian dilakukan oleh 2 orang atau lebih bersama-sama.


(44)

3. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 363 no. 5:

Pencurian, dimana yang bersalah memasuki tempat kejahatannya atau dimana ia mencapai barang yang akan diambil itu, dengan cara:

1.Membongkar atau merusak; 2.Memanjat;

3.Memakai anak kunci palsu; 4.Memakai perintah palsu;

5.Memakai pakaian jabatan palsu.

Perbuatan itu tidak dilakukan dalam suatu rumah atau dipekarangan tertutup dimana berdiri sebuah rumah.

Harga dari pada barang yang diambil tidak melebihi jumlah Rp 250,-

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Pencurian dengan Pemberatan dinamakan juga pencurian dikualifikasi dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika dibandingkan dengan pencurian biasa, sesuai dengan Pasal 363 KUHP, "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah".

Dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun : 1. Pencurian ternak

2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karena terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.


(45)

31

3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauan yang berhak.

4. Pencurian yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih bersama-sama.

5. Pencurian yang dilakukan untuk dapat masuk ketempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, dengan jalan membongkar, merusak atau memanjat atau memakai anak kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.

Pencurian yang diterangkan dalam nomor tiga disertai dengan salah satu hal tersebut dalam no. 4 dan 5, maka dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.Pencurian ini atau ayat 2 adalah pencurian pokok yang ditambah salah keadaan yang ada pada Pasal 363 KUHP.

ke-1: Jika barang yang dicuri itu adalah hewan yang dimaksud dengan hewan adalah yang disebut pada Pasal 101 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: ”Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan yang memamah biak”. Pencurian hewan ini dianggap pencurian berat, dasar pertimbangan nya adalah hewan milik seorang petani yang penting atau sangat berguna sebagai penunjang kerja dalam hidup sehari-hari.

ke-2: Bila pencurian itu dilakukan dalam keadaan seperti pada Pasal 363 KUHP ayat ke-2, maka diancam hukuman lebih berat karena pada kedaan seperti ini orang dalam keributan dan kebingungan dan barang-barang dalam kedaan tidak terjaga. Sedangkan orang yang mempergunakan kesempatan pada saat orang lain dalam keributan atau malapetaka atau bencana


(46)

dianggap rendah budinya. Antara terjadinya malapetaka dengan terjadinya pencurian harus ada hubungannya maksudnya pencurian itu harus benar-benar tahu dalam mempergunakan untuk mencuri. Tidak termasuk dalam pengertian jika terjadi malapetaka atau bencana yang lain, karena pencuri benar-benar tidak tahu dan tidak saja mempergunakan kesempatan ini.

ke-3: Yang dimaksud dengan malam adalah sesuai dengan ketentuan dengan Pasal 98 KUHP yang menyatakan: ” Malam berarti waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit”. Sedang dimaksud dengan rumah adalah tempat yang digunakan untuk didiami siang dan malam artinya: ”Untuk tidur dan sebagainya”. Sebuah gedung yang tidak dipergunakan makan dan tidur tidak termasuk pengertian rumah, sedang peran kereta api yang didiami siang dan malam termasuk dalam pengertian rumah. Sedangkan pakaian jabatan palsu, pakaian yang dipakai oleh orang yang tidakberhak untuk itu misalnya pencuri yang masuk kedalam rumah dengan menggunakan pakaian polisi dan yang terpenting pakaian itu tidak harus instansi pemerintah, dari instansi swasta-pun bias dimasukan pengertian pakaian palsu.

3. Pencurian dengan Kekerasan

Sesuai dengan Pasal 365 KUHP maka adalah sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan, supaya ada


(47)

33

kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya.

(2) Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

b. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih c. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

e. Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan ituberakibat ada orang mati.

(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam Nomor 1 dan Nomor 3.

a. Yang dimaksud dengan kekerasan menurut Pasal 89 KUHP yang berbunyi ”Yang dimaksud dengan melakukan kekerasan”, yaitu membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi.Sedangkan melakukan kekerasan menurut Soesila mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak syah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Masuk pula dalam pengertian


(48)

kekerasan adalah mengikat orang yang punya rumah, menutup orang dalam kamar dan sebagainya dan yang penting kekerasan itu dilakukan pada orang dan bukan pada barang.

b. Ancaman hukumannya diperberat lagi yaitu selama-lamanya dua belas tahun jika perbuatan itu dilakukan pada malam hari disebuah rumah tertutup, atau pekarangan yang di dalamnya ada rumah, atau dilakukan pertama-tama dengan pelaku yang lain sesuai yang disebutkan dalam Pasal 88 KUHP atau cara masuk ke tempat dengan menggunakan anak kunci palsu, membongkar dan memanjat dan lain-lain. Kecuali jika itu perbuatan menjadikan adanya yang luka berat sesuai dengan Pasal 90 KUHP yaitu: Luka berat berarti:

1) Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang mendatangkan bahaya maut.

2) Senantiasa tidak cukap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencahariaan.

3) Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra. 4) Mendapat cacat besar.

5) Lumpuh (kelumpuhan).

6) Akal (tenaga paham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu. 7) Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.

c. Jika pencurian dengan kekerasan itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selama-lamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri.


(49)

35

d. Hukuman mati bisa dijatuhkan jika pencurian itu mengakibatkan matinya orang luka berat dan perbuatan itu dilakuakan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau sesuai dengan Pasal 88 KUHP yaitu: ”Mufakat jahat berwujud apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu”.

D. Pengertian Penyertaan Dalam Tindak Pidana

Penyertaan adalah dua orang atau lebih yang melakukan tindak pidana atau dengan kata lain pelaksanaan ada dua orang atau lebih mengambil sebagian untuk mewujudkan suatau tindak pidana.30

Secara luas dapat disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil bagian dalam hubungannya dengan orang lain, untuk mewujudkan tindak pidana, mungkin jauh sebelum terjadinya (merencanakan), dekat sebelum terjadinya (menyuruh atau menggerakkan untuk melakukan, memberikan keterangan), saat terjadinya (turut serta, bersama-sama melakukan), setelah terjadinya tindak pidana (menyembunyikan pelaku/hasil tindak pidana).

Ternyata dalam Bab V KUHP yang ditentukan mengenai penyertaan terbatas hanya sejauh yang tercantum dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 60 yang pada garis besaranya bentuk penyertaan dalam arti sempit (Pasal 55) dan pembantu (Pasal 56 dan 59). Pembagian Penyertaan menurut KUHP Indonesia, ialah :

30

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni. Jakarta, 1982, hlm. 326.


(50)

1. Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.

2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis).

Unsur-unsur pada doenpleger adalah: a. Alat yang dipakai adalah manusia; b. Alat yang dipakai berbuat;

c. Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiel) tidak apat dipertanggungjawabkan adalah:

a. Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44) b. Bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48)

c. Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 (2)) d. Bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik

e. Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan.

Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur maka tetap mengacu pada Pasal 45 dan Pasal 47 jo. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.


(51)

37

3. Orang yang turut serta (Medepleger)

Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.

Syarat adanya medepleger :

a. Ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.

b. Ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik tersebut.

4. Penganjur (Uitlokker)

Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55 (1) angka 2). Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruhlakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara. Namun perbedaannya terletak pada:

a. Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruhlakukan menggerakkannya dengan sarana yang tidak ditentukan.

b. Pada penganjuran, pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan, sedang dalam menyuruhkan pembuat materiel tidak dapat dipertanggungjawabkan.


(52)

Syarat penganjuran yang dapat dipidana: a. Ada kesengajaan menggerakkan orang lain

b. Menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP c. Putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut. d. Pembuat materiil melakukan / mencoba melakukan tindak pidana yang

dianjurkan

e. Pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan Penganjuran yang gagal tetap dipidana berdasarkan Pasal 163 bis KUHP.

5. Pembantuan (Medeplichtige)

Sebagaimana disebutkan alam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada dua jenis:

a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen (turut serta), namun perbedaannya terletak pada:

1. pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan.

2. pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri.

3. pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.

4. Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.


(53)

39

b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran

(uitlokking). Perbedaannya pad niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.

Setiap tindak pidana yang terjadi dilakukan oleh beberapa orang jadi pada setiap tindak pidana itu terlibat lebih dari seorang pelaku yang berarti terdapat beberapa orang yang turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana itu diluar seorang pelaku. Dapat dikatakan bahwa deelneming pada suatu straafbaarfeit atau delicti terdapat: “ apabila dalam suatu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang. Prof. Van Hamel mengatakan ajaran mengenai deelneming itu sebagai suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang dapat dilakukan oleh seorang secar sendirian, akan tetapi dalam kenyataannya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis maupun materiial ”.31

Istilah deelneming adalah istilah yang digunakan oleh negara Belanda. Oleh karena Negara kita adalah bekas jajahan Negara Belanda, maka kita juga menggunakan istilah deelneming seperti yang terdapat dalam “Wetboek van Strafrecht (WvS)” yang diterjemahkan menjadi “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal-pasal

31

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1984, hlm. 566.


(54)

mengenai penyertaan terdapat pada Buku I dan Buku V yaitu Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Penyertaan diartikan sebagai perbarengan kejahatan dimana terdapat beberapa pihak yang menjalankan suatu kejahatan yang memiliki pertanggungjawaban pidana yang berbeda. Harus dibedakan antara seseorang yang menyuruh dan orang yang disuruh, dengan hubungan seseorang yang menggerakkan (uitlokker) terhadap yang digerakkan (uitgelokte) : hubungan antara seseorang dengan orang lain yang bersama-sama (berbarengan) melakukan tindak pidana, dengan seseorang yang dibantu dengan orang lain yang melakukan kejahatan.

Pasal 55 KUHP menentukan :

a) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana:

1. Mereka yang melakukan, menyuruh lakukan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan atau dengan memberi kesempatan, keterangan, sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.

b) Terhadap penganjur hanya perbuatan yang disengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56 KUHP menentukan:

Dipidana sebagai pembantu (medelictgheid) sesuatu kejahatan :

1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. 2. Mereka sengaja memberikan sarana untuk melakukan kejahatan.


(55)

41

Pasal 56 KUHP pembantu terdiri dari : 1. Membantu saat melakukan kejahatan 2. Membantu sebelum kejahatan dilakukan

Perbedaan antara hubungan para pelaku peserta tersebut adalah sangat penting karena akibat hukum atau pertanggungjawaban yang dikaitkan pada para pelaku peserta diperbedakan secara jelas tergantung erat tidaknya hubungan-hubungan itu. Pertanggungjawaban pidana dari dua orang atau lebih yang bersama sama melakukan suatu tindak pidana adalah sama tapi sanksi pidana yang dijatuhkan antara pelaku (utama) dengan yang membantunya tidak sama.


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulisan ini menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Merupakan pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Merupakan pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik yang ada di lapangan dengan tujuan melihat kenyataan atau fakta-fakta yang konkrit mengenai peran kepolisian dalam penegakan pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung.

B. Sumber dan Jenis Data

Penulis menggunakan dua sumber data dalam rangka penyelesaian skripsi ini, yaitu data primer dan data skunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh penulis melalui studi dengan mengadakan wawancara dan pertanyaan kepada pihak yang terkait.


(57)

43

2. Data skunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data skunder diperoleh dengan cara membaca, mengutip, mencatat serta menelaah bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, dalam hal ini yaitu :

1) Undang-undang Nomor 73 Tahun 1978 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian b. Bahan hukum skunder, yaitu :

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang fungsinya melengkapi dari bahan hukum primer dan skunder agar dapat menjadi lebih jelas, seperti kamus literatur-literatur, media masa dan sebagainya serta hasil-hasil penelitian dan petujuk-petunjuk yang berkaitan dengan peran Kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh Sindikat di Bandar lampung.

C. Penentuan Responden

Berdasarkan pokok permasalahan, maka yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Sektor Kedaton, dan Dosen Fakultas Hukum Unila, Adapun responden dalam penelitian ini adalah :


(58)

a. Anggota Kepolisian Sektor Kedaton Bandarlampung : 2 orang

b. Perwakilan Masyarakat : 1 orang

b. Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang +

Jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data, baik data primer maupun data skunder penulis menggunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (library Research)

Dilakukan untuk memperoleh data skunder dilakukan melalui serangkaian kegiatan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan cara antara membaca, mencatat, mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan dengan mewawancarai para narasumber dan wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban terbuka yang dilakukan secara lisan dan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya terlebih dahulu.

2. Prosedur pengolahan data

Metode yang digunakan dalam prosedur pengolahan data ini yaitu :


(59)

45

kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Klasifikasi, yaitu mengelompokkan data yang telah dievaluasi menurut kerangka yang telah ditetapkan.

c. Sistematisasi data, yaitu data yang telah dievaluasi dan diklasifikasikan disusun yang bertujuan menciptakan keteraturan dalam menjawab permasalahan sehingga mudah untuk dibahas.

E. Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.32

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta, Universitas Indonesia pres, 2007, hlm. 95.


(60)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton):

1. Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung adalah dengan a) peranan ideal, b) peranan yang seharusnya, c) peranan yang dianggap diri sendiri, d) peranan yang sebenarnya oleh pihak Kepolisian Sektor kedaton dengan memegang peranan yang dikehendaki dan diharapkan oleh hukum dan telah ditetapkan oleh undang-undang kepolisian dalam hal mengayomi masyarakat dan menjaga keamanan serta ketertiban umum dengan cara melakukan operasi dan patroli rutin secara berkala, menerima laporan masyarakat apabila ada tindak pidana pencurian kendaraan, melakukan penangkapan, serta terus mengupayakan penuyuluhan hukum dengan menggelar spanduk di tempat keramaian yang rawan pencurian.

2. Faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung antara lain faktor sarana pendukung seperti prasarana unit kendaraan patroli yang digunakan kepolisian yang masih kurang mencukupi, faktor


(61)

64

penegak hukum kuantitas atau masih minimnya jumlah personil anggota Polri dalam penanganan kasus sindikat pencurian, faktor masyarakat berupa kebiasaan masyarakat yang masih enggan melapor dan menjadi saksi apabila terjadi suatu tindak pidana.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah :

1. Dalam rangka mengoptimalkan peranan kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung, sudah sepatutnya kepolisian terus mengupayakan terciptanya suatu keamanan yang seperti diinginkan masyarakat agar terlepas dari itu tidak menciptakan kesan buruk bagi institusi Kepolisian itu sendiri.

2. Perlu meningkatkan kuantitas atau jumlah personil dan sarana prasarana taktis dari penegak hukum (kepolisian) yang masih kurang serta terus mengupayakan melakukan pembinaan melalui polmas (Polisi Masyarakat) kepada masyarakat apabila terjadi suatu tindak pidana pencurian oleh sindikat pencurian yang ada di Bandar Lampung.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Bariah Mozasa, Chairul. 2005. Aturan-aturan hukum Trafficking, USU: Press Hamzah, Andi. 2005. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta: Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Kanter,E.Y. dan S.R. Sianturi. 1982. Asas-asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni. Jakarta

Lamintang. P.A.F. 1984.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bhakti. Bandung

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Moeljatno, 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan Keduapuluh Dua, Bumi Aksara , Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono . 1994. Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta. Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa.

Jakarta

---.1981. Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif'. Aksara Baru, Jakarta.

Santoso Ari. dkk, 2009. Hoegeng. Betang pustaka, Yogyakarta. Singarimbun, Masri. 1989 Metode Penelitian survei, LP3ES, Jakarta.

Soekanto, Soerjano. 1986. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum,

Rajawali: Jakarta.

--- 2002. Sosiologi Suatau Pengantar. Raja Grafindo, Jakarat.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana 1. Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universites Diponegoro, Semarang.


(1)

a. Anggota Kepolisian Sektor Kedaton Bandarlampung : 2 orang

b. Perwakilan Masyarakat : 1 orang

b. Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang +

Jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data, baik data primer maupun data skunder penulis menggunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (library Research)

Dilakukan untuk memperoleh data skunder dilakukan melalui serangkaian kegiatan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan cara antara membaca, mencatat, mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan dengan mewawancarai para narasumber dan wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban terbuka yang dilakukan secara lisan dan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya terlebih dahulu.

2. Prosedur pengolahan data

Metode yang digunakan dalam prosedur pengolahan data ini yaitu :


(2)

45

kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Klasifikasi, yaitu mengelompokkan data yang telah dievaluasi menurut kerangka yang telah ditetapkan.

c. Sistematisasi data, yaitu data yang telah dievaluasi dan diklasifikasikan disusun yang bertujuan menciptakan keteraturan dalam menjawab permasalahan sehingga mudah untuk dibahas.

E. Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.32

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta, Universitas Indonesia pres, 2007, hlm. 95.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung (Studi Kasus Kepolisian Sektor Kedaton):

1. Peran Kepolisian dalam penegakan hukum pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung adalah dengan a) peranan ideal, b) peranan yang seharusnya, c) peranan yang dianggap diri sendiri, d) peranan yang sebenarnya oleh pihak Kepolisian Sektor kedaton dengan memegang peranan yang dikehendaki dan diharapkan oleh hukum dan telah ditetapkan oleh undang-undang kepolisian dalam hal mengayomi masyarakat dan menjaga keamanan serta ketertiban umum dengan cara melakukan operasi dan patroli rutin secara berkala, menerima laporan masyarakat apabila ada tindak pidana pencurian kendaraan, melakukan penangkapan, serta terus mengupayakan penuyuluhan hukum dengan menggelar spanduk di tempat keramaian yang rawan pencurian.

2. Faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung antara lain faktor sarana pendukung seperti prasarana unit kendaraan patroli yang digunakan kepolisian yang masih kurang mencukupi, faktor


(4)

64

penegak hukum kuantitas atau masih minimnya jumlah personil anggota Polri dalam penanganan kasus sindikat pencurian, faktor masyarakat berupa kebiasaan masyarakat yang masih enggan melapor dan menjadi saksi apabila terjadi suatu tindak pidana.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah :

1. Dalam rangka mengoptimalkan peranan kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung, sudah sepatutnya kepolisian terus mengupayakan terciptanya suatu keamanan yang seperti diinginkan masyarakat agar terlepas dari itu tidak menciptakan kesan buruk bagi institusi Kepolisian itu sendiri.

2. Perlu meningkatkan kuantitas atau jumlah personil dan sarana prasarana taktis dari penegak hukum (kepolisian) yang masih kurang serta terus mengupayakan melakukan pembinaan melalui polmas (Polisi Masyarakat) kepada masyarakat apabila terjadi suatu tindak pidana pencurian oleh sindikat pencurian yang ada di Bandar Lampung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Bariah Mozasa, Chairul. 2005. Aturan-aturan hukum Trafficking, USU: Press Hamzah, Andi. 2005. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta: Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Kanter,E.Y. dan S.R. Sianturi. 1982. Asas-asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni. Jakarta

Lamintang. P.A.F. 1984.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bhakti. Bandung

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Moeljatno, 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan Keduapuluh Dua, Bumi Aksara , Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono . 1994. Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta. Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa.

Jakarta

---.1981. Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif'. Aksara Baru, Jakarta.

Santoso Ari. dkk, 2009. Hoegeng. Betang pustaka, Yogyakarta. Singarimbun, Masri. 1989 Metode Penelitian survei, LP3ES, Jakarta.

Soekanto, Soerjano. 1986. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rajawali: Jakarta.

--- 2002. Sosiologi Suatau Pengantar. Raja Grafindo, Jakarat.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana 1. Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universites Diponegoro, Semarang.


(6)

---. 2007. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3. Universitas Indonesia pres: Jakarta

Universitas Lampung. 2005. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

B. Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 73 Tahun 1978 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian C. Lain-lain

Agung. Terlibat Sindikat Curanmor Pelajar SMP Diamankan Polsek Kedaton, http://www.bandarlampungnews.com/16-05-29014 (22:33)

Toni. Astaga Remaja jadi Sindikat Curanmor.

http://www.kupastuntaslampung.com/16-05-2014 (22:33) Romi Rinando. Sindikat Pencurian Motor Diringkus.

Harian Tribun 11 April 2013. http://www.tribunnews.com. 16-05-29014 (22:33) Pamoengkas, Pengertian Sindikat perdagangan Manusia.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN (Studi Pada Poltabes Bandar Lampung)

0 6 15

DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERKELAHIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi di Polresta Bandar Lampung) Oleh

0 6 57

JUDUL INDONESIA: UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TRAFFICKING STUDI KASUS POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

0 6 56

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi di polresta Bandar Lampung)

0 12 70

PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN (Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)

0 15 50

UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

1 4 13

PENDAHULUAN UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

0 2 13

PENUTUP UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

0 3 4

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian (Study Kasus di Wilayah Hukum Boyolali).

0 2 22

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGANI KASUS PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK(Studi Kasus di Polrestabes Semarang) - Unika Repository

0 0 12